You are on page 1of 25

Citizen Charter sebagai Tawaran Solutif terhadap Reformasi Birokrasi Bidang Kesehatan.

Makalah Disusun untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah: Reformasi Administrasi Dosen Pembimbing: Bpk. Minto Hadi, Drs, M. Si.

Disusun Oleh: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. FATIN NUHA ASTINI INTAN PERMATASARI YANUAR MAHESA W. FAHREZA PUTRA HARYO SENO W.P WYNDA SATRIA PUTRI SEPTYANA R. SURYA PERWITA Y. (105030113111004) (105030101111051) (105030107111055) (105030113111011) (105030101111137) (105030102111002) (105030101111110) (105030107111059)

KELOMPOK 4 KELAS F

JURUSAN ADMINISTRASI PUBLIK FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2012

Yang ada bukan kegagalan , melainkan kesempatan untuk mengetahui kekurangan untuk pembenaran.

Daftar Isi Bab I : Pendahuluan ........................................................................................................................ 4 1.1 Latar Belakang ...................................................................................................................... 4 1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................................. 5 1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................................................... 5 Bab II : TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................................... 5 2.1.Reformasi Birokrasi .............................................................................................................. 5 2.2.PELAYANAN PRIMA ......................................................................................................... 9 Bab III : PEMBAHASAN ............................................................................................................ 12 3.1. Gambaran Umum Birokrasi Kesehatan Indonesia dan Keterkaitanya dengan CC ............ 12 3.2.Penerapan CC di RSUD Sultan Imanudin Pangkalan Bun (Study kasus). ......................... 19 Bab IV : Penutup ........................................................................................................................... 23 4.1. Kesimpulan dan Rekomendasi ........................................................................................... 23 Daftar Pustaka ............................................................................................................................... 24

Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Pelayanan publik merupakan kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan hak-hak sipil setiap warga negara dan penduduk atas suatu barang, jasa, dan atau pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.Pelayanan publik pada dasarnya menyangkut aspek kehidupan yang sangat luas.Dalam kehidupan bernegara, maka pemerintah memiliki fungsi memberikan berbagai pelayanan publik yang diperlukan oleh masyarakat, mulai dari pelayanan dalam bentuk pengaturan atau pun pelayanan-pelayanan lain dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dalam bidang pendidikan, kesehatan, utlilitas, dan lainnya. Pelayanan publik merupakan hak yang tertuang dalam UUD 1945, sebagai hak konstitusi yang harus dipenuhi oleh negara. Kualitas pelayanan publik merupakan persoalan riil yang langsung bersentuhan dengan kebutuhan masyarakat. Dalam kenyataannya, hak- hak tersebut belum diperoleh masyarakat. Pemerintah sebagai aktor tunggal pemberi layanan memposisikan masyarakat sebagai service customer yang pasif, objek penerima layanan, lemah dan termarjinalisasi, dengan membatasi keterlibatan warga negara dalam proses pelayanan, melalui peran dominan negara, mulai dari perencanaan, pengelolaan pegawai, pengarahan, pengkoordinasian, pelaporan, dan penganggaran dalam pelayanan. Konsepsi kepentingan publik sendiri dimaknai sebagai sesuatu penjelasan dari politik yang diekspresikan dalam aturan hukum. Sedangkan tanggungjawab kepentingan publik berada dalam konteks klien dan konsumen. Semua yang terjadi itu adalah kondisi pelayanan publik yang masih jauh dari tuntutan dan harapan masyarakat. Pelayanan public yang prima juga mencakup pada birokrasi Kesehatan yang notabene sebagai kebutuhan primer masyarakat yang juga menjadi tanggung jawab negara.seperti yang kita ketahui saat ini, birokrasi kesehatan dengan berbagai keamburadulanya memerlukan reformasi yang mendesak agar tercipta pelayanan prima yang berimbas pada pemerataan kesehatan masyarakat yang kemudian akan mendukung pula pencapaian MDGS. Pelayanan prima dalam birokrasi kesehatan juga menjadi salah satu alat untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah yang semakin berkurang, akibat krisis ekonomi yang terus menerus berkelanjutan pada saat ini. Hal tersebut menjadikan pemberian pelayanan publik yang berkualitas kepada masyarakat menjadi semakin penting untuk dilaksanakan. Menanggapi masalah tersebut, Badan RSUD Sultan Imanudin Pangkalan Bun menerapkan Citizen Charter sebagai salah satu gerakan Reformasi dalam memberikan pelayanan prima kepada masyarakat khususnya mengenai urusan perolehan pelayanan kesehatan. Penerapan citizen charter pada rumah sakit tersebut menunjukkan adanya kejelasan mulai dari

visi, misi, standar pelayanan, alur pelayanan hingga mempersilahkan pengguna layanan untuk menyampaikan keluhan, kritik dan saran gunan memperbaiki manajemen pelayanan rumah sakit tersebut. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk menyusun makalah Citizen Charter sebagai Tawaran Solutif terhadap Reformasi Birokrasi Bidang Kesehatan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana gambaran umum birokrasi bidang kesehatan di Indonesia dan kaitanya dengan Citizens Charter?
2. Bagaimana penerapan Bagaiman penerapan CC di RSUD Sultan Imanudin Pangkalan Bun? (Study kasus)

1.3 Tujuan Penulisan


Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini yaitu :

1. Untuk mengetahui gambaran umum birokrasi bidang kesehatan di Indonesia dan kaitanya dengan Citizens Charter.
2. Untuk mengetahui penerapan CC di RSUD Sultan Imanudin Pangkalan Bun (Study kasus).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Reformasi Birokrasi
2.1.1.Definisi Reformasi Birokrasi Birokrasi berasal dari kata "Bureau' yang berarti meja atau kantor; dan kata "kratia" (cratein) yang berarti pemerintah/rakyat. Pada mulanya, istilah ini digunakan untuk menunjuk pada suatu sistematika kegiatan kerja yang diatur atau diperintah oleh suatu kantor melalui kegiatan-kegiatan administrasi. Dalam konsep bahasa Inggris secara umum, Birokrasi disebut

dengan "civil service". Selain itu juga sering disebut dengan public sector, public service atau public administration. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, Birokrasi adalah (1) sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai pemerintah yang berpegang pada hierarki dan jenjang jabatan; (2) cara bekerja atau susunan pekerjaan yang serba lamban serta menurut tata aturan (adat dan sebagainya) yang banyak liku-likunya. Birokrat adalah penyelenggara birokrasi; dan birokratis adalah pemerintahan yang bersifat birokrasi, cenderung lamban dan statis. apabila dikaitkan dengan Reformasi, kata Reform menurut Oxford Advanded Learners Dictionary (1978) adalah "make become better by removing or putting right what is bed or wrong. Rumusan tersebut menggambarkan bahwa pada dasarnya reformasi adalah "mengubah atau membuat sesuatu menjadi 'lebih baik' dari sesuatu yang sudah ada". Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, "Reformasi adalah 'perubahan radikal' untuk perbaikan (bidang sosial, politik atau agama) di suatu masyarakat atau negara". Orang yang menganjurkan adanya perbaikan bidang politik, sosial atau agama tanpa kekerasan disebut Reformis. Reformasi Birokrasi dimaksudkan agar birokrasi pemerintah selalu bisa menjalankan kerjanya dengan baik untuk melayani masyarakat sesuai dengan prinsip-prinsip 'manajemen modern'. Ini mengandung maksud adanya proses atau rangkaian kegiatan dan tindakan yang sungguh-sungguh dan rasional, sehingga ada konsep dan sistem yang jelas berlangsung terus menerus secara berkelanjutan dalam enam pekerjaan meliputi evaluasi, penataan, penertiban, perbaikan, penyempurnaan, pembaharuan. Objeknya adalah pada semua sektor penyelenggara negara bidang pemerintahan (kelembagaan, SDM aparatur, ketatalaksanaan, akuntabilitas, pelayanan publik) dalam kerangka mewujudkan penyelenggaraan dan pemerintahan yang baik (good governance) yang mempunyai tujuan utama memberikan pelayanan yang lebih baik/prima kepada masyarakat (excellent services for civil society).

Makna Reformasi Birokrasi 1. Perubahan besar dalam paradigma dan tata kelola pemerintahan Indonesia. 2. Pertaruhan besar bangsa Indonesia dalam menghadapi tantangan abad ke-21. 3. Berkaitan dengan ribuan proses tumpang tindih antar fungsi-fungsi pemerintahan, melibatkan jutaan pegawai, dan memerlukan anggaran yang tidak sedikit.

4. Menata ulang proses birokrasi dari tingkat tertinggi hingga terendah dan melakukan terobosan baru dengan langkah-langkah bertahap, konkret, realistis, sungguh-sungguh, berpikir di luar kebiasaan yang ada, perubahan paradigma, dan dengan upaya luar biasa. 5. Merevisi dan membangun berbagai regulasi, memodernkan berbagai kebijakan dan praktek manajemen pemerintah pusat dan daerah, dan menyesuaikan tugas fungsi instansi pemerintah dengan paradigma dan peran baru Pokok-Pokok Pikiran Reformasi Birokrasi 1. Kelembagaan Organisasi ramping struktur dan banyak/kaya fungsi, efisien, dan efektif organisasi disusun berdasarkan visi, misi, dan strategi yang jelas (structure follows strategy), organisasi efisien dan efektif, rasional, dan proporsional, flat atau datar, ramping, pembidangan sesuai beban dan sifat tugas, span of control yang ideal, bersifat jejaring (small organization but large networking), banyak diisi jabatan- jabatan fungsional (mengedepankan kompetensi dan profesionalitas dalam pelaksanaan tugas), dan menerapkan strategi organisasi pembelajaran (learning organization) yang cepat beradaptasi dengan terhadap perubahan. 2. Sumber Daya Manusia Aparatur SDM yang ingin dibangun adalah PNS yang profesional, netral, dan sejahtera, manajemen kepegawaian modern, PNS yang profesional, netral, sejahtera, berdaya guna, berhasil guna, produktif, transparan, bersih dan bebas KKN untuk melayani dan memberdayakan masyarakat, jumlah dan komposisi pegawai yang ideal (sesuai dengan tugas, fungsi dan beban kerja yang ada di masing-masing instansi pemerintah). 3. Tata Laksana atau Manajemen Ketatalaksanaan aparatur pemerintah disederhanakan, ditandai oleh mekanisme, sistem, prosedur, dan tata kerja yang tertib, efisien, dan efektif, melalui pengaturan ketatalaksanaan yang sederhana: standar operasi, sistem, prosedur, mekanisme, tata kerja, hubungan kerja dan prosedur pada proses perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi dan pengendalian, proses korporatisasi dan privatisasi, pengelolaan sarana dan prasarana kerja, penerapan perkantoran elektronis dan pemanfaatan teknologi informasi (e-government), dan apresiasi kearsipan, juga penataan birokrasi yang efisien, efektif, transparan, akuntabel, hemat, disiplin, dan penerapan pola hidup sederhana, efisiensi kinerja aparatur dan peningkatan budaya kerja, terwujudnya

sistem dan mekanisme kerja yang efektif dan efisien (dalam administrasi pemerintahan maupun pelayanan kepada masyarakat). 4. Akuntabilitas Kinerja Aparatur Pemahaman tentang akuntabilitas terus ditingkatkan dan diupayakan agar diciptakan Kinerja Instansi pemerintah yang berkualitas tinggi, akuntabel dan bebas KKN, ditandai oleh Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) yang efektif, sistem dan lingkungan kerja yang kondusif: berdasarkan peraturan dan tertib administrasi, terlaksananya sistem akuntabilitas instansi yang berguna sebagai sarana penilaian kinerja instansi dan individu oleh stakeholders (atasan, masyarakat, dan pihak lain yang berkepentingan) didukung sistem informasi dan pengolahan data elektronik yang terpadu secara nasional dan diterapkan di semua departemen/lembaga di bidang perencanaan dan penganggaran. 5. Pengawasan Diharapkan terbangun sistem pengawasan nasional dengan elemen- elemen pengawasan fungsional (wasnal), pengawasan internal (waskat), pengawasan eksternal, dan pengawasan masyarakat (wasmas), ditandai oleh sistem pengendalian dan pengawasan yang tertib, dan terbentuknya sistem informasi pengawasan yang mendukung pelaksanaan tindak lanjut, serta jumlah dan kualitas auditor profesional yang memadai, intensitas tindak lanjut pengawasan dan penegakan hukum secara adil dan konsisten. 6. Pelayanan Publik Pelayanan publik sebagai barometer transparansi dan akuntabilitas, diharapkan dapat didorong upaya mewujudkan pelayanan publik yang prima dalam arti pelayanan yang cepat, tepat, adil, dan akuntabel, ditandai oleh pelayanan tidak berbelit-belit, informatif, akomodatif, konsisten, cepat, tepat, efisien, transparan dan akuntabel, menjamin rasa aman, nyaman, dan tertib, kepastian (persyaratan biaya waktu pelayanan dan aturan hukum), dan tidak dijumpai pungutan tidak resmi. 7. Budaya Kerja Produktif, Efisien dan Efektif Penumbuhkembangan budaya kerja produktif, efisien dan efektif harus didorong agar terbangun kultur birokrasi pemerintah yang produktif, efisien, dan efektif, terciptanya iklim kerja yang berorientasi pada etos kerja dan produktivitas yang tinggi, melalui Pengembangan Budaya Kerja yang mengubah mindset, pola pikir, sikap dan perilaku serta motivasi kerja; menemukenali

kembali karakter dan jati diri, membangun birokrat berjiwa entrepreneur, dengan pengembangan budaya kerja yang tinggi (terbentuk pola pikir, sikap, tindak dan perilaku, serta budaya kerja pegawai yang etis, bermoral, profesional, disiplin, hemat, hidup sederhana, jujur, produktif, menghargai waktu, menjadi panutan dan teladan, serta mendapat kepercayaan masyarakat).

2.2.PELAYANAN PRIMA
2.2.1. PELAYANAN Secara etimologis, pelayanan ialah usaha melayani kebutuhan orang lain. Pelayanan pada dasarnya adalah kegiatan yang ditawarkan kepada konsumen atau pelanggan yang dilayani, yang bersifat tidak berwujud dan tidak dapat dimiliki. Pelayanan publik yang dimaksud dalam Keputusan Menpan Nomor 63 Tahun 2003 (Menpan, 2003:2) adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sejalan dengan Rancangan Undang Undang Pelayanan Publik (Republik Indonesia, 2007:2) memaknai bahwa pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan hakhak sipil setiap warga negara dan penduduk atas suatu barang, jasa, dan atau pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Berdasarkan organisasi yang menyelenggarakannya, pelayanan publik atau pelayanan umum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. Pelayanan publik atau pelayanan umum yang diselenggarakan oleh organisasi privat, adalah semua penyediaan barang atau jasa publik yang diselenggarakan oleh swasta, seperti misalnya rumah sakit swasta, PTS, perusahaan pengangkutan milik swasta. 2. Pelayanan publik atau pelayanan umum yang diselenggarakan oleh organisasi publik. Yang dapat dibedakan lagi menjadi : a) Yang bersifat primer dan,adalah semua penyediaan barang/jasa publik yang diselenggarakan oleh pemerintah yang di dalamnya pemerintah merupakan satusatunya penyelenggara dan pengguna/klien mau tidak mau harus memanfaatkannya. Misalnya adalah pelayanan di kantor imigrasi, pelayanan penjara dan pelayanan perizinan. b) Yang bersifat sekunder, adalah segala bentuk penyediaan barang/jasa publik yang diselenggarakan oleh pemerintah, tetapi yang di dalamnya pengguna/klien tidak harus mempergunakannya karena adanya beberapa penyelenggara pelayanan.

1.2.2. PELAYANAN PRIMA Pelayanan Prima secara harfiah berarti pelayanan yang sangat baik, atau pelayanan yang terbaik. Pelayanan prima adalah faktor kunci dalam keberhasilan suatu perusahaan. Jika bisnis tumbuh dan berkembang serta tetap bisa bertahan dalam persaingan maka keuntungan dan pendapatan juga harus meningkat. Untuk melaksanakan hal ini, maka kita perlu meningkatkan jumlah pelanggan yang kita miliki, dengan demikian kita memelihara dan mempertahankan pelanggan kita seperti halnya mendapatkan pelanggan yang baru. Jadi dalam hal memenangkan bisnis baru, kita juga perlu mempertahankan loyalitas konsumen yang ada. Pelayanan prima berarti memelihara dan mempertahankan pelanggan kita dan menambah pelanggan baru. Banyak aspek yang dapat memberikan kepuasan pelanggan dan bukan hanya sekedar memberikan yang terbaik. Dalam era pasar bebas saat ini, banyak ditawarkan barangbarang yang bermutu saja, tetapi hubungan yang berlanjutdan berkesinambungan antara penjual dan pelanggan belum diperhatikan dengan baik. Pelayanan prima yang baik dibutuhkan semua anggota perusahaan tanpa kecuali. Pelayanan prima bukan hanya sekedar memberikan suatu layanan, hal ini memerlukan sedikit pelayanan ekstra dan sesuai dengan harapan pelanggan yang mengharapkan pelayanan yang terbaik. Ini berarti membuat karyawan yang bekerja diperusahaan melakukan pilihan, langkah, sikap dalam berhubungan dengan pelanggan yang tepat. A. Pentingnya Pelayanan Prima Suatu perusahaan yang ingin maju mengharapkan pelanggan untuk membeli barang atau jasanya dan tetap menjaga agar pelanggan tetap membeli barangnya. Walaupun banyak perusahaan menawarkan produk-produk yang bersaing, tetapi tujuannya adalah untuk menarik pelanggan yang sama. Para pelanggan biasanya mempunyai supplier, yang semuanya menawarkan produk dan jasa yang sejenis. Dengan demikian pelanggan mempunyai pilihan yang banyak. Meskipun demikian dari sudut pandang perusahaan, pelanggan mutlak dipertahankan dan perlu dicermati sikap pelanggan. Demikian pula sikap karyawan perusahaan yang ikut berperan dalam meningkatkan pelayanan kepada pelanggan yang merupakan kunci sukses dari perusahaan.

Sebagian besar orang-orang mencoba memberikan pelayanan yang terbaik, sebaliknya suatu saat kita menerima pelayanan yang buruk. Pengalaman ini cenderung tidak menyenangkan dan pelanggan cenderung mengingatnya. Pelayanan prima penting bagi perusahaan, pelanggan, dan bagi staff perusahaan. Hal ini penting bagi perusahaan karena dapat mempertahankan loyalitas pelanggan dan membantu untuk mengamankan masa depan bisnisnya. Penting bagi pelanggan karena memberi kombinasi untuk mengambil keputusan dalam hal membeli dan memilih produk serta menjamin untuk memenuhi kebutuhannya. Penting bagi staff perusahaan karena memberikan kebanggan pada mereka, perusahaan dan produknya. B. Prinsip-prinsip Pelayanan Prima Pelayanan prima dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip yakni attitude (sikap) yang benar, attention (perhatian) yang tidak terbagi, serta action (tindakan) yang dicari oleh pelanggan. Dalam pelayanan prima berdasarkan konsep attitude (sikap) meliputi 3 prinsip yakni sebagai berikut: 1. Melayani pelanggan berdasarkan penampilan yang sopan dan serasi. 2. Melayani pelanggan dengan berpikiran positif, sehat, dan logis. 3. Melayani pelanggan dengan sikap menghargai. Selain itu pelayanan prima berdasarkan attention (perhatian) meliputi 3 prinsip antara lain: 3. Mendengarkan dan memahami secara sungguh-sungguh kebutuhan para pelanggan. 4. Mengamati dan menghargai perilaku para pelanggan. 5. Mencurahkan perhatianpenuh kepada para pelanggan. Serta pelayanan prima berdasarkan konsep action (tindakan) meliputi 5 prinsip antara lain: 1. Mencatat setiap pesanan para pelanggan. 2. Mencatat kebutuhan para pelanggan. 3. Menegaskan kembali kebutuhan para pelanggan. 4. Mewujudkan kebutuhan para pelanggan. 5. Menyatakan terima kasih dengan harapan pelanggan mau kembali.

BAB III PEMBAHASAN

3.1. Gambaran Umum Birokrasi Kesehatan Indonesia dan Keterkaitanya dengan CC.
Diskriminatif Amburadulnya birokrasi bidang kesehatan PERLU PERUBAHA N Reformasi melalui Citizens Charter Belum merata Pelayanan Berbelit

THE NEW BEURACRATIC OF HEALTH

OUTPUT

Gambaran Umum Permasalahan Pelayanan Kesehatan di Indonesia Kesehatan sebagai salah satu kebutuhan primer masyarakat yang juga sebagai indikator maju tidaknya suatu negara, semakin maju suatu negara maka tingkat kesehatan masyarakatnya juga tinggi. Birokrasi kesehatan saat ini masih menunjukkan keamburadulanya di mayoritas daerah di Indonesia, yaitu meliputi : 1. Diskriminatif 2. Belum merata 3. Pelayanan administrative pemegang kartu miskin atau jamkesmas berbelit Buruknya dunia kesehatan Indonesia juga dapat dilihat dari sering kalinya media televisi menayangkan kasus-kasus yang terkait dengan masalah kesehatan seperti terjadinya kasus gizi buruk , maupun masalah buruknya pelayanan Rumah Sakit Pemerintah Pusat maupun Daerah. Metro TV dalam suatu tayangan dialog pernah mengangkat Isu berjudul Orang Mikin Tidak Boleh Sakit, seiring dengan adanya pemberitaan pasien miskin terlantar di RSCM. Dialog berkisar tentang masih adanya diskriminasi pelayanan kesehatan oleh rumah sakit terhadap pasien dengan Asuransi Kesehatan Orang Miskin (Askeskin). Mengapa hal tersebut masih terjadi justru ketika pemerintah pusat menganggarkan jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin. Dalam dialog tersebut terungkap masih banyak RSUP/D yang enggan melayani pasien dengan jamkesmas karena minimnya unit cost yang ditetapkan oleh pemerintah terhadap orang miskin. Masalah lainnya menyangkut proses klaim yang sering tersendat-sendat karena lambatnya anggaran yang diturunkan oleh pemerintah pusat sehingga RSUD/P harus mencari sumber pembiayaan talangan bahkan RSUD/P terpaksa menunggak dalam pembayaran jasa pelayanan pada para pelaku kesehatan di RSUD/P.

Dalam hal ini dari sisi birokrat, Dinas Kesehatan memiliki peranan krusial terhadap dua hal yaitu fungsi regulasi dan kontrol, artinya komitmen pemerintah daerah sangat menentukan terhadap baik buruknya pelayanan kesehatan di daerahnya masing-masing. Upaya menangani kegagalan pasar dengan memberikan dukungan pada orang miskin sudah dilakukan hanya saja masih perlunya perbaikan pada mekanisme system pembayaran yang seharusnya melibatkan pihak ketiga sebagai lembaga yang khusus melakukan pembayaran klaim secara professional, sementara yang selama ini terjadi tidak demikian. Pada mekanisme pasar berlaku suatu ungkapan Ada uang ada barang, apakah ini baik diterapkan pada ekonomi sector kesehatan. Jika RSUD/P dalam operasionalnya merupakan mesin pencetak uang, maka resikonya adalah RSUD/P memiliki produk sesuai dengan segmen pasar. Perbedaan pelayanan bukan sekedar membedakan tempat inap semata, akan tetapi senyum untuk pasien saja dibedakan antara pasien kaya dan pasien miskin. Apalagi di RSUP plus pendidikan, pasien miskin merupakan objeknya coasisten dokter, sumbangsih orang miskin di dunia pendidikan kedokteran sampai saat ini tidak pernah diperhitungkan. Customer Satisfaction atau kepuasan pelanggan yang merata terhadap semua pasien tanpa membedakan status ekonomi pada RSUD/P akan terjadi apabila memenuhi beberapa hal yang memungkinkan para pelaku kesehatan jauh dari pengharapan atas usaha yang dilakukannya selain dari prestasi kerja. Kepentingan politis juga masuk pada aspek kesehatan, masalah nyawa rakyat miskin (pengguna jamkesmas) dipermainkan dengan politik, hal lain misalnya pembangunan infastruktur pelayanan kesehatan merupakan indicator yang paling mudah dan memiliki nilai skala tertinggi (jika dikonversi ke dalam skala likert) misalkan saja nilai 10 pengaruhnya terhadap politik pemerintah baik pusat maupun daerah. Pertimbangannya adalah kebijakan ini mudah di lihat hasilnya oleh masyarakat awam, dan merupakan kebijakan popular terutama di daerah-daerah yang belum memiliki infra struktur pelayanan kesehatan belum memadai atau belum sesuai standard. Sisi negatifnya adalah jika anggaran terbatas, kecenderungan pemerintah pusat maupun daerah akan mengalokasikan anggaran untuk wilayah-wilayah strategis dan padat penduduk sebagai basis suara pada saat pemilu/pemilukada. Tidak jarang pembangunan baik menyangkut rehabilitasi maupun pengembangan terkesan dipaksakan terhadap fasilitas

pelayanan kesehatan yang sebenarnya sudah memadai, sementara fasilitas yang ada di daerah yang bukan kantong suara terbengkalai dan tidak terurus. Sebenarnya dari Pemerintah pusat sudah memiliki niatan baik dengan mengembangkan system Jaminan Kesehatan Masyarakat sebagai kelanjutan dari program Jaring Pengaman Sosial di sector kesehatan yang sudah berjalan sejak krisis ekonomi pada tahun 1998. Hingga saat ini pembiayaan yang Pro Miskin dikembangkan dengan kucuran dana dari pemerintah pusat dengan adanya Jaminan Persalinan (Jampersal) yang sudah tidak membedakan antara kaya dan miskin terkait dengan percepatan mengejar target MDGs. Inilah yang kemudian menjadi bahan perbincangan di kalangan pengamat mengapa masih terjadi diskriminasi pelayanan kesehatan orang miskin, yang seharusnya tidak demikian adanya. Benarkah unit cost masih rendah atau memang manajemen dalam system pembayaran yang tidak professional dan akuntabel sehingga memungkinkan terjadi mismanajemen dan kebocoran anggaran. Dilema yang terjadi, ketika terjadi pengetatan dalam system pembayaran klaim maupun lambannya proses pencairan dana dari pusat ke unit pelayanan maka menimbulkan keengganan para pelaku kesehatan melayani pasien miskin. Dan jika terjadi kelonggaran dalam system pembayaran sebaliknya, terjadi jor-joran penggunaan anggaran dana Jamkesmas. Terbatasnya penerima kartu Askeskin juga memberikan ruang terjadinya distorsi pada level masyarakat dimana terkadang sulit dipisahkan masyarakat yang kondisi ekonominya persis disekitar ambang garis kemiskinan. Satu realita sebagai contoh pada kasus ini adalah petani dan usaha kecil. Pada kondisi dimana mereka tidak menghadapi masalah kesehatan yang relative berat maka kehidupannya masih tergolong di atas garis kemiskinan. Namun jika terjadi masalah kesehatan yang kasusnya perlu penanganan lanjutan/rujukan berakibat keluarga tersebut terjatuh ke dalam jurang kemiskinan.Pada kasus ini tidak jarang menimbulkan friksi dalam pendataan dan cenderung pihak-pihak yang terlibat dalam pendataan tidak fair dalam memberikan penilaian. Melihat problematisasi dari dunia kesehatan, maka reformasi birokrasi adalah sebagai agenda mendesak, dan penyusun memberi tawaran Citizen Charter sebagai konsep solutif.

Citizens Charter atau Kontrak Pelayanan merupakan hasil kesepakatan antara setidaknya dua pihak, penyelenggara dan pengguna pelayanan tentang praktek pelayanan yang akan diwujudkan, jadi dalam hal ini maysarakat sebagai pengguna diikutsertakan dalam penyusunan, apa yang seharusnya ada dalam proses layanan, ketika indikator atau syarat minimal dari layanan tidak terpenuhi maka masyarakat dapat memberikan complain, ketika complain pada pihak penyelenggara yang memiliki badan atau unit khusus (seperti controler) yang wajib menindaklanjuti complain dari pengguna, ketika badan tersebut sudah lepas tangan maka bisa langsung ke DPRD, DPRD di daerah dilibatkan karena ketika penyusunan kontrak mereka juga didatangkan.pembuatan kontrak terpusat di Dinas kesehatan mendatangkan yang pihak penyelenggara Rumah Sakit Umum yang ada didaerahnya sehingga CC dapat dilaksanakan pada semua RSU, tidak seperti sekarang yang masih ada yang belum menggunakan CC. Dalam kontrak ini memiliki berbagai kejelasan yang tertuang dalam dalam : Ada 5 unsur pokok yang tercantum dalam Citizens Charter yaitu: 1.Visi dan Misi Pelayanan, Yang termuat di sini adalah rumusan tentang sejauhmana organisasi pelayanan publik telah.merujuk pada prinsip-prinsip kepastian pelayanan. Harus diingat bahwa visi dan misi pelayanan tidak hanya dipahami sebagai slogan atau motto, tetapi harus diaktualisasikan ke dalam tindakan konkret. Visi dan misi harus menjadi bagian dari budaya pelayanan yang tercermin di dalam cara pemberian layanan. 2. Standar Pelayanan Berisi tentang penjelasan tentang apa, mengapa, dan bagaimana upaya yang diperlukan untuk memperbaiki kualitas pelayanan. Standar pelayanan memuat norma-norma pelayanan yang akan diterima oleh pengguna layanan. Dalam hal ini, standar pelayanan akan memuat standar perlakuan terhadap pengguna, standar kualitas produk (output) yang diperoleh masyarakat, dan standar informasi yang dapat diakses oleh pengguna layanan. 3. Alur Pelayanan Berisi penjelasan tentang unit/bagian yang harus dilalui bila akan mengurussesuatu atau menghendaki pelayanan dari organisasi publik tertentu. Alur pelayanan harus menjelaskan berbagai fungsi dan tugas unit-unit dalam kantor pelayanan sehingga kesalahpahaman antara penyedia dan pengguna jasa pelayanan dapatdikurangi. Bagan dari alur pelayanan perlu

ditempatkan di tempat strategis agar mudah dilihat pengguna layanan. Alangkah baiknya kalau bagan itu didesain secara menarik dengan bahasa yang sederhana dan gambar-gambar yang memudahkan pemahaman pengguna pelayanan. 4. Unit atau Bagian Pengaduan Masyarakat Yang dimaksud adalah satuan, unit atau bagian yang berfungsi menerima segala bentuk pengaduan masyarakat. Satuan ini wajib merespon dengan baik semua jenis pangaduan, menjamin adanya keseriusan dari penyedia layanan untuk menanggapi keluhan dan masukan. Juga berperan untuk mengevaluasi sistem pelayanan yang ada. Salah satu peran penting dari unit pengaduan masyarakat adalah dalam riset dan pengembangan pelayanan. 5 Survey Pengguna Layanan Di Indonesia, survey pengguna layanan kebanyakan masih terbatas pada perusahaan swasta dalam bentuk survey pelanggan (customers survey). Kontrak pelayanan mengharuskan dilakukannya survey pengguna layanan bagi organisasi public. Tujuannya adalah untuk mengetahui aspirasi, harapan, kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi masyarakat. Hasil survey digunakan untuk memperbaiki sistem penyelenggaraan pelayanan publik di masa mendatang sesuai harapan masyarakat. Yang diharapkan dari adanya survei pengguna layanan ini adalah adanya hubungan baik dan tingkat kepercayaan pengguna terhadap penyedia layanan. Jika kita pernah melihat tulisan-tulisan di Rumah sakit atau puskesmas, misalnya kami melayani setulus hati, budayakan 3S, salam senyum sapa ini adalah contoh kecil dari pengadopsian Citizens charter, dimana jika dalam pelaksanaanya tidak tepenuhi maka pengguna yaitu masyarakat dapat memberikan complain. Karena dala CC sudah merupakan ikatan janji antara penyelenggara dan pengguna. Jadi dengan adanya CC maka output yang diharapkan adalah 1. hilangnya atau setidaknya meminimalisir diskriminasi pengguna,antara si kaya dan si miskin mendapat perlakuan yang sama dari penyelenggara. 2. Sudah ada kepastian prosedur dan cara pelayanan. 3. Merubah perilaku aparatur penyelenggara, yaitu mereka akan berorientasi pengguna dan bertindak sesuai perjanjian, tidak sewenang-wenang berdasar kekerabatan mapun berdasar strata sosial.

4. Customer Satisfaction atau kepuasan pelanggan yang merata terhadap semua pasien tanpa membedakan status ekonomi dan strata social. 5. Dampak akhirnya adalah pemerataan kesehatan yang merupakan indikator utama majunya suatu bangsa. 6. Dapat memberikan kepastian pelayanan yang meliputi waktu, biaya, prosedur dan cara pelayanan. 7. Memberikan informasi mengenai hak dan kewajiban pengguna layanan, penyedia layanan, dan stakeholder lainnya dalam keseluruhan proses penyelenggaraan pelayanan. 8. Mempermudah pengguna layanan, warga, dan stakeholder lainnya mengontrol praktek penye-lenggaraan pelayanan. 9. Mempermudah manajemen pelayanan memperbaiki kinerja penyelenggaraan pelayanan. 10. Membantu manajemen pelayanan mengidentifikasi kebutuhan, harapan dan aspirasi pengguna layanan dan stakeholders lainnya. Perubahan penyelenggaraan pelayanan oleh birokrasi atas implementasi citizen charter : Pengembangan citizen charter akan membawa perubahan terhadap praktik penyelenggaraan layanan publik di daerah : Pertama, manajemen pelayanan publik berbasis kontrak pelayanan menganggap bahwa pelayanan publik adalah urusan bersama antara warga pengguna, pemangku kepentingan, dan birokrasi penyelenggara layanan. Karena pelayanan publik adalah urusan bersama maka penyelenggaraannya harus menjadi kesepakatan dari para pihak yang berkepentingan dan tidak ditentukan secara sepihak oleh birokrasi pemerintah. Warga dan pemangku kepentingan berhak terlibat dalam penyelenggaraan layanan bersama-sama dengan birokrasi penyelenggara layanan. Kedua, manajemen pelayanan berbasis kontrak tersebut juga mengakui bahwa warga dan birokrasi penyelenggara layanan masing-masing memiliki hak dan kewajiban dalam penyelenggaraan layanan publik yang harus dihormati oleh semua pihak. Selama ini pengaturan tentang penyelenggaraan pelayanan bias kepada kepentingan birokrasi penyelenggara layanan publik. Hak-hak warga negara dalam pelayanan publik tidak pernah diakui apalagi dihormati. Dalam kontrak pelayanan, warga dan birokrasi pemerintah penyelenggara layanan diakui memiliki hak dan kewajiban masing. Ketiga, manajemen pelayanan berbasis kontrak ini juga mengakui bahwa hubungan antara warga pengguna pelayanan dengan birokrasi penyelenggara layanan publik bersifat

simetris. Selama ini hubungan mereka bersifat asimetris. Birokrasi penyelenggara layanan memiliki otoritas sepenuhnya untuk menentuan dan mengatur praktik penyelenggara layanan publik, sementara warga pengguna diperlakukan sebagai konsumen yang pasif. Manajemen berbasis kontrak dapat mengubah posisi keduanya menjadi simetris. Keduanya akan memiliki tujuan yang sama untuk mewujudkan pelayanan publik yang berkualitas dan mudah diakses oleh warganya sehingga kesejahteraan masyarakat dapat diwujudkan secara efektif. Keduanya juga akan memiliki tanggung jawab atas keberhasilan dari penyelenggaraan layanan publik, karena pelayanan publik adalah urusan bersama antara birokrasi penyelenggara pelayanan dan warga penggunanya, walaupun peran mereka dalam penyelenggaran layanan publik berbeda. Karena itu tidak berlebihan jika pengembangan kontrak pelayanan dinilai dapat meningkatkan rasa kesadaran warga negara (sense of citizenship).

3.2. Penerapan CC di RSUD Sultan Imanudin Pangkalan Bun (Study kasus). KONTRAK PELAYANAN LOKET PENDAFTARAN PASIEN BADAN RSUD SULTAN IMANUDDIN PANGKALAN BUN VISI Merupakan Rumah Sakit yang terbaik tingkat provinsi, sebagai Pusat Informasi Bidang Kesehatan Tingkat Provinsi, menjadi RS tipe B., mempunyai satu unggulan tingkat nasional (Malaria Center). MISI a. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan. b. Sebagai pusat rujukan, dengan peningkatan mutu secara bertahap dan berkelanjutan, tanpa mengabaikan fungsi sosial. c. Memperhatikan kesejahteraan karyawan. SLOGAN Pelayanan yang Memuaskan adalah Tekad Kami. Standar Pelayanan Pendaftaran Pasien di Loket 1. Waktu Pendaftaran Pasien

POLI SPESIALIS Hari Jam SENIN KAMIS 07.00 11.00 WIB JUMAT 07.00 10.00 WIB SABTU 07.00 10.00 WIB POLI UMUM Hari Jam SENIN KAMIS 07.00 13.30 WIB JUMAT 07.00 10.30 WIB SABTU 07.00 12.00 WIB 2. Lama Layanan di Loket a. Pengunjung Baru : 2,45 menit b. Pengunjung Lama : 1,50 menit 3. Jadwal Pelayanan Setiap Hari (hari kerja, Minggu maupun hari libur nasional). Hari Minggu dan hari libur nasional untuk melayani pasien yang menggunakan jasa pelayanan di IGD. RUANG PELAYANAN 1. Penataan ruang pelayanan pendaftaran pasien dengan memperhatikan kerapian, kenyamanan, keamanan dan kemudahan akses bagi kaum cacat. 2. Ruang tunggu yang representatif (bersih, rapi dan nyaman). 3. Adanya papan informasi pelayanan. ALUR PELAYANAN 1. a. Pengunjung Baru Pengunjung yang baru pertama kali datang di rumah sakit dan belum mempunyai Kartu Identitas Berobat (KIB) mengisi form isian KIB Form isian KIB diserahkan kepada petugas yang akan mengentri data sosial pasien ke komputer. Petugas mencetak Catatan Medis dan menyerahkan kepada pasien beserta KIB. b. Pengunjung Lama Pengunjung yang pernah datang di rumah sakit dan mempunyai KIB menyerahkannya kepada petugas loket pendaftaran. Petugas mencetak Catatan Medis dan menyerahkan kepada pasien beserta Catatan Medis sebelumnya dalam map folder. c. Pasien Askes & Askeskin menyerahkan surat jaminan/keterangan dari PT Askes. d. Pasien kontrak (perusahaan) menyerahkan surat jaminan yang telah difotokopi. 2. Pasien melakukan transaksi pembayaran di loket pembayaran untuk pelayanan di Poli spesialis, umum dan UGD.

3. Pasien yang memerlukan pelayanan medik (Laboratorium, fisioterapi, radiologi) melakukan transaksi pembayaran di tempat yang dituju. 4. Pasien membawa CM dan menuju ke tempat pelayanan yang diinginkan (poli spesialis, UGD, umum, penunjang medis). PENYAMPAIAN KELUHAN, KRITIK DAN SARAN Apabila terjadi keluhan karena pelayanan yang kurang memuaskan dapat disalurkan melalui : 1. Halo Direktur dengan nomor HP. 085248204130 2. Kotak Saran Rumah Sakit 3. Telepon Rumah Sakit (0532) 21238, 21404, Faks. (0532) 23581

ANALISIS :

1. Adanya standar pelayanan pendaftaran pasien di loket yang meliputi waktu pendaftaran pasien, lama layanan di loket dan jadwal pelayanan menunjukkan bahwa RSUD Sultan Imanudin memberikan kepastian pelayanan yang meliputi waktu, biaya, prosedur dan cara pelayanan. Jika dikaitkan dengan pokok pikiran reformasi birokrasi, maka adanya standar pelayanan ini juga menunjukkan pelayanan yang informatif, transparan, tertib dan kepastian adanya waktu pendaftaran, jadwal pelayanan dan juga alur pelayanan. Sedangkan output dari standar pelayanan ini ialah mampu memberikan pelayanan prima kepada masyarakat, karena masyarakat bisa memperoleh informasi yang jelas mulai dari waktu pendaftaran hingga alur pelayanan. Hal ini tentunya akan lebih membuat pelayanan di RS juga lebih efisien, karena tidak petugas pelayanan tidak terlalu banyak memberitahukan mengenai waktu, jadwal dan alur pelayanan kepada pasien. Pasien cukup dengan membaca mengenai pelayanan pendaftaran pasien di dekat loket pedaftaran,kemudian tinggal melakukan sesuai prosedur yang sudah diinfokan melalui peraturan tersebut. Namun apabila pasien tidak tahu atau kurang tahu mengenai pelayanan pendaftaran, juga bisa langsung bertanya kepada bagian informasi. 2. Adanya fasilitas di ruang pelayanan seperti ruang tunggu yang representative, dan adanya papan informasi pelayanan menunjukkan memberikan informasi mengenai hak pengguna layanan, kewajiban penyedia layanan yang harus memperhatikan kerapian, kenyamanan, keamanan dan kemudahan akses bagi kaum cacat. Jika dikaitkan dengan pokok pikiran

reformasi maka penyedia layanan menjamin akan rasa aman dan nyaman bagi pasien. Jika penyediaan ruang seperti ini terus diimplementasikan, maka akan mampu memberikan pelayanan prima khususnya kepada pasien. Pasien ataupun masyarakat lainnya akan merasa puas dengan pelayanan di RSUD Sultan Imanudin. 3. Adanya sarana untuk menyampaikan keluhan, kritik dan saran akan sangat berguna karena : 1. Untuk mempermudah pengguna layanan, warga, dan stakeholder lainnya mengontrol praktek penyelenggaraan pelayanan. Hal ini bisa diwujudkan melalui kritik dan keluhan dari pengguna layanan jika mereka merasa mendapatkan pelayanan yang kurag memuaskan atau tidak sesuai dengan kontrak pelayanan. 2. Untuk mempermudah manajemen pelayanan memperbaiki kinerja penyelenggaraan pelayanan. Hal ini bisa diwujudkan melalui saran yang diberikan oleh pengguna layanan. Manajemen pelayanan berbasis kontrak dengan adanya sarana penyampaian saran, kritik dan keluhan tersebut mengakui bahwa warga yakni sebagai pengguna layanan memiliki hak dan kewajiban dalam penyelenggaraan layanan publik yang harus dihormati oleh semua pihak. Selama ini pengaturan tentang penyelenggaraan pelayanan selalu didominasi kepentingan birokrasi penyelenggara layanan publik. Hak-hak warga negara dalam pelayanan publik tidak pernah diakui apalagi dihormati. Dalam kontrak pelayanan, warga sebagai pengguna layanan memiliki hak untuk memberikan keluhan, kritik dan saran demi mewujudkan pelayanan yang memuaskan warga.

Bab IV Penutup 4.1. Kesimpulan dan Rekomendasi Reformasi birokrasi bidang kesehatan melalui Citizen charter sebagai sebuah tawaran solusi terhadap amburadulnya birokrasi kesehatan agar dapat berjalan maksimal memerlukan kerjasama antar stakeholder, masyarakat sebagai pengguna, LSM sebagai pemantau, dan aparatur pemerintah sebagai penyelenggara.

Daftar Pustaka

Puspitosari, hesti dkk.2011. Filosofi Pelayanan Publik. Malang:Setara Press

Wijaya, E. Yuhana.1999. Pelayanan Prima. Penerbit Armico Bandung Wahyudi Kumorotomo. Citizen Charter (Kontrak Pelayanan): Pola Kemitraan Strategis untuk Mewujudkan Good Governance dalam Pelayanan Publik.

Dwiyanto, Agus. 2003. Refomasi Pelayanan Publik: Apa yang harus dilakukan?.Policy Brief Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM. Ria. 2008. Chitizens Charter sebagai Inovasi Pelayanan Publik. Diakses online melalui http : http://riaveriani.multiply.com; pada 23 November 2012 (18.02 WIB)
Kumorotomo, wahyudi.Citizen Charter (kontrak Pelayanan) :Pola Kemitraan Strategis untuk Mewujudkan Good Governance dalam Pelayanan Publik.diakses melalui

http://kumoro.staff.ugm.ac.id/wp-content/uploads/2007/06/citizen-charter-kemitraan-strategisgood-governance-dlm-pelayanan-publik.pdf; pada 2 Desember 2012(18.36 WIB) Kuncoro, wahyu.Citizen Charter . diakses melalui 15938/1/Wahyu_Kuncoro.pdf ; pada 2 Desember 2012 (18.20 WIB) http: //eprints.undip.ac.id/

You might also like