You are on page 1of 17

Pendidikan dan Pembentukan Karakter

Makalah ini disusun sebagai tugas Mata Kuliah : Sosiologi Pendidikan Dosen Pengampu : Dr. Sabarudin

DISUSUN OLEH: Miratun Nur Arifah (10411057) PAI-B

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2012/2013
1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Pendidikan karakter merupakan kajian mengenai pendidikan yang sedang menjadi trend pada saat ini. Banyak orang dari berbagai lapisan, mulai dari mahasiswa, guru, dosen, sampai pakar pendidikan tak bosan-bosan untuk membahasnya. Minimnya pendidikan karakter yang ditanamkan pada anak diduga mempengaruhi munculnya berbagai permasalahan kepribadian yang banyak merugikan orang lain, seperti korupsi, tawuran pelajar, suap menyuap, dan lain sebagainya. Pendidikan yang ada selama ini barulah merambah aspek kogitif anak, padahal seluruh aspek lain dalam diri anak seperti aspek afektif dan psikomotorik juga butuh dikembangkan secara seimbang. Hal itu bertujuan agar generasi penerus bangsa yang nantinya terbentuk tidak hanya memiliki kecerdasan intelektual saja, tetapi juga kecerdasan emosional dan kecerdasan sosial. Karna itulah saat ini pemerintah dan pakar-pakar pendidikan sedang gencar melakukan sosialsasi dan perombakan berbagai kebijakan yang dirasa kurang sesuai dengan penanaman karakter, khususnya kebijakan mengenai pendidikan. Mengenai apa dan bagaimana penanaman pendidikan karakter akan dibahas lebih lanjut dalam makalah ini.

B. Rumusan Masalah 1. Apa pengertian karakter dan pendidikan karakter? 2. Bagaimana mekanisme pembentukan karakter? 3. Apa esensi pendidikan karakter? 4. Bagaimana kaidah dan strategi pembentukan karakter?

C. Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui pengertian karakter dan pendidikan karakter? 2. Untuk mengetahui mekanisme pembentukan karakter? 3. Untuk mengetahui esensi pendidikan karakter? 4. Untuk mengetahui kaidah dan strategi pembentukan karakter? D. Manfaat Penulisan Penulisan makalah ini diharapkan mampu memberikan tambahan wawasan dan pengetahuan bagi para mahasiswa yang juga merupakan calon guru, sehingga nantinya dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, khususnya bagi kegiatan belajar mengajar.

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Karakter dan Pendidikan Karakter 1. Pengertian Karakter Karakter berasal dari bahasa Yunani character yang berakar dari diksi dari charassein yang berarti memahat atau mengukir, sedangkan dalam bahasa Latin karakter bermakna memberikan tanda.1 Dalam Kamus Poerwadarminta, karakter diartikan sebagai tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang
1

Sri Narwanti, Pendidikan Karakter: Pengintegrasian 18 Nilai Pembentuk Karakter dalam Mata Pelajaran, (Yogyakarta: Familia, 2011), hal. 1

membedakan seseorang dengan orang lain.2 Karakter juga dapat diibaratkan seperti sebuah ukiran. Sebuah ukiran akan melekat kuat pada benda yang diukir dan tidak mudah termakan waktu. Sebuah pola, baik itu pikiran, sikap, maupun tindakan, yang melekat pada diri seseorang dengan sangat kuat dan sulit dihilangkan disebut sebagai karakter.3 Sedangkan definisi pendidikan karakter menurut para ahli diantaranya: a. Menurut Hornby & Parnwell, karakter adalah kualitas mental atau moral, kekuatan moral, nama atau reputasi. b. Menurut Hermawan Kertajaya, karakter adalah ciri khas yang dimiliki oleh suatu benda atau individu. Ciri khas ini asli dan mengakar pada benda atau individu, sehingga mempengaruhi perilaku dan pemikiran sehari-harinya. Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa karakter merupakan sesuatu mendasar dan bersifat abstrak yang ada dalam diri seseorang yang mepengaruhi sikap, tindakan, dan cara berfikir sehari-hari. 2. Pengertian Pendidikan Karakter Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi insan kamil.4 Semua komponen pendidikan harus dilibatkan dalam pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah. Komponen-komponen tersebut diantaranya adalah isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pemberdayaan sarana prasarana, dan lain sebagainya. Guru merupakan pembimbing yang dapat membantu membentuk dan mempengaruhi karakter peserta didik. Sehingga guru dituntut untuk memiliki keteladanan yang nantinya dapat dicontoh peserta didik. Keteladanan ini terdiri dari perilaku guru, cara

Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), hal. 11 Abdullah Munir, Pendidikan Karakter: Membangun Karakter Anak Sejak dari Rumah, (Yogyakarta: Pedagogia, 2010) , hal. 3 Sri Narwanti, Pendidikan Karakter: Pengintegrasian 18 Nilai Pembentuk Karakter dalam Mata Pelajaran..., hal. 17

guru berbicara atau menyampaikan materi, cara guru bertoleransi, dan lain sebagainya. Pendidikan karakter juga dapat didefinisikan sebagai pendidikan yang mengembangkan karakter yang mulia dari peserta didik dengan mempraktikkan dan mengajarkan nilai-nilai moral dan pengambilan keputusan yang beradab dalam hubungan dengan sesama manusia maupun dalam hubungannya dengan Tuhannya.5 Selain itu, pengertian pendidikan karakter menurut para ahli diantaranya adalah: a. Menurut Screnko, pendidikan karakter adalah upaya sungguh-sungguh dengan cara dimana ciri kepribadian positif dikembangkan, didorong, dan diberdayakan melalui keteladanan, kajian,dan praktik emulasi atau usaha yang maksimal untuk mewujudkan hikmah dari apa-apa yang diamati dan dipelajari.
b. Menurut Lickona, pendidikan karakter adalah upaya yang sungguh-sungguh untuk

membantu seseorang memahami, peduli, dan bertindak dengan landasan inti nilainilai atis. Jadi dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter merupakan proses penanaman dan pengarahan agar peserta didik mampu menjadi manusia seutuhnya dan berkarakter dalam berbagai dimensi.

B. Mekanisme Pembentukan Karakter 1. Proses Pembentukan Karakter Pondasi awal terbentuknya karakter sebenarnya sudah dimulai sejak anak baru lahir sampai usia 3 atau 5 tahun. Pada masa itu anak masih menggunakan pikiran bawah sadar karena kemampuan penalarannya belum tumbuh. Sehingga ia akan menerima begitu saja semua informasi dan stimulus yang diberikan padanya. Pembentukan karakter tidak bisa berhenti begitu saja, karena merupakan proses yang berlangsung seumur hidup. Orang tua dan lingkungan keluargalah yang berperan penting dalam peletakan pondasi ini. Keluarga merupakan pendidik utama dan pertama dalam kehidupan anak karena dari keluargalah anak mendapatkan pendidikan untuk pertama kalinya serta menjadi dasar perkembangan dan kehidupan anak di
5

Muchlas Samani dan Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), hal. 44

kemudian hari.6 Anak yang mendapat kesan baik dalam interaksinya di lingkungan keluarga maka konsep diri anak akan menjadi baik pula, begitu juga sebaliknya. Konsep diri inilah yang akan berdampak ketika si anak sudah tumbuh dewasa. Hal yang diakui sebagai faktor yang mempengaruhi karakter adalah faktor keturunan/gen. Jika tidak ada proses berikutnya yang memiliki pengaruh kuat, boleh jadi faktor genetis inilai yang akan menjadi karakter anak.7 Munir mengemukakan bahwa masih faktor lain yang juga dapat mempengaruhi karakter seseorang. Faktorfaktor itu adalah makanan dan teman. Membangun karakter anak merupakan proses yang terus menerus atau berkesinambungan agar terbentuk tabiat, watak, dan sifat-sifat kejiwaan yang kondusif dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta dilandasi dengan nilai-nilai dan falsafah hidup. Sehingga dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa karakter sebenarnya dapat dibentuk.

2. Tahap-Tahap Pembentukan Karakter Pendidikan karakter anak haruslah disesuaikan dengan usia anak, karena nilai karakter atau moral yang berkembang pada tiap individu mengikuti perkembangan usia dan konteks sosialnya. Tahap-tahap perkembangan kesadaran dan pelaksanaan aturan menurut Piaget: a. Tahapan pada domain kesadaran aturan: Usia 0-2 tahun: aturan dirasakan sebagai hal yang tidak bersifat memaksa Usia 2-8 tahun: aturan disikapi bersifat sakral dan diterima tanpa pemikiran Usia 8-12 tahun: aturan diterima sebagai hasil kesepakatan b. Tahapan pada domain pelaksanaan aturan: Usia 0-2 tahun: aturan dilakukan hanya bersifat motorik Usia 2-6 tahun: aturan dilakukan dengan orientasi diri sendiri
6

Sri Narwanti, Pendidikan Karakter: Pengintegrasian 18 Nilai Pembentuk Karakter dalam Mata Pelajaran..., hal. 5 7 Abdullah Munir, Pendidikan Karakter: Membangun Karakter Anak Sejak dari Rumah..., hal. 6

Usia 6-10 tahun: aturan dilakukan sesuai kesepakatan


Usia 10-12 tahun: aturan dilakukan karena sudah dihimpun8

Selain itu, Islam juga memiliki pandangan tersendiri dalam tahapan pengembangan dan pembentukan karakter anak. Menurut Islam, pembentukan dan pengembangan karakter bisa dimulai sedini mungkin. Hal ini sesuai dengan hadishadis Rasulullah mengenai pendidikan untuk anak. Diantara hadis tersebut adalah: Jadikanlah kata-kata pertama yang diucapkan seorang anak, kalimat La Ilaha illallah. Dan bacakan kepadanya menjelang maut, kalimat La Ilaha illallah. (H.R. Ibnu Abbas) Anas berkata bahwa Rasulullah bersabda: Anak itu pada hari ke tujuh dari kelahirannya disembelihkan akikahnya, serta diberi nama dan disingkirkan dari segala kotoran-kotoran. Jika ia telah berusia 6 tahun dia dididik beradab susila, jika ia telah berumur 9 tahun dipisahkan tempat tidurnya dan jika telah beusia 13 tahun dipukul agar mau shalat (diharuskan). Jika ia telah berusia 16 tahun boleh dikawinkan, setelah itu ayah berjabatan tangan dengannya dan mengatakan: saya telah mendidik, mengajar, dan mengawinkan kamu, saya mohon perlindungan kepada Allah dari fitnah-fitnahan di dunia dan siksaan di akhirat. (H.R. Ibnu Hibban) Tahap-tahap pendidikan karakter menurut Islam: a. Tauhid Tahap pertama mengenai tauhid dapat diajarkan pada anak usia 0 sampai 2 tahun. Pada tahap ini, anak yang baru belajar berbicara diajarkan untuk mengucapkan kalimat La Ilaha Illallah keesaan Allah. b. Adab Penanaman adab dilakukan pada saat anak berusia 5 sampai 6 tahun. Nilainilai karakter yang dapat diajarkan pada usia ini adalah jujur atau tidak berbohong, mengenal mana yang benar dan mana yang salah, mengenal mana
8

agar ucapan yang pertama kali ia

ucapkan dan suara yang pertama kali ia dengar adalah pengetahuan mengenai

Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam..., hal. 21

yang baik dan mana yang buruk, mengenal mana yang diperintah (diperbolehkan) dan mana yang dilarang (tidak diperbolehkan). Sehingga nantinya anak dapat mengenal mana yang baik, mana yang buruk dan mana yang diperbolehkan, mana yang tidak diperbolehkan. c. Tanggung jawab Tanggung jawab diajarkan pada anak sejak usia 7 tahun. Selain itu karakterkarakter lain yang dapat diajarkan pada usia ini adalah tertib dan disiplin. Hal ini sesuai dengan hadis Rasulullah yang memerintahkan orang tua untuk mengajarkan anak menjalankan shalat pada usia tersebut. Dengan kata lain, mendidik anak untuk melaksanakan shalat sama dengan mendidiknya agar bertanggung jawab, tertib, dan disiplin. d. Kepedulian Kependulian diajarkan pada anak sejak berusia 9 sampai 10 tahun. Karakterkarakter yang ditanamkan terkait dengan kepedulian ini adalah peduli terhadap orang lain, terutama teman-teman sebaya, menghormati orang yang lebih tua, menyayangi yang lebih muda, menghormati hak-hak orang lain, menolong orang lain, dan bekerja sama. Karakter-karakter tersebut penting untuk diajarkan agar anak bisa bertanggung jawab kepada orang lain selain bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri dan juga dapat menumbuhkan nilai-nilai kepemimpinan. e. Kemandirian Kemandirian dapat diajarkan pada anak sejak berusia 11 sampai 12 tahun. Kemandirian merupakan karakter lanjutan dari karakter-karakter lain yang sebelumnya telah dimatangkan dalam diri anak. Sehingga ketika anak dididik kemandirian, ia tidak hanya mengenal mana yang baik, mana yang buruk, namun juga dapat menerapkannya dalam kehidupannya dan juga memahami konsekuensi apabila ia melanggar aturan. f. Bermasyarakat Setelah anak berusia 13 tahun keatas, anak dapat dididik bermasyarakat. Pada usia ini, anak dianggap sudah siap memasuki kondisi kehidupan masyarakat, sehingga ia dapat bergaul dengan bekal karakter-karakter yang sudah tertanam
9

pada dirinya. Usia selanjutnya, yang perlu dilakukan hanyalah menyempurnakan dan mengembangkan karakter-karakter tersebut.

C. Esensi Pendidikan Karakter 1. Tujuan Pendidikan Karakter Tujuan pendidikan karakter menurut Dharma Kesuma, Cepi Triatna, dan Johar permana adalah: a. Memfasilitasi pennguatan dan pengembangan nilai-nilai tertentu sehingga terwujud dalam perilaku anak, baik ketika proses sekolah maupun setelah proses sekolah (setelah lulus dari sekolah). b. Mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak bersesuaian dengan nilai-nilai yang dikembangkan sekolah.
c. Membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dalam

memerankan tanggungjawab pendidikan karakter secara bersama.9

2. Pilar-Pilar Pendidikan Karakter William Kilpatrick menyebutkan salah satu penyebab ketidakmampuan seseorang berlaku baik meskipun ia telah memiliki pengetahuan tentang kebaikan itu (moral knowing) adalah karena ia tidak terlatih untuk melakukan kebaikan (moral doing).10 Karna itulah pilar-pilar pendidikan karakter secara keseluruhan harus ditanamkan pada anak secara seimbang. Pilar-pilar tersebut terdiri dari 3 hal: a. Moral Knowing Moral knowing atau pengetahuan mengenai kebaikan memiliki 6 unsur. Keenam unsur tersebut adalah kesadaran moral, pengetahuan tentang nilai9

Sri Narwanti, Pendidikan Karakter: Pengintegrasian 18 Nilai Pembentuk Karakter dalam Mata Pelajaran..., hal. 17 10 Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam..., hal. 31

10

nilai moral, penentuan sudut pandang, logika moral, keberanian mengambil menentukan sikap, dan pengenalan diri. b. Moral Loving atau Moral Feeling Setelah memiliki pengetahuan moral, seorang anak harus memiliki kesadaran jati diri dan bentuk sikap yang harus ia terapkan. Moral loving merupakan aspek emosi siswa untuk menjadi manusia berkarakter.11 Pedidikan mengenai pilar ini lebih pada pemberian contoh, bukan pada pemberian pengetahuan teoritis. Karakter yang termasuk dalam moral loving adalah percaya diri, kepekaan terhadap derita orang lain, cinta kebenaran, pengendalian diri, dan kerendahan hati.

c. Moral Doing atau Moral Acting

Manusia adalah makhluk sosial, ia tidak bisa hidup tanpa orang lain. Karna itulah seorang dituntut untuk dapat bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain. Moral doing lebih terkait pada bagaimana seseorang dapat melakukan kebaikan, sehingga dapat bermanfaat bagi orang lain. Selain itu menurut Character Counts di Amerika, pilar karakter dapat diidentifikasi menjadi 10 pilar yaitu dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, tanggung jawab, jujur, peduli, kewarganegaraan, ketulusan, berani, tekun, dan integritas.

3. Ciri Dasar Pendidikan Karakter Ciri dasar pendidikan karakter menurut Foerster ada 4, yaitu: a. Keteraturan interior di mana setiap tindakan di ukur berdasarkan hierarku nilai. Nilai menjadi pedoman normatif setiap tindakan. b. Koherensi yang memberi kebenaran membuat seseorang teguh pada prinsip, dan tidak mudah terombang ambing pada situasi baru atau takut resiko.
11

Ibid..., hal 34

11

c. Otonomi. Di sana seseorang menginternalisasikan aturan dari luar sampai menjadi nilai-nilai bagi pribadi. Ini dapat dilihat lewat penilaian atas keputusan pribadi tanpa terpengaruh desakan pihak lain.
d. Keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan merupakan daya tahan seseorang guna

menginginkan apa yang dipandang baik, dan kesetiaan merupakan dasar bagi penghormatan atas komitmen yang dipilih.12

4. Fungsi Pendidikan Karakter Fungsi pendidikan karakter diantaranya adalah: a. Mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik b. Memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultur
c. Meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia13

D. Kaidah dan Strategi Pembentukan Karakter 1. Kaidah Pembentukan Karakter Menurut Anis Matta ada 5 kaidah dalam pembentukan karakter, khususnya dalam membentuk karakter Muslim. Kelima kaidah tersebut adalah: a. Kaidah kebertahapan Proses pembentukan dan pengembangan karakter harus dilakukan secara bertahap. Orientasi kegiatan ini adalah pada proses bukan hasil. b. Kaidah kesinambungan Proses yang berkesinambungan nantinya akan membentuk rasa dan warna berpikir seseorang yang lama-lama akan menjadi kebiasaan dan seterusnya menjadi karakter pribadinya yang khas. c. Kaidah momentum Pergunakan berbagai momentum peristiwa untuk fungsi pendidikan dan latihan. Misalnya bulan Ramadhan untuk mengembangkan sifat sabar, kemauan yang kuat, kedermawanan, dan sebagainya. d. Kaidah motivasi instrinsik
12 13

Ibid..., hal 37 Sri Narwanti, Pendidikan Karakter: Pengintegrasian 18 Nilai Pembentuk Karakter dalam Mata Pelajaran..., hal. 17

12

Karakter yang kuat akan terbentuk sempurna jika dorongan yang menyertainya benar-benar lahir dari dalam diri sendiri. Pendidikan harus menanamkan motivasi/keinginan yang kuat dan lurus serta melibatkan aksi fisik yang nyata. e. Kaidah pembimbingan Pembentukan karakter ini tidak bisa dilakukan tanpa seorang guru/pembimbing. Kedudukan seorang guru/pembimbing ini adalah untuk memantau dan mengevaluasi perkembangan seseorang.14

2. Strategi Pembentukan Karakter Pendidikan karakter dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan dan dapat berupa berbagai kegiatan yang dilakukan secara intra kulikuer maunpun ekstra kulikuler.15 Karakter memiliki strategi yang dapat dilakukan melalui sikap-sikap dalam pembentukannya. Sikap-sikap tersebut adalah: a. Keteladanan Dalam pembentukan pendidikan karakter keteladanan sangat diperlukan agar apa yang diajarkan kepada siswa tidak dipahami sebagai teori saja. Karna itulah guru dituntut untuk memenuhi standar kelayakan tertentu agar bisa memberikan teladan pada siswa. Selain itu untuk menjadi orang yang bisa diteladani, seorang guru tidak hanya memberikan contoh dalam melakukan sesuatu, namun juga terkait dengan kebiasaan-kebiasaan atau segala hal yang bisa diteladani. Seseorang yang dapat dijadikan teladan memiliki 3 kriteria, yaitu: 1.) Siap menjadi cermin bagi diri sendiri ataupun orang lain 2.) Memiliki kompetensi minimal baik berupa sikap, ucapan, ataupun perilaku sehingga dapat dijadikan cerminan baik bagi diri sendiri ataupun orang lain. 3.) Memiliki kesamaan antara ucapan dengan tindakannya. Bagi seorang guru, ia harusm memiliki komitmen dan konsistensi terhadap profesi yang diembannya.
14 15

Ibid..., hal. 7 M. Furqon Hidayatullah, Pendidikan Karakter: Membangun Peradaban Bangsa, (Surakarta: Yuma Pustaka, 2010), hal. 39

13

b. Penanaman Kedisiplinan

Disiplin penting untuk ditegakkan agar sesuatu yang diinginkan dapat tercapai tepat pada waktunya. Jika kedisiplinan lemah, maka motivasi seseorang untuk melakukan sesuatu menjadi berkurang. Penegakan disiplin ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya adalah peningkatan motivasi, penegakan aturan, penerapan reward dan punishment. c. Pembiasaan Pedidikan karakter tidak cukup hanya diajarkan melalui mata pelajaran di kelas, tetapi sekolah dapat juga menerapkannya melalui pembiasaan.16 Pembiasaan ini penting, sebagaimana ungkapan Dorothy Low Nolte yang menggambarkan bahwa anak akan tumbuh sebagaimana lingkungan yang mengajarinya dan lingkungan tersebut juga merupakan sesuatu yang menjadi kebiasaan yang dihadapinya setiap hari. d. Menciptakan Suasana yang Kondusif Suasana yang kondusif merupakan modal awal dalam menciptakan lingkungan yang memungkinkan untuk membangun karakter. Tanggung jawab dalam penciptaan suasana yang kondusif ini ada pada orang-orang yang ada di sekeliling anak, mulai dari keluarga, sekolah, masyarakat, ataupun pemerintah. e. Integrasi dan Internalisasi Internalisasi diperlukan agar pendidikan karakter yang diajarkan pada anak bisa mengkristal dalam dirinya dan dapat tumbuh dari dalam sehingga dapat mewarnai seluruh aspek kehidupan. Internalisasi ini kemudian dapat diintegrasikan dengan kegiatan-kegiatan lain baik di sekolah ataupun di luar sekolah karena pendidikan karakter merupakan landasan dari seluruh aspek dan tidak bisa dipisahkan dengan aspek lainnya.

16

Ibid..., hal. 52

14

Sedangkan strategi pembentukan karakter yang biasanya digunakan di negara maju diantaranya adalah:
a. Strategi pemanduan (cheerleading)

Strategi ini menggunakan media poster atau spanduk yang di pasang di papan pengumuman yang di up-date setiap bulan tentang berbagai nilai kebajikan, slogan atau moto tentang karakter atau nilai.
b. Pujian dan hadiah (praise and reward)

Landasan yang digunakan dalam strategi ini adalah pemikiran yang positif dan menerapkan peguatan positif, sehingga ingin menunjukkan anak yang sedang berbuat baik.
c. Definisikan dan latihkan (define and drill)

Cara kerja strategi ini adalah dengan meminta siswa mengingat tentang nilainilai kebaikan dan mendefinisikannya sehingga nilai-nilai moral siswa dapat terlihat dari perkembangan kognitifnya.
d. Penegakan disiplin (forced formality)

Strategi ini pada prinsipnya ingin menedakkan disiplin dan melakukan pembiasaan kepada siswa untuk secara rutin melakukan sesuatu yang bernilai moral.17 Contohnya mengucapkan salam, berbaris saat masuk kelas, dan lain sebagainya.
e. Perangai bulan ini (traits of the month)

Strategi ini mirip dengan strategi pemanduan, namun juga menggunakan segala hal yang terkait dengan pendidikan karakter, misalnya pelatihan, sambutan Kepala Sekolah pada upacara, dan lain sebagainya.

17

Muchlas Samani dan Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter..., hal. 145

15

BAB III KESIMPULAN

Karakter merupakan sesuatu mendasar dan bersifat abstrak yang ada dalam diri seseorang yang mepengaruhi sikap, tindakan, dan cara berfikir sehari-hari. Sedangkan pendidikan karakter merupakan proses penanaman dan pengarahan agar peserta didik mampu menjadi manusia seutuhnya dan berkarakter dalam berbagai dimensi. Mekanisme pembentukan karakter terdiri dari proses pembentukan karakter dan tahap-tahap pembentukan karakter. Proses pembentukan karakter dimulai sejak anak berusia 0 sampai 5 tahun, namun dalam penyempurnaan dan pengembangannya dibutuhkan waktu seumur hidup. Tahap-tahap pendidikan karakter dapat di golongkan sesuai dengan tingkatan usia anak agar sesuai pula dengan proses perkembangan dirinya. Esensi pendidikan karakter terdiri dari tujuan, pilar-pilar, ciri dasar, dan fungsi pendidikan karakter. Kaidah pendidikan karakter terdiri atas 5 hal, yaitu kaidah kebertahapan, kaidah kesinambungan, kaidah momentum, kaidah motivasi instrinsik, dan kaidah pembimbingan. Sedangkan strategi dalam penanaman pendidikan karakter dapat dilakukan dengan keteladanan, penanaman kedisiplinan, pembiasaan, menciptakan suasana yang kondusif, dan integrasi serta internalisasi.

16

DAFTAR PUSTAKA

Hidayatullah, M. Furqon. Pendidikan Karakter: Membangun Peradaban Bangsa. Surakarta: Yuma Pustaka. 2010. Majid, Abdul dan Dian Andayani. Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2012. Munir, Abdullah. Pendidikan Karakter: Membangun Karakter Anak Sejak dari Rumah. Yogyakarta: Pedagogia. 2010. Narwanti, Sri. Pendidikan Karakter: Pengintegrasian 18 Nilai Pembentuk Karakter dalam Mata Pelajaran. Yogyakarta: Familia. 2011. Samani, Muchlas dan Hariyanto. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2011.

17

You might also like