You are on page 1of 11

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 LATAR BELAKANG

Sejak awal kebuntingan, induk memerlukan perhatian penuh dari peternak. Keberhasilan pedet yang dilahirkan dan perkembangannya lebih lanjut ditentukan oleh kondisi awal yang baik seperti tubuh yang sehat dan kuat. Perhatian utama untuk induk bunting adalah menjaga kondisi tubuh tetap sehat dan kuat. Untuk itu induk bunting perlu diberi kesempatan istirahat, sehabis berproduksi diberi makanan yang cukup dan baik, kesehatan dijaga dengan baik, khususnya agar terhindar dari penyakit mastitis. Menghentikan pemerahan menjelang induk melahirkan kembali disebut masa kering. Masa kering sangat penting bagi setiap indukyang pernah melahirkan atau berproduksi. Untuk mempersiapkan induk yang akan melahirkan kembali dalam kondisi tubuh induk yang kuat, sehat, dan produksi susu lebih tinggi, maka peternak harus memberikan kesempatan kepada induk untuk beristirahat, yakni induk bunting tadi dihentikan pemerahannya. Dengan kondisi tubuh yang baik ini diharapkan agar induk mampu mengasuh anak yang baru dilahirkan dengan baik. 1.2 RUMUSAN MASALAH 1. Apa yang dimaksud dengan periode kering pada sapi? 2. Apa sajakah faktor yang mempengaruhi periode kering bunting pada sapi perah? 3. Bagaimanakah metode pengeringan?

1.3 TUJUAN 1. Untuk mengetahui periode kering pada sapi 2. Untuk mengetahui faktor mempengaruhi periode kering bunting pada sapi perah 3. Untuk mengetahui macam macam metode pengeringan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 SEJARAH SAPI Sapi adalah hewan ternak terpenting sebagai sumber daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50% (4555%) kebutuhan daging di dunia, 95% kebutuhan susu dan 85% kebutuhan kulit. Sapi berasal dari famili Bovidae. seperti halnya bison, banteng, kerbau (Bubalus),kerbau Afrika (Syncherus), dan anoa.

Domestikasi sapi mulai dilakukan sekitar 400 tahun SM. Sapi diperkirakan berasal dari Asia Tengah, kemudian menyebar ke Eropa, Afrika dan seluruh wilayah Asia. Menjelang akhir abad ke-19, sapi Ongole dari India dimasukkan ke pulau Sumba dan sejak saat itu pulau tersebut dijadikan tempat pembiakan sapi Ongole murni.

Pada tahun 1957 telah dilakukan perbaikan mutu genetik sapi Madura dengan jalan menyilangkannya dengan sapi Red Deen. Persilangan lain yaitu antara sapi lokal (peranakan Ongole) dengan sapi perah Frisian Holstein di Grati guna diperoleh sapi perah jenis baru yang sesuai dengan iklim dan kondisi di Indonesia Secara garis besar, bangsa-bangsa sapi (Bos) yang terdapat di dunia ada dua, yaitu (1) kelompok yang berasal dari sapi Zebu (Bos indicus) atau jenis sapi yang berpunuk, yang berasal dan tersebar di daerah tropis serta (2) kelompok dari Bos primigenius, yang tersebar di daerah sub tropis atau lebih dikenal dengan Bos Taurus.

Jenis sapi perah yang unggul dan paling banyak dipelihara adalah sapi Shothorn (dari Inggris), Friesian Holstein (dari Belanda), Yersey (dari selat Channel antara Inggris dan Perancis), Brown Swiss (dari Switzerland), Red Danish (dari Denmark) dan Droughtmaster (dari Australia). Hasil survei di

PSPB Cibinong menunjukkan bahwa jenis sapi perah yang paling cocok dan menguntungkan untuk dibudidayakan di Indonesia adalah Frisien Holstein. Pada dasarnya, sapi perah sama seperti sapi pada umumnya. Yaitu memiliki berbagai masa yaitu 1.Kebuntingan Sapi yang telah dikawinkan dan bunting akan menghasilkan susu lebih sedikit daripada sapi yang tidak bunting. Lama bunting sapi perah adalah sembilan bulan. Produksi susu akan semakin menurun terutama saat sapi bunting tujuh bulan sampai beranak. Dengan demikian, kebuntingan mempunyai pengaruh yang tidak langsung terhadap produksi susu. 2.. Masa Laktasi Masa laktasi adalah masa sapi sedang menghasilkan susu yakni selama 10 bulan antara saat beranak dan masa kering. Produksi susu per hari mulai menurun setelah laktasi dua bulan. 3. Birahi Saat sapi mengalami birahi akan terjadi perubahan-perubahan faali yang mempengaruhi volume dan kualitas susu yang dihasilkan. Sapi akan menunjukkan gejala gelisah dan mudah terkejut sehingga tidak mau makan dan produksi susu menurun. 4. Selang Beranak Selang beranak yang optimal adalah satu tahun. Jika selang beranak diperpendek akan menurunkan produksi susu sebesar 3,5 hingga sembilan persen pada laktasi yang sedang berjalan. Khusus pada sapi perah terdapat perbedaan perlakuan menjelang partus 5. Masa Kering Produksi susu pada laktasi kedua dan berikutnya dipengaruhi oleh lamanya

masa kering sebelumnya. Setiap sapi betina, produksi susu akan naik dengan bertambahnya masa kering sampai tujuh hingga delapan minggu. 6. Frekuensi Pemerahan Umumnya sapi diperah dua kali sehari yaitu pagi dan sore hari. Pemerahan yang dilakukan lebih dari dua kali sehari biasanya dilakukan terhadap sapisapi yang berproduksi tinggi. Untuk sapi yang berproduksi 20 liter susu per hari dapat diperah tiga kali sehari, sedangkan sapi yang berproduksi 25 liter susu atau lebih dapat diperah empat kali sehari. Peningkatan produksi susu akibat adanya pengaruh hormon prolaktin yang lebih banyak dihasilkan pada sapi yang diperah empat kali. 7. Tata Laksana Pemberian Pakan Variasi dalam produksi susu pada beberapa peternakan sapi perah disebabkan perbedaan dalam tata laksana pemberian pakan. Pakan yang terlalu banyak konsentrat akan menyebabkan kadar lemak yang terkandung dalam susu rendah, sedangkan pakan yang terlalu banyak berupa hijauan menyebabkan kadar lemak susu tinggi karena lemak susu tergantung dari kandungan serat kasar yang terdapat dalam pakan. Selama masa kering dimaksudkan untuk: 1. Agar tubuh induk dapat membentuk makanan cadangan berupa vitaminvitamin seperti vitamin A yang dapat dimanfaatkan oleh anak yang baru lahir, lewat kolostrum bersama antibodi yang sangat penting basi kesehatan pedet. 2. Agar tubuh induk dapat mengisi kembali vitamin-vitamin, mineral, dan lain-lain untuk kebutuhan induk sendiri, sehingga kondisinya tetap sehat dan kuat walaupun mengalami masa laktasi yang berat. 3. Agar kondisi tubuh menjadi baik, sehingga akan memberikan jaminan kelangsungan produksi susu tetap baik dan bahkan dapat meningkat. 4. Agar pertumbuhan dan kesehatan anak dalam kandungan tetap terjamin. Sebab janin akan tumbuh baik apabila mendapatkan zat-zat makanan yang cukup dari induk.

(AAK, 1995) Periode yang kering dapat dibagi menjadi tiga bagian : 1. Diluar periode pengeringan (pertama 4 sampai 10 hari) 2. Yang kering atau jauh pada masa (waktu 30-40 hari) 3. Transisi atau periode close-up (21 hari terakhir sebelum melahirkan anak sapi) (Gamroth, M. Dan Carroli, D. 1995) Cara pengeringan dapat dilakukan dengan tiga cara yakni sebagai berikut: 1. Pemerahan berselang Pemerahan berselang yaitu pengeringan yang menggunakan cara sapi hanya diperah sekali sehari selama beberapa hari. Selanjutnya satu hari diperah dan hari berikutnya tidak diperah. Kemudian induk diperah 3 hari sekali hingga akhirnya tidak diperah sama sekali. 2. Pemerahan tidak lengkap Pemerahan tetap dilakukan setiap hari, tetapi setiap kali pemerahan tidak sekali puting atau keempat puting itu diperah, jadi keempat puting itu diperah secara bergantian. Setiap kali memerah hanya 2 puting saja, dan hari berikutnya bergantian puting lainnya. Hal ini dilakukan beberapa hari hingga akhirnya tidak diperah sama sekali. Cara ini dilakukan pada sapi yang mempunyai kemampuan produksi tinggi. 3. Pemerahan yang dihentikan secara mendadak Pengeringan ini dilakukan dengan tiba-tiba. Cara pengeringan semacam ini didahului dengan tidak memberikan makanan penguat 3 hari sebelumnya, dan makanan kasar berupa hijauan pun dikurangi tinggal seperempat bagian saja. Cara ini lebih efektif dan memperkecil gangguan kesehatan pada ambing, bila kombinasikan dengan cara pemerahan berselang. (AAK, 1995) Didalam persiapan laktasi mendatang, yang penting diperhatikan adalah: menjaga makanan tetap baik, terutama 2-3 bulan terakhir sebelum masa kering.

Periode kering sangat diperlukan bagi sapi perah yang sedang laktasi agar sapi dapat menyimpan energi yang cukup untuk laktasi berikutnya

Periode kering yang ideal (6-8) minggu sebelum partus, pengeringan lebih lama akan lebih baik dibandingkan pengeringan yang pendek

Periode kering lebih dari 60 hari memberikan produksi susu pada masa laktasi berikutnya realatif kecil, tapi untuk laktasi yang sedang berjalan cukup berpengaruh

Pada saat periode pengeringan perlu diberikan perlakuan steamingup (2-4) minggu sebelum partus persiapan kelahiran Periode kering atau sering disebut dengan pengeringan adalah menghentikan pemerahan selama 8 minggu menjelang sapi melahirkan kembali pada sapi-sapi yang mengalami periode laktasi kedua dan seterusanya. Periode yang kering, maka yang optimal bila masa istirahat dapat diberikan kepada organ yg mengeluarkan susu dan gizi dalam makanan dan pakan ternak dapat digunakan sangat dibutuhkan untuk mendapatkan bobot dari sapi dan tepat perkembangan janin bukan produksi susu. Ini adalah masa untuk membersihkan penyakit kronis, memungkinkan sapi untuk membangun sebuah cadangan tubuh daging sebelum melahirkan anak sapi dan mencukupi dalam tubuhnya yang habis dari sumber mineral (Anonim, 2009)

BAB III PEMBAHASAN

Pada dasarnya sapi perah sama pada sapi pada umumnya. Yaitu memiliki beberapa periode pertumbuhan/perkembangan, yaitu : kebuntingan, masa laktasi, dan birahi, selang beranak. Akan tetapi pada sapi perah ada beberapa perbedaan perlakuan menjelang partus, diantaranya yaitu : masa kering, frekuensi pemerahan, dan manajement pakan. Pada sapi perah ada satu masa atau periode yang sangat berpengaruh terhadap produksi susu yaitu periode kering. Periode kering atau sering disebut dengan pengeringan adalah menghentikan pemerahan selama 8 minggu menjelang sapi melahirkan kembali pada sapi-sapi yang mengalami periode laktasi kedua dan seterusanya. Tujuan-tujuan dilakukannya pengeringan adalah : 1. Agar tubuh induk dapat membentuk makanan cadangan berupa vitmin-vitamin. 2. Agar kondisi tubuh menjadi baik, sehingga produksi susu dapat berlangsung dengan baik, bahkan terkadang meningkat. 3. Agar pertumbuhan dan kondisi anak dalam kandungan tetap terjamin. Selain itu periode kering sangat berpengaruh terhadap sapi perah yang sedang laktasi, karena dengan adanya periode kering sapi tersebut dapat menyimpan energi yang cukup untuk laktasi berikutnya. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi periode kering bunting pada sapi perah, diantaranya adalah : 1. Usia kebuntingan Periode kering yang baik/ ideal adalah 6-8 minggu sebelum partus, periode pengeringan yang lama akan semakin baik disbanding pengeringan yang pendek. Akan tetapi periode kering yang lebih dari 60 hari dapat menyebabkan produksi susu menurun pada laktasi berikutnya. Oleh karena itu waktu pelaaksanaan pengeringan harus diperhatikan dengan benar. Waktu-waktu tersebut diantaranya adalah :

a. Diluar periode pengeringan (pertama 4 sampai 10 hari) b. Yang kering atau jauh pada masa (waktu 30-40 hari) c. Transisi atau periode close-up (21 hari terakhir sebelum melahirkan anak sapi) 2. Metode pengeringan Beberapa cara atau metode dalam melakukan pengeringan : a. Pemerahan berselang Pemerahan berselang adalah pemerahan yang dilakukan dengan jangka waktu semakin lama semakin panjang, hingga akhirnya pemerahan dihentikan. Misalnya adalah : sapi pada mulanya diperah sehari sekali, lalu dua hari sekali, lalu tiga hari sekali, dan seterusnya hingga pemerahan dihentikan. b. Pemerahan tidak lengkap Pemerahan tetap dilakukan setiap hari, tetapi setiap kali pemerahan tidak sekali puting atau keempat puting itu diperah, jadi keempat puting itu diperah secara bergantian. Setiap kali memerah hanya 2 puting saja, dpemerahan tidak lengkapan hari berikutnya bergantian puting lainnya. Hal ini dilakukan beberapa hari hingga akhirnya tidak diperah sama sekali. Cara ini dilakukan pada sapi yang mempunyai kemampuan produksi tinggi. c. Pemerahan yang dihentikan secara mendadak Pengeringan ini dilakukan dengan tiba-tiba. Cara pengeringan semacam ini didahului dengan tidak memberikan makanan penguat 3 hari sebelumnya, dan makanan kasar berupa hijauan pun dikurangi tinggal seperempat bagian saja. Pemerahan yang efektif adalah pemerahan yang dihentikan secara mendadak dan pemerahan berselang, karena pada kedua metode pemerahan tersebut, pemerahan dilakukan hingga tuntas, yang berarti ambing telah kosong dari susu. Hal ini dilakukan agar kondisi ambing tetap sehat. Sedangkan pada pemerahan tidak lengkap, pemerahan dilakukan tidak sampai tuntas dengan masih ada susu dalam ambing, hal ini dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada ambing yaitu ambing rawan terserang penyakit mastitis. 3. Kondisi ternak Periode kering sapi perah bunting yang sehat berbeda dengan sapi perah bunting yang sakit.

BAB IV PENUTUP Kesimpulan 1. Pengeringan adalah menghentikan pemerahan selama 8 minggu menjelang sapi melahirkan kembali pada sapai-sapi yang mengalami periode laktasi kedua dan seterusanya. Periode yang kering, maka yang optimal bila masa istirahat dapat diberikan kepada organ yg mengeluarkan susu dan gizi dalam makanan dan pakan ternak dapat digunakan sangat dibutuhkan untuk mendapatkan bobot dari sapi dan tepat perkembangan janin bukan produksi susu. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi periode kering bunting pada sapi perah bunting adalah, usia kebuntingan, metode pengeringan, dan kondisi ternak. 3. Metode/ cara pengeringan dapat dilakukan dengan tiga cara: 1. Pemerahan berselang yaitu pengeringan yang menggunakan cara sapi hanya diperah sekali sehari selama beberapa hari, 2. Pemerahan tidak lengkap yaitu pemerahan tetap dilakukan setiap hari, tetapi setiap kali pemerahan tidak sekali puting atau keempat puting itu diperah, jadi keempat puting itu diperah secara bergantian, dan 3. Pemerahan yang dihentikan secara mendadak yaitu pengeringan ini dilakukan dengan tiba-tiba.

BAB V DAFTAR PUSTAKA http://sapiperahind.blogspot.com/2007/12/sejarah.htm diakses pada tanggal 19 September 2010 http://yankurindu.blogspot.com/2009/10/Sifat-Pengaruh-FaktorGenetik-dan.gtm diakses pada tanggal 19 September 2010 http://www.ecobizwatch.com/topic/sejarah-sapi-perah diakses pada tanggal 17 September 2010 http://www.jombangkab.go.id/egov/satkerda/page/3517080/sapi.htm diakses pada tanggal 17 September 2010

You might also like