You are on page 1of 8

MYASTHENIA GRAVIS Miastenia gravis adalah gangguan auto-imun yang menyebabkan otot skelet menjadi lemah dan lekas

lelah. Miastenia gravis dapat dijumpai pada anak-anak, orang dewasa, dan pada orang tua, terbanyak antara umur 10-30 tahun. Miastenia gravis yang disertai timoma terbanyak antara 40-50 tahun. Pada umur di bawah 40 tahun miastenia gravis lebih banyak dijumpai pada wanita; sementara itu di atas 40 tahun lebih banyak pada pria. Dikenal 4 golongan miastenia gravis, yaitu : Golongan I = gejalanya hanya terdapat pada otot okular. Golongan II A = miastenia gravis umum ringan. Golongan II B = miastenia gravis umum sedang. Golongan III = miastenia gravis akut yang berat, yang juga mengenai otot-otot pernapasan. Golongan IV = miastenia gravis kronik yang berat. Beberapa bentuk varian miastenia gravis, antara lain : 1. Miastenia neonates Terjadi pada bayi yang ibunya menderita miastenia gravis, disebabkan oleh masuknya antibody anti-reseptor asetilkolin ke dalam janin melalui plasenta. 2. Miastenia anak-anak (juvenile myasthenia) Karakteristiknya sama dengan miastenia gravis pada dewasa. 3. Miastenia congenital Muncul pada saat atau tak lama setelah bayi lahir. Jenis ini biasanya tidak progresif. 4. Miastenia familial Biasa terjadi pada miastenia congenital dan jarang terjadi pada miastenia gravis dewasa 5. Sindrom miastenik (Eaton-Lambert syndrome)

Jenis ini merupakan gangguan presinaptik yang dicirikan oleh terganggunya pengeluaran asetilkolin dari ujung saraf. Sering kali berkaitan dengan karsinoma bronkus. Gambaran kliniknya berbeda dengan miastenia gravis. Pada umumnya penderita mengalami kelemahan otot-otot proksimal tanpa disertai atrofi, gejala-gejala orofaringeal dan ocular tidak mencolok, dan reflex tendo menurun atau negative. Seringkali penderita mengeluh mulutnya kering. 6. Miastenia gravis antibody-negatif Pada umumnya keadaan demikian ini terdapat pada pria dari golongan I (ocular) dan II B. Tidak adanya antibody tidak menunjukkan bahwa penderita tidak akan memberi prednisone, obat sitostatik, plasmaferesis, atau timektomi. 7. Miastenia gravis terinduksi penisilamin D-penisilamin (D-P) digunakan untuk mengobati arthritis rheumatoid, penyakit Wilson, dan sistinuria. Setelah penderita menerima D-P beberapa bulan penderita dapat mengalami miastenia gravis yang secara perlahan-lahan akan menghilang setelah D-P dihentikan. 8. Botulisme Akibat dari bakteri anaerob, Clostridium botulinum, yang menghalangi pengeluaran asetilkolin dari ujung saraf motorik. Akibatnya ialah paralisis berat otot-otot skelet dalam waktu yang lama. Dari 8 jenis toksin botulinum, tipe A dan B paling sering menimbulkan kasus botulisme. Tipe E terdapat pada ikan laut. Intoksikasi biasanya terjadi sesudah makan makanan dalam kaleng yang tidak disterilisasi secara sempurna. Miastenia gravis adalah suatu penyakit auto-imun yang berhubungan dengan penyakit-penyakit lain seperti : tirotoksikosis, miksedema, arthritis rematoid, dan lupus eritematosus sistemik. Dulu dikatakan bahwa IgG auto-imun antibody merangsang pelepasan thymin, suatu hormone dari kelenjar timus yang mempunyai kemampuan mengurangi jumlah

asetilkolin. Sekarang dikatakan bahwa miastenia gravis disebabkan oleh kerusakan reseptor asetilkolin neuromuscular junction akibat penyakit auto-imun. Kelemahan pada otot-otot pada miastenia gravis dan meningkatnya kelemahan otot pada saat melakukan kegiatan fisik adalah disebabkan oleh penurunan jumlah reseptor asetilkolin pada neuromuscular junction. Pada orang normal, waktu untuk kegiatan fisik adalah lebih lama dibandingkan waktu yang dibutuhkan untuk pemulihan kekuatan otot atau istirahat, sebaliknya pada miastenia gravis justru waktu yang dibutuhkan untuk istirahat adalah lebih lama dibandingkan dengan waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan fisik. Saat aksi potensial berjalan menuruni saraf motorik dan mencapai terminal saraf, molekul asetilkolin (Ach) dilepaskan dari vesikel presinaptik dan melekat pada reseptor Ach (AchRs) pada ujung postsinaptik. Kanal pada AchRs terbuka, mengakibatkan Na+ dan kation lainnya masuk ke muscle fiber endplate dan terjadi depolarisasi. Depolarisasi yang cukup besar akan memicu aksi potensial yang berjalan sepanjang serat otot untuk menghasilkan suatu kontraksi. Pada miastenia gravis, terjadi penurunan jumlah AchRs pada otot dan penipisan lipatan postsinaptik yang mengakibatkan penurunan potensial endplate. Hasil akhirnya adalah transmisi neuromuscular yang tidak efisien. Gejala mulai muncul apabila reseptor Ach berkurang hingga 30% dari normal. Penyakit ini tidak mempengaruhi otot polos dan otot jantung karena perbedaan antigen reseptor kolinergik. Peran timus dalam pathogenesis miastenia gravis belum diketahui pasti, namun 75% dari pasien miastenia gravis memiliki kelainan dengan timus (85% kasus hyperplasia, 15% thymoma). Gambaran klinik dari miastenia gravis sangat jelas, yaitu dari kelemahan local yang ringan sampai pada kelemahan tubuh menyeluruh yang fatal. Kira-kira 33% hanya terdapat gejala kelainan ocular disertai kelemahan otot-otot lainnya. Kelemahan ekstremitas tanpa disertai gejala kelainan ocular jarang ditemukan dan

terdapat kira-kira 15%. Yang lainnya kira-kira 20% penderita didapati kesulitan menelan dan mengunyah. Anamnesis yang klasik dari miastenia ocular adalah adanya gejala diplopia yang timbul pada sore hari atau pada waktu maghrib dan menghilang pada waktu pagi harinya. Dapat pula timbul ptosis pada otot-otot kelopak mata. Bila otot-otot bulbar terkena, suaranya menjadi suara basal yang cenderung berfluktuasi dan suara akan memburuk bila percakapan berlangsung terus. Pada kasus yang berat akan terjadi afoni temporer. Adanya kelemahan rahang yang progresif pada waktu mengunyah, dan penderita seringkali menunjang rahangnya dengan tangan sewaktu mengunyah. Keluhan lain adanya disfagia dan regurgitasi makanan sewaktu makan. Penderita miastenia gravis derajat ringan sering tidak menunjukkan gambaran yang tegas pada EMG, pada keadaan ini perlu diperiksa kadar antibody reseptor dalam darah. Foto rontgen dada sebaiknya dibuat seawal mungkin untuk mendeteksi adanya kelainan kelenjar timus, dan juga dapat sebagai pembanding bila setelah penderita menjalani terapi steroid jangka lama kemungkinan akan terjadi pelebaran mediastinum. Terapi meliputi penggunaan obat antikolinesterase, timektomi, pemberian kortikosteroid; pada kasus-kasus yang berat juga perlu dipertimbangkan

plasmaferesis, bila dengan ketiga jenis pengobatan tadi tidak ada perbaikan maka perlu dipikirkan penggunaan sitostatika. Panas dan penggunaan antibiotika tertentu dapat memperburuk kondisi penderita miastenia gravis.

SINDROMA GUILLAIN-BARRE Sindroma Guillain-Barre (SGB) merupakan penyebab kelumpuhan yang cukup sering dijumpai pada usia dewasa muda. SGB ini seringkali mencemaskan penderita dan keluarganya karena terjadi pada usia produktif, apalagi pada beberapa keadaandapat menimbulkan kematian, meskipun pada umumnya mempunyai prognosa yang baik. Beberapa nama disebut oleh beberapa ahli untuk penyakit ini, yaitu Idiopathic polyneuritis, Acute Febrile Polyneuritis, Infective Polyneuritis, Post

Infectious Polyneuritis, Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy, Guillain Barre Strohl Syndrome, Landry Ascending paralysis, dan Landry Guillain Barre Syndrome. SGB adalah suatu polineuropati yang bersifat ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah infeksi akut. Menurut Bosch, SGB merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai adanya paralisis flasid yang terjadi secara akut berhubungan dengan proses autoimun dimana targetnya adalah saraf perifer, radiks, dan nervus kranialis. Etiologi SGB sampai saat ini masih belum dapat diketahui dengan pasti penyebabnya dan masih menjadi bahan perdebatan. Beberapa keadaan/penyakit yang mendahului dan mungkin ada hubungannya dengan terjadinya SGB, antara lain:

o keganasan o systemic lupus erythematosus o tiroiditis o penyakit Addison

SGB sering sekali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik. Insidensi kasus SGB yang berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara 56% - 80%, yaitu 1 sampai 4 minggu sebelum gejala neurologi timbul seperti infeksi saluran pernafasan atas atau infeksi gastrointestinal. Mekanisme bagaimana infeksi, vaksinasi, trauma, atau faktor lain yang mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui dengan pasti. Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunlogi. Bukti-bukti bahwa

imunopatogenesa merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf tepi pada sindroma ini adalah: 1. Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (celi mediated immunity) terhadap agen infeksious pada saraf tepi. 2. Adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi. 3. Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran pada pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demyelinisasi saraf tepi. Proses demyelinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya, yang paling sering adalah infeksi virus. Diagnosa SGB terutama ditegakkan secara klinis. SBG ditandai dengan timbulnya suatu kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks-refleks tendon dan didahului parestesi dua atau tiga minggu setelah mengalami demam disertai disosiasi sitoalbumin pada likuor dan gangguan sensorik dan motorik perifer. Kriteria diagnosa yang umum dipakai adalah criteria dari National Institute of Neurological and Communicative Disorder and Stroke (NINCDS), yaitu: I. Ciri-ciri yang perlu untuk diagnosis: han yang progresif

II. Ciri-ciri yang secara kuat menyokong diagnosis SGB: a. Ciri-ciri klinis:

maksimal dalam 4 minggu, 50% mencapai puncak dalam 2 minggu, 80% dalam 3 minggu, dan 90% dalam 4 minggu.

bilateral. Saraf otak lain dapat terkena khususnya yang mempersarafi

lidah dan otot-otot menelan, kadang < 5% kasus neuropati dimulai dari otot ekstraokuler atau saraf otak lain -4 minggu setelah progresifitas berhenti, dapat memanjang sampai beberapa bulan.

hipertensi dangejala vasomotor.

b. Ciri-ciri kelainan cairan serebrospinal yang kuat menyokong diagnosa:

peningkatan pada LP serial

o Tidak ada peningkatan protein CSS setelah 1 minggu gejala o Jumlah sel CSS: 11-50 MN/mm3 c. Gambaran elektrodiagnostik yang mendukung diagnosa:

Biasanya kecepatan hantar kurang 60% dari normal Pada sebagian besar penderita SGB dapat sembuh sendiri. Pengobatan secara umum bersifat simtomik. Meskipun dikatakan bahwa penyakit ini dapat sembuh sendiri, perlu dipikirkan waktu perawatan yang cukup lama dan angka kecacatan (gejala sisa) cukup tinggi sehingga pengobatan tetap harus diberikan. Tujuan terapi khusus adalah mengurangi beratnya penyakit dan mempercepat penyembuhan melalui sistem imunitas (imunoterapi).

HEMATOMA INTRASEREBRAL Perdarahan intraserebral ke dalam jaringan otak sering terjadi akibat cedera vascular yang dipicu oleh hipertensi dan rupture salah satu dari banyak arteri kecil yang menembus jauh ke dalam jaringan otak. Bila perdarahan terjadi pada penderita yang tidak menderita hipertensi, diperlukan pemeriksaan untuk mengetahui penyebab

lain seperti gangguan perdarahan, malformasi arteriovena, dan tumor yang menyebabkan erosi. Stroke yang disebabkan oleh perdarahan intraserebral sering terjadi pada saat pasien terjaga dan aktif. Perdarahan intraserebrum lokasinya berdekatan dengan arteri-arteri dalam, basal ganglia dan kapsula interna sering menerima beban terbesar tekena dan iskemia yang disebabkan oleh stroke tipe ini. Ganglia basal memodulasi fungsi motorik volunteer dan bahwa semua serat aferen dan eferen di separuh korteks mengalami pemdatan untuk masuk dan keluar dari kapsula interna. Perdarahan di bagian dalam jaringan otak menyebabkan defisit neurologi fokal yang cepat dan memburuk secara progresif dalam beberapa menit sampai kurang dari 2 jam. Hemiparesis dari sisi yang berlawanan dari letak perdarahan merupakan tanda khas pertama pada keterlibatan kapsula interna. Terapi utamanya adalah menurunkan tekanan darah apabila hipertensi dan melawan antikoagulasi jika kausanya adalah akibat gangguan perdarahan endogen atau akibat obat.

You might also like