You are on page 1of 26

SMPN 4 BANGKALAN

2O12

Alat Musik Tradisional Khas Madura


Seronen
Kota Sampang Alat Musik Tradisional Khas Madura Seronen

Saronen telah di anggap oleh orang Madura sebagai intrumen yang telah memberikan pada sebuah orkes yang menggunakan instrumen itu sebagai alat utama. Musik instrumentalia Saronen terdiri dari 9 alat musik dengan nilai filosofi Islam yang sangat kental. Karena ke- sembilan alat musik tersebut adalah pengejawantahan ayat pendek yang menjadi pembuka AlQuranul Karim, yaitu Bismillahhirrohmanirrohim. Adapun ke-9 alat musik tersebut terdiri dari ; 1 saronen, 1 gong besar, 1 kempul, 1 kenong besar, 1 kenong tengahan, 1 kenong kecil, 1 korca, 1 gendang besar dan 1 gendang dik gudik (kecil). Ke sembilan alat musik tersebut menjadi perpaduan yang harmoni, sedangkan. yang menjadi ruh dari orkes ini adalah alat musik Saronen yang berbentuk kerucut. Alat musik ini terbuat dari pohon jati, dengan enam lubang berderet di depan dan satu lubang di belakang. Sebuah gelang kecil dari kuningan mengaitkan bagian bawah dengan bagian atas. Ujungnya terbuat dari kayu siwalan dan menjepit lidah gandanya (pepet), terbuat dari sepat atau dari daun pohon siwalan. Pada pangkal alat musik itu ditambah sebuah sayap dari tempurung kelapa yang nampak seperti kumis. Saronen berukuran sekitar 40 cm. Alat musik jenis ini berasal dari Timur Tengah. Dalam perkembangannya, alat musik yang terdiri dari 9 unsur tersebut mengalami penambahan sehingga menjadi 12 alat musik. Yaitu dengan penambahan 1 alat musik saronen serta 1 alat musik kempul. Begitu pula dengan jumlah penabuh/pemusik. Orkes Saronen yang tetap memakai komposisi (versi) lama, menggunakan alat musik sebanyak 9 dengan penabuh sebanyak 9 personel. Masing-masing membawa satu alat musik, sedangkan gong dan kempul dipikul oleh dua penabuh, yang secara bergantian memukul alat musik tersebut. Sedangkan yang menggunakan komposisi (versi) baru alat musik berjumlah 12, serta penabuh/pemusik juga berjumlah 12 orang.

Seni Budaya

Page 1

SMPN 4 BANGKALAN

2O12

Togtog Ta'al

Pamekasan - Pohon siwalan (Borassus Flabelifer) tak hanya menghasilkan nira legen dan gula siwalan saja. Pohon siwalan yang dalam bahasa Inggris disebut Lontar Palm itu juga menghasilkan alat musik tradisional khas Madura. Yakni Togtog Ta'al. Bupati Pamekasan, Khalilurrahman, menyatakan alat musik tradisional Togtog Ta'al sudah secara resmi diajukan ke Ditjen Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) Kemenhumham untuk dicatatkan sebagai alat musik tradisional asli dan khas Madura. "Hasilnya, togtog ta'al telah diakui secara hukum sebagai alat musik tradisional khas dan asli Madura," jelas Khalilurrahman, yang dihubungi Minggu (10/7/2011). Penyebutan togtog ta'al, lantaran alat musik tradisional ini mengeluarkan suara tog..tog..tog pada saat dipukul dengan stik bambu. Sedangkan ta'al adalah nama buah siwalan dalam bahasa Madura. Maka jadilah Togtog Ta'al dijadikan nama resmi alat musik perkusi ini. Menurut Kadarisman Sastrodiwirjo, seorang budayawan Pamekasan, togtog sebagai alat musik tradisional asli Madura ini, sebenarnya sudah lama digunakan anak-anak di pelosok pedesaan. Membuat alat musik togtog sangat mudah. Tinggal menjemur batok pelindung buah siwalan hingga kering. Setelah kering, ujung batok diiris agar berlobang lonjong. Agar tampil cantik, batok siwalan ini lalu dicat warna-warni dan sudah siap ditabuh dengan stik bambu.

Seni Budaya

Page 2

SMPN 4 BANGKALAN

2O12

"Alat musik togtog ini kerap dimainkan anak-anak sebagai musik makan sahur. Mereka menabuh togtog sambil bernyanyi lagu madura dan berkeliling kampung untuk membangunkan warga menjelang makan sahur," jelas pria yang akrab dipanggil Dadang itu. Untuk merayakan peresmian Togtog Ta'al sebagai alat musik tradisional khas Madura, sebanyak 2.011 warga Madura menggelar tabuh massal Togtog Ta'al dalam Festival Lontar 2011 di area Monumen Arek Lancor.

Tongtong Madura

Tongtong adalah alat musik yang sangat kuno. Jaap Kunst berpendapat bahwa sebagian besar tongtong (kentongan) yang terbuat dari bambu dan kayu berasal dari jaman pra-Hindu.[2] Selanjutnya, asal-usul istilah tongtong tidak digunakan lagi di Jawa, tetapi di Madura tetap ada bahkan penggunaannya menjurus permainan musikal. Hal ini sekurang-kurangnya telah terjadi pada jaman Hindu.[3] Dalam interpretasi historis dari musik tongtong tersebut, Bouvier memaparkan bahwa tongtong dalam fungsinya yang paling kuno digunakan sebagai alat penanda bahaya tertentu, seperti: saat gerhana bulan (disebut: bulan gherring [sakit]) dimana setiap keluarga keluar pekarangan membuat suasana ramai, termasuk pepohonan dipukuli. Masa berikutnya, tongtong dikembangkan menjadi alat komunikasi dengan kode-kode pukulan tertentu. Selanjutnya, tongtong dijadikan sebagai alat musik dalam orkes arak-arakan, yang mereka sebut musik patrol atau patrol kaleleng.[4] Fungsinya selain hiburan, juga memiliki fungsi baru, yaitu membangunkan orang yang akan sahur puasa di bulan Ramadhan. Pada perkembangan terakhir,

Seni Budaya

Page 3

SMPN 4 BANGKALAN

2O12

terjadi penambahan alat perkusi yang bersuara membrane dan suara gemerincing. Karakter tongtong sendiri mulai terpinggirkan dalam keseluruhan orkestrasi tersebut. Selain berkembang sebagai orkes musik, pola-pola ritem tongtong sering dipakai dalam komposisi musik jenis lain. Misalnya, dalam pola tabuhan ritmik pada klenengan ataupun pada musik teater loddrok. Dalam bentuknya yang lebih spesifik, yaitu tongtong yang terbuat dari pangkal batang pohon siwalan (disebut dhungdhung), menjadi orkestra kentongan yang lumrah digunakan untuk mengiringi acara perlombaan merpati. Dalam ansambelisasi yang kecil, orkes kentongan ini dipakai dalam acara ritual meminta hujan dengan melakukan okol atau ojhung (pertarungan memakai rotan).

Gamelan Sumenep Transformasi Lain Gamelan Jawa

Dapat dipastikan bahwa gamelan Madura adalah pungutan dari gamelan Jawa, dan merupakan karya ciptaan bangsawan keraton yang memiliki hubungan kekerabatan dengan bangsawan Jawa. Hubungan keraton Sumenep (dan juga keraton Bangkalan) dengan keraton Solo (terutama jaman Mataram) sangat memungkinkan masuknya jenis kesenian seperti: gamelan, tembang macapatan, wayang topeng, bahkan hingga tayuban.[7] Namun ketika keraton kosong (kaum bangsawan menyingkir ke desa-desa akibat politik islamisasi yang mengakibatkan runtuhnya pengaruh bangsawan di mata rakyat), maka kesenian itu justru lebih berkembang di desa-desa meskipun telah mengalami berbagai transformasi.[8] Di Madura memang mengenal pula perangkat instrumen feminin (tabuhan halus) untuk musik kamar, seperti: gender, gambang, siter dan suling (rebab tidak dipakai, perannya diganti gambang). Ada pula perangkat instrumen maskulin (tabuhan keras) yang berjumlah besar, seperti kendang, gong-kempul-kenong, bonang, simbal kecer. Transformasi yang berkembang di Sumenep bahwa penggunaan jenis bilah (demung) ditiadakan, hanya saron yang dipertahankan dan lebih banyak dimainkan secara variatif. Instrumen perangkat besar (termasuk instrument alusan) lebih banyak dipakai dalam musik kleningan (Jawa: klenengan) pada kesenian wayang

Seni Budaya

Page 4

SMPN 4 BANGKALAN

2O12

topeng dan tayuban. Instrumen perangkat kecil (alusan) banyak digunakan dalam mengiringi tembang mamaca. Peristilahan musik yang berkembang di Sumenep juga merupakan bagian dari transformasi yang dimaksudhampir berorientasi pada konsepsi musik Jawa. Contohnya, sistim nada slendro-pelog, penulisan notasi Jawa kepatihan, serta filosofi nama masing-masing nada (meskipun namanya berbeda), seperti: Petthet 1 2 raja 3 tenggu 5 lema 6 bharang petthet kene 1

Meskipun para niyaga gamelan Sumenep menilai kualitas gamelan Jawa adalah yang terbaik, tetapi dianggap tidak tahan terhadap variasi suhu kelembaman udara malam alias peka terhadap suhu. Oleh karena itu, mereka lebih memilih gamelan berbahan logam campuran yang lebih stabil stemnya terhadap suhu. Maklum, umumnya mereka pentas secara outdoor sepanjang malam dan berangin.

Seni Budaya

Page 5

SMPN 4 BANGKALAN

2O12

SENI TARI KHAS MADURA


Tari Rondhing Tarian Prajurit Khas Madura

Tari Rondhing adalah suatu bentuk drama tari komedi tradisional, yang menggambarkan tentang kegiatan baris-berbaris pada jaman penjajahan.Karenanya, seni tari asli Pamekasan, Madura, Jawa Timur ini, disebut juga tari baris. Ada pula yang menyebutnya tari kenca atau hentak, karena gerak tariannya dominan berupa gerak kaki yang dihentak-hentakkan ke lantai.

Tarian Rondhing dipentaskan oleh enam orang penari. Biasanya, tarian ini ditampilkan pada saat acara penyambutan tamu penting. Tarian yang dulunya diperankan oleh penari pria ini, sering juga ditampilkan dalam pembukaan acara pelantikan kepenguruan organisasi social dan organisasi masyarakat. Seperti yang ditampilkan saat acara pelantikan pengurus Gabungan Petani Garam Rakyat (Gaspegar) Pamekasan ini. Dengan iringan musik tradisional Ul-daul milik Sanggar seni Mella Ate, yang artinya Hati Yang Terbuka, penari Rondhing memeriahkan ruang utama Pendopo Ronggosukowati Pamekasan. Suara alat musik Ul-daul yang didominasi suara seruling khas Madura yang disebut Saronen ini, tampak menggema ke seluruh sudut pendopo. Enam penari yang seluruhnya gadis remaja ini, tampak lincah dan tegap. Kaki-kaki mereka terus menghentak-hentak lantai marmer pendopo. Karena dulunya diperankan oleh kaum pria, ke-6 penari Rondhing ini berpenampilan layaknya lelaki sejati. Mereka mengenakan penutup kepala yang oleh orang Madura dinamakan Odheng. Mereka tak mengenakan kain panjang, melainkan celana khas Madura yang disebut Pesak warna hitam legam.

Seni Budaya

Page 6

SMPN 4 BANGKALAN

2O12

Baju lengan panjang yang dililit selempang, dibalut rompi tampak gagah. Kedua kakinya mengenakan kaos kaki putih. Dan, kaki kanan penari berhias geleng sokoh atau gelang kaki khas Madura. Saat penari menghentakkan kakinya, suara gemerincing terpancar dari geleng sokoh ini. Penari Rondhing makin bersemangat, saat peniup seruling Saronen meliuk-liuk ditimpa suara kenong dan gendang. Pemilik Sanggar Mella Ate, Suwarno, mengatakan, tari Rondhing harus dimainkan dengan gerakan dinamis. Disini ak ada sabetan selendang gemulai. Yang ada malah gerakan tegas seperti langkah prajurit jaman dulu. Suwarno mengaku sulit mencari dan melatih penari pria. Sebab, para cowok remaja sepertinya tidak lagi melirik seni budaya adilihung warisan leluhur Madura. Karena adanya penari perempuan, maka Suwarno tetap melatihnya. Meski agak sulit mengubah gerakan gemulai wanita menjadi gerakan tegas nan gagah.
sumber: http://www.1newspot.com/view/video/14103

Tari Gambu Madura

Pada waktu perayaan Wuku Galungan di kerajaan Daha Prabu Jayakatwang mengadakan acara pasasraman di manguntur. Mengadakan adu kesaktian antar prajurit perang kerajaan untuk mecari bibit-bibit unggul sebagai senopati perang kelak. Para jago yang diandalkan oleh Raden Wijaya yakni Lembusora, Ranggalawe dan Nambi maju ke arena pasasraman untuk berhadapan dengan para prajurit Daha yakni Kebomundarang, Mahesarubuh dan Pangelet. Ternyata para prajuritnya Raden Wijaya lebih unggul karena waktu dalam pengasingan di Sumenep selalu melakukan latihan perang-perangan dengan memakai keris yang sampai saat ini diberi nama tari gambu. Di dalam kitab Pararaton tari tersebut bernama tari Silat Sudukan Dhuwung, yang di ciptakan oleh Adipati Arya Wiraraja (1269-1293) yang selalu diajarkan pada para pengiring Raden Wijaya kala ada di Sumenep.

Seni Budaya

Page 7

SMPN 4 BANGKALAN

2O12

Biasanya tari keris tersebut dilakukan kala Sang Adipati selesai melakukan pertemuan atau sidang para menteri di pendopo agung keraton Sumenep. Kemudia poleh dinasti Arya Wiraraja tari tersebut tidak pernah dilakukan hingga lama sekali. Dikala Mataram Islam diperintah Radn Mas Rangsang Panembahan AGUNG Prabu Pandita Cakrakusuma Senapati ing Alaga Khalifatullah (Sultan Mataram 1613-1645), yang sangat peduli dan gemar pada kbudaya dan kesenian tradisional. Dan kala itu Sumenep diperintah oleh kerabat Sultan Agung yang bernama Adipati Tumenggung Anggdipa sekitar tahun 1630, tari tersebut dihidupkan kembali. Dengan demikian tari tersebut diberi nama tari kambuh (kambuh dalam bahasa Jawa berarti hidup kembali) dan lama kemudian berubah aksen menjadi tari GAMBU. Para penari pada umumnya terdiri dari empat penari yang menggunakan pola posisi segi empat sebagai simbol keblat papat limo pancer, menggunakan properti tombak dan tameng berukuran kecil, tameng terbuat dari bahan memantulkan cahaya, dibagian struktur tari menjelang akhir terdapat adegan perang-perangan. Tehnik gerak tari sangat jarang mengangkat gerak kaki, tetapi lebih dominan pergeseran kaki yang melekat ketanah, hal ini mirip dengan gerakan latihan tenaga dalam yang dilakukan oleh seni beladiri tenaga dalam. Konon para penari gambu tempo dulu, adalah para penari yang mempunyai teknik pernafasan yang bagus. Pola-pola pengendalian pernafasan tersebut antara lain dilakukan dengan cara mengkolaborasikan energi yang ada pada tubuh manusia dengan energi yang ada di bumi (tanah). Pola lantai/komposisi tari juga menyiratkan simbol prapatan atau menari dengan tekanan arah hadap kearah empat keblat. Tata busana menggunakan celana setinggi lutut, baju lengan panjang dengan rompi, sembung (sampur), ikat kepala model Sumenep (Tadjul Arifien R).

Tari Sholawat Badar atau rampak jidor

Tari Sholawat Badar, Bangkalan Tari yang seluruh penarinya para dara ini merupakan tari yang menggambarkan karakter orang Madura yang sangat relegius. Seluruh gerak dan alunan irama nyanyian yang mengiringi tari ini

Seni Budaya

Page 8

SMPN 4 BANGKALAN

2O12

mengungkapkan sikap dan ekspresi sebuah puji-pujian, doa dan zikir kepada Allah SWT. Dzat Yang Maha Kuasa dan Maha Pemberi.

Tari Cakang

Tari Cakang, Tari ini riwayat merupakan tari yang biasa digelar untuk menyambut kedatangan prabu Cakraningrat IV yang dikenal pula dengan Pangeran Sidingkap, salah satu dari raja-raja yang memerintah madura di masa lampau.

Tari Ngapoteh

Tari Ngapoteh, Ngapoteh walajere eta ngale, reng majeng tan tonala pade mole.. alunan musik itu terdengar sangat rancak diiringi dengan tarian wanita-wanita berparas cantik dan berbusana batik Madura. Itulah hasil kolaborasi antara tarian tradisional dengan senam.

Seni Budaya

Page 9

SMPN 4 BANGKALAN

2O12

Tari Tepak, Madura

Tari Tepak merupakan salah satu tarian yang mampu berprestasi di kancah Internasional. Tarian ini berhasil memperoleh juara umum di Madrid Spanyol. Untuk menyaksikan tarian tersebut dapat klik disini. Masih banyak seni tarian budaya Madura yang belum kami sebutkan. Jadi sebelum Tarian-tarian tersebut di atas di klaim oleh negara lain, maka kita sebagai warga Indonesia memiliki kewajiban untuk terus melestarikan dan mengembangkan seni budaya yang ada di Indonesia.

Sejarah Tari Pecut Khas Pulau Madura

Seni tari Madura sesungguhnya tidak jauh berbeda dengan tari keraton yang ada baik gerakan dan pakaiannya terilhami tarian yang dikembangkan di keraton-keraton Jawa. Menurut Mien

Seni Budaya

Page 10

SMPN 4 BANGKALAN

2O12

Ahmad Rifai (2007), tari rakyat yang sering dipertontonkan merupakan pengembangan tarian tunggal yang lalu dijadikan tarian berpasangan dalam bentuk tayuban. Tandha (penari perempuan) akan melemparkan selendangnya kepada seorang pria yang menontonnya untuk menemaninya menari dan dengan demikian dia mendapatkan imbalan duit. Tarian Madura kreasi baru seperti misalnya tari pecut terlihat terilhami tari ngremo atau tari kelana yang di Jawa umum dipergelarkan sebelum pertunjukan ludruk. Gerakan tarian baru itu umumnya dinamis dan giring-giring yang dikenakan di kaki para penarinya lebih memeriahkan dan menyemarakkan suasana. Apalagi karena tarian tersebut sering ditarikan secara massal sambil membawa pecut yang kalau dikebatkan mengeluarkan bunyi menggelegar yang keras. Namun sayangnya, peristiwa ini sudah sangat jarang dijumpai di setiap pementasan tari di Madura. Yang ada, jenis tarian biasa, diperankan oleh satu atau dua sinden perempuan, lalu ditemani oleh para penyambut selendang dari kalangan laki-laki. Seni tari lain khas Madura juga dapat ditemui pada seni pencak dan silat, yaitu seni bela diri dengan gerakan-gerakan cermat, teratur, dan sekaligus indah untuk menangkis atau mengelak serangan lawan sambil menyerang balik. Pertarungan dalam lakon yang dipentaskan saat menggelar ludruk sering melibatkan gerakan pencak dan silat. Ludruk (disebut juga katopra) yang dimaksudkan adalah bentuk seni drama tradisional yang juga dengan susah payah terus mencoba bertahan di Madura di tengah ancaman persaingan film dan sinetron di televisi. Ketradisionalan ludruk terkenal dari pemakaian gamelan sebagai latar belakang, dengan lakon yang dapat sangat bervariasi mulai dari khasanah klasik sampai pada cerita modern (Bouvier, 1989). Kaum muda lebih menyukai bentuk sandiwara sebagai pemodernan ludruk, dengan lakonlakon yang tidak pakem. Pada pihak lain, wayang orang (topeng) atau lengkapnya biasa dikenal bajang topeng dhalang (wayang topeng dalang), seni teater yang dianggap khas Madura (Soelarto, 1977) hampir selalu hanya memainkan lakon dari episode klasik dalam Mahabarata dan Ramayana, atau dicuplikkan dari siklus cerita Panji (yang mengambil tempat saat jayajayanya kerajaan Kediri di abad XII). Problem kesenian tari maupun kesusastraan Madura sejatinya tetap mendapat perhatian dari pihak-pihak terkait, agar terus dilestarikan sebagai bentuk penghargaan terhadap tradisi leluhur yang telah mengakar kuat di masyarakat. Tanpa itu semua, tidak mustahil, identitas ke-Maduraan dengan segala kekhasan dan karakteristiknya akan punah ditelan zaman. Semoga tidak terjadi. Sumber:http://www.salvatruca.co.cc/

Seni Budaya

Page 11

SMPN 4 BANGKALAN

2O12

Tari Muang Sangkal

Tari muang sangkal adalah salah satu tarian asli Sumenep. Kini tarian tersebut menjadi ikon seni tari di Sumenep. Tari muang sangkal diciptakan oleh Taufikurrachman pada tahun 1972. tarian tersebut sejak diciptakan hingga sekarang sudah dikenal di luar Madura dan luar negeri. Tercetusnya tari muang sangkal dilatar belakangi banyak hal. Antara lain, kepedulian para seniman dalam menerjemahkan alam madura yang sarat karya dan keunikan. Juga mengangkat sejarah kehidupan kraton yang dulu pernah ada di Madura (Sumenep). Secara harfiah, muang sangkal terdiri dari 2 kata dari Bahasa Madura dengan makna yang berbeda. Muang mempunyai arti membuang dan sangkal bermakna petaka. Jadi, muang sangkal bisa diterjemahkan sebagai tarian untuk membuang petaka yang ada dalam diri seseorang. Sebenanya gerakan dalam tari muang sangkal tidak jauh berbeda dengan tarian pada umumnya. Namun, ada keunikan yang menjadi ciri khas tarian tersebut, antara lain:

Penarinya harus ganjil, bisa satu, tiga lima atau tujuh dan seterusnya. Busana ala penganti legga dengan dodot khas Sumenep. Penarinya tidak sedang dalam datang bulan (menstruasi)

Pada saat menari, para penari memegang sebuah cemong (mangkok kuningan) berisikan kembang aneka macam. Penari berjalan beriringan dengan gerakan tangan sambil menabur bunga yang ada dalam cemong itu serta diiringi gamelan khas kraton.

Seni Budaya

Page 12

SMPN 4 BANGKALAN

2O12

TEATER KHAS MADURA


Topeng Dalang Madura, Teater Rakyat Paling Populer

Topeng dan Sejarah Perkembangannya Konon, topeng dikatakan sebagai bentuk kesenian yang paling tua, karena topeng pada masa lalu dipergunakan oleh penganut animesme dan Hinduisme ketika mengalami sesuatu yang mengkhawatirkan, seperti ; bencana alam ataupun penyakit. Pada masa itu topeng digunakan sebagai media untuk berhubungan dengan alam ghaib, dengan para penguasa alam lain, dengan roh-roh nenek moyang. Pementasan Topeng pada jaman itu dimaksudkan agar mampu berdamai sekaligus mengusir roh-roh jahat yang mengganggu kehidupan mereka. Selain ludruk, topeng merupakan bentuk teater rakyat yang paling populer di dataran pulau Madura. Menurut babad Madura yang ditulis pada abad 19, topeng dalang pertama kali dikembangkan pada abad ke-15 di desa Proppo, kerajaan Jambwaringin, Pamekasan pada masa pemerintahan Prabu Menak Senaya. Menurut cerita bahwa Prabu Menak Senaya inilah, yang pertama kali menumbuhkan topeng di wilayah Madura, karena bukti-bukti keberadaan topeng di daerah Proppo banyak diketemukan. Yang dijadikan model pembuatan topeng (tatopong bahasa Madura) adalah figur tokoh-tokoh pewayangan.

Seni Budaya

Page 13

SMPN 4 BANGKALAN

2O12

Mengingat hubungan Madura dengan kerajaan Majapahit dan Singosari yang mesra, tak dapat dipungkiri bahwa topeng dalang Madura merupakan kelanjutan dari teater topeng di kedua kerajaan Jawa Timur tersebut. Namun dalam perkembangannya, topeng di Madura menempuh jalan sendiri, lebih-lebih ketika agama Islam mulai masuk ke pulau Madura. Unsur-unsur cerita yang dipentaskan, banyak menyelipkan penjabaran nilai-nilai spiritual dan nilai-nilai moral, nilai filosofi yang berlandaskan ajaran Islam. bentuk-bentuk penggarapan topeng pun mulai dihubungkan dengan hasil modifikasi topeng yang dirancang pada era para wali, terutama dalam hal kesederhanannya. Pada abad ke-18 topeng dalang yang semula merupakan teater rakyat, kemudian diangkat menjadi kesenian istana. Di dalam lingkungan istana, ragam hias topeng yang sederhana dimodifikasi kembali. Bentuk dan kehalusan ukirannya diperindah, begitu pula dengan seni karawitannya, seni pedalangan sekaligus pemanggungan/pementasan. Sehingga pada masa itu, merupakan masa berkembangnya sastra Madura. Apalagi hubungan antara raja Madura dengan kerajaan Mataram semakin erat, sehingga pengaruh Mataram tak dapat dielakkan lagi. Perkawinan antara seorang keluarga kerajaan Mataram dengan keluarga Madura, yaitu Pangeran Buwono VII (1830-1850) dengan salah satu putri raja Madura (Bangkalan), semakin mengokohkan jalinan kekeluargaan. Karena mertuanya senang dengan topeng dalang, Paku Buwono VII memberikan hadiah seperangkat topeng lengkap dengan busana dan perlengkapannya. Kehadiran topeng hadiah dari Solo ini sedikit banyak berpengaruh pada seni topeng Madura, terutama kehalusan ukiran-ukirannya. Pada abad ke-20, setelah kerajaan-kerajaan mulai hilang dari bumi Madura, topeng dalang kembali menjadi kesenian rakyat dan mencapai puncak kesuburannya sampai tahun 1960. hal itu dapat dilihat dari banyaknya group kesenian, banyaknya dalang dan banyaknya pengrajin topeng di berbagai pelosok. Memasuki dekade 1960-an, topeng dalang mengalami masa surut. Hal ini disebabkan banyaknya tokoh-tokoh topeng yang meninggal dunia, sedangkan tokoh-tokoh muda belum muncul dan menguasai seni topeng dalang. Pada tahun 1970-an topeng dalang kembali bangkit dan itu tidak terlepas dari jasa dalang tua Sabidin (dari Sumenep), yang tetap bertahan dan eksis dalam menggeluti topeng dalang sekaligus mendidik kader-kader muda yang berasal dari beberapa daerah di wilayah Sumenep. Pengkaderan diprioritaskan pada penguasaan materi pedalangan maupun mendidik penari-penari topeng. Kerja keras dalang Sabidin membuahkan hasil, murid-murid hasil didikannya mampu menguasai dan melestarikan kembali seni topeng dalang.

Seni Budaya

Page 14

SMPN 4 BANGKALAN
Karakteristik Topeng Madura

2O12

Adapun bentuk topeng yang dikembangkan di Madura, berbeda dengan topeng yang ada di Jawa, Sunda dan Bali. Topeng Madura pada umumnya lebih kecil bentuknya. Kecuali Semar, hampir semua topeng itu diukir pada bagian atas kepala dengan berbagai ragam hias. Ragam hias yang paling populer ialah hiasan bunga melati. Sedangkan untuk tokoh-tokoh penguasa zalim, digunakan ragam hias badge, yaitu lambang yang dipakai para penguasa kolonial Belanda. Selain itu topeng Madura ada dua jenis, satu berukuran seluas telapak tangan, satu lebih besar. Bentuk topeng ini tidak sepenuhnya bisa menutup wajah penari, terutama dagu, maka gerak dagu dalam setiap pementasan tidak dapat disembunyikan, dan ini memberikan nilai estetik tersendiri. Adapun penggambaran karakter pada topeng Dalang selain nampak pada bentuk muka juga tampak pada pemilihan warna. Untuk tokoh yang berjiwa bersih dan suka berterus terang digunakan warna putih. Sedangkan warna merah, digunakan untuk tokoh-tokoh tenang dan penuh kasih sayang (tokoh Yudistira), hitam untuk tokoh yang arif bijaksana, bersih dari nafsu duniawi (tokoh wayang Krisna). Untuk penggambaran tokoh anggun dan berwibawa, digunakan warna kuning emas (tokoh wayang Subadra). Sedangkan penggambaran tokoh yang pemarah, licik dan sombong memakai warna kuning. Begitu pula konsep karakter tokoh topeng, setelah menyebar ke berbagai wilayah para dalang memodifikasi sesuai dengan karakter daerah dimana topeng itu tumbuh dan berkembang. Sehingga tidak mengherankan kalau konsep karakter tokoh-tokoh wayang Madura dengan konsep karakter topeng Jawa Tengah agak berbeda. Salah satu contoh adalah, di lingkungan Astina, Suyudana sang Raja, ternyata oleh orang Madura dicitrakan sebagai raja yang lemah lembut, dan topeng nya diberi warna hijau sahdu. Di Jawa Tengah dan Solo, Suyudana adalah raja yang citranya keras dan cenderung kasar. Ciri khas yang paling spesifik dan unik dari topeng dalang Madura adalah dipakainya ghungseng (giring-giring) dipergelangan kaki penari. Pemakaian gungseng (giring-giring) tersebut bukan hanya sekedar hiasan, bunyi giring-giring yang selalu terdengar setiap kaki penari bergerak menjadi alat bantu yang ekspresif sekaligus menjadi media komunikasi para penari, karena para penari sepatah pun tak boleh berdialog (dialog dilakukan sang dalang, dan tokoh Semar). Di samping itu, ghungseng dipergunakan sebagai kode perubahan gerakan dalam cerita, misalnya bunyi sreng (panjang) berarti aserek, dan bunyi kroncang-kroncang berarti para pemain sedang berjalan. Ghungseng biasanya dikenakan oleh para pemain yang berperan sebagai tokoh antagonis.

Seni Budaya

Page 15

SMPN 4 BANGKALAN

2O12

Topeng dalang Madura yang dikenakan para pemain, terkesan cukup sederhana, bersahaya dan agak kaku ukirannya, inilah salah satu hal yang membedakan dengan topeng Yogjakarta, Solo, Bali ataupun daerah Jawa lainnya. Barangkali karakteristik topeng Madura, diidentikkan dengan pembawaan dan karakter orang Madura yang terkenal keras, kaku tetapi polos dan jujur. Adapun dalam setiap pementasan seluruh pemain topeng Dalang serta para penari didominasi pemain laki-laki. Setiap pementasan dibutuhkan penari sebanyak 15 sampai 25 orang dalam setiap lakon, yang dipentaskan semalam suntuk. Adapun aksesoris yang dibutuhkan para pemain meliputi, ; taropong, sapiturung, ghungseng, kalong (kalung) rambut dan badung ; sedangkan untuk pemeran wanita, aksesoris tambahan berupa, sampur, kalung ular, gelang dan jamang. Topeng Sebagai Media Dakwah Topeng merupakan bentuk kesenian teater rakyat tradisional yang paling kompleks dan utuh. Hal tersebut disebabkan dalam kesenian topeng mengandung unsur cerita, unsur tari, unsur musik, unsur pedalangan dan unsur kerajinan. Sehingga bentuk kesenian ini, dianggap paling pas untuk digunakan sebagai media dakwah. Oleh para Sunan dan dalang yang inovatif dan kreatif, tokohtokoh baru diciptakan dan alur cerita mengalami perubahan, dari cerita yang syarat dengan bobot filsafat dan filosofi Hindu, diganti dengan tokoh-tokoh dan alur cerita yang mengandung bobot nilai-nilai moral dan nilai-nilai filosofi Islami. Tanpa mengubah tema cerita, yaitu pertentangan dan konflik antara tokoh antagonis dan protagonis. Bahwa kebajikan akan selalu menang melawan kebatilan, kebenaran selalu menang melawan kejahatan. Sebagai media dakwah, kesenian topeng telah menjelajahi hampir semua wilayah nusantara, dan telah mengalami perubahan. Oleh sutradara-sutradara yang kreatif dan inovatif, cerita-cerita baru, tokoh-tokoh baru diciptakan sesuai dengan karakter daerah dimana topeng itu dipentaskan. Sehingga tidak mengherankan, apabila alur cerita dalam pementasan topeng tidak murni lagi menjalankan alur cerita yang bersumber dari kisah Ramayana dan Mahabarata. Melalui tokohtokoh yang dimainkan, nilai-nilai keagamaan, nilai-nilai moral ditanamkan kepada para penganutnya. Hal itu dilakukan dengan jalan menciptakan bait-bait, gending-gending maupun jalinan kisah (cerita), yang mengandung nilai-nilai moral, nilai-nilai filosofi Islami. Sebagai seni pertunjukan rakyat, teater Topeng Dalang dipentaskan untuk memeriahkan berbagai acara, misalnya upacara perkawinan, selamatan desa dan laut, khaul (peringatan yang berhubungan dengan meninggalnya seseorang/tokoh), serta ritual rokat. Adapun kisah-kisah yang dimainkan disesuaikan dengan suasana hajatan. Misalnya ruwatan untuk anak bungsu, mengambil kisah Pandawa Bungsu.

Seni Budaya

Page 16

SMPN 4 BANGKALAN

2O12

Topeng Gulur, Ritual Mensyukuri Hasil Bumi

Sebagai kekayaan budaya Madura, Topeng Gulur mempunyai keunikan tersendiri, beda dengan Topeng Dalang Madura yang dapat digelar dalam peristiwa manapun, dan dapat dinikmati secara terbuka oleh masyarakat. Namun untuk Topeng Gulur ini oleh masyarakat setempat digunakan sebagai peristiwa ritual dan diyakini sebagai bentuk persembahan kepada Sang Pencipta melalui penyatuan diri dengan bumi. Sebagaimana tradisi masyarakat umumnya, Topeng Gulur tumbuh dan berakar dari masyarakat setempat, yang hidup dan berkembang hanya di Desa Larangan Berma, Kecamatan Batuputih Kabupaten Sumenep, Madura. Namun demikian banyak masyarakat, khususnya di Pulau Madura, kurang banyak mengenali, karena memang Topeng Gulur tidak digelar disuatu arena pertunjukan sebagaimana yang dilakukan oleh Topeng Dalang, serta jenis seni tradisi lainnya di Madura.

Topeng Gulur digelar sebagai bentuk kegiatan ritual masyarakat, yang sampai saat ini masih dipercaya dan digelar sebagai bentuk rasa syukur masyarakat kehadirat Yang Maha Kuasa, yang telah banyak memberikan nikmat, khususnya nikmat dalam bidang pertanian. Rasa syukur itu lantaran hasil tani yang melimpah, sehingga masyarakat merasa berkewajiban menumbuhkan ungkapan melalui simbol-simbol dalam bentuk eksplorasi seni.

Seni Budaya

Page 17

SMPN 4 BANGKALAN

2O12

Kerap yang terjadi, peristiwa ritual yang menjadi tradisi sebagian masyarakat di Madura, bentuk eklorasi dilakukan pada musim kemarau dengan pengharapan datangnya hujan. Namun pada ritual Topeng Gulur justru dilakukan pada saat mereka menikmati hasil bumi setelah musim hujan memberikan pertumbuhan terhadap garapan pertaniannya.

Dalam prosesi Topeng Gulur, pelaku diperankan oleh tiga orang dengan mengenakan topeng (tatopong) dengan nuansa berkarakter keras dengan warna merah dan beikat kepala kain merah, berambut hitam panjang (yang terbuat dari rajutan benang), baju sejenis rompi berwarna hitam berasisoris manik-manik, berkalung bunga-bunga yang menggantung sampai perut, sabuk, serta kalung gungseng di kaki.

Bila Topeng Dalang dimainkan sejumlah orang dengan cerita-cerita lama, seperti Mahabarata dan lainnya. Namun pada Topeng Gulur, justru lebih ditonjolkan dan disimbolkan dalam bentuk gerak yaitu tari-tarian yang ritmis dinamis, serta terjadi beragam komposisi gerak seperti dalam gerak berdiri, jongkok, duduk dan gerak lainnya. Namun yang menjadi ciri dari topeng ini salah satunya dengan komposisi gerak yang menjadi ciri yaitu gulur (gerakan dengan menggulur-gulur di tanah).

Seni Budaya

Page 18

SMPN 4 BANGKALAN

2O12

Bergulur, merupakan tanda kedekatan manusia dengan Sang Khalik melalui tanah (bumi). Bumi sebagai tempat berpijak, bumi sebagai tempat dimana manusia menjadi hidup dalam mengarungi kehidupan dan dari bumilah manusia dapat melakukan apa saja termasuk didalamnya kebutuhan makan, minum dan lainnya.
Dalam pergelaran ritual Topeng Gulur biasanya berlangsung di halaman rumah. Rumah-rumah di Madura, yang kemudian dikenal sebagai tanean lanjang (halaman rumah yang luas dan panjang) menjadi karakter nilai-nilai kekerabatan yang dekat, baik dalam bersaudaura maupun bertetangga. Karena itulah, setiap perhelatan-perhelatan yang melibatkan banyak tamu (sebut: warga), taneyan lanjeng sangat efektif menjadi area pergelaran.

Demikian pula pada pergelaran Topeng Gulur, karena mitos masyarakat setempat sangat mengikat terhadap ritual ini, mereka selalu melibatkan diri dan secara serempak mereka benbondong-bondong ke arena Topeng Gulur yang telah disipkan. Dengan membawa sebagian hasil tani mereka seperti jagung, ketela pohon, kacang-kacangan, padi atau apa saja dalam bentuk hasil tani yang mereka garap dan mereka miliki sebagai hasil tani.
Kemudian mereka meletakkan hasil tani tersebut berjejer secara melingkar, sehingga terkesan ditempat itu terdapat ragam hasil tani, dan diantara tumpukan hasil tani tersebut dipancang sejumlah colok (obor) yang nantinya akan mengelilingi perhelatan ritual. Maksud dari obor tersebut, merupakan symbol agar hasil tani yang dijejer selalu mendapat petunjuk dan penerangan dari Yang Maha Kuasa, sedang ragam hasil tani itu, menjadi simbol bahwa itulah yang selama ini mereka hasilkan.

Seni Budaya

Page 19

SMPN 4 BANGKALAN

2O12

Namun dalam perkembangannya pergelaran ritual Topeng Gulur mulai berubah, barangkali generasi selanjutnya kurang apresiatif atau memiliki pemikiran yang lebih pragmatis dalam memahami peristiwa yang menjadi tradisi masyarakatnya. Hal ini dibuktikan ketika mereka (para peaku) memainkan Topeng Gulur, kostum yang dikenakan mulai disederhanakan.

Selama pergelaran berlangsung gerak tari Topeng Gulur diingi bunyibunyian, yaitu sekolompok music (tetabuhan) yang biasa dimainkan dalam musik saroren. Perbedaannya disini, dalam iringan musik Topeng Gulur, irama saronen (terompet/alat tiup) sedikit berbeda namun dalam peralatan yang sama. Selebihnya bunyi-bunyian yang mengatur gerak tari, yaitu crek-crek (?) pukulan kecrek (yang kerap dilakukan pada Topeng Dalang) yang menandakan diksi pada gerak kaki, tangan, dan kepala para pemain (pelaku).* (Lontar Madu

Seni Budaya

Page 20

SMPN 4 BANGKALAN

2O12

LUDRUK

Ludruk adalah pertunjukan teater musikal tanpa topeng, pada saat ini sangat populer di Daerah Sumenep. Pada mulanya Ludruk adalah nyanyian dan tarian sewaktu menumbuk padi yang kemudian dijadikan tarian keraton pada abad 14, pada saat itu bernama RAKET. Setelag berevolusi dan muncul di daerah Sumenep, Ludruk mengalami beberapa pergantian nama, antara lain: Pantil, Ajhing, Ludruk dan saat ini bisa disebut Ketoprak. Evolusi tersebut diperkirakan mulai sekitar abad ke 18. Pada saat itu Ludruk melakonkan adegan-adegan sehari-hari antara lain: episode perang kemerdekaan serta cerita pahlawan dalam legenda-legenda Madura dan Jawa. Ludruk adalah suatu bentuk hiburan rakyat yang dipentaskan dan ditonton terutama oleh kaum buruh. Saat ini ludruk di daerah Sumenep sudah jarang tampil, sebab tergantung order yang mereka terima. Seperti halnya ludruk Rukun Kemala yang diketahui oleh Ahmarudin dalam sebulan mereka mampu tampil 1-2 kali dan kebanyakan mereka tampil di daerah pelosok yang tradisionalismenya masih kental.

Seni Budaya

Page 21

SMPN 4 BANGKALAN

2O12

BATIK KHAS MADURA


Klasiknya Batik Gentongan khas Madura

(Vibizlife - Fashion) Pesona batik rasanya tak akan pernah lekang dimakan zaman. Karya asli Indonesia ini memang begitu unik. Batik pun menjadi salah satu busana tradisional khas Indonesia. Salah batik yang menjadi kebanggaan Indonesia ialah batik madura. Batik madura kaya akan motif dan warna yang tertuang pada kain. Motif ini merefleksikan karakter masyarakat lokal. Ciri khas batik pesisir dengan warna-warna berani dan corak bebas, begitu kental. Batik madura mempunyai pilihan warna yang khas yang juga menjadi cirinya. Warna-warna ini berasal dari bahan-bahan alam, atau dikenal dengan sebutan soga alam. Biasanya berasal dari akar-akaran serta dedaunan. Warna merah berasal dari mengkudu dan tingi. Warna biru berasal dari daun tarum. Sedangkan warna hijau biasanya dari kulit mundu dan tawas. Warna terang dan gelap yang muncul pada kain batik berdasar waktu perendaman. Batik madura biasa dikenal dengan nama batik gentongan. Pasalnya, pembuatan batik ini memerlukan gentong agar hasilnya maksimal. Biasanya kain direndam dalam gentong selama 2-5 bulan, terang H Iskandar Zulkarnaen, pemilik Pattimura Collection ketika dijumpai dalam acara Gelar Batik Nusantara di Plenarry Hall, Jakarta Convention Centre, Minggu (30/08).

Untuk pengerjaannya sendiri memerlukan waktu yang tidak sebentar. Pertama kali, kain putih direndam dalam air bercampur minyak dempel dan abu sisa pembakaran kayu dari tungku.

Seni Budaya

Page 22

SMPN 4 BANGKALAN

2O12

Proses perendaman ini dilakukan di dalam gentong selama satu minggu hingga 5 bulan. Setelah direndam kemudian dicuci. Setelah kering, kain tersebut akan masuk ke proses dikanji. Bahan yang digunakan untuk pengkanjian ini adalah sagu Setelah selesai tahap ini, mulai digambar. Berturut-turut tahap berikutnya adalah diisen, dikurik, dan atau ditembok. Fase ini merupakan pemasangan malam pada kain sebelum kemudian diwarnai. Proses selanjutnya adalah pewarnaan, yang bisa berlangsung hingga dua kali. Setelah pewarnaan, kain batik tersebut dilorot. Proses ini merupakan usaha untuk menghilangkan malam yang melekat pada kain, yaitu dengan memasukan kain ke dalam air mendidih. Terakhir, adalah menjemur di tengah terik matahari. Zulkarnaen menambahkan makin lama direndam, makin pekat warna yang dihasilkan. Karena warnanya yang tahan hingga puluhan tahun inilah yang menjadikan batik madura begitu klasik dan bergengsi. Banyaknya batik yang mulai ditiru negara lain, seprti Malaysia, tak membuat batik madura kehilangan reputasinya. Zulkarnaen mengegaskan, sulit untuk meniru motif khas madura yang terkesan rumit. Detail bunga dan hewan yang kecil-kecil menjadikan batik ini begitu terlihat tradisional. Harga batik gentongan mulai dari 50 ribu hingga 5 juta rupiah. Mahal murahnya kain batik tergantung motif dan tingkat kesulitan dalam pembuatannya. Yang murah biasanya yang warna kain polosnya lebih banyak daripada motif batiknya. jelas Zulkarnaen. Pesona batik memang tak pernah akan punah, apalagi jika masyarakat Indonesia mulai peduli dan menghargai budaya negeri sendiri. Maka, hari ini mulailah hargai budaya tradisional negeri sendiri.

Seni Budaya

Page 23

SMPN 4 BANGKALAN

2O12

Nargis Batik Tulis Pamekasan Madura Pamekasan

Nargis Batik tulis merupakan salah satu usaha kerajinan rakyat Madura telah membudaya sejak lama, termasuk di daerah Pamekasan dengan menampilkan ciri khas tersendiri pada batik tulis produksinya. Pada sentra batik ini di produksi batik dalam beberapa jenis dan motif, mulai dari kain panjang, sarung, kaos, seprei dan lain-lain, bahan mori yang digunakan sangat bervariasi sesuai dengan permintaan dan kebutuhan segala lapisan masyarakat mulai dari bahan prima ( kasar ) , folisima ( licin ), primissima ( halus ) dan sutera. Sebagai sebuah bentuk karya seni budaya, batik pamekasan banyak diminati konsumen, karena bentuk dan motif yang khas mempunyai keunikan tersendiri bagi para konsumen. Corak dan ragamnya bebas dan alami, sifat produksinya yang personal (dikerjakan secara satuan), masih mempertahankan cara tradisional (ditulis dan diproses dengan cara-cara tradisional). Sejarah mencatat Madura adalah produsen batik, barangkali karena komoditas itu menjadi bagian tak terpisahkan dari tradisi masyarakatnya.
http://www.nargis.web.id

Seni Budaya

Page 24

SMPN 4 BANGKALAN

2O12

Batik Sampang Madura

Sampang Madura juga memiliki batik. Motif flora dan fauna dengan warna-warna yang ngejreng bahkan memikat hati perancang busana Ramli. Dia lalu mengolah lembaran kain dari pulau garam itu menjadi busana-busana eksklusif yang ditampilkan dalam acara Geliat Sampang Madura, awal bulan ini di Hotel Sahid, Jakarta. Kain batik dari Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur itu dibuat menjadi blus panjang, celana panjang, kebaya hingga jaket lelaki. Gaya modern itu dikemas dalam warna merah menyala, hitam putih dan cokelat. Batik Sampang memiliki motif khas Madura berupa flora dan fauna di atas bahan sutera dan katun yang tidak kalah dengan batik daerah lain. Oleh Ramli komposisi batik ini dikombinasi atau dibuat komposisi baru. Ada yang disusun menjadi seperti lereng, ada yang dijadikan penghias tepi rok dalam pola ceplok berukuran besar dengan paduan motif liris, atau menjadi motif pucuk rebung sebagai tumpal sarung. Perpaduan gaya dan motif ini menghasilkan busana yang elegan, mewah, dan mahal. Di sisi lain, bila dalam motif batik Ramli menggunakan berbagai komposisi baru, maka dalam desain busana, tidak ada yang baru. Dia masih menampilkan rok batik panjang kerut dipadu atasan renda berpotongan sederhana dengan lengan balon, atasan panjang berbentuk tubular, atau korset yang dipadu jaket organdi panjang. Ramli juga menggunakan bordir yang menjadi ciri khasnya, prada keemasan serta taburan manik dan payet berkilau-kilau untuk blus, kebaya, dan beberapa kain panjangnya. Desain saya pilih yang klasik, kata Ramli yang juga menghadirkan para mantan model membawakan kain dan kebaya karya Ramli, seperti Rima Melati, Enny Sukamto Hehuwat, dan Ratna Dumilah.

Seni Budaya

Page 25

SMPN 4 BANGKALAN

2O12

Tak hanya untuk wanita, Ramli juga menghadirkan busana untuk pria. Umumnya, berupa jaket dengan motif batik. Jaket yang dipakai kebanyakan kaum lelaki itu bermotif polos. Kali ini saya tertarik membuat jaket dengan motif batik. Hasilnya tak kalah menarik, ujar sang desainer. Menurut Ramli lagi, jaket batik memang berpeluang menarik minat pembeli dari luar negeri saat memasuki musim summer nanti. Karena mereka biasanya suka sesuatu yang unik dan memang tidak pasaran. Apalagi jaket juga bisa berfungsi sebagai pengusir rasa dingin. Di sana (luar negeri) kalau summer itu memang panas, tapi udaranya tetap saja dingin, cerita Ramli yang sudah mendapatkan banyak pelanggan setia dari Malaysia, Singapura, Belanda, dan Australia. Untuk memperkenalkan batik dari Sampang, Ramli bekerja sama dengan pemerintah daerah setempat. Mudah-mudahan berkat tangan terampil Ramli, batik tulis khas Sampang bisa dikenal luas di seluruh Indonesia, bahkan hingga mancanegara. Dengan begitu diharapkan perajin batik kembali tumbuh, pendapatan asli daerah naik dan bisa menarik investor untuk menanamkan investasinya di Sampang, kata Bupati Sampang, Noer Tjahja dalam sambutan acara.

Seni Budaya

Page 26

You might also like