You are on page 1of 45

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI OBAT ANTIINFLAMASI

Disusun oleh : Desti Rizkia Nur Annisa - NIM : 3311101093 Andini Gianisa Utami - NIM : 3311101101 Annisa Siti Nurfalah - NIM : 3311101113 Chindyawati Afriani - NIM : 3311101123 Anas Nurdianto NIM : 3311101124 Farmasi C -2010 Asisten Lab : Ita., S.Si.,M.Si.,Apt

LABORATORIUM FARMAKOLOGI PROGRAM STUDI FARMASI UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2012

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Prinsip Percobaan Suntikan intraplantar karagenan pada telapak kaki belakang tikus

menyebabkan udema yang dapat dihambat oleh obat antiinflamasi yang diberikan sebelumnya dengan cara mengukur volume telapak kaki tikus. Aktivitas antiinflamasi obat uji ditunjukkan oleh kemampuan mengurangi udema yang diinduksikan pada kaki tersebut. Hukum Archimedes : penambahan volume air raksa sebanding dengan volume kaki tikus yang dimasukkan. I.2 Tujuan Percobaan Setelah melakukan percobaan diharapkan mahasiswa dapat memahami prinsip kerja dari obat antiinflamasi. Diharapkan mahasiswa dapat mengembangkan percobaan ini untuk

mengevaluasi obat antiinflamasi dengan memperhatikan beberapa criteria pengamatan. Dapat menunjukkan beberapa kemungkinan dan batasan yang merupakan sifat teknik percobaan.

I.3 Latar Belakang Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, Zat kimia yang merusak, atau zat-zat mikrobiologik. Iflamasi adalah usaha tubuh untuk mengaktivasi tubuh atau . organisme yang menyerang, menghilangkan zat iritan, dan mengatur derajat perbaikan jaringan. Jika penyembuhan lengkap,proses peradangan biasanya reda. Namun, kadang kadang inflamasi tidak bisa dicetuskan oleh suatu zat yang tidak berbahaya

seperti tepung sari, atau oleh suatu respon imun, seperti asma atau artistis rematoid. Pada kasus seperti ini, Reaksi pertahanan tubuh mereka sendiri mungkin menyebabakan luka-luka jaringan progresif, dan obat-obat anti iflamasi atau imunosupresi mungkin dipergunakan untuk memodulasi proses peradangan. Inflamasi dicetuskan oleh pelepasan mediator kimiawi dari jaringan yang rusak dan migrasi sel. Obat analgesic antipiretik serta obat antiinflamasi nonsteorid merupakan suatu kelompok obat yang heterogen, bahkan beberapa obat sangat berbeda secara kimia. Walaupun demikian obat-obat ini ternyata memiliki banyak persamaan dalam efek terapi maupun efek samping. Prototip obat golongan ini adalah aspirin, karena itu obat golongan ini sering disebut juga sebagai obat mirip aspirin. Efek terapi maupun efek samping dari obat-obat anti-inflamasi ini tergantung dari penghambatan biosintesis prostaglandin. Secara in vitro obat-obat AINS menghambat berbagai reaksi biokimiawi, hubungan dengan efek analgesic, antipiretik dan anti-inflamasinya belum jelas. Selin itu obat AINS secara umum tidak menghambat biosintesis leukotrian, yang diketahui berperan dalam inflamasi. Golongan obat ini menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam arakidonat menjadi PGG2 terganggu. Setiap obat menghambat siklooksigenase dengan cara berbeda. Efek anti inflamasi kebanyakan obat mirip aspirin terutama yang baru lebih dimanfaatkan sebagai anti inflamasi pada pengobatan kelainan muskuloskeletal, seperti arthritis rheumatoid, osteoarthritis dan spondilitisankilosa. Tetapi obat mirip aspirin hanya meringankan gejala nyeri dan inflamasi yang berkaitan dengan penyakitnya secara simtomatik, tidak menghentikan, memperbaiki atau mencegah kerusakan jaringan pada kelainan muskulosketalini.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Fenomena inflamasi pada tingkat bioselular masih belum dijelaskan secara rinci. Walaupun demikian banyak hal yang telah diketahui dan disepakati. Fenomena inflamasi ini meliputi kerusakan mikrovaskular, Meningkatnya permeabilitas kapiler dam migrasi leukosit kejaringan radang. Gejala proses inflamasi yang sudah dikenal adalah kalor, rubor tumor, dolor dan functio laesa. Selama berlangsungnya fenomena inflamasi banyak mediator kimiawi yang dilepaskan secara lokal antara lain histamin, 5-hidroksitriptamin(5ht), faktor kemotaktik, bradikinin, leukotrin, dan PG. Penelitian terakhir menunjukkan autokoid lipid PAF ( platelet activating fat) juga merupakan mediator inflamasi. Dengan migrasi sel fagosit kedaerah ini, terjadi lisis membran lisozin dan lepasnya enzim pemecah. Obat mirip aspirin dapat dikatakan tidak berefek terhadap mediator kimiawi tersebut kecuali PG. Inflamasi sampai sekarang fenomena ini inflamasi pada tingkat bioselular masih belum dijelaskan secara rinci. Walaupun demikian banyak hal yang telah diketahui dan disepakati. Fenomena inflamasi ini meliputi kerusakan mikrovaskular, Meningkatnya permeabilitas kapiler dam migrasi leukosit kejaringan radang. Gejala proses inflamasi yang sudah dikenal adalah kalor, rubor tumor, dolor dan functioleasa. Selama berlangsungnya fenomena inflamasi banyak mediator kimiawi yang dilepaskan secara lokal antara lain histamin, 5-hidroksitriptamin(5ht), faktor kemotaktik, bradikinin, leulotrin, dan PG. Penelitian terakhir menunjukkan autokoid lipid PAF ( patelet activating fat) juga merupakan mediator inflamasi. Dengan migrasi sel fagosit kedaerah ini, terjadi lisis membran lisozin dan lepasnya enzim pemecah. Obat mirip aspirin dapat dikatakan tidak berefek terhadap mediator kimiawi tersebut kecuali PG.

Secara in vitro terbukti bahwa prostaglandin E2 (PGE2) dan prostasiklin (PGI2) dalam jumlah nanogram, menimbulkan eritem vasodilatasi dan peningkatan aliran darah secara lokal. Histamin dan bradikinin dapat meningkatkan permaibilitas vaskular, tetapi efek vasodilatasinya tidak besar. Dengan penambahan sedikit PG efek eksudas hitamin plasma dan bradikinin menjadi lebik jelas. Migrasi leukosit ke jaringan radang merupakan aspek penting dalam proses inflamasi. PG sendiri tidak bersifat kemotaktik tetapi produk lain dari asam arakidonat yakni leukotrien B4 merupakan merupakan zat kemotaktik yang sangat paten. Obat mirip aspirin tidak menghambat sistemhipoksigenase yang menghasilkan leukotrien sehingga golongamn obat ini tidak menekan migrasi sel. Walaupun demikian dosis tinggi juga terlihat penghambatan migrasi sel tanpa mempengaruhi enzim liposigenase. Obat yang menghambat biosintesis PG maupun leukotrin tentu akan lebih paten menekan proses iflfmasi. (Wilmana, F.P., 1995). OAINS membentuk kelompok yang berbeda-beda secara kima(kiri0, tetapi semuanya mempunyai kemampuan untuk menghambat siklooksigenase(COX) dan inhibisi sintesis prostaglandin yang diakibatkannya sangat berperan untuk efek terapeutiknya. Sayangnya, inhibisi sintesis prostaglandin dalam mukosa gaster sering menyebabkan kerusakan gastrointestinal(dispepsia, mual, dan gastiritis). Efek samping yang paling serius adlah perdarahan gastrointestinal dan perforasi. COX terdapat pada jaringan sebagai suatu isoform konstitutif (COX-1), tetapi sitokin pada lokasi inflamasi menstimulasi induksi isoform kedua (COX-2). Inhibisi (COX-2) diduga bertanggungjawab untuk efek antiinflamasi OAINS, sementara inhibisi COX-1 bertanggung jawab untuk toksisitas gastointestinal. OAINS yang paling banyak digunakan adalah yang selektif untuk COX-1, tetapi inhibitor COX-2 selektif telah diperkenalkan baru-baru ini (Neal, M.J., 2006). Pasien-pasien ini sering diberi resep OAINS dan sangat banyak tablet aspirin, parasetamol, dan ibuprofen tambahan yang dibeli bebas untuk terapi sendiri pada sakit kepala, nyeri gigi, berbagai gangguan muskokletal, dan lain-lain. Obat-obat ini tidak efektif pada terapi nyeri viseral(misalnya infark miokard, kolik renal, dan abdomen

akut) yang membutuhkan analgesik opioid. Akan tetapi, OAINS efektif pada nyeri hebat tipe tertentu(misalnya kanker tulang). Aspirin mempunyai aktivitas antiplatelet yang penting (Neal, M.J., 2006). Inflamasi adalah suatu respon jaringan terhadap rangsangan fisik atau kimiawi yang merusak. Rangsangan ini menyebabkan pembebasan mediator inflamasi seperti histamin, serotonin, bradikinin, prostaglandin, dan lain lain yang menimbulkan reaksi radang berupa: panas, nyeri dan bengkak dan gangguan fungsi.(Syamsul munaf, 1994) Prostaglandin dan senyawa yang berkaitan diproduksi dalam jumlah kecil dan semua jaringan. Umumnya bekerja bekerja lokal pada tempat prostaglandin tersebut disintesis, dan cepat dimetabolisme menjadi produk inaktif pada tempat kerjanya. Karena itu, prostaglandin tidak bersirkulasi dengan konsentrasi bermakna dalam darah. Tromboksan, leukotrin, dan asam hidroksiperosieikosatetraenoat merupakan lipid yang berkaitan disintesis dari prekursor yang sama sebagai prostaglandin memakai jalan yang berhubungan. PG hanya berperan pada yang berkaitan dengan kerusakan jaringan atau

iflamasi. Penelitian tellah membukyikan bahwa PG menyebabkan snsti reseptor nyeri terhadap stimulasi mekanik dan kimiawi, jadi PG menimbulkan keadaan hiperalgesia.Kemudian mediator kimiawi seperti bradikinin dan histamin

merangsangnya dan menimbulkan nyeri yang nyata

obat mirip aspirin tidak

mempengaruhi hiperalgesia atau nyeri yang ditimbulkan oleh efek langsung PG. Ini menunjukkan bahwa sintesis PG yang dihambat oleh golongan obat ini dan bukanya blokade jantung (Wilmana,F.P., 1995) Prostaglandin dan metabolismenya yang dihasilkan secara endogen dalam jaringan bekerja sebagai tanda lokal menyesuaikan respon tipe sel spesifik. Fungsi dalam tubuh bervariasi secara luas tergantung pada jaringan. Misalnya pelepasan TXA2 dari trombosit mencetuskan penambahan trombosit baru untuk agregasi (

langkah pertama pada pembentukan gumpalan). Namun pada jaringan lain peningkatan kadar TXA2 membawa tanda yang berbeda, misalnya otot polos tertentu

senyawa ini menginduksi kontraksi. Prostagladin merupakan salah satu mediator kimiawi yang dilepasklan pada proses agresi alergi dan inflamasi. (Mycek, M.J., 2001) Inflamasi adalah suatu respon jaringan terhadap rangsangan fisik atau kimiawi yang merusak. Rangsangan ini menyebabkan pembebasan mediator inflamasi seperti histamin, serotonin, bradikinin, prostaglandin, dan lain lain yang menimbiulkan reaksi radang berupa: panas, nyeri dan bengkak dan gangguan fungsi.(Syamsul munaf,1994) Inflamasi pada rematoid artistis merupakan reaksi antara antigen, antibodi dan komlemen yang menyebabkan terentuknya faktor kemoteraktik yang menjadi penatik leukosit, leukosit ini memfogositasi kompleks antigen-antigen komplemen dan juga melepaskan enzim-enzim dari lisosom yang menyebabkan kerusakan tulang rawan dan jaringan lain, Sehingga timbullah inflamasi (Syamsul Munaf, 1994). Mekanisme kerja obat AINS : a. Menjaga keutuhan tulang rawan dan jaringan lain dari kerusakan oleh enzimlisosom (salisilat, fenilbutazon, indometasin dan asam mafenamat) b. Menstabilkan membran lisosom (salisilat, klorokin) c. Menghambat migrasi leukosit (indometasin) d. Menghambat pembentukan prostagladin (salisilat, indometsain). Pada demam rematik salisilat mengurangi gejala kerusaakan sendi, tetapi kerusakan jantung tidak dipengaruhinya Bila diberikan per oral, diserap dangan cepat sebagian dari

lambung sebaguian dari usus halus bagian atas. Kadar puncak akan tercapai setelah pemberian 2 jam. Kecepatan absorpsi ini tergantung pada : kecepatan dissintegrasi dan dissocusi tablet, PH permukaan mukosa dan waktu penggosongan lambung. Pada pemberian rektal absorbsinya lambat dan tidak sempurna. Absorpsi melalui kulit dapat terjadi dengan cepat dan dapat menimbulkan efek sistemik, misalnya metil salisilat dapat diabsorpsi melalui kulit yang utuh tetapi absorpsi melalui lambung lambat (Syamsul Munaf, 1994)

Setelah diabsorpsi, slisilat didistribusikan keseluruh tubuh dan cairan interseluler. Salisilat dapat ditemukan pada cairan sinovial, spinal peritoneal, liur dan air susu. Banyak obat anti inflamasi nonsteroid (AINS ) bekerja dengan jalan menghambat sintesis prostagladin. Jadi pemahaman akan obat AINS memerlukan pengertian kerja dan biosintesis prostagladin turunan asam lemak tak jenuh mengandung 20 karbon yang meliputi suatu struktur cincin siklik. Nyeri dan inflamasi merupakan keluhan utuma penderita penyakit rematik disamping lainnya. Berbagai usaha dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan keluhan ini antara lain dengan menggunakan medikamentosa. Penggunaan nyeri medikamentosa pasa penyakit reumatik selain bertujuan untuk menekan rasa nyeri dan inflamasi bila mungkin juga menghentikan perjalanan reumatik. Hingga saat ini pada ertritis reumatoid dan goud yang telah da obat yang telah mempengaruhi perjalanan penyakitnya. Sebagian besar penyakit reumatiknya lainya diobati dengan akan

terbukti obat anti inflamasi non steroid yang telah terbukti dapat menekan rasa nyeri dan inflamasi tetapi tidak dapat menghentikan perjalanan penyakit. Nyeri dan inflamasi merupakan tanda bahwa sendi tersebut telah mengalami gangguan hampir semua gangguan rematik disertai dengan nyeri atau inflamasi. Perkecualian pada sendi neuropati. Ialah suatu keaadan hilangnya rasa nyeri akibat keadaan tertentu seperti tebes darsalis atau siringomielia. Rasa ini penting karena menunjukkan adanya mekanisme proteksi dari badan. Adanya rasa nyeri menunjkkan bahwa sipenderita harus menggurangi penggunaan yang berlebihan dari sendi tersebut. Sedangkan adanya inflamasi menunjukkan bahwa sipenderita harus mengistirahatkan sendi tersebut. Pada sendi neuropatik Dimana sopenderita tidak nerasai nyeri telah terbukti akan terjadi kerusakan sendi yang lebh cepat, selain itu gangguan fungsi baru terjadi setelah ada kerusakan mekanikal yang nyata. Sebaliknya pada artitis jenis lainya gangguan fungsi sudah mulai tampak pada awalpenyakit bersamaan dengan timbulnya rasa nyeri.

Nyeri pada penyakit rematikterutama disebabkan oleh adanya inflamasi yang mengakibatkan dilepasnya mediator-mediator kimiawi. Kinin dan mediator kimiawi lainya dapat merangsang timbulnya rasa nyeri. Prostaglandin berperan dalam

meningkatkan dan memperpanjang rasa nyeri yang disebabkan oleh suatu rangsangan. Sejumlah efek samping berkaitan dengan penghambatan sintesa prostaglandin dan teunma terjadi pada lambung dan usus ginjal dan fungsi trombosit. Frekwensinya berbeda-beda untuk berbagai obat dan pada umumnya efek-efek ini meningkatkan besarnya dosis dan lama penggunannya, kecuali efek terhadap trombosit. Obat dengan masa paruh panjang mengakibatkan resiko gangguan lambung usus lebih besar daripada obat dengan masa paruh pendek. Obat yang terbanyak menimbulkan keluhan lambung-usus serius adalah indoetasin, azapropazon dan piroxicam. Obat dengan jumlah keluhan lebih kurang separohnya adalah ketoprofen, naproksen, flurbiprofen, sulindac dan diklofenac. Indometasin merupakan derivat indol lasetat berkasiat amat kuat dapat disamakan debngan diklofenac tetapi lebih sering menimbulkan efek samping. Khususnya efek ulcerogen dan pendarahan occult (T.H. Tjay dan K. Rahardja, 2002). Fiksasi interna merupakan salah satu modalitas terapi dalam penanganan fraktur. Fiksasi interna dini dan tertunda masih menjadi suatu perdebatan karena adanya perbedaan komplikasi yang ditimbulkan, terutama yang berhubungan dengan respons inflamasi sistemik. Tindakan fiksasi interna dini dan tertunda saat ini masih menjadi sebuah perdebatan, khususnya mengenai early total care (tindakan dini), damage control dan delayed total care (tindakan tertunda) pada trauma multiple. Johnson (1985), melaporkan bahwa fiksasi interna pada major fracture dengan penundaan lebih dari 24 jam menyebabkan peningkatan 5 kali terjadinya komplikasi ARDS (Adult Respiratory Response Syndrome). Pada isolated femoral fracture, terjadi 10% fat embolism syndrome jika tindakan fiksasi dilakukan setelah 10 jam dan 0% jika dikerjakan

sebelum 10 jam (Pinney, 1998). Fakta ini disebabkan oleh terjadinya aktivasi innate immunity (Heitbrink, 2006). Namun, sampai saat ini perbedaan inflamasi lokal pada saat fiksasi interna dan respons inflamasi sistemik akibat tindakan fiksasi interna dini dan tertunda pada fraktur belum diketahui. Makrofag merupakan sel imun utama dijaringan dan pada trauma hebat makrofag sering mengalami gangguan respons imun berupa gangguan imunita seluler (Franke,2006). Demikian juga kerusakan jaringan karena pembedahan akan memicu makrofag yang telah teraktivasi sebelumnya untuk mengekspresikan mediator inflamasi sehingga mempengaruhi respons inflamasi baik lokal maupun sistemik. Untuk mengurangi komplikasi pascafiksasi interna, jenis tindakan (cara fiksasi) dan timing (waktu kapan tindakan dilakukan) dapat dipertimbangkan sebagai cara pencegahan (Astawa, P.; Bakta, M.; Budha, K., 2008). Inflamasi Inflamasi, dalam bahasa Indonesia sehari-hari, yaitu radang. Kita sering mendengar misalnya, radang usus, radang otak, radang paru-paru, peradangan, bengkak memar dan seterusnya. Penggunaan istilah ini telah dikenal secara tradisi sejak jaman Yunani dan Tiongkok kuno, ribuan tahun yang lalu. Dari penemuanpenemuan terakhir, para pakar berpendapat bahwa, sebetulnya inflamasi (atau radang) bukanlah berupa penyakit itu sendiri. Inflamasi diperlukan oleh tubuh kita, karena proses reaksi biokimia inflamasi di dalam tubuh ditujukan melawan invasi bakteri dari luar, zat-zat yang negatif bagi sel-sel, jaringan sel, serta organ-organ, ataupun bila terjadi luka. Dalam hubungan ini, jenis sel seperti leukocyte, neutrophil, berperan memusnahkan invasor. Dapat kita gambarkan fungsinya seperti pasukan keamanan dari sesuatu bahaya yang menyerang keseimbangan tubuh. Terutama neutrophil, berperan sebagai patrol keamanan tubuh kita, begitu menemukan sesuatu yang asing ditubuh, serta merta akan memusnahkannya. Dalam proses inflamasi, chemical mediator (juga disebut lipd mediator karena berasal dari asam lemak AA, DHA dan

EPA) berupa leukotriene dan prostaglandins, turunan dari AA, memegang peranan penting. Pada waktu yang bersamaan, proses pemusnahan awal terhadap invasor, neutrophil mengeluarkan chemical mediator yang mana memberikan sinyal berikutnya merekrut lebih banyak lagi sel neutrophil dan leukocyte untuk turut beraksi memusnahkan invasor. Proses pemusnahan ini disebut phagocytosis (kemampuan memakan, menelan). Dalam proses ini neutrophil mengeluarkan agent, enzyme (reactive oxygen species, hydrolytic enzymes, dan lain-lain), yang secara umum juga tidak baik bagi tubuh dan dapat merusak sel, jaringan sel. Pertahanan tubuh telah menyiapkan mekanisme sedemikian rupa, pada tahap tertentu, aksi selanjutnya dari neutrophil harus dicegah. Pencegahan tersebut terjadi di mana biosintesa chemical mediator yang pro-inflamasi, leukotrine, distop, dan beralih ke biosintesa chemical mediator anti-inflamasi jenis lipoxins. Peralihan atau switch biosintesa dari mediator pro-inflamasi ke anti-inflamasi Munculnya prostaglandins dari sel neutrophil juga mengisyaratkan secara terprogram, nasib biosintesa mediator ini (semacam feedback) sendiri akan berakhir, dengan meregulasi (down regulation) enzyme 15-LO yang terdapat di dalam sel neutrophil, kemudian biosintesa beralih ke mediator yang lain, yang anti-inflamasi. Namun hal lain yang sangat menentukan peralihan ini adalah kemampuan enzyme 5LO (5-Lipoxigenase. Penemuan enzyme ini dan satu lagi, COX, Cyclooxygenase, yang membawa Samuelsson B. dan Bergstrom S. mendapatkan penghargaan Nobel tahun 1982) mengkonversi secara reaksi enzymatic dari AA menjadi leukotriene (LTB4), lalu beralih pada tahap berikutnya ke lipoxins. Dalam hubungan ini exzyme 5LO juga substrate dependent (tergantung dari kondisi mikro setempat), di mana enzyme tersebut, satu dari sekian step proses biosintesa, dapat menggunakan dan mengkonversi DHA, EPA menjadi grup senyawa resolvins. Pada tingkat sel, munculnya neutrophil dan terbentuknya nanah (pustule, lihat gambar bawah) mengisyaratkan peralihan dari mediator pro- ke anti-inflamasi, dan pembatasan atau pencegahan pengrekrutan neutrophil berikutnya dari pembulu darah

ke lokasi kejadian. Mediator anti-inflamasi, lipoxins, resolvins, dan protectins memobilisasi sel macrophage (monocyte) yang dapat memakan sel neutrophil, serta membersihkan Histologi leukosit (Tan, T J, 2008). Leukosit adalah sel darah yang mengandung inti, disebut juga sel darah putih. Didalam darah manusia, normal didapati jumlah leukosit rata-rata 5000-900 sel/mm3, bila jumlahnya lebih dari 12000, keadaan ini disebut leukositosis, bilakurang dari 5000 disebut leukopenia. Dilihat dalam mikroskop cahaya maka sel darah putih mempunyai granula spesifik (granulosit), yang dalam keadaan hidup berupa tetesan setengah cair, dalam sitoplasmanya dan mempunyai bentuk inti yang bervariasi, Yang tidak mempunyai granula, sitoplasmanya homogen dengan inti bentuk bulat atau bentuk ginjal. Terdapat dua jenis leukosit agranuler : linfosit sel kecil, sitoplasma sedikit; monosit sel agak besar mengandung sitoplasma lebih banyak. Granula. Leukosit mempunyai peranan dalam pertahanan seluler dan humora organisme terhadap zat-zat asingan. Leukosit dapat melakukan gerakan amuboid dan melalui proses diapedesis lekosit dapat meninggalkan kapiler dengan menerobos antara sel-sel endotel dan menembus kedalam jaringan penyambung Jumlah leukosit per mikroliter darah, pada orang dewasa normal adalah 4000-11000, waktu lahir 15000-25000, dan menjelang hari ke empat turun sampai 12000, pada usia 4 tahun sesuai jumlah normal. Variasi kuantitatif dalam sel-sel darah putih tergantung pada usia. waktu lahir, 4 tahun dan pada usia 14 -15 tahun persentase khas dewasa tercapai. Bila memeriksa variasi Fisiologi dan Patologi sel-sel darah tidak hanya persentase tetapi juga jumlah absolut masing-masing jenis per unit volume darah harus diambil (Dr. Zukesti Effendi, 2007). Natrium Diklofenak

Farmakologi dan farmakokinetika KAFLAM adalah obat antiinflamasi nonsteroid yang mengandung garam kalium dari diklofenak. Obat ini memiliki efek analgesic dan antiinflamasi. Mekanisme kerjanya adalah dengan menghambat sintesis prostaglandin, mediator yang berperan penting dalam proses terjadinya inflamasi, nyeri dan demam. Kalium diklofenak akan diabsorbsi dengan cepat dan lengkap dan jumlah yang diabsorbsi tidak berkurang jika diberikan bersama dengan makanan. Kadar puncak obat dicapai dalam -1 jam. Ikatan protein 99,7%, waktu paruh 1-2 jam. Pemberian dosis berulang tiidak menyebabkan akumulasi . eliminasi terutama melalui urin Natrium diklofenak dalam bentuk CR/lepas-lambat terkendali adalah salah satu tekonologi yang dikembangkan untuk memperbaiki efikasi dan

toleransidiklofenak. Pengembangan formulasi yang canggih dengan teknologi tinggi pada drug delivery System telah dilakukan oleh Klinge Pharma GmbH dan telah dipasarkan di Indonesia dengan nama Deflamat CR oleh PT. Actavis Indonesia. Deflamat CR (gabungan antara teknologi Enteric-Coated dengan Sustained-Release ) memiliki bentuk yang unik yaitu pelet CR dimana zak aktif terbagi dalam ratusan unit sferis kecil ( pelet) yang akan menjamin penyebaran yang baik dari zat aktif diseluruh saluran gastro-intestinal sehingga akan memperbaiki toleransi gastro-intestinal dari obat AINS Selain itu, dengan ukuran partikel yang kecil, pelet bisa melintasi pilorus dengan cepat bersama kimus, dimana transportasi menuju doudenum tidak bergantung pada pengosongan lambung, sehingga waktu transit obat rata-rata lebih cepat dan dengan sistem pelepasannya yang terkendali, absorpsi yang cepat dan kontinyu memberikan kontribusi utama untuk memperbaiki bioavilabilitas obat AINS.
Beberapa studi klinis natrium diklofenak yang diberikan sebagai monoterapi atau kombinasi, menunjukkan obat ini efektif meredakan gejala osteoartritis (OA) maupun reumatoid artritis (RA). Studi yang dilakukan di Jerman terhadap 230 pasien menunjukkan, penggunaan diklofenak dalam sediaan gel untuk pasien osteoartritis pada lulut terbukti efektif dan aman untuk meredakan gejala osteoartritis pada lutut. Studi ini dimuat dalam Journal of Rheumatology

Indikasi Sebagai pengobatan jangka pendek untuk kondisi-kondisi akut sebagai berikut: - Nyeri inflamasi setelah trauma seperti terkilir. - Nyeri dan inflamasi setelah operasi, seperti operasi gigi atau tulang. Sebagai adjuvant pada nyeri inflamsi yang berat dari infeksi telinga, hidung, atau tenggorokan misalnya tonsilofaringitis, otitis. Sesuai dengan prinsip pengobatan umum, penyakitnya sendiri harus diobati dengan terapi dasar. Demam sendiri bukan suatu indikasi. Kontraindikasi Hipersensitif terhadap zat aktif dan tukak lambung. Juga dikontraindikasikan pada pasien dengan riwayat tercetusnya serangan asma, urtikaria atau rhinitis akut akibat obat-obat anti nonsteroid lainnya Peringatan dan perhatian
-

Hati-hati penggunaan pada penderita dekomposisi jantung atau hipertensi, karenadiklofenak dapat menyebabkan retensi cairan dan edema.

Hati-hati penggunaan pada penderita gangguan fungsi ginjal, jantung, hati, penderita usia lanjut dan penderita dengan luka atau perdarahan pada saluran pencernaan.

Hindarkan penggunaan pada penderita porfiria hati. Hati-hati penggunaan selama kehamilan karena diklofenak dapat menembus plasenta.

Diklofenak tidak

dianjurkan

untuk

ibu

menyusui

karena diklofenak diekskresikan melalui ASI. - Pada anak-anak efektivitas dan keamanannya belum diketahui dengan pasti. Efek samping Saluran pencernaan : - Kadang- kadang : nyeri epigastrum, gangguan saluran pencernaan seperti mual, muntah, diare, kejang perut, dyspepsia, perut kembung, anoreksia. - Jarang : perdarahan saluran pencernaan ( hematemesis, melena, tukak lambung dengan atau tanpa perdarahan/ perforasi, diare berdarah )

- Sangat jarang : gangguan usus bawah seperti nonspesifik haemorrhagic colitis dan eksaserbasi colitis ulseratif atau chrons disease, stomatitis aphthosa, glositis, lesi esophagus, konstipasi. Saluran saraf pusat dan perifer : - Kadang- kadang : sakit kepala, pusing, vertigo - Jarang : perasaan ngantuk - Sangat jarang : gangguan sensasi ternasuk parestesia, gangguan memori, disorientasi, gangguan penhlihatan ( blurred vision, diplopia ), gangguan pendengaran, tinnitus, insomnia, iritabilitas, kejang, depresi,

kecemasan,mimpi buruk, tremor, reaksi psikotik, gangguan perubahan rasa. Kulit - Kadang-kadang : ruam atau erupsi kulit - Jarang : urtikaria - Sangat jarang : erupsi bulosa , eksema, eritema multiforme, SSJ, lyell syndrome ( epidermolisis toksik akut ), eritrodema ( dermatitis exfoliatif ), rambut rontok, reaksi fotosensitivitas, purpura termasuk purpura alergik Sistem urogenital, fungsi hati, darah, hipersensitivitas, susunan organ lainnya. Interaksi obat Apabila diberikan bersamaan dengan preparat yang mengandung lithium atau digoxin, kadar obat-obat tersebut dalam plasma meningkat tetapi tidak dijumpai adanya gejala kelebihan dosis. Beberapa obat antiinflamasi nonsteroid dapat menghambat aktivitas dari diuretika. Pengobatan bersamaan dengan diuretika golongan hemat kalium mungkin mungkin disertai dengan kenaikan kadar kalium dalam serum. Pemberian bersamaan dengan antiinflamasi nonsteroid sistemik dapat menambah terjadinya efek samping. Meskipun pada uji klinik diklofenak tidak mempengaruhi efek antikoagulan, sangat jarang dilaporkan adanya penambahan resiko perdarahan dengan kombinasi diklofenak dan antikoagulan, oleh karena itu dianjrkan untuk dilakukan pemantauan yang ketat terhadap pasien tersebut. Seperti dengan anti

inflamasi nonsteroid lainnya, diklofenak dalam dosis tinggi (200 mg ) dapat menghambat agrregasi platelet untuk sementara. Uji klinik memperlihatkan bahwa diklofenak dapat diberikan bersamaan dengan anti diabetic oral tanpa mempengaruhi efek klinis dari masing-masing obat. Sangat jarang dilaporkan efek hipoglikemik dan hiperglikemik dengan adanya diklofenak sehingga diperlukan penyesuaian dosis obat-obat hipoglikemik. Perhatian harus diberikan bila antiinflamasi nonsteroid diberikan kurang dari 24 jam sebelum atau setelah pengobatan dengan methotrexate dalam darah dapat meningkat dan toksisitas dari pbat ini bertambah. Penambahan nefrotoksisitas cyclosporine munkin terjadi oleh karena efek obat-obat antiinflamasi nonsteroid terhadap prostaglandin ginjal. Dosis berlebih Penanganan keracunan akut dengan antiinflamasi nonsteroid pada dasrnya dilakukan dengan tindakan supportif dan simptomatik. Tidak ada gambaran klinis yang khas dari dosis berlebih diklofenak. Tindakan pengobatan yang dilakukan dalam hal dosis berlebih adalah sebagai erikut : absorbs harus dicegah segera setelah dosis berlebih dengan pencucian lambungdan pengobatan dengan arang aktif. Pegobatan suportif dan simptomatik harus diberikan untuk komplikasi seperti hipotensi, gagal ginjal, kejang, iritasi saluran pencernaan dan depresi pernapasan. Tetapi spesifik seperti forced dieresis, dialysis atau hemoperfusi mungkin tidak membantu menghilangkan antirematik non steroid karena jumlah ikatan protein yang tinggi. Dosis Umumnya takaran permulaan untuk dewasa 100-150 mg sehari. Pada kasus-kasus yang sedang , juga untuk anak-anak di atas usia 14 tahun 75-100 mg sehari pada umumnya sudah mencukupi. Dosis seharian harus diberikan dengan dosis terbagi 2-3 kali Tablet harus diberikan dengan air, sebaiknya sebelum makan, tidak dianjurkan untuk pemakaian anak-anak. (Neal M.J, 2006)

BAB III METODOLOGI PERCOBAAN

1. Tikus ditimbang dan dikelompokkan : a) Kelompok 1 b) Kelompok 2 c) Kelompok 3 beberapa dosis 2. Kaki kiri belakang tikus diberi dengan tanda spidol 3. Satu jam sebelum diinduksi masing-masing kelompok diberi obat secara per oral 4. Tiap kelompok diinduksi dengan 0.05 mL susupensi karagenan yang disuntikkan secara intraplanar pada kaki kiri 5. Volume kaki kiri diukur dengan cara mencelupkan ke dalam alat plestimometer sampai tanda batas yang ditandai ( tanda pada kaki harus sama) 6. Pencelupan selang 15 menit selama tiga jam setelah penyuntikkan suspensi karagenan.Volume awal dicatat dan volume pada saat pencelupan 7. Semua dicatat dan ditabulasi serta dibuat rata-rata perkelompok 8. Volume telapak kaki tikus kelompok kontrol dan kelompok uji dibandingkan secara statistic dengan uji t-test 9. Cara evaluasi % radang = Dimana Vt = volume kaki tikus pada tn V0 = volume kaki tikus pada t0 : : : kelompok kontrol hanya diberi zat pembawa kelompok pembanding, diberi obat pembanding kelompok uji, diberi bahan obat uji pada

BAB IV ALAT, BAHAN, DAN HEWAN PERCOBAAN

IV.1 Alat Kandang tikus Timbangan tikus Alat suntik Jarum oral Pletismometer Spidol Sarung tagan dan lap

IV.2 Bahan Suspensi karagenan 1 % dalam air suling ( dibuat 1 malam sebelum praktikum dan disimpan pada suhu dingin) Larutan gom arab 3 % atau tragakan 3 % Alkohol 70 % Natrium diklofenak 0,9 mg/200 gram BB Bahan uji

IV.3 Hewan 3 ekor Tikus betina

BAB VI PEMBAHASAN

Pada percobaan kali ini, kami mempelajari efek pemberian suatu bahan uji dengan aktivitas antiinflamasi. Ekstrak uji yang digunakan adalah ekstrak daun sirsak dengan berbagai variasi dosis, yaitu 2,25 mg/200g, 4,5 mg/200g dan 9 mg/200g. Dengan pembanding Natrium Diklofenak 0,9 mg/200g. Zat penginduksi terjadinya inflamasi sendiri menggunakan karagenan 1%. Pemberian obat dan zat uji dan obat pembanding diberikan secara peroral dan karagenan diberikan di kaki kiri tikus secara intraplanar. Inflamasi adalah suatu respon jaringan terhadap rangsangan fisik atau kimiawi yang merusak. Rangsangan ini menyebabkan pembebasan mediator inflamasi seperti histamin, serotonin, bradikinin, prostaglandin, dan lain lain yang menimbiulkan reaksi radang berupa: panas, nyeri dan bengkak dan gangguan fungsi. Mekanisme kerja Natrium Diklofenak adalah dengan menghambat sintesis prostaglandin, mediator yang berperan penting dalam proses terjadinya inflamasi, nyeri dan demam. Kalium diklofenak akan diabsorbsi dengan cepat dan lengkap dan jumlah yang diabsorbsi tidak berkurang jika diberikan bersama dengan makanan. Kadar puncak obat dicapai dalam -1 jam. Ikatan protein 99,7%, waktu paruh 1-2 jam. Pemberian dosis berulang tiidak menyebabkan akumulasi . eliminasi terutama melalui urin Natrium diklofenak dalam bentuk CR/lepas-lambat terkendali adalah salah satu tekonologi yang dikembangkan untuk memperbaiki efikasi dan

toleransidiklofenak. Pengembangan formulasi yang canggih dengan teknologi tinggi pada drug delivery System telah dilakukan oleh Klinge Pharma GmbH dan telah dipasarkan di Indonesia dengan nama Deflamat CR oleh PT. Actavis Indonesia. Deflamat CR (gabungan antara teknologi Enteric-Coated dengan Sustained-Release )

memiliki bentuk yang unik yaitu pelet CR dimana zak aktif terbagi dalam ratusan unit sferis kecil ( pelet) yang akan menjamin penyebaran yang baik dari zat aktif diseluruh saluran gastro-intestinal sehingga akan memperbaiki toleransi gastro-intestinal dari obat AINS Selain itu, dengan ukuran partikel yang kecil, pelet bisa melintasi pilorus dengan cepat bersama kimus, dimana transportasi menuju doudenum tidak bergantung pada pengosongan lambung, sehingga waktu transit obat rata-rata lebih cepat dan dengan sistem pelepasannya yang terkendali, absorpsi yang cepat dan kontinyu memberikan kontribusi utama untuk memperbaiki bioavilabilitas obat AINS. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan diperoleh bahwa pada tikus kontrol, setelah pemberian karagenan mengalami radang. Hal ini dapat dilihat dengan pertambahan volume kaki belakang sebelah kiri dari tikus yang diukur dengan alat plestimometer, berdasarkan hukum archimedes yaitu penambahan volume air raksa sebanding dengan volume kaki tikus yang dimasukkan. Penggunaan air raksa yaitu dikarenakan air raksa tidak akan menyerap dan membasahi kaki tikus, sehingga perhitungan perubahan volume kaki tikus akan semakin baik. Terjadinya radang disebabkan karena karagenan merupakan suatu zat asing (antigen) yang bila masuk ke dalam tubuh akan merangsang pelepasan mediator radang seperti histamin sehingga menimbulkan radang akibat antibodi tubuh bereaksi terhadap antigen tersebut untuk melawan pengaruhnya. Efek yang ditimbulkan akibat pemberian karagenan pada hewan percobaan adalah terjadinya udem, yang terlihat dari bertambahnya volume kaki tikus setelah diukur dengan alat pletismometer. Mekanisme karagenan dalam menimbulkan inflamasi adalah dengan merangsang lisisnya sel mast dan melepaskan mediator-mediator radang yang dapat

mengakibatkan vasodilatasi sehingga menimbulkan eksudasi dinding kapiler dan migrasi fagosit ke daerah radang sehingga terjadi pembengkakan pada daerah tersebut.

Dari grafik persen radang terlihat bahwa tikus kontrol memiliki persen radang paling tinggi. Hal tersebut dikarenakan tidak adanya zat yang menghambat terjadinya inflamasi. Dosis 2 ekstrak uji, 4,5 mg/200g memiliki aktivitas antiinflamasi paling tinggi, bahkan lebih tinggi dibandingkan obat pembanding yang digunakan. Hal tersebut dapat terlihat dari grafik persen radang yang menunjukan persentasi radang yang paling kecil. Sementara itu, dari grafik reduksi radang, dapat terlihat bahwa dosis 2 4,5 mg/200g memiliki reduksi radang paling tinggi.

BAB VII KESIMPULAN

Karagenan dapat merangsang terjadinya inflamasi, dengan terjadinya udem, yang terlihat dari bertambahnya volume kaki tikus setelah diukur dengan alat pletismometer.

Dosis 2 ekstrak daun sirsak 4,5 mg/200g memiliki aktivitas antiinflamasi paling baik. Dari grafik persen radang dosis 2 ekstrak daun sirsak 4,5 mg/200g memiliki persentasi radang paling rendah. Dari grafik reduksi radang dosis 2 ekstrak daun sirsak 4,5 mg/200g memilki persen reduksi radang paling tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Astawa, P.; Bakta, M.; Budha, K. (2008). Makrofag Pengekspresi IL-1 serta Respons Inflamasi Sistemik pada Fiksasi Interna Dini Fraktur Femur Tertutup Lebih Rendah Dibandingkan dengan yang Tertunda. Munaf ST; Syamsul. (1994). Catatan Kuliah Farmakologi Bagian II. Staf Pengajar Laboratorium Farmakologi-FK UNSRI. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal 214. Mycek,M.J. (1995). Farmakologi Ulasan Bergambar. Edisi 2. Jakarta: Widya Medika. Hal 404. Neal, M.J. (2006). Farmakologi Medis At Glance. Edisi Kelima. Jakarta: Penerbit PT Erlangga. Hal 70-71. Tjay, T.H. (2002). Obat-Obat Penting. Edisi V. Cetakan II. Jakarta: PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia. Hal 308. Wilmana, P.F. (1995). Analgesik-Antipiretik Analgesik Anti-Inflamasi Nonsteroid Dan Obat Pirai, dalam Farmakologi dan Terapi. Editor Sulistia G. Ganiswara. Edisi IV. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UI. Hal 207-209.

LAMPIRAN

Perhitungan Dosis 1. Induksi karagenan 0,05 mL 2. Na.CMC 0,5 % (2mL/200g BB) 3. Pembanding (Na.Diklofenak) 0,9 mg/200mg BB 4. Larutan uji : Dosis 1 = 2,25 mg/200g BB Dosis 2 = 4,5 mg/200g BB Dosis 3 = 9 mg/200g BB 5. Larutan Stok uji : Dosis 1 = 1,25 mg/mL Dosis 2 = 2,25 mg/mL Dosis 3 = 4,5 mg/mL Tikus 1 (Kontrol, Na.CMC 0,5%) Bobot tikus 158 gram = \

Tikus 2 (Pembanding, Na.Diklofenak 0,9 mg) Bobot tikus 174 gram = Volume pemberian =

Tikus 3 (Dosis 2, ekstrak sirsak 9 mg/200g BB) Bobot tikus 158 gram = Volume pemberian =

% Radang = 1. Kelompok Kontrol T-15 % Radang = T-30 % Radang = T-45 % Radang = T-60 % Radang = T-75 % Radang = T-90 % Radang = T-105 % Radang = T-120 % Radang =

2. Kelompok Pembanding T-15 % Radang =

T-30 % Radang =

T-45 % Radang =

T-60 % Radang =

T-75 % Radang =

T-90 % Radang =

T-105 % Radang =

T-120 % Radang =

3. Kelompok Dosis 2 T-15 % Radang = T-30 % Radang = T-45 % Radang = T-60 % Radang = T-90 % Radang = T-105

% Radang = T-120 % Radang =

Pertanyaan 1. Jelaskan bagaimana proses terjadinya peradangan/inflamasi ? Jawab :

Perubahan vaskular Respon vaskular pada tempat terjadinya cedera merupakan suatu yang mendasar untuk reaksi inflamasi akut. Perubahan ini meliputi perubahan aliran darah dan permeabilitas pembuluh darah. Perubahan aliran darah karena terjadi dilatasi arteri lokal sehingga terjadi pertambahan aliran darah (hypermia) yang disusul dengan perlambatan aliran darah. Akibatnya bagian tersebut menjadi merah dan panas. Sel darah putih akan berkumpul di sepanjang dinding pembuluh darah dengan cara menempel. Dinding pembuluh menjadi longgar susunannya sehingga memungkinkan sel darah putih keluar melalui dinding pembuluh. Sel darah putih bertindak sebagai sistem pertahanan untuk menghadapi serangan benda-benda asing.

Pembentukan cairan inflamasi Peningkatan permeabilitas pembuluh darah disertai dengan keluarnya sel darah putih dan protein plasma ke dalam jaringan disebut eksudasi. Cairan inilah yang menjadi dasar terjadinya pembengkakan. Pembengkakan menyebabkan terjadinya tegangan dan tekanan pada sel syaraf sehingga menimbulkan rasa sakit (Mansjoer, 1999). Penyebab inflamasi dapat disebabkan oleh mekanik (tusukan), Kimiawi (histamin menyebabkan alerti, asam lambung berlebih bisa menyebabkan iritasi), Termal (suhu), dan Mikroba (infeksi Penyakit).

2. Jelaskan mekanisme kerja obat antiinflamasi golongan steroid dan non steroid! Jawab : a. Obat antiinflamasi Nonsteroid Salah satu golongan obat besar yang secara kimia heterogen menghambat aktivitas siklooksigenase, menyebabkan penurunan sintesis prostaglandin dan prekursor tromboksan dari asam arakidonat.

b. Obat antiinflamasi steroid Menghambat enzim fospolipase sehingga menghambat pembentukan prostaglandin maupun leukotrien.

3. Berikan contoh antiinflamasi yang ada di pasaran ? Jawab : Natrium diklofenak, asetaminofen, indometasin, ibuprofen, aspirin, natrium saisilat, piroksikam, nabumeton.

4. Jelaskan ada metode lain untuk menguji efek antiinflamasi ? jelaskan dan berikan contoh ! Jawab : Etil fenil propionate sebagai penginduksi edem pada telinga tikus Tikus jantan (100-150 gr) digunakan sebgai hewan coba. Edema telinga dinduksi mengoleskan secara topical EEp dengan dosis 1mg/20 l pertelinga pada bagian permukaan dan dalam kedua telinga dengan mengunakan pipet otomatis. Sampel uji juga dioleskan pada telinga denga volum yang sama seperti EEP. Waktu sebelum, 30 menit, 1 jam dan 2 jam merupakan waktu pengamatan setelah induksi. Ketebalan telinga diukur jangka sorong.

Putih telur sebagai penginduksi edema Empat grup tikus wistar jantan dan betina diberikan : grup 1, 10% propilenglikol, grup 2 dan 3 sampel uji, dan grup 4 diberikan natrium diklofenak sebagaikontrol positif (100 mg/kg po). Setelah 30 menit, masing-

masing kelompok disuntikkan dengan putih telur sebanyak 0.5 ml pada tapak kaki kiri. Digunakan pletismometer digital untuk mengukur volume kaki yang mengalami udema dalam perode 120 menit. Dengan interval 30, 60, 90 dan 120 menit.

5. Faktor apa saja yang dapat mempengaruhi hasil percobaan ini ? jelaskan ! Jawab : Pembacaan skala : Bila ada kekeliruan dalam pembacaan skala, dapat mempengaruhi hasil (bahkan hasil bisa minus). Ketepatan pada saat mencelupkan kaki tikus kedalam alat plestinometer : Bila pencelupan kaki tidak sesuai dengan anjuran (tepat di batas tanda pergelangan kaki tikus) maka akan mempengaruhi volume yang didapat. Ketidaktepatan pemberian induksi (baik volume penginduksi ataupun tempat induksi) Ketidaktepatan waktu pengukuran volume per15 menit.

KONTROL Group Statistics Std. Mean Error Differen Differenc ce e .00000 .00707

kelomp ok t0 kontrol

N Mean 2 .0450

Std. Deviation .00707 Equal variances assumed .00707 Equal variances not assumed .02828 Equal variances assumed .00707 Equal variances not assumed .00707 Equal variances assumed .00707 Equal variances not assumed .01414 Equal variances assumed .00000 Equal variances not assumed .01414 Equal variances assumed .02121 Equal variances not assumed

Sig. (2tailed) 1.000

dosis 1

2 .0450

1.000

.00000

.00707

t15

kontrol

2 .0700

.543

.01500

.02062

dosis 1

2 .0550

.588

.01500

.02062

t30

kontrol

2 .0750

.293

.01000

.00707

dosis 1

2 .0650

.293

.01000

.00707

t45

kontrol

2 .0600

.423

.01000

.01000

dosis 1

2 .0500

.500

.01000

.01000

t60

kontrol

2 .0800

.300

.02500

.01803

dosis 1

2 .0550

.316

.02500

.01803

t75

kontrol

2 .0550

.02121 Equal variances assumed .01414 Equal variances not assumed .02121 Equal variances assumed .00707 Equal variances not assumed .00707 Equal variances assumed .00000 Equal variances not assumed .01414 Equal variances assumed .00707 Equal variances not assumed

.808

.00500

.01803

dosis 1

2 .0500

.811

.00500

.01803

t90

kontrol

2 .0750

.333

.02000

.01581

dosis 1

2 .0550

.396

.02000

.01581

t105

kontrol

2 .0550

.423

.00500

.00500

dosis 1

2 .0500

.500

.00500

.00500

t120

kontrol

2 .0500

.698 -.00500

.01118

dosis 1

2 .0550

.712 -.00500

.01118

Group Statistics Std. Mean Error Differen Differen ce ce .00500 .00500

kelompo k N t0 kontrol

Mean 2 .0450

Std. Deviation .00707 Equal variances assumed

Sig. (2tailed) .423

dosis 2

2 .0400

.00000 Equal variances not assumed .02828 Equal variances assumed .00000 Equal variances not assumed .00707 Equal variances assumed .01414 Equal variances not assumed .01414 Equal variances assumed .00000 Equal variances not assumed .01414 Equal variances assumed .00707 Equal variances not assumed .02121 Equal variances assumed .00707 Equal variances not assumed .02121 Equal variances assumed .01414 Equal variances not assumed

.500

.00500

.00500

t15

kontrol

2 .0700

.423

.02000

.02000

dosis 2

2 .0500

.500

.02000

.02000

t30

kontrol

2 .0750

.312

.01500

.01118

dosis 2

2 .0600

.350

.01500

.01118

t45

kontrol

2 .0600

.423

.01000

.01000

dosis 2

2 .0500

.500

.01000

.01000

t60

kontrol

2 .0800

.089

.03500

.01118

dosis 2

2 .0450

.129

.03500

.01118

t75

kontrol

2 .0550

.592

.01000

.01581

dosis 2

2 .0450

.625

.01000

.01581

t90

kontrol

2 .0750

.493

.01500

.01803

dosis 2

2 .0600

.504

.01500

.01803

t105

kontrol

2 .0550

.00707 Equal variances assumed .00707 Equal variances not assumed .01414 Equal variances assumed .00707 Equal variances not assumed

1.000

.00000

.00707

dosis 2

2 .0550

1.000

.00000

.00707

t120

kontrol

2 .0500

.698

.00500

.01118

dosis 2

2 .0450

.712

.00500

.01118

Group Statistics Std. Mean Error Differen Differen ce ce .01000 .01581

kelompo k N t0 kontrol

Mean 2 .0450

Std. Deviation .00707 Equal variances assumed .02121 Equal variances not assumed .02828 Equal variances assumed .02828 Equal variances not assumed .00707 Equal variances assumed

Sig. (2tailed) .592

dosis 3

2 .0350

.625

.01000

.01581

t15

kontrol

2 .0700

.400

.03000

.02828

dosis 3

2 .0400

.400

.03000

.02828

t30

kontrol

2 .0750

.089

.03500

.01118

dosis 3

2 .0400

.01414 Equal variances not assumed .01414 Equal variances assumed .01414 Equal variances not assumed .01414 Equal variances assumed .02121 Equal variances not assumed .02121 Equal variances assumed .01414 Equal variances not assumed .02121 Equal variances assumed .01414 Equal variances not assumed .00707 Equal variances assumed .02121 Equal variances not assumed .01414 Equal variances assumed .01414 Equal variances not assumed

.129

.03500

.01118

t45

kontrol

2 .0600

.293

.02000

.01414

dosis 3

2 .0400

.293

.02000

.01414

t60

kontrol

2 .0800

.192

.03500

.01803

dosis 3

2 .0450

.210

.03500

.01803

t75

kontrol

2 .0550

.493

.01500

.01803

dosis 3

2 .0400

.504

.01500

.01803

t90

kontrol

2 .0750

.192

.03500

.01803

dosis 3

2 .0400

.210

.03500

.01803

t105

kontrol

2 .0550

.592

.01000

.01581

dosis 3

2 .0450

.625

.01000

.01581

t120

kontrol

2 .0500

.553

.01000

.01414

dosis 3

2 .0400

.553

.01000

.01414

Group Statistics Std. Mean Error Differen Differen ce ce .01000 .00707

kelompok N Mean t0 kontrol 2 .0450

Std. Deviation .00707 Equal variances assumed .00707 Equal variances not assumed .02828 Equal variances assumed .04243 Equal variances not assumed .00707 Equal variances assumed .02828 Equal variances not assumed .01414 Equal variances assumed .02828 Equal variances not assumed .01414 Equal variances assumed .01414 Equal variances not assumed

Sig. (2tailed) .293

pembandi ng t15 kontrol

2 .0350

.293

.01000

.00707

2 .0700

.808

.01000

.03606

pembandi ng t30 kontrol

2 .0600

.811

.01000

.03606

2 .0750

.349

.02500

.02062

pembandi ng t45 kontrol

2 .0500

.421

.02500

.02062

2 .0600

.698

.01000

.02236

pembandi ng t60 kontrol

2 .0500

.712

.01000

.02236

2 .0800

.106

.04000

.01414

pembandi ng

2 .0400

.106

.04000

.01414

t75

kontrol

2 .0550

.02121 Equal variances assumed .00707 Equal variances not assumed .02121 Equal variances assumed .02121 Equal variances not assumed .00707 Equal variances assumed .01414 Equal variances not assumed .01414 Equal variances assumed .00707 Equal variances not assumed

.333

.02000

.01581

pembandi ng t90 kontrol

2 .0350

.396

.02000

.01581

2 .0750

.293

.03000

.02121

pembandi ng t105 kontrol

2 .0450

.293

.03000

.02121

2 .0550

.312

.01500

.01118

pembandi ng t120 kontrol

2 .0400

.350

.01500

.01118

2 .0500

.312

.01500

.01118

pembandi ng

2 .0350

.350

.01500

.01118

PEMBANDING Group Statistics Std. Mean Error Differen Differen ce ce .00707

kelompok t0 pembandi ng dosis 1

Mea N n 2 .035 0 2 .045 0 2 .060 0 2 .055 0 2 .050 0 2 .065 0 2 .050 0 2 .050 0 2 .040 0 2 .055 0

Std. Deviation .00707 Equal variances assumed .00707 Equal variances not assumed .04243 Equal variances assumed .00707 Equal variances not assumed .02828 Equal variances assumed .00707 Equal variances not assumed .02828 Equal variances assumed .00000 Equal variances not assumed .01414 Equal variances assumed .02121 Equal variances not assumed

Sig. (2tailed)

.293 -.01000

.293 -.01000

.00707

t15

pembandi ng dosis 1

.885

.00500

.03041

.895

.00500

.03041

t30

pembandi ng dosis 1

.543 -.01500

.02062

.588 -.01500

.02062

t45

pembandi ng dosis 1

1.000

.00000

.02000

1.000

.00000

.02000

t60

pembandi ng dosis 1

.493 -.01500

.01803

.504 -.01500

.01803

t75

pembandi ng dosis 1

2 .035 0 2 .050 0 2 .045 0 2 .055 0 2 .040 0 2 .050 0 2 .035 0 2 .055 0

.00707 Equal variances assumed .01414 Equal variances not assumed .02121 Equal variances assumed .00707 Equal variances not assumed .01414 Equal variances assumed .00000 Equal variances not assumed .00707 Equal variances assumed .00707 Equal variances not assumed

.312 -.01500

.01118

.350 -.01500

.01118

t90

pembandi ng dosis 1

.592 -.01000

.01581

.625 -.01000

.01581

t105

pembandi ng dosis 1

.423 -.01000

.01000

.500 -.01000

.01000

t120

pembandi ng dosis 1

.106 -.02000

.00707

.106 -.02000

.00707

Group Statistics Std. Mean Error Differen Differen ce ce .00500

kelompok t0 pembandi ng dosis 2

Mea N n 2 .035 0 2 .040 0 2 .060 0 2 .050 0 2 .050 0 2 .060 0 2 .050 0 2 .050 0 2 .040 0 2 .045 0 2 .035 0

Std. Deviation .00707 Equal variances assumed .00000 Equal variances not assumed .04243 Equal variances assumed .00000 Equal variances not assumed .02828 Equal variances assumed .01414 Equal variances not assumed .02828 Equal variances assumed .00000 Equal variances not assumed .01414 Equal variances assumed .00707 Equal variances not assumed .00707 Equal variances assumed

Sig. (2tailed)

.423 -.00500

.500 -.00500

.00500

t15

pembandi ng dosis 2

.771

.01000

.03000

.795

.01000

.03000

t30

pembandi ng dosis 2

.698 -.01000

.02236

.712 -.01000

.02236

t45

pembandi ng dosis 2

1.000

.00000

.02000

1.000

.00000

.02000

t60

pembandi ng dosis 2

.698 -.00500

.01118

.712 -.00500

.01118

t75

pembandi ng

.293 -.01000

.00707

dosis 2

2 .045 0 2 .045 0 2 .060 0 2 .040 0 2 .055 0 2 .035 0 2 .045 0

.00707 Equal variances not assumed .02121 Equal variances assumed .01414 Equal variances not assumed .01414 Equal variances assumed .00707 Equal variances not assumed .00707 Equal variances assumed .00707 Equal variances not assumed

.293 -.01000

.00707

t90

pembandi ng dosis 2

.493 -.01500

.01803

.504 -.01500

.01803

t105

pembandi ng dosis 2

.312 -.01500

.01118

.350 -.01500

.01118

t120

pembandi ng dosis 2

.293 -.01000

.00707

.293 -.01000

.00707

Group Statistics Std. Mean Error Differen Differen ce ce .00000 .01581

kelompok t0 pembandi ng dosis 3

Mea N n 2 .035 0 2 .035 0

Std. Deviation .00707 Equal variances assumed .02121 Equal variances not assumed

Sig. (2tailed) 1.000

1.000

.00000

.01581

t15

pembandi ng dosis 3

2 .060 0 2 .040 0 2 .050 0 2 .040 0 2 .050 0 2 .040 0 2 .040 0 2 .045 0 2 .035 0 2 .040 0 2 .045 0 2 .040 0 2 .040 0

.04243 Equal variances assumed .02828 Equal variances not assumed .02828 Equal variances assumed .01414 Equal variances not assumed .02828 Equal variances assumed .01414 Equal variances not assumed .01414 Equal variances assumed .02121 Equal variances not assumed .00707 Equal variances assumed .01414 Equal variances not assumed .02121 Equal variances assumed .01414 Equal variances not assumed .01414 Equal variances assumed

.635

.02000

.03606

.642

.02000

.03606

t30

pembandi ng dosis 3

.698

.01000

.02236

.712

.01000

.02236

t45

pembandi ng dosis 3

.698

.01000

.02236

.712

.01000

.02236

t60

pembandi ng dosis 3

.808 -.00500

.01803

.811 -.00500

.01803

t75

pembandi ng dosis 3

.698 -.00500

.01118

.712 -.00500

.01118

t90

pembandi ng dosis 3

.808

.00500

.01803

.811

.00500

.01803

t105

pembandi ng

.808 -.00500

.01803

dosis 3

2 .045 0 2 .035 0 2 .040 0

.02121 Equal variances not assumed .00707 Equal variances assumed .01414 Equal variances not assumed

.811 -.00500

.01803

t120

pembandi ng dosis 3

.698 -.00500

.01118

.712 -.00500

.01118

1. GRAFIK % RADANG
80 75 70 65 60 55 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 0 2 4 6 8 10 kontrol dosis 1 dosis 2 dosis 3

*note: grafik berdasarkan waktu terhadap % radang

2. GRAFIK % REDUKSI RADANG


105 100 95 90 85 80 75 70 65 60 55 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 0 2 4 6 8 10

pembanding dosis 1 dosis 2 dosis 3

*note: grafik berdasarkan waktu terhadap % reduksi radang

SIRSAK

TAKSONOMI SIRSAK (Annona muricata L)

Kingdom Divisio Subdivisio Klas Subklas Ordo Famili Genus

: Plantae : Spermatophyta : Angiospermae : Magnoliopsida : Magnoliidae : Magnoliales : Annonaceae : Annona

Spesies

: Annona muricata L.

Nama lain : Nangka belanda, nangka sabrang, nangka landa (Jawa), mandalika (Sunda), nangka englan, nangka muris (Madura), zuurzak (Belanda), soursop (Inggris)

Asal-usul : Argentina, Meksiko, Ekuador, Peru PROFIL TANAMAN Pohon 3 8 m, bercabang dekat tanah, ranting silindris, daun memanjang, ujung dan pangkal meruncing, tepi trnsparan, sempit, permukaan atas hijau tua mengkilat, permukaan bawah hijau muda agak kusam, tulang daun berbulu. Bunga hijau di bagian luar dan kuning muda di bagian dalam. Bentuk buah tidak beraturantetapi umumnya jorong (bulat panjang) yang mengecil pada ujungnya, hijau tua, kulit buah tampak berduri pendek, lunak dan membengkok, daging buah lunak warna putih atau putih krem, berserat, berair, manis asam, biji banyak, pipih cokelat kehitaman, permukaan halus mengilat,. Biji. 0 1000 m dpl

You might also like