You are on page 1of 23

1

BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Potensi perikanan laut Indonesia yang tersebar pada semua bagian perairan laut Indonesia yang ada seperti pada perairan laut territorial, perairan laut nusantara dan perairan laut zee. Luas perairan laut Indonesia diperkirakan sebesar 81.000 km dan gugusan pulau-pulau sebanyak 17.508, memiliki potensi ikan yang diperkirakan terdapat sebanyak 6,26 juta ton pertahun yang dapat dikelola secara lestari dengan rincian sebanyak 4,4 juta ton dapat ditangkap diperairan Indonesia dan 1,86 juta ton dapat diperoleh dari perairan zeei. Pemanfaatan potensi perikanan laut Indonesia ini walaupun telah mengalami berbagai peningkatan pada beberapa aspek, namun secara signifikan belum dapat member kekuatan dan peran yang lebih kuat terhadap pertumbuhan perekonomian dan peningkatan pendapatan masyarakat nelayan Indonesia (dkp, 2006) Pengolahan adalah suatu proses yang dapat merubah baik dari rasa, bau, bentuk, dan lain-lain. Pengolahan juga bisa disebut pengawetan. Ada beberapa pengolahan yang sifatnya mengawetkan seperti, penggaraman (ikan asin), pengasapan (ikan asap), fermentasi (silase ikan), dan lain-lain. Praktek ini kami lakukan untuk mengaplikasikan materi yang kami dapat dari dosen pengampu. Praktek ini kami mengangkat judul laporan penggaraman kering dengan menggunakan garam krosok 10% I.2 Tujuan Adapun tujuan dari praktek ini adalah: 1. 2. Mengetahui cara pengolahan penggaraman kering Mengetahui uji organoleptik ikan asin dengan menggunakan score sheet organoleptik ikan asin

2 I.3 Waktu dan Tempat praktek dilaksanakan pada tanggal 08 oktober 2012 pada pukul 08.00 17.00 bertempat di workshop, sekolah tinggi perikanan, Jakarta Selatan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


II.1 Klasifikasi Ikan II.1.1 Klasifikasi Ikan Selar Kuning Adapun klasifikasi dari pada ikan selar kuning (Caranx leptolepis) menurut SAANIN (1981) adalah : Ordo Famili Genus Spesies : Percomrphi : Carangidae : Caranx : Caranx leptolepis

Gambar 1. Ikan Selar Kuning II.1.2 Morfologi Ciri-ciri dari pada ikan selar kuning adalah memiliki lubang insang yang besar, membran insang tidak menggabungkan sisik kecil dan cycloid akan tetapi runcing memyerupai jarum. Jumlah celah insang cukup banyak. Secara umum punggungnya biru kehijauan. Dua sirip dorsal yang selalu dipisahkan pada juvenil-juvenil kecil, sirip anal dengan dua duri. II.1.3 Habitat Pembacaan umur adalah suatu pengetahuan yang cukup menarik dalam bidang perikanan terutama pembacaan umur pada spesies-spesies ikan yang hidup secara alami diperairan umum. Karena kita tidak mengetahui pasti kapan suatu

4 individu ikan itu menetas dari telur, yang dapat kita ketahui adalah beberapa ukuran panjang tubuh individi ikan itu ketika tertangkap oleh nelayan. Lain halnya dengan spesies ikan yang dibudidayakan kita mengetahi berapa lama individu ikan tersebut telah dipelihara dan kalau kita ingin melacak lebih lanjut kitadapat mengetahui kapan ikan itu menetas dari telurnya. Penelitian tentang umur ikan yang berasal dari perairan sudah dilakukan sekitar 100 tahun yang lalu (Ricker, 1971). Bagian tubuh lain yang dipakai untuk menentukan umur ikan ialah tulang operculum (bagian tutup insang), batu telinga (otolith), vertebrate (tulang punggung) dan jari-jari keras sirip punggung. Bagian-bagian tubuh ini dipakai terutama untuk ikan yang tidak mempunyai sisik seperti golongan ikan lele, baung dan sebagainya, misalnya kerena musim dingin, kekurangan makanan atau factor lain, maka selain pada sisik tanda kelambatan pertumbuhan akan tercatatat pula pada bagian tubuh tersebut diatas. Cara lain untuk mengetahui umur ikan dengan menggunakan metode Petersen yaitu dengan menggunakan frekuensi panjang ikan. Angggapan yang dipakai untuk menggunakan metode ini ialah bahwa ikan satu umur mempunyai tendensi membentuk suatu distribusi normal sekitar panjang rata-ratanya. Bila frekuensi panjang tersebut digambarkan dengan grafik akan membentuk beberapa puncak. Puncak-puncak inilah yang dipakai tanda kelompok umur ikan itu. Cara ini akan baik dipakai apabila ikannya mempunyai masa pemijahan pendek, terjadi satu kali satu tahun dan umur ikan tersebut tidak panjang. Untuk ikan lain yang mempunyai masa pemijahan panjang menyebabkan lambat dari satu kelas umur lebih tinggi, akan bertumpuk atau mempunyai ukuran sama dengan ikan yang tumbuhnya lebih cepat pada umur yang lebih rendah (Effendie, 1995).

5 II.2 Penggaraman II.2.1 Prinsip Penggaraman Ikan Penggaraman merupakan proses pengawetan yang banyak dilakukan di berbagai negara, termasuk Indonesia. Proses tersebut menggunakan garam sebagai media pengawet, baik yang berbentuk kristal maupun larutan. Selama proses penggaraman, terjadi penetrasi garam ke dalam tubuh ikan dan keluarnya cairan dari tubuh ikan karena perbedaan konsentrasi. Cairan itu dengan cepat dapat melarutkan kristal garam atau mengencerkan larutan garam. Bersamaan dengan keluarnya cairan dari dalam tubuh ikan, partikel garam akan memasuki tubuh ikan. Lama kelamaan kecepatan proses pertukaran garam dan cairan semakin lambat dengan menurunnya konsentrasi garam di luar tubuh ikan dan meningkatnya konsentrasi garam di dalam tubuh ikan. Bahkan pertukaran garam dan cairan tersebut berhenti sama sekali setelah terjadi keseimbangan. Proses itu mengakibatkan pengentalan cairan tubuh yang masih tersisa dan penggumpalan protein (denaturasi serta pengerutan sel-sel tubuh ikan sehingga sifat dagingnya berubah). Selama proses penggaraman berlangsung terjadi penetrasi garam ke dalam tubuh ikan dan keluarnya cairan dari tubuh ikan karena adanya perbedaan konsentrasi. Cairan tersebut dengan cepat akan melarutkan kristal garam atau mengencerkan larutan garam. Bersamaan dengan keluarnya cairan dari dalam tubuh ikan, partikel garam pun masuk ke dalam tubuh ikan. Ikan yang telah mengalami proses penggaraman, sesuai dengan prinsip yang berlaku, akan mempunyai daya simpan tinggi karena garam dapat berfungsi menghambat atau menghentikan reaksi autolisis dan membunuh bakteri yang terdapat di dalam tubuh ikan. Cara kerja garam di dalam menjalankan fungsi kedua sebagai berikut. Garam menyerap cairan tubuh ikan, selain itu garam juga menyerap cairan tubuh

6 bakteri sehingga proses metabolisme bakteri terganggu karena kekurangan cairan, akhirnya bakteri mengalami kekeringan dan mati. Garam pada dasarnya tidak bersifat membunuh mikroorganisme (germisida). Konsentrasi garam rendah (1 3%), justru garam membantu pertumbuhan bakteri halofilik. Garam yang berasal dari tempattempat pembuatan garam di pantai mengandung cukup banyak bakteri halofilik yang dapat merusak ikan kering. Beberapa jenis bakteri dapat tumbuh pada larutan garam berkonsentrasi tinggi, misalnya red halofilic bacteria yang menyebabkan warna merah pada ikan. Selain mengakibatkan terjadinya proses osmosis pada sel-sel mikroorganisme sehingga terjadi plasmolisis. Kadar air dalam sel bakteri terekstraksi, sehingga menyebabkan kematian bakteri. Penggaraman ikan biasanya diikuti dengan pengeringan untuk menurunkan kadar air dalam daging ikan. Dengan demikian, pertumbuhan bakteri semakin terhambat. II.2.2 Pengertian Pengeringan dan Penggaraman Pengeringan merupakan suatu proses metode pengawetan produk yang pertama dilakukan oleh manusia. Selama proses pengeringan, ikan akan mengalami pengurangan kadar air yang mengakibatkan proses metabolisme bakteri pembusuk dalam tubuh ikan menjadi terganggu. Sehingga proses kemunduran mutu ikan dapat dihambat atau dihentikan. Proses pengeringan disini dapat menggunakan sistem pengasapan dan pengovenan. Proses pengeringan dilakukan setelah proses penggaraman. Penggaraman adalah suatu proseskegiatan yang bertujuan untuk mengawetkan produk hasil perikanan dengan menggunakan garam. Kadar air yang dicapai kirakira 25%-30% agar ikan hasil pengeringan dapat awet untuk disimpan. Hal yang harus dilakukan agar dapat menghasilkan ikan dengan kadar air 25%-30% yaitu jangan mengeringkan ikan secara utuh tetapi belah ikan dengan

modelbutterfly (belah jadi 2) dengan ketebalan 3 cm lalu dikeringkan pada suhu maksimal 45 derajat dengan kecepatan angin 1-2 m per detik selama 8-12 jam

7 Alat-alat yang dibutuhkan untuk proses pengeringan tidak terlalu rumit. Alat-alat tersebut berupa kompor berbahan bakar minyak tanah atau batu bara dan rak pengering dalam berbagai bentuk dan ukuran yang dapat juga dibuat sendiri dengan ukuran yang dibutuhkan. Selain beberapa alat yang telah disebutkan tadi ada juga alat yang lebih modern dan canggih yaitu pengering yang dilengkapi dengan sel penangkap sinar matahari. II.2.3 Metode Penggaraman/pengasinan dan pengeringan Teknologi penggaraman biasanya tidak digunakan sebagai metode pengawetan tunggal, biasanya masih dilanjutkan dengan proses pengawetan lain seperti pengeringan ataupun dengan perebusan. Pada dasarnya, metode penggaraman ikan dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu penggaraman kering (Dry Salting), penggraman basah (WetSalting) dan Kench Salting. a) Penggaraman Kering (Dry Salting) Metode penggaraman kering menggunakan kristal garam yang

dicampurkan dengan ikan. Pada umumnya, ikan yang berukuran besar dibuang isi perut dan badannya dibelah dua. Dalam proses penggaraman ikan ditempatkan didalam wadah yang kedap air. Ikan disusun rapi dalam wadah selapis demi selapis dengan setiap lapisan ikan ditaburi garam. Lapisan paling atas dan paling bawah wadah merupakan lapisan garam. Garam yang digunakan pada proses penggaraman umumnya berjumlah 10 % - 35 % dari berat ikan yangdigarami. Pada waktu ikan bersentuhan dengan kulit / daging ikan (yang basah/berair), garam itu mula-mula akan membentuk larutan pekat. Larutan ini kemudian akan meresap kedalam daging ikan melalui proses osmosa. Jadi, kristal garam tidak langsung menyerap air, tetapi terlebih dahulu berubah jadi larutan. Semakin lama larutan akan semakin banyak dan ini berarti kandungan air dalam tubuh ikan semakin berkurang.

8 b) Penggaraman Basah (Wet Salting) Penggaraman basah menggunakan larutan garam 30 - 35 % (dalam 1liter air terdapat 30 35 gram garam). Ikan yang akan digaramidimasukkan kedalam larutan garam tersebut, kemudian bagian atas wadah ditutup dan diberi pemberat agar semua ikan terendam. Lama waktu perendaman tergantung pada ukuran ketebalan tubuh ikan dan derajat keasinan yang diinginkan. Dalam proses osmosa, kepekatan larutan garam akan semakin berkurang karena adanya kandungan air yang keluar dari tubuh ikan, sementara itu molekul garam masuk kedalam tubuh ikan. Proses osmosa akan berhenti apabila kepekatan larutan diluar dan didalam tubuh ikan sudah seimbang. c) Kench Salting Pada dasarnya, teknik penggaraman ini sama dengan pengaraman kering (dry salting) tetapi tidak mengunakan bak /wadah penyimpanan. Ikan dicampur dengan garam dan dibiarkan diataslantai atau geladak kapal, larutan air yang terbentuk dibiarkan mengalir dan terbuang. Kelemahan dari cara ini adalah memerlukanjumlah garam yang lebih banyak dan proses

penggaramanberlangsung sangat lambat. Ada dua metode pengeringan yang biasa dilakukan yaitu : Pengeringan alami dan pengeringan mekanis. Keuntungan pengeringan alami antara lain adalah tidak memerlukan peralatan dan keterampilan khusus tetapi memiliki kelemahan yaitu membutuhkan tempat yang luas serta waktu pengeringan (suhu) sulit dikendalikan. Keuntungan pengeringan mekanis antara lain : waktu pengeringan (suhu) dapat dikendalikan dan tidak memerlukan tempat yang luas. Kelemahan pengeringan mekanis antara lain membutuhkan sarana dan keterampilan khusus.

9 II.2.4 Tahapan Proses Pengeringan Pengawetan secara pengeringan dilakukan setelah dilakukan proses penggaraman. Tahapan dari proses pengeringan terdiri dari pengangkatan ikan dari wadah yang membedakan pengeringan ikan dengan sinar matahari langsung dan tanpa sinar matahari langsung adalah sumber panas yang digunakan. Kita dapat menggunakan kompor berbahan minyak tanah, batu bara ataupun listrik. Sedangkan pembilasan, prosesnya meliputi pencucian bahan mentah, penggaraman, dan diikuti

penggeringan,

pendinginan

(diangin-anginkan)

pengepakan sesuai kebutuhan.

Kecepatan penguapan atau pengeringan dipen garuhi beberapa faktor antara lain :

1) Kecepatan udara. Semakin cepat udara maka ikan akan semakin cepat kering 2) Suhu udara. Makin tinggi suhu udara maka penguapan akan semakin cepat 3) Kelembaban udara. Makin lembab udara, proses penguapan akan semakin lambat 4) Ketebalan daging ikan. Makin tebal daging ikan, proses pengeringan makin berjalan lambat 5) Arah aliran udara terhadap tubuh ikan. Makin kecil sudut arah udara terhadap posisi tubuh ikan maka ikan semakin cepat kering 6) Sifat / kandungan tubuh ikan. Ikan yang berkadar lemak tinggi akan lebih sulit dikeringkan.

10

BAB III METODOLOGI


III.1 Alat Alat yang dibutuhkan dalm praktek ini adalah: Pisau Baskom Talenan Besek Timbangan

III.2 Bahan Bahan yang dibuthkan dalam praktek in adalah: Ikan kembung Garam Air bersih

III.3 Cara Kerja Ikan ditimbang seberat 500 gram Lalu ikan disiangi dan fillet butterfly dan dicuci Ikan ditimbang lagi dan berat yang didapatkan (350 gram) akan dihitung jumlah garam yang dibutuhkan Timbang garam 10% dari berat ikan yaitu Setelah itu dilakukan penggaraman yaitu dengan cara lapisan paling bawah garam lalu ikan, garam lagi dan ikan sampai seterusnya. lapisan paling atas garam Lalu ditutup dan dibiarkan selama semalaman

11 Kemudian penjemuran 1 hari atau 2 hari Pengemasan Uji organoleptik ikan asin kering dengan score sheet organoleptik ikan asin kering

12

BAB IV PROSEDUR
IV.1 Penanganan dan Pengolahan sesuai SNI 2721.3:2009

Penerimaan a. Potensi bahaya: kemunduran mutu dan kontaminasi bakteri patogen.

b. Tujuan: mendapatkan bahan baku yang memenuhi persyaratan mutu dan terhindar dari kontaminasi bakteri patogen. c. Petunjuk: bahan baku yang diterima di unit pengolahan diuji secara organoleptik, untuk mengetahui mutunya. Bahan baku kemudian ditangani secara hati-hati, cepat, cermat dan saniter dengan suhu produk maksimal 5 C. Bahan baku diidentifikasi dan diberi kode untuk kemudahan dalam penelusuran (tracebility) dan dipertahankan sampai tahapan produk akhir.

Sortasi a. Potensi bahaya: jenis dan ukuran yang mutu, dan kontaminasi bakteri patogen. tidak sesuai, kemunduran

b. Tujuan: mendapatkan mutu, jenis dan ukuran yang sesuai serta bebas dari kontaminasi bakteri patogen. c. Petunjuk: ikan dipisahkan berdasarkan mutu, jenis dan ukuran. Sortasi mutu dilakukan secara organoleptik, sortasi jenis dilakukan untuk memisahkan jenis yang tidak dikehendaki dan sortasi ukuran dilakukan dengan cara penimbangan. Sortasi dilakukan secara hati-hati, cepat, cermat dan saniter dengan mempertahankan suhu produk maksimal 5 C.

Pencucian a. Potensi bahaya: kemunduran mutu dan kontaminasi bakteri patogen.

13 b. Tujuan: membersihkan kotoran dan mencegah kontaminasi bakteri. c. Petunjuk: ikan dicuci dengan menggunakan air bersih dingin

yang mengalir secara cepat, cermat dan saniter dengan mempertahankan suhu produk maksimal 5 C.

Penyiangan a. Potensi bahaya: kemunduran mutu dan kontaminasi bakteri patogen.

b. Tujuan: mendapatkan ikan yang bersih dari insang dan isi perut serta mereduksi kontaminasi bakteri patogen. c. Petunjuk: ikan disiangi dengan cara membuang insang dan isi perut. Penyiangan dilakukan dengan cepat, cermat dan saniter sehingga tidak menyebabkan pencemaran pada tahap berikutnya dengan mempertahankan suhu produk maksimal 5 C.

Pencucian II a. Potensi bahaya: kemunduran mutu dan kontaminasi bakteri patogen.

b. Tujuan: membersihkan kotoran dan mencegah kontaminasi bakteri. c. Petunjuk: ikan dicuci dengan menggunakan air bersih dingin

yang mengalir secara cepat, cermat dan saniter dengan mempertahankan suhu produk maksimal 5 C.

Pembentukan a. Potensi bahaya: kemunduran mutu dan kontaminasi bakteri patogen,

b. Tujuan: mendapatkan ikan dengan bentuk sesuai yang diinginkan. c. Petunjuk: ikan dibentuk sesuai yang diinginkan. Pembentukan dilakukan dengan cepat, cermat dan saniter sehingga tidak menyebabkan pencemaran pada tahap berikutnya dengan mempertahankan suhu produk maksimal 5 C.

14 Pencucian III a. Potensi bahaya: kemunduran mutu dan kontaminasi bakteri patogen.

b. Tujuan: membersihkan kotoran dan mencegah kontaminasi bakteri. c. Petunjuk: ikan dicuci dengan menggunakan air bersih dingin

yang mengalir secara cepat, cermat dan saniter dengan mempertahankan suhu produk maksimal 5 C

Penirisan a. Potensi bahaya: Kemunduran mutu dan kontaminasi bakteri patogen.

b. Tujuan: mengeluarkan air dari tubuh ikan. c. Petunjuk: ikan yang sudah dicuci dan dibentuk ditiriskan menggunakan keranjang sampai permukaan ikan cukup kering. Ikan yang sudah ditiriskan ditimbang beratnya.

Penggaraman a. Potensi bahaya: kemunduran mutu dan kontaminasi bakteri patogen.

b. Tujuan: memberi rasa asin pada ikan dengan kadar garam sesuai yang diinginkan. c. Petunjuk: kering: ikan dimasukkan ke dalam bak penggaraman dan

disusun secara berlapis-lapis antara ikan dan garam (jumlah garam yang digunakan 5 % - 35 % dari berat ikan bersih). Penggaraman dengan larutan garam jenuh: ikan dimasukan dalam dalam bak perendaman yang berisi larutan garam jenuh ( tingkat kejenuhan 90 % b/v). Masing-masing lama penggaraman dilakukan selama 24 jam dan selama proses bak penggaraman ditutup rapat.

15 Pencucian IV a. Potensi bahaya: kemunduran mutu dan kontaminasi bakteri patogen.

b. Tujuan: menghilangkan kristal-kristal garam serta benda asing lainnya yang menempel pada ikan. c. Petunjuk: ikan dicuci dengan hati-hati menggunakan air bersih yang mengalir secara cepat, cermat dan saniter.

Pengeringan a. Potensi bahaya: kemunduran mutu dan kontaminasi bakteri patogen.

b. Tujuan: mendapatkan ikan dengan tingkat kadar air yang diinginkan serta bebas bakterin patogen. c. Petunjuk: ikan diatur secara merata di atas para-para kemudian dijemur di bawah sinar matahari. Selama penjemuran dilakukan pembalikan secara periodik agar tingkat kekeringan ikan dapat merata. Proses pengeringan dapat pula menggunakan metode lain misalnya dengan menggunakan metode pengeringan mekanis/mechanical drying.

Sortasi a. Potensi bahaya: kemunduran mutu, kontaminasi bakteri patogen, jenis dan ukuran tidak sesuai. b. Tujuan: mendapatkan mutu, jenis dan ukuran yang sesuai serta bebas bakteri patogen. c. Petunjuk: Sortasi dilakukan terhadap mutu, jenis dan ukuran, sortasi dilakukan secara cepat, cermat dan saniter.

Penimbangan a. Potensi bahaya: kontaminasi bakteri patogen.

16 b. Tujuan: mendapatkan berat ikan asin yang sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan dan bebas dari kontaminasi bakteri patogen. c. Petunjuk: ikan asin ditimbang sesuai berat yang ditentukan menggunakan timbangan yang telah ditera. Penimbangan dilakukan secara hati-hati, cepat, cermat, saniter, untuk mempertahankan keutuhan bentuk ikan.

Pengemasan dan Pelabelan a. Potensi bahaya: kontaminasi bakteri patogen, kerusakan fisik dan kesalahan label. b. Tujuan: melindungi produk dari kontaminasi bakteri dan kerusakan fisik selama transportasi dan penyimpanan. c. Petunjuk: produk akhir ikan asin kering dikemas menggunakan bahan pengemas yang baik dan benar serta memenuhi persyaratan bagi produk kering. Produk yang telah dikemas lalu diberi label. Pengemasan dan pelabelan dilakukan secara hati-hati, mempertahankan keutuhan bentuk ikan. cepat, cermat, saniter, untuk

Pengemasan Bahan kemasan Bahan kemasan untuk Ikan asin kering harus bersih, tidak mencemari produk yang dikemas, terbuat dari bahan yang baik dan memenuhi persyaratan bagi produk Ikan asin kering. Teknik pengemasan Produk akhir harus dikemas dengan cepat, cermat secara saniter dan higienis, pengemasan harus dilakukan dalam kondisi yang dapat mencegah terjadinya kontaminasi dari luar terhadap produk.

17 Syarat pelabelan Setiap kemasan produk ikan asin kering yang akan diperdagangkan agar diberi tanda dengan benar dan mudah dibaca, mencantumkan bahasa yang dipersyaratkan disertai keterangan sekurang-kurangnya sebagai berikut: a. nama produk;

b. berat bersih atau isi bersih; c. daftar bahan yang digunakan;

d. nama dan alamat produsen pihak yang memproduksi atau memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia; e. f. tanggal, bulan dan tahun produksi; tanggal, bulan dan tahun kedaluwarsa.

Penyimpanan Produk ikan asin kering disimpan dalam ruangan yang dijaga kelembabannya serta terlindung dari hal-hal yang dapat merusak atau

menurunkan mutu produk seperti panas, insekta dan hewan pengerat. Penataan produk dalam ruangan diatur sedemikian rupa sehingga memungkinkan sirkulasi udara dapat merata dan memudahkan pembongkaran

18 IV.2 Pengamatan pengamatan yang dilakukan sesuai standarisasi dengan menggunakan SNI ikan asin kering melalui tabel penilaian sensori ikan asin kering SNI 2346. Tabel sensori ini berfungsi untuk menilai hasil ikan asin kering bagus atau tidak, karena tabel sensori ini mencakup spesifikasi dari ikan asin kering mulai dari kenampakan, bau, rasa, tekstur dan jamur, dari masing-masing spesifikasi tersebut ada poin-poin yang memiliki nilai masing-masing.

19

BAB V HASIL DAN PENGAMATAN


Ikan merupakan satu diantara bahan makanan protein yang paling mudah mengalami pembusukan. Dimana pembusukan dapat menyebabkan perubahan dalam bau dan rasa yang berakibat menurunnya mutu ikan. Oleh karena itu, sangat diperlukan tindakan yang tepat didalam pencegahan pembusukan tersebut, mulai dari saat penangkapan sampai tiba ditangan konsumen. Tindakan yang dimaksud ialah berupa pengolahan seperti penggaraman dan pendinginan. (Mulyadi, 2005) Hasil praktek penggaraman ikan ini bisa dilihat dari tabel penilaian sensori ikan asin kering sesuai SNI 2346. 1. Sensori sesuai SNI 2346. Tabel penilaian sesnsori ikan asing kering Spesifikasi Kenampakan Utuh, rapih, bercahaya menurut jenis Utuh, bersih, kurang rapih menurut jenis Utuh, bersih, agak kusam Utuh, kurang bersih agak kusam 9 8 7 6 v Nilai Kode Contoh 1 2 3 4 5

Sedikit rusak fisik, kurang bersih, beberapa bagian 5 berkarat Sedikit rusak fisik, warna sudah berubah Sebagian hancur, kotor Hancur, kotor sekali, warna berubah dari spesifik jenis Bau Harum spesifik jenis tanpa bau tambahan Kurang harum, tanpa bau tambahan Hampir netral, sedikit bau tambahan 9 8 7 v 4 3 1

20 Netral, sedikit bau tambahan Bau tambahan menggangu, tidak busuk, agak tengik Tengik, agak apek, bau amoniak Tidak enak, agak busuk, amoniak keras Busuk Rasa Sangat enak sekali, spesifik jenis, tanpa rasa tambahan Sangat enak, spesifik jenis, tanpa rasa tambahan Enak, spesifik jenis, sedikit rasa tambahan Agak enak, spesifik jenis, sedikit rasa tambahan Kurang enak, sedikit rasa tambahan Tidak enak, agak busuk Tekstur Padat, kompak, lentur, cukup kering Padat, kompak, lentur, kurang kering Terlalu keras, tidak rapuh Padat, tidak rapuh Padat, basah, tidak mudah terurai Kering, rapuh, mudah terurai Sangat rapuh, mudah terurai Jamur Tidak ada Ada 9 1 Dari nilai sensori diatas kita dapat lihat bahwa hasilmyang didapatkan cukup baik, mulai dari kenampakan yaitu nilai 9 (utuh, rapih, bercahaya menurut jenis), bau yaitu nilai 9 (harum spesifik jenis tanpa bau tambahan), rasa yaitu nilai 5 (agak enak, spesifik jenis, sedikit rasa tambahan), tekstur yaitu nilai 9 (padat, kompak, lentur, cukup kering), dan jamur yaitu nilai 9 (tidak ada). Penjelasan diatas kami menghitung nilai rata-rata yang didapatkan adalah 8,2. v 9 8 7 6 5 3 1 v 9 7 6 5 3 1 v 6 5 4 3 1

21 Ikan asin yang dihasilkan kurang bersih, karena praktek ini garam yang digunakan adalah garam krosok 30% sehingga membuat ikan asinnya memiliki rasa yang sangat asin.

22

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN


VI.1 Kesimpulan kesimpulan yang didapatkan dari penyusunan laporan praktek ini adalah sebagai berikut: 1. Penggaraman adalah suatu rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk mengawetkan produk hasil perikanan dengan menggunakan garam 2. Metode penggaraman dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam yaitu dry salting (penggaraman kering), wet salting (penggaraman basah) dan kench salting (penggaraman kering tanpa wadah). 3. Nilai sensori yang didapatkan dengan rata-rata 8,2 4. Ikan asin yang menggunakan garam krosok tidaklah bersih sehingga produk yang dihasilkan tidak memenuhi standarisasi VI.2 Saran saran dari kami dalam melaksanakan praktek penggaraman ini haruslah diperhatikan kebersihannya mulai alat, bahan dan ruangan yang digunakan agar produk yang dihasilkan baik.

23

DAFTAR PUSTAKA
Desroirer,Norman W. 2008. Pengawetan dan Pengolahan Bahan Pangan .Uip: Jakarta Djuhanda, T. 1981. Dunia ikan. Bagian I. Kehidupan ikan dalam ekosistem perairan di Indonesia. 20 hal.
Eddy Afrianto, Ir dan Evi Liviawaty, Ir - Pengawetan dan Pengolahan Ikan. PT Kanisius Yogyakarta 1989

Effendie, M. I., 1995. Metode biologi perikanan. Yayasan Dwi Sri, Bogor. 122 hal. Efeendie., M. I., D. J. Sjafei.; M. Raharjo; R. Affandi dan Sulistiono., 1979. Ichthyology Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor, Bogor. 183 hal (tidak diterbitkan). Sasi, M,dkk.2000. Chilling Fresh Fish in Dry and Wet Ice. http:// biophyspal journal. com S, Mulyadi. 2005. Ekonomi Kelautan. Raja Grafindo Persada. Jakarta http://fpik.bunghatta.ac.id/files/downloads/E-book/Dasar Dasar% 20Teknologi% 20Hasil%20Perikanan/bab_4.pdf http://perpustakaandinaskelautandanperikanan.blogspot.com/2011/05/pengawetan -ikan-dengan-metode.html http://wendyalan.blogspot.com/

You might also like