You are on page 1of 95

Meningkatkan

Ekonomi
dengan Melakukan

Konservasi
Masyarakat Pinggir Hutan Merancang Desa Konservasi Sendiri dengan Menyelaraskan Kegiatan Ekonomi dan Konservasi

Disusun oleh: Tim FIELD Indonesia bersama Masyarakat yang teribat Program ALIVE

PENDAHULUAN

Kenapa orang-orang ini mau menyelamatkan orangutan, kenapa tidak menyelamatkan kami?

Nama saya Rohani, 40 Tahun. Suami saya bernama Pak Adlin. Kami menikah tahun 1985. Kami mempunyai 3 orang anak. Sebelum itu kami tinggal di Desa Bukit Lawang di pinggiran Sungai Bahorok di kawasan wisata Bukit Lawang. Kami mengusahakan gubukgubuk, menyewakan tikar dan ban untuk wisatawan. Penghasilan kami sangat memuaskan, terutama pada Hari Minggu dan saat liburan. Saat itu jumlah wisatawan sangat banyak. Pada saat pengunjung sedang ramai, dalam sehari kami bisa mengumpulkan uang hingga Rp. 500.000,-. Sementara untuk kebutuhan rumah tangga dalam sebulan kami hanya sebesar Rp. 300.000,-. Pendek kata, dari usaha ini kami cukup mapan dan kami punya banyak tabungan dalam bentuk emas. Meskipun kehidupan kami biasa-biasa saja, tetapi kami merasa sangat bahagia. Satu hal yang paling membekas dalam ingatanku adalah saat banjir bandang yang terjadi di malam Bulan Puasa tahun 2003. Banjir ini menyapu rumah dan seluruh harta benda yang bertahun-tahun kami kumpulkan. Semuanya musnah dalam 15 menit. Yang tersisa hanya pakaian yang kami kenakan. Saat itu, Minggu, 2 Nopember 2003, sejak sore hujan deras yang turun di kawasan Pegunungan Bukit Barisan ini mendatangkan air bah yang mengakibatkan meluapnya Sungai Bahorok. Dalam sekejap, air bah dan kayu-kayu besar yang bercampur lumpur meluap dengan ketinggian 12 meter menyapu kawasan wisata Bukit Lawang, Bahorok. Ratusan jiwa menjadi korban dan ratusan rumah dan pondokpondok luluh-lantak. Kami tidak tahu apa penyebab banjir bandang itu. Apakah karena penebangan liar atau karena tebing yang longsor yang menyebabkan bendungan jebol di atas sana. Tetapi apapun penyebabnya, masyarakat di sepanjang sungai inilah korbannya. Setelah bencana itu kami tinggal di Desa Timbang Jaya. Berbulan-bulan kami tidak punya pekerjaan. Suami saya yang dulu giat kemudian kehilangan semangat hidup. Kami hidup dengan mengandalkan bantuan yang tidak seberapa. Anak-anak kami saat itu bersekolah di Bahorok. Mereka sering harus bergantian bersekolah karena kami tidak punya uang untuk ongkos mereka. Sebagai orang tua kami sedih, malu, dan khawatir akan masa depan anak-anak kami jika sampai putus sekolah. Kami kemudian menjual baju-baju monja -- istilah untuk pakaian bekas -- yang kami simpan dari pemberian para dermawan sewaktu banjir bandang. Dengan dibungkus karung

goni, saya berjalan menjajakannya dari dusun ke dusun. Sebuah pekerjaan yang tak pernah terpikirkan oleh saya. Alhamdulillah, dagangan saya laku dan anak saya tetap bisa bersekolah. Sewaktu pakaian monja dari bantuan itu habis, seorang pedagang monja yang cukup mapan menawari saya untuk menjualkan monjanya. Saya boleh mengambil dulu dan seminggu sekali, setiap Jumat, hasil penjualannya saya setorkan. Keuangannya untuk makan kami sekeluarga. Bulan Juli 2008, beberapa teman mengajak saya datang pada pertemuan yang dibuat program ALIVE. Itulah pertama sekali saya bertemu orang-orang dari program ALIVE. Dalam pertemuan itu seorang dari mereka menjelaskankan bahwa program ini datang ke desa untuk membantu masyarakat mengembangkan ekonomi dan konservasi habitat orangutan. Mendengar penjelasan awal itu, di kepala saya berkecamuk bermacam pertanyaan, kenapa orang-orang ini mau menyelamatkan orangutan, kenapa tidak menyelamatkan kami, padahal kami susah. Kenapa mereka malah mengajak kami menyematkan orangutan, padahal untuk hidup saja kami sulit. Lebih lanjut dia menjelaskan kegiatan apa saja yang nantinya akan dilaksanakan dan manfaat apa yang akan diperoleh masyarakat jika mereka mau bersama-sama melakukan kegiatan itu. Dari 24 orang yang hadir dalam pertemuan itu, hanya 7 orang yang berminat untuk membentuk kelompok dan terlibat dalam kegiatan program ini. Lalu kami yang 7 orang itu mencari teman lain lagi. Kami ajak warga lain bertemu dengan Pak Paijo untuk memperoleh penjelasan tentang credit union, tentang program ini, dan apa manfaat yang diperoleh dengan mengikuti program ini. Akhirnya saya bersama 13 teman yang lain sepakat mendirikan kelompok credit union. Kelompok tersebut kami beri nama Bunga Seroja. Sekarang kelompok kami sudah berjalan setahun. Bulan Agustus nanti kami akan mengadakan rapat akhir tahun. Dari kelompok ini saya sudah bisa meminjam uang untuk melakukan usaha. Salah satu usaha saya adalah membeli tikar untuk disewakan kepada wisatawan. Kelompok kami yang beranggotakan 30 orang juga melaksanakan kegiatan sekolah lapangan. Kelompok kami bergabung dengan kelompok credit union Jaya Maju yang anggotanya umumnya laki-laki. Awalnya, kegiatan sekolah lapangan seperti kegiatan main-main. Pemandunya justru lebih banyak bertanya kepada kami. Kami diminta menggambar peta desa kami, memotret, lalu diminta menjelaskan apa yang kami potret itu kepada peserta yang lain. Dari kegiatan yang awalnya terkesan main-main, ternyata kami bisa memperoleh pengetahuan dan pengalaman yang banyak sekali. Karena sering berdiskusi, sekarang kami berani mengungkapkan pendapat di hadapan orang banyak maupun pejabat sekalipun. Dari kegiatan SL kami juga memahami apa kecenderungan perubahan yang terjadi di desa kami. Kami juga mengenal apa saja potensi yang kami miliki untuk membangun desa dan meningkatkan ekonomi sambil melestarikan lingkungan desa kami. Kami punya banyak rencana untuk membangun kesejahteraan ekonomi kami dan juga melestarikan lingkungan desa kami. Dari semua rencana-rencana itu nantinya desa kami bisa menjadi desa wisata. Sekarang saya mendorong ibu-ibu yang lain di desa kami untuk membentuk kelompok credit union supaya mereka juga bisa memperoleh manfaat. Sekarang sudah ada satu kelompok baru yang terbentuk dengan anggota 20 orang. Saya berharap semakin banyak warga yang ikut membentuk kelompok serupa dan ikut serta dalam kegiatan konservasi desa. Nantinya kami akan bekerja sama dengan TNGL untuk memperbanyak tanaman buah untuk pakan orangutan supaya mereka tidak menggangu tanam buah masyarakat. Kami juga akan ikut aktif menjaga dan melestarikan hutan, menanam pohon di bantaran sungai, dan merawat sungai kami. Dari kegiatan sekolah lapangan saya faham bahwa segala sesuatu baik mahluk hidup, benda mati, tumbuhan, hewan, udara, maupun manusia itu saling berkaitan dan saling mempengaruhi. Sebagai seorang muslim saya juga meyakini bahwa segala kerusakan di muka bumi ini terjadi karena ulah manusia. Manusia itu adalah mahluk terbaik ciptaan

Tuhan yang diberi amanah menjadi khalifah untuk menyejahterakan bumi ini. Melestarikan bumi berarti menyejahterakan kehidupan manusia dan alam semesta. Untuk bisa berbagi pengetahun dan kepedulian untuk menjaga lingkungan, saya menciptakan lagu-lagu yang dinyayikan bersama grup qasidah konservasi Damul Ainun. Lewat lagulagu itu saya berbagi pengetahuan dan mengajak kepada masyarakat luas untuk menjaga dan melestarikan desa, hutan, dan alam. Saat ini saya juga mengajar mengaji bagi anak-anak dan remaja di desa kami. Saya juga mengembangkan seni tari dan marhaban untuk mereka. Lewat cara ini saya sisipkan pesan-pesan melestarikan lingkungan. Yang membahagiakan, sekarang suami saya bersemangat ikut berjuang untuk konservasi. Saya berharap nantinya semakin banyak lagi orang yang perduli. Semoga banjir bandang tidak akan menimpa lagi. Amin

***
Tulisan di atas adalah satu contoh kisah pengalaman seorang perempuan yang hidup di desa daerah penyangga hutan. Ada potensi alam yang dapat ia kembangkan, ada pula permasalahan yang ia hadapi, dan semangat untuk terus meningkatkan kualitas kehidupannya dengan tetap menjaga kelestarian alam. Ibu tadi paham bahwa untuk berkembang tidak bisa dengan cara sendiri-sendiri, melainkan harus dengan jalan banyak orang. Sehingga ada dua hal besar yang dilakukan ibu tadi saat ini. Pertama, dia terus melakukan kegiatan usaha meningkatkan pendapatan ekonomi keluarganya dengan memanfaatkan lingkungan alamnya secara bijak, dan kedua, dia juga mulai melakukan kegiatan penyadaran terhadap masyarakatnya. Dari generasi mudanya hingga semua warga desa baik laki-laki maupun perempuannya. Kisah di atas dimaksudkan untuk memberikan gambaran sederhana tentang bagaimana Program ALIVE berjalan dan dilakukan oleh masyarakat desa sendiri. Apa yang masyarakat pelajari melalui program ini? Kesadaran apa yang mendorong masyarakat mau melakukan gerakan untuk pelestarian keanekaragaman hayati?

Gerakan Pelestarian Keanekaragaman Hayati dan Perikehidupan Masyarakat di Kawasan Penyangga Hutan
ALIVE (Actions for Livelihoods and Environment) adalah sebuah program yang dilaksanakan oleh Konsorsium FIELD- PEKAT-PARAS (FP3) dengan dukungan dari USAID yang dikelola OCSP (Orangutan Conservation Services Program). Pelaksanaan program ini dimaksudkan untuk mengurangi atau meminimalkan ancaman terhadap orangutan dan habitatnya dalam bentuk model-model desa konservasi. Konsorsium FP3 mengajukan pendekatan yang langsung ke sasaran dengan berlandaskan metodologi yang mempermudah masyarakat untuk melakukan aksi yang terkait dengan konservasi dan kepentingan perikehidupan mereka. Pendekatan ini menggabungkan Sekolah Lapangan Pelestarian Keanekaragaman Hayati (Biodiversity Conservation Farmer Field Schools), dengan penguatan modal sosial dan keuangan melalui penyelenggaraan Credit Union di tingkat masyarakat untuk mendukung penerapan kegiatan pelestarian keanekaragaman hayati. Secara bersamaan, kedua aktivitas utama tadi diarahkan pada peningkatan kapasitas masyarakat yang diperlukan dalam mengurangi ancaman terhadap habitat orangutan dan melestarikan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan. Hasil akhir yang hendak dicapai dari program ini adalah terbentuknya model-model desa konservasi di Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatra Utara yang mampu untuk mengurangi atau meminimalkan ancaman terhadap orangutan dan habitatnya.

Untuk menuju capaian akhir tersebut, ada beberapa prasyarat yang harus terpenuhi dan diakomodasi sebagai tujuan-tujuan dari berbagai kegiatan yang ada dalam program ini. Tujuan tersebut antara lain: membangun kapasitas masyarakat dan organisasi lokal dalam mengurangi ancaman terhadap habitat orangutan; Memperkuat peran penting kelompok perempuan dalam rangka peningkatan dan kestabilan keluarga yang rentan serta strategi penghidupan masyarakat untuk mendukung kegiatan konservasi orangutan dan habitatnya; Menerapkan pendekatan teknis yang langsung menjawab berdasarkan metodologimetodologi yang mengombinasikan pendekatan sekolah lapangan untuk konservasi keanekaragaman hayati dan credit union sebagai modal sosial dan kapital masyarakat untuk dapat mendukung pelaksanaan aksi-aksi konservasi

Skema Konsep Program ALIVE

Masyarakat, Lembaga, dan Pihak-pihak Terkait

HUTAN

Masyarakat Daerah Penyangga Hutan Masyarakat Daerah Penyangga Hutan

Usaha Bersama Syariah Simpan Pinjam (Credit Union)

Potensi dan Permasalahan

Melakukan Pengkajian Perikehidupan Berkelanjutan

Hasil kajian dan Analisanya

Rencana Kerja Masyarakat

Advokasi Masyarakat

Aksi Masyarakat Daerah Penyangga Hutan

Pelaksanaan Rencana Kerja

Model Desa Konservasi


Pihak yang berhubungan dengan hutan Kegiatan Sekolah Lapangan Program ALIVE

Program ini dilaksanakan di masing-masing 3 desa di Kabupaten Langkat dan Aceh Selatan. Desa-desa tersebut adalah; Timbang Jaya, Timbang Lawan, Sampe Raya (Kabupaten Langkat) dan Pasie Lembang, Durian Kawan, Pucuk Lembang (Kabupaten Aceh Selatan). Orangutan sendiri, tidak terlalu menonjol sebagai isu sentral dari program ini. Mengingat, realitas masyarakat yang sebagian besar harus bertahan untuk penghidupannya, diduga akan menjadi sensitif ketika kepentingannya seakan dikalahkan oleh eksistensi satwa hutan ini. Namun demikian isu tersebut mulai dikenalkan saat Sekolah Lapangan berjalan. Keberadaan orangutan dianggap sebagai indikator dari terjaganya kelestarian alam.

Pendekatan dan Metode Pemberdayaan


Diskursus pemberdayaan masyarakat, terutama masyarakat pedesaan, kerap kali memposisikan mereka sebagai objek yang harus dibantu. Berbagai keterbatasan kemampuan (keahlian) dengan ukuran arus utama rasionalitas-developmentatif, menjadi pembenar dari cara pandang tersebut. Skema pemberdayaan yang terlihat kemudian menjadi sangat pragmatis, baik bagi masyarakat itu sendiri maupun institusi yang terlibat dalam proyek tersebut. Pemberdayaan lalu menjadi kata yang mudah didengar, diyakini, dan juga dikhianati. Pasalnya, sentuhan kebebasan ekspresif-artikulatif manusianya dibelenggu oleh kepentingan-kepentingan yang pragmatis pula. Alhasil, pemberdayaan hanya menjadi syarat instrumental-simbolik ketimbang menjadi objektif-ekspresif. Di dalam pemberdayaan, elemen yang harus tuntas didapat adalah peningkatan power dari masyarakat. Power ini bukan sekadar dalam jebakan dimensi politik praktis semata karena sesungguhnya power yang dimaksud adalah kekuatan sosial dari masyarakat. Kekuatan sosial inilah yang nantinya akan mengendalikan perilaku semua elemen yang ada dalam ekosisitem pedesaan. Realitas yang terjadi hingga saat ini, masyarakat pedesaan belum menemukan formula resistensi yang baku untuk meneguhkan eksistensinya. Sementara, perluasan kota tidak lagi dalam bentuk fisik-administratif. Lebih jauh lagi perilaku dan budaya masyarakat pedesan ikut larut dari dalam budaya perkotaan. Revolusi teknologi informasi secara langsung maupun tidak telah membantu pengaburan identitas desa. Stigma masyarakat desa yang subaltern ditutupi oleh gincu teknologi. Kekonyolan ini akan berakibat hilangnya peradaban agraris, dimana masyarakat petani hanya menjadi bagian dari alat produksi industri pertanian.

Sekolah Lapangan: Sebuah Pendekatan Pendidikan Masyarakat


Istilah 'Sekolah Lapangan' mulai kedengaran di Indonesia, pertama kali dalam rangka Program Nasional Pengendalian Hama Terpadu pada tahun 1990. Pada waktu itu istilah ini dirasakan cukup 'aneh' di telinga para petani maupun aparat pertanian. Tetapi 4 tahun kemudian SLPHT telah diselenggarakan pada lebih dari 10.000 desa di Indonesia serta ribuan desa pertanian lainnya dalam bentuk 'IPM Farmer Field School' di Vietnam, China, Philippines, Bangladesh, India, Korea Selatan, Muangthai, dan Sri Lanka. Dalam hal ini, model 'Sekolah Lapangan' yang dikembangkan di Indonesia telah merupakan suatu sumbangan berarti kepada negara-negara lain. Pada saat ini, istilah Sekolah Lapangan bukan hanya untuk program PHT, tetapi telah mulai diterapkan untuk program-program pertanian lain seperti agribisnis, sapta usaha, pertanian rakyat terpadu, dan sebagainya.1

Russel Dilts, Sekolah Lapangan: Suatu Upaya Pembaruan Penyuluhan Pertanian, 1995

Sekolah Lapangan ini dikembangkan sejalan dengan perubahan paradigma pembangunan pertanian yang menghargai petani sebagai subyek yang mengelola dan mengambil keputusan di lahan usaha taninya. Sehingga pemerintah lebih berperan untuk mendukung petani, tidak melalui instruksi tetapi memfasilitasi melalui proses pelatihan yang partisipatif dalam rangka mendorong pengembangan kreativitas dan kemandirian petani. Sekolah Lapangan diilhami oleh pandangan Jurgen Habermas tentang teori pendidikan kritis. Ia menggariskan apa yang disebutnya sebagai dua bidang minat kognitif yang utama (the primary cognitive interest), yakni hal-hal yang praktis (the practical) dan hal-hal yang menyangkut kepentingan pembebasan (the emansipatory). Habermas meletakkan kedua bidang minat utama ini pada tiga wilayah keberadan manusia sebagai mahluk sosial yang berbeda satu sama lain, yakni wilayah pekerjaan (work), wilayah hubungan antar sesama (interaction) dan wilayah kekuasaan (power). Teori sosial Habermas menjelaskan perbedaan pengetahuan yang diisyaratkan oleh masing-masing wilayah tersebut diciptakan dan diabsahkan. Jack Mezirow memperinci lagi wilayah-wilayah tersebut menjadi sejumlah wilayah belajar (domains of learning), yang secara alami menuntut adanya pendekatan dan metodologi yang berbeda satu sama lain. Wilayah pekerjaan ini menyangkut masalah pengendalian terhadap lingkungan secara teknis, termasuk lingkungan sosial. Habermas menyebut tindakan yang terkandung dalam wilayah ini sebagai tindakan instrumental (instrumental action) dimana tujuan merupakan sarana mempraduga dan mengendalikan kenyataan atau realitas secara efektif. Realitas mesti direduksi sedemikian rupa menjadi suatu objek atau suatu kejadian. Implementasi wilayah ini dalam kegiatan sekolah lapangan adalah peserta sekolah lapangan adalah warga masyarakat atau petani. Mereka adalah orang yang punya pekerjaan tetap dalam mengelola usahanya di desanya yang terkait dengan konservasi. Dengan demikian, mereka sarat dengan pengalaman dalam mengelola usahanya, sehingga tidak perlu diajari bagai mana cara berusahanya. Yang perlu adalah bagaimana mereka mempunyai pengalaman baru dalam hal mengelola potensi lokal yaitu unsur-unsur agroekosistem. Hubungan warga desa atau petani dengan dunianya sangat dekat yaitu lahan dengan semua unsur penunjangnya. Dalam sekolah lapangan, warga masyarakat dalam kelompok belajar mulai dari pengkajian potensi yang ada di desanya beserta unsurunsur yang terkait di dalamnya, dan menganalisanya dengan tujuan mereka lebih memahami dunianya agar tidak dikendalikan oleh orang lain. Selama periode waktu tertentu, misalnya satu musim, mereka belajar langsung di lingkungan alam di desanya. Dalam praktek penilaian tersebut setiap pertemuannya mereka menggunakan cara belajar lewat pengalaman, yaitu: mengalami mengungkapkan menganalisis menyimpulkan menerapkan mengalami (kembali). Proses ini merupakan tindakan aksi dan refleksi terhadap kegiatan yang dilakukan untuk menumbuhkan sikap kritis warga masyarakat terhadap kondisi lingkungannya agar mampu mengambil keputusan yang tepat dalam pengelolaan lahannya. Wilayah hubungan antar sesama manusia ini ditandai terutama oleh adanya tindakan komunikatif (communicative action) yang: dikendalikan oleh norma-norma kebersamaan yang diartikan sebagai keinginan akan adanya umpan balik tentang tingkah laku yang harus difahami dan dimengerti oleh sekurang-kurangnya dua subjek yang melakukan tindakan tersebut.... karena keabsahan norma sosial hanya diperoleh jika antar subjek tersebut saling memahami maksud-maksud yang terkandung dibalik tindakan-tindakan mereka dan dijamin oleh pengakuan akan kewajiban masing-masing Tindakan komunikatif ini pun masih melayani kepentingan kepentingan praktis, meskipun wilayah ini sudah lebih terkait dengan soal pengertian dan makna, bukan soal teknisteknis belaka. Lebih dari empirisme, Habermas menyebut ilmu-ilmu historicalhermeuneutic sebagai golongan ilmu-ilmu yang masuk dalam wilayah ini. Hermeuneutic

membutuhkan proses penerjemahan (interpretasi) dan tindakan komunikasi. Sehingga ilmu pengetahuan diciptakan melalui proses interaksi dan bukan sekedar diwahyukan. Ilmu pengetahuan hermeuneutis menyangkut pola-pola hubungan antar subjek serta pengertian atau makna yang tercipta melalui proses interaksi tersebut, bukannya realitas melulu yang hanya menjelaskan hubungan sebab-akibat. Implementasi dari wilayah ini adalah pelaksanaan sekolah lapangan bukanlah semata kegiatan teknis bercocok tanam dan ekonomi semata, tetapi bagaimana membangun dinamika kelompok yang lebih baik. Keberadaan materi belajar untuk mendinamisir kelompok dalam kegiatan sekolah lapangan ada tujuan penting yang kekuatannya sama dengan masalah teknis, yaitu menggarap realitas hubungan antar sesama. Karena itu di sekolah lapangan, materi dinamika kelompok dikembangkan agar peserta mulai membangun hubungan dan kerjasama agar mereka saling memahami sifat, cita-cita, dan perilaku sesama warga belajar. Dengan demikian mereka akan saling memahami. Selanjutnya secara bersama-sama, mereka belajar tentang prinsip-prinsip komunikasi, kerjasama, membangun sikap kritis, meningkatkan keterampilan, pemecahan masalah dan perencanaan. Kegiatan ini semua sangat penting karena yang belajar adalah manusia dewasa, yang satu sama lain sarat dengan pengalaman yang berbeda. Wilayah kekuasaan (dan pembebasan) menyangkut jika tindakan komunikatif dan pengetahuan yang dihasilkannya menyangkut norma-norma dan pola-pola hubungan antar subjek, maka pengetahuan yang bersifat membebaskan (emancipatory) lebih menyangkut tingkat kesadaran seseorang. Wilayah ini berkepentingan terhadap persoalan kekuatankekuatan dalam diri seseorang dan lingkungan sekitar di luar dirinya, yang membatasi pilihan-pilihan dan daya kendalinya terhadap kehidupannya sendiri. Wilayah ini memberi peluang pada kita untuk membedakan antara faktor-faktor yang memang berada di luar kendali kita, dengan faktor-faktor yang sebenarnya hanya menurut anggapan kita saja berada di luar kendali kita. Ini tidak hanya dalam menghadapi persoalan yang berada di depan mata tetapi juga terhadap akar-akar struktural dari persoalan tersebut. Berusaha memahami akar-akar struktural ini akan membawa kita kepada proses peninjauan kembali dan penilaian ulang atas peranan manusia sepanjang sejarahnya, melalui proses mawasdiri, sampai kepada pengertian tentang proses-proses dimana suatu struktur sosial diciptakan kembali dengan berbagai kemungkinan dampaknya yang membatasi ruang gerak kita. Implementasi wilayah ini dalam program ini adalah bagaimana membangun kesadaran bagi petani bahwa petani adalah subyek pembangunan pertanian dan pelaku aktif yang mempunyai kesadaran bahwa mereka memiliki program ini. Untuk merealisasikan gagasan ini, warga masyarakat diberikan ruang untuk menggalang dukungan, baik dari sesama warga desa, tokoh masyarakat, aparat pemerintahan lokal, maupun pihak-pihak lain yang terkait dengan kehidupan masyarakat desa. Oleh karenanya, warga mengorganisir sendiri pertemuan jaringan, Field Day (hari temu lapangan), dialog multi-pihak, dan kegiatankegiatan advokasi lain. Pendekatan sekolah lapangan masyarakat akan digunakan untuk membahas dan menjawab permasalahan yang terkait dengan kawasan lindung/pelestarian habitat, perikehidupan masyarakat yang terkait dengan wanatani, daerah tangkapan air, perencanaan partisipatif di masyarakat, pengembangan pembibitan pohon oleh masyarakat dan riset aksi desa. Program sekolah lapangan akan diperkuat dengan hari temu lapangan (Field Day) yang akan mengumpulkan masyarakat desa yang lebih luas, pemuka-pemuka desa dan para pemangku kepentingan lainnya dalam membahas rencana aksi pelestarian di tingkat desa dan kebijakan-kebijakan pendukung yang mungkin diupayakan. Sebagai tindak lanjut dari Sekolah Lapangan maka setiap kelompok akan bekerja dengan anggota masyarakat yang lebih luas, dengan pemerintah desa dan dengan dukungan dari narasumber dan lembagalembaga lain yang diperlukan untuk melaksanakan rencana aksi pelestarian keanekaragaman hayati di tingkat desa. Rencana aksi tersebut sering mencakup kegiatan-

kegiatan beraneka ragam yang mengurangi ancaman keanekaragaman hayati, termasuk pemetaan kembali batas-batas kawasan lindung, perbaikan metode berocok tanam masyarakat hingga upaya dalam menggalang dukungan untuk munculnya kebijakan dan pengaturan di tingkat lokal yang mendukung aksi pelestarian tersebut.

Credit Union: Sebuah Pendekatan Peningkatan Ekonomi Masyarakat


Credit union, dalam program ini dirancang untuk mengembangkan penguatan modal keuangan dan sosial di masyarakat desa wilayah penyangga hutan agar dapat menjadi sarana mendukung pelaksanaan kegiatan pelestarian keanekaragaman hayati dalam rangka mewujudkan model desa konservasi. Credit union adalah perkumpulan usaha bersama syariah simpan pinjam yang didirikan oleh masyarakat sendiri. Biasanya perkumpulan atau kelompok ini beranggotakan 10-30 orang. Mereka mempunyai tujuan untuk mengembangkan kerjasama antar sesama anggota masyarakat dalam upaya meningkatkan pendapatan dan ekonomi rumah tangga untuk mempercepat pencapaian kesejahteraan keluarga. Melalui kelompok ini, para anggotanya akan dapat memecahkan persoalan kesulitan modal usaha, sekaligus belajar menciptakan kemampuan menabung dan mengelola ekonomi rumah tangga. Selain itu anggota juga belajar mengembangkan kerjasama dengan berbagai pihak untuk dapat memperoleh dukungan untuk meraih kondisi kehidupan sosial, ekonomi, lingkungan, dan usaha pertanian yang lebih berhasil. Usaha bersama syariah simpan pinjam tidak hanya untuk tujuan peningkatan modal saja, namun sesungguhnya juga sebagai wadah belajar bagi masyarakat untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan dalam upaya peningkatan pendapatan, peningkatan ekonomi dan kesejahteraan rumah tangga. Belajar di kelompok ini berbeda dengan belajar di sekolah. Belajar di kelompok usaha bersama syariah simpan pinjam dilakukan dengan selalu saling berdiskusi, ngobrol pengalaman dan pendapatan masing-masing anggota, ngobrol tentang apa yang dialami dan apa yang sedang dilakukan. Untuk mendukung berkembangnya usaha bersama ini, kelompok usaha bersama syariah simpan pinjam ini akan dibantu oleh pendamping yang akan bekerja mendampingi kelompok agar kelompok mampu meningkatkan ekonomi masyarakat. Membangun kelompok usaha bersama syariah simpan pinjam ini berarti juga membuka peluang kerjasama yang lebih luas dengan berbagai pihak dalam rangka peningkatan ekonomi masyarakat desa. Saat ini sudah banyak kelompok usaha bersama seperti ini yang memperoleh dukungan dan kerjasama dengan berbagai pihak, baik pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, maupun perusahaan. Adanya kelompok yang mempunyai keorganisasian dan kegiatan yang jelas, tentu akan menarik perhatian pihak-pihak lain yang bekerja untuk mendukung upaya peningkatan ekonomi masyarakat. Membangun kelompok usaha bersama syariah simpan pinjam berarti juga membangun rencana masa depan yang lebih baik. Salah satunya dengan mempersiapkan modal untuk mengembangkan usaha-usaha untuk peningkatan ekonomi rumah tangga. Kemudian menciptakan kemampuan untuk mengembangkan jenis usaha keluarga sehingga keluarga mempunyai sumber tambahan penghasilan. Oleh karena itu, credit union atau usaha bersama syariah simpan pinjam adalah satu bentuk kegiatan pengembangan modal usaha yang dilakukan bersama-sama oleh masyarakat atas dasar keterbukaan, kepercayaan, dan kebersamaan untuk mencapai tujuan bersama, yaitu tersedianya modal yang dapat diakses oleh anggota kelompok untuk mengembangkan usahanya. Membangun kelompok usaha bersama syariah simpan pinjam sama artinya dengan masyarakat membuat bank sendiri atau masyarakat mempunyai bank sendiri. Kegiatan usaha bersama syariah simpan pinjam ini akan diselenggarakan di setiap desa agar menjadi dasar pengembangan ekonomi yang berkelanjutan, yang sering menjadi penghalang dalam program-program pelestarian alam yang lainnya. Upaya usaha bersama syariah simpan pinjam terpusat seluruhnya dalam memobilisasi dan menggunakan

modal keuangan dan sosial masyarakat yang sudah tersedia dan memperkuat sistem nilai yang diperlukan dalam upaya pelestarian dan pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan. Pendekatan ini sangat menghargai pentingnya perempuan dalam mengelola sumberdaya keluarga dan masyarakat dan akan membangun kelompok inti ini terlebih dulu kemudian membesar ke masyarakat yang lebih luas. Dan, usaha bersama syariah simpan pinjam ini adalah satu dari sedikit pendekatan pembangunan ekonomi tingkat desa yang mampu disebarluaskan dan sudah terbukti layak hidup di Kabupaten Langkat. *** Kedua pendekatan di atas dipakai untuk menyinergiskan potensi yang ada di masyarakat. Melalui pendekatan sekolah lapangan, masyarakat memperoleh kesempatan belajar tentang hal-hal yang terkait dengan perikehidupannya secara lebih lengkap dan rinci. Baik yang terkait hal-hal teknis maupun sosial. Masyarakat juga memperoleh kesempatan mengeluarkan pendapat dan memecahkan permasalahan secara demokratis. Sementara itu, melalui pendekatan usaha bersama syariah simpan pinjam, masyarakat mempersiapkan berbagai modal, baik sosial maupun finansial, untuk merealisasikan semua rencana yang muncul ketika selesai mengikuti kegiatan sekolah lapangan.

Manusia dan alam dalam harmoni kehidupan


Gambar yang saya ambil adalah gambar sangkar orangutan di pohon karet. Foto ini saya ambil di kebun dekat hutan. Saya mengambil foto ini karena saya melihat orangutan sebagai hama yang mengganggu tanaman kami. Saya tahu orangutan itu dilindungi. Tetapi saya juga berharap nantinya kami bisa berhasil dalam usaha pertanian. Kami bebas dari gangguan orangutan dan orangutannya tetap selamat.
(Aidil, Peserta Sekolah Lapangan Desa Timbang Jaya)

Saya mengambil foto hutan karena hutan adalah duniaku. Hutan menyediakan air untuk kebutuhan hidup kita. Apa yang akan terjadi kalau sampai hutannya habis? Kita akan kekuarangan air, kita tidak bisa bercocok tanam padi, dan kita akan kelaparan. Untuk itu, marilah bersama-sama melestarikan hutan. Hutan kita ini adalah juga warisan dunia, warisan nenek moyang untuk anak cucu.
(Wayan, Petugas TNGL dan Peserta Sekolah Lapangan Desa Timbang Jaya)

Saya mengambil foto kegiatan penebangan pohon durian. Foto ini saya ambil di kebun yang sudah dekat hutan TNGL. Kayu yang sedang diolah ini kayu durian. Foto ini saya ambil karena saya prihatin dengan pohon Durian Bahorok yang jumlahnya semakin sedikit karena terus ditebang. Sementara kegiatan menanamnya sangat kurang. Saya takut kalau nantinya Durian Bahorok hanya tinggal nama saja. Saya berharap nantinya kami bisa diajari bagaimana membuat bibit durian yang bisa lebih cepat berbuah.
(Durahman, Peserta Sekolah Lapangan Desa Timbang Jaya)

10

Dari dulunya tapal batas TNGL diberlakukan secara tetap, tapi saat ini menggunakan batas alam yaitu menggunakan alur Sungai Lembang sebagai batasnya. Akibatnya dengan ketetapan seperti ini banyak wilayah desa yang terambil oleh TNGL, padahal di wilayah tersebut sudah ada kuburan keluarga kami dan banyak ditumbuhi oleh tanaman-tanaman perkebunan yang menjadi ciri bahwa dahulunya daerah tersebut adalah wilayah yang telah dikelola oleh masyarakat.
(Salah satu peserta Sekolah Lapangan di Desa Pasie Lembang, Kabupaten Aceh Selatan, 10/8/2008)

Kutipan-kutipan di atas adalah ungkapan yang disampaikan oleh peserta sekolah lapangan dalam sebuah acara pertemuan kelompok membahas dan mendiskusikan hasil-hasil pengkajian perikehidupan berkelanjutan oleh masyarakat. Tak mudah ternyata hidup sebagai masyarakat yang tinggal di wilayah penyangga hutan. Selain harus berjuang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, juga dituntut untuk menjaga kelestarian hutan. Tak jarang, masyarakat di wilayah ini dituduh sebagai biang keladi kerusakan hutan. Terlebih dengan gaung isu perubahan iklim seperti saat sekarang ini. Perilaku masyarakat yang menjadikan hutan bagian dari penunjang kehidupan mereka sering dianggap keliru dan dipersalahkan. Sementara faktor lain yang justru pemicu utama kerusakan hutan, seperti perusahaan yang memiliki hak pengelolaan -- yang cenderung melakukan pengrusakan hutan -- seakan diabaikan perannya. Di hampir semua kawasan hutan, kontribusi pengrusakan hutan oleh perusahaan pemilik HPH sangat besar dan berdampak luas bagi pengrusakan hutan. Anehnya, ketika terjadi kerusakan-kerusakan alam, masyarakat lebih disudutkan ketimbang perusahaan-perusahaan tersebut. Kemudian pemerintah sendiri mendorong berbagai kebijakan yang reaksioner, misalnya, penetapan kawasan hutan dalam bentuk taman nasional yang mengenyampingkan posisi masyarakat yang sudah turun-temurun tinggal di kawasan tersebut. Perjalanannya isu ini lambat laun semakin pelik, sering terjadi konflik antara pemegang otoritas pengelola taman nasional dengan masyarakat. Konflik semakin runyam dan meluas ketika ekosistem hutan juga telah rusak. Satwa-satwa yang hidup di dalam ekosistem hutan mulai sering turun ke pemukiman dan perladangan. Ketenangan dan kenyamanan hidup masyarakat yang sudah terusik menjadi semakin terusik. Alih-alih mendapat kepastian hukum untuk bermukim. Yang terjadi, areal bercocok tanam masyarakat justru menjadi lumbung pangan satwa yang sudah kehilangan tempat makannya. Sulit untuk kami bisa bercocok tanam, begitu sudah hampir menunjukkan hasil, dalam sekejap babi hutan, monyet, dan orangutan datang mengacak-acak ladang kami, ujar Aidil dari Desa Timbang Jaya. Selain itu, faktor alam penunjang usaha pertanian masyarakat juga semakin menurun kualitasnya. Air misalnya, dulu seakan kami tidak pernah kekurangan air. Tetapi semenjak banyak pohon di hutan yang ditebang, debit air terus berkurang. Akibatnya gagal panen tidak hanya karena diserang hama atau satwa, tapi juga karena kekurangan air. Secara alami, hubungan antara manusia dan alam merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Tentunya hal ini secara subyektif dirasa dan dinilai oleh manusia sendiri. Sesuai kodratnya, manusia dibekali kemampuan untuk berpikir dan mengembangkan keinginan-keinginannya. Interaksi antara pikiran dan keinginan inilah yang kemudian mendominasi kepentingan manusia terhadap alam. Kepentingan manusia kian lama kian berkembang, sementara eksistensi alam sendiri semakin menyempit. Pada titik klimaksnya, komunikasi alam tidak lagi memberi pelayanan pada manusia. Komunikasi tersebut berubah menjadi ancaman, bencana yang dengan ganas membawa korban manusia.

11

Sementara, jantung pertahanan alam adalah hutan. Di dalam ekosistem hutan terdapat ribuan flora dan fauna yang menjaga keseimbangan ekosistem tersebut. Luasan hutan sendiri sangat menentukan harmoni iklim yang terjadi di bumi. Perubahan iklim yang saat ini terjadi akibat dari berubah fungsinya kawasan hijau menjadi fasilitas-fasilitas yang mendukung kebutuhan manusia. Hal ini disebabkan berkembangnya pengetahuan dan teknologi yang menjadikan alam sebagai lahan eksploitasi. Dahulu kala, pengetahuan manusia masih bersandar pada kondisi alam. Manusia saat itu menyesuaikan kondisi alam untuk mereka berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun perkembangannya, keinginan untuk mendominasi semakin besar. Alam dilihat sebagai komoditas yang harus secara maksimal dieksploitasi. Hal ini dipicu oleh pertarungan antar manusia sendiri. Pertarungan tersebut akhirnya menghasilkan kelas yang kalah dan yang menang. Kelas yang menang inilah yang mempersepsikan dan menentukan bagaimana alam dikelola. Dengan kekuasaan yang mereka miliki, pertimbangan-pertimbangan ekologis, keberlanjutan diabaikan. Alhasil terjadi perubahan fungsi besar-besaran terhadap alam.

Deforestasi
Di Indonesia sendiri, telah terjadi peralihan fungsi hutan dalam jumlah yang besar. Hutanhutan di Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang tertinggi di dunia, meskipun luas daratannya hanya 1,3 persen dari luas daratan di permukaan bumi. Kekayaan hayati di Indonesia mencapai 11 persen spesies tumbuhan yang terdapat di dunia. Sepuluh persen spesies mamalia dari total binatang mamalia bumi, dan 16 persen spesies burung di dunia ada di Indonesia. Potensi strategis ini kemudian menempatkan Indonesia sebagai wilayah soroton dunia. Ada dua sisi kepentingan terhadap hutan-hutan di Indonesia. Sisi pertama adalah kepentingan ekologis dunia, di mana kawasan hutan Indonesia dapat dianggap sebagai penyelamat ekologi dunia. Sisi lainnya, ada potensi ekonomi yang besar dan dapat dieksploitasi dari hutan-hutan tersebut. Karena selain menampakkan kekayaan keanekaragaman hayati, banyak diduga dan telah dieksploitasi adanya tambang-tambang migas, emas, dan mineral lainnya di dalam hutan Indonesia. Dua sisi tersebut kemudian membuat ambiguitas sikap terhadap hutan di Indonesia. Di dalam keraguan kepentingan itu, kekuasaan yang dimiliki oleh manusia yang menanglah yang mempersepsikan bagaimana hutan dikelola. Dari pertarungan tersebut, terjadi deforestasi besar-besar di Indonesia. Tahun 1950, Dinas Kehutanan Indonesia pernah membuat peta vegetasi yang menginformasikan, bahwa pada masa itu sekitar 84 persen luas daratan Indonesia (162.290.000 hektar) merupakan hutan primer dan sekunder. Peta vegetasi yang merupakan program bantuan Pemerintah Amerika Serikat itu, seakan menjadi pintu pembuka bagi eksploitasi besar-besaran terhadap hutan. Dalam peta tersebut terpapar 65% merupakan hutan primer yang belum pernah tereksploitasi, 15% hutan sekunder, 14% hutan lahan basah, 1% masing-masing hutan jati dan non jati, 1% hutan mangrove, dan 3% hutan lainnya. Ketika itu, berdasarkan survei, 22% Pulau Jawa masih tertutup hutan, 60% Pulau Sumatera tertutup hutan, Kalimantan 77 % daratannya tertutup hutan, Sulawesi 53%, dan Kepulauan Nusa Tenggara 20%. (Von Monroy, 1959). Eksploitasi hutan dalam skala luas untuk kebutuhan industri, pada dasarnya telah dilakukan sejak masa pemerintahan kolonial Belanda. Sebagai daerah koloni, kekayaan Indonesia telah berjasa menyelamatkan Belanda dari ancaman krisis ekonomi dunia saat itu. Setelah itu, eksploitasi yang berakibat pada deforestasi (menghilangnya lahan hutan),

12

berkembang terus dengan alasan tuntutan pertumbuhan ekonomi dan bertambahnya jumlah penduduk. Pada era Orde Baru, ketika secara jelas pemerintah Indonesia bersanding dengan kekuatan kapitalisme dunia, angka deforestasi bergerak sangat cepat. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Bank Dunia pada tahun 1999, rata-rata dari tahun 1985-1997 deforestasi mencapai 1,7 juta hektar. Di Pulau Sulawesi, Sumatera, dan Kalimantan kehilangan lebih dari 20 % tutupan hutannya. Jika dibandingkan dengan data luasan hutan tahun 1950 dengan hasil survei tersebut (1970-1990-an), jumlah penyusutan hutan di Indonesia mencapai 27%. (Sumber: World Resource Institute, 1997). Sementara pada periode 1997-2000, angka penyusutannya bertambah setiap tahunnya hingga mencapai 3,8 juta hektar. Ketidakstabilan politik paska Soeharto, dimanfaatkan baik secara terencana atau pun tidak oleh banyak kalangan untuk membabat hutan. Pada masa Soeharto sendiri, secara sistematis hutan dikuasai oleh kepentingannya dan para kroninya. Berbekal Konsesi Hak Penguasaaan Hutan (HPH), berjalanlah praktek pembabatan dengan dalih peningkatan pertumbuhan ekonomi. Dari sana memang terjadi peningkatan angka pertumbuhan ekonomi, tetapi akumulasi kapitalnya hanya dimiliki oleh segelintir orang. Tingkat kemiskinan tidak berubah bahkan secara kualitatif meningkat. Bahkan masyarakat pinggir hutan sekalipun. Kekayaan hutan yang ada di depan mata, lambat laun terkuras tanpa mereka dapat menikmati hasilnya. Alih-alih mendapatkan keuntungan, mereka justru menjadi kambing hitam ketika terjadi pengrusakkan hutan dan bencana alam. Tuntutan masyarakat dunia agar pemerintah Indonesia menjaga kelestarian hutannya tidak cukup mampu dicerna dengan baik. Penetapan-penetapan kawasan konservasi seakan hanya berupa monumen tanpa dampak yang jelas bagi kelestarian hutan. Hingga saat ini masih banyak perusahaan-perusahaan yang beroperasi di kawasan konservasi seperti halnya Taman Nasional. Di sisi lain, sikap kooperatif terhadap perusahaan tidak tertuju pada masyarakat di kawasan hutan. Aparat pemerintah dapat dengan mudah bertindak keras terhadap masyarakat sendiri yang telah turun-temurun tinggal di kawasan tersebut. Seakan tidak ada ampun bagi masyarakat jika mereka dijumpai sedang memanfaatkan hutan bagi kepentingannya. Dalam skala yang lebih luas, pembabatan tersebut dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang memiliki HPH. Jika ada masyarakat yang terlibat dalam penebangan liar (illegal logging), hal itu terjadi karena mereka digunakan oleh para pengusaha-pengusaha yang kosensi HPHnya tidak mampu mencukupi permintaan produksi yang tinggi. Kondisi tersebut memicu terjadinya pasokan-posokan dari hasil illegal logging. Di Sumatera khususnya Sumatera Utara, dampak dari pembabatan hutan baik secara legal dan illegal, telah berbuah bencana. Tahun 2003, terjadi banjir bandang di aliran Sungai Bahorok yang berdekatan dengan Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser. Bencana ini telah menelan korban 142 orang tewas dan 101 orang hilang, serta menghancurkan 401 rumah (Kompas, 14/11/2003). Bencana ini oleh pemerintah dianggap sebagai murni bencana alam. Berbagai data fisik diperlihatkan oleh pemerintah saat itu bahwa tidak ada illegal logging di sana. Bencana terjadi karena tingkat kemiringan di kawasan tersebut cukup tinggi, sehingga ketika hujan deras, terjadi erosi yang berakibat banjir bandang. Hal ini kontras dengan temuan di lokasi kejadian yang menunjukkan bukti bahwa glondongan kayu yang menerpa kawasan pemukiman penduduk di sekitar aliran Sungai Bahorok adalah kayu hasil tebangan. Menurut Dr. Majid Damanik dari Universitas Sumatera Utara, kayu-kayu yang ditemukan pada saat bencana sulit untuk diidentifikasi karena sudah terkelupas dan tidak lagi segar. Dugaannya kayu tersebut sudah direndam air sebelumnya. Berbeda jika bencana murni, kayu-kayu yang hanyut pasti masih mudah diidentifikasi karena masih segar dan akarnya masih melekat di bagian bawah batang kayu. (Media Indonesia, 17/11/2003)

13

Sumatera Utara memiliki luas wilayah sebesar 7.168.000 hektar. Setengahnya atau sekitar 3.675.918 hektar merupakan kawasan hutan. Namun luas wilayah hutan ini tidak dijaga kelestariannya. Sekitar 890.505,8 hektar sedang dalam kondisi rusak. Banyak pemilik izin perkayuan tidak melakukan penanaman kembali, di samping maraknya illegal logging. Produksi hutan sebesar 8.987.961,51 m3 selama 5 tahun, berarti 1.797.592,302 m3 per tahun atau setara dengan 179.759,2 hektar per tahun. Jika dibandingkan dengan hasil kayu berdasarkan izin HPH, telah terjadi penebangan hutan sebesar 127.376,202 m3 atau setara dengan 1.273,762 hektar di luar HPH. Illegal logging ini mengakibatkan kerugian triliunan rupiah.(ISAI: 2004)

Pandangan Baru terhadap Alam


Kerusakan hutan terbukti telah menimbulkan bencana yang luarbiasa dahsyatnya. Bencana-bencana tersebut pada dasarnya masih berpotensi untuk terulang dan lebih besar lagi skalanya dibanding bencana-bencana sebelumnya. Sayangnya, kita sudah dibiasakan untuk menghadapi masalah ketika masalah itu terjadi. Sebelum terjadi, biasanya alam sudah memberikan isyarat, bahwa bencana besar akan terjadi. Isyarat-isyarat itulah yang saat ini sudah diabaikan. Pada masa lalu, manusia memiliki kemampuan membaca fenomena alam sebagai dasar analisa apa yang akan terjadi berikutnya terkait dengan alam. Jika akan terjadi gunung meletus atau gempa bumi, biasanya akan ada migrasi temporer satwa-satwa hutan di gunung mendekat ke pemukiman penduduk. Saat itu terjadi, masyarakat sudah mulai waspada akan terjadi peristiwa gunung meletus. Dalam perikehidupan, pembacaan terhadap alam juga dilakukan. Khususnya di bidang pertanian, petani di masa lalu mampu menghitung hari yang tepat untuk memulai proses cocok tanam. Kemampuan itu bersandarkan pada ketelitian menghitung hari dengan putaran bulan. Di Jawa pengetahuan itu disebut dengan Pranata Mangsa. Kemampuan menata musim ini dalam terjemahan bebasnya bukanlah ilmu gaib yang sulit dipahami. Pranata mangsa adalah metode memperkirakan bagaimana kemngkinan iklim ke depannya. Kemampuan-kemampuan tersebut lambat laun tergerus oleh perkembangan modernisme. Kemajuan teknologi kemudian mengarahkan manusia menjadi sangat pragmatis dan individual. Sikap tersebut muncul karena melekatnya watak kekuasaan pada diri manusia. Pembabatan hutan adalah satu contoh, bagaimana watak kekuasaan tersebut bagian dari berbagai fase peradaban. Sejak sebelum masa kemerdekaan, hutan di wilayah Indonesia saat ini dengan sistematis dieksploitasi. Jika pada masa lalu dilakukan oleh pemerintah kolonial, pada masa kemerdekaan hal serupa juga dilakukan. Harmonisasi kehidupan manusia dengan alam makin lama menuju pada titik anti klimaks, di mana bencana sudah tidak lagi mampu untuk terdeteksi lebih awal. Dalam hal ini kemajuan pengetahuan tidak mampu lagi memberi kualitas hidup bagi manusia. Alih-alih meningkat, justru posisi manusia kembali mundur ke ribuan tahun yang lalu, dimana fenomena alam dianggap sebagai sesuatu yang gaib dan tak mampu dijelaskan oleh manusia. Situasi represif yang diciptakan oleh manusia terhadap alam, lambat laun menimbulkan pandangan baru bagaimana hubungan manusia dengan alam. Pandangan ini adalah ekologi dalam. Dalam pandangan ekologi dalam tidak memisahkan manusia atau apapun dari lingkungan alamiah. Dunia tidak dilihat sebagai kumpulan objek-objek yang terpisah, tetapi sebagai jaringan fenomena yang saling berhubungan dan saling tergantung satu sama lain secara fundamental (Frintjof Capra: 1997).

14

Manusia

Eksploitasi

Alam

- Akumulasi kekayaan dan kekuasaan - Pemiskinan struktural

- Kerusakan alam - Perubahan iklim - Bencana-bencana

Pandangan ekologi dalam ini melampaui pendekatan holitistik, karena dengan mendasarkan alam sebagai modal dasar manusia, prespektif keberlanjutan menjadi dasar bagaimana alam dikelola oleh manusia. Program ALIVE, meletakkan prespektif tersebut dalam setiap kegiatannya. Masalah ekonomi masyarakat dihubungkan dengan kebutuhan konservasi alam. Gempuran eksploitasi alam yang dilakukan oleh manusia yang dikendalikan oleh kekuatan kapital, telah membuahkan permasalahan bagi alam dan manusia yang lain. Masyarakat pinggir hutan adalah contoh bagaimana eksploitasi alam justru memiskinkan akses mereka untuk memanfaatkan dan merawat alam. Lambat laun kualitas kehidupan mereka menurun karena kemampuan bertahan hidup yang mereka miliki turun-temurun berasal dari alam. Ketika alam dihabisi, mereka juga ikut menanggung deritanya. Secara sistematis, kekuasaan kapital juga mendorong mereka untuk larut dengan arus utama pengrusakan tersebut. Namun mereka hanyalah bagian terdepan untuk dijadikan kambing hitam dari berjalannya pola yang merusak tersebut. Sementara, keuntungan yang mereka dapatkan bukanlah keuntungan yang sebenarnya. Alam terlanjur rusak dan pengendali kapital dapat pindah ke tempat lain ketika keuntungan yang mereka dapatkan tidak lagi maksimal. Saat itu terjadi, masyarakat hanya disisakan alam yang rusak untuk mereka kelola.

Desa Konservasi Berbasis Masyarakat Setempat


Secara konsep, model desa konservasi sudah sering dibicarakan. Bahkan di beberapa kawasan taman nasional di Pulau Jawa model desa konservasi sudah mulai dijalankan. Namun untuk menemukan bentuk ideal dari model ini memang harus terus dilakukan. Salah satu strateginya adalah dengan memfasilitasi masyarakat untuk mampu membuat rancangan sendiri tentang model desa konservasi menurut versi mereka. Prinsip dasarnya harus disepakati oleh masyarakat. Tentunya konsep ini tidak berdiri di ruang kosong karena ada pemangku kepentingan lain yang berada di kawasan tersebut. Gagasannya adalah bahwa desa konservasi merupakan sebuah desa yang perikehidupan masyarakatnya mengacu pada upaya untuk melestarikan sumber daya alam dan mengembangkan kegiatan-kegiatan ekonomi yang berwawasan lingkungan. Di desa konservasi upaya memenuhi kebutuhan hidup dan ekonomi mestinya seiring dan saling mendukung terhadap upaya konservasi keanekaragaman hayati. Oleh karenanya, organisasi menjadi alat untuk membangun kerjasama dan kekuatan, sehingga secara bersama-sama masyarakat dapat melindungi hak dan memperjuangkan kepentingan. Kerjasama di antara masyarakat adalah kebutuhan sekaligus modal masyarakat untuk bisa meraih kehidupan yang lebih baik dan melindungi harkat dan martabat kemanusiaannya. Dalam pengembangan model desa konservasi, adanya

15

organisasi masyarakat yang kuat menjadi salah satu kebutuhan untuk bisa mendorong berkembangnya usaha-usaha berbasis konservasi, membangun komitmen dan aturan bersama untuk menjaga, melindungi, dan melestarikan kawasan konservasi. Selain itu juga menjadi alat bagi masyarakat untuk menggalang dukungan, mengembangkan komunikasi dan membangun kerjasama dengan berbagai pihak untuk pengembangan upaya konservasi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. ***

16

BAGIAN PERTAMA

Mengkaji dan Menentukan Desa-desa Calon lokasi Program bersama Masyarakat Setempat

Sejak awal, Program ALIVE telah menggunakan pendekatan partisipatif bersama masyarakat dalam melaksanakan kegiatan. Konsep ini menjadi nilai dasar dengan kesadaran bahwa masyarakat adalah aktor utama yang mampu melakukan konservasi secara berkesinambungan. Tentunya dengan pola ini, kepentingan masyarakat juga harus ditempatkan dalam posisi yang sama dengan tujuan konservasi. Dalam program ini masyarakat memperkaya gagasannya dengan metode-metode partisipatif, dimana gagasan itu kemudian berkembang menjadi rencana aksi yang nantinya akan mereka jalani. Tahap awal kegiatan dimulai dengan pengkajian untuk pemilihan lokasi. Dari kegiatan ini diharapkan munculnya desa-desa yang akan dijadikan lokasi program. Kegiatan ini dimulai dari Mei sampai dengan Juni 2008. Dalam memilih lokasi prioritas untuk implementasi program, kegiatan ini menggunakan metode Development Pathways. Metode ini merupakan perangkat teknis untuk perencanaan dan pengambilan keputusan yang menggunakan aplikasi GIS (Geographic Information System) untuk menganalisa data geospasial dengan tahapan pemilihan yang bertingkat, dari skala umum hingga skala detail. Perbedaan development pathways dengan metode pemilihan lokasi yang lain adalah penggunaan konsep partisipatif dalam penentuan lokasi kerja. Metode ini melibatkan masyarakat dan pemerintah calon lokasi sasaran untuk bersama-sama menyusun dan mengembangkan berbagai kriteria pemilihan lokasi. Dari proses ini kemudian ditentukan 2 Kabupaten lokasi program yaitu Kabupaten Langkat, Sumatera Utara dan Kabupaten Aceh Selatan, Nangro Aceh Darussalam. Di Kabupaten Langkat, desa-desa terpilih adalah Timbang Lawan, Timbang Jaya, dan Sampe Raya. Keseluruhan desa tersebut berada di wilayah Kecamatan Bahorok. Sementara di Kabupaten Aceh Selatan, desa-desa terpilih berada di dua kecamatan. Di Kecamatan Kleut Timur terdiri dari dua desa, yaitu Pucuk Lembang dan Durian Kawan. Sedangkan satu desa di Kecamatan Kleut Selatan adalah Pasie Lembang. Wilayah-wilayah tersebut dipilih dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: Faktor bio-fisik dan nilai-nilai lingkungan meliputi misalnya lahan kritis, kawasan konservasi atau hutan lindung, habitat flora yang dilindungi, habitat fauna yang dilindungi, mata air, dan lain-lain.

17

Faktor pengelolaan, pemanfaatan sumber kehutanan dan prasarana bernilai tinggi, misalnya rencana pengelolaan sumberdaya alam berbasis masyarakat, adanya taman nasional, dan lain-lain. Faktor sosial-ekonomi meliputi misalnya penyakit karena ketersediaan air bersih, kemiskinan, jumlah penduduk, kepadatan penduduk, keluarga petani, penebangan liar, dan lain-lain. Data yang dipergunakan sebagai kriteria pemilihan bersumber dari berbagai pihak termasuk pemerintah, misalnya departemen kehutanan, departemen Pertanian, Badan Pusat statistik (BPS), Badan Pertanahan nasional (BPN), dinas-dinas pemerintah di daerah, Lembaga Swadaya Masyarakat, dan lainlain.

Profil desa adalah salah satu hasil dari rangkaian proses pemilihan lokasi. Berikut adalah profil singkat dari 6 desa calon lokasi program di dua kabupaten:

1. Desa Durian Kawan, Kabupaten Aceh Selatan


Berbeda dengan dua desa di atas, Desa Durian Kawan tidak berbatasan langsung denganTanaman Nasional Gunung Leuser, tetapi berbatasan lansgung dengan Kawasan Ekosistem Leuser. Topografinya datar dan langsung berbatasan dengan kaki bukit yang mempunyai kemiringan lebih dari 30 derajat. Ketinggian tempat desa ini 5-10 meter di atas permukaan laut. Jumlah penduduknya sebanyak 1.393 jiwa yang tergabung dalam 367 kepala keluarga. Jumlah penduduk laki-laki sebanyak 700 orang dan perempuan sebanyak 693 orang, yang keseluruhannya tersebar di dua dusun yaitu Dusun Lebah Rambung dan Dusun Tanah Munggu. Mayoritas penduduk desa ini adalah petani dengan mengusahakan berbagai komoditas, antara lain padi, nilam, pisang, kemiri, kelapa sawit, kemiri, dan pinang. Desa Durian Kawan arealnya seluas 950 hektar yang terdiri atas kawasan hutan -- termasuk lahan yang belum tergarap -- seluas 141 hektar, sawah 391 hektar, kebun 209 hektar, ladang 86 hektar, dan pekarangan dan pemukiman 123 hektar. Sumber data ini diperoleh dari statistik Kecamatan Kluet Timur. Kondisi hutan rakyat masih bagus. Tetapi karena ada pengembangan kelapa sawit maka ada sebagian hutan rakyat mulai terbabat untuk penanaman kelapa sawit. Lahan yang dipersiapkan adalah di daerah yang berbatasan langsung dengan Kawasan Ekosisitem Leuser. Para petani di desa ini menanam padi jenis varietas lokal yang umur panennya 6-7 bulan. Musim berikutnya mereka menanam padi varietas unggul yang umurnya lebih pendek. Walaupun produktivitas padi lokal sangat rendah, hanya sekitar 2 ton per hektar, masyarakat lebih cenderung menanam padi lokal karena tahan terhadap serangan hama, dapat disimpan lama, dan benihnya dapat ditanam kembali. Sedangkan padi jenis varietas unggul baru menurut masyarakat tidak tahan disimpan lama dan sering diserang hama, sehingga perlu biaya tambahan untuk pembelian pestisida untuk mengendalikannya. Selain padi, komoditas unggulan lainnya adalah nilam, pinang, dan kemiri. Nilam merupakan komoditas yang sudah turun-temurun ditanam oleh masyarakat Desa Durian Kawan. Harga nilam tidak stabil, naik turun karena ulah para tengkulak. Menurut Pak Misman, salah seorang perangkat dusun, beberapa waktu yang lalu harga nilam bisa mencapai 1.500.000,- per kilogram, tapi saat ini hanya Rp. 580.000,- hingga Rp. 600.000,per kilogram. Isu yang berkembang di antaranya adalah kualitas minyaknya tidak bagus, warnanya kurang bening, dan tercampur dengan bahan lain. Petani di desa ini membudidayakan nilam masih secara kuno dengan mengandalkan kesuburan tanah alami. Setelah lahan ditanami dua kali, biasanya petani membuka lahan baru untuk mendapatkan lahan yang lebih subur. Pada umumnya tanaman nilam dapat dipanen pada umur 7 bulan tanpa memakai pupuk. Tetapi bila dipupuk nilam bisa dipanen lebih awal pada umur 4 bulan dengan memotong batang dan daunnya untuk direbus hingga mengeluarkan minyak.

18

Di desa ini pinang juga merupakan komoditas yang nilai ekonomisnya tinggi. Harganya sekitar Rp. 5.000,- per kilogram. Warga desa menanam pinang di sekitar rumah dan kebun-kebun mereka. Saran transportasi berupa jalan di desa ini sudah beraspal. Jaringan listrik baru dinikmati oleh sebagian masyarakat saja karena sebagian lagi masyarakat belum mampu. Warga desa ini menggunakan air sumur untuk keperluan air minum dan kebutuhan rumah tangga lainnya. Sedangkan fasilitas kesehatan berupa Puskesmas terdapat di pusat Desa Durian Kawan, sedangkan fasilitas kesehatan lain berupa Polindes (poliklinik desa) dengan petugas bidan desa terdapat di beberapa dusun, seperti Tanah Munggu dan Lebah Rambung. Biasanya bila warga sakit agak parah, mereka baru pergi ke Puskesmas yang jaraknya hanya 2 kilometer. Sebagian warga juga masih berobat ke dukun kampung. Desa Durian Kawan memiliki 2 bangunan sekolah dasar dan 1 Madrasah Ibtidaiyah Swasta. Untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi, anak-anak di desa ini harus ke Desa Kampung Sapik yang jaraknya kurang lebih 4 kilometer yang ditempuh dengan naik sepeda. Sarana lain yang ada di desa ini adalah tempat peribadatan berupa 1 masjid dan 1 surau di Dusun Tanah Munggu. Demikian pula di Dusun Lebah Rambung. Sedangkan di pusat desa ada 1 buah masjid. Desa ini juga memiliki gedung pertemuan yang digunakan untuk musyawarah warga dan rumah pemuda yang digunakan sebagai tempat berkumpulnya anak muda untuk mengadakan kegiatan. Sebagimana desa lain, desa ini juga terdapat warung atau kedai yang menjual kebutuhan warga sehari-hari, seperti gula, terigu, beras, rokok, garam, dan lain-lain. Untuk belanja kebutuhan yang lebih lengkap masyarakat harus pergi ke Kluet Selatan yang jaraknya kira-kira 8 kilometer. Penduduk Desa Durian Kawan adalah terdiri dari Suku Kluet, Suku Jamee, dan Suku Aceh. Masyarakat Desa Durian Kawan hingga saat ini masih memegang teguh budaya asli Aceh, seperti: acara pesta perkawinan, tari seudati, sunat rasul yang menggunakan aturanaturan adat yang masih asli dan budaya tersendiri di Suku Kluet yang tidak dimiliki suku lainnya seperti tarian Landok Sampot yang dilakukan untuk menyambut hari-hari besar masyarakat, serta ada makanan yang dianggap makanan raja yang dibuat dari berbagai jenis ikan mentah dicampurkan dengan nasi dingin. Setelah itu bahan-bahan tersebut disimpan di dalam bambu dan ditutup rapat selama beberapa hari sampai hancur. Setelah itu baru dipanaskan sampai kering dan dimakan. Makanan ini biasanya dihidangkan untuk tamu-tamu yang dianggap mulia seperti tetua adat atau pemangku adat. Selain itu ada kebiasaan di masyarakat untuk kerja bergotong royong. Ini dapat dilihat dari adanya perkumpulan ibu-ibu dalam bentuk pengajian dan arisan serta adanya kerja kelompok saat menanam maupun memanen padi.

2. Desa Pasie Lembang, Kabupaten Aceh Selatan


Desa Pasi Lembang adalah salah desa di Kabuaten Aceh Selatan yang berbatasan langsung dengan wilayah Tanaman Nasional Gunung Leuser, yaitu di sebelah timur dan selatannya. Sedangkan di sebelah utara berbatasan dengan Desa Ujung Padang dan sebelah barat berbatas dengan Samudra Hindia. Desa ini tergolong subur dan banyak tanaman yang bisa tumbuh, daerahnya datar, berbukit, dan bergunung. Jumlah penduduknya mencapai 1.546 orang yang tergabung dalam 386 kepala keluarga. Jumlah laki-lakinya sebanyak 658 orang dan perempuan ada 888 orang. Di desa ini terdapat tiga dusun, yaitu Dusun Pasie, Dusun Tengah, dan Dusun Suak Buluh. Mata pencaharian mayoraitas penduduk di desa ini adalah petani, berkebun, dan mengelolah hasil hutan. Ketergantungan masyarakat terhadap pertanian sangat besar, utamanya pada sawah dan ladang. Luas Desa Pasie Lembang sekitar 840 hektar, hutan 210 hektar, sawah 250 hektar, kebun 250 hektar, dan pemukiman 130 hektar. Komoditas utama yang diusahakan masyarakat secara terus-menerus adalah padi, kelapa, pinang, palawija, semangka jeruk, rambutan, sawit, kacang-kacangan, dan nilam. Sedangkan

19

komoditas unggulan desa ini adalah kelapa dan pinang. Harga kedua komoditas tersebut saat ini bagus. Kopra sekitar Rp. 6.500 dan pinang sekitar Rp. 5.000. Pasca tsunami, banyak lahan sawah tidak dapat ditanami lagi. Sawah menjadi daerah rawa-rawa. Juga terjadi penurunan permukaan lahan sedalam 1 meter dari sebelumnya. Para petani saat ini tidak lagi menanam varietas unggul karena mereka sering mengalami gagal panen akibat serangan hama. Banyak petani mulai mencoba menanam padi lokal jenis Sibubon, Sipulen, dan Sigondok yang umur panennya kurang lebih 7 bulan namun produksinya rendah, sekitar 2 ton per hektar. Menurut para petani, walaupun umur padi lokal agak panjang, namun memiliki beberapa kelebihan, antara lain padi lokal tahan disimpan lama, tidak banyak diserang hama, dan benihnya bisa ditanam kembali. Desa Pasi Lembang dilalui jalan utama yang menghubungkan kota Medan, kota Tapak Tuan, dan kota Banda Aceh. Selain itu jalan antara dusun-dusun juga bisa dilalui mobil. Ada yang sudah diaspal dan ada yang masih jalan tanah. Transportasi antar dusun masih sulit karena tidak kendaraan khusus yang menuju desa ini. Sarana fisik pendidikan di desa ini hanya ada 1 sekolah dasar yaitu Madrasah Ibtidaiyah Negeri. Untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi harus ke luar daerah yang jaraknya kurang lebih 7 kilometer. Desa ini memiliki fasilitas kesehatan masyarakat berupa Puskesmas Pembantu yang berada di Dusun Pasie. Namun fasilitas ini belum maksimal difungsikan warga desa karena masyarakat lebih suka berobat ke orang pintar atau dukun kampung. Di desa ini juga bisa ditemui beberapa warung dan toko yang menyiapkan kebutuhan dasar masyarakat, seperti gula, beras, terigu, rokok, garam, dan sejenisnya. Untuk berbelanja kebutuhan lain warga desa harus ke Pasar Kede Rumdeng di Kecamatan Kluet Selatan yang jaraknya sekitar 6 kilometer. Masyarakat di Desa Pasie Lembang mayoritas Suku Aceh dan sebagian kecil Suku Jamee yang datang dari Padang. Masyarakat desa ini masih memegang teguh budaya asli Aceh yang kental dengan nuansa islami, di antaranya: Acara pesta pernikahan, tari saudati, sunat rasul yang masih memegang aturan-aturan adat yang masih asli; Ada juga kebiasaan di masyarakat pada setiap akhir Bulan Safar untuk melakukan kenduri tolak bala agar masyarakat terhindar dari penyakit; Di masyarakat juga masih ada sistem kerja gotong royong ketika menanam padi atau saat memanen padi; Juga ada kegiatan sholat dzuhur berjamaah untuk kaum ibu pada setiap Hari Jumat; dan Kenduri anak yatim dan kenduri Maulid yang dilakukan setiap tahun di masjid pada Bulan Muharram. Menurut warga setempat, saat ini sistem kerja gotong royong untuk menanam dan memanen padi sudah mulai hilang dengan adanya mesin perontok padi. Dahulu di desa ini juga ada kelompok berburu babi yang sering menggangu pertanian mereka dengan menggunakan anjing pemburu yang sudah terlatih. Tapi setelah terjadi konflik di Aceh, banyak warga desa yang mengungsi, sehingga anjing-anjing tersebut hilang begitu saja. Dalam budidaya di bidang pertanian ada beberapa masalah, antara lain: Babi hutan merupakan hama yang sering merusak tanaman sayuran, semangka, kacang-kacangan, sawit, dan palawija. Hama ini sangat merisaukan dan sangat merugikan masyarakat; Beruang menjadi hama musiman yang menyerang tanaman kelapa pada malam hari pada waktu bulan gelap dimana pohon-pohan di hutan tidak menghasilkan buah. Satu ekor beruang mampu menghabiskan 25 pucuk batang kelapa. Beruang tersebut menyerang tanaman penduduk terutama pada daerah yang berbatasan dengan hutan; Beruk dan kera menyerang tanaman kacang-kacangan, semangka, cabe dan jagung pada waktu siang hari; Rusa banyak menyerang tanaman petani seperti jenis tanaman cabe, dan kacang panjang. Biasanya menyerang pada malam hari; Tanaman nilam diserang penyakit. Gejalanya adalah akar tanaman membusuk dan nampak basah dan batang tanaman berjamur. Akibatnya pertumbuhan tanaman lambat, kerdil, dan akhirnya mati. Selain itu tanaman nilam juga diserang ulat bulu. Dahulu ulat bulu ini tidak menjadi masalah karena ada sejenis burung yang memangsanya. Saat ini burung-burung tersebut sudah jarang

20

ditemukan; dan Tanaman padi sering diserang walang sangit dan tikus, penggerek batang padi, dan burung pipit. Saat ini, kegiatan sosial yang umum dijumpai di masyarakat adalah yang dilakukan Kelompok Marhaban, Kelompok Yasin, dan Kelompok PKK yaitu kelompok ibu-ibu yang melakukan pengajian bergiliran di rumah mereka setiap Hari Jumat. Sedangkan Kelompok Mardawati, Kelompok Bina Usaha Padang Darat, dan Kelompok Paya Pasie adalah kelompok bapak-bapakyang setiap malam Jumat juga mengadakan pengajian di masjid.

BOX - Sejarah Desa Pasie Lembang: Penduduk Asli Desa Pasie Lembang adalah suku Aceh. Diperkirakan mereka menempati Desa Pasie Lembang sejak ratusan tahun sebelum Belanda masuk ke Aceh. Mereka membuka lahan baru untuk bertanam lada. Hasilnya diekspor ke negara-negara Eropa dan Amerika. Selain bertanam lada, mereka juga bertanam padi ladang dan palawija untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka. Informasi yang diperoleh, saat itu sebutan desa adalah Gampong Pasie Lembang yang dipimpin oleh Teuku Lembang. Kemudian digantikan oleh anaknya yang bernama Teuku Sri Muda, yang kekuasaan meliputi tiga gampong yaitu Gampong Pasie Lembang, Gampong Suak Bulu, dan Gampong Ujung Padang. Pada saat pemerintahannya Teuku Sri Muda memperluas wilayahnya ke hulu Sungai Lembang di Gampong Pucuk Lembang yang dipimpin oleh Raja Ali. Pada masa kepemimpinan Raja Ali masyarakat Pucuk Lembang banyak mengembangkan tanaman karet, kopi, tembakau, lada, dan tanaman palawija. Pada tahun 1711 masehi, Belanda masuk ke Aceh dengan politik adu domba, sehingga masyarakat saat itu sibuk melakukan peperangan. Akibatnya tanaman mereka tidak terurus lagi. Saat ini tanaman lada, kopi, dan tembakau yang menjadi primadona saat itu tidak ditemukan lagi, baik di Desa Pasi Lembang maupun di Pucuk Lembang. Menurut geuchik (kepala desa) Desa Pasi Lembang, M. Ali, sejak dulu masyarakat sudah membuat aturan-aturan sendiri yang kemudian menjadi nilai-nilai dalam menjalankan perikehidupan mereka, hidup bermasyarakat, dan mengelola sumber daya alam. M. Ali menyampaikan bahwa pada tahun 1955 ada berbagai perturan-peraturan yang dibuat bersama oleh masyarakat, antara lain: Setiap warga diwajibkan menjaga kelestarian Sungai Lembang dan isinya. Masyarakat dilarang menggunakan racun dalam menangkap ikan dan kalau ada yang melanggar akan didenda dengan satu ekor kerbau; Masyarakat Desa Pasie Lembang sangat menjaga perdamaian. Mereka sangat menjaga hubungan sesama. Bila ada perselisihan atau perkelahian di sawah, pemukulan orang di masjid atau di rumah pemerintah maka pelaku akan didenda satu ekor kerbau; Masyarakat Desa Pasie Lembang sejak dulu sangat prihatin terhadap kelestarian hutan. Bukti-bukti yang dapat dilihat adalah adanya aturan-aturan yang disepakati oleh masyarakat dan sampai saat ini masih dipatuhi oleh masyarakat, yaitu larangan menebang pohon dan apabila itu dilanggar dan penebangan pohon terdengar oleh petani sawah, maka orang tersebut didenda dengan melakukan kenduri buat obat penawar hama dan penyakit pada tanaman padi. Aturan-aturan tersebut pada tahun 1965 ditulis dan tahun 1970 diperbaharui untuk menjadi dokumen buku adat Desa Pasie Lembang yang sampai saat ini aturanaturan tersebut masih dipatuhi oleh masyarakat.

3. Desa Pucuk Lembang, Kabupaten Aceh Selatan


Desa Pucuk Lembang terletak di lembah Sungai Krueng Lembang di Kecamatan Kleut Timur dan diapit pegunungan. Desa ini berbatasan langsung dengan Taman Nasional Gunung

21

Leuser di bagian sebelah timur, selatan, dan utara, dan Kawasan Ekosistem Leuser. sedangkan di sebelah barat berbatasan dengan Desa Durian Kawan. Ketinggiannya sekitar 50 meter dari permukaan laut. Desa ini juga merupakan tempat bertemunya 4 alur sungai, yaitu: Kreung Alue Beutong, Kreung Seuleumak, Krueng Keumuan, dan Krueng Inong, yang semuanya bermuara ke Sungai Lembang. Desa ini memiliki tiga dusun, yaitu Dusun Raja Ali, Dusun Kreung Bekah, dan Dusun Alue Bili.

BOX: Berdasarkan bukti sejarah yang ada, desa ini sudah ada sejak tahun 1913. Ini dibuktikan dengan adanya surat dari pemerintahan Belanda yang memerintahkan agar Raja Ali kembali -- dari pengasingannya selama 17 tahun di Jawa Barat -- ke Kerajaan Pucuk Lembang dan jangan ada yang mengganggu keberadaannya. Daerah ini dahulunya penghasil berbagai rempah-rempah. Lalu lintas keluar masuk daerah ini kemungkinan besar melalui sungai. Hal ini terbukti dengan adanya surat transaksi atau kwitansi dagang dari Belanda kepada Raja Ali.

Jumlah penduduk desa ini saat ini sebanyak 875 orang tang tergabung dalam 206 kepala keluarga. Jumlah penduduk laki-lakinya sebanyak 423 orang dan perempuannya sebanyak 452 orang. Warga desa ini 95% tidak tamat sekolah dasar. Lainnya yang sebanyak 5% berhasil melamatkan sekolah dari sekolah menengah hingga sarjana. Mata pencaharian warga desa ini 80% dari bertani, berdagang sebanyak15 %, sebagai pegawai negeri sipil sebanyak 5%. Penduduk Desa Pucuk Lembang adalah Suku Aceh sebagai mayoritas dan ada sedikit Suku Jamee yang merupakan pendatang dari Padang. Sebagian besar wilayah di Desa Pucuk Lembang yang seluas 10239,5 hektar digunakan untuk hutan adat seluas 5.919 hektar, kebun 3.379,5 hektar, pemukiman 819 hektar, dan sawah 122 hektar. Dari 3.379,5 hektar luas kebun yang ada, seluas 250 hektar adalah kebun kelapa sawit. Sisanya adalah kebun tanaman pinang, rambutan, coklat, kemiri, dan nilam Hutan adat di desa ini terbentuk sejak zaman Kerajaan Aceh. Jauh sebelum Belanda datang. Hutan adat difungsikan oleh masyarakat saat itu untuk mencegah longsor atau erosi dan banjir. Selain itu agar satwa dari hutan tidak mengganggu ke pemukiman dan masyarakat dapat memanfaatkan hasil hutan selain kayu secara terus-menerus, misalnya seperti rotan, tanaman obat, getah damar, dan walet. Walaupun tidak secara tertulis, tetapi aturan tersebut telah diketahui dan diterapkan secara arif oleh penduduk dalam bentuk aturan adat. Pada tahun 1995 aturan adat disempurnakan dalam sebuah keputusan gampong (desa) tentang hutan gampong konservasi, hak pengelolaan sumberdaya di wilayah adat Gampong Pucuk Lembang. Di dalamnya berisi tentang barangsiapa yang melanggar atau mengambil kayu dari hutan adat dikenakan sangsi sesuai dengan aturan yang sudah diputuskan atau dituangkan dalam putusan gampong. Masuknya HPH, terjadinya konflik tapal batas desa di Aceh, dan pengelolaan TNGL yang tidak jelas, menyebabkan aturan adat tersebut saat ini tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya lagi. Menurut salah satu tokoh masyarakat desa ini, di hutan adat dan hutan lainnya terdapat banyak sekali tanaman obat yang dapat dimanfaatkan. Dia sendiri mengetahui 104 jenis tanaman obat yang 44 di antaranya adalah tanaman obat utama. Bahkan ada banyak jenis tanaman obat yang hanya bisa tumbuh di daerah ini saja, seperti ketumbar batu dan jamur susu harimau. Di sebelah utara hutan adat juga terdapat Kolam Sayum Merjan. Walaupun kemarau panjang, air kolam ini tidak pernah kering. Banyak binatang yang minum di kolam ini. Selain itu terdapat juga gua-gua walet hitam yang sudah di kelola oleh masyarakat, pihak swasta, dan pemda, seperti gua di Gunung Sayeung Gampong, gua di Gunung Kareung Puteh, gua di Gunung Krueng Seleumak, dan gua di Alur Serdang.

22

Mayoritas penduduk desa ini adalah petani. Padi sawah adalah salah satu penghasilan utama warga desa. Para petani lebih suka menanam padi varietas lokal. Padi varietas unggul penah dicoba ditanam di desa ini tetapi selalu gagal panen. Padi varietas lokal tahan disimpan sampai 10 tahun, tahan terhadap hama penyakit, tetapi umurnya panennya sekitar 5-7 bulan. Jadi, panen padi hanya bisa terjadi satu kali setahun. Beberapa padi varietas lokal yang masih ditanam oleh masyarakat di antaranya adalah: Aceh Pulo dengan umur panen 7 bulan, Sigodok dengan umur panen 7 bulan, Sipaseh dengan umur panen 7 bulan, Sinabang Merah dengan umur panen 5-6 bulan, Sinabang Putih dengan umur panen 5-6 bulan, Sirende dengan umur panen 5-6 bulan, Dara Baru dengan umur panen 5-6 bulan, Semerbuk dengan umur panen 5-6 bulan, Simelu dengan umur panen 6 bulan, Sibubun dengan umur panen 7 bulan, Ketan Medan dengan umur panen 7 bulan, dan Ketan Gayo dengan umur panen 6 bulan. Ibu-ibu di desa ini memiliki pekerjaan tambahan memotong padi secara berkelompok. Setiap ibu bisa memperoleh upah panen sebesar Rp. 10.000,- hingga Rp. 20.000,-. Tergantung kesepakatan dengan pemilik sawah. Bagi warga Desa Pucuk Lembang, tanaman kebun juga merupakan salah satu penghasilan mereka. Dari kebun mereka mendapatkan berbagi jenis hasil tanaman seperti coklat yang luasnya kurang lebih 20 hektar dan 90% kebun tersebut milik warga Desa Pucuk Lembang. Sisanya dimiliki orang luar. Hasil lain adalah pinang dengan luas kebun sekitar 300 hektar yang 95% kebunnya merupakan milik warga setempat. Pinang termasuk salah satu komoditas andalan desa ini. Setiap minggunya hasilnya mencapai 5.000 kilogram. Harga per kilogramnya mencapai Rp. 5.000,-. Nilam di desa ini ditanam warga setempat seluas 30 hektar. Hasil panennya 30-35 kilogram per hektar dan ini kurang memuaskan karena faktor harga. Komoditas lain adalah cabe dan pisang yang masing-masing ditanam seluas 2 hektar. Selain itu ada karet yang merupakan tanaman baru yang difungsikan sebagai pelindung tanaman coklat. Karena baru, masyarakat belum mengerti cara merawatnya. Kebun campur yang ada di desa ini seluas 256 hektar yang ditanami kopi, pinang, coklat, kemiri, pisang, langsat, durian, kuini, mangga, rambutan, kapas, dan sejenisnya. Hasil panennya hanya cukup untuk kebutuhan rumah tangga. Kebun kelapa sawit yang seluas sekitar 200 hektar, 30%-nya dimiliki oleh warga desa. Sedangkan yang 70% dimiliki pihak luar. Desa Pucuk Lembang memang sejak tahun 19752000 termasuk dalam kawasan HPH sebuah perusahaan perseroan terbatas. Menurut masyarakat, ada tanda-tanda pihak perusahaan tersebut ingin mengalihfungsikan lahan setelah izin HPH-nya berakhir mejadi hak guna usaha perkebunan kelapa sawit. Tandatanda itu dapat dilihat saat perusahaan tersebut membagi-bagikan bibit kelapa sawit secara gratis kepada masyarakat dan karyawannya saat itu. Itulah sebabnya sekarang ini banyak kebun sawit yang ada di desa ini pemiliknya orang luar. Di sisi lain, ada rencana penyiapan lahan seluas 412 hektar untuk dijadikan kebun kelapa sawit masyarakat yang berasal dari program pemerintah daerah Nangroe Aceh Darussalam. Setiap kepala keluarga menyediakan lahan seluas 2 hektar yang berasal dari lahan kebun mereka sendiri yang belum ditanami tanaman keras, atau lahan-lahan terlantar yang terletak di sebelah barat desa. Pemukiman seluas 819 hektar berada di tengah-tengah desa dan berada di sepanjang kirikanan jalan desa yang panjangnya mencapai 3 kilometer. Pemukiman ini dilewati oleh Sungai Lembang. Selain bangunan rumah penduduk yang sebanyak 200 rumah itu, ada bangunan lain berupa 1 masjid, 1 mushalla perempuan, 1 sekolah dasar negeri, 1 gedung pertemuan, 3 buah Taman Pendidikan Al-Quran, 1 puskesmas pembantu, 1 kilang padi, 4 penyulingan nilam, 1 lapangan bola volli, 1 balai pemuda, 1 pos siskamling, dan 1 balai tani. Jalan desa saat ini tidak bisa dilalui oleh kendaraan roda empat. Kondisinya rusak parah. Sekitar tahun 2007 jalan masih bisa dilalui oleh kendaraan roda empat. Kendaraan yang bisa lewat adalah kendaraan roda dua. Hanya pengendara yang mahir yang bisa melaluinya. Di desa ini hingga saat ini belum ada penerangan listrik dari PLN. Tetapi saat ini warga memiliki jaringan listrik tenaga surya. Setiap warga memiliki satu alat tenaga surya dengan daya 70 watt yang digunakan untuk penerangan di malam hari. Bagi warga

23

yang ingin menikmati siaran televisi secara pribadi harus menggunakan genset. Warga desa yang bertempat tinggal berdekatan dengan sungai kebanyakan masih menggunakan air sungai untuk keperluan mandi-cuci-kakus. Bahkan untuk keperluan minum dan kebutuhan rumah tangga lainnya. Sedangkan penduduk yang rumahnya jauh dari sungai menggunakan air sumur. Jika ada warga yang sakit parah harus pergi ke Puskesmas di Desa Durian Kawan yang jaraknya kurang lebih dari 10 kilometer atau ke Puskesmas di Kluet Selatan yang jaraknya lebih jauh lagi, sekitar 18 kilometer dari Desa Pucuk Lembang. Sebagian besar warga juga masih mengandalkna dukun kampung untuk berobat. Urusan menempuh jarak yang jauh ke luar desa juga harus dilakukan untuk melanjutkan sekolah setalah tamat sekolah dasar. Anak-anak harus harus menuju desa lain dengan jarak lebih dari 11 kilometer atau yang lebih jauh lagi sekitar 18 kilometer. Karena angkutan umum tidak ada maka harus menggunakan sepeda motor. Seperti masyarakat desa lain di wilayah Aceh Selatan, warga Desa Pucuk Lembang masih memegang teguh budaya asli Aceh, seperti: Acara pesta perkawinan, tari seudati, sunat rasul yang menggunakan aturan-aturan adat yang masih asli; Kebiasaan di masyarakat pada setiap akhir Bulan Safar untuk melakukan kenduri tolak bala agar masyarakat terhindar dari penyakit; Kerja berkelompok secara gotong royong menanam padi dan memanen padi; Sholat dzuhur berjamaah untuk kaum ibu yang dilakukan setiap Hari Jumat; Kenduri anak yatim dan kenduri Maulid yang dilakukan di masjid setiap tahun pada Bulan Muharram; Terdapat kelompok kegiatan ibu-ibu seperti kelompok pengajian yang dilakukan bergilir di rumah penduduk pada setiap Hari Jumat, sedangkan kaum bapak setiap malam Jumat di masjid. Namun demikian, ada tradisi yang sudah hilang seperti kegiatan gotong royong merontokkan padi karena adanya mesin perontok padi dan kegiatan kelompok berburu atau mengusir hama babi menggunakan anjing pemburu.

4. Desa Sampe Raya, Kabupaten Langkat


Desa Sampe Raya adalah salah satu desa di Kecamatan Bahorok. Desa ini berbatasan langsung dengan wilayah Taman Nasional Gunung Leuser yang merupakan wilayah habitat orangutan di bagian utara desa, dimana orangutan merupakan ikon di daerah Bukit Lawang untuk mengundang turis berkunjung. Dari kunjungan mereka banyak pihak memperoleh penghasilan tambahan. Sehingga ada relasi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat yang cukup erat dengan keberadaan hutan yang merupakan habitat orangutan. Kondisi wilayah desa ini juga merupakan bentangan wilayah perbukitan, perladangan tanaman keras, sungai-sungai, pemukiman, dan persawahan. Ekonomi pertanian merupakan kegiatan ekonomi utama masyarakat desa ini yang membutuhkan air. Air ini dijamin keberadaannya di sepanjang musim oleh wilayah hutan dan sungai di bagian hulu. Mayoritas masyarakat juga masih memanfaatkan air sungai sebagai sumber air bersih untuk kebutuhan mencuci dan mandi. Jarak dari ibukota Kecamatan Bahorok sekitar 11 kilometer. Dari ibukota Kabupaten Langkat, Stabat, bejarak sekitar 67 kilometer. Jalan dari ibukota tadi dapat dilalui dengan kendaraan roda empat. Luas desa ini 3.000 hektar yang terdiri dari pemukiman, persawahan irigasi teknis dan semi-teknis, tanah perkebunan berupa kebun campur dan monokultur milik warga, lahan fasilitas umum, lapangan, dan perkantoran pemerintah. Desa ini berpenduduk 4.384 jiwa yang terdiri dari1.908 laki-laki dan 2.476 perempuan yang tergabung dalam 713 kepala keluarga. Sebagian besar dari mereka adalah petani atau pekerjaan lain yang berhubungan dengan usaha pertanian seperti buruh tani. Yang lain adalah pegawai negeri dan pedagang. Warga desa ini terdiri dari etnis Jawa yang merupakan etnis terbesar jumlahnya, kemudian disusul etnis Karo, Melayu, dan Cina. Masyarakat desa ini mayoritas memeluk agama Islam, kemudian Kristen, dan Budha.

24

Ada 6 dusun di wilayah Desa Sampe Raya ini, yaitu: Dusun 1 Land Baw, Dusun 2 Gotong Royong, Dusun 3 Batu Mandi, Dusun 4 Bandar Mriah, Dusun 5 Pondok 1, dan Dusun 6 Tualang Kepang. Desa ini mempunyai lahan perkebunan rakyat yang cukup luas yang merupakan model kebun campur. Di dalamnya terdapat dari tanaman buah-buahan seperti buah durian, manggis, jengkol, petai, langsat, duku, asam gelugur , pinang, pisang, dan bambu. Namun akhir-akhir ini banyak warga yang mengalihfungsikan kebun campurnya dan persawahannya menjadi kebun karet. Pada tahun 1996 luas kebun karet mencapai 80 hektar. Belum dapat diketahui kenapa ada alih fungsi lahan kebun campur dan sawahnya menjadi kebun monokultur. Tetapi dari kegiatan observasi beberapa kali di lapangan, alih fungsi ini terus berlangsung dan animo masyarakat untuk mengalihfungsikan kebun campur mereka menjadi kebun karet cukup besar. Karena karet dianggap lebih memberi keuntungan untuk mereka saat ini. Isu lain adalah yang berkaitan dengan orangutan. Orangutan adalah aset masyarakat di sekitar Bukit Lawang yang digunakan untuk mengundang kehadiran turis asing dan domestik ke daerah wisata di wilayah itu. Pada umumnya masyarakat di wilayah itu memahami adanya sangsi hukum terhadap kegiatan yang menangkap, membunuh, dan memperdagangkan orangutan. Hanya kesadaran bahwa orangutan butuh tempat hidup untuk hidup dan berkembang biak masih belum terbangun. Mereka paham bahwa orangutan punya hak hidup dan wajib dilindungi, tetapi kepedulian melindungi habitatnya masih belum ada.

5. Desa Timbang Jaya, Kabupaten Langkat


Desa Timbang Jaya adalah desa pemekaran dari Desa Timbang Lawan sejak 4 tahun lalu. Dulunya Timbang Jaya merupakan salah satu dusun di Desa Timbang Lawan. Desa Timbang Jaya bagian barat berbatasan langsung dengan wilayah Taman Nasional gunung Leuser, di bagian timur berbatasan dengan perkebunan Bukit Lawang, di bagian utara berbatasan dengan Desa Timbang Lawan, dan di bagian selatan berbatasan dengan Desa Sampe Raya. Desa ini terdiri atas wilayah perbukitan, perladangan tanaman keras, sungai-sungai, pemukiman, dan persawahan. Ada relasi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat yang cukup erat dengan keberadaan hutan yang merupakan habitat orangutan. Hal ini tampak dari aktifitas ekonomi pertanian yang merupakan kegiatan ekonomi utama masyarakat desa ini yang membutuhkan air, dimana air ini dijamin keberadaannya sepanjang musim oleh hutan dan sungai di bagian hulu. Mayoritas masyarakat juga masih memanfaatkan air sungai sebagai sumber air bersih untuk kebutuhan mencuci dan mandi. Di wilayah ini orangutan merupakan ikon dari daerah Bukit Lawang untuk mengundang turis asing maupun domestik berkunjung ke daerah ini. Dari kunjungan mereka banyak pihak memperoleh penghasilan tambahan. Dari ibukota Kecamatan Bahorok berjarak 8 kilometer, sedangkan dari ibukota Kabupaten Langkat, Stabat, berjarak 81 kilometer dengan kondisi jalan dapat dilalui dengan kendaraan roda empat. Luas desa ini 3.200 hektar yang terdiri dari persawahan irigasi 574 hektar, tanah kering 410 hektar, tanah perkebunan berupa kebun campur dan monokultur milik warga 1.762 hektar, lahan fasilitas umum 24 hektar, dan hutan produksi 350 hektar. Di bagian lereng gunung dan perbukitan merupakan wilayah hutan desa dan perladangan tanaman keras. Di bagian dataran merupakan wilayah pemukiman dan lahan persawahan. Ada 2 sungai yang melintasi desa ini, yaitu Sungai Landak dan Sungai Bahorok. Desa ini berpenduduk 3.272 orang yang terdiri dari 1.413 lali-laki dan 1.859 perempuan. Mereka tergabung dalam 768 kepala keluarga. Warga di sini sebagian besar bekerja sebagai petani atau berbagai pekerjaan yang berhubungan dengan usaha pertanian, seperti penderes, buruh tani, dan buruh kebun. Yang lainnya adalah pegawai negeri, pengrajin, pedagang, penjahit, pramuwisata, tukang kayu, guru, dan montir. Masyarakat

25

desa ini terdiri dari etnis Melayu sebagai etnis terbesar, kemudian Jawa, Karo, Tapanuli, dan Minang. Sebagian besar warga memeluk agama Islam dan selebihnya Kristen. Desa ini terdiri dari 5 dusun, yaitu Dusun 1 Land Baw, Dusun 2 Perikanan, Dusun 3 Gotong Royong, Dusun 4 Simpang Empat, dan Dusun 5 Suka Damai. Desa Timbang Jaya mempunyai hutan adat seluas 10 hektar dan hutan Perhutani seluas 360 hektar. Hasil hutan yang dimanfaatkan warga adalah, kayu dengan produksi setiap tahunnya mencapai 4.000 meter3. Kayu tersebut adalah kayu durian yang dari tahun ke tahun jumlah yang ditebang semakin banyak. Kebanyakan warga menjual kayu durian karena harga yang lumayan tinggi, berkisar Rp. 500.000,- sampai Rp. 1.200.000,- per pohon. Jenis lain yang dimanfaatkan masyarakat adalah bambu dengan perkiraan produksi 25.000 batang per tahun. Warga umumnya menjual bambu ke Medan dan Binjai sebagai bahan baku pembuatan keranjang, kursi, dan kerajinan anyaman lain. Desa ini juga mempunyai lahan perkebunan rakyat yang cukup luas. Perkebunan ini merupakan model kebun campur yang di dalamnya terdapat tanaman buah-buahan seperti durian, manggis, jengkol, petai, langsat, duku, asam glugur, pinang, dan pisang. Selain itu juga ada bambu. Akhir-akhir ini, banyak warga yang mengalihfungsikan kebun campur dan lahan persawahannya menjadi kebun kelapa sawit. Pada tahun 2007 luas kebun kelapa sawit sudah mencapai 30 hektar di desa ini. Belum dapat secara pasti diperkirakan kecenderungan perubahan kebun campur dan sawah yang dialih fungsikan menjadi kebun monokultur. Tetapi dari pengamatan beberapa kali di lapangan, nampaknya ini terus berlangsung dan animo masyarakat cukup besar. Salah satu alasan warga mengalihfungsikan sawahnya adalah karena terganggunya saluran irigasi. Biasanya, lahan persawahan yang tidak memperoleh penjatahan air ditanami tanaman jagung. Selanjutnya hal ini membuka kesempatan untuk menanami lahan persawahan tersebut dengan tanaman kelapa sawit. Potensi irigasi di desa sebenarnya cukup besar karena air tetap tersedia sepanjang tahun. Adanya lahan persawahan yang tidak memperoleh air disebabkan oleh rusaknya saluran irigasi yang menurut keterangan pemerintah desa mencapai 40%. Usaha lain yang umumnya dilakukan warga adalah budidaya ikan empang atau kolam dan keramba. Ada keramba sejumlah 40 unit dengan produksi 1,2 ton per tahun. Budidaya di empang seluas 140 hektar menghasilkan 800 ton ikan per tahun. Jenis ikan yang dibudidayakan warga dengan urutan dari yang paling banyak adalah ikan mas, mujair, nila, jurung, dan lele. Untuk keperluan sehari-hari, umumnya warga menggunakan air sumur gali dan air sungai. Ada sekitar 768 kepala keluarga yang menggunakan sumur gali dan sekitar 200 kepala keluarga memanfaatkan air sungai, walaupun saat ini sudah tercemar oleh limbah rumah tangga dan limbah pertanian. Di desa ini terdapat beberapa jenis organisasi kemasyarakatan, seperti: kelompok PKK, organisasi pemuda, remaja masjid, kelompok tani, LPMD, dan organisasi perwiri. Sedangkan lembaga ekonomi warga setempat yang ada adalah koperasi dan kelompok simpan pinjam masing-masing 1 unit. Ada juga lembaga adat yaitu Pujakesuma yang merupakan organisasi warga keturunan Jawa dan Keluarga Silima yang merupakan organisasi warga keturunan Karo. Sarana pendidikan yang ada adalah taman kanak-kanak 2 unit, sekolah dasar 2 unit, dan sekolah menengah pertama 1 unit.

6. Desa Timbang Lawan, Kabupaten Langkat


Desa Timbang Lawan adalah salah satu desa di Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat, Sebelah timur berbatasan langsung dengan Perkebunan Bungara, sebelah utara berbatasan dengan Desa Sampe Raya, sebelah barat berbatasan dengan Desa Timbang Jaya, dan sebelah selatan berbatasan dengan TNGL dan Desa Pekan Bahorok. Desa ini terdiri dari 9 dusun, yaitu Dusun Satu sampai dengan Dusun Sembilan.

26

Jarak ke ibukota kecamatan terdekat 11 kilometer dengan lama tempuh setengah jam. Sedangkan jarak ke ibukota kabupaten terdekat (Langkat) 67 kilometer dengan lama tempuh sekitar 3 jam. Jarak ke ibukota propinsi 89 kilometer dengan jarak tempuh 3,5 jam. Sedangkan jarak ke tempat wisata Bukit Lawang 3 kilometer. Kendaraan umum ke ibukota kecamatan tersedia 10 unit, sedangkan ke ibukota kebupaten/propinsi ada cukup banyak. Desa ini memiliki jalan desa yang diaspal sepanjang 1 kilometer, jalan makadam sepanjang 6 kilometer, dan panjang jalan tanah 2 kilometer. Jumlah penduduknya sebanyak 4.385 orang yang tergabung dalam 975 kepala keluarga, terdiri dari 1.415 laki-laki dan 2.970 perempuan. Penduduk yang beragama Islam sebanyak 4.289 orang, Kristen 85 orang, dan Katolik 11 orang. Terdapat 7 etnis yaitu Melayu 2.350 orang, Jawa 1.695 orang, Karo 280 orang, Tapanuli 30 orang, Banjar 5 orang, Aceh 10 orang, dan Minang 5 orang. Mata pencaharian penduduk sebagian besar adalah petani yaitu 645 orang, diikuti oleh buruh tani 48 orang, buruh swasta 120 orang, PNS 50 orang, pengrajin 79 orang, pedagang 49 orang, peternak 5 orang, dan montir 35 orang, serta lain-lain 2.430. Sumber air minum diperoleh dari dalam tanah dengan jumlah sumur gali dan untuk keperluan mencuci dan mandi selain dari sumur juga dari sungai. Terdapat 2 sungai yang melintasi desa yaitu Sungai Bahorok dan Sungai Landak. Air digunakan untuk mengairi lahan pertanian dan kolam. Total kolam ada 35 hektar dengan rata-rata produksi 10 ton per tahun. Jenis ikan yang pelihara di antaranya lele, tawes, mas, dan nila. Saluran irigasi yang ada sekarang ini dibangun sejak Jaman Belanda untuk kepentingan irigasi kebun tembakau. Pada versi yang lain disebutkan bahwa saluran irigasi dibuat sebagai hadiah dari Sultan Langkat untuk masyarakat Bahorok dan sekitarnya termasuk pintu air yang ada di Bukit Lawang.

BOX: Sejarah Desa Timbang Lawan seperti dituturkan oleh Tengku Lonan, 67 tahun, dahulunya masyarakat Timbang Lawan bermukim di pinggiran sepanjang Sungai Bahorok dan Landak. Hal ini disebabkan sungai merupakan sarana transportasi utama waktu itu. Sejak Jaman Belanda sebenarnya sudah ada nama Timbang Lawan. Tetapi belum berbentuk desa. Timbang Lawan itu sendiri menurut legendanya muncul karena masyarkat di kawasan tersebut selalu melawan terhadap Kesultanan Kejuruan Bahorok yang merupakan Kejuruan dari Kesultanan Deli. Dari tutur yang lain disebutkan bahwa nama Timbang Lawan adalah nama dari perkebunan tembakau yang dibuat oleh Belanda. Tetapi kemudian perkebunan tersebut ditinggalkan begitu saja karena gagal panen akibat terserang angin, yang terkenal disebut Angin Bahorok. Pada tahun 1936, lahan tersebut dibagikan ke masyarakat oleh Datuk Kesultanan Kejuruan Bahorok. Satu orang diberi lahan seluas 17,5 rante atau 7.000 meter persegi. Lahan bekas kebun tembakau tersebut oleh rakyat kemudian diubah fungsi menjadi sawah. Masyarkat yang mendapatkan pembagian tersebut berasal dari wilayah Timbang Lawan, Bahorok, Empus, dan Sukarakyat . Baru sekitar tahun 1942 barulah dibentuk Besa Timbang Lawan yang dahulu mencakup Desa Timbang Jaya, Desa Sampe Raya, dan Desa Bukit Lawang.

Desa Timbang Lawan adalah desa sekitar hutan dengan luas wilayah 2.544 hektar, yang terdiri dari tanah sawah irigasi teknis 443 hektar, tegal atau ladang 792 hektar, pemukiman 91 hektar, perkebunan rakyat 1.216 hektar, kas desa 20 rante, dan perkantoran pemerintahan 2,5 hektar.

27

Berdasarkan komoditas tanaman pangan, luas lahan jagung adalah 53 hektar dengan produksi 4,5 ton per hektar , kacang panjang 1/3 hektar dengan produksi 1/6 ton per hektar , padi sawah 301 hektar dengan produksi 4 ton per hektar, padi ladang 1 hektar dengan produksi 1,5 ton per hektar, cabe 1/4 hektar, mentimun 1 hektar dengan produksi 3 ton per ha. Komoditas tanaman perkebunan berupa kelapa 3 hektar dengan produksi 4 ton per hektar, kelapa sawit 30 hektar dengan produksi 2,5 ton per hektar, coklat 2 hektar dengan produksi 1 ton per hektar, pinang 3 hektar, karet 120 hektar dengan produksi 1/3 ton per hektar. Sedangkan komoditas buah adalah berupa mangga 2 hektar, manggis 1 hektar dengan produksi 1,5 ton per hektar, salak 1 hektar dengan produksi ton per hektar, durian 2 hektar dengan produksi 2 ton per hektar, duku 1,5 hektar dengan produksi 2,8 ton per hektar. Komoditas peternakan didominasi oleh bebek dengan jumlah 720 ekor, dikuti oleh kambing 470 ekor, ayam 230 ekor, kerbau 70 ekor, sapi 50 ekor, dan babi 15 ekor. Luas hutan negara di wilayah desa ini adalah 1.000 hektar dengan potensi madu lebah 40 liter per tahun dan bambu 35.000 batang per tahun. Di desa ini terdapat Gua Batu Kapal yang merupakan salah satu obyek wisata yang terkait dengan obyek wisata Bukit Lawang. Serupa dengan Propinsi Sumatera umumnya, terdapat dua puncak musim hujan yaitu sekitar Bulan Juli sebagai puncak musim hujan pertama dan Bulan September adalah puncak musim hujan kedua, dengan curah hujan rata-rata 0,11 mm per hari, dengan total bulan hujan selama 8 bulan. Suhu rata-rata 23 0C dan ketinggian tempat 500 meter dpl dengan bentang wilayah datar berbukit. Beberapa peristiwa penting pernah terjadi di desa ini, seperti misalnya peristiwa perang Pemuda Pancasila dengan masyarakat se Kecamatan Bahorok yang terjadi tahun 2001 yang berlangsung selama satu bulan dan menelan 1 orang tewas. Peristiwa lain adalah serangan gajah yang terjadi pada tahun 2002. Gajah-gajah yang menyerang kebun dan pemukiman tersebut adalah gajah-gajah liar yang jumlahnya 13 ekor. Hampir sebulan gajah tersebut berkeliaran di kebun-kebun karet petani. Lalu dengan kerjasama antara TNGL, masyarakat dan pihak-pihak yang tergabung dalam kegiatan konservasi orangutan, melakukan pengusiran terhadap gajah-gajah tersebut dengan berbagai cara. Peristiwa besar yang paling mengerikan adalah banjir bandang yang terjadi pada tanggal 2 November 2003. Dari Desa Timbang Lawan yang meninggal hanya 3 orang saja, sedangkan wilayahnya sawah yang rusak mencapai 100 hektar. Pohon bambu, pisang, durian, dan pisang serta tanaman perkebunan lainnya yang berada di pinggir sungai mati. Walaupun ada tidak terhanyut, namun tanaman tersebut tetap mati karena air yang dibawa seperti mengandung racun. Di desa ini secara khusus tidak ada program konservasi, tetapi dari tahun 2001 sampai 2009 ini program penghijauan dari pemerintah terus masuk ke Desa Timbang Lawan dan oleh pemerintah desa semua tanaman untuk penghijauan tersebut ditanam. Wilayah penanamannya di sekitar Sungai Bahorok dan Sungai Landak. Dalam penghijauan itu tanaman durian yang ditanam sebanyak 10.000 pohon pada tahun 2008. Selain itu damar, mahoni, rotan, dan pohon hutan lain ditanam juga.

28

BAGIAN KEDUA

Mempersiapkan dan Melatih Penggerak Masyarakat Desa yang Tangguh

Menyamakan Visi dan Merancang Kurikulum Program


Kegiatan ini adalah untuk merancang kurikulum yang akan dipakai dalam pelatihan bagi asisten lapangan Program ALIVE dan pemandu desa. Merancang kurikulum ini dilaksanakan di Ecolodge Bukit Lawang Cottages, Bahorok, 29 Juni-2 Juli 2008. Materi yang dibahas adalah penyamaan visi dan tujuan kegiatan, persyaratan peserta pelatihan, keluaran pelatihan, dan menyusun panduan lapangan untuk pelatihan tersebut. Kegiatan ini diikuti seluruh manajemen dan pelatih (konsultan) yang terlibat dalam pelaksanaan progtam ini. Penyamaan visi dan tujuan kegiatan program dilaksanakan pada awal pertemuan, yang bertujuan untuk menyamakan visi dan tujuan kegiatan yang akan dilakukan. Diskusi dan curah pendapat dilakukan untuk menyamakan visi bahwa kegiatan sekolah lapangan yang akan dilaksanakan setelah pelatihan asisten lapangan dan pemandu desa adalah merupakan gabungan dari kegiatan SLA (Sustainable Livelihoods Analysis) atau analisa pengkajian perikehidupan berkelanjutan dengan aksi lapangan. Analisa pengkajian perikehidupan tersebut lebih diarahkan untuk melihat kondisi keanekaragaman hayati, ekosistem desa secara keseluruhan, potensi modal yang dimiliki masyarakat desa, dan masalah-masalah yang ada di dalamnya. Dari pelaksanaan analisa pengkajian perikehidupan, diharapkan dapat dilihat hubungan yang jelas pada setiap unsurnya terutama terkait dengan hutan dan habitatnya terhadap perikehidupan masyarakat. Aksi kegiatan di sekolah lapangan mencakup penyadaran, tukar-menukar informasi, dan pengembangan usaha-usaha masyarakat yang barbasis konservasi. Bentuk-bentuk aksi yang dilakukan lebih mendorong masyarakat untuk tumbuh dan berkembangnya usahausaha masyarakat yang berbasis konservasi, misalnya pembuatan kompos, pembibitan, budidaya lebah, budidaya tanaman pertanian dan lain-lain. Jadi, berkembangnya usahausaha masyarakat yang berbasis konservasi ini adalah atas dasar kesadaran masyarakat sendiri. Berdasarkan kondisi di atas disepakati bahwa judul pelatihan bagi asisten lapangan dan pemandu desa adalah Pengembangan Usaha Kelompok Berbasis Konservasi untuk Mengurangi Ancaman Habitat Orangutan. Materi-materi sekolah lapangan dan pelatihan bagi asisten lapangan dan pemandu desa secara umum terdiri dari:

29

Materi-materi Analisa Pengkajian Perikehidupan Berkelanjutan, yaitu: Pemahaman ekosistem desa, Pemetaan ekosistem desa, Memotret permasalahan ekosistem, Penelusuran lokasi (transek), Analisa kecenderungan, Analisa kalender musim, Analisa kelembagaan, Analisa lima modal, dan Analisa strategi (metode jembatan bambu). Materi-materi Kepemanduan, terdiri dari: Perkenalan, Kontrak belajar, Citra diri Pemandu, Sikap dasar pemandu, Prinsip-prinsip belajar orang dewasa, Tiga pendekatan pendidikan, Kepemimpinan (permainan menara sedotan), Kerjasama tim (permainan menang sebanyak mungkin, Komunikasi, dan Keterampilan dan praktek latihan. Topik-topik khusus, terdiri dari: Keberlanjutan, Ekosistem, Konservasi, Fungsifungsi tanaman dan hutan terhadap ekosistem dan kehidupan masyarakat desa, dan Gender Advokasi, terdiri dari: Penggerak masyarakat dan Teknik negosiasi.

Adapun warga masyarakat dari desa dimana program akan dilaksanakan yang akan dilatih menjadi pemandu desa ditentukan beberapa syarat, yaitu: menguasai secara umum masalah-masalah yang terjadi di desanya, memiliki waktu penuh (sebaiknya bukan pegawai negeri atau swasta atau orang yang punya waktu terbatas), tentang penguasaan lahan di daerahnya masing-masing, dan bisa baca tulis. Sedangkan peserta sekolah lapangan adalah masyarakat desa setempat yang memiliki kesanggupan untuk mengikuti pertemuan rutin selama 16 kali pertemuan dan memiliki komitmen untuk mengembangkan usaha yang berbasiskan konservasi. Dalam satu desa nantinya akan dibentuk bisa lebih dari satu kelompok credit union yang beranggotakan 30 orang. Bila di satu desa terdapat lebih dari satu kelompok, maka perwakilan dari kelompok-kelompoklah yang akan mengikuti kegiatan sekolah lapangan untuk medapatkan ide usaha yang terkait dengan konservasi. Masing-masing orang akan melakukan usaha dan akan menularkan kepada anggota lain di kelompoknya. Keluaran dari kegiatan sekolah lapangan nantinya adalah adanya usaha-usaha dari masyarakat yang berbasis konservasi. Terkait bahwa biasanya usaha konservasi harus langsung berhubungan dengan hutan telah didiskusikan dengan OCSP bahwa kegiatan tersebut tidak harus langsung membicarakan orang hutan dan habitatnya. Usaha meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang ramah terhadap lingkungan justru merupakan satu usaha konservasi yang strategis. Materi-materi yang terkait orangutan (topik khusus) tidak akan dibahas detail di pelatihan bagi asisten lapangan dan pemandu desa. Namun akan dibahas setelah asisten lapangan dan pemandu desa memandu kegiatan analisa pengkajian perikehidupan berkelanjutan oleh masyarakat. Sehingga akan lebih singkron dengan kegiatan aksi yang akan dilakukan oleh masing-masing kelompok sekolah lapangan. Untuk tahap awal asisten lapangan dan pemandu desa lebih berkonsentrasi pada pengawalan kegiatan analisa pengkajian perikehidupan berkelanjutan oleh masyarakat.

Pelatihan Teknis bagi Calon Pemandu Sekolah Lapangan


Pelatihan teknis ini adalah pelatihan tentang konservasi orangutan dan usaha bersama syariah simpan pinjam bagi calon pemandu sekolah lapangan. Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan tentang pendekatan ekonomi, yaitu penguatan modal usaha dan pengembangan usaha bernilai konservasi, dalam upaya pengembangan partisipasi masyarakat dalam melaksanakan konservasi habitat orangutan. Dari pelatihan ini para asisten lapangan diberikan pemahaman tentang credit union sebagai media

30

penguatan ekonomi dan media untuk menyemaikan dan memupuk modal sosial, seperti gotong royong, kebersamaan, solidaritas, kepercayaan, dan keterbukaan. Selain itu juga agar terbangun visi dan misi yang sama untuk konservasi habitat orangutan. Berikut catatan tentang pelatihan teknis tersebut. Pelatihan Konservasi Orangutan. Pelatihan ini dilaksanakan di Kota Pajar, Kabupaten Aceh Selatan. Kegiatan ini diikuti oleh para asisten lapangan di 2 kabupaten dan lembaga masyarakat lokal di Aceh Selatan. Materi yang dilatihkan dalam pelatihan ini antara lain: konservasi habitat orangutan, dasar-dasar konservasi, perilaku orangutan, dan manajemen konservasi. Dari kegiatan ini peserta memahami hubungan antara apa itu konservasi dan upaya-upaya apa yang dapat dilakukan untuk konservasi habitat orangutan. Pelatihan Credit Union (Usaha Bersama Syariah Simpan Pinjam). Pelatihan ini ditujukan bagi para asisten lapangan program ALIVE yang akan bertugas di Kabupaten Aceh Selatan dan Kabupaten Langkat. Tujuan pelatihan ini adalah untuk, pertama, meningkatkan pengetahuan tentang prinsip-prinsip usaha bersama syariah simpan pinjam dan sistem pembukuannya. Kedua, adalah membuka wacana asisten lapangan untuk proses pendekatan masuk ke masyarakat pelaksana program. Kegiatan yang diikuti 6 asisten lapangan dan dilaksanakan dari tanggal 23-27 Mei 2008 ini membahas tentang: 1. Gambaran umum usaha bersama syariah simpan pinjam. Materi yang disampaikan adalah tentang apa itu credit union atau usaha bersama syariah simpan pinjam, apa perbedaan usaha bersama syariah simpan pinjam dengan bank, dan prinsip-prinsip usaha bersama syariah simpan pinjam. 2. Pengorganisasian usaha bersama syariah simpan pinjam. Materi yang disampaikan adalah bagaimana membentuk kelompok usaha bersama syariah simpan pinjam di masyarakat, motivasi peningkatan modal kelompok, dan pengorganisasian kelompok. 3. Sistem pembukuaan usaha bersama syariah simpan pinjam. Materi yang disampaikan adalah tentang 9 jenis buku yang harus dibuat dalam usaha bersama syariah simpan pinjam berikut pengisiannya, yaitu: Buku Anggota, Kartu Simpan Pinjam Anggota, Daftar Uang Masuk, Daftar Uang Keluar, Buku Kas, Buku Jurnal Kas, Buku Besar, Neraca Saldo dan Laporan keuangan & Statistik Bulanan 4. Teknik Rapat Anggota Tahunan (RAT) dan pembagian saham. Materi ini mendiskusikan kenapa perlu RAT dan bagaimana cara melaksanakannya berikut teknik penghitungan pembagian saham pada anggota. Selain kegiatan di kelas, peserta juga melakukan kunjungan lapangan ke kelompok usaha bersama syariah simpan pinjam Tunas Muda, di Desa Tanjung Selamat, Kecamatan Salapian, Kabupaten Langkat.

Pelatihan Kepemanduan bagi Calon Pemandu Sekolah Lapangan


Pelatihan yang diikuti oleh para asisten lapangan dan pemandu desa ini terdiri dari dua kegiatan utama, yaitu: pertama, pelatihan intensif yang dilaksanakan selama 8 hari berturut-turut mulai 15 Juli 2008 sampai 22 Juli 2008. Materi utama yang dipelajari dan didiskusikan selama pelatihan tersebut adalah analisa pengkajian perikehidupan berkelanjutan, materi kepemanduan, dan topik dengan tema khusus terkait dengan

31

konservasi dan orangutan. Kegiatan belajar selama pelatihan terdiri dari kerja lapangan, studi lapangan, kegiatan di dalam kelas, kunjungan lapangan, dan kegiatan pendukung lainnya. Metode yang digunakan selama belajar adalah diskusi kelompok, diskusi pleno, presentasi, dan praktek lapangan. Kedua, adalah penyusunan rencana tindak lanjut. Di akhir pelatihan, peserta pelatihan dari masing-masing wilayahnya dibantu oleh peserta dari lembaga mitra berproses menyusun rencana tindak lanjut kegiatan sekolah lapangan, yang akan diselenggarakan di masing-masing wilayahnya setelah pelatihan usai. Tujuan pelatihan ini adalah melatih asisten lapangan dan pemandu desa tentang metode analisa pengkajian perikehidupan berkelanjutan, sekolah lapangan konservasi, kepemanduan, dan pengorganisasian masyarakat. Adapun tema pelatihan ini adalah Pengembangan Usaha Kelompok Berbasis Konservasi untuk Mengurangi Ancaman Habitat Orangutan. Dari pelatihan ini keluaran yang diharapkan adalah asisten lapangan dan pemandu desa trampil dan siap bekerja dengan masyarakat, serta tersusunnya rencanarencana kerja pelaksanaan kegiatan analisa pengkajian perikehidupan berkelanjutan dan sekolah lapangan konservasi Pelatihan ini diikuti sebanyak 26 orang peserta yang terdiri dari 6 orang asisten lapangan program ALIVE dan 12 orang calon pemandu desa, yang merupakan calon pemandu sekolah lapangan. Selain itu ada peserta khusus, yaitu 7 orang staf LSM mitra ALIVE, dan 1 orang perwakilan masyarakat lokal. Pemandu utama pelatihan tersebut terdiri dari lima orang pemandu yang memiliki pengalaman kuat dalam memfasilitasi program pelatihan dengan pendekatan partisipatif dan metode belajar orang dewasa. Narasumber pelatihan ini berasal dari staf OCSP dan staf dari 3 lembaga konsorsium FIELD Indonesia, PEKAT, dan PARAS. Selain itu juga didukung oleh dari dua orang staf yang direkrut khusus untuk mendukung pengorganisasian logistik pelatihan dan kegiatan administrasi untuk pelatihan ini. Lokasi pelatihan ini adalah Wisma Leuser Sibayak, Bukit Lawang, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Lokasi ini dianggap cukup ideal karena cukup dekat dengan hutan kawasan habitat orangutan. Lokasi ini juga dekat dengan tiga desa calon lokasi program untuk Kabupaten Langkat. Sehingga pada pelaksanaan praktek lapangan nantinya akan langsung ke desa calon lokasi program tersebut. Selain itu lokasi pelatihan juga dekat dengan pusat penangkaran orangutan. Survei untuk menentukan lokasi praktek materi tematik dilakukan dua hari sebelum pelaksanaan kegiatan pelatihan dimulai. Survei ini dilakukan tim pemandu pelatihan yang dibantu narasumber lokal untuk menentukan lokasi kegiatan penelusuran lokasi dan pemotretan. Di lokasi inilah peserta nantinya akan terjun langsung ke lapangan. Dari survei ini diperoleh 3 jalur transek dan 6 lokasi pemotretan. Pelatihan dimulai 15 Juli 2008. Setiap hari kegiatan dimulai pukul 08.30 sampai 18.00. Dalam beberapa kesempatan juga ada sesi malam. Pada hari pertama, selain penjelasan program juga disampaikan materi perkenalan agar semua peserta dan pemandu saling kenal dan akrab. Pelatihan ini dirancang sedemikian rupa agar suasananya tidak kaku dan tumbuh rasa kebersamaan yang menjadi landasan bagi terciptanya suasana keterbukaan. Kejelasan tujuan suatu kegiatan adalah penting dipahami oleh peserta pelatihan, agar hasil yang hendak dicapai pelatihan ini optimal. Untuk itu perlu ada proses penyusunan kesepakatan belajar yang disepakati secara partisipatif dan demokratis oleh peserta. Kesepakatan belajar ini meliputi pemahaman hak dan kewajiban peserta selama pelatihan ini. Terdapat lima hal terkait kesepakatan belajar tersebut, yaitu: materi belajar, waktu kegiatan, peraturan selama kegiatan, ungkapan harapan dari semua peserta, dan pembagian kelompok pengulas harian. Salah satu peraturan yang disepakati selama pelatihan adalah: mengikuti kegiatan tepat waktu, pakaian bebas sopan, peserta perokok memahami yang tidak merokok, handphone di-silent-kan, dan setiap peserta, panitia, fasilitator bebas berpendapat. Peraturan tersebut seterusnya ditempel di dinding kelas

32

dan tidak dilepas hingga pelatihan usai. Selain itu juga dilaksanakan pemilihan ketua kelas. Salah satu hal penting dalam sebuah pelatihan adalah mengetahui harapan peserta terhadap pelatihan yang diikutinya. Gunanya agar para pemandu pelatihan dapat berusaha semaksimal mungkin mewujudkannya harapan peserta. Metode yang digunakan adalah curah pendapat, diskusi, dan presentasi. Peserta pelatihan dibagi menjadi 3 kelompok yang terdiri dari kelompok Kabupaten Langkat yang berjumlah 10 orang, kelompok Kabupaten Aceh Selatan yang berjumlah 10 orang, dan kelompok LSM mitra ALIVE yang berjumlah 6 orang. Kelompok-kelompok tersebut mendiskusikan harapan dan komitmen apa yang secara lembaga atau pribadi dapat dilakukan setelah mengikuti pelatihan ini. Salah satu contoh harapan dari kelompok Kabupaten Aceh Selatan adalah seperti yang dipresentasikan oleh Sudirman, salah satu asisten lapangan bahwa: mereka ingin menambah pengalaman, ingin membina kelompok menjadi sukses, memajukan dan mempertahankan kelompok, bisa bersosialisasi dan berkomunikasi dengan baik di masyarakat, ilmu jadi bertambah dan bahagia, bisa diterima di masyarakat, bisa memajukan dan mengembangkan kelompok, ingin meningkatkan perekonomian masyarakat, mempersatukan masyarakat, memandirikan masyarakat, menjaga keseimbangan alam, dan menjadi asisten lapangan yang baik. Materi-materi yang dipelajari peserta dalam pelatihan ini adalah materi analisa pengkajian perikehidupan berkelanjutan (Sustainable Livelihoods Assessment = SLA), materi kepemanduan, materi tematik, dan materi pendukung. Materi analisa pengkajian perikehidupan berkelanjutan dipelajari peserta agar mereka mampu membawakan dan menguasai alat untuk mengajak masyarakat untuk mampu menggali, menganalisa, dan memahami berbagai permasalahan yang ada di desanya. Materi ini terdiri dari beberapa sub-materi, yaitu: Pemahaman ekosistem desa. Peserta pelatihan belajar memahami ekosistem desa untuk memperluas kawasan berpikir tentang sumber daya desa desa melalui proses pemahaman konsep ekosistem desa, unsur-unsurnya, peran dan fungsinya, dan hubungan antar komponen dalam membentuk sistem lingkungan. Pokok-pokok bahasan materi ini adalah: unsur-unsur ekosistem dan fungsi-fungsinya dan peranan manusia dalam ekosistem desa terkait dengan perikehidupannya. Dari hasil diskusi peserta, terdapat hubungan yang saling terkait antara setiap unsur di dalam ekosistem. Ada 6 ekosistem besar di desa yaitu: hutan, sungai, kebun dan ladang, sawah, rawa, dan pemukiman. Semua ekosistem yang ada di desa sangat berpengaruh terhadap kehidupan manusia. Misalnya, bila hutan dihabisi, manusia akan kekurangan air, terjadi banjir, dan satwa hutan pun akan punah bahkan menyerang ke kebun masyarakat. Pemetaan ekosistem desa. Peserta pelatihan belajar memvisualisasikan keadaan nyata dan tata letak berbagai ekosistem di desa ke dalam bentuk peta tematik. Dalam sessi ini peserta mendiskusikan untuk apa peta dibuat, apa saja isi peta terkait ekosistem di desa. Selain itu dijelaskan oleh pemandu bahwa dalam pembuatan peta ada 2 hal penting, yaitu aspek teknis dan substansi. Aspek teknis adalah berupa simbol, arah, dan lagenda. Sedangkan aspek substansi berupa data dan informasi yang akan ditampilkan. Dalam proses pembuatan peta, peserta dibagi 2 kelompok, yaitu kelompok berdasarkan kabupaten, yang seterusnya peserta mendiskusikan peta desa mana yang akan dibuat praktek menggambar peta. Sebagai acuan pembuatan peta, peserta memanfaatkan peta desa yang mereka bawa. Karena ini adalah peta ekosistem desa, maka isi petanya mencakup 6 ekosistem desa yang telah dibahas sebelumnya, yaitu: hutan, sungai, kebun dan ladang, sawah, rawa, dan pemukiman.

33

Memotret ekosistem desa. Peserta pelatihan belajar mengasah kepekaan emosional terhadap hal-hal yang terkait permasalahan ekosistem di desanya. Materi ini dipelajari secara teori di kelas dan praktek di lapangan untuk pengambilan foto, diskusi kelompok, dan pleno. Alat yang dipakai berupa kamera digital. Setelah peserta berlatih secara teknis tentang seluk-beluk pemakaian kamera, peserta selanjutnya melakukan pemotretan di lapangan. Obyeknya adalah hal-hal di sekitar lokasi pelatihan yang dirasa menarik dari sudut ekosistem. Pemandu juga mencoba menjelaskan bahwa foto-foto yang akan diambil adalah yang dapat mengungkapkan perasaan, pikiran, pendapat, apakah itu akan mengancam, merusak, atau sangat baik. Dalam prakteknya peserta dibagi menjadi 6 kelompok sesuai dengan 6 wilayah ekosistem yang ada. Setiap peserta mengambil 6 buah foto. Dari 6 foto yang ada nantinya akan dipilih satu untuk dipresentasikan oleh setiap peserta. Beberapa contoh foto yang diambil peserta di antaranya adalah foto sarang orangutan di kebun masyarkat, semakin luasnya lahan perkebunan sawit, alih fungsi lahan kebun campur menjadi kebun monokultur baik sawit maupun karet, potensi hutan yang sangat kaya akan keanekaragaman hayati, dan pencemaran aliran sungai akibat dari banyaknya pemukiman di sekitar bantaran sungai. Penelusuran lokasi (transek). Peserta pelatihan belajar memahami kondisi nyata tentang berbagai ekosistem desa. Peserta mempraktekkan langsung penelusuran lokasi yang dibantu oleh narasumber desa setempat. Sebelum melakukan penelusuran lokasi, peserta mendiskusikan tujuan kegiatan tersebut dan data apa saja yang akan diambil saat melakukan penelusuran lokasi nanti. Dalam prakteknya, peserta dibagi menjadi 3 kelompok untuk melakukan penelusuran lokasi di 3 desa yang sudah ditentukan sebelumnya.dimana masing-masing kelompok akan transen disetiap desa yang telah ditentukan. Kelompok I melakukan penelusuran lokasi di Desa Sampe Raya, Kelompok II di Desa Timbang Jaya, dan kelompok III di Desa Timbang Lawan. Ketika melakukan penelusuran lokasi, peserta mengambil data dan informasi melalui pengamatan langsung di perkampungan, lahan persawahan, ladang, kebun, hutan, sungai, dan juga mewawancarai warga desa tertentu. Kegiatan ini berlangsung dari pagi hingga siang hari. Sore harinya, peserta berdasarkan kelompok masing-masing mendiskusikan hasil penelusuran lokasinya, menganalisa data dan informasinya, dan membuat visualisasi hasil penelusuran lokasi ke dalam bentuk tabel bergambar yang dilengkapi dengan catatan keterangan. Hasilnya dipresentasikan dan peserta lain boleh menanggapi. Analisa kecenderungan (tren). Peserta pelatihan belajar memahami kecenderungan perubahan lingkungan dan perilaku masyarakat terkait dengan sumber daya yang ada di desanya. Agar peserta paham bagaimana melakukan analisa kecenderungan, pemandu mencoba berbagi pengalaman tentang apa itu analisa kecenderungan. Ditekankan juga bahwa batasan waktu atau periode sangat penting karena kecenderungan sangat terkait dengan waktu. Untuk materi ini peserta dibagi menjadi 6 kelompok berdasarkan wilayah desa masing-masing. Sedangkan peserta dari lembaga mitra bergabung dan membantu di masing-masing kelompok desa tersebut. Melalui analisa kecenderungan ini peserta diharapkan mampu mempraktekkan materi ini di masyarakat, agar masyarakat dapat memahami perubahan-perubahan yang terjadi di wilayahnya serta mampu memperkirakan kecenderungan yang akan terjadi di masa mendatang. Analisa kelembagaan. Peserta pelatihan belajar memahami hubungan antara masyarakat desa dengan lembaga-lembaga yang ada di sekelilingnya. Mereka mempelajari bagaimana kualitas hubungan antara masyarakat desa dengan lembaga-lembaga yang ada, dilihat dari kedekatan dan besarnya manfaat lembaga tersebut yang dirasakan masyarakat. Proses pembahasan materi ini dimulai

34

dengan berbagi pengalaman tentang apa itu lembaga, lembaga-lembaga apa saja yang ada di desa, dan apa yang dibahas dan bagaimana membahasnya. Dalam mempraktekkannya, diawali dengan menggambar bulatan besar sebagai simbol kelompok masyarakat. Kemudian menggambar bundaran lain sebagai simbol lembaga-lembaga yang berhubungan dengan masyarakat. Besar kecilnya ukuran lingkaran menandakan manfaat lembaga terhadap masyarakat. Sedangkan jauh dekat letaknya menandakan keakraban antara masyarakat dengan lembaga. Untuk mempermudah pembuatan diagram, bulatan-bulatan simbol lembaga dibuat dengan potongan kertas membulat dengan ukuran berdasarkan hasil diskusi manfaat dari lembaga-lembaga yang ada. Analisa kalender musim. Peserta pelatihan belajar tentang pola kebiasaan yang terjadi di masyarakat terkait dengan semua ekosistem desa termasuk hutan. Sessi ini diawali dengan pertanyaan pemandu, Kira-kira musim apa saja yang ada di desa? Jawaban peserta adalah musim kemarau, hujan, buah, tanam, panen, penyakit, pesta, dan lain-lain. Lalu dilanjutkan dengan pertanyaan, Apa hubungannya dengan kegiatan masyarakat? Menurut peserta bahwa, mereka mulai tanam di sawah saat musim hujan mulai tiba, buah-buahnya biasa berbuah saat musim kemarau hampir berakhir, dan orangutan menyerang kebun saat musim durian berbuah. Tentang tujuan menyusun analisa kalender musim ini, menurut peserta adalah untuk melihat kesibukan-kesibukan dan masyarakat dan pola yang terjadi setiap musimnya. Peserta dibagi menjadi 6 kelompok berdasarkan desa masing-masing. Lalu mereka berdiskusi tentang musim apa saja yang ada di masing-masing desa mereka dan pada bulan-bulan apa saja dalam kurun waktu setahun kesibukan dan peristiwa rutin terjadi. Hasil diskusi kemudian dibuat dalam bentuk gambar beserta catatan keterangannya. Analisa lima modal. Peserta pelatihan belajar mengenai modal yang dimiliki oleh masyarakat desa. Diawali pemandu mengajukan pertanyaan, Apa pentingnya dilakukan analisa modal? Jawaban peserta adalah, untuk mengetahui dan memahami kekayaan atau modal yang dimiliki masyarakat. Menurut peserta, modal bukan terbatas pada modal uang atau finansial saja, tetapi ada modal lain yang dimiliki masyarakat. Adapun 5 modal yang dimaksud oleh peserta adalah: Modal alam yang di antaranya meliputi hutan, air, tanah, perkebunan, matahari, hujan, sungai, ladang, dan sawah; Modal manusia meliputi pendidikan, keterampilan, ilmu pengetahuan, dan keahlian; Modal sosial meliputi arisan, pengajian, gotong royong, dan lain-lain; Modal finasial meliputi uang, bank, KUD, rentenir, dan lain-lain; Modal fisik meliputi jembatan, jalan raya, kantor desa, sekolah, listrik, dan lain-lain. Setelah memahami aset yang ada di setiap modal yang dimiliki masyarakat, peserta mendiskusikan apakah aset-aset tersebut di atas mengandung masalah sehingga manfaatnya kurang dirasakan oleh masyarakat. Salah satu alat yang dapat digunakan menganalisa modal adalah menggunakan metode pentagon (segilima). Kelima modal dianalisa, modal mana yang mendukung secara positif dan mana yang dukungannya (masih) negatif. Analisa strategi (metode jembatan bambu). Peserta pelatihan belajar menyusun strategi penyusunan dan pengembangan program di desanya. Pokok bahasan dalam materi ini adalah perencanaan program. Dalam penjelasannya, pemandu mengatakan bahwa jembatan bambu adalah suatu metode yang memudahkan masyarakat dalam melakukan perencanaan secara partisipatif. Proses yang dilakukan dalam sessi ini menggambar kondisi desa saat dalam bentuk poster. Kemudian dilanjutkan dengan menggambar kondisi desa yang diidam-idamkan (diimpikan). Kemudian peserta menyusun program-program untuk menuju ke kondisi desa yang diidam-idamkan dari kondisi desa saat ini. Bambu-bambu yang digambar oleh peserta adalah simbol dari program-program tadi, sebagai jembatan untuk menuju ke kondisi yang diidamkan. Peserta juga mendiskusikan

35

bagaimana langkah-langkahnya, siapa yang melakukan, siapa yang terlibat, apa alat dan bahannya, kapan itu dilakukan, dari mana sumber dananya, dan lain-lain. Pentingnya mengapa harus digambar mengingat gambar bisa menjadi sarana komunikasi yang lebih luas dibandingkan hanya dengan tulisan, yang mungkin lebih sempit maksud dan tujuannya. Di setiap akhir sessi, peserta membuat draft panduan lapangan setiap materi yang dipelajarinya, sebagai acuan nantinya saat akan memandu setiap materi tersebut di kegiatan sekolah lapangan di desanya. Materi kepemanduan dipelajari peserta agar mereka menguasai teknik memandu yang baik dan paham akan dasar-dasar dan sikap yang harus dimiliki sebagai seorang pemandu atau fasilitator masyarakat. Materi ini terdiri dari beberapa sub-materi, yaitu: Sikap dasar pemandu pelatihan. Peserta pelatihan mempelajari sifat dasar manusia sebagai dasar bagi seorang pemandu dalam memilih tindakan dalam memandu proses belajar di sekolah lapangan. Pemandu mengawali materi dengan bertanya, Apa yang saya pegang? Jawaban peserta beragam. Ada yang menjawab bahwa yang dipegang adalah satu gelas, seperempat gelas berisi kopi, hanya seperempat, sudah seperempat habis diminum, gelas berisi campuran air dan kopi serta gula. Dari diskusi tersebut, peserta menyimpulkan bahwa ternyata mereka memiliki sudut pandang yang berbeda-beda. Dan ini dapat dilihat di masyarakat nantinya bahwa mereka juga memiliki sudut pandang berbeda-beda. Selain itu, peserta pelatihan juga mempelajari perbedaan metode pendidikan pedagogi dan andragogi atau cara belajar orang dewasa. Metode andragogi inilah yang diperdalam oleh peserta karena metode inilah yang sesuai sebagi metode pembelajaran di sekolah lapangan. Prinsip-prinsip kepemanduan. Peserta pelatihan belajar tentang prinsip-prinsip kepemanduan melalui simulasi membuat burung merak dari kertas (origami). Pada tahap pertama, peserta membuat burung merak berdasarkan instruksi yang dibacakan oleh pemandu. Yang kedua, peserta membuat burung merak dengan petunjuk tulisan yang dilengkapi gambar. Tahap ketiga, peserta membuat burung merak dengan cara mengikuti peragaan pemandu pelatihan. Tahap keempat, peserta dibagi menjadi empat kelompok lalu 4 orang yang telah tahu memandu teman lainnya. Selanjutnya peserta membahasnya ke arah prinsip-prinsip kepemanduan: mendengar saya lupa, melihat saya ingat, melakukan saya paham, dan menemukan sendiri saya kuasai. Falsafah dan teori dasar kepemanduan. Peserta pelatihan belajar dasar-dasar teori kepemanduan melalui berbagai tulisan yang berhubungan dengan kepemanduan. Mereka mendiskusikannya dalam kelompok untuk kemudian dibahas dalam pleno. Tulisan yang dibahas meliputi: menyiangi rawa-rawa latihan, andragogi, penyadaran dan pembebasan, dan menyekolahkan kembali masyarakat. Dinamika Kelompok. Peserta pelatihan belajar hal-hal yang terkait kerjasama, komunikasi, kreativitas, penyegar suasana, dan pengorganisasian melalui materimateri permainan (games). Melalui materi ini, peserta belajar menghadapi kemungkinan-kemungkinan yang muncul ketika memandu proses belajar di kelompok. Setiap selesai memainkan sebuah permainan, peserta membahas tentang maknanya. Praktek Memandu. Peserta belajar melakukan praktek langsung untuk memberikan pengalaman memandu. Yang dipandu adalah peserta pelatihan juga. Ada dua tahap memandu, yaitu secara tim pemandu desa per desa dan oleh setiap asisten lapangan program. Materi yang dibawakan adalah materi-materi dinamika kelompok berupa permainan-permainan. Sebelumnya peserta belajar tentang teknik bertanya apa ini?.

36

Materi tematik dipelajari peserta agar mereka mendapatkan ketrampilan dan pengetahuan yang terkait dengan isu-isu konservasi orangutan dan habitatnya. Narasumber kedua materi tersebut berasal dari OCSP. Peserta belajar materi tematik ini melalui pemaparan presentasi dan pemutaran film tentang orangutan, yaitu: Konservasi dan penguatan masyarakat desa. Peserta pelatihan belajar tentang apa yang disebut dengan konservasi dan apa hubungannya dengan penguatan masyarakat dalam sebuah model desa konservasi. Peserta mendengarkan pemaparan presentasi dan dilanjutkan dengan diskusi tentang kenapa konservasi itu berlangsung dan apa yang disebut dengan model desa konservasi. Dalam sessi ini peserta juga disuguhi contoh model desa konservasi di Desa Marancar, Tapanuli Selatan, cerita tentang kelapa sawit, cerita ketahanan pangan, nasib generasi yang akan datang, dan ditutup dengan cerita pendek tentang kegigihan wanita-wanita di sebuah Desa Bulu Salakka, Sinjai, Sulawesi Selatan. Pengetahuan dasar tentang orangutan. Peserta pelatihan belajar tentang pengetahuan, fungsi, dan peran orangutan di hutan. Mereka belajar dengan cara menyaksikan 3 film, yaitu; orangutan di ambang kepunahan, konflik manusia dan orangutan, dan hasil investigasi penjualan secara illegal satwa yang dilindungi. Setiap selesai satu film diputar kemudian dilakukan diskusi.

Sedangkan materi pendukung adalah berupa gender dan manajemen program ALIVE. Saat belajar gender, selain peserta belajar melalui permainan-permainan, mereka juga berdiskusi dalam kelompok kecil tentang: perbedaan jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan, perbedaan sifat laki-laki dan perempuan, dan pekerjaan yang dapat dilakukan oleh perempuan dan laki-laki dan yang tidak dapat dilakukan oleh perempuan atau laki-laki. Dari sini peserta paham bahwa ada perbedaan yang tidak bisa dipertukarkan antara laki-laki dan perempuan yang disebut kodrat dan yang bisa disebut gender. Juga muncul pemahaman bahwa menyebut gender bukan hanya tentang perempuan saja. Sedangkan pada materi menajemen program, peserta pelatihan belajar memahami manajemen pada program ALIVE, di antarnya adalah terkait tentang tujuan dan hasil dari program, kegiatan-kegiatan program, jadwal pelaksanaan program, dan lokasi program. Pada akhir pelatihan, peserta berdasarkan kelompok per desa menyusun rencana tindak lanjut setelah pelatihan tersebut. Para asisten lapangan bersama pemandu desa menyusun rencana kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan, langkah-langkahnya, pembagian peran, waktu, dan lokasi kegiatan. Dari hasil penyusunan rencana, desa-desa di Kabupaten Langkat akan melakukan sosialisasi dan pembentukan kelompok credit union. Setelah itu baru akan melakukan kegiatan sekolah lapangan. Sedangkan desa-desa di Kabupaten Aceh Selatan akan melakukan sosialisasi dan pembentukan kelompok sekolah lapangan. Selanjutnya baru melakukan kegiatan sekolah lapangan.

37

BAGIAN KETIGA

Masyarakat Mengorganisir Diri: Membentuk Kelompok Belajar dan Usaha Bersama Sendiri

Tugas utama tim penggerak masyarakat yang terdiri dari asisten-asisten lapangan dan pemandu-pemandu desa dalam program ini adalah memfasilitasi dan mengorganisir kegiatan bersama masyarakat desa. Tugas pertama mereka setelah mengikuti pelatihan adalah menyosialisasikan program ALIVE kepada masyarakat dan membentuk kelompokkelompok kegiatan. Dalam program ini, warga yang ingin belajar diwadahi dalam sebuah kelompok sekolah lapangan yang beranggotakan 25-30 orang. Sehingga keluaran dari mereka bekerja bersama masyarakat ini adalah terbentuknya kelompok-kelompok di masyarakat, yaitu kelompok-kelompok usaha bersama syariah simpan pinjam dan sekolah lapangan. Berikut ini apa yang disebut dengan kelompok-kelompok tersebut, yaitu: Kelompok Usaha Bersama Syariah Simpan Pinjam. Kegiatan sosialisasi dan pembentukan kelompok usaha bersama syariah simpan pinjam bertujuan untuk memberikan pemahaman pada masyarakat mengenai prinsip usaha bersama syariah simpan pinjam, manfaatnya bagi kehidupan masyarakat dan konservasi habitat orangutan, pembangunan organisasi kelompok swadaya masyarkat di 6 desa terpilih. Metode yang digunakan adalah dialog, diskusi, dan presentasi. Keluaran yang diharapkan adalah terbangunnya nilai-nilai kebersamaan dalam membangun kapital sosial untuk penguatan konservasi habitat orangutan, adanya modal usaha bersama, kesediaan masyarakat untuk membentuk kelompok swadaya masyarakat, dan terbentuknya 6 kelompok di 6 desa terpilih. Materi yang dibahas adalah mengenai perbedaan sistem syariah simpan pinjam dengan kredit mikro, perbankan dan rentenir, serta materi-materi yang disesuaikan dengan kondisi setempat. Pelaksana utama kegiatan sosialisasi ini adalah asisten lapangan program ALIVE. Di Kabupaten Aceh Selatan, kegiatan sosialisasi dimulai pada Juni 2008, sedangkan di Kabupaten Langkat dilaksanakan setelah acara pelatihan pemandu sekolah lapangan bagi asisten lapangan dan pemandu desa, yaitu pada minggu terakhir Juli 2008 sampai minggu kedua Agustus. Mundurnya kegiatan ini karena adanya perpindahan dua desa lokasi program di Kabupaten Langkat, yaitu dari Sei Musam dan Lau Dama ke Timbang Jaya dan Timbang Lawan. Dari 6 kelompok syariah simpan pinjam di 6 desa yang direncanakan akan dibentuk, pada pelaksanaannya menghasilkan 14 kelompok syariah simpan pinjam yang dapat

38

dibangun selama pelaksanaan program. Khusus di Kabupaten Aceh Selatan terjadi pemisahan antara kelompok syariah simpan pinjam laki-laki dan perempuan, karena faktor adat-istiadat dan budaya setempat. Kelompok Sekolah Lapangan. Sosialisasi sekolah lapangan merupakan tahap awal untuk mempersiapkan kegiatan sekolah lapangan. Kegiatan ini dilakukan untuk memberikan pemahaman tentang sekolah lapangan, sekaligus menyepakati siapa peserta kegiatan serta kriterianya dan kontrak belajar. Di Kabupaten Aceh Selatan, kegiatan ini dilaksanakan sejak minggu keempat Juli 2008. Sedangkan di Kabupaten Langkat, baru bisa dilaksanakan pada minggu kedua Agustus 2008. Ini disebabkan asisten lapangan program ALIVE harus terlebih dahulu melakukan sosialisasi dan pembentukan kelompok syariah simpan pinjam. Prosesnya sosialisasi sekolah lapangan dilakukan dengan diskusi dan curah pendapat tentang apa itu sekolah lapangan, tujuan, manfaat, dan hasil yang ingin dicapai. Dalam pertemuan ini juga ditawarkan kepada warga yang hadir untuk menjadi peserta kegiatan sekolah lapangan. Di beberapa kelompok dibentuk juga kepengurusan beserta peran dan tugasnya. Sementara di beberapa kelompok lain tidak karena menggunakan pengurus kepengurusan kelompok syariah simpan pinjam. Terakhir, dilakukan kontrak belajar untuk menyepakati waktu pelaksanaan kegiatan serta materinya.

Sosialisasi Program dan Pembentukan Kelompok di Desa-desa 1. Desa Durian Kawan, Kabupaten Aceh Selatan
Pada tanggal 28 dan 29 Juli 2008, di balai pertemuan Dusun Tanah Munggu, kegiatan sosialisasi program dan pembentukan kelompok sekolah lapangan dipandu oleh Pak Darwis, salah seorang dari dua pemandu desa dari desa ini. Setelah membuka pertemuan ini, Pak Darwis menguraikan maksud dan tujuan program yang mau dilaksanakan di desanya. Salah seorang asisten lapangan, Julianti, kemudian menjelaskan tentang apa yang dimaksud dengan pengkajian perikehidupan berkelanjutan, atau yang biasa disebut dengan Suistanable Livelihoods Assessment atau SLA. Ditegaskan bahwa kegiatan pengkajian perikehidupan berkelanjutan ini akan dilaksanakan oleh masyarakat sendiri, yang akan difasilitasi oleh asisten lapangan bersama pemandu desa. Masyarakat nantinya akan melakukan pengkajian secara berkelompok yang beranggotakan 30 orang. Maka, pemandu desa dan asisten lapangan mendorong agar anggota kelompok usaha bersama syariah yang nantinya akan melakukan kegiatan ini. Dalam memberikan penjelasan program kepada masyarakat, asisten lapangan menggunakan bagan-bagan yang menjelaskan tentang berbagai kegiatan dalam kegiatan pengkajian maupun kegiatan program secara keseluruhan. Asisten lapangan menjelaskan bagan-bagan tersebut yang mencakup: Tentang ekosistem desa: Di sini kita akan melihat apa saja yang ada di desa kita. Misalnya sawah, kebun, hutan, pemukiman penduduk, sungai, dan lain sebagainya. Di sini kita akan melihat bagaimana kondisinya, apa saja yang terdapat di dalamnya, sampai akhirnya kita akan melihat apakah ada hubungannya satu sama lain... Tentang pemetaan desa: Kita akan mencoba menggambarkan desa atau membuat peta desa. Saya yakin ibu-ibu dis ini juga sudah hafal betul letak-letak sawah,

39

kebun, hutan, sekolah, sungai, dan lain sebagainya. Dari hasil peta tersebut, kita juga dapat melihat apa saja yang kita miliki di desa kita... Tentang memotret ekosistem desa: Kalau peralatan kita nanti lengkap, kita akan belajar untuk mengambil foto. Tapi ini tergantung dari situasi dan kondisi kita nanti... Tentang penelusuran lokasi (transek): Penelusuran lokasi atau transek dilakukan dengan cara melihat keadaan desa kita secara langsung. Kita akan coba menuliskan apa saja yang kita temui nanti sepanjang kita berjalan di desa. Dari hasil penelusuran lokasi ini, kita dapat melihat kekayaan apa saja yang kita punya, masalah apa yang sedang terjadi di desa, dan lain sebagainya. Tentang analisa kalender musim: Kita akan menuliskan musim-musim apa saja yang ada di desa kita ini. Misalnya musim hujan, kemarau, panen, dan kapan waktunya terjadi. Tentang analisa kecenderungan (tren): Ini akan membantu kita melihat perubahan-perubahan apa saja yang terjadi di desa kita. Misalnya di sungai ini dulu banyak ikan air tawar yang dapat dijadikan mata pencaharian masyarakat, tapi sekarang ikannya semakin sedikit. Ini pasti ada sebabnya. Kita akan mendiskusikan ini. Mungkin dulu desa kita bersih tapi sekarang jorok. Apa yang terjadi? Ini akan didiskusikan dalam kelompok nanti. Tentang analisa kelembagaan: Di sini kita akan melihat lembaga-lembaga apa saja yang ada di desa. Misalnya sekolah, kantor kepala desa, LKMD, dan lain sebagainya. Kita akan mendiskusikan apakah lembaga-lembaga ini membantu masyarakat atau tidak, apakah hubungannya akrab dengan masyarakat atau tidak... Tentang analisa lima modal: Biasanya masyarakat mengartikan modal itu adalah uang. Bila dikatakan saya tidak punya modal untuk membuat usaha maka diartikan dengan saya tidak punya uang untuk membuat usaha. Padahal ini tidaklah benar sepenuhnya. Sebenarnya modal itu adalah 5, yaitu modal manusia, alam, fisik, finansial, dan sosial. Kita akan mendiskusikan ini nanti dalam kelompok. Tentang analisa strategi (metode jembatan bambu): Di sini kita akan mencoba untuk bermimpi. Maksudnya setelah melakukan 8 tahapan di atas tadi, kita sudah punya gambaran apa yang akan kita lakukan untuk membuat desa kita lebih baik. Mungkin dari segi peningkatan ekonomi, kesehatan, atau pendidikan. Ini adalah harapan-harapan kita ke depan. Tapi yang perlu diingat adalah mimpi ini juga harus disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan masyarakat di sini. Bila mimpi terlalu tinggi juga nantinya kita akan jatuh dan kecewa. Tapi buatlah mimpi yang dapat menyejahterakan masyarakat desa dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat desa.

Lebih lanjut, asisten lapangan menjelaskan bahwa, setelah seluruh kegiatan pengkajian dilakukan, maka anggota kelompok akan mengadakan field day atau hari temu lapangan. Di sini kita bersama Desa Pasie Lembang dan Pucuk Lembang akan bergabung dan membuat kegiatan hari temu lapangan. Insya Allah pihak-pihak yang berkaitan dengan masalah dan harapan-harapan masyarakat desa akan hadir. Di sini masyarakat mempunyai kesempatan bertukar pikiran dan pengalaman dengan masyarakat dari desa lainnya. Juga dapat berdialog langsung dengan pihak-pihak luar serta berkesempatan untuk mencari jaringan dalam rangka memajukan masyarakat di desa kita. Dalam pertemuan yang dihadiri lebih dari 30 orang tersebut, muncul pertanyaanpertanyaan dari kelompok perempuan, seperti:

40

Apa yang tidak pandai membaca dan menulis boleh jadi peserta sekolah lapangan ini? Pertanyaan itu dijawab bahwa yang tidak bisa membaca dan menulis boleh menjadi peserta sekolah lapangan. Karena peserta sekolah lapangan ada 30 orang, bila ada yang tidak pandai membaca dan menulis, dia tetap dapat menyumbangkan pikirannya. Jadi akan ada bagi tugas. Yang penting jangan diam-diam saja. Itulah yang tidak boleh dalam sekolah lapangan. Jawaban ini disambut dengan tawa peserta pertemuan. Sampai kapan ini kita buat? Waktunya 2 bulan untuk melakukan kegiatan pengkajian. Artinya mulai Agustus sampai September (2008, red) nanti. Masalahnya Bulan September adalah Bulan Puasa. Ini juga tergantung ibu-ibu, apakah mereka bersedia melakukan kegiatan pengkajian di Bulan Puasa atau tidak. Ada banyak warga yang tidak setuju melakukan kegiatan pengkajian di Bulan Puasa. Maka, keputusannya kegiatan pengkajian dilakukan pada Bulan Agustus. Selanjutnya, asisten lapangan meminta, Nah, sekarang saya minta kesediaan ibuibu untuk mengajukan diri untuk menjadi peserta sekolah lapangan. Karena peserta sekolah lapangan sebanyak 30 orang yang terdiri dari 15 laki-laki dan 15 perempuan, sekarang siapa saja yang bersedia menjadi peserta sekolah lapangan? Ingat bu, 15 orang ini adalah wakil dari masyarakat desa kita. Artinya ini adalah salah satu usaha ibu-ibu membantu membangun desa untuk menjadi lebih baik lagi. Kemudian satu per satu ibu-ibu mengacungkan tangan tanpa ada paksaan.

Salah satu contoh pertanyaan yang muncul dari kelompok laki-laki dalam pertemuan tersebut, adalah: Apakah nanti ketika di hari temu lapangan itu, setelah kami berbicara dengan pihak-pihak luar itu, kami akan langsung diberi bantuan sama mereka? Pertanyaan ini dengan tegas dijawab bahwa tidak ada jaminan setelah itu masyarakat akan diberi bantuan. Dalam hari temu lapangan tersebut pihak-pihak yang berkaitan dengan masalah dan harapan masyarakat desa akan dihadirkan. Masyarakat juga diyakinkan bahwa apa yang dikajinya nanti bisa dijadikan bukti tentang apa yang terjadi di desanya. Jadi bukan sekedar omong kosong belaka, tapi ada bukti yang telah dilakukan bersama oleh masyarakat sendiri.

Pertemuan sosialisasi ini akhirnya menghasilkan kepastian calon peserta sekolah lapangan sebanyak 30 orang yang teridir dari 15 laki-laki dan 15 perempuan. Selain itu disepakati juga waktu kegiatan sekolah lapangan, yaitu setiap Hari Jumat selepas sholat Jumat. Berikut adalah daftar nama peserta sekolah lapangan di Desa Durian Kawan:

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Nama Sawir Khalidin Basinuk Ganta Rudi M. Dahri Yursila Fahmudin Hamzah M. Seman Misman Khairuddin Hasan Basri Agus Salim

L/P Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki

Peran di Kelp. Ketua Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota

Asal Kelompok Surya Utama Surya Utama Surya Utama Surya Utama Surya Utama Surya Utama Surya Utama Surya Utama Surya Utama Surya Utama Surya Utama Surya Utama Surya Utama

41

14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32

Abdul Hamid Yenni Zubaidah Marnawati Ayani Ratnawati Sarinah Nursan Inah Haji Norma Zuraidah Musibah Bastiyah Maidar Sawiyah Wirdayanti Arianti Darwis Tarmiati

Laki-laki Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Laki-laki Perempuan

Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Pemandu Desa Pemandu Desa

Surya Utama Mawar Harapan Suka Maju Mawar Harapan Suka Maju Mawar Harapan Suka Maju Suka Maju Mawar Harapan Mawar Harapan Mawar Harapan Mawar Harapan Suka Maju Suka Maju Suka Maju Mawar Harapan Suka Maju Surya Utama Suka Maju

2. Desa Pasie Lembang, Kabupaten Aceh Selatan


Di gedung Taman Pendidikan Al-Quran di Desa Pasie Lembang, tanggal 4 Agustus 2008 diselenggarakan sebuah pertemuan kelompok untuk memberikan penjelasan tentang program ALIVE secara umum kepada perwakilan warga desa. Warga yang berkumpul tersebut adalah sebanyak 30 orang yang berasal dari anggota 2 kelompok usaha bersama syariah yang telah terbentuk sebelumnya. Dalam kesempatan ini, tim fasilitator yang terdiri dari asisten lapangan yaitu Syahrum dan dua pemandu desa yaitu Pak Tgk. Syafii dan Bu Hayani, secara bergantian memandu proses diskusi dalam pertemuan ini. Acara dibuka oleh Pak Tgk. Syafii, yang dilanjutkan dengan penjelasan tentang kegiatan pengkajian perikehidupan berkelanjutan oleh tim fasilitator dengan menggunakan alat bantu berupa gambar skema program. Dalam penjelasannya, tim fasilitator menyebut kegiatan pengkajian ini dengan istilah SLA. SLA adalah sustainable livelihoods assessment. Maaf bapak-bapak dan ibu-ibu, di program ini kami menyebutnya begitu. Tapi bapak-bapak dan ibu-ibu jangan khawatir karena istilah dalam Bahasa Indonesianya juga ada yaitu Analisa Perikehidupan Berkelanjutan... Mereka menjelaskan juga bahwa akan ada 9 materi yang akan dibahas dalam kegiatan pengkajian tersebut yang terdiri dari pemahaman ekosistem desa, pembuatan peta desa , memotret ekosistem desa, penelusuran lokasi, analisa kalender musim, analisa kecenderungan, analisa kelembagaan, analisa lima modal, dan analisa strategi dan perencanaan. Selain itu, disampaikan juga bahwa dari kegiatan pengkajian nantinya akan dilanjutkan dengan penyusunan rencana aksi masyarakat, hari temu lapangan dimana peserta akan memamerkan, mempresentasikan, mendiskusikan, dan mendialogkan dengan berbagai pihak mengenai seluruh hasil dari kegiatan pengkajian yang dilakukan. Pada hari temu lapangan nanti, kita akan berkumpul tiga desa yaitu Pasi Lembang, Pucuk Lembang, dan Durian Kawan. Kita akan kumpulkan hasil kegiatan yang kita lakukan agar semakin banyak orang tahu.

42

Di akhir kegiatan, tim fasilitator membuka kesempatan kepada warga yang hadir dalam pertemuan itu untuk mengajukan diri menjadi calon peserta kegiatan sekolah lapangan. Tapi ternyata mereka sepakat bahwa seluruh peserta yang hadir akan mengikuti kegiatan sekolah lapangan. Hal ini karena mereka merasa program ini penting bagi masyarakat desa Pasie Lembang. Pada saat itu juga disepakati waktu kegiatan selanjutnya, yaitu 13 Agustus 2008 di gedung ini juga. Berikut adalah dafta nama peserta kegiatan sekolah lapangan yang berasal dari 2 kelompok usaha bersama syariah.
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Nama Mahdi Ainal Yati Asma Aini Hasrati Ikhlima Khamsatun Nurajimah Asmani Nurlijar Marliyah Cut Astari Asnita Marwati Buraidah Rosmida Rajiun Ibnu Majan Tarjuman Tarmiji Bantardi Z Tarmijan Rajuddin Mukhlis Bantardi A Pajjri Khairuddin Zulkifli Basri P Hayani Tgk Syafii L/P L P P P P P P P P P P P P P P L L L L L L L L L L L L L P L Peran di Kelp. Ketua Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Pemandu Desa Pemandu Desa Asal Kelompok CU Seupakat Pemakmoe Gapong Pemakmoe Gapong Pemakmoe Gapong Pemakmoe Gapong Pemakmoe Gapong Pemakmoe Gapong Pemakmoe Gapong Pemakmoe Gapong Pemakmoe Gapong Pemakmoe Gapong Pemakmoe Gapong Pemakmoe Gapong Pemakmoe Gapong Pemakmoe Gapong Seupakat Seupakat Seupakat Seupakat Seupakat Seupakat Seupakat Seupakat Seupakat Seupakat Seupakat Seupakat Seupakat Pemakmoe Gapong Seupakat

3. Desa Pucuk Lembang, Kabupaten Aceh Selatan


Pertemuan sosialisasi dan pembentukan kelompok sekolah lapangan di Desa Pucuk Lembang dilaksanakan 3 Agustus 2008. Dalam pertemuan yang dihadiri 54 orang itu disampaikan penjelasan mengenai program ALIVE secara umum. Pertemuan ini juga untuk menawarkan kepada peserta yang berminat untuk menjadi calon peserta kegiatan sekolah

43

lapangan. Pertemuan dilaksanakan di rumah mantan kepala desa Pucuk Lembang, Pak Abdul Jamal. Sejumlah 54 warga yang hadir tersebut adalah anggota dari 3 kelompok usaha bersama syariah, yaitu kelompok Adee Beurata, Hudeep Beusaree, dan Kembang Mawar. Selain itu juga hadir dari warga masyarakat yang lain, dan 2 orang pemandu desa. Acara berlangsung dari pukul 11.00 sampai 16.00. Tim fasilitator yang terdiri dari 2 orang pemandu desa yaitu Pak Kamarul Zaman dan Bu Nurbaya dan asisten lapangan yaitu Sudirman dalam pertemuan ini mengawali acara pertemuan dengan menjelaskan tentang rencana pelaksanaan kegiatan sekolah lapangan di desa ini. Tim fasilitator selanjutnya mengajak peserta yang hadir untuk membentuk satu kelompok sekolah lapangan yang anggotanya dari anggota kelompok-kelompok usaha bersama syariah yang sudah ada. Kegiatan yang akan dilakukan adalah melakukan pengkajian perikehidupan berkelanjutan di desa ini. Banyak pertanyaan dari peserta terkait kegiatan sekolah lapangan ini, seperti dari Bu Sarah, Apa manfaatnya bagi kami bila ikut kegiatan sekolah lapangan? Sedangkan dari Pak Munir, Pelajaran apa saja yang akan diterima oleh kami di sekolah lapangan? Dan dari Ariyan, Apa syarat yang harus dipenuhi untuk mengikuti sekolah lapangan? Dari pertanyaan-pertanyaan yang muncul tim fasilitator mencoba untuk menjelaskan atau melempar kembali pertanyaan tersebut kepada peserta lainnya. Maksudnya agar peserta mulai akrab dengan metode belajar dalam sekolah lapangan. Suasana belajar yang terjadi saat itu masih kelihatan kaku. Tampaknya peserta bingung ketika sebuah pertanyaan dijawab dengan pertanyaan kembali oleh fasilitator. Namun, secara garis besar fasilitator menjawab pertanyaan-pertanyaan tadi dengan penjelasan bahwa, peserta akan mengkaji masalah dan potensi yang ada di desanya, lalu dilanjutkan dengan menyusun rencana aksi untuk mencoba mencari jalan keluar dari pemecahan masalah yang ada. Pemandu juga menjelaskan materi-materi yang akan dipelajari dan dibahas dalam sekolah lapangan nantinya, seperti pemahaman ekosistem desa, pemetaan ekosistem desa, pemotretan ekosistem desa dan analisa foto, penelusuran lokasi atau transek, analisa kalender musim, analisa kecenderungan, analisa kelembagaan, analisa lima modal. Selain itu juga disampaikan bahwa mereka akan melakukan hari temu lapangan, dimana masyarakat akan mengundang berbagai instansi dan lembaga terkait serta akan memaparkan hasil kegiatan dan meminta dukungan. Pada pertemuan itu juga disepakati siapa saja yang akan menjadi peserta utama sekolah lapangan. Hal itu disebabkan seluruh peserta yang datang berminat untuk mengikuti kegiatan sekolah lapangan semua. Maka disepakati sebanyak 34 orang menjadi peserta utama, yang persyaratannya siap mengikuti kegiatan sampai akhir, memiliki waktu yang cukup, mempunyai minat dan keinginan untuk belajar, dan diusahakan bisa baca tulis. Sedangkan 20 orang sisanya menjadi peserta pendukung. Waktu pelaksanaan kegiatan pun disepakati. Pertemuan pertama direncanakan pada esok harinya tanggal 4 Agustus 2008. Sedangkan pertemuan selanjutnya akan disepakati pada setiap selesai pertemuan. Di akhir acara, fasilitator menjelaskan agenda pertemuan esok hari. Disepakati juga bahwa tempat pertemuan akan dilaksanakan di gedung sekolah atau di rumah mantan kepala desa Pak Abdul Jamal. Berikut adalah daftar nama calon peserta utama kegiatan sekolah lapangan di Desa Pucuk Lembang.

No 1 2 3 4 5 6

Nama Kamarul Zaman Suhardi Rusnan Kridami Abdul Haji M. Umar

L/P L L L L L L

Peran di Kelp. Pemandu Desa Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota

Asal Kelompok Asal Kelompok CU Adee Beurata Adee Beurata Adee Beurata Adee Beurata Adee Beurata

44

7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34

Alimanan Musliadi Arby S Abdul Wahed Ariyan Bahar M. Munir. AS Narmi Sarbunis Nurbaya Salbiaah Rusla Budah Nurlela Nurharimah Patimah Nur Ralijah Nana Ida Lela Nur Sabiti Jasmiyati Baina Nurlaili Sara Mardiana Rosmi Nursarinah Herdiana Jannati

L L L L L L L L P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P

Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Pemandu Desa Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota

Adee Beurata Adee Beurata Adee Beurata Adee Beurata Adee Beurata Adee Beurata Adee Beurata Adee Beurata Hudeep Beusaree Hudeep Beusaree Hudeep Beusaree Hudeep Beusaree Hudeep Beusaree Hudeep Beusaree Hudeep Beusaree Hudeep Beusaree Hudeep Beusaree Hudeep Beusaree Hudeep Beusaree Hudeep Beusaree Hudeep Beusaree Hudeep Beusaree Kembang Mawar Kembang Mawar Kembang Mawar Kembang Mawar Kembang Mawar Kembang Mawar

Sedangkan keduapuluh peserta pendukung sekolah lapangan adalah Rusmi, Rusnawati, Diah, Nur Kison, Nur Simah, Samsinar, Raitah, Nurma, Siti Habibah, Umiati, Hanisah, Raisah, Nuraini, Nurvisah, Zal Hijjah, Faridah, Nur Mala, Marlina, dan Aisyah. Kesemuanya perempuan.

4. Desa Sampe Raya, Kabupaten Langkat


Sosialisasi dilaksanakan pada tanggal 13 Agustus 2008 bertempat di base-camp asisten lapangan. Peserta yang hadir hanya 20 orang. Setelah memaparkan penjelasan dan diskusi mengenai kegiatan sekolah lapangan lalu dilanjutkan dengan penentuan kriteria peserta. Terjadi diskusi yang cukup panjang saat menjelaskan sekolah lapangan. Hal ini disebabkan beberapa peserta yang datang bukan anggota kelompok usaha bersama syariah yang belum mendapat penjelasan sama sekali mengenai program. Akan tetapi dengan diskusi dan curah pendapat bersama peserta lainnya hal tersebut bisa diatasi dan mereka tertarik untuk mengikuti kegiatan selanjutnya. Pada pemilihan peserta saat ini baru disepakati bahwa mereka ikut semua dengan perincian 9 orang laki-laki dan 11 orang perempuan. Akan tetapi untuk melengkapi jumlah peserta nantinya mereka akan mencari lagi peserta lain yang berminat. Dan pada akhirnya diperoleh tambahan peserta wanita 8 orang lagi, sehingga total peserta wanita menjadi 19 orang.

45

Peserta dari Desa Sampe Raya didominasi oleh pemuda-pemudi yang berasal dari karang taruna setempat dan ibu-ibu. Sedangkan bapak-bapaknya kurang berminat terhadap kegiatan. Selain karena kesibukan menderes (menyadap karet) diperoleh info juga bahwa sebagian besar mereka suka judi dan minum. Pada kelompok sekolah lapangan di Desa Sampe Raya dilakukan juga penentuan pengurus kelompok sekolah lapangan. Penentuan pengurus ini akan berperan untuk mengkordinir dan mengatur mananjemen kelompok ke depannya. Terkait dengan banyaknya anggota sekolah lapangan yang tidak ikut kelompok usaha bersama syariah, ini lebih disebabkan usia mereka yang masih relatif muda dan belum punya penghasilan tetap. Berikut adalah nama-nama Peserta Kelompok SL Desa Sampe Raya

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

Nama Anim Poniyem Juminten Rosmiem Sumini Sabda napita Sari Mala Rizky Yani Dea Siska Yanti Uribmo Upik Saripah Yugi Rika Sadar Dani Dedek Rakut Tonda Toni Anes Sarah Kata Sri Anto Yudi Dayu Br. PA

L/P P P P P P P P L P P P P P P P L P L P L L L L P P L P L L P

Peran di Kelp. Ketua Sekretaris Bendahara Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Pemandu Desa Pemandu

Asal Kelompok Kenanga Kenanga Kenanga Kenanga Kenanga Kenanga Kenanga Kenanga Kenanga Gen.CBL Gen.CBL Gen.CBL Gen.CBL Gen.CBL Gen.CBL Gen.CBL Gen.CBL Gen.CBL Gen.CBL Gen.CBL

5. Desa Timbang Jaya, Kabupaten Langkat


Pertemuan sosialisasi dan pembentukan kelompok sekolah lapangan dilaksanakan pada tanggal 13 Agustus 2008, lokasi kegiatan dilaksanakan di posko lapangan desa ini dan dihadiri oleh 32 orang yang berasal dari anggota kelompok usaha bersama syariah yang terbentuk dan masyarakat lainnya.

46

Tim fasilitator yang terdiri dari asisten lapangan, Paijo, dan 2 orang pemandu desa yaitu Danny dan Rizal, dalam pertemuan ini secara bergantian memandu diskusi dan curah pendapat membahas apa itu sekolah lapangan dan apa yang akan dicapai dengan kegiatan tersebut. Setelah peserta paham, fasilitator menawarkan kepada peserta untuk menjadi peserta sekolah lapangan. Pemilihan peserta dilakukan dengan kriteria yang ditentukan bersama, yaitu memiliki motivasi tinggi, bisa meluangkan waktu, berani mengemukakan pendapat, dan bisa bekerja sama. Dari warga desa yang hadir terpilih 13 laki-laki dan 17 perempuan. Usia peserta bervariasi. Peserta tua sengaja dipilih karena dianggap memiliki banyak pengalaman yang berhubungan dengan masalah lingkungan dan sumber daya di desa ini. Sedangkan peserta muda yang berusia sekitar 20 tahunan dipilih karena dianggap mempunyai lebih banyak waktu luang karena belum bekerja. Peserta yang terpilih kebanyakan anggota masyarakat yang juga aktif di organisasi PKK dan Karang Taruna di desa ini. Setelah calon peserta sekolah lapangan diperoleh, ada proses pembentukan pengurus kelompok sekolah lapangan ini. Adapun susunan kepengurusannya beserta peran dan tugasnya. adalah sebagai berikut: Ketua: Bertugas untuk mengundang dan memastikan kehadiran anggota dalam setiap kegiatan sekolah lapangan, dan bertanggung jawab membuat laporan perkembangan dan kegiatan sekolah lapangan. Sekretaris: Bertugas menyiapakan bahan-bahan kegiatan, membuat laporan kegiatan sekolah lapangan, dan membantu ketua mengurus keuangan dan administrasi kelompok sekolah lapangan. Bendahara: Bertugas mempertanggungjawabkan keuangan kepada ketua, membuat catatan administrasi keuangan dengan baik, dan mempersiapkan bukti-bukti pengguanan dana. Konsumsi: Bertugas mengajak peserta sekolah lapangan merencanakan konsumsi untuk kegiatan sekolah lapangan, mengkoordinir anggota kelompok untuk mempersiapkan konsumsi peserta, dan membuat laporan penggunaan dananya.

Terakhir dilakukan kontrak belajar untuk menyepakati waktu pelaksanaan kegiatan serta materi belajarnya. Berikut adalah daftar peserta sekolah lapangan Desa Timbang Jaya.

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Nama Abdulah Rohani Hamidah Aslah Saiful Ricky Abdul Rahman Nur Hamidah Afidah Reni Rianty Mahyal Aini Sarinah Khairul Bariah M. Daud Umar Efendi Ibrahim

L/P L P P P L L P P P P P P L L L

Peran di Kelp. Ketua Sekretaris Bendahara Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota

Asal Kelompok Jaya Maju Seroja Seroja Seroja Jaya Maju Jaya Maju Seroja Seroja Seroja Jaya Maju Seroja Seroja Jaya Maju Jaya Maju Jaya Maju

47

16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 30

Aidil Asri Aslim Fatmawati Safiyah Dian Rismayani Asmawati Siti Khadijah Afidah Wayan Dadu Rasimah Mahlian Murad Suriyadi Mahyudar Rizal Danny

L L P P L P P P P L P L L L P L P

Anggota Anggota Konsumsi Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Pemandu Desa Pemandu Desa

Jaya Maju Jaya Maju Seroja Seroja Seroja Seroja Seroja Seroja Seroja Jaya Maju Seroja Jaya Maju Jaya Maju Jaya Maju Seroja -

6. Desa Timbang Lawan, Kabupaten Langkat


Kegiatan dilaksanakan di rumah kepala Dusun Pulo Pisang pada tanggal 16 Agustus 2008 dengan jumlah peserta yang hadir dan akan dipilih sebanyak 35 orang. Dari warga desa yang hadir terpilih 20 orang wanita dan 10 orang laki-laki yang memiliki kriteria: memiliki waktu luang, siap mengikuti materi dari awal hingga akhir, dan mau bekerja sama. Peserta rata-rata adalah sudah berumur cukup tua sekitar 40 tahunan. Dari mereka diharapkan pengalaman mereka tentang pelestarian lingkungan. Lainnya ada beberapa pemuda dan pemudi berumur 20 tahunan yang relatif mempunyai waktu luang lebih banyak dan semangat yang tinggi. Saat pemaparan dan diskusi tentang kegiatan sekolah lapangan mereka terlihat antusias mengingat kegiatan sangat bersentuhan langsung dengan kegiatan mereka sehari-hari dan adanya penyelesaian dari beberapa masalah yang mereka hadapi. Pada sesi terakhir kegiatan disepakati pula bahwa kegiatan selanjutnya akan dilakuan di Balai desa pada tanggal 20 Agustus 2008. Sebelumnya dilakukan juga pemilihan pengurus kelompok yang akan mengkordinir peserta dan mengelola manajemen kelompok nantinya. Nama-nama Peserta sekolah lapangan Desa Timbang Lawan.

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Nama Saman Barus Asna Nasriah Siti Pida Helfi Nurhaidah Samiyah Saripah Hanim Rohani Muhrim NST

L/P L P P P P P P P L

Peran di Kelp. Ketua Sekretaris Bendahara Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota

Asal Kelompok Sentosa Sentosa Makmur Makmur -

48

10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32

Ishak Hamdani Suminem Sri Asmayani Zariyah Supriadi Rajudin Nurhayati Sabariah Arel Pendi Siti Jubaidah Syaril Siti Patimah Nurpah M. Dayat Ridayani Sariyah Sari Dewita Taharudin Sefti Saiful Samsuri Dewi

L L P P P L L P P L P P L P P L P P P L P L P

Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Ketua/Pemandu Pemandu Desa

Sentosa Sentosa Sentosa Sentosa Sentosa Makmur Makmur Makmur Makmur Sentosa

*** Tentang kegiatan pertama tim penggerak masyarakat di desa ini, Sudirman, salah satu asisten lapangan Desa Pucuk Lembang mengungkapkan bahwa, dia melakukan sosialisasi pada kelompok usaha bersama syariah yang telah terbentuk. Materi yang disampaikan adalah manfaat dan tujuan dari kegiatan sekolah lapangan, dimana nantinya masyarakat dapat mengetahui desanya secara menyeluruh, baik potensi maupun masalahnya dan bagaimana cara memanfaatkan potensi yang ada atau mencari solusinya. Ditambahkan oleh Juliyanti dan Syahrum, asisten lapangan Desa Durian Kawan dan Desa Pasi Lembang bahwa, dalam sosialisasi sekolah lapangan selain menerangkan manfaat dan tujuan kegiatan tersebut juga menerangkan tahapan kegiatan dan materi apa saja yang akan dipelajari selama mengkuti kegiatan sekolah lapangan. Yang lain adalah membahas kriteria peserta yang akan mengikuti kegiatan. Sedangkan Paijo, asisten lapangan Desa Timbang Jaya menyatakan bahwa, dalam sosialisasi sekolah lapangan dia juga menggarisbawahi adanya kegiatan field day yang dapat digunakan oleh masyarakat untuk bertemu dengan pemda dan pihak-pihak lain yang memiliki potensi untuk membantu menyelesaikan masalah yang terjadi di masyarakat. Sementara itu, Ismanto, asisten lapangan Desa Timbang Lawan menambahkan, bahwa dalam sosialisasi sekolah lapangan dia juga mencoba mengungkapkan kalau nantinya masyarakat juga akan melakukan aksiaksi yang terkait juga dengan hasil perencanaan yang dibuat bersama.

49

BAGIAN KEEMPAT

Pengkajian Perikehidupan Berkelanjutan: Masyarakat Mengkaji Sumber-sumber Perikehidupan di Desanya Sendiri

Pengkajian perikehidupan berkelanjutan oleh masyarakat diselenggarakan setelah kegiatan sosialisasi sekolah lapangan dilaksanakan. Waktu pelaksanaan awal Agusutus 2008 di Kabupaten Aceh Selatan dan pada minggu ketiga Agustus 2008 di Kabupaten Langkat pada 6 desa yang terlibat program. Kegiatan ini bertujuan agar masyarakat dapat melakukan kajian tentang desanya yang terkait dengan konservasi dan habitat orangutan, sehingga mereka memahami kondisi perikehidupan mereka sendiri, kondisi lingkungan dan kaitannya dengan konservasi, dan habitat orangutan. Selanjutnya, masyarakat dapat menentukan sendiri program-program yang tepat dan dapat dilakukannya dalam rangka pelestarian lingkungan hidup, khususnya terkait dengan konservasi dan habitat orangutan. Dalam metode pengkajian perikehidupan berkelanjutan oleh masyarakat ini, masyarakat melakukan beberapa aktivitas berupa pengamatan langsung, pendokumentasian, penganalisaan, dan penyusunan rencana kegiatan. Secara rinci, kegiatan dalam pengkajian perikehidupan berkelanjutan ini adalah: Pemahaman dan pemetaan ekosistem desa: merupakan kegiatan untuk mengajak masyarakat memahami secara konsep berdasarkan pengalaman melihat hubungan yang saling terkait dan membutuhkan dari suatu ekosistem. Masyarakat diajak untuk belajar berani mengeluarkan pendapatnya. Dalam prosesnya ada pemahaman mengenai ekosistem dasar dan dikaitkan dengan keanekaragaman hayati. Kegiatan ini dilakukan untuk pembuka dan menyambungkan pemikiran peserta tentang ekosistem dasar dan keanekaragaman hayati melalui curah pendapat untuk menjawab pertanyaan: Apa saja yang dibutuhkan manusia untuk hidup? Masyarakat kemudian membuat peta desa yang menyuguhkan berbagai informasi potensi desa yang ada, sebagai media untuk memperjelas pemikiran masyarakat. Pemotretan ekosistem desa dan analisa foto adalah sebagai kegiatan untuk mengajak secara emosional mengenali lebih detail mengenai kondisi desanya. Selain itu juga mengajarkan peserta untuk berani tampil di depan publik dan menyampaikan pendapatnya. Pada sesi ini peserta mulai diajak untuk mulai melihat realita yang ada di desanya. Baik yang berupa modal atau potensi maupun masalah.

50

Penelusuran lokasi (transek) dan analisa transek adalah merupakan kegiatan untuk mengajak peserta secara lebih detail melihat realitas kondisi di desanya dan mengalisisnya. Prosesnya dibagi berdasarkan masing-masing ekosistem atau berdasarkan kelompok memotret. Setiap kelompok harus menjawab siapa saja pemain atau unsur-unsur yang ada dalam ekosistem tersebut, apa peran dan fungsi mereka, apa hubungan fungsional masing-masing unsur, seberapa besar kepadatannya dan kemanfaatannya terhadap perikehidupan desa dan keberlanjutannya. Analisa kalender musim adalah kegiatan masyarakat untuk menganalisis lebih rinci lagi berdasarkan musim selama setahun. Apa saja yang terjadi pada musim-musim tertentu yang berhubungan dengan alam dan sosial dan ekonomi masyarakat. Analisa kecenderungan adalah metode untuk menganalisa kecenderungan apa yang terjadi dari tahun ke tahun atau dari dasawarsa satu ke dasawarsa selanjutnya. Melalui metode ini masyarakat menganalisa apakah keadaan saat ini sama seperti kondisi dahulu, bagaimana kecenderungan perubahannya. Masingmasing ekosistem dilihat kecenderungannya. Analisa kelembagaan merupakan alat analisa untuk melihat peranan selama ini lembaga-lembaga yang sering berhubungan dengan masyarakat di desa. Masyarakat belajar melihat bagaimana peran masing-masing lembaga dalam berhubungan dengan masyarakat, bagaimana selama ini lembaga tersebut sudah menjalankan fungsinya, seberapa besar masyarakat memanfaatkan lembagalembaga yang ada. Demikian pula dengan kedekatan masyarakat terhadap lembaga-lembaga tersebut. Secara umum nantinya analisa kelembagaan juga dapat digunakan untuk melihat pihak mana yang dapat membantu dalam aksi kegiatan masyarakat. Analisa lima modal adalah kegiatan untuk menganalisa lebih jauh mengenai modal yang dimiliki oleh masyarakat, sehingga dalam perencanaan diharapkan mereka lebih membuat perencanaan berbasis modal. Lima modal tersebut terdiri dari modal alam (keanekaragaman hayati), finansial, fisik, sosial, dan sumber daya manusia. Analisa strategi merupakan alat untuk menyusun strategi mencapai kondisi ideal desa. Analisa ini menggunakan metode jembatan bambu, dimana masyarakat menggambarkan dalam bentuk poster berukuran besar kondisi desanya saat ini berdasarkan data dan informasi yang diperoleh sebelumnya dan menggambar kondisi desa yang diidam-idamkannya. Setelah itu membuat gambar jembatan bambu untuk mencapainya ke kondisi yang diidam-idamkan dari kondisi sekarang. Bambu pertema menunjukkan rencana pertama mereka yang paling prioritas untuk mencapai impian tersebut, bambu kedua dan seterusnya menunjukkan prioritas selanjutnya yang akan dicapai.

Pada pelaksanaan di setiap desa terdapat variasi yang terkait dengan ketersediaan waktu dan budaya setempat. Misalnya, di desa-desa di Kabupaten Aceh Selatan, proses pengkajian perikehidupan berkelanjutan oleh masyarakat ini tidak bisa dilaksanakan secara urut. Ada sedikit modifikasi urutan pelaksanaannya dan penggabungan kegiatan satu dengan yang lain. Hal inidisebabkan waktu yang sempit dan ketersediaan waktu di masyarakat yang hanya bisa berkumpul pada hari-hari tertentu saja setiap minggunya. Namun saat masyarakat berkumpul untuk melakukan kegiatan bisa berlangsung dari siang hari hingga malam. Namun di desa-desa di Kabupaten Langkat, kegiatan ini dilaksanakan secara berurutan. Kegiatan pengkajian perikehidupan berkelanjutan oleh masyarakat ini dipandu pemandupemandu desa setempat dibantu asisten lapangan program ALIVE. Materi yang sampaikan semua pemandu mengacu pada panduan yang sudah disediakan dan dipelajari pada saat

51

training of trainers yang mereka ikuti sebelumnya. Hasil kajian masyarakat beserta analisisnya dan rencana kerja di 6 desa telah dihasilkan hingga minggu ketiga September 2008. Hal ini sejalan dengan target program dimana sampai dengan kuartal kedua, yaitu September 2008, rencana kerja dari hasil proses pengkajian perikehidupan berkelanjutan oleh masyarakat harus sudah diperoleh. Rencana kerja masing-masing desa secara umum terbagi berdasarkan masing-masing ekosistem yang dianalisa yaitu ekosistem hutan, ekosistem kebun, ekosistem sungai, ekosistem sawah,dan ladang, dan ekosistem pemukiman. Semua rencana kerja ini sangat berpengaruh terhadap konservasi orangutan dan habitatnya, walaupun rencana kerja tersebut berupa kegiatan di sawah, di sungai, atau di pemukiman sekalipun. Hal ini terjadi karena rencana kerja disusun berdasarkan masalah dan potensi yang ada dan telah dianalisis secara mendalam, baik di dalam masing-masing ekosistem tersebut maupun dengan ekosistem lainnya. Analisis yang dimaksud terutama tentang kaitan dan hubungan fungsional yang terdapat dalam masing-masing komponen di dalam ekosistem itu sendiri atau dengan ekosistem lainnya. Berikut adalah satu cerita kasus bagaimana proses yang berlangsung dalam pelaksanaan pengkajian perikehidupan berkelanjutan oleh masyarakat Desa Durian Kawan, Kabupaten Aceh Selatan. Cerita ini akan menceritakan bagaimana warga desa belajar mengenali lingkungan alam maupun sosialnya yang dilakukan dalam beberapa kali pertemuan yang dipandu oleh pemandu desanya dan didampingi asisten lapangan program ALIVE. Tulisan kasus ini disunting dari catatan dan laporan lapangan yang disusun oleh pemandu desa dan asisten lapangan. ***

CERITA KASUS: Pengkajian Perikehidupan Berkelanjutan oleh Masyarakat Desa Durian Kawan, Kabupaten Aceh Selatan

Bila mereka menebang pohon itu sama saja artinya dengan membunuh orang yang telah menanam pohon itu...

Beberapa hari sebelumnya, yaitu tanggal 28 dan 29 Juli 2008, di balai pertemuan Dusun Tanah Munggu telah dilakukan oleh tim penggerak masyarakat. Mereka adalah Pak Darwis dan Bu Tarmiati yang sebagai pemandu desa dan Julianti asisten lapangan program ALIVE di desa ini. Dari pertemuan tersebut, di desa ini sudah ada kelompok sekolah lapangan yang beranggotakan sebanyak 30 orang yang telah bersepakat untuk belajar melakukan pengkajian perikehidupan berkelanjutan dalam beberapa kali pertemuan. Kegiatan pengkajian oleh masyarakat di Desa Durian Kawan ini dilaksanakan mulai Bulan Agustus sampai September 2008. Pertemuan rutin kegiatan sekolah lapangan ini adalah setiap Hari Jumat setelah selesai sholat Jumat. Selain melakukan pengkajian di lapangan, juga diadakan diskusi di kelas untuk membahas hasil pengkajian dan membahas topik-topik lain, seperti membahas panduan pengkajian, konservasi, dan ancaman terhadap habitat orangutan.

52

Pertemuan Pertama, 1 Agustus 2008: Membahas Materi Pemahaman Ekosistem Desa dan Pemetaan
Pertemuan pertama kegiatan sekolah lapangan dilaksanakan di balai pertemuan Dusun Tanah Munggu. Hadir dalam pertemuan tersebut oleh 30 orang peserta. Pemandu desa dari desa ini adalah Pak Darwis dan Bu Tarmiati. Yang membuka pertemuan sekaligus menyampaikan materi ekosistem desa adalah Pak Darwis. Dia menjelaskan bahwa ekosistem juga bisa dikatakan sebagai lingkungan dan unsur-unsur yang terdapat di dalamnya. Apa saja yang saat ini ada di desa kita? tanya Pak Darwis membuka sessi pemahaman ekosistem desa. Muncul berbagai jawaban dari peserta, dari mulai jalan, air, kebun, sawah, kebersihan, pekarangan, kolam, gunung, peternakan, pertanian, pengajian, lapangan bola kaki, hingga ketentraman lingkungan. Ya, sesudah ini kita akan buat kelompok kecil. Dan nanti akan dilanjutkan oleh Bu Juli. Kemudian Julianti menambahkan, Ya, mungkin sebagian dari kita yang ada di sini sudah mengerti apa itu ekosistem. Tapi sebagian mungkin ada yang belum tahu. Supaya kita semua bisa paham apa itu ekosistem, kita bisa ganti istilah ekosistem ini dengan lingkungan dan unsur-unsur yang terdapat di dalamnya. Pemandu desa dan asisten lapangan sebagai tim fasilitator kegiatan ini bersama peserta sekolah lapangan selanjutnya larut dalam diskusi memperdalam dan memperjelas lingkungan dan unsur-unsur di dalamnya. Dalam diskusi tersebut suasananya begitu akrab dan segar penuh canda-tawa. Setelah diperoleh cukup banyak contoh unsur-unsur yang ada di setiap lingkungan atau ekosistem, peserta diajak untuk menggolong-golongkan unsur-unsur tadi berdasarkan tempatnya. Misalnya: Kalau bapak berkebun dimana? tanya salah satu fasilitator, yang dijawab oleh bapak-bapak, Di gunung! Falitator kembali bertanya, Di gunung itu ada tumbuhannya tidak, pak? Peserta menjawab, Banyak, itu hutan. Kami ni semua berkebun di sana! Muncul juga pertanyaan dari peserta, apakah pendidikan itu juga termasuk dalam unsur lingkungan. Pertanyaan itu ditanggapi tim fasilitator bahwa, pendidikan memang menjadi salah satu faktor penting untuk perkembangan desa. Tapi ditawarkan oleh fasilitator untuk dimasukkan ke materi analisa lima modal nantinya. Di sana nantinya pserta bisa menggali lebih dalam lagi tentang bagaimana sebenarnya tingkat pendidikan yang ada di desa ini. Tawaran ini disetujui peserta. Setelah catatan di kertas plano semakin penuh, fasilitator mengajak peserta untuk melihat rangkuman di kertas plano. Kayaknya ada 5 poin besar yang akan kita bahas di dalam ekosistem desa kita, yaitu sawah, kebun, hutan, pemukiman dan air... Peserta menambahkan, Jalan iya juga lah, bu. Jalan juga penting untuk kami di dusun ini... yang usulan tersebut diterima fasilitator, Kalau begitu ada 6 poin yang akan kita bahas dalam ekosistem desa. Apa bisa kita mulai sekarang untuk menuliskannya ke dalam tabel, pak? Ibu bagaimana, sudah siap untuk diskusi? Peserta menjawab serentak, Siaaap! Kemudian tim fasilitator membuatkan contoh tabel ekosistem ini. Tabel Ekosistem Desa Durian Kawan
Hutan Tanaman apa saja yang ada di hutan Binatangnya apa saja Air Sumber air dari sumur dan gunung Sawah Panen bagaimana Pengairan Jalan Dibangun tahun berapa Kondisinya bagaimana Kebun Kebun apa saja Luasnya Pemukiman Kondisi rumah Bangunan apa saja

53

Ketika peserta melihat contoh tabel tersebut, ada yang merespon dengan usulan, apakah bisa nama Desa Durian Kawan itu diganti dengan nama Dusun Tanah Munggu. Dijawab oleh fasilitator bahwa itu boleh saja. Tapi di sini kita tidak mau membedakan antara Dusun Tanah Munggu dan Labah Rambung. Jadi kita buat nama Desa Durian Kawan saja. Artinya kita di sini semua sama. Namun peserta masih mempertahankan alasannya, Tapi bu, pengalaman kami, kalau kita buat nama Durian Kawan, nanti kalau ada apa-apa mereka yang dapat nama. Apalagi kalau ada bantuan, mereka yang akan diberi. Kami di sini tidak pernah mendapatkan apaapa. Apapun berita, informasi, atau bantuan tidak pernah sampai ke dusun kami ini. Jadi untuk sekali ini kami minta tolonglah supaya namanya dipakai Tanah Munggu saja. Tim fasilitator selanjutnya memberikan pertimbangan, Tapi bagaimana dengan Dusun Labah Rambung? Namun semua peserta tetap memutuskan nama Tanah Munggu. Akhirnya tim fasilitator menyerahkan sepenuhnya soal nama tersebut kepada paserta. Peserta kegiatan ini yang berjumlah 30 orang kemudian diminta membagi diri ke dalam 3 kelompok diskusi. Karena ada 6 topik tentang ekosistem desa, maka setiap kelompok akan mengerjakan 2 topik. Selanjutnya fasilitator bertanya kepada peserta, Tapi sebelum membuat kelompok, saya mau bertanya terutama kepada Pak Imam Cik, apakah bapakbapak dan ibu-ibu tidak keberatan bila bercampur dalam satu kelompok diskusi. Karena kita juga ingin ibu-ibu dapat berpartisipasi dalam membangun desa bersama bapakbapaknya. Bagaimana pak? Jawaban Pak Imam Cik, Tidak apa-apa itu, bu. Kita di sini kan mau membuat yang baik. Tidak ada masalah itu.... Pembagian kelompok diskusi dilakukan dengan cara berhitung 1-2-3, 1-2-3 begitu seterusnya. Untuk membentuk kelompok kecil, peserta-peserta dengan angka 1 berkumpul jadi satu. Demikian pula dengan peserta dengan nomor 2 dan 3. Selanjutnya, setiap kelompok kecil masing-masing diminta memilih 2 dari 6 topik yang ada. Akhirnya disepakati bahwa kelompok 1 akan membahas hutan dan air, kelompok 2 membahas sawah dan jalan, dan kelompok 3 membahas kebun dan pemukiman. Setelah itu fasilitator membagikan peralatan berupa kertas plano, spidol berwarna, lakban, dan peralatan lain. Oh iya pak, saya hampir lupa. Judul setiap topik kalau bisa dibuat dengan simbol-simbol atau gambar. Misalnya, hutan bisa digambarkan dengan pohon-pohon, kebun digambar dengan tanaman kopi, pinang, atau yang lain. Begitu juga pemukiman, air, sawah, dan jalan. Peserta pun mulai bekerja dalam kelompok kecil dan selesai sekitar jam 17.00. Mereka kemudian sepakat untuk melanjutkan pertemuan ini setelah sholat Isya jam 20.30 untuk mempresentasikan dan diskusi kelompoknya.

BOX: Kami membentuk 3 kelompok ekosistem desa. Kelompok pertama membahas tentang hutan dan air, kelompok kedua tentang sawah dan jalan, dan kelompok tiga tentang pemukiman dan kebun. Kelompok pertama membahas tentang apa itu fungsi hutan dan air, dan begitu juga dengan kelompok lainnya. Pertemuan kami yang pertama pada Jumat sore dan kami telah selesai melaksanakan tugas itu. Dan Jumat depan, kami akan membahas tentang pemetaan. Sawir, peserta sekolah lapangan

Lanjutan diskusi pemahaman ekosistem desa pun dilanjutkan kembali pada pukul 20.30 di musholla perempuan. Pak Darwis menjelaskan bahwa sessi ini adalah presentasi hasil diskusi kelompok. Jadi ada perwakilan dari setiap kelompok yang berdiri di depan dan menjelaskan apa yang sudah dituliskan di kertas tadi. Tujuan presentasi ini dijelaskan kepada peserta agar data yang didapatkan bisa lebih dilengkapi lagi bila dirasa perlu. Jadi misalnya kelompok 1 mempresentasikan hasil diskusi mereka, silakan kelompok yang lain boleh menambahkan informasi yang belum tercatat atau bertanya. Ibu dan bapak

54

boleh bertanya atau memberi masukan. Bila ada yang harus dikoreksi atau diperbaiki dari hasil diskusi juga boleh. Siapa yang mau mulai duluan? *** Presentasi dimulai oleh kelompok 1 yang diwakili oleh Pak Sawir yang mengawali presentasinya dengan bercerita tentang ekosistem hutan dan air di desanya. Di desa ini ada 3 jenis hutan yaitu hutan adat, hutan kebun, dan hutan lindung (TNGL). Hutan adat terbentuk sejak tahun 1955. Letaknya di atas pemukiman dusun dengan luas kurang lebih 1.200 hektar. Mereka mempunyai peraturan adat yaitu barang siapa melanggar atau mengambil kayu dari hutan adat dikenakan sanksi yaitu membayar denda. Manfaatnya bagi masyarakat adalah untuk mencegah longsor atau erosi. Satwa yang ada di dalamnya di antaranya orangutan, murai, harimau, dan kambing hutan. Sedangkan tanaman yang tumbuh di antaranya adalah damar laut, keruing, dan rotan. Hutan kebun terletak di atas pemukiman dusun di bawah hutan adat. Luasnya sekitar 1.000 hektar. Jarak dari pemukiman sejauh 50 meter. Jenis tanaman yang ditanam model kebun campur yang seluas 311 hektar di antaranya adalah durian, cempedak, dan langsat. Kelapa sawit ada seluas 250 hektar, pinang 5 hektar, kemiri 6 hektar, rambutan 3 hektar, nilam 25 hektar, dan lahan kosong seluas 400 hektar. Hutan lindung (TNGL) terletak di sebelah timur pemukiman dusun. Jaraknya dari pemukiman sektar 7 kilometer. Manfaatnya bagi masyarakat adalah tersedianya sumber air. Diperkirakan kayu-kayu di dalamnya masih utuh. Satwa yang ada di dalamnya pun banyak seperti orangutan, lutung, kura-kura, dan banyak jenis burung. Tanamannya di antaranya adalah damar laut, meranti keruing, dan rotan. Setelah selesai, ada beberapa pertanyaan dari fasilitator untuk memperjelas informasinya. Misalnya tentang apakah peraturan adat itu masih berlaku sampai sekarang, yang dijawab bahwa peraturan tersebut masih berlaku. Peraturan tersebut memang tidak tertulis, tapi peraturan ini diketahui oleh pemuka masyarakat dan unsur muspika. Ketika ditanya tentang uang denda, jawaban peserta adalah bahwa uang hasil denda digunakan untuk masyarakat juga, misalnya untuk pembangunan masjid. Dijelaskan oleh salah satu peserta perempuan, Tahun 1970 kami sudah pernah mengusir orang HPH dari dusun ini. Karena gara-gara merekalah hutan ini dulu rusak. Sejak itu tidak ada lagi yang berani mengganggu hutan adat itu. Tim fasilitator menambahkan bahwa peraturan adat adalah salah satu yang disebut dengan kearifan lokal. Dan kalau bisa pun, hal-hal seperti ini sudah dibicarakan atau diberitahukan kepada anak-anak sejak kecil. Jadi dari kecil anakanak sudah menyadari hal-hal yang seharusnya mereka jaga. Hasil diskusi tentang kebun campur adalah hasilnya tidak memuaskan. Hal ini disebabkan tidak cocoknya jenis tanaman yang ditanam. Pertumbuhannya optimal, tinggi tanaman tidak sama karena sebagian tidak mendapatkan cahaya matahari karena tertutup oleh pohon yang lain. Di dusun masih ada kepercayaan bahwa tidak boleh menebang pohon yang telah ada di kebun itu. Nenek moyang mereka beranggapan bila mereka menebang pohon itu sama artinya dengan membunuh orang yang telah menanam pohon itu. Sedangkan tentang hutan TNGL, masyarakat mengatakan bahwa selama ini tidak ada penyuluhan atau sosialisasi tentang TNG,L baik dari pemerintah maupun dari pihak TNGL sendiri. Sumber air masyarakat Dusun Tanah Munggu adalah dari 3 sumber yaitu air Alur Benteng, air sumur, dan air gunung. Sumber air dari Alur Benteng letaknya di tengah pemukiman. Panjangnya sekitar 2 kilometer. Bagi masyarakat, air ini untuk mengairi sawah penduduk yang seluas 58 hektar. Tapi air ini tidak mencukupi. Sebagian penduduk juga menggunakannya untuk mencuci dan mandi. Pak Sawir menegaskan, Air Alur Benteng sekarang sudah sangat sedikit karena kayu-kayu di sekelilingnya telah ditebangi atau hutan sudah gundul. Sedangkan sumur, airnya kurang bersih dan semakin sedikit karena hutannya sudah gundul. Untuk air gunung, sebagian masyarakat memanfaatkannya untuk

55

kebutuhan sehari-hari. Mereka menarik air dengan selang atau pipa ke rumah. Jarak dari rumah ke sumber air sekitar 250 meter. *** Acara presentasi dilanjutkan oleh kelompok 2 yang diwakili oleh Pak Misman. Dia mempresentasikan tentang ekosistem sawah di desa ini, yang seluruhnya seluas 58 hektar. Sekitar 55% sawah adalah milik pribadi, sedangkan 45%-nya lagi berupa sawah sewa, dengan sewa 1 rantai mencapai Rp. 150.000,- atau padi sejumlah 3 nalih atau 48 bambu. Sejak tahun 1970-an sampai 2000, hasil panen mencapai 1 kuncah per rantai. Sejak tahun 2001, hasil panen mulai menurun karena kekurangan air dan serangan hama. Hamanya adalah babi hutan, tikus, dan burung. Kegiatan berburu telah dilakukan untuk memberantas babi hutan tapi tetap tidak berhasil. Tikus diberantas dengan cara diberi racun tapi juga tidak berhasil. Sedangkan burung dicegah dengan cara diusir dengan langsung menjaga di sawah masing-masing. Kondisi tanah saat ini tidak subur lagi karena kekurangan air. Pengolahan sawah dilakukan secara kelompok. Penanaman dilakukan secara serentak. Para petani menanam varietas lokal yaitu Sipulo, Sibubon, dan sejenisnya. Tetapi irigasi tidak dibangun. Penyuluhan dari dinas pertanian juga sangat kurang. Di sisi lain ada informasi yang diperoleh masyarakat bahwa pemerintah telah merencanakan akan membangun irigasi. Dari hasil diskusi ekosistem sawah diketahui bahwa yang menjadi kendala adalah pengairan sawah dan serangan hama seperti babi hutan, tikus, dan burung, yang sampai sekarang belum ada jalan keluarnya. Tentang irigasi, di sini ada 2 pengairan, yaitu irigasi Paya Dapur dan air dari gunung. Irigasi Paya Dapur sama sekali tidak mengairi persawahan masyarakat Dusun Tanah Munggu. Hal ini disebabkan saluran irigasinya lebih rendah dari areal persawahan dan alurnya berliku-liku. Selama ini masyarakat hanya menggantungkan air dari gunung yang jumlahnya sedikit. Tidak cukup untuk mengairi seluruh persawahan di Dusun Tanah Munggu. Tentang ekosistem jalan, Pak Misman menjelaskan bahwa, jalan desa dibangun sejak tahun 1998. Panjang jalan 7 kilometer dan lebarnya 3 meter. Saat ini kondisi jalan rusak dan kalau musim hujan jalan terendam air dan jadi berlobang-lobang. Menurut masyarakat di sini, penimbunan tanah di jalan terlalu tipis sehingga mudah hancur dan tanggulnya tidak memadai. *** Presentasi dilanjutkan oleh kelompok 3 yang diwakili oleh Pak Fahmuddin yang mempresentasikan tentang ekosistem kebun dan pemukiman. Div=gambarkan bahwa kebun atau ladang letaknya berada di atas pemukiman. Jaraknya dari pemukiman sekitar 6 kilometer. Masyarakat menanam berbagai jenis tanaman. Kelapa sawit ditanam seluas 150 hektar. Sebanyak 30% lahan sawit dimiliki oleh masyarakat dusun, sedangkan 70%-nya lagi dimiliki pihak dari luar Dusun Tanah Munggu. Bahkan ada yang dari luar daerah. Hamanya utama di antaranya adalah babi hutan dan landak. Faktor ekonomi menyebabkan perawatannya tidak baik. Hasil panen 700-1.000 kilogram per hektar. Tanaman coklat ditanam seluas 20 hektar. Sebanyak 50% kebun coklat adalah milik masyarakat setempat dan 50%-nya lagi milik orang luar. Kendalanya adalah kurangnya pupuk dan hama babi hutan, landak, tupai, ulat, dan sejenisnya. Saat ini tanaman coklat masih kecil. Nilam dibudidayakan seluas 13 hektar yang mayoritas milik masyarakat setempat. Lahan yang dipakai menanam nilam 70% milik pribadi dan 30% lagi menyewa dengan membayar Rp. 100.000,- sampai Rp. 150.000 per rantai. Hambatannya adalah kurang pupuk dan penyakit buduk, mati sebelum masa panen, ulat, dan kurang minyak. Hasil panennya lebih kurang 3035 kilogram per hektar. Hasil ini kurang memuaskan disebabkan faktor harga yang tidak stabil. Tanaman cabe dibudidayakan seluas 0,5 hektar. Kendalanya adalah kurangnya penyuluhan tentang cara perawatan. Ada hama ulat, mati sebelum berbuah, dan kurang buah. Bisa

56

dikatakan panen cabe lebih sering tidak berhasil. Buah pisang ditanam seluas 2 hektar. Tanaman pisang sering mati sebelum berbuah, buahnya kecil, dan busuk. Buah ini sering menjadi santapan babi hutan, monyet, landak,dan tupai. Hasil panennya kira-kira 100 tandan atau 56 sisir per hektar. Tanaman karet di desa ini luasnya belum dapat diketahui, karena tanaman karet ditanam hanya sebagai pelindung tanaman coklat. Saat ini baru ditanam dan masyarakat belum mengerti cara bertanam karet yang baik. Sedangkan kebun campur yang seluas 50 hektar terdapat tanaman di antaranya kopi, pisang, langsat, durian, dan kapas. Tentang ekosistem pemukiman, dijelaskan bahwa Dusun Tanah Munggu letaknya berada di bawah kaki gunung dan di atas persawahan masyarakat. Luas pemukiman kurang lebih 40 hektar, dengan separuhnya telah dihuni dan sepatruhnya lagi belum. Jarak dari Desa Durian Kawan sekitar 6 kilometer. Dalam presentasi ini juga disampaikan secara singkat tentang kependudukan. Jumlah penduduk dusun ini 550 jiwa yang tergabung dalam 96 kepala keluarga. Tingkat pendidikan masyarakat sebagian besar adalah sekolah dasar dan sebagian kecil lagi sekolah menengah pertama dan atas. Ada beberapa orang berkuliah di perguruan tinggi. Sekitar 100 orang warga dusun bahkan sempat tidak mengenyam pendidikan. Selain rumah penduduk, bangunan yang ada di dusun ini adalah 1 masjid, 1 musholla perempuan, 1 sekolah dasar, 1 gedung pertemuan, 2 buah Taman Pendidikan Al-Quran, 1 poliklinik desa yang tidak berfungsi, 1 kilang padi, 2 penyulingan nilam, 1 lapangan bola kaki, 1 balai pemuda, 1 dan pos siskamling. Jenis tanaman yang ada di pekarangan dan halaman belakang rumah di antaranya adalah pinang, kelapa, rambutan, jeruk, dan mangga. Banyak rumah tangga yang berternak ayam, bebek, dan kambing. Kendala utamanya adalah adanya penyakit dan hama seperti musang, burung hantu, dan biawak. Ada beberapa kepala keluarga yang memiliki kolam ikan. Luas semuanya sekitar 2 hektar. Tentang kesehatan masyarakat dikatakan bahwa, penyakit yang paling sering diderita masyarakat adalah demam, sakit mata, cacar, dan kesurupan. Sayangnya fasilitas kesehatan berupa Puskesmas Pembantu berasa agak jauh dari dusun ini sekitar 3,5 kilometer dengan kondisi jalan yang rusak. Pak Fahmuddin juga menceritakan bahwa sekitar tahun 1980-an, harimau pernah turun ke dusun dan memakan ternak. Menurut masyarakat, ini disebabkan oleh bau kambing. Itulah sebabnya di dusun ini dilarang memelihara beternak. Tapi sekarang sudah ada warga yang berani beternak kambing walaupun jumlahnya sedikit. Berikut ringkasan dari data hasil analisa peserta yang disalin ulang berdasarkan yang ditulis dalam kertas plano.
Hasil-hasil Analisa di Dusun Tanah Munggu, Desa Durian Kawan.
Hutan Hutan adat - Terbentuk sejak tahun 1955, diketahui oleh pemuka adat dan muspika - Sanksi bagi yang mengambil kayu di hutan adat adalah dikenakan hutang Sawah - Luas sekitar 58 hektar 55% milik pribadi dan 45% masih menyewa (1 rantai = Rp. 150.000 atau padi sejumlah 3 nalih atau 48 bambu) - Tahun 19972000, produksi Kebun/Ladang Terletak di atas pemukiman, sekitar 6 km Sawit - Luas sekitar 150 ha - 30% milik warga desa, 70% milik warga luar dusun dan luar daerah. Air Sumber air Alur Benteng - Panjang lebih kurang 2 km - Manfaatnya untuk mengairi sawah, juga untuk mencuci, mandi Sumur Pemukiman Jalan - Dibangun tahun 1998 dengan panjang 7 km dan lebar 3 m Geografis - Letaknya di bawah kaki gunung, dan di atas persawahan masyarakat

57

Satwa: orangutan, murai, harimau, kambing hutan, dll. - Tumbuhan: damar laut, keruing, rotan, dll. - Manfaatnya untuk mencegah longsor dan erosi TNGL - Terletak di sebelah timur pemukiman - Berjarak sekitar 7 km dari pemukiman - satwa: orangutan, lutung, kurakura, dan banyak jenis burung - tumbuhan: damar laut, meranti, keruing, rotan, dll. - Manfaatnya adalah sebagai sumber air - Diperkirakan kayu-kayu di dalamnya masih utuh Kasus - Tahun 1970, HPH pernah masuk lalu diusir oleh penduduk dusun karena penebangan kayu menyebabkan sering terjadi longsor dan banjir - Tidak adanya sosialisasi atau penyuluhan tentang TNGL baik dari pihak pemerintah maupun TNGL sendiri Kearifan lokal - Peraturan adat

1 rantai menghasilkan 1 kuncah padi - Varietas padi lokal: Sipulo, Sibubon, Sigodok, Sipendek, Sipasi - Varietas padi unggul: Sitandan, Malaysia, Penatan Serang, IR 66 - Pengolahan sawah dilakukan secara berkelompok - Penanaman dilakukan secara serentak Masalah - Sejak tahun 2001, produksi padi menurun dikarenakan hama (babi hutan, tikus, burung, wereng hijau, wereng coklat) - Tanah tidak subur lagi karena kekurangan air - Irigasi tidak bermanfaat karena posisinya lebih rendah dari sawah, alurnya tidak rata dan berliku-liku Kearifan lokal - Ajaran orangorang terdahulu mengatakan bahwa bila sudah mulai musim menanam padi, maka tidak boleh menebang kayu di hutan karena hamanya akan turun semua ke sawah

Hama: babi hutan, landak, dll. Faktor ekonomi menyebabkan perawatan tidak baik seperti pemotongan rumput, pembelian pupuk dan jalan yang rusak Hasil panen 700 1000 kg/ha

Nilam - Luas 13 ha - mayoritas milik masyarakat - Tanah yang dipakai 70% milik pribadi dan 30% masih menyewa dengan membayar Rp. 100.000150.000/rantai. - Hambatannya adalah kurang pupuk - Hama: ulat - Penyakit: buduk, mati sebelum masa panen, kurang minyak, dll. - Hasil panen 3035 kg/ha. Hasil ini kurang memuaskan disebabkan faktor harga yang tidak stabil atau tidak seimbang - Harga ditentukan oleh agen Coklat - Luas 20 ha - 50% milik masyarakat 50% lagi milik orang luar. - Kendalanya adalah kurang pupuk, semprot - Hama: babi hutan, landak, tupai, ulat, dll. - Belum panen karena masih kecil atau belum berbunga Cabe - Luas 0,5 ha - Kendalanya adalah kurangnya

Manfaatnya untuk mencuci, mandi Air gunung - Manfaatnya untuk kebutuhan penduduk sehari-hari, dengan cara menarik air dengan selang atau pipa - Jarak dari rumah ke sumber air sekitar 250 m Masalah - Sumber air dari alur benteng semakin sedikit karena kayukayu di sekelilingnya sudah ditebangi - sumber air dari sumur juga semakin sedikit karena hutannya sudah gundul -

dusun - Luas pemukiman 40 ha. Dihuni 20 ha dan yang belum dihuni 20 ha - Jarak dari desa induk sekitar 6 km Penduduk - Jumlah penduduk 550 jiwa atau 96 KK - Tingkat pendidikan 93% SD, 5% SLTP, dan 2% SLTA atau 100 jiwa SD, 35 jiwa SLTP, 23 jiwa SLTP, 5 jiwa Perguruan Tinggi, dan 100 jiwa tidak mengenyam pendidikan Fisik - 96 rumah dengan persentase 60% semi permanen dan 40% terbuat dari kayu - 1 mesjid - 1 musholla perempuan - 1 SDN - 1 gedung pertemuan - 2 buah TPA - 1 polindes - 1 kilang padi - 2 penyulingan nilam - 1 lapangan bola kaki - 1 balai pemuda untuk sementara - 1 pos siskamling Pemanfaatan pekarangan - Pinang, kelapa, rambutan, jeruk, mangga, dll - Berternak ayam 95%, bebek 10% kambing 0,5

58

penyuluhan tentang cara perawatan - Hama: ulat - Penyakit: mati sebelum berbuah, kurang buah, dll. Dapat dikatakan panen sering tidak berhasil Pisang - Luas 2 ha - Penyakit adalah mati sebelum berbuah, buahnya kecil, busuk - Hama: babi hutan, monyet, landak, tupai, dll. - Hasil panen adalah 100 tandan (56 sisir) /ha Karet - Luasnya belum dapat diperkirakan karena karet ditanam hanya sebagai pelindung tanaman coklat - Kendalanya masyarakat belum mengerti cara bertanam karet - Belum panen karena baru ditanam Kebun campur - Luas 50 ha - Jenis tanamannya adalah kopi, pisang, langsat, durian, kapas, dll. - Pertumbuhannya kurang baik dan hama merajalela - Hasil panen hanya cukup untuk kebutuhan rumah tangga

- Kolam ikan sebanyak 8 KK Kasus - Tahun 1980-an harimau pernah turun ke dusun memakan ternak masyarakat. Menurut mereka ini disebabkan oleh bau kambing Masalah - Tingkat pendidikan sangat rendah - Tanaman di pekarangan tidak baik dikarenakan hama seperti tupai, tikus, babi hutan, dll - Kolam sering tidak berhasil karena hama burung, ular, air yang tercemar, keluar masuk air ke kolam tidak baik, kurangnya umpan dan susahnya pembibitan - Polindes sama sekali tidak berfungsi

*** Dari hasil diskusi tentang ekosistem desa ini, peserta semua mengetahui bahwa desa mereka memiliki permasalahan tetapi sekaligus mempunyai potensi, seperti sawah, kebun, hutan, air, jalan, dan pemukiman. Kesemua unsur memiliki hubungan dan keterkaitan satu sama lain. Dan akan lebih baik lagi kalau semua unsur ini kita gambarkan di atas kertas. Dengan demikian semua orang bisa melihat keadaan desa kita, batas-batas wilayahnya, dan potensinya melaui peta yang kita buat, kata fasilitator. Atas ajakan fasilitator tadi peserta membalas bertanya, Nanti peta ini akan digunakan untuk apa?

59

Tim fasilitator kemudian menjelaskan secara singkat tentang beberapa fungsi petani yang akan peserta buat, seperti untuk bahan diskusi dengan warga yang lain, penyusunan setrategi atau rencana kerja, dialog, dan pameran. Itulah sebabnya peta sebaiknya dibuat sebagus, serapi, dan serinci mungkin. Peta tidak akan kami berikan kepada pihakpihak lain. Peta akan tetap menjadi milik masyarakat dusun,kata fasilitator. Dalam pembuatan peta ini dilakukan secara bersama-sama. Ibu-ibu juga berpartisipasi dalam pembuatan peta. Ada 2 peserta berdiri di depan untuk membantu menggambarkan petanya. Sedangkan peserta yang lain memberikan ide dan masukan tentang tata letak dan apa saja yang mau digambarkan di dalam peta. Namun, proses pembuatan petani dihentikan karena waktu sudah menunjukkan jam 23.00. Untuk itu peserta sepakat melanjutkannya pada pertemuan minggu depannya, yaitu 8 Agustus 2008 pukul 15.00 wib. *** Dari pertemuan pertama ini diketahui bahwa peserta pertemuan sudah mengerti apa itu ekosistem desa dan memahami kaitannya antara unsur satu dengan yang lainnya. Salah satu pernyataan mereka yang berkaitan dengan konservasi alam adalah kekurangan air yang disebabkan oleh ulah mereka sendiri, seperti dalam penebangan kayu dan mulai maraknya pembukaan lahan untuk ditanami kelapa sawit. Ada pernyataan dari masyarakat bahwa sejak tahun 1955 ada peraturan adat tentang tidak bolehnya menebang kayu di hutan adat. Dan pernyataan ini diketahui oleh pemuka masyarakat dan pihak muspika.

Pertemuan Kedua, 8 Agustus 2008: Melanjutkan Pembuatan Peta Desa, Membahas Analisa Kalender Musim, dan Analisa Kecenderungan
Pertemuan kembali dibuka oleh pemandu desa, Pak Darwis, pada pukul 15.00 di gedung pertemuan Dusun Tanah Munggu. Pada pertemuan kedua ini agenda pertama adalah melanjutkan pembuatan peta desa. Ketika sudah selesai dibuat, peta desa kemudian dipresentasikan untuk dibahas bersama peserta yang lainnya. Presentasi peta desa dilakukan oleh Pak Sawir. Isi presentasi dan diskusinya hampir sama dengan hasil diskusi ketika membahas pemahaman ekosistem desa. Beberapa infoemasi tambahan yang diperoleh saat presentasi ini, adalah: Mereka hanya menekankan kembali bahwa irigasi Paya Dapur menghancurkan persawahan masyarakat Dusun Tanah Munggu. Menurut masyarakat, hal ini disebabkan irigasi tersebut salah tempat, yaitu posisi air lebih rendah dari sawah masyarakat. Kalau hujan turun selama 1 jam, maka akan terjadi banjir. Jika musim hujan terjadi banjir maka ketika musim kemarau sangat kering sekali. Tanaman khas yang dulu ada adalah di antaranya adalah mentimun, semangka, dan cengkeh. Pala juga dulu banyak. Tapi banyak yang mati karena hama dan penyakit seperti keluar air dari batang, batang berlobang-lobang, dan mati muda. Tidak ada penyuluh yang turun ke lapangan. Varietas padi lokal yang populer adalah Sibubut, Sipulo, Sigodok, dan Sipendek. Sedangkan varietas unggul yang umum ditanam adalah Sitandun, Malaysia, Penatan Serang, dan IR 66.

Pada akhir diskusi tentang pemetaan desa, kelompok sepakat untuk memperbaiki peta karena ada beberapa bagian desa yang belum terpetakan, seperti hutan adat, wilayah hutan TNGL, dan bangunan-bangunan belum tergambar dengan baik. Dan peta tersebut akan diselesaikan minggu depan.

60

Kemudian acara pertemuan ini adalah membahas analisa kalender musim dan analisa kecendrungan. Seharusnya sessi ini diisi dengan pemotretan dan penelusuran lokasi. Tapi tim fasilitator mengubah jadwal untuk memanfaatkan waktu yang terbatas. Dalam sessi ini tim fasilitator mengawali dengan menjelaskan langkah-langkah membuat bagan analisa kalender musim dan analisa kecenderungan. Untuk materi analisa kalender musim, fasilitator menjelaskan bahwa peserta akan mencoba mendata musim-musim apa saja yang terdapat di desa. Bukan hanya dari segi cuaca saja tapi juga dari kebiasaan-kebiasaan masyarakat, seperti kapan mulai menanam padi, kapan pohon-pohon banyak berbuah, dan sebagainya. Sedangkan untuk materi analisa kecendrungan, fasilitator menjelaskan bahwa dalam analisa kecendrungan, peserta akan mencoba melihat perubahan-perubahan yang terjadi di desa. Baik itu dari perubahan yang baik menjadi buruk maupun perubahan yang buruk menjadi yang baik. Pada sessi ini tim fasilitator membagi peserta menjadi dua kelompok dan menyerahkan kepada peserta untuk memilih salah satu di antara 2 materi yang ada. Kegiatan ini berakhir pada pukul 17. 30 dan dilanjutkan kembali pada pukul 20.30 sampai dengan 23.00 wib. Sedangkan presentasi dilakukan pada minggu depannya tanggal 15 Agustus 2008. Dalam pertemuan kedua ini ternyata masih ada peserta yang malu-malu, takut salah, dan tidak percaya diri saat diminta ke depan dan melakukan presentasi. Sehingga yang maju adalah orang-orang yang telah maju pada minggu yang lalu.

Pertemuan Ketiga, 15 Agustus 2008: Presentasi Analisa Kalender Musim, Analisa Kecenderungan, Penelusuran Lokasi, dan Pemotretan Ekosistem Desa.
Pertemuan ketiga ini agendanya sangat padat. Dimulai dengan presentasi hasil diskusi analisa kalender musim dan analisa kecenderungan yang telah dibuat pada pertemuan sebelumnya, kemudian dilanjutkan dengan kegiatan turun ke lapangan untuk melakukan penelusuran lokasi dan pengambilan photo. Waktu kegiatan dilakukan sehari penuh, dengan pembagian waktu pukul 08.30 hingga 10.30 untuk acara presentasi analisa kalender musim dan analisa kecenderungan dan pukul 10.30 hingga 17.30 untuk kegiatan penelusuran lokasi dan pemotretan. Peserta yang mengikuti kegiatan berjumlah 30 orang ditambah dengan 2 orang pemandu desa. Kegiatan penelusuran lokasi dan pemotretan di desa ini dilakuan untuk mengajak peserta lebih memahami ekosistem di wilayahnya dengan mengamati langsung dan wawancara langsung dengan warga lain. Setiap melakukan pengamatan di masing-masing ekosistem, peserta melihat secara lebih rinci unsur-unsur keanekaragaman hayatinya , kepadatannya, peran dan fungsinya di ekosistem, hubungan dan interaksi antar unsur-unsur keanekaragaman hayati tersebut, serta manfaatnya bagi perikehidupan warga desa. Pemahaman ini akan dipertajam pada saat diskusi. Dalam kegiatan ini juga diidentifikasi dan dianalisis masalah-masalah yang ada dalam ekosistem desa, seperti misalnya kampung, sawah, ladang, kebun campur, hutan, dan sungai, serta mencari hubungan benang merah antara setiap unsur keanekaragaman hayati. Harapannya dari proses ini masayarakat akan paham bahwa kerusakan atau kelestarian satu komponen akan mempengaruhi komponen lainnya. Pertemuan dibuka oleh pemandu desa dengan menjelaskan bahwa pertemuan ini akan dimulai dengan presentasi analisa kalender musim dan analisa kecendrungan. Tapi sebelum itu, mereka diajak melihat terlebih dahulu peta desa yang telah disempurnakan dan diperbaiki oleh peserta. Ketika ditanya tentang apa yang dirasakan peserta pada saat membuat peta desa, beberapa jawaban peserta muncul, Seperti mimpi kami bisa

61

membuat peta, jawab Bu Norma. Ternyata peta yang dibuat masyarakat lebih lengkap! teriak salah satu peserta laki-laki. Ada juga peserta perempuan yang mengatakan terharu. Dari jawaban-jawaban peserta, dapat dirasakan adanya rasa bangga dalam diri peserta, khususnya perempuan, karena tanpa disadari mereka ternyata mampu membuat peta desa mereka sendiri. *** Setelah selesai dengan pembahasan singkat tentang peta desa, Bu Norma maju ke depan untuk mempresentasikan hasil analisa kalender musim kelompok diskusinya. Dalam presentasinya, dia mengatakan bahwa, di Dusun Tanah Munggu ada banyak kegiatan yang berhubungan dengan musim. Musim hujan terjadi dalam 4 bulan sejak September sampai Desember. Satu tahun sekali terjadi banjir. Musim kemarau terjadi dalam 3 bulan yang dimulai Februari hingga April. Saat itu desa akan mengalami kekeringan disertai datangnya penyakit. Musim buah-buahan terjadi dalam 3 bulan yaitu Mei sampai Juli untuk buah durian, rambutan, langsat, dan mangga. Musim turun ke sawah terjadi dalam 5 bulan yaitu pada Bulan Agustus hingga Desember, dengan tahapan tabur bibit, persiapan lahan untuk tanam, buang rumput padi, lalu padi mulai mulai menguning. Sedangkan musim berkebun terjadi dalam 3 bulan pada September, November, dan Desember untuk bekerja di kebun kacang panjang, nilam, dan cabe. Di samping itu, musim paceklik juga terjadi dalam 5 bulan yang biasanya datang pada Bulan Januari sampai Mei. Ada kegiatan dua kegiatan sosial-religius yang ada di desa ini. Yang pertama kenduri blang yang biasa dilakukan pada Bulan Juni-Juli untuk doa keselamatan bersama setelah tanam padi. Yang kedua adalah kenduri mata air yang dilakukan setiap Bulan Mei untuk doa bersama sebelum turun ke sawah. Biasanya kalau padi siap panen warga banyak yang kenduri. Ada yang pesta pernikahan, kenduri sunat rasul, macam lah tu, pak. Karena disitulah kita punya duit, kata salah satu peserta perempuan.

BOX: Jujur saja, kalau buat pesta kami habis-habisan. Sunat rasul saja acaranya 7 hari 7 malam. Semua orang kampung datang cuma untuk makan saja. Padahal dia datang paling bawa satu kilo gula. Tapi itulah adat di sini. Kalau satu orang yang pesta, semua sanak saudara dari dekat dan jauh datang semua. Itulah ikatan kekeluargaan kami di sini masih kuat.

Dari hasil diskusi diketahui bahwa, pada masa paceklik selama 5 bulan warga desa membeli beras keluar desa. Masa paceklik ini menurut peserta terjadi sejak tahun 2001, karena pada tahun 1970-an padi bisa mencukupi untuk keperluan hidup selam setahun bahkan bisa lebih. Pada saat musim tanam, biasanya kalau saat memotong rumput atau membersihkan lahan itu dilakukan oleh laki-laki. Tapi saat tanam tiba, ibu-ibu ikut semua. *** Presentasi analisa kecendrungan diwakili oleh Pak Fahmuddin. Dalam presentasinya dia menyebutkan bahwa, pahun 1990-1999 hutan di desa ini masih utuh. Tetapi pada tahun 2000-2008 hutan sudah mulai rusak karena ditebangi. Pada tahun 1990-1999 air masih banyak karena hutan masih utuh, namun pada tahun 2000-2008 air mulai berkurang karena sumber mata airnya mulai mengecil akibat banyak kayu ditebangi. Demikian pula pada tahun 1990-1999 tanaman padi masih subur karena airnya masih banyak, tetapi tahun 2000-2008 produktivitas padi menurun akibat hama dan penyakit. Kondisi jalan di desa ini pada tahun 1990-1999 masih baik, tapi tahun 2000-2008 jalan mulai hancur dan pecahpecah. Pada tahun yang sama, dulu kondisi rumah masih seadanya, terbuat dari bambu

62

atau kayu bulat, dinding terbuat dari bambu dan kulit kayu. Tetapi sekarang sudah semi permanen dan layak huni. Selain itu, sekitar tahun 1970-1980, Dusun Tanah Munggu banyak menghasilkan pala dan cengkeh. Tetapi sekarang sudah sangat jarang ditemukan karena terserang penyakit yaitu mati muda. Dari presentasi itu ditambahkan oleh Pak Imam Cik bahwa, pada masa kakek-nenek mereka dulu bila musim tanam sudah tiba, tidak seorang pun diperbolehkan menebang kayu di hutan. Karena penyakit yang di atas akan turun ke bawah semua. Diakui oleh Pak Sawir bahwa hutan lindung milik dunia yang merupakan paru-paru dunia. Tapi karena perut minta diisi, terpaksa harus menebang. Satu penggergajian dengan senso bisa memberi makan 5 kepala keluarga. *** Pada siang harinya, peserta bersiap untuk melanjutkan kegiatan terjun ke lapangan untuk melakukan penelusuran lokasi. Sebelumnya, fasilitator menjelaskan maksud dan tujuan dilakukannya kegiatan penelusuran lokasi. Peserta mencatat penjelasan fasilitator yang mencakup data apa yang harus diambil di masing-masing wilayah ekosistem. Peserta dibagi menjadi 3 kelompok. Kelompok satu akan melakukan penelusuran lokasi di wilayah ekosistem hutan dan kebun, kelompok 2 akan melakukan penelusuran lokasi di wilayah ekosistem sawah dan sungai, sedangkan kelompok 3 akan melakukan penelusuran lokasi di wilayah ekosistem pemukiman. Sebelum melakukan fasilitator juga mengenalkan tata cara penggunaan kamera. Penjelasannya sebatas menghidupkan, menjempret objek, dan menutup kembali kamera yang dipakai. Mengenai jumlah obyek yang akan difoto, setiap peserta diminta mengambil 6 buah foto sesuai dengan obyek yang diinginkannya yang terkait dengan masalah atau potensi yang ada di satu wilayah ekosistem tertentu. Kegiatan ini berakhir sekitar pukul 17.30. Untuk membahas hasil penelusuran lokasi dan menganalisis foto akan dilakukan pada pertemuan selanjutnya tanggal 26 Agustus 2008.
Foto-foto: Transek kelompok 1, Mengamati hutan dan kebun; Transek kelompok 2 mengamati sawah dan sungai/air; Transek kelompok 3 mengamati pemukiman dan jalan

Pertemuan Keempat, 26 Agustus 2008: Analisa Kelembagaan


Pada pertemuan ini peserta sekolah lapangan diajak untuk menganalisa lembaga-lembaga yang ada di desa dan lembaga-lembaga berhubungan langsung dengan warga desa. Yang dianalisis adalah peran dan fungsinya terhadap masyarakat. Melalui analisa ini diharapkan semua peserta dapat memahami apa dan berapa besar hubungan dan keterkaitan kehidupan mereka dengan lembaga-lembaga tersebut. Kali ini, pertemuan di gedung pertemuan Dusun Tanah Mungguh dihadiri oleh 25 orang peserta. Seharusnya kegiatan saat ini adalah membahas hasil analisa penelusuran lokasi dan pemotretan. tetapi waktu tidak mencukupi karena masyarakat mengadakan acara menyamput Bulan Puasa. Seperti yang dijadwalkan seminggu yang lalu, hari ini kita akan membahas analisa foto dan penggambaran hasil penelusuran lokasi. Tetapi ternyata waktu tidak mencukupi karena kita ada acara menyambut Puasa di masjid Tanah Munggu, kata Pak Darwis dalam pembukaan pertemuan ini. Oleh sebab itu, pada pertemuan ini peserta sepakat hanya akan melakukan pembahasan analisa kelembagaan. Proses pembahasan materi ini dimulai dengan curah pendapat untuk mendaftar lembagalembaga yang ada di Desa Durian Kawan. Selanjutnya peserta dibagi dalam kelompok kecil

63

dan diminta untuk mendiskusikan bagaimana peran dan hubungan lembaga-lembaga tersebut dengan masyarakat. Hasil pembahasan materi ini dapat dilihat pada gambar bahwa ada banyak lembaga di sekeliling masyarakat. Ada yang perannya memang kecil dan ada pula yang sangat besar di masyarakat. Simbol-simbol berupa warna dan besar lingkaran mempunyai arti khusus yang disepakati oleh peserta. Misalnya, warna hijau menunjukkan manfaat lembaga tersebut bagi masyarakat sangat besar dan wWarna hitam menunjukkan katergori sedang. Dari diagram yang disusun peserta, tampak ada 2 lembaga yang kelihatannya hubungan dengan masyarakat agak jauh. Sehingga akan menjadi pemikiran bersama bagaimana supaya kedua lembaga tersebut bisa dekat sama masyarakat. Memang pada kenyataannya selama ini kedua lembaga tersebut manfaatnya belum dirasakan oleh masyarakat. Selain itu di Desa Durian Kawan ada beberapa lembaga yang menurut peserta tidak terlalu dibutuhkan dan memang hubungan dengan masyarakat selam ini tidak dekat.
Keterangan foto: Hijau: Sekolah, MtsN, Mesjid, Mushalla, Posyandu, Sekolah SMA, Sekolah SD, TPA Hitam: Kantor Kuaket, Kantor Koramil, Kantor Kapolsek, Kantor Camat Oranye: Kepala Desa , Dinas pertanian, Dinas perikanan, Kantor Bupati, Polindes

Pertemuan Kelima, 12 September 2008: Diskusi dan Penggambaran Hasil Penelusuran Lokasi
Pertemuan ini adalah untuk melanjutkan kegitan penelusuran lokasi yang telah dilaksanakan pada tanggal 15 Agustus 2008. Kegiatan dilaksanakan di gedung pertemuan Dusun Tanah Mungguh, dari pukul 09.00 sampai 14.00. Saat itu Bulan Puasa sudah datang. Setelah pertemuan dibuka, terlihat peserta menulis di kertas tentang apa yang mereka peroleh saat melakukan penelusuran lokasi. Hasil tulisan peserta ternyata sama dengan hasil temuannya yang telah mereka tuliskan di unsur-unsur yang terdapat di ekosistem desa. Jadi di sessi ini, peserta lebih menjabarkan manfaat masing-masing unsur dalam setiap wilayah ekosistem desa. Pada saat penggambaran hasil penelusuran lokasi, peserta hanya menuliskan fungsi dan manfaat keenam ekosistem yang dibahas di wilayah ekosistem desa. Karena di ekosistem desa, peserta telah menganalisa masalah, potensi, dan sejarah yang terdapat di keenam wilayah ekosistem,yaitu hutan, kebun, sawah, pemukiman, air, dan jalan. Jadi pada pertemuan ini juga peserta mencoba untuk mengkerangkakan hasil-hasil analisa yang telah dilakukan. Tim fasilitator menyarankan pada setiap peserta untuk mulai memikirkan langkah-langkah apa saja yang dapat diambil ke depannya sebagai rencana aksi kelompok. Prinsipnya, kegiatan tersebut berorientasi meningkatkan perekonomian masyarakat dengan catatan tetap menjaga kelestarian alam.

Pertemuan Keenam, 16 September 2008: Analisa Lima Modal


Pada pertemuan keenam ini peserta diajak untuk lebih mengenal dan menganalisa asetaset yang dimiliki bersama di desanya. Selain itu juga agar peserta memahami permasalahan dan potensi yang ada dalam setiap aset. Untuk membahas materi ini, peserta dibagi dalam 5 kelompok kecil yang masing-masiang beranggotakan 6 orang.

64

Setiap kelompok kecil diminta membahas salah satu dari lima modal yang ada di masyarakat. Dari hasil diskusi modal oleh masing-masing kelompok kecil dapat diketahui bahwa, modal sumber daya alam yang dimiliki Desa Duiran Kawan adalah hutan, sawah, sumber air, ladang, dan sungai. Hutan merupakan modal alam yang banyak kekayaannya, seperti kayu, rempah, sayuran, buah-buhan, dan satwa, serta sebagai sumber mata air dan udara segar. Modal alam yang lain adalah sawah dan kebun yang dimiliki masyarakat Desa Durian Kawan. Sawah dan kebun tersebut tergolong subur,tetapi produksinya masih rendah karena cara pengelolaan yang kurang tepat, terjadinya pengikisan humus di permukaan tanah, sistem penanaman monokultur dan penggunaan bahan kimia secara terus-menerus. Selain itu masalah yang paling dirasakan masyarakat khususnya pada lahan persawahan adalah kuarngnya air dan sering terjadinya banjir pada musim hujan. Sungai merupakan aset penting bagi warga desa ini. Airnya untuk mengairi sawah dan sungainya sebagai tempat untuk mendapatkan ikan bagi masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari keluarga dan dijual ke pasar. Modal sumber daya manusia di desa ini cukup banyak dengan jumlah 1.393 orang dan hampir semuanya (97%) bermata pencaharian sebagai petani, adalah modal yang besar untuk menjaga kelestarian alam. Memang, lebih dari separuh warga desa ini hanya berpendidikan sekolah dasar. Modal fisik yang dimiliki masyarakat terdiri dari fasilitas peribadatan, fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan, fasilitas sosial-budaya, fasilitas olahraga, dan sarana transportasi berupa jalan yang sudah baik sepanjang 4 kilometer. Kondisi kehidupan sosial masyarakat Durian Kawan sangat bagus yang ditandai dengan banyaknya perkumpulan seperti gotong royong, kenduri blang, kenduri mata air, kenduri tolak bala, kenduri tabur bibit, kenduti bunga kayu, sunat rasul, dan kenduri pesta nikah. Ini merupakan modal sosial yang bagus. Tetapi, di desa ini belum ada bank sebagai lembaga yang mendukung ekonomi masyarakat. Dalam hal menganalisa modal ini, peserta kemudian memasukkan aset mesin penggilingan padi, mesin perontok padi, dan adanya kelompok simpan pinjam syariah sebagai modal finansial.

BOX: Pembersihan lahan kebun sayur organik dan apotik hidup


Kelompok Mawar Harapan, pada tanggal 2 November 2008, mengadakan kegiatan membersihkan lahan seluas 1 rantai untuk dijadikan kebun sayur organik dan apotik hidup. Anggota kelompok juga mulai mengumpulkan bahan-bahan untuk membuat kompos seperti rumput yang dipotong dikumpulkan di satu tempat, mengumpulkan sampah kebun seperti sampah nilam, kulit coklat, kulit pinang, kulit kemiri, dan sekaligus mengumpulkan bahan untuk MOL (mikro-organisme lokal) seperti air cucian beras, air kelapa, bekicot, dll. Walaupun dalam keadaan hujan, anggota kelompok tetap melanjutkan pembersihan lahan. Mereka mulai bekerja dari pukul 08.00 sampai 11.30, dan melanjutkannya hingga pukul 16.30. Kegiatan selanjutnya akan dilakukan pada 3 november, hari berikutnya.

Pertemuan Ketujuh, 13 Nopember 2008: Analisa Strategi dan Menyusun Perencanaan


Pada pertemuan ini peserta sekolah lapangan diajak melakukan penyusunan rencana aksi bersama oleh masyarakat desa. Sesuai dengan kebutuhan mereka berdasarkan data yang diperoleh dari pengkajian yang telah dilakukan sebelumnya. Ada 2 tahap dalam perencanaan ini. Pertama adalah peserta diminta untuk membuat dua buah poster gambar desa dengan kondisi desa saat ini dan kondisi desa yang diidam-idamkan. Dari kedua gambar ini, peserta lalu mencoba menyusun program-program atau rencana aksi

65

apa saja yang dapat dilakukan untuk mencapai kondisi yang diidamkan tersebut. Rencana aksi yang disusun masih bersigat umum. Belum terlalu rinci. Tahap kedua adalah membentuk kelompok kerja konservasi dan penyusunan rencana aksi kelompok kerja konservasi. Pada tahap ini peserta diajak untuk menentukan skala prioritas dari semua rencana kerja, terutama yang terkait dengan program peningkatan ekonomi dan konservasi. Setelah itu, kemudian, membentuk kelompok kerja konservasi dan menyusun secara rinci tentang waktu, pelaksana, volume, pihak yang dilibatkan, lokasi kegiatan, dan sumber dana untuk rencana kerja konservasi.

Metode Jembatan Bambu Ketika memulai materi ini, fasilitator mengajak peserta untuk mengkerangkakan kembali data dan informasin yang diperoleh di lapangan dan melihat potensi dan permasalah yang dimiliki masyarakat. Selanjutnya peserta diminta untuk menempel kembali peta yang telah dibuat sebelumnya. Saat ini kita akan mencoba membuat perencanaan dengan menggunakan metode jembatan bambu. Prosesnya adalah data yang sudah kita peroleh pada saat pengkajian dituangkan dalam bentuk gambar atau peta. Ada dua gambar yaitu gambar kondisi desa saat ini dan kondisi desa yang kita impikan. Tentunya untuk memperbaiki kondisi sekarang untuk menuju desa impian harus ada program-program yang dilaksanakan, kata Juliani, salah satu fasilitator kegiatan ini. Peserta kemudian dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok pertama akan membuat gambar kondisi desa saat ini dan kelompok kedua membuat gambar desa impian. Adapun hasil penyusunan rencana aksi bersama masyarakat untuk pelestarian lingkungan dan peningkatan ekonomi adalah, sebagai berikut: 1. Penguatan kearifan lokal dalam pengelolaan hutan adat dan pemanfaatan sumber daya alam lainnya. Hal ini dilakukan karena sebenarnya Dususn Tanah Munggu telah memiliki aturan adat untuk hutan adat pada tahun 1955. Aturan ini diketahui oleh tokoh masyarakat, tokoh adat, dan pihak muspika. Sayangnya buku aturan hutan adat ini hilang pada masa konflik. Jadi sekarang masyarakat berencana untuk membukukan kembali peraturan tersebut dan menyosialisasikannya kepada seluruh warga. Karena dulu hanya kaum laki-laki saja yang mengetahui hal ini. 2. Penyadaran masyarakat tentang fungsi hutan dan perikehidupan warga desa. 3. Aksi penghijauan di sepanjang aliran Sungai Benteng dan hutan kebun campur. Di desa ini tersedia lahan terlantar lebih kurang seluas 500 hektar dan akan dimanfaatkan untuk kelestarian alam dan masyarakat. 4. Pembentukan forum pemuda desa yang peduli lingkungan. 5. Pengayaan tanaman pakan untuk satwa hutan. 6. Peningkatan kapasitas masyarakat dalam budidaya tanaman coklat dan karet. 7. Teknik-teknik pengendalian hama di kebun. 8. Studi model kombinasi kebun campur yang paling menguntungkan. 9. Pemanfaatan pekarangan untuk sayuran organik. 10. Pelatihan pembuatan kompos. 11. Budidaya tanaman obat-obatan. 12. Pengembangan usaha pembibitan sayuran, obat, tanaman buah, dan tanaman keras. 13. Pengembangan usaha pertanian secara berkelanjutan.

66

14. Peningkatan kapasitas petani dalam budidaya tanaman padi dan palawija secara berkelanjutan. 15. Peningkatan kapasitas petani padi dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman. 16. Perbaikan saluran irigasi untuk menyesuaikan dengan kondisi lahan.

67

Analisa Strategi (Metode Jembatan Bambu) Desa Durian Kawan


Desa kondisi sekarang: - Hutan sudah rusak - Banyak pohon ditebang - Air semakin berkurang - Sistem pertanian monokultur (tidak ramah lingkungan) - Lahan pertanian semakin kering - Ikan di sungai sudah sedikit - Sawah produktivitasnya rendah - Pedapatan masyarakat rendah Desa kondisi yang diimpikan: - Hutan kembali terpelihara dan hijau - Air semakin mencukupi - Penerapan sistem pertanian berkelanjutan - Sungai kembali banyak ikan - Produktivitas sawah tinggi - Pendapatan masyarakat tinggi

P R O G R A M

Bambu A: Pengelolaan hutan dan pemanfaatan sumber daya alam lainnya Ruas 1: Penguatan kearifan Lokal dalam pengelolaan hutan dan sumber daya alam lainnya Ruas 2: Penyadaran masyarakat tentang fungsi hutan dan perikehidupan warga desa Ruas 3: Pembentukan forum pemuda desa yang peduli lingkungan Ruas 4: Pengayaan tanaman pakan untuk satwa hutan Ruas 5: Aksi penghijauan di sepanjang aliran Sungai Benteng dan hutan kebun campur Bambu B: Pengembangan model kebun campur (agroforestry) Ruas 1: Peningkatan kapasitas masyarakat dalam pengelolaan kebun campur. Ruas 2: Teknik-teknik pengendalian hama di kebun Ruas 3: Studi model kombinasi kebun campur Bambu C: Pemanfaatan pekarangan untuk sayuran organik. Ruas 1: Pengembangan usaha pembibitan sayuran, obat, tanaman buah, dan tanaman keras Ruas 2: Pelatihan pembuatan kompos Ruas 3: Budidaya tanaman obat-obatan Bambu D: Pengembangan usaha pertanian secara berkelanjutan Ruas 1: Peningkatan kapasitas petani dalam budidaya tanaman padi dan palawija secara berkelanjutan Ruas 2: Peningkatan kapasitas petani padi dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman Ruas 3: Perbaikan irigasi pertanian

68

BAGIAN KELIMA

Usaha Bersama Syariah Simpan Pinjam: Memperkuat Modal Sosial dan Keuangan Sendiri

Usaha bersama syariah simpan pinjam sebagai salah satu pendekatan peningkatan ekonomi masyarakat desa di kawasan penyangga hutan dalam program ALIVE ini adalah istilah lain dari credit union yang umum dipakai. Dari istilahnya pun, credit union dapat diartikan sebagai sekumpulan orang yang saling percaya dan bersepakat untuk bersama-sama menabungkan uangnya dalam kelompok, untuk kemudian uang itu dipinjamkan di antara mereka sendiri dengan bunga ringan untuk maksud produktif dan tujuan meningkatkan kesejahteraan. Ciri khas usaha bersama syariah simpan pinjam ini, bila dibandingkan dengan koperasi yang telah populer lebih dulu, adalah: Terbentuk oleh anggota itu sendiri dengan suka rela dan dengan modal sendiri secara swadaya. Tidak mengharapkan dukungan modal dari luar. Bergerak di bawah pimpinan pengurus yang dipilih sendiri oleh anggotanya dengan hak dan kewajiban pengurus sama dengan anggota. Melayani kebutuhan modal anggota melalui pinjaman dan dengan pembagian keuntungan yang disesuaikan dengan jasa-jasa masing-masing anggota. Tidak bermaksud mencari keuntungan yang sebesar-besarnya, tetapi juga bukan bersifat derma. Mengutamakan pendidikan yang intensif bagi anggotanya.

Bagi anggotanya, tujuan dari terbentuknya usaha bersama syariah ini adalah untuk memperbaiki ekonominya melalui pinjaman dengan bunga ringan, meningkatkan tabungan anggota, dan meningkatkan kemampuan anggota menggunakan uang secara tepat dan bijaksana. Dari sudut pengembangan pribadi anggotanya, organisasi ekonomi ini akan meningkatkan kapasitas pribadi dengan jalan mendorong meningkatnya rasa tanggung jawab dan dapat dipercaya, memupuk harga diri dan kepercayaan pada diri sendiri, dan bebas menetukan hidup sendiri. Usaha bersama syariah ini juga akan mendorong terbangunnya kapital sosial dengan menekankan pada kepentingan bersama semua anggota dan masyarakat, serta mau bekerja sama dalam upaya memecahkan persoalan ekonomi. Kemudian, mendorong terbangunnya pola ekonomi ekologis melalui pemanfaatan pinjaman modal dari kelompok untuk mengembangkan ekonomi berbasis konservasi oleh para anggotanya. Terkait hal ini, ada aturan yang disepakati bersama bahwa pemanfaatan modal usaha bersama ini harus terkait dengan pengembangan ekonomi berbasis konservasi. Tujuan lain adalah

69

mendorong terbangunnya sistem produksi dan konsumsi oleh masyarakat. Hal ini karena ekonomi masyarakat yang lemah disebabkan karena uang keluar lebih besar besar dibandingkan jumlah yang masuk. Akibatnya desa tidak mempunyai surplus uang sebagai modal yang tetap ada di desa untuk mendorong peningkatan produktivitas masyarakatnya. Ada aturan kelompok usaha bersama ini yang mengatur hak dan kewajiban anggota dan segala hal yang menyangkut tata cara pelaksanaan kegiatan kelompok. Dalam kaitan sebagai media pengembangan kapasitas masyarakat dalam melakukan upaya konservasi, kelompok usaha bersama ini mempunyai aturan kelompok yang mengatur pemanfaatan pinjaman modal kelompok yang harus dimanfaatkan untuk kegiatan yang mendukung konservasi. Sebaliknya, ada kewajiban anggota untuk tidak melakukan kegiatan ekonomi yang berdampak terhadap perusakan sumber daya alam. Keanggotaan usaha bersama syariah ini bersifat terbuka bagi semua orang. Bagi setiap calon anggota terlebih dahulu perlu memahami, tentang: Maksud dan tujuan dari usaha bersama syariah ini; Mempunyai motivasi diri yang sesuai dengan tujuan usaha bersama ini; Berpartisipasi aktif dan penuh dalam setiap kegiatan; Menghadiri pertemuanpertemuan kelompok, khususnya pertemuan bulanan; Berkemauan kuat untuk mengembangkan usaha bersama syariah; Bersedia dipilih dan memilih pengurus kelompok; Jujur, terbuka, dan bertanggungjawab; Khusus bagi anggota baru, yang bersangkutan harus memperoleh persetujuan dari anggota yang sudah ada. Keputusan penerimaan sebagai anggota diputuskan bersama dalam pertemuan kelompok; Secara aktif memenuhi kewajiban membayar iuran tabungan, berupa uang simpanan pokok, uang pangkal, simpanan wajib, dan simpanan sukarela; dan Menggunakan pinjaman sesuai kesepakatan dan membayar cicilan pinjaman sesuai ketentuan jumlah dan waktu.

Usaha Bersama Syariah, Pendidikan Masyarakat, dan Pendidikan Lingkungan


Menurut Paijo, salah satu asisten lapangan program ALIVE di Kabupaten Langkat yang sudah berpengalaman mengembangkan model credit union, mengatakan bahwa, ada hubungan saling terkait antara usaha bersama syariah dengan pendidikan masyarakat dan pendidikan lingkungan. Kelompok usaha bersama syariah simpan pinjam ini lahir dari pendidikan dan berkembang dengan pendidikan. Dalam kaitan program model desa konservasi dalam program ALIVE ini, model pendidikan masyarakat yang dikembangkan memegang peran penting untuk membangun pengetahuan, sikap, dan peran aktif masyarakat dalam kegiatan konservasi. Pendidikan lingkungan menjadi kurikulum yang penting dalam sekolah lapangan, sehingga pendidikan kelompok usaha bersama syariah ini tidak hanya mengenai pendidikan administrasi keuangan saja, tapi juga pendidikan lingkungan dan pengetahuan dan ketrampilan teknis konservasi. Kelompok usaha bersama ini ke depannya berpotensi menjadi media yang efektif guna membangun pendidikan dan pengorganisasian masyarakat untuk upaya konservasi.

70

Pendidikan Masyarakat

Usaha Bersama Syariah Simpan Pinjam

Pemanfaatan Modal Kelompok oleh Anggota

Bentuk-bentuk Usaha Bersama Peningkatan Ekonomi Berbasis Konservasi oleh Masyarakat

Pendidikan Lingkungan

Pengembangan ekonomi yang hanya berorientasi pada mengeruk hasil alam semata, pelestarian sumber daya alam menjadi hal yang tidak diperhatikan. Akibatnya kondisi alam menjadi buruk dan kelestariannya terancam. Kelompok usaha bersama syariah ini adalah salah satu wadah pengembangan ekonomi masyarakat yang isu pendidikan lingkungan bagi masyarakat menjadi ruhnya. Salah satu materi pendidikan dalam kelompok ini untuk meningkatkan peran aktif masyarakat melakukan upaya konservasi adalah melalui pendidikan lingkungan. Pendidikan lingkungan yang dilakukan diharapkan mampu mendorong anggotanya untuk memanfaatkan pinjaman modal dari kelompok untuk mengembangkan ekonomi berbasis konservasi. Dengan proses seperti di atas, selanjutnya yang diharapkan muncul adalah bahwa pengembangan usaha bersama ini berkontribusi pada peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat terkait aksi konservasi. Sedangkan peningkatan pengetahuan yang ada diharapkan akan mendorong terwujudnya peningkatan ekonomi masyarakat. masyarakat.

Usaha Bersama Syariah dalam Program ALIVE


Usaha bersama syariah dalam program ALIVE dirancang untuk mengembangkan penguatan modal sosial dan finansial di tingkat di masyarakat desa di wilayah penyangga hutan, agar masyarakat mampu dan memiliki peluang dan kesempatan mengembangkan ekonomi atau pekerjaan baru, yang tentu saja terkait dengan pelestarian keanekaragaman hayati dalam rangka mewujudkan model desa konservasi. Untuk mengembangkannya, kegiatan pertama yang dilakukan adalah melatih asisten lapangan sebagai bagian dari tim penggerak masyarakat desa untuk memahami tentang usaha bersama syariah ini atau istilah populernya credit union. Karena merekalah nantinya yang akan mendampingi kelompok-kelompok usaha bersama syariah tersebut di masyarakat. Selanjutnya tim penggerak masyarakat desa yang di dalamnya ada pemandupemandu desa, melakukan sosialisasi program dan membentuk kelompok-kelompok usaha bersama ini di desa-desa lokasi program. Dari 6 kelompok usaha bersama syariah di 6 desa yang direncanakan akan dibentuk, pada pelaksanaannya menghasilkan 14 kelompok selama pelaksanaan program. Khusus di Kabupaten Aceh Selatan terjadi pemisahan antara kelompok laki-laki dan perempuan, karena faktor adat-istiadat dan budaya setempat. Adapun kelompok-kelompok usaha bersama syariah yang terbentuk, adalah:

71

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

Nama Kelompok Jaya Maju Bunga Seroja Sentosa Makmur Generasi Kreatif Bukit Lawang Kenanga Hudeep Beusaree Adhee Beurata Kembang Mawar Mawar Harapan Suka Maju Surya Utama Pemakmoe Gapong Seupakat

Desa, Kecamatan, Kabupaten Timbang Jaya, Bahorok, Langkat Timbang Jaya, Bahorok, Langkat Timbang Lawan, Bahorok, Langkat Timbang Lawan, Bahorok, Langkat Sampe Raya, Bahorok, Langkat Sampe Raya, Bahorok, Langkat Pucuk Lembang, Kleut Timur, Aceh Selatan Pucuk Lembang, Kleut Timur, Aceh Selatan Pucuk Lembang, Kleut Timur, Aceh Selatan Durian Kawan, Kleut Timur, Aceh Selatan Durian Kawan, Kleut Timur, Aceh Selatan Durian Kawan, Kleut Timur, Aceh Selatan Pasie Lembang, Kleut Selatan, Aceh Selatan Pasie Lembang, Kleut Selatan, Aceh Selatan

Jml Anggota 15 (L) 11 (P) 9 (L3, P6) 12 (L1, P11) 14 (L8, P6) 10 (P) 21 (P) 14 (L) 19 (P) 18 (P) 16 (P) 15 (L) 15 (P) 15 (L)

Modal Awal 2.150.000,2.675.000,1.450.000,1.275.000,1.145.000,1.410.000,2.336.000,2.780.000,2.304.000,1.968.500,1.743.000,1.100.000,700.000,700.000,-

Selanjutnya, ketika kelompok-kelompok usaha bersama syariah ini sudah terbentuk dan beberapa kegiatan administratif mulai berjalan, setiap kelompok menyelenggarakan pertemuan rutin bulanan. Kegiatan ini menurut Bu Nurbaya, salah satu anggota Kelompok Hudeep Beusaree di Desa Pucuk Lembang, Kabupaten Aceh Selatan bahwa, pertemuan ini dilaksanakan untuk mempererat hubungan antar sesama anggota kelompok, mengumpulkan tabungan, membayar cicilan, dan meminjamkan kembali uang yang telah terkumpul kepada anggota yang membutuhkan, dan membahas masalah-masalah yang ada di kelompok. Salah satu topik yang umum dibahas dalam satu pertemuan rutin kelompokkelompok usah bersama syariah ini adalah pembukuan. Kegiatan lain adalah melakukan penguatan terhadap kelompok. Penguatan kelompok yang dilakukan berupa pelatihanpelatihan administrasi dan pelatihan pengorganisasian. Sebagai gambaran kegiatan kelompok usaha bersama syariah simpan pinjam ini, berikut ini adalah satu cerita kasus bagaimana warga Desa Durian Kawan belajar mengorganisir kegiatan kelompok usaha bersama syariah ini.

72

CERITA KASUS Pengorganisasian Kelompok Usaha Bersama Syariah Simpan Pinjam di Desa Durian Kawan, Kabupten Aceh Selatan

Male tangan di bawah mulia tangan di atas


(Lebih mulia menjadi orang yang selalu memberi daripada menjadi orang yang hanya menerima saja, peribahasa Aceh)

Jauh sebelum adanya program ALIVE, di Dusun Tanah Munggu telah berdiri beberapa kelompok masyarakat. Uniknya, kelompok-kelompok di dusun ini terpisah antara kelompok laki-laki dan perempuan. Ada 3 kelompok laki-laki, yaitu Alur Benteng, Ingin Jaya, dan Lembah Sinenggan. Nama-nama kelompok memiliki cerita masing-masing. Nama Alur Benteng diambil dari nama aliran sungai yang mengairi persawahan mereka, nama Ingin Jaya lahir dari keinginan anggota kelompok yang ingin maju terus, dan Lembah Sinenggan adalah nama bukit yang terdapat di desa tersebut. Sedangkan kelompok perempuan terdiri dari kelompok dasawisma, PKK, dan pengajian. Menurut masyarakat, kelompok-kelompok ini dibentuk agar mudah mendapatkan bantuan langsung dari dinas pertanian, memudahkan urusan di bidang pertanian dan perkebunan, dan mendapatkan penguatan modal. Yang sudah-sudah, kegiatan kelompok hanya berlangsung beberapa bulan saja. Bahkan ada yang belum pernah memiliki kegiatan sama sekali. Menurut mereka, hal ini disebabkan pertemuan-pertemuan yang dilakukan dirasakan membosankan dan tidak ada tindak lanjutnya. Di samping itu juga karena kurangnya kesadaran dan rasa saling percaya di antara anggota kelompok itu sendiri. Masyarakat hanya semangat bila hanya ada bantuan. Selain itu juga tidak adanya pendampingan yang jelas. Kelompok dasawisma kaum ibu pernah memperoleh bantuan bibit ikan. Usaha kolam ikan ini berjalan baik sampai saat panen. Tetapi karena tidak adanya perencanaan manajemen yang baik, maka masalah pun muncul. Pembagian hasil yang tidak merata dan sisa dana hasil usaha yang tidak jelas pengelolaannya membuat kelompok ini pasif tanpa kejelasan bagaimana ke depannya. Menurut warga dusun di sini, penghasilan utama mereka adalah padi, nilam, pinang, kemiri, dan sawit. Tetapi penghasilan yang paling diandalkan adalah padi. Sedangkan yang lain hanya sebagai tambahan saja. Dusun Tanah Munggu ini bahkan dulu sempat menjadi salah satu desa swasembada beras. Tetapi sekarang sudah tidak lagi.

Warga Memperoleh Gagasan Bentuk Usaha Bersama


Dalam satu kesempatan pertemuan warga yang difasilitasi oleh program ALIVE, tim dari program ini mengajak warga yang hadir pada pertemuan awal ini untuk membahas keadaan kelompok-kelompok mereka. Dari hasil diskusi warga, mereka menyimpulkan bahwa untuk membuat suatu kelompok harus ada swadaya masyarakat atau anggota kelompok. Kelompok membutuhkan pendamping untuk belajar melakukan kegiatan,

73

sehingga harus ada koordinasi yang baik antara anggota kelompok dan pendamping. Poin kesimpulan lain adalah adanya modal (finansial). Dalam satu diskusi, warga sadar bahwa modal mereka adalah padi. Bantuan tunai adalah hal yang dibutuhkan. Dalam kesempatan itu, Juli, fasilitator dari program ALIVE mengajak mereka untuk membuka wawasan untuk tidak mengharapkan bantuan hanya dari pemerintah atau lembaga-lembaga dari luar saja. Kenapa kita tidak mencoba untuk mengumpulkan modal dari anggota kelompok sendiri? Pada awalnya, mereka menjawab bahwa tidak bisa. Ada satu peserta pertemuan, yang biasa di panggil dengan sebutan Pak Imam Masjid mengatakan bahwa dulu pernah dibentuk koperasi. Dalam perjalanannya, tidak ada kekompakan dan rasa saling percaya lagi di antara sesama anggota kelompok. Dia mencontohkan, pernah ada yang meminjam uang sebesar 2 juta rupiah. Janjinya akan dikembalikan dalam waktu 1-2 bulan. Tetapi akhirnya si peminjam tidak membayar hutangnya. Hal seperti ini banyak terjadi sehingga modal kelompok habis. Akhirnya bubar. Dalam keadaan peserta yang dirundung rasa pesimistik itu, fasilitator pertemuan ini mencoba membangkitkan semangat dengan mengangkat peribahasa Aceh male tangan di bawah mulia tangan di atas, yang artinya masyarakat Aceh memiliki prinsip bahwa lebih mulia menjadi orang yang selalu memberi daripada menjadi orang yang hanya menerima saja. Entah bagaimana, peserta pertemuan mulai tergugah. Fasilitator kemudian menjelaskan bahwa masyarakat bisa membangun ekonomi dengan kekuatan sendiri dengan cara membuat kelompok usama bersama syariah simpan pinjam (Credit Union). Secara umum model kelompok usaha bersama ini dibahas tentang adanya cara dimana anggotanya lebih mudah dalam hal meminjam uang dalam waktu tenggang yang cukup. Misalnya pinjam 500 ribu rupiah dikembalikan dalam waktu 5 bulan. Bila kelompok usaha bersama ini modalnya sudah kuat dan anggotanya sudah kompak, maka akan dapat menentukan harga hasil produk mereka yang akan dijual ke pasar.

Warga Dusun Membentuk Kelompok Usaha Bersama


Dalam kesempatan pertemuan lanjutan di Dusun Tanah Munggu, ibu-ibu warga dusun ini bersepakat untuk membangun kelompok usaha bersama syariah. Pertemuan ini menitikberatkan pada pembentukan kelompok, pengurus, dan penentuan iuran bulanan. Selain itu tim fasilitator dari program ALIVE juga menjelaskan contoh-contoh tentang pembayaran iuran, pinjaman, lama waktu pembayaran pinjaman, jasa, maupun denda, dimana jumlahnya adalah hasil kesepakatan anggota kelompok. Lebih lanjut fasilitator mengatakan: Anggota kelompok harus memperhatikan 3 prinsip, yaitu keterbukaan, kepercayaan, dan kebersamaan. Dengan keterbukaan segala hal yang berhubungan dengan masalah, baik secara individu maupun kelompok dapat diketahui oleh semua anggota kelompok. Apalagi dalam masalah keuangan nanti setelah adanya iuran atau modal yang terkumpul. Keterbukaan, selain untuk membangun kepercayaan juga dapat mempererat tali silaturrahmi antar anggota kelompok. Kepercayaan juga sangat diperlukan dalam membangun sebuah kelompok. Bila tidak ada kepercayaan baik antar sesama anggota kelompok maupun antara anggota kelompok dengan pengurus kelompok, kelompok tidak akan bertahan lama... Berikut adalah sepenggal tanya-jawab dalam proses diskusi tentang prinsip yang dipakai dalam usaha bersama syariah simpan pinjam antara peserta pertemuan dengan fasilitator. Peserta (P): Jika meminjam, sampai berapa lama kita membayar cicilan? Berapa bunganya?

74

Fasilitator (F): Lama pembayaran disepakati bersama oleh anggota kelompok. Contohnya pinjaman 100 -500 ribu rupiah dicicil selama 5 bulan dan pinjaman 500 ribu-1 juta rupiah dicicil selama 10 bulan. Bila modal sudah kuat, lama cicilan bisa dipercepat. P: Apakah uang kita di simpanan sukarela juga dapat dipinjamkan kepada anggota yang ingin meminjam? F: Tentu saja. Pada prinsipnya simpanan seluruh anggota lah yang akan dipinjamkan kepada anggota kelompok. Inilah salah satu keuntungan bentuk usaha bersama ini. Anggota kelompok yang memiliki simpanan lebih banyak otomatis akan sangat membantu anggota yang lain. Keuntungan yang lain adalah baik yang menyimpan dan yang meminjam akan memperoleh jasa. Jasa ini akan dibagi kepada seluruh anggota kelompok di akhir tahun. Semakin banyak dia menyimpan maka semakin banyak jasa yang diperolehnya. Dan orang yang meminjam pun akan memberi keuntungan kepada kelompok. P: Bunga itu untuk siapa? Apakah hanya untuk orang yang meminjamkan uangnya untuk anggota yang lain? F: Semua orang dalam kelompok akan memperoleh keuntungan tersebut. Orang yang menyimpan akan memperoleh keuntungan. Begitu juga dengan orang yang meminjam, dia akan memberi keuntungan untuk dirinya dan anggota kelompok lainnya dengan membayar bunga pinjaman. P: Berapa besar iuran yang harus dibayarkan setiap bulan? F: Kembali kepada kesepakatan kelompok. Kita bisa ambil dasar penentuan dari penghasilan anggota yang paling rendah sehingga semua anggota kelompok mampu membayar iuran. P: Apakah denda itu harus 5%? F: Tidak. Yang ibu lihat di depan hanya sebagai contoh. Kita akan sepakati bersama berapa persen untuk jasa adminintrasi, jasa pinjaman, denda, dan sebagainya. Selesai diskusi, ibu-ibu dari Dusun Tanah Munggu dan Labah Rambung memutuskan untuk membentuk dua kelompok usaha bersama syariah simpan pinjam, yaitu: Kelompok Tani Suka Maju Dusun Tanah Munggu dengan ketua Bu Tarmiati, sekretaris Bu Ariyanti, bendahara Bu Nursam, dan panitia kredit Bu Siti Nailah. Kelompok ini menyepakati uang pangkalnya sebesar Rp. 5.000,- per anggota, simpanan pokok Rp. 20.000,-, simpanan wajib Rp. 5.000,-, simpanan sukarela dengan kelipatan Rp. 1.000,-. Pertemuan bulanan kelompok ini akan dilaksanakan setiap tanggal 28. Kelompok yang kedua adalah Kelompok Mawar Harapan Dusun Labah Rampung yang diketuai Bu Ratnawati, sekretaris Bu Zubaidah, bendahara Bu Inah Haji, dan panitia kredit Bu Wirdayanti. Adapun uang pangkal yang disepakati bersama sebesar Rp. 5.000,-, simpanan pokok Rp. 30.000,-, simpanan wajib Rp. 5.000,-, dan simpanan sukarela kelipatan Rp. 1.000,-. Pertemuan bulanan kelompok akan dilaksanakan setiap tanggal 17. Beberapa hari kemudian, kaum laki-laki pun membentuk kelompok serupa. Diskusi tentang prinsip-prinsip yang dipakai dalam usaha bersama syaraiah inipun berlangsung serius. Selain topik administratif juga didiskusikan masalah-masalah pengorganisasian. P: Bagaimana kalau ada anggota yang keluar? F: Tidak apa-apa pak. Bila ada anggota yang keluar dari kelompok, maka dia berhak atas semua simpanannya kecuali simpanan pokok. Simpnan pokok tetap menjadi milik kelompok. Tetapi anggota yang keluar tadi tetap akan mendapatkan keuntungan dari simpanan pokoknya tadi di akhir tahun.

75

P: Oh, kami sudah sepakat bahwa siapapun yang akan keluar tidak akan mendapatkan uangnya kembali. Ini kami lakukan supaya anggotanya tidak main-main. F: Seperti yang saya katakan sebelumnya, bila itu sudah menjadi kesepakatan kelompok untuk kebaikan kelompok juga, ya silahkan saja. Oh ya, dalam usaha bersama syaraiah ada namanya pertemuan bulanan. Di pertemuan inilah kita akan melakukan kegiatan menyimpan, meminjam, membayar cicilan, dan mendiskusikan aturan-aturan untuk kelompok, dan membahas kendala yang dihadapi kelompok. P: Apakah pada bulan pertama uang sudah boleh dipinjamkan? F: Tentu saja. P: Tapi pengalaman kami, orang yang meminjam itu sangat sulit untuk mau membayar kembali. Ada saja alasannya. F: Itulah fungsinya panitia kredit. Panitia kredit lah yang akan menilai apakah si peminjam berhak meminjam dalam jumlah banyak atau kecil. Panitia kredit harus mengetahui untuk kebutuhan apa uang itu dipinjam. Anggota kelompok pun harus menyadari hal ini. Jangan sampai uang yang kita pinjam terlalu banyak atau melebihi kebutuhan yang sebenarnya. Karena akan mempersulit diri kita nantinya. Berbeda dengan ibu-ibu, pada pertemuan bapak-bapak ini masih terlihat di antara anggota kelompok belum ada rasa saling percaya. Mereka masih ragu terhadap teman-temannya di kelompok dalam hal membayar cicilan pinjaman. Di samping itu ada sebagian yang masih saja berpikir soal adanya dana bantuan. Kelompok laki-laki ini bernama Surya Utama . Dalam pertemuan itu dibicarakan juga oleh peserta tentang kesepakatan iuran. Kesepakatan sementara adalah uang pangkal Rp. 5.000,-, simpanan pokok Rp. 50.000,simpanan wajib Rp. 10.000,-, dan simpanan sukarela kelipatan Rp. 1.000,-. Kepengurusan kelompok belum dibentuk.

Uang kami sudah dipinjamkan...


Kelompok Suka Maju dan Mawar Harapan
Pada pertemuan bulanan pertama yang diselenggarakan Juli 2008 ini, kegiatan anggota masih sebatas membayar iuran saja. Oleh fasilitator dipersiapkan kertas yang harus diisi anggota kelompok tentang nama, tempat/tanggal lahir, alamat, jumlah simpanan pokok, simpanan wajib, dan simpanan sukarela. Cara ini digunakan untuk memudahkan pengurus dalam mengisi data di buku anggota dan menghindari coretan di buku. Jadi pengurus hanya bertugas memindahkan data yang telah ditulis anggota di kertas tadi. Ini akan dilakukan setiap bulannya. Peran fasilitator pada pertemuan kelompok ini adalah mendorong dan memberikan teknik-teknik sederhana dalam melakukan pekerjaan administratif. Selanjutnya, fasilitator menanyakan kepada ibu-ibu yang hadir apakah ada yang ingin meminjam. Ada satu orang yang mengajukan diri tetapi anggota yang lain tidak setuju. Alasannya selain karena uang yang terkumpul belum cukup banyak, juga khawatir peminjam tidak dapat atau tidak mau membayar cicilan. Dengan kasus tersebut, fasilitator mencoba mengingatkan kembali tentang prinsip usaha bersama syariah ini, yaitu keterbukaan, kepercayaan, dan kebersamaan. Tetapi kelompok tetap tidak setuju. Kedua kelompok ini memutuskan untuk menyimpan uang yang terkumpul di Bank BRI. Fasilitator kemudian menyarankan kalau uang disimpan di bank agar dibuatkan tabungan atas nama kelompok, bukan pribadi. Bila yang menandatangani buku tabungan kelompok adalah ketua dan bendahara, maka yang memegang buku tabungannya adalah sekretaris.

76

Bila yang menandatangani ketua dan sekretaris, maka yang memegang buku adalah bendahara. Hal ini dilakukan untuk menghindari rasa curiga dari anggota kelompok. Semua anggota pun menyetujui hal ini. Perlu juga dibuat kesepakatan tentang ongkos untuk pergi ke Bank, apakah akan dipotongkan dari uang yang terkumpul atau ditarik iuran dari setiap anggota. Kelompok harus membicarakannya terlebih dahulu. Pada pertemuan kedua Agustus 2008, fasilitator membuka pertemuan dengan mengadakan kegiatan tanya-jawab dan diskusi. Tanya-jawab tersebut seputar apakah ada kendala setelah dua bulan kegiatan usaha bersama ini berjalan. Salah satu peserta menyatakan bahwa uang simpanan anggota sudah dipinjamkan. Uang kami sudah dipinjamkan, bu. Jadi bagaimana dengan cicilannya, bunganya, dan sebagainya? Fasiltator kemudian meresponnya bahwa berarti kegiatan ini sudah ada kemajuan karena sudah ada yang meminjam, sambil berharap mudah-mudahan uangnya dapat digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat. Kemudian fasilitator menjelaskan beberapa aturan tentang peminjaman yang nantinya akan disepakati bersama bagaimana baiknya. Yang dijelaskannya adalah seputar aturan-aturan dalam usaha bersama syariah ini, seperti penetapan jangka waktu angsuran, besar angsuran, besar bunga (tetap dan menurun), denda, dan aturan tambahan yang dianggap kelompok perlu untuk dilakukan. Ada pertanyaa dari peserta bagaimana bila ada yang meminjam tapi jangka waktunya cuma 1 minggu atau kurang dari itu. Pertimbangan si peserta penanya itu adalah kadang pinjaman itu 3 hari sudah dilunasi. Kalau dicicil si peminjam takut nanti uangnya habis. Menjawab pertanyaan tadi fasilitator menyerahkannya ke kelompok masing-masing, apakah jangka waktu peminjaman tetap didasarkan seperti aturan yang sudah dibuat atau karena hanya meminjam selama 1 minggu maka dikenakan jasa pelayanan saja. Fasilitator juga mengilustrasikan bahwa misalnya seharusnya dia lunas dalam waktu 5 bulan tetapi dia sudah melunasinya dalam waktu 2 bulan, maka yang dihitung jasa pelayanan dan bunga selama 2 bulan saja. Bunga pada bulan selebihnya tidak usah dibayar lagi. Karena dia sudah melunasinya dan uangnya dapat dipinjamkan kepada anggota yang lain lagi. Jadi saya serahkan ke ibu-ibu saja. Silahkan dirembukkan dengan kelompoknya masingmasing. Kelompok Suka Maju dan Mawar Harapan membuat aturan untuk peminjaman sebagai berikut: Jasa pelayanan ditetapkan 3% dari uang yang dipinjam, jasa pinjaman sebesar 2% (tetap), jangka waktu atau lama pinjaman uang sebesar 100 ribu-500 ribu rupiah selama 5 bulan, 500 ribu-1 juta rupiah selama 10 bulan, dan denda sebesar 5%. Bila peminjam tidak membayar cicilan dalam waktu 3 bulan berturut-turut maka akan dikeluarkan dari kelompok. Di kedua kelompok usaha bersama syariah ini telah terjadi kegiatan simpan pinjam. Walaupun belum semua peminjam memanfaatkan uang tersebut untuk usaha, tapi minimal di dalam kelompok sudah mulai tumbuh 3 prinsip yang ada dalam usaha bersama syariah, yaitu keterbukaan, kepercayaan, dan kebersamaan. Dalam pertemuan ini selain agendanya mendiskusikan tentang kemajuan kegiatan kelompok usaha bersama syariahnya, juga pada kesempatan itu para ibu yang hadir berkesempatan belajar tentang cara pembuataan tempe dan pembuatan manisan buah. Ibu-ibu sangat senang menerima kegiatan baru ini. Pertemuan ketiga dilaksanakan Bulan September 2008. Pada pertemuan ini kelompok mencoba untuk menghitung modal yang sudah terkumpul sejak Bulan Juli sampai dengan September 2008. Contohnya sebagai berikut:

77

Kelompok Suka Maju Bulan Juli Agus Sept Jumlah Simpanan 422.000 127.000 119.000 500.000 15.000 100.000 10.000 50.000 Jumlah Pinjaman Jasa Pelayanan Angsuran Pinjaman Jasa Pinjaman Alive Total 422.000 64.000 343.000

Kelompok Mawar Harapan Bulan Jul Agus Sept Jumlah Simpanan 643.000 119.000 119.000 Jumlah Pinjaman 350.000 400.000 Jasa Pelayanan 10.500 12.000 70.000 80.000 7.000 8.000 50.000 Angsuran Pinjaman Jasa Alive Pinjaman Total 303.500 111.500 368.500

Selain itu, peserta juga masih mengajak diskusi fasilitator tentang berbagai hal terkait manajemen keuangan, seperti bagaimana kalau ada yang belum melunasi tetapi akan meminjam lagi, tentang peserta yang tidak hadir dalam pertemuan sementara dalam pertemuan ini harus menyicil angsuran, dan beberapa hal lain terkait upaya-upaya agar anggota bisa lebih disiplin. Dalam belajar melakukan pembukuan, anggota masih belum terbiasa dalam mencatat uang masuk dan keluar dalam kegiatan menabung dan membayar pinjaman serta bunganya. Pada seluruh Buku Anggota Kelompok dan Buku Pengurus masih ditemukan kesalahan dalam pengisian buku, seperti dalam hal mengisi kolom-kolom, anggota yang mempunyai pinjaman tapi belum tercatat, dan ada kesalahan pencatatan pada buku uang masuk. Untuk menanggulangi hal ini, fasilitator menawarkan pelatihan khusus tentang pembukuan dalam Credit Union. Pelatihan ini sebenarnya dilakukan khusus untuk pengurus. Tapi bila ada anggota yang ingin belajar juga bisa dilakukan. Dan pelatihan disepakati pada malam hari selama 4 malam berturut-turut, dari setelah isyasampai jam 10. Isu lain yang dibahas adalah masalah kebersihan dan kesehatan seperti kebersihan air yang dicontohkan dengan air wudhu di kamar mandi perempuan yang kotor oleh karena lumut. Padahal ibu-ibu di sini menggunakannya untuk mandi, nyuci, terlebih lagi berwudhu. Peserta menngatakan bahwa, itu sudah sering dibersihkan. Tapi memang cepat sekali kotornya. Belum seminggu nanti sudah kotor lagi. Masalahnya yang sering nyuci dan mandi di sini pun malas untuk membersihkannya. Mereka lebih suka bayar lima puluh ribu untuk orang yang mau membersihkannya. Menanggapi ini fasilitator menyarankan agar yangg hadir dalam pertemuan ini memulainya terlebih dahulu. Dengan begitu orang lain akan melihat bahwa suatu pekerjaan bila dikerjakan bersama-sama akan lebih mudah. Salah satu peserta pun bercerita: Dulu kami ini tidak begini. Dulu untuk membangun jalan saja kami menjunjung batu di atas kepala kami. Itu tanpa harus disuruh. Semua kerja dengan sukarela. Tapi sekarang, hidup sudah lebih baik dari yang dulu tetapi semua lupa diri. Saat ini sudah banyak yang hidupnya senang tapi kami ini terlalu sombong. Dulu semuanya dilakukan secara gotong- royong. Kebersamaannya itu tinggi tetapi sekarang tidak.

78

Pertemuan ini diperkaya juga dengan diskusi dan pembahasan masalah-masalah pertanian yang dapat dikaitkan dengan usaha bersama kelompok mereka seperti penanaman sayursayuran dan apotik hidup di halaman. Juga membahas tentang keberadaan tanaman kelapa sawit di desa mereka yang banyak dilakukan dan dikuasai oleh investor luar (asing) terkait dengan keuntungan dan kerugian, dampak positif dan negatifnya bagi masyarakat setempat. Pada tanggal 31 Oktober 2008, Kelompok Suka Maju tidak jadi menanam di halaman gedung pertemuan karena tanahnya terlalu banyak batu. Jadi mereka memutuskan untuk memindahkan lahan ke kebun milik Pak Haji. Mereka telah membersihkan lahan seluas 1 rantai untuk dijadikan kebun sayur organik dan apotik hidup. Anggota kelompok juga mulai mengumpulkan bahan-bahan untuk membuat kompos seperti rumput yang dipotong dikumpulkan di satu tempat. Kelompok juga mulai mengumpulkan sampah kebun seperti sampah nilam, kulit coklat, kulit pinang, dan kulit kemiri. Selain itu anggota kelompok mengumpulkan bahan untuk membuat mokro-organisme lokal seperti air cucian beras, air kelapa, dan lain-lain. Kelompok menyelesaikan kegiatan pada pukul 16.30 dan akan melanjutkan tiga hari kemudian. Adapun jenis sayuran yang akan ditanam adalah bayam, sawi, terong, tomat, cabe, dan kacang panjang. Sedangkan kebun apotik hidup adalah jahe, kunyit, dedingin, tapak kuda, kencur, ciwawo, lengkuas, dilah jawi, cerango, dan sepulih. Sedangkan Kelompok Mawar Harapan melakukannya pada pertemuan kelima Bulan November 2008. Sedangkan pada pertemuan bulanan bulan-bulan selanjutnya, anggota dan pengurus kelompok usaha bersama syariah di Desa Durian Kawan belajar pembukuan dengan setiap anggota kelompok mengerjakan pembukuan kelompok masingmasing. Selain itu ***

NURBAYA Perempuan Pemandu Desa di Desa Pucuk Lembang, Kabupaten Aceh Selatan

Pendapatan saya bisa meningkat karena saya bisa mudah pinjam uang untuk usaha...

Saya lahir di Kotacane tahun 1964. Saya menetap di Desa Pucuk Lembang sekitar tahun 1984. Saat itu kami sudah punya anak satu orang. Suami saya orang desa ini yang sebelumnya kebetulan merantau ke Kotacane, tempat saya lahir. Matapencaharian kami adalah bertani. Saya punya sawah sekitar 1 hektar, kebun seluas 1 hektar yang ditanami coklat, dan lahan 1 hektar lain yang ditanami pinang. Kami keluarga besar dengan 11 anak. Tahun 2005 kami masih dipenjarakan. Kisahnya berawal tahun 2002, waktu itu konflik Aceh meletus. Saya sempat ikut ke hutan. Alasannya aparat keamanan tidak memberikan

79

rasa aman pada keluarga kami. Saat itu suami saya dan anak-anak kami sering sekali dipukuli oleh aparat tanpa alasan yang jelas. Saya juga pernah ditangkap dan diinterogasi. Padahal saat itu kami sekeluarga sama sekali tidak ikut-ikutan GAM. Saat itu, bila kita ditanya oleh aparat dan kita mengaku hanya warga biasa, mereka tidak percaya dan tetap memukuli kita dengan menuduh kita sebagai anggota GAM. Oleh karena itu saya akhirnya ikut lari ke hutan. Saya saat itu lari dari Aceh Selatan sampai ke Kotacane. Perjalanan kami sekitar 15 hari. Saat melakukan perjalanan itu saya sedang hamil. Saat tiba di Kotacane kami langsung ditangkap dan dipenjara. Saya dipenjara hampir satu tahun. Anak saya lahir ketika saya sudah dibebaskan. Sehingga si anak saya beri nama Rahmat Tahan Damai Rejeki. Kami dibebaskan tanggal 17 Agustus 2005. Setelah keluar dari penjara saya kembali ke Pucuk Lembang dan kembali menjadi petani. Masalah di pertanian terutama pada tanaman padi adalah hama padi dan pertumbuhan tanaman padi yang tidak normal. Batangnya memang besar dan kuat tapi saat berbuah tidak serempak. Muncul satu-satus sehingga hasilnyapun dalam satu rante paling hanya dapat 1 kunca. Satu kunca sama dengan 10 naleh. Satu naleh sama dengan 16 bambu. Harga per kunca mencapai Rp. 500.000,- Saat suami saya masih ada, kami menggarap sekitar 8 rante dengan hasil panen sekitar 12 kunca. Biasanya hasil panen tersebut menjadi persediaan beras kami sekeluarga selama setahun. Tapi sekarang suami saya, Ali Umar, sudah meninggal. Saya sangat tertarik mengikuti program ALIVE. Sebenarnya saat itu di desa saya sudah ada kelompok simpan pinjam. Namanya SPP. Sewaktu ALIVE datang pertama kali ke Desa Pucuk Lembang, yang diperkenalkan adalah program CU (credit union, pen). Saat itu saya pikir hampir sama dengan kegiatan SPP kami. Akhirnya kami pun ikut terlibat dalam kegiatan program tersebut. Tidak lama setelah itu, kami ditawari untuk mengikuti pelatihan menjadi pemandu kegiatan sekolah lapangan.

BOX: Tahun 2000, di setiap desa membentuk kelompok-kelompok GAM. Sekitar tahun 2002 sampai dengan 2003 mulai terjadi pembakaran rumah. Di Desa Pucuk Lembang ada sekitar 4 sampai 8 rumah dibakar oleh aparat. Sedangkan dari GAM tidak pernah dengan cara-cara marah. Mereka paling hanya menyuruh kita berbelanja untuk persediaan mereka ke gunung. Dahulu saat jaman konflik yang berbelanja itu semuanya perempuan. Mereka sanggup membawa 25 bambu beras dari Desa Durian Kawan sana naik ke Desa Pucuk Lembang. Belum lagi bawaan belanja di tangan kiri dan tangan kanan. Saya saat itu memang mempunyai kedai juga, sehingga saya sering dimintai tolong oleh GAM untuk menyediakan persediaan mereka saat ke gunung. Saya membantu menyediakan persediaan makanan sampai tahun 2003. Saat itu rumah saya dibakar. Saya tertangkap tahun 2004 dibebeskan tahun 2005.

Pada awalnya saya masih ragu untuk mengikuti kegiatan CU. Tetapi setelah banyak teman memberikan dorongan dan penjelasan manfaatnya, barulah saya bersemangat mengikuti kegiatan program ALIVE ini. Selama ini saya sangat senang mengikuti program ini. Pendapatan saya bisa meningkat karena saya bisa mudah pinjam uang untuk usaha. Selain itu, saya pun menjadi paham pembukuan, yang sebelumnya saya tidak tahu. Melalui program ini saya juga jadi mengerti tentang fungsi dan manfaat lembaga-lembaga yang ada. Saya jadi mengetahui mana lembaga yang dekat dengan masyarakat dan mana yang jauh, mana yang seharusnya lembaga ini dekat dan membantu masyarakat dan mana yang tidak. Saya pun jadi paham bagaimana cara membuat perencanaan untuk memecahkan masalah dan mengembangkan potensi yang ada di masyarakat dengan cara membuat peta desa impian dan membandingkannya dengan peta kondisi saat ini. Selama aktif terlibat di

80

program ini, yang biasanya menulis dan menghitung itu saya sudah lupa, sekarang jadi mulai terlatih kembali. Salah satu yang tidak enak selama melaksanakan kegiatan program ini adalah saat mengumpulkan masyarakat. Suka susah dan ditambah omongan dari anggota lain yang suka macam-macam. Warga perempuan kalau mengikuti pertemuan sampai larut malam suka mendapatkan rintangan dari para suaminya. Rencana kami ke depan akan melanjutkan usaha bersama syariah simpan pinjam (CU) yang sudah kami rintis ini. Saat ini dana yang terkumpul sudah mencapai 4 juta rupiah. Selain itu kami pun akan mencoba sedikit demi sedikit melanjutkan kegiatan rencana aksi yang sudah disusun bersama.

81

BAGIAN KEENAM

Aksi Masyarakat Desa: Melestarikan Keanekaragaman Hayati dan Perikehidupan Masyarakat

Pelaksanaan Aksi Konservasi


Tujuan kegiatan adalah merealisasinya pelaksanaan rencana kerja kelompok konservasi. Kegiatan terbagi menjadi dua tahap, tahap pertama dikenal dengan nama aksi rintisan. Aksi ini mulai dilaksanakan ketika rencana aksi secara operasional telah selesai dibuat di masing-masing kelompok sampai menjelang dilaksanakannya Field day terhitung dari bulan Oktober s/d Desember 2008. Secara umum kegiatan yang dilakukan dalam bentuk pembuatan pembibitan aneka jenis tanaman. Hal ini mengingat waktu dan kondisi sangat cocok untuk membuat pembibitan dimana banyak buah-buahan yang sedang berbuah dan mulai musim hujan. Tahapan selanjutnya adalah kegiatan aksi setelah field day terhitung dari bulan Januari s/d April 2009. Pada tahap ini kegiatan cukup beragam, ada yang terus melanjutkan kegiatan pembibitan tanaman, ada juga yang mulai fokus dengan kegiatan selanjutnya. Di Langkat kelompok kerja konservasi secara serius mendalami tentang adopsi pohon dan rencana membangun desa wisata. Pembuatan rencana dan desain teknis kegiatan tersebut telah dilakukan oleh mereka. Sedangkan di Aceh Selatan, masyarakat fokus pada mengejar realisasi janji yang telah berikan pihak instansi pemerintah pada mereka saat field day. Desa pucuk lembang dan durian kawan berhasil mendapatkan bantuan kacang kuning yang dijanjikan. Sedangkan desa pasie lembang melakukan pendekatan lebih intens tentang rencana pembersihan lahan sawah di desanya dengan dibantu oleh BPKEL. Selain itu secara khusus masyarakat pasie Lembang juga telah mengajukan surat kepada Gubernur dan Bupati terkait dengan tidak jelasnya batas desa mereka dengan wilayah TNGL. Masih banyak aksi-aksi lain yang sedang dilakukan oleh masyarakat, aksi ini terus berjalan dan berproses, ada yang sudah mendapatkan hasil, ada yang gagal tetapi ada juga yang masih dalam proses pelaksanaan.

Pembentukan Kelompok Kerja Konservasi dan Penyusunan Rencana Aksi Kelompok Kerja Konservasi
Tujuan kegiatan adalah terbentuknya kelompok kerja konservasi serta tersusunya rencana aksi konservasi yang lebih detail dan operasional disetiap kelompok. Selain itu kegiatan

82

ini merupakan persiapan awal dari kegiatan aksi yang akan dilakukan. Dari kelompok kerja Konservasi yang dibuat nantinya diharapkan dapat melibatkan masyarkat lainnya. Penyusunan kelompok kerja konservasi ini sekaligus digunakan untuk mengelompokan rencana aksi yang telah dibuat dan disusun skala prioritas dari masing-masing rencana aksi tersebut. Dari kegiatan tersebut tersusunlah rencana aksi yang lebih operasional, dimana aktivitas dari masing-masing rencana aksi, kapan waktu pelaksanaanya, melibatkan siapa dan siapa palaksananya tersusun. Tercatat 34 kelompok kerja konservasi terbentuk dengan 135 aktivitas akan mereka lakukan. Kegiatan dilaksanakan setelah tersusunnya rencana aksi dengan alat jembatan bambu di masing-masing desa. Berlangsung sekitar bulan Oktober s/d November 2008. Sedangkan untuk penentuan skala prioritas digunakan pendekatan yang berbeda antara Aceh Selatan dengan Langkat. Di Aceh Selatan penentuan skala prioritas di lakukan dengan cara curah pendapat dan langsung menannyakan pada peserta kegiatan yang paling penting dan mungkin dilakukan oleh mereka sendiri. Semakin bisa dilaksanakan oleh masyarakat sendiri dan penting maka kegiatan tersebut mendapatkan skala prioritas paling tinggi. Hal ini juga berkaitan dengan tingkat pendidikan masyarkat dan waktu yang sempit mengingat mereka sudah mulai akan tanam padi dan dekat dengan hari raya Idul Adha. Sedangkan di Kabupaten Langkat penentuan skala prioritas dilakukan dengan menggunakan alat tersendiri yaitu menggunakan perangkingan masing-masing aktivitas rencana aksi dilihat dari sudut Konservasi dan Livelihoods nya. Selanjutnya dari hasil penilaian tersebut dimasukan dalam 4 kuadran yang dibentuk oleh sumbu X dan Y. Di kuadran satu adalah kegiatan dengan prioritas Utama, pada kuadran dua adalah kegiatan dengan prioritas lebih mengarah pada kegiatan konservasi, pada kuadran ketiga merupakan kegiatan-kegiatan yang kurang prioritas untuk dilaksnakan dan pada kuadran empat adalah kegiatan prioritas yang lebih mengarah pada kegiatan Livelihoods. Kegiatan-kegiatan yang berada pada kuadran utama adalah kegiatan-kegiatan yang mendapatkan prioritas pertama untuk dilaksanakan. Hal tersebut dikarenakan pada kuadran ini kegiatan sangat erat kaitannya dengan Konservasi dan Livelihoods masyarakat. Alat ini secara khusus diberikan dari tim OCSP kepada konsorsium ALIVE-FP3 untuk menjawab kehawatiran bahwa kegiatan rencana aksi yang dibuat oleh masyarakat tidak berhubungan dengan kegiatan konservasi.

Hasil analisis kegiatan-kegiatan aksi yang sudah, sedang, dan belum dilakukan Desa Timbang Jaya
Kegiatan yang Sudah Dilakukan Melakukan pembibitan Hasil Rencana yang dibibitkan 5000 pohon yang sudah ditanam bibitkan 1000 phon Masalah Tidak ada tanah, tidak ada sungkup, kuranya, kurangnya kerjasama, tidak ada lahan pembibitan yang memadai Belum adanya sosialisasi dengan instansi masyarkat Belum paham mengisi buku. Anggota sulit hadir dalam pertamuan, belum semua Solusi Pembalikan tanah, pembelian sungkup, memberikan penjelasan pada teman kelompok, perlunya mencari lahan yang tepat. Segera melakukan sosialisasi dengan instansi terkait. Pelatihan pembukuan, menciptakan peluang pendapatan.

Tanam padi Serempak

Belum maksimal

CU

Anggota bertambah, sudah bisa meminjam, jumlah modal bertambah

83

anggota memahami aturan kelompok Budidaya tanaman obat dan tanaman hias Berencana membuat pembibitan sebanyak 200 jenis yang sudah ditanam sebanayak 50 jenis Berkhasiat untuk menyembuhkan bermacam penyakit Sudah membuat pembibitan . sudah melakukan pendataan Tidak ada sungkup, sulit mendapakan bibit, perlunya pengetahuan tentang perawatan dan pengolahan tanaman obat dan hias Sudah langka dan rumit membuatnya Belum adanya kordinasi dengan instansi yang terkait Tidak adanya pengetahuan tentang mebuat kompos, sulit mengumpulkan bahan/ tempat dan alat Pembibitan duria, pete, pokat, gelugur, gaharu, ketapang dll Sudah mulai mendapatkan hasil Belum adanya manejemen/peraturan yang tepaat Tidak adanya bibit ikan

Mendiskusikan lagi aturan kelompok Perlunya sungkup, perlunya pelatihan tentang pengelolaan tanaman hias dan obat Perlu dimunculkan kembali

Makanan khas tradisional Reboisasi DAS

Perlu kerjasama dengan pihak terkait Pelatihan tentan pembuatan kompos, penyediaan lahan, tampat dan alat Perlu membentuk manajemen / peraturan Perlunya bibit dan makanan, pelatihan tentang budidaya ikan yang lebih baik Perlunya pelatiahan dan dukungan dari dinas dan NGO Perlu pelatihan dan pemasaran Perlu dikembangkan kembali

Kompos

Adopsi pohon

Budidaya ikan

Desa wisata

Sudah mendeteksi tempat-temtpat wisata Sudah ada bibit Sudah berkembang

Belum adanya struktur kepengurusan pembuatan paket Belum adanya pengetahuan dan pemasaran Minat masyarkat kurang, sehingga sulit mengajak

Perbanyakan tanaman secara vegetatif Kesenian dan budaya

Desa Sampe Raya


Rencana Aksi Membuat pembibitan Penanaman pohon pakan ou Yang sudah dilakukan Membuat pembibitan pohon buah-buahan dan obat-obatan Mensosialisasikan kepada masyarkat Masalah / kendala Ada sedikit maslah waktu dan dana tapi dapat diatasi B elum banyak bibit yang dibutuhkan. Kurangnya waktu (mempunyai kesibukan masingmasing) Narasumber belum mempunyai waktu yang pas untuk memberikan materi tersebut Sulit mengumpulkan bahan kompos dan mol, jadi makan waktu yang agak lama Hasil Masih menunggu hasil Belum ada Solusi Harus ada anggaran yang jelas untuk aksi yang dilakukan Membuat bibit sebanyak mungkin. Membuat kesepakatan wkatu pertemuan yang tidak mengganggu aktivitas Menyepakati waktu yang teapat antara narasumber dan anggota Mengumpulkan bahan kompos dan mol secepat mungkin

Belajar okulasi

Belum, tetapi akan dilaksanakan

Belum ada

Belajar buat kompos (pertanian oraganik)

Sudah dilakukan

Belum ada

84

Budidaya ikan air tawar Adopsi pohon

Belum

Masih rencana belum masuk kedalam rencana aksi Belum terbentuknya struktur pengurusan yang jelas Masyarkat belum memahami tentang desa wisata

Belum ada

Sudah mensosialisakan kepada kelompok dan masyarakat Sedang membentuk struktur pengurusan

Belum ada

Membentuk struktur kepengurusan yang jelas Membentuk Lembaga Desa Wisata, menyiapkan di desa masingmasing paket yang akan dijual Menggalang hubungan dengan ppl setempat untuk mengundang para petani untuk menanam padi serempak Mensosialisasikan kepada masyarkat keuntungan dari kebun tumpang sari Menyadarkan masyarakat tentang pentingnya hidup bersih dan sehat.

Desa wisata

Masih menunggu hasil

Menanam padi serempak

Sudah sosialisasikan kepada masyarkat luas

Belum adanya kesadaran masyarakat

Belum ada

Kebun campur

Sudah dilaksanakan di kebunku

Hanya sebagian masyarkat yang mengerti manfaat tanaman tumpang sari Sulitnya menerapkan hidup bersih dan sehat kepada masyarkat

Masih menunggu

Menerapkan konsep hidup bersih dan sehat

Sudah mensosialisasikan kepada masyarkat luas

Belum ada

Desa Timbang Lawan


Rencana Aksi Pembibitan Yang sudah dilakukan Membuat pembibitan durian, coklat, mahoni dan manggis Hasilnya Tumbuh dengan baik sesuai dengan yang diinginkan Masalah Kurangnya peralatan yang mendukung Perlunya penambahan bibit solusi Adanya kebersamaan untuk melakukannya agar tidak timbul kendala yang lain Perlu penambahan bibit Perlu sosialisasi / interaksi sesama masyarkat agar mereka bersatu melakukan tanaman padi serempak Dilaksanakan pelatihan cu

Tanam padi serempak

Sosialisasi bersama kelompok kepada masyarkat luas untuk melakukan tanam padi serempak

Masyarakat sudah melakukan tanam padi sermpak sebagian

CU

Pertemuan rutin CU bulanan bersama kelompok, pemahaman tentan tata buku CU sampai buku yang kelima

Terkumpulnya uang dari kelompok dan dipinjamkan kepada kelompok untuk menjadi modal usaha. Dengan adanya cu masyarkat tidakh harus meminjam ke rentenir atau lintah

Kurangnya kebersamaan/ kekompakan sesama warga petani di desa kami. Alih fungsi lahan Kurangnya pemahaman tentang pengisian buku cu Rendahnya pengasilan masyarkat

85

Adopsi pohon

Sosialisasi kepada kelompok

darat Kelompok baru memahmi namun belum dilakukan

Pembuatan kompos dan pesitisida nabati

Pelatihan di masingmasing tempat pembibitan di masing-masing desa

Sebagian masyarkat sudah membuktikan kelebihan dari pupuk kompos dari beberapa sisi Sebagian masyarakat sudah memahami keuntungan dari kebun campur

Pembuatan kebun campur

Mengajak masyarkat untuk melakukan penanaman pohon di kebun campur

Hikmah

Agar segera dilakukan untuk mengantisipasi saat tanaman sejenis harganya anjlok, masyarkat akan kecewa Dari pembelajaran bersama lembaga alive kelompok masyarkat sudah lebih memahami apa potensi dan maslah yang ada di desanya masing-masing.

Sistem yang akan dibuat belum berlaku karena pengadopsi belum ada Rendahnya keinginan masyarkat untuk menggunakan kompos / pestisida nabati Sebagian masyarkat sudah terlanjuur mananam pohon sawit

Segera dilakukan penadopsian agar tidak terlambat untuk di alkukan penanaman Menerapkan kepada masyarkat agar mereka tau keuntungan dari pemakaian kompos

Durian Kawan
Rencana Aksi Pembibitan Yang sudah Kebun sayur organik Tanaman obat di pekarangan Audensi ke dinas terkait Yang belum Hasil Tidak berhasil Sebagian berhasil Belum ada Masalah Kondisi alam banjir Banjir sebagian Boibit belum layak tanam Waktu belum sesuai Kurang paham tentang cara pembibitan Solusi Mencari lahan baru (dataran tinggi) Melakukan audensi Mengadakan pembibitan sendiri Adanya penyuluhan dari dinas terkait dan alive Pembuatan pupuk organik

Penghijauan

Pengadaan bibit

Pengembangan pertanian organik

Penanaman padi secara serempak tanpa pupuk kimia

Pelatihan pembuatan kompos

Kurang memuaskan. Bantuan dari dinas terkait tidak berhasil kecuali kacang kuning

Pertumbuhan kurang memuaskan PPL kurang aktif

Pengelolaan Kebun campur

Pembersihan lahan

Pelatihan / penyuluhan

Memperkuat aturan hutan adat

Adanya aturan adat

Pengukuhan aturan adat Pembentuk forum pemuda

Sedang dalam proses

Kurangnya pendekatan kepada pihak terkait Kurangnya respon dari alive -

Adanya kerjasama dengan pihak terkait

Anggota : Sawir, ratna, juli

86

Desa Pucuk Lembang


Rencana Aksi Kebun sayaur organik dan tanaman obat Yang sudah Pembibitan Yang belum Pembibitan untuk konservasi belum dilakukan Belum ada hutan adat Hasil Belum berhasil Masalah Anggota kelompok sedang melakukan kerjaan ke sawah Solusi Melakukan pembibitan

Pembentukan hutan adat desa

Masih melakukan rapat-rapat untuk membentuk hutan adat desa

Tahap mengenalkan hutan adat dengan masyarkat desa

Belum duduk bersama dengan masyarakat terhadap pihak terkait yang membicarakan maslah hutan adat Anggota kelompok sedang melakukan kerjaan ke sawah Belum duduk bersama antara masyarkat dan instansi terkait Adanya hama = burung, wereng dan babi

Akan mengundang pihak terkait mengenai hutan adat

Penanaman bantaran sungai Pembuatan tapal batas desa dengan TNGL Pertanian organik Melakukan diskusi dengan TNGL dengan BKSDA 30 HA

Belum dilakukan pembibitan Penetapan status tapal batas

Belum ada tapal batas yang jelas

30 ha pertanian oragani

Akan dilakukan pembibitan biji durian Akan audiensi dan mengundang untuk duduk bersama Menjaga sawah pagi-siang dan malam

Anggota : Nurbaya, Ucok

Desa Pasie Lembang


Yang Belum Dilakukan Pengkajian kombinasi berbagai tanaman kebun yang paling menguntungkan Mencari permasaran yang jelas untuk berbagai jenis hasil tanaman yang dikembangkan oleh masyarkat Penanaman bibit pohon di bantaran sungai Pembuatan tapal batas desa dengan TNGL Hasil Belum ada Masalah Belum adanya kesepakatan antara anggota karena banyaknya acara kegiatan di luar Jaringan pasar yang belum jelas Solusi Mengadakan pertemuan anggota kelompok

Belum ada

Adanya kerjasama antara pihak produsen dan konsumen Menanam bibit kembali Mencoba mengajukan surat dari pemda sampai ke gubernur, agar tapal batas mendapat perhatian Ingin menanam kembali Ingin dikembangkan lagi Menanam kembali dengan memberi pupuk, dan mencari cara untuk mengatasi hama Berburu, dan disemprot Perlu adanya udiensi kembali

Belum ada Dalam proses pengajuan

Pembibitan Pembibitan sayuran Pembibitan obat-obatan

2500 bibit 2 rantai 10 % sebagai bahan contoh dari pembibitan yang dilakukan 25 ha hasilnya tidak maksimal Masih belum ada jawaban dari instansi terkait tersebut Bertambahnya uang simpanan anggota kelompok

Bibit banyak yang mati karena kamarau Masih sulit untuk menembus jalur birokrasi, untuk berdiskusi secara khusus mengenai tapal batas desa dengan TNGL Banyak tanaman mati karena kemarau Tidak ada Mati karena hama dan kamarau

Menanam padi lokal Pembuatan proposal ke dinas pertanian dan dinas kehutanan untuk mendapatkan bibit tanaman Pertemuan CU

Hama babi, wereng, dan tikus Belum ada anggaran yang disediakan pemda

Belum ada masalah

87

CONTOH KASUS:

Budidaya Ikan Mas di Saluran Irigasi


Sebuah Studi oleh Masyarakat tentang Usaha Bersama untuk Meningkatkan Ekonomi dan Melestarikan Lingkungan

Latar Belakang
Masyarakat yang tinggal di kawasan hutan berperan penting dalam menjamin lestarinya lingkungan. Namum pada kenyataannya, karena tekanan ekonomi, masyarakat saat ini kurang peduli terhadap upaya pelestarian lingkungan dan hutan. Upaya mereka dalam memenuhi kebutuhan ekonomi dilakukannya dengan merambah dan merusak hutan. Aktivitasnya kemudian mengancam dan membahayakan kelestarian keragaman hayati di hutan. Selama ini saluran irigasi yang ada di sekitar pemukiman warga Desa Timbang Jaya menjadi tempat berkumpulnya sampah sehingga airnya sangat tercemar. Pencemaran air sungai ini berasal dari limbah rumah tangga, limbah pertanian, dan aktivitas wisata di Bukit Lawang. Selain membikin pendangkalan saluran irigasi teknis, pencemaran air sungai tersebut mengancam kesehatan masyarakat setempat. Pemakaian racun kimia yang tinggi dalam usaha pertanian juga mengakibatkan musnahnya ikan-ikan di sungai, salah satunya ikan jurung yang sekarang sudah langka. Kondisi ini jelas akan mempengaruhi masyarakat dalam upaya memenuhi kebutuhan gizi. Beranjak dari permasalahan tersebut, maka kelompok sekolah lapangan Desa Timbang Jaya, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat mencoba melakukan penelitian atau studi usaha budidaya ikan dengan memanfaatkan sarana irigasi teknis. Studi ini untuk memperhitungkan potensi dan tantangan dalam pengembangan usaha budidaya ikan dengan memanfaatkan sarana irigasi.

Proses Kegiatan Studi


Kegiatan budidaya ikan mas ini merupakan salah satu bentuk kegiatan yang diorganisir masyarakat Desa Timbang Jaya, Kabupaten Langkat, dengan memadukan tujuan peningkatan ekonomi dan konservasi untuk menjaga dan melestarikan ekosistem desa dan hutan di desanya. Sejak Bulan Juli 2009 sampai September 2009, kelompok sekolah lapangan di desa ini melakukan budidaya dengan memanfaatkan 1.000 meter saluran irigasi sebagai upaya untuk mempelajari budidaya ikan mas. Studi ini dimulai dengan mempersiapkan dan perbaikan sarana fisik seperti membersihkan saluran irigasi dari sampah dan limbah, memperbaiki tanggul-tanggul irigasi secara gotongroyong,dan menyusun batu-batu sungai sebagai sekat agar ikan tidak hanyut. Setelah selesai, baru kemudian dilakukan penebaran benih ikan. Selama satu minggu benih ikan ini diadaptasikan dengan lingkungan irigasi dengan cara ditempatkan dalam sebuah keramba halus dan diberi umpan pelet. Setiap pagi dan sore kondisi ikan ini diamati dan dihitung jumlah ikan yang mati. Hasil pengamatannya, dari 700 ekor benih ikan yang disiapkan, terjadi kematian benih sebanyak 23 ekor atau sekitar 3,28 %-nya. Usai proses adaptasi ini, ikan-ikan tersebut dipindahkan di saluran irigasi untuk dibesarkan. Setiap hari, pagi dan sore, kolam ikan diamati. Kegiatan ini sembari membersihkan sampah. Pada fase ini selama 4 bulan tercatat 34 ekor mati, yang

88

kematiannya diduga karena persaingan atau dimangsa oleh ikan lain seperti ikan gabus. Pertumbuhan ikan juga diamati, dimana rata-rata ikan tumbuh besar dengan bobot 1-1,5 kilogram selama 4 bulan. Dalam studi ini diamati juga faktor-faktor yang mengancam kegagalan usaha ini, seperti kebersihan air, pakan ikan alami, dan penyakit.

Hasil Studi
Hasilnya, dari uji coba ini diperoleh kesimpulan bahwa selama 4 bulan benih ikan yang awalnya berukuran 2-3 jari ini beratnya mencapai 1-2 kilogram per ekor. Pertumbuhan ikan sangat pesat sehingga dapat kita tarik kesimpulan bahwa ketersediaan pakan ikan alami di saluran irigasi ini sangat melimpah. Selama fase pemeliharaan, masyarakat sekitar menunjukkan perubahan perilaku hidup yang lebih baik terkait dengan kebersihan saluran irigasi. Seminggu sekali masyarakat melakukan gotong-royong membersihkan saluran irigasi. Saluran irigasi yang semula penuh dengan limbah yang berasal dari kawasan wisata Bukit Lawang saat ini menjadi bersih. Sikap masyarakat terhadap upaya pelestarian hutan di kawasan TNGL yang menjadi sumber air irigasi mereka juga membaik, karena mereka menyadari pentingnya air selalu tersedia dan pentingnya mencegah terjadinya banjir. Warga di hulu yang selama ini membuang sampah di sungai tidak lagi membuang sampah di saluran irigasi karena mengetahui bahwa ada warga lain yang memanfaatkan sungai untuk budidaya ikan.

Hambatan dan Upaya Pemecahannya


Banjir: Menjelang pemanenan selama 2 hari berturut-turut terjadi hujan lebat yang menyebabkan volume air di saluran irigasi membesar. Hujan yang terjadi pada malam hari menyebabkan pelaksana studi tidak bisa mengawasi kolam ikan. Sampah yang hanyut tersangkut pada tumpukkan batu dan membendung air menyebakan bobolnya batu pengaman. Akibatnya sebagian besar ikan yang rata-rata beratnya sudah mencapai 1 kilogram tersebut hanyut. Dari 700 ekor benih ikan yang ditebar hanya tersisa 50 ekor saja dengan berat total 60 Kilogram. Ikan-ikan tersebut dijual dengan harga Rp. 20.000,per kilogram. Sampah dan Limbah: Sampah dan limbah yang mencemari air membuat ikan mati. Untuk mengatasinya penting untuk mengajak warga di sepanjang hulu melakukan usaha yang sama. Sehingga mereka juga berkepentingan untuk menjaga kebersihan sungai. Untuk menjamin agar sampah dan limbah tidak dibuang ke sungai, warga perlu diberi pemahaman tentang pentingnya menjaga kebersihan sungai dan pengolahan sampah menjadi pupuk kompos maupun barang kerajinan. Hama dan Pencurian: Hama ikan yang ada di kawasan ini adalah ular, ikan-kan predator seperti ikan gabus, dan berang-berang. Pembersihan gulma penting dilakukan agar hamahama tidak bersarang di sana. Sebelum penebaran ikan perlu dilakukan pembersihan saluran irigasi dari ikan gabus dan ular. Pengamatan ikan perlu dilakukan terus-menerus, bahkan pada malam hari. Pengawasan ini sekaligus akan mengamankan kolam budidaya dari pencurian.

Rencana Tindak Lanjut


Belajar dari pengalaman ini, pada pelaksanaan budidaya ikan selanjutnya akan dibangun jerjak dan pondasi yang kokoh dan tingginya cukup untuk menjaga agar sampah tidak

89

sampai pada jaring ikan. Dengan cara ini dapat dipastikan bahwa jaring ikan tidak akan hanyut. Waktu pelaksanaan budidaya ikan akan dilakukan pada musim panas untuk menghindari terjadinya banjir. Budidaya ikan ini akan kembali dilaksanakan pada Bulan Januari 2010. Kelompok pengelola usaha budidaya ikan perlu diperbanyak dan dilakukan penguatan kelompok untuk menunjang kerjasama dalam pengelolaan sarana irigasi. Di samping itu penguatan kesadaran menabung dan sikap bijak dalam mengelola pendapatan dan belanja rumah tangga akan terus dilakukan, agar kegiatan yang dilakukan dapat benar-benar berdampak terhadap peningkatan kesejahteraan keluarga serta menjamin kemandirian warga memenuhi kebutuhan modal usaha mandiri.

Analisa Modal dan Pendapatan


Rincian Pembiayaan:
Komponen Biaya PEMBANGUNAN SARANA FISIK Penerangan Pos Jaga dan Sarana Pos Jaga Kabel Listrik Lampu Penerangan Senter Sub Total Pembuatan Jerjak Perangkap Sampah Bambu Broti Pelat Semen Pasir Paku Ongkos Tukang Sub Total Pembuatan Jaring Pembatas Kolam Jaring kerambah diamter 0.5 Inci Bambu Pelat Paku Ongkos Tukang Sub Total 20,000 33 30 20 1 4 Meter Btng Btng Kg Hk 5,000 12,000 18,000 60,000 150,000 240,000 18,000 240,000 1,308,000 150,000 240,000 18,000 240,000 648,000 0 0 0 0 660,000 660,000 0 660,000 20 4 4 1 1 1 4 Meter Btng Btng Sack M3 Kg Hk 5,000 50,000 12,000 45,000 40,000 12,000 60,000 100,000 200,000 48,000 45,000 40,000 12,000 240,000 685,000 100,000 200,000 48,000 45,000 40,000 12,000 240,000 685,000 0 0 0 0 0 0 0 0 200 6 2 Meter Bh Bh 1,000 50,000 50,000 200,000 300,000 100,000 600,000 200,000 300,000 100,000 600,000 0 0 0 0 Vol Sat Hrg Sat Jumlah (Rp) Swadaya Dukungan

90

Proses Adaptasi Ikan Jaring Kasa Kayu Penyangga Kawat dan tali Paku Pelet Sub total Total Biaya Pembangunan Fisik PENGADAAN BENIH IKAN Pembelian Benih Transfortasi Sub Total Jumlah Total (Pembangunan Fisik dan Pengadaan Benih Ikan) 20,000 1 Ekor Trip 300 300,000 6,000,000 300,000 6,300,000 9,421,000 0 0 0 2,261,000 6,000,000 300,000 6,300,000 7,160,000 10 4 2 1 10 Mtr Bh Glng Kg Kg 20,000 50,000 10,000 12,000 9,000 200,000 200,000 20,000 18,000 90,000 528,000 3,121,000 0 200,000 20,000 18,000 90,000 328,000 2,261,000 200,000 0 0 0 0 200,000 860,000

Ringkasan
Uraian Pembangunan Sarana Fisik Pengadaan Benih Ikan Jumlah Jumlah (Rp) 3,121,000 6,300,000 9,421,000 Swadaya 2,261,000 0 2,261,000 Dukungan 860,000 6,300,000 7,160,000

Perkiraan Pendapatan dari Usaha Budidaya Ikan Mas


Prediksi Kematian Ikan Perkiraan Kematian Jumlah yang Tumbuh Besar (Jumlah benih ikan dikurangi kematian) Vol 20,000 Sat Ekor Rasio Kematian 0.25 Jumlah 5,000

20,000 - 5,000

15,000

Perkiraan Hasil : dengan asumsi per ekor yang selamat seberat 0.8 Kg dan harga per Kg: Rp. 20.000

Pembahasan
Jumlahn kebutuhan anggaran usaha ini diasumsikan mengintervensi 50 kepala keluarga, yang dibagi dalam 10 kelompok kecil. Masing-masing kelompok kecil beranggotakan 5 orang dan akan mengelola saluran irigasi sepanjang 200 meter. Total panjang saluran irigasi yang dikelola 2.000 meter. Setiap kelompok kecil akan memelihara 2.000 ekor ikan mas, dengan pendapatan per kelompok kecil sebesar Rp. 24.000.000,-. Dari pendapatan tersebut akan disisihkan 4 juta rupiah untuk modal usaha lanjutan Rp. 1.000.000,-,

91

kontribusi pembangunan desa Rp. 1.000.000,-, penerusan manfaat Rp. 1.000.000,-, dan penguatan modal kelompok usaha bersama syariah Rp. 1.000.000,-. Pendapatan per anggota adalah Rp. 4.000.000,-, yaitu dari Rp. 20.000.000,- dibagi 5 orang. Sehingga pendapatan rata-rata per bulan setiap anggota sebesar Rp. 1.000.000,-.

92

PENUTUP

Saya ingin pandai, saya mendapatkan banyak pelajaran dari fasilitator kami...

Nama saya Ratnawati. Awalnya cuma sering main ke Dusun Tanah Munggu, Desa Durian Kawan karena ada bibi yang tinggal di sini. Lama-lama, saya bertemu dengan Hamdan, orang dari dusun ini yang akhirnya menjadi suami tercinta saya. Maka akhirnya tinggallah saya di sini. Namun kami masih belum dikaruniai anak sampai 20 tahunan usia pernikahan kami. Usaha kami sehari-hari adalah berkebun dan bersawah. Sawah seluas 5 rante kami tanami padi varietas lokal Sikodok yang umur panennya mencapai 4 bulan. Hasil 1 rante padi sekitar 1 kunca. Kalau dijual sekitar Rp. 500.000,- per kunca. Tanah sawah kami hanya bisa ditanami padi setahun sekali. Bila ditanami 2 kali setahun tanahnya tidak mendukung. Pertumbuhan padinya akan tidak memuaskan. Kami hanya mengandalkan pupuk alam yang tersedia di tanah saja. Jadi, setelah panen padi, lahan kami biarkan begitu saja selama kurang lebih 5 bulan. Lalu bila akan digarap barulah dibabat dan ditanami. Di kebun kami bertanam nilam, cabe, dan tanaman kebun lainnya seperti durian. Ladang yang kami punya luasnya sekitar setengah hektar. Dari nilam kami memperoleh penghasilan 2 kali dalam setahun. Pernah sekali waktu hasil panen mencapi sekitar 4 juta rupiah sekali panen. Saya tertarik bergabung dalam kegiatan program ini karena senang. Saya ingin pandai, saya mendapatkan banyak pelajaran dari fasilitator kami, Bu Juliyanti. Saya tidak pernah absen selama mengikuti kegiatan di desa kami. Baik pada pertemuan kelompok usaha bersama syariah maupun pertemuan sekolah lapangan, karena saya ingin memperoleh pengalaman dari program ini. Semua materi yang saya terima dan pelajari sebenarnya tidak sulit. Hanya saja saya harus sabar untuk mau terus mengikuti kegiatan ini tanpa putus. Selalu bertanya dan mendengarkan pendapat dari orang lain. Hal tersebut membuat kita menjadi sedikit demi sedikit memahami arti dari perlajaran yang diberikan. Selain itu pada kegiatan usaha

93

bersama syariah, kita pun sangat dituntut kesabaran. Karena ini terkait dengan uang. Banyak orang sinis dan bisanya cuma omong dan mengkritik tanpa melakukan apapun. Dari semua kegiatan yang dilakukan, menurut saya semuanya menarik dan menyenangkan. Baik mulai dari saat menggambar peta, menganalisis lembaga-lembaga yang ada di desa dan hubungannya dengan kita, mengetahui keterkaitan antara hutan dengan pemukiman, hutan dengan sawah kita, hutan dengan gangguan satwa pada ladang, dan lain-lain. Pada kegiatan usaha bersama syariah saya merasa paling berkesan karena di situ saya bisa langsung mendapatkan pinjaman dengan mudah. Saya pun bisa punya tabungan. Harapan saya ke depan adalah bahwa tetap ada pendampingan pada kelompok kami. Tetapi kalaupun tidak bisa, saya tetap akan melanjutkan kegiatan ini sesuai dengan apa yang sudah direncanakan bersama.

94

You might also like