You are on page 1of 14

PERKEMBANGAN KOGNITIF DAN BAHASA

A.

Perkembangan Kognitif Menurut Pandangan Piaget Proses Kognitif Proses Kognitif. Dalam memahami dunia mereka secara aktif, anak-anak menggunakan skema (kerangka kognitif atau kerangka referensi). Sebuah skema (sctrcmal adalah konsep atau kerangka yang eksis di dalam pikiran individu yang dipakai untuk mengorganisasikan dan menginterpretasikan informasi. Skema bisa merentang mulai dari skema sederhana (seperti skema sebuah mobil) sampai skema kompleks (seperti skema tentang apayang membentuk alam semesta). Anak usia enam tahun yang mengetahui bahwa lima mainan kecil dapat disimpan didalam kotak kecil berukuran sama berarti ia sudah memanfaatkan skema angka atau jumlah. Minat Piaget terhadap skema difokuskan pada bagaimana anak

mengorganisasikan dan memahami pengalaman mereka. Piaget (1952) mengatakan bahwa ada dua proses yang bertanggungjawab atas cara anak menggunakan dan mengadaptasi skema mereka: asimilasi dan akomodasi.

1.

Asimilasi tedadi ketika seorang anak memasukkan pengetahuan baru kedalam pengetahuan yang sudah ada. Yakni, dalam asimilasi, anak mengasimilasikan lingkungan ke dalam suatu skema.

2.

Akonodasi terjadi ketika anak menyesuaikan diri pada informasi baru. Yakni, anak menyesuaikan skema mereka dengan lingkungannya. Piaget juga mengatakan bahwa untuk memahami dunianya, anak-anak secara kognitif mengorganisasikan pengalaman mereka. Organisasl adalah konsep piaget yang berarti usaha mengelompokkan perilaku yang terpisah-pisah ke dalam urutan yang lebih teratur, ke dalam sistem fungsi Kognitif. Setiap level pemikiran akan diorganisasikan. Perbaikan terusmenerus terhadap organisasi ini adalah bagian inheren dari perkembangan.

Dengan

cara

yang

sama,

anak-anak teru

mengintegrasikan

dan

mengkoordinasikan banyak cabang pengetahuan lainnya yang sering kali berkembang secara independen. Organisasi terjadi di dalam tahap perkembangan. Menurut Piaget, semakin banyak informasi tidak membuat pikiran anak semakin maju. Kualitas kemajuan berbeda-beda. Tahapan Piaget itu adalah: 1. Tahap sensorimotor Tahap ini, yang berlangsung sejak kelahiran sampai sekitar usia dua tahun, adalah tahap Piagetian pertama. Dalam tahap ini, bayi menyusun pemahaman dunia dengan mengoordinasikan pengalaman indra (sensory) mereka (seperti melihat dan mendengar) dengan gerakan motor (otot) mereka (menggapai, menyentuh dan karenanya diistilahkan sebagai sensorimotor. pada awal tahap ini, bayi memperlihatkan tak lebih dari pola reflektif untuk beradaptasi dengan dunia. Menjelang akhir tahap ini, bayi menunjukan sensorimotor yang lebih kompleks. 2. Tahap pra-operosional Tahap ini adalah tahap Piagetian kedua. Tahap ini berlangsung kurang lebih mulai dari usia dua tahun sampai tujuh tahun ini adalah tahap pemikiran yang lebih simbolis ketimbang pada tahap sensorimotor tetapi tidak melibatkan pemikiran operasional Namun, tahap ini lebih bersifat egosentris dan intuitif ketimbang logis. 3. Tahap Operasional Konkret Ini adalah tahap perkembangan kognitif piagetian ketiga, dimulai dari sekitar umur tujuh tahun sampai sekitar sebelas tahun. Pemikiran operasional konkret mencakup penggunaan operasi. penalaran logika menggantikan penalaran intuitif tetapi hanya dalam situasi konkret. Kemampuan menggolong-golongkan sudah ada, tetapi belum bias memecahkan problem-problem abstrak. 4. Tahap Operasional Formal Tahap ini yang muncul pada usia tujuh sampai lima belas tahun, adalah tahap keempat menurut Piaget dan tahap kognitif terakhir. Pada tahap ini

individu sudah memikirkan pengalaman di luar pengalaman konkret, dan memikirkannya secara lebih abstrak, idealis, dan logis. B. Perkembangan Kognitif Menurut Pandangan Bruner Bruner memiliki pandangan mengenai proses belajar yaitu langkahlangkah bagaimana orang memilih, mempertahankan, dan

mentransformasikan informasi secara aktif. Dimana perhatian tentang kognitif Bruner berpusat pada masalah apa yang dilakukan manusia dengan informasi yang diterimanya, dan apa yang akan dilakukannya sesuah memperoleh informasi untuk mendapatkan pemahaman yang memberikan kemampuan tersendiri baginya. a) Konsep Jerome Bruner dalam menyusun teori perkembangan kognitif

memperhitungkan enam hal, yaitu sebagai berikut: 1. Perkembangan intelektual ditandai oleh meningkatnya variansi respon terhadap stimulus. Anak yang pada mulanya berada dalam kendali stimulus, belajar membebaskan diri dari stimulus. Ketika anak itu memperoleh sistem bahasa, mere belajar memediasi hubungan antara stimulus dan respon. Dengan mediasi itu, anak belajar membedakan gratifikasi, memodifikasi respon, dan memiliki respon yang sama walaupun stiulusnya berubahubah. 2. Pertumbuhan tergantung pada perkembangan intelektual dan sistem pengolahan informasi yang dapat menggambarkan realita. Anak-anak tidak dapat memprediksikan atau mengeksplorasi hasil yang akan dicapai apabila mereka tidak belajar sistem simbol yang

mencerminkan dunia. Oleh karena itu, untuk memahami pengalaman yang ada di luar dirinya, anak memerlukan representasi mental tentang dunia di sekitarnya. 3. Perkembangan intelektual memerlukan peningkatan kecakapan untuk mengatakan pada dirinya sendiri dan orang lain, melalui kata-kata atau simbol, mengenai apa yang telah dikerjakan dan apa yang dikerjakannya.

Hal ini menjelaskan adanya kesadaran diri. Tanpa perkembangan untuk menggambarkan kegiatan masa lalu dan masa depan, maka tidak akan terjadi perilaku analitik yang diarahkan pada dirinya sendiri atau terhadap lingkungannya. 4. Interaksi antara guru dengan siswa adalah penting bagi perkembangan kognitif. Orang tua, guru, dan anggota masyarakat harus mendidik anakanak. Kebudayaan yang ada di masyarakat tidak cukup mampu mengembangkan perkembangan intelektual anak, sehingga guru harus menafsirkan dan berbagi kebudayaan dengan anak agar mereka mengalami perkembangan intelektual. 5. Bahasa menjadi perkembangan kognitif. Setiap individu belajar

menggunakan bahasa untuk memediasi peristiwa yang terjadi di dunia. Kemampuan berbahasa ini menjadi sarana untuk mengaitkan berbagai peristiwa dalam bentuk sebab akibat. 6. Pertumbuhan kognitif ditandai oleh semakin meningkatnya kemampuan menyelesaikan berbagai alternatif secara simultan, melakukan berbagai kegiatan secara bersamaan, dan mengalokasikan perhatian secara runtut pada berbagai situasi tertentu.

b)

Tahap-Tahap Perkembangan Bruner memahami karakteristik perkembangan kognitif tidak didasarkan pada usia tertentu, namun berdasarkan pengamatannya terhadap perilaku anak. Adapun tahap-tahap perkembangan kognitif menurut Bruner, yaitu:

1.

Tahap enaktif (0-2 tahun) Pada tahap ini, anak memahami lingkungannya. Misalnya, tidak ada kata yang membantu orang dewasa ketika mengajar anak berlatih naik sepeda. Belajar naik sepeda berarti lebih mengutamakan kecakapan motorik. Pada tahap ini, anak memahami objek sepeda berdasarkan apa yang dilakukannya, misalnya dengan memegang, menggerakkan, memukul, menyentuh, dan sebagainya.

2.

Tahap ikonik (2-4 tahun)

Pada tahap ini, informasi dibawa anak melalui imageri. Anak menjadi tahanan atas dunia perseptualnya. Anak dipengaruhi oleh cahaya yang tajam, gangguan suara, dan gerakan. Karakteristik tunggal pada objek yang diamati dijadikan sebagai pegangan, dan pada akhirnya anak mengembangkan memori visualnya. 3. Tahap simboik (5-7 tahun) Pada tahap ini, tindakan tanpa pemikiran terlebih dahulu dan pemahaman perseptual sudah berkembang. Bahasa, logika, matematika memegang peranan penting. Tahap simbolik ini memberikan peluang anak untuk menyusun gagasannya secara padat, misalnya menggunakan gambar yang saling menghubungkan bentuk-bentuk rumus tertentu. Bruner menyatakan bahwa perkembangan kognitif seseorang berkembang dari tahap enaktif ke ikonik dan pada akhirnya ke simbolik. Meskipun demikian, bukan berarti orang dewasa tidak lagi mengkodekan

pengalamannya melalui sistem enaktif dan ikonik, namun karena adanya banyak pengalaman, orang dewasa lebih banyak menggunakan cara berpikir simbolik dibandingkan dengan enaktif dan ikonik.

c)

Implikasi dalam Pembelajaran Implikasi tentang perkembangan kognitif menurut Bruner dalam

pembelajaran, yaitu sebagai berikut: 1. Anak memiliki cara berpikir yang berbeda dengan orang dewasa. Guru perlu memperlihatkan fenomena atau masalah kepada anak. Hal ini dapat dilakukan melalui kegiatan wawancara atau pengamatan terhadap objek. 2. Anak, terutama pada pendidikan anak usia dini dana anak SD kelas rendah, akan belajar dengan baik apabila mereka memanipulasi objek yang dipelajari, misalnya dengan melihat, merasakan, mencium, dan sebagainya. Pendekatan pembelajaran diskoveri atau pendekatan

pembelajaran induktif lainnya akan lebih efektif dalam proses pembelajaran anak.

3.

Pengalaman baru yang berinteraksi dengan struktur kognitif dapat menarik minat dan mengembangkan pemahaman anak. Oleh karena itu, pengalaman baru yang dipelajari anak harus sesuai dengan pengetahuan yang telah dimiliki anak. Dalam pembelajaran, Bruner menggunakan cara belajar discovery

learning (belajar penemuan) yang digagas sesuai dengan pencarian pengetahuan atau ilmu secara aktif yang dilakukan oleh si pembelajar atau siswa. Adapun hasilnya adalah apa yang ditemukan akan memberikan pengetahuan yang benar-benar bermakna bagi si pembelajar. Menurut Bruner, dengan menerapkan cara belajar discovery learning akan memberikan tiga manfaat besar bagi si pembelajar atau siswa, antara lain: 1. Pengetahuan yang diperoleh akan dapat bertahan lama dan lebih mudah diingat dengan dibandingkan dengan cara belajar mendengarkan. 2. Hasil belajar yang didapat mempunyai efek ftransfer yang lebih baik dari hasil belajar lainnya. 3. Dengan belajar menggunakan metode discovery learning, nalar si pembelajar akan aktif bekerja dan memiliki peningkatan. Hal ini terjadi karena si pembelajar dituntut berpikir secara bebas. Dengan demikian, cara belajar Bruner dalam bingkai kognitif melibatkan tiga proses yang bersamaan, yaitu sebagai berikut: 1. Memperoleg informasi baru, artinya adanya penghalusan dan

penambahan dari informasi yang dimiliki seseorang sebelumnya. 2. Transformasi informasi, artinya cara yang dilakukan oleh seseorang dalam menerapkan pengetahuan barunya yang sesuai dengan tugasnya. 3. Menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan. Di sini adanya penilaian mengenai apakah cara kita memperlakukan pengetahuan sudah cocok dengan tugas yang ada.

C.

Perkembangan Kognitif Menurut Pandangan Vygotsky Tiga konsep yang dikembangkan dalam teori vygotsky (Tappan,1998): (1) keahlian kognitif anak dapat dipahami apabila di analisis dan pahami apabila dianalisis dan di interpretasikan secara developmental; (2) kemampuan kognitif yang di mediasi dengan kata, bahasa, dan bentuk diskursus yang berfungsi sebagai alat psikologis untukmembantu dan menstraformasi aktivitas mental; dan (3) kemampuan kognitif berasal dari relasi social dan dipengaruhi oleh latarbelakag sosiokultural. Vygotsky berpendapat bahwa pada masa kanak kanak awal (early childhood ), bahasa mulai digunaka sebagai alat yang membantu anak untuk merancang aktivitas dan memecahkan problem. Vygotsky percaya bahwa kemampuan kognitif berasal dari hubungan social dan kebudayaan. Oleh karena itu karena itu perkembangan anak tidak bisa dipisahkan dari kegiatan social dan cultural ( Holland, dkk 2001 ). Dia percaya bahwa perkembangan memori , perhatian dan nalar, melibatkan pembelajaran untuk menggunakan alat yang ada dalam masyarakat, seperti bahasa, system matematika, dan strstegi memori. Pada satu kultur, konsep ketiga ini dimaksudkn mungkin berupa pelajaran menghitung dengan

menggunkan computer, namun dalam kultur yang berbeda, pembelajaran ini mungkin berupa pelajaran berhitung menggunakan batu dan jari. Teori vygotsky mengandung dan pandangan bahwa pengetahuan itu

dipengaruhi situasi

bersifat

kolaboratif,

artinya

pengetahuan

didistribusikan di antara orang dan lingkungan, yang mencaku objek artifak, alat, buku, dan komunitas tempat orang berinteraksi dengan orang lain. Sehingga dapat dikatakan bahwa perkembangan kognitif berasal dari situasi social. Vygotsky mengemukakan beberapa ide tentang zone of proxsimal development (ZPD). Zone of proximal development (ZPD) adalah serangkaian tugas yang terlalu sulit dikuasai anak secara sendirian, tapi dapat dipelajari dengan bantuan orang dewasa atau anak yang lebih

mampu. Untuk memahami batasan ZPD anak, terdapat batasan atas, yaitu tingkat tanggung jawab atau tugas tambahan yang dapat dikerjakan anak dengan bantuan instruktur yang mampu, diharapkan pasca bantuan ini anak tatkala melakukan tugas sudah mampu tanpa bantuan orang lain dan batas bawah, yang dimaksud adalah tingkat problem yang dapat dipecahkan oleh anak seorang diri. ZPD menurut vygotsky menunjukkan akan pentingnya pengaruh social, terutama pengaruh instruksi atau pengajaran terhadap perkembangan kognitif anak ( Hasse, 2001). Vygotsky member contoh cara menilai ZPD anak. Misalnkan pada tes kecerdasan, usia mental dari dua orang anak adalah 8 tahun. Menurut vygotsky, kita tidak bisa berhenti sampai disini saja. Kita harus menentukan bagaimana masing- masing anak akan berusaha menyelesaikan problem yang dimaksudkan untuk anak yang lebih tua. Kita membantu masing-masing anak dengan menunjukkan, mengajukan pertanyaan, dan memperkenalkan elemen awal dari solusi. Dengan bantuan atau kerjasama dengan orang dewasa ini, salah satu anak berasil memecahkan persoalan yang sesungguhnya untuk level anak usia 12 tahun, sedangkan anak yang satunya memecahkan problem untuk level anak usia 9 tahun. Perbedaan antara usia mental dan tingkat kinerja yang mereka capai dengan bekerjasama dengan orang dewasa akan mendefinisikan ZPD. Jadi, ZPD melibatkan kemampuan kognitif anak yang berada dalam proses pendewasaan dan tingkat kinerja mereka dengan bantuan orang yang lebih ahli (Panofsky, 1999). Vygotsky (1987) menyebut ini sebagai kembang perkembangan, untuk membedakannya dengan istilah :buah perkembangan, yang sudah dicapai anak secara independen. Salah satu Contoh aplikasi konsep ZPD adalah tutorial tatap muka yang diberikan pada guru Selandia Baru dalam program Reading Recovery. Tugas ini dimulai dengan tugas membaca yang sudah dikenal dengan baik, kemudian pelan-pelan memperkenalkan strategi membaca yang belum dikenal dan kemudian menyerahkan control aktivitas kepada si anak sendiri ( Clay & Cazden dalam Santrocks, 2008 ).

Scaffolding yaitu teknik untuk mengubah tingkat dukungan. Selama sesi pengajaran, orang yang lebih ahli ( guru atau siswa yang lebih mampu ) menyesuaikan jumlah bimbingannya dengan level kinerja siswa yang di capai. Ketika tugas siswa yang akan di pelajari merupakan tugas baru, maka orang yang lebih ahli dapat menggunakan teknik intruksi langsung. Saat kemampuan sisa meningkt, maka semakin sedikit bimbingan yang diberikan. Dialog merupakan alat penting dalam teknik ini di dalam ZPD . Didalam hal ini vygotsky menganggap anak memmpunyai konsep yang banyak, namun tidak sistematis, tidak teratur, dan spontan. Tatkala anak mendapatkan bimbingan dari para ahli, mereka akan membahas konsep yang lebih sitematis, logis ,dan rasional. Bahasa dan pemikiran. Vygotsky berkeyakinan bahwa anak menggunakan bahasa bukan hanya untuk berkomunkikasi saja, melainkan juga untuk merencanakan, memonitor perilaku mereka dengan caranya sendiri. Penggunaan bahasa untuk mengatur diri sendiri, dinamakan pembicaraan batin (inner speech) atau berbicara sendiri (private speech). Menurut piaget, berbicara sendiri bersifat egosentris dan tidak dewasa tetapi menurut vygotsky adalah alat penting bagi pemikiran selama mas kanak kanak. Tatkala anak sering meakukan pembicaraan batin, ia justru akan lebih kompeten secara social. Karena anak menginternalisasikan

pembicaraan egosentrisnya dalam bentuk pembicaraan batin kemudian pembicaraan batin ini menjadi pemikiran mereka. Oleh karena itu pembicaraa batin dapat mempresentasikan transisi awal untuk menjadi lebih komuniktif secara social. Pandangan vygotsky menentang gagasan piaget tentang bahasa dan pemikiran. Vygotsky mengatakan bahwa bahasa, bahkan dalam bentuknya yang paling awal sekalipun, berbasis social, sedangkan piaget lebih menganggap pembicaraan anak sebagai nonsosial dan egosentris. Menurut vygotsky, ketika anak kecil bicara kepada dirinya sendiri, mereka menggunakan bahasa untuk mengatur perilaku mereka sendiri, sedangkan

piaget

percaya

bahwa

kegiatan

bicara

dengan

diri

sendiri

itu

mencerminkan ketidakdewasaan (immaturity). Para periset menemukan bukti yang mendukung pandangan vygotsky tentang peran positif dari private speech dalam perkembangan anak (Winsler,Diaz & Montero, 1997). Dalam teori Vygotsky, orang lain dan bahasa merupakan bagian peran penting dalam perkembangan kognitif seorang anak. Teori Vygotsky merupakan pendekatan konstruktivis sosial yang menekankan konteks sosial pembelajaran dan konstruksi pengetahuan melalui interaksi sosial. Bagi Vygotsky, anak-anak mengonstruksi pengetahuan melalui interaksi sosial. Perkembangan kognitif seseorang disamping ditentukan oleh individu sendiri secara aktif, juga ditentukan oleh lingkungan social secara aktif. Menurut Vygotsky aspek kognitif anak akan berkembang dengan sangat baik bilamana anak-anak tidak hanya bermain melakukan eksperimen pada alat-alat mainnya tetapi juga berinteraksi dengan orang dewasa dan teman-teman sebayanya yang memiliki pengetahuan lebih banyak darinya. Pada saat anak bermain didampingi oleh guru yang memberikan bimbingan lisan, bantuan fisik, dan pertanyaan-pertanyaan terbuka akan dapat membantu anak meningkatkan keterampilan dan memperoleh pengetahuan. Demikian pula teman sebaya yang memiliki keterampilan lebih akan membantu anak-anak belajar melalui pemberian contoh dan percakapan. Menurut Vygotsky, apa yang dapat anak-anak lakukan dengan bantuan orang lain dapat memberikan gambaran akurat tentang kemampuan anak daripada bila ia melakukannya sendiri. Bermain dengan anak atau orang lain memberikan kesempatan pada anak untuk menanggapi saran-saran, komentar, pertanyaan, tindakan, dan contoh-contoh dari orang tersebut.

IMPLIKASI DALAM PEMBELAJARAN Pembelajaran akan lebih efektif tatkala seorang guru mengajar dengn menggunakan teori vygotsky sebagai landasan, bentuk pembelajaran yang dimaksud adalah :

a.

Sebelum mengajar, seorang guru hendaknya dapat memahami ZPD siswa batas bawah sehingga bermanfaat untuk menyusun struktur mteri pembelajaran. Implikasinya guru lebih akuat tatkala menyusun strategi mengajarnya, sehingga tidak melulu selalu memberikan bimbingan kepada siswa. Dampak pengiringnya adalah siswa dapat belajar sampai tingkat keahlian yang diharapkan dan mencapai ZPD pada batas atas.

b.

Untuk mengembangkan pembelajaran yang komunitas seorang guru perlu memanfaatkan tutor sebaya didalam kelas.

c.

Dalam pembelajaran seorang guru hendaknya menggunakan teknik scaffolding dengan tujuan siswa dapat belajar atas inisiatifnya sendiri, sehingga mereka dapat mencapai keahlian pada batas atas ZPD.

D.

Perkembangan Bahasa Menurut Pandangan Chomsky Sebelum Chomsky dikenal, kebanyakan orang percaya kepada temuan teori belajar bahasa bahwa Brown yang disebut gudang penyimpanan anak-anak mengimitasi orang lain dan memperoleh sejumlah besar kalimat yang mereka simpan di kepala mereka. Kemudian mereka mencapai penyusunan kalimat yang tepat saat kejadian-kejadian tertentu muncul ( Brown dan Herrnstein, 1975, h.444) Chomsky sebnaliknya membuktikan kalau pandangan ini tidak tepat. Manusia tidak hanya belajar sejumlah kalimat, karena secara rutin kita selalu menciptakan kalimat-kalimat baru. Perkembangan bahasa dalam psikolinguistik diartikan sebagai proses untuk memperoleh bahasa, menyusun tatabahasa dari ucapan-ucapan, memilih ukuran penilaian tatabahasa yang paling tepat dan paling sederhana dari bahasa tersebut (Tarigan, 1986:243) Chomsky telah memutuskan penilitiannya kepada aturan-aturan untuk membuat transformasi kalimat, seperti saat kita mengubah sebuah kalimat pernyataan menjadi kalimat pertanyaan. Chomsky sendiri mengamati anak tidak secara tidak langsung. Namun kita bias mengilustrasikan kemampuan linguistic anak dengan beberapa

temuan Roger Brown (1973) yang sangat terinspirasikan oleh Chomsky. Brown merekam di sebuah kaset beberapa ucapan anak-anak secara diam-diam selama beberapa tahun dan menemukan di antara hal-hal yang lain, bagaimana mereka memulai membuat transformasi kalimat dengan apa yang disebut questions tag. Chomsky sudah menginspirasi banyak peneliti, para ahli psikolinguistik khususny, untuk mempelajari perkembangan bahasa anak-anak secara lebih mendetail. Berikuti ini beberapa tahap perkembangan bahasa secara universal: 1. Bahasa Awal Tahap awal perkembangan bahasa dimulai sejak lahir. Pada bayi yang baru lahir sudah menunjukan gerakan-gerakan tubuh yang sangat halus sebagai atas respon yang didengarnya sebagai respon kepada ucapanucapan, dan gerakan mereka menjadi beragam sesuai ikatan suara dan kata-kata dari ucapan tersebut. 2. Tahap pralinguistik Pada tahap ini anak mengeluarkan bunyi ujaran dalam bentuk ocehan yang mempunyai fungsi komunikatif, sebagai reaksi terhadap orang lain yang mencari kontak verbal dengan anak tersebut atau sebaliknya (Monks, 1989:137) 3. Pengucapan satu-kata Pada usia sekitar satu tahun anak mulai memproduksi kata tunggal untuk mengekspresikan seluruh kalimat. 4. Pengucapan dua-kata Pada usia 1-2 tahun seorang anak sudah mulai mengucapkan dua kata secara bersamaan dan bahasa mereka menunjukan struktur tertentu. 5. Pengembangan gramatika Diusia dua sampai tiga tahun anak mulai meletekan tiga atau lebih kata secara bersamaan. 6. Mendekati gramatika orang dewasa

Anak pada usia 5-9 tahun sudah menguasai perkembangan bahasa yang cukup kompleks, namun belum mampu menyusun kalimat pasif yang kompleks. 7. Tahap kompetensi lengkap Pada usia 11-dewasa pembendaharaan kata semakin meningkat,

sehingga kecapakan berkomunikasi semakin baik dan fasih.

Kemampuan Berbahasa dan Berpikir Berpikir merupakan rangkaian proses kognisi yang bersifat pribadi yang berlangsung selama terjadinya stimulus sampai dengan munculnya respons (Morgan, 1989:228) Dalam aktivitas berpikir di dalamnya melibatkan bahasa. Berpikir merupakan percakapan dalam hati inner speech (Morgan, 1989:231). Bahasa merupakan alat untuk berpikir dan berpikir mengekspresikan hasil pemikiran tersebut.

Karakteristik Perkembangan Bahasa Karakteristik perkembangan bahasa tidak jauh dari apa yang telah dijelaskan diatas, sehingga kita menengok kembali pada pembahasan tersebut.

Implikasi Dalam Pembelajaran Upaya yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kemampuan berbahasa, diantaranya adalah: a. Mengupayakan lingkungan yang dapat memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi perkembangan bahasa secara optimal. b. Pengenalan sejak dini terhadap lingkungan yang memiliki variasi kemampuan bahasa pada anak sangat diperlukan untuk mengacu perkembangan bahasanya.

c.

Mengembangkan strategi untuk mempermudah penguasaan bahasa, antara lain: cara untuk memudahkan mengingat, meniru, mengalami langsung, bermain.

You might also like