You are on page 1of 2

Fotoperodisme adalah respon tumbuhan terhadap lamanya penyinaran (panjang pendeknya hari) yang dapat merangsang pembungaan.

Istilah fotoperodisme digunakan untuk fenomena dimana fase perkembangan tumbuhan dipengaruhi oleh lama penyinaran yang diterima oleh tumbuhan tesebut. Beberapa jenis tumbuhan perkembangannya sangat dipengaruhi oleh lamanya penyinaran, terutama dengan kapan tumbuhan tersebut akan memasuki fase generatifnya,misalnya pembungaan. Menurut Lakitan (1994) Beberapa tumbuhan akan memasuki fase generatif (membentuk organ reproduktif) hanya jika tumbuhan tersebut menerima penyinaran yang panjang >14 jam dalam setiap periode sehari semalam, sebaliknya ada pula tumbuhan yang hanya akan memasuki fase generatif jika menerima penyinaran singkat <10 Jam (Mader, 1995). Berdasarkan panjang hari, tumbuhan dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu: Tumbuhan hari pendek, tumbuhan yang berbunga jika terkena penyinaran kurang dari 12 jam sehari. Tumbuhan hari pendek contohnya krisan, jagung, kedelai, anggrek, dan bunga matahari. Tumbuhan hari panjang, tumbuhan yang berbunga jika terkena penyinaran lebih dari 12 jam (14 16 jam) sehari. Tumbuhan hari panjang, contohnya kembang sepatu, bit gula, selada, dan tembakau. Tumbuhan hari sedang, tumbuhan yang berbunga jika terkena penyinaran kira-kira 12 jam sehari. Tumbuhan hari sedang contohnya kacang dan tebu. Tumbuhan hari netral, tumbuhan yang tidak responsif terhadap panjang hari untuk pembungaannya. Tumbuhan hari netral contohnya mentimun, padi, wortel liar, dan kapas. --------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Di dalam pertumbuhan tanaman terdapat adanya dominansi pertumbuhan dibagian apeks atau ujung organ, yang disebut sebagian dominansi apikal. Dominansi apikal diartikan sebagai persaingan antara tunas pucuk dengan tunas lateral dalam hal pertumbuhan (Dahlia, 2001). Sedangkan menurut Chambell dominansi apikal merupakan konsentrasi pertumbuhan pada ujung tunas tumbuhan, dimana kuncup terminal secara parsial menghambat pertumbuhan kuncup aksilar. Dominansi apikal atau dominanis pucuk biasanya menandai pertumbuhan vegetatif tanaman yaitu pertumbuhan akar, batang dan daun. Dominansi apikal setidaknya berpengaruh dalam menghambat pertumbuhan lateral. Selama masih ada tunas pucuk, pertumbuhan tunas lateral akan terhambat sampai jarak tertentu dari pucuk (Dahlai, 2001). Dominasi pucuk dapat dikurangi dengan memotong bagian pucuk tumbuhan yang akan mendorong pertumbuhan tunas lateral.

Thimann dan Skoog menunjukkan bahwa dominanis apikal disebabkan oleh auksin yang didifusikan tunas pucuk ke bawah (polar) dan ditimbun pada tunas lateral, hal ini akna menghambat pertumbuhan tunas lateral karena konsentrasinya masih terlalu

tinggi. Konsentrasi auksin yang tinggi ini akan menghambat pertumbuhan tunas lateral yang dekat dengan pucuk (Dahlia, 2001). Auksin diproduksi secara endogen pada bagian pucuk tanmana yang akna didistribusikan secara polar yag mampu menghambat pertumbuhan tunas lateral. Auksin adalah zat yang ditemukan pada ujung kara, batang, pembentukan bunga yang berfungsi untuk pengatur pembesaran sel di daerah belakang meristem ujung. Hormon auksin adalah hormon pertumbuhan pada semua jenis tanaman nama lain dari hormon ini adalah IAA atau Asam Indol Asetat. Hormon auksin ini terletak pada ujung batang dan ujung akar, fungsi dari hormon auksin ini adalah membantu dalam proses mempercepat pertumbuhan baik pertumbuhan akar maupun pertumbuhan batang, mempercepat pematangan buah, mengurangi jumlah biji dalam buah. Beberapa fungsi auksin lainnya (Anonim, 2008)
Vernalisasi adalah peningkatan perkecambahan atau pembungaan oleh suhu rendah.

Transpor auksin merupakan transpor polar yang berarti transport tersebut tidak dapat bergerak dengan arah sebaliknya dan membutuhkan energi. Mekanisme dari transport auksin melibatkan pompa-pompa proton yang akan menimbulkan perbedaan keseimbangan H+ antara bagian luar dan dalam sel. Dengan adanya perbedaan keseimbangan H+ maka suasana dinding sel menjadi asam, hal ini akan memutus ikatan hydrogen antara mikrofibril-mikrofibril selulosa, sehingga seratserat dinding sel menjadi longgar. Dampakya sel akan menyerap air lebih banyak dan bertamah panjang.

Pada mekanisme pembelahan sel, kinerja sitokinin sangat dipengaruhi oleh konsentrasi auksin. Berdasarkan eksperimen terhadap jaringan parenkim yang dikulturkan. Apabila pada jaringan hanya terdapat auksin maka jaringan tersebut hanya mengalami pertambahan massa namun tidak dengan jumlah sel. Apabila pada jaringan hanya terdapat sitokinin maka tidak membawa pengaruh apa pun. Apabila konsentrasi auksin > konsentrasi sitokinin maka akan terbentuk akar. Apabila konsentrasi auksin < konsentrasi sitokinin maka akan terbentuk tunas. Sitokinin juga berfungsi sebagai anti penuaan karena senyawa ini menghambat perombakan protein dan merangsang pembentukan protein dan RNA.

You might also like