You are on page 1of 9

A.

Konsep Struktur UU Peraturan Perundang undangan Republik Indonesia nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit adalah seperangkat aturan Negara yang mengatur dan memberikan kepastian hukum bagi seluruh subyek dan obyek kesehatan dengan fokus utama rumah sakit sebagai sentra dari pelayanan kesehatan. Undang undang ini merupakan kepastian hukum yang dibuat oleh Negara agar sistem pelayanan kesehatan yang melibatkan rumah sakit memiliki standar baku kualitas sehingga tujuan utama dalam mencapai masyarakat sehat bisa tercapai. Undang undang ini adalah hasil diskusi dan persetujuan bersama pihak legislatif dan eksekutif Negara dalam visi dan misi untuk mencapai kesejahteraan sosial masyarakat dan menuju masyarakat sehat.Selain itu, kesehatan adalah kebutuhan primer, berniali guna tinggi, dan merupakan komoditas terbaik yang selalu dibutuhkan masyarakat karena tidak ada satupun manusia yang luput dari penyakit sejak dari lahir hingga tutup usia. Walaupun ada manusia yang benar benar sehat dari awal hingga akhir hidupnya, mereka tetap membutuhkan bidan dan dakter yang bernaung dibawah institusi kesehatan saat lahir untuk menekan angka kematian bayi. Dalam pencapaian kesejahteraan sosial, kesehatan adalah modal awal bagi warga Negara dalam menjalankan hidup di suatu komunitas sosial yang berlandaskan hukum. Tidak ada satupun warga Negara yang cakap hukum apabila secara fisik maupun psikologis tidak cakap medis. Unsur unsur pembentuk sistem kesehatan merupakan salah satu sarana dan prasana mencapai interaksi sosial yang berlandaskan hukum, menguntungkan semua pihak pelaku dan obyek hukum, mempermudah Pemerintah dalam menegakkan hukum, dan tentu saja memiliki peran strategis dalam tercapainya kesejahteraan hukum dan keadilan sosial yang tertuang dalam Sila Kelima Pancasila. B. Konsep Filosofis Hukum Undang undang no.44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit ini memiliki landasan utama filosofis yaitu Undang undang Dasar 1945 yang dengan jelas menyatakan bahwa pelayanan kesehatan merupakan hak setiap orang dan harus diwujudkan dengan upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi tingginya.Oleh karena itu, Pemerintah sebagai eksekutor Negara dan dalam tujuannya memenuhi kebutuhan sosial, merasa perlu untuk mengatur peningkatan mutu, jangkauan pelayanan, hak dan kewajiban rumah sakit serta hak dan kewajiban masyarakat dengan Undang undang. Pancasila pada umunya dan Sila Kelima Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia dapat diinterpretasikan dengan cara pandang para ahli kesehatan bahwa suatu kondisi adil, keseimbangan, dan persamaan kesejahteraan sosial hanya dapat dicapai apabila rakyat sudah terpenuhi kebutuhan primernya sesuai dengan kewajiban kewajiban yang dilakukan. Adapun kesehatan merupakan kebutuhan primer selain sandang, pangan, dan papan dalam mencapai kesejahteraan pokok kehidupan.

Sebesarnya besarnya pendapatan perkapita suatu Negara, apabila rakyatnya tidak sehat secara jasmani dan rohani, maka nilai kesejahteraan yang dimiliki adalah nol. Optimalisasi perasaan dan konsep sejahtera dan adil secara sosial hanya dapat tercapai apabila kesehatan menyeluruh masyarakat terpenuhi. Oleh sebab itu, jaminan dan kepastian bahwa masyarakat dapat sehat secara jasmani dan rohani hanya dapat dicapai dengan member kepastian hukum bagi pemenuhan kebutuhan kesehatan dalam skala nasional dan hal ini telah menjadi visi utama Kementrian Kesehatan RI beserta jajaran dan perangkatnya baik di pusat maupun di daerah tingkat I dan daerah tingkat II. Penulis melihat beberapa kelemahan dalam undang undang ini yaitu tidak disertakannya sumpah dokter hyppocratic Oath sebagai bagian dari landasan filosofis Undang unfang rumah sakit ini padahal sumpah ini bersifat hakiki dan memiliki nilai moral dan etik yang mampu mengarahkan institusi rumah sakit dan perangkat perangkatnya dalam orientasi memenuhi pelayanan kesehatan di masyarakat. Memang sumpah dokter yang diakui secara internasional ini bukanlah landasan hukum filosofis utama interaksi upaya kesehatan Negara ini, namun merupakan konsep pengabdian tertinggi para pelaku medis yang bernaung dibawah institusi medis seperti rumah sakit. Pelayanan medis rumah sakit tidak akan mencapai titik optimal apabila unsur unsur tenaga medis didalamnya tidak mengedepankan pengabdian, moral, dan etik yang tertuang dalam Sumpah Hippokrates. Hasil akhir yang didapat adalah pelayanan medis rumah sakit bagi masyarakat menjadi tidak efektif dan efisien karena internal resources berupa sumber daya manusia yang dimiliki bekerja tidak efektif dan efisien. C. Sumber Hukum Formil dan landasan Yuridis Landasan Yuridis sebagai pedoman Undang undang ini adalah Pasal 5 ayat (1), PAsal 20, Pasal 28H ayat (1) yang berisi : Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dab sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan, dan Pasal 34 ayat (3) Undang undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Selain diatas, Undang undang RI no.44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit ini juga dihasilkan sebagai kelanjutan kepastian hukum kesehatan dari yang tertuang di Undang undang RI no.23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan dan Undang undang RI no.29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran. D. Batang Tubuh 1. Pembahasan Ketentuan Umum Dalam Ketentuan umum Undang undang rumah sakit ini, dijelaskan beberapa hal yaitu definisi rumah sakit yang merupakan institusi pelayanan kesehatan bagi perorangan secara paripurna dengan pembagian pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Hal ini berbeda dengan struktur Puskesmas yang berfokus pada pelayanan publik dimana fokus

pelayanannya dalah masyarakat secara umum per satuan tingkat kecamatan dan bertanggung jawab pada Dinas Kesehatan kabupaten/kota. Pelayanan rawat inap adalah suatu interaksi medis dimana seluruh kesehatan pasien dari awal pasien menginap di ruang inap baik kelas III yang standar biayanya diatur oleh pemerintah maupun kelas II hingga VIP. Adapun keputusan keputusan diupayakannya rawat inap adalah ketika penyakit pasien berdampak secara serius bagi kesehatan dan aktivitas hariannya yang berpotensi menurunkan nilai kesejahteraan pasien tersebut dan dapat berujung pada kematian apabila tidak dilakukan upaya health rehabilitation secara berkelanjutan. Pengaturan teknis dilakukan pemerintah dalam upaya menghindari over cost pelayanan kesehatan rawat inap yang tentu saja membebani pasien secara tidak adil melalui peraturan peraturan menteri kesehatan dan peraturan peraturan daerah setempat supaya kejahatan medis berupa pemberian terapi medis yang tidak perlu dapat ditekan seminimal mungkin sehingga konsep Efficient and Effective Health Care Providing dapat terus berjalan di tiap tiap rumah sakit di seluruh penjuru Negara ini. Pelayanan Rawat jalan adalah interaksi transaksi kesehatan Rumah Sakit dan pasien atas diagnosis diagnosis yang tidak memerlukan perawatan holistic menyeluruh seperti rawat inap dikarenakan penyakti memiliki prediksi kesembuhan yang tinggi atau atas permintaan pasien sendiri. Dalam hal ini, nilai tanggung jawab rumah sakit atas kondisi pasien tidak sebesar ketika pasien diputuskan untuk dirawat inap, namun sudah menjadi kewajiban rumah sakit menurut kontrak terapeutik yang secara lisan dan tertulis disepakati rumah sakit dan pasien untuk terus memonitor keadaan pasien hingga sembuh dengn mewajibkan kontrol dan konsultasi berkala. Pihak pasien selaku healthcare receiver dalam kontrak terapeutik dengan pihak rumah sakit juga wajib mengikuti aturan mengkonsumsi obat, rutin konsultasi sesuai anjuran , dan menjaga kesehatan sehingga kesembuhan yang merupakan hasil akhir transaksi terapeutik tercapai. Transaksi terapeutik itu sendiri adalah istilah lain dari transaksi kesehatan yang meliputi kontrak lisan tertulis dokter dan pasien, jumlah biaya yang dibebankan pada pasien, jumlah perawatan kesehatan yang harus dilakukan, Standar prosedur operasional yang harus dilakukan, dan interaksi lainnya yang terlibat dan tertuang dalam rekam medis pasien yang bersifat konfidensial. Gawat Darurat adalah kondisi klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut. Adapun kondisi ini nanti berkaitan erat dengan persetujuan tindakan medis, kondisi tidak cakap hukum dan cakap medis saat pasien koma, dan kondisi kondisi terburuk lainnya yang dapat disengketakan dalam pengadilan baik perdata maupun pidana. Undang undang ini membagi pelayanan kesehatan paripurna menjadi 4 pokok utama yaitu promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.

Promotif adalah serangkaian tugas pokok institusi kesehatan untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat sehingga tercapainya kesejahteraan umum dengan cara meningkatkan dan mengoptimalkan unsur unsur kesehatan seperti promosi peningkatan gizi, penyuluhan penyuluhan pencegahan penyakit, promosi keluarga berencana , dan lainya. Preventif merupakan serangkaian tugas pokok institusi kesehatan dalam rangka mencegah berbagai keadaan menurunnya kesehatan masyarakat yang berujung pada penurunan kesejahteraan masyarakat. Contoh contoh nyata yang dapat ditemui adalah teknik pengajaran cara mencuci tangan yang baik di setiap sudut rumah sakit, sterilisasi ruang ICU dan NICU, menjaga kebersihan sanitasi toilet dan tiap sudut rumah sakit, memilah dan mebuang sampah umum dan sampah medis pada tempatnya dalam aspek AMDAL ( Analisis Mengenai Dampak Lingkungan ) sampai kepada sistem pencegahan infeksi nosokomial akibat penularan antar pasien di rumah sakit yang apabila terjadi menjadi tanggungan penuh rumah sakit. Kuratif merupakan serangkaian tugas pokok institusi kesehatan untuk mengupayakan kesembuhkan penyakit penyakit dan kelainan kelainan medis yang terdapat pada pasien perseorangan maupun kejadian luar biasa yang diproklamirkan oleh pemerintah daerah tertentu. PAtut digarisbawahi bahwa tugas pokok ini adalah mengupayakan dan bukan menyembuhkan karena keadaan sehat dan sakit tetap ditentukan oleh banyak factor baik internal tubuh pasien itu sendiri, berat ringannya penyakit,dan keadaan keadaan khusus lainnya. Rumah sakit tidak pernah menjanjikan kesembuhan dan hanya mengupayakan sehingga terdapat pasal dalam Undang undang ini bahwa rumah sakit tidak dapat dituntut dalam rangka mengupayakan kesembuhan. Rehabilitatif adalah serangkaian tugas pokok institusi kesehatan untuk memperbaiki keadaan pasien setelah mengalami kesembuhan menjadi sehat dan normal secara utuh selayaknya manusia normal pada umumnya. Aplikasi tugas ini dapat dijumpai pada rumah sakit melalui terdapatnya departemen okupasi, fisioterapi, dan departemen departemen living quality promoting lainnya. 2. Pembahasan Asas dan Tujuan Pada poin kelima pasal 1 ketentuan umum diapaparkan bahwa pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatnnya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun tidak langsung di Rumah Sakit. Hal ini mempertegas bahwa harus ada unsur konsultasi yang berupa itikad baik untuk membentuk kontrak terapeutik antara perorangan dengan rumah sakit. Manajemen kesehatan masyarakat secara umum bukan merupakan ketentuan umum rumah sakit namun menjadi tugas pokok dari institusi kesehatan negara seperti Dinas Kesehatan dan Pusat Kesehatan Masyarakat. Poin Keenam pasal 1 Ketentuan Umum menerangkan singkat bahwa Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, dan Walikota beserta perangkatnya dimana memiliki maksud dan tujuan bahwa setiap kebijakan kesehatan daerah menjadi tugas dan tanggung jawab pejabat

pejabat tersebut. Setiap Rumah Sakit yang secara geografis dan tunduk hukum terhadapat daerah tertentu wajib mutlak mengikuti peraturan peraturan daerah yang ditetapkan dan wajib lapor atas segala aktivitas kesehatan yang dilakukan setiap tahunnya melalui institusi Dinas Kesehatan setempat. Bab Asas dan Tujuan dalam undang undang ini menegaskan bahwa Pancasila menjadi asas nilai kemanusiaan, etika, profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak dan anti diskriminsai, pemerataan, perlindungan, dan keselamatan pasien serta berfungsi sosial. Ini berarti Rumah sakit bersifat bebas, netral, dan bertanggung jawab, tidak dipengaruhi oleh iklim politik manapun, kepentingan golongan tertentu, maupun paham paham SARA tertentu. Walaupun banyak Rumah Sakit yang dilandasi ideology agama tertentu, namun konsep pelaksanaannya tetap sesuai dengan asas ini. Sebagai regulator, Pemerintah memiliki beberapa tujuan yang dituang dalam PAsal 3 dimana Rumah Sakit bertujuan mempermudah akses masyarakat untuk mendapat pelayanan kesehatan, member perlindungan terhadap keselamatan, meningkatkan mutu dan mempertanhankan standar pelayanan dan memberikan kepastian hukum bagi semua pelaku terlibat dalam transaksi kesehatan. 3. Pembahasan Tugas dan Fungsi Tugas rumah sakit adalah sebagai pemberi layanan kesehatan perorangan paripurna dengan beberapa fungsi yaitu pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai standar, Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan, penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan SDM medis, dan Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta teknologi medis. Setiap pelayanan pengobatan dan pemulihan dan tugas tugas lainnya yang melibatkan pasien ataupun perorangan awan lain akan selalu menimbulkan kontrak terapeutik yang membentuk hak dan kewajiban masing masing pembuat kontrak di dalamnya. Setiap tugas tersebut akan bermuatan hukum privat dan segala penyimpangan dapat diperkarakan di pengadilan perdata bahkan pidana apabila memenuhi unsur unsurnya. Adapun konsekuensi bagi rumah sakit yang melakukan wanprestasi terhadap kontrak tersebut berupa sanksi administratif hingga dicabut ijin rumah sakit. 4. Pembahasan Tanggung Jawab Pemerintah dan Pemda Sebagai perangkat Negara yang melakukan pelaksanaan tugas Negara, pemerintah dan pemerintah daerah memiliki kewajiban untuk menyediakan rumah sakit sesuai kebutuhan, menjamin pembiayaan masyarakat kecil melalui program Jaminan Kesehatan Masyarakat sesuai peraturan undang undang, membina dan mengawasi aktivitas semua rumah sakit, dan memproteksi rumah sakit agar member pelayanan yang profesional tanpa pengaruh golongan tertentu.

Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagai regulator juga wajib melindungi kepentingan masyarakat dalam hal kesehatan, menggerakkan peran masyarakat dalam pendirian rumah sakit sesuai jenis pelayanannya. Informasi kesehatan, pelayanan kegawatdaruratan bencana dan Kejadian Luar Biasa, dan pemerataan Sumber Daya Manusia menjadi kewenangan dan kewajiban Pemerintah. Sebagai Negara yang menjunjung tinggi kemajuan teknologi, pemerintah diharuskan mengatur pendistribusian alat alat kesehatan berkualitas dan bernilai tinggi dalam upaya mencapai efisiensi dan efektifitas pelayanan kesehatan yang lebih cepat dan tepat. 5. Pembahasan Persyaratan Rumah sakit memiliki beberapa syarat mencakup lokasi yang strategis dan mudah diakses, bangunan rumah sakit yang sesuai dengan standar nasional termasuk saran dan prasarananya, sumber daya manusia kesehatan yang berkompeten sesuai standar IDI dan Kemkes, Manajemen kefarmasian yang baik serta peralatan peralatan penunjang yang disesuaikan dengan kondisi kebutuhan. Hal ini menjelaskan bahwa besar kecilnya rumah sakit dari segi kualitas dan luas bangunan disesuaikan dengan penduduk dan kebutuhan sekitar. Tentu saja, pola piker efisiensi ekonomi digunakan oleh pemerintah untuk menekan biaya tetap dan biaya variable yang harus dikeluarkan setiap Rumah Sakit Negeri agar tidak membebani APBN dan peruntukannya tepat sasaran. Rumah Sakit dapat didirikan oleh Pemerintah, Pemda , dan Swasta. Dalam hal ini, tentu saja keterlibatan swasta memegang peranan penting dalam pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan karena Negara tidak sanggup secara penuh memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia yang terlampau luas. Selain itu, konsep ekonomi kita menjunjung tinggi kebebasan berusaha di bidang industri kesehatan ini agar kesejahteraan sosial tercapai dan terjadi Diffuse Cost dan Diffuse Benefit dalam upaya pelayanan kesehatan. Pihak swasta dalam hal ini wajib membentuk badan hukum profit khusus perumahsakitan dalam upaya bisnis pelayanan kesehatan dan tunduk pada peraturan peraturan yang berlaku di lingkungan Dunia Kesehatan Indonesia. Lokasi dan bangunan rumah sakit harus disesuaikan dengan Tata ruang Kota atau Kabupaten setempat termasuk mekanisme pemantauan lingkungan, pengelolaan lingkungan, dan analisis mengenai dampak lingkungan yang dilaksanakan sesuai aturan. Perencanaan struktur dan luas bangunan secara teknis disesuaikan dengan kebutuhan dan ketersediaan lahan di kabupaten atau kota tempat akan didirikan. Sangatlah tidak tepat jika contoh kota sekecil Jayapura dibangun rumah sakit sebesar Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo karena tidak sesuai dengan konsep efisien dan efektif suatu layanan kesehatan. Jumlah penduduk sebaiknya disesuaikan dengan jumlah dan besaran nilai layanan per rumah sakit. Apabila tiga rumah sakit tipe D yang ada disuatu kota telah mampu melayani masyarakat secara cepat dan tepat, dan tiba tiba Dinas Kesehatan setempat hendak membangun rumah

sakit lagi, hal ini tentu hanya membengkakkan APBD kota setempat. Apabila yang patut ditingkatkan adalah kualitas layanannya, sudah sebaiknya peningkatan kualitas SDM dan penambahan spesifikasi departemen Rumah sakit yang ada dilakukan disbanding dengan membangun Rumah Sakit baru. Setiap pembangunan rumah sakit juga wajib mengedepankan aspek kenyamanan dan kemudahan pelayanan termasuk bagi mereka yang berkebutuhan khusus dan usia lanjut karena terdapat undang undang yang melindungi kepentingan mereka. Bangunan Rumah Sakit memiliki syarat minimal ruang pelayanan : 1. Rawat jalan, 2. Rawat inap, 3. Ruang operasi, 4. Ruang tenaga kesehatan, 5. Ruang radiologi, 6. Ruang laboratorium, 7. Ruang sterilisasi, 8. Ruang farmasi, 9. Ruang pendidikan dan latihan, 10. Ruang kantor dan administrasi, 11. Ruang ibadah, 12. Ruang tunggu, 13. Ruang penyuluhan kesehatan masyarakat rumah sakit, 14. Ruang menyusui, 15. Ruang dapur, 16. Ruang laundry, 17. Kamar jenasah, 18. Taman, 19. Pengolahan sampah, 20. Pelataran parkir memadai. Ruangan ruangan yang tersebut diatas juga merupakan rute perjalanan transaksi terapeutik dan kontrak medis yang minimal akan dilalui masyarakat sebagai penerima layanan dan menjadi hak guna bagi pasien ketika melakukan transaksi terapeutik di Rumah Sakit tersebut. Selain syarat bangunan, terdapat pula syarat prasana minimal rumah sakit yang diatur dalam Pasal 11 UU RS ini berupa : 1. 2. 3. 4. Instalasi air, Instalasi mekanikal dan elektrikal, Instalasi gas medik, Instalasi uap,

5. Instalasi pengelolaan limbah, 6. Pencegahan dan penanggulangan kebakaran, 7. Petunjuk, stndarisasi dan saran evakuasi saat keadaan darurat, 8. Instalasi tata udara, 9. Sistem informasi dan komunikasi, 10. Ambulan. Seluruh prasarana tersebut wajib terpelihara dengan baik dan memenuhi criteria layak dan laik untuk digunakan serta setiap operatornya memiliki kompetensi yang sesuai di bidangnya masing masing dalam mewujudkan efektifitas dan efisiensi kinerja. Pembahsan dilanjutkan dengan sayarat minimal sumber daya manusia yang ada di rumahsakit. Dalam Pasal 12, sebuah rumah sakit harus memiliki tenaga tetap yang meliputi tenaga medis dan segala ijin prakteknya serta tenaga penunjang lainnya yang memiliki kompetensi di bidangnya seperti ahli raidonuklir, ahli IT dan sebagainya. Pendataan kepegawaian juga wajib dilakukan sebagai bentuk komitmen rumah sakit agar sistem kesehatan dan legalitas setiap aktivitas berjalan dengan baik dan menghindari resiko resiko atas human error yang dapat saja terjadi. Sebagai industry pelayanan kesehatan, rumah sakit berhak memperkerjakan konsultan dan tenaga tidak tetap ( out sourcing ) dalam rangka pemenuhan kebutuhan akan pelayanan kesehatan yang optimal dan disesuaikan dengan peraturan perundangan ketenagakerjaan. Tenaga medis asing dapat diperkerjakan oleh rumah sakit hanya untuk kepentingan alih teknologi dan ilmu pengetahuan sehingga pemanfaatan human resources dalam negeri dapat tercapai. Hal ini secara tidak langsung memberi jaminan pekerjaan di dalam negeri bagi para ahli medis agar kepastian kerja para ahli medis tidak diambil alih oleh pihak asing yang dapat merugikan ahli medis lokal sebagai warga Negara. Farmasi sebagai bagian dari produk penopang tercapainya upaya kesehatan diharuskan bermutu, bermanfaat, aman , dan terjangkau. Konsep konsep ini tentu saja disesuaikan dengan kondisi pasien itu sendiri dan asas kebebasan berkontrak tetap dianut. Rumah sakit Daerah akan selalu menawarkan obat generic terlebih dahulu bagi siapapun pasiennya dan kontrak pengganti akan dibuat apabila pasien menghendaki obat paten dari rumah sakit bersangkutan dengan konsekuensi biaya yang tentu saja lebih besar. Untuk harga harga barang barang farmasi, pemerintah menetapkan patokan nasional dan daerah melalui Peraturan Menteri agar tidak terjadi penipuan harga obat dan setiap pelanggaran yang dilakukan rumah sakit manapun dapat ditindak tegas secara administratif. Peralatan peralatan sebagai sarana medis penyaluran layanan kesehatan diwajibkan untuk menjaga mutu dan dikalibrasi setiap tahun secara berkala agar resiko kesalahan karena alat dapat ditekan. Kendali mutu ini wajib dilakukan dan sangat menguntungkan rumah sakit maupun

pasien jangka panjang agar kualitas rumah sakit tetap terjaga dengan baik, tepat diagnosis, tepat penyembuhan, dan masyakarat semakin percaya akan kredibilitas rumah sakit tersebut. Penjelasan selanjutnya mengenai pasal pasal yang mengatur tentang klasifikasi dan struktural rumah sakit tidak dijelaskan penulis karena tidak berkaitan dengan pembahasan yang ada dan hanya akan dipaparkan sekilas dalam analisis selanjutnya.

E. Analisis Penjelasan F. Manajemen Pendekatan Keterpaduan Kesehatan Masyarakat G. Keseimbangan Kepentingan Hukum Rumah Sakit antara Pemerintah, Para Pelaku Medis, Swasta, dan Masyarakat sebagai Calon Pasien H. Undang undang Rumah Sakit merupakan hasil Kesepakatan Medis dalam sinergisme tujuan kesehatan nasional I. Dinamika Lapangan proses transaksi kesehatan J. Analisis SWOT dalam kesehatan masyarakat K. Interpretasi pengelolaan Rumah Sakit dengan metode POAC L. Dampak Rumah Sakit M. Kesimpulan dan Saran

You might also like