You are on page 1of 35

Best Practice Penanganan Jembatan

Perencanaan - 77

1.10. DINDING PENAHAN TANAH
Dinding penahan tanah (gravitasi) umumnya di buat dari pasangan batu. Perencanaan dinding
penahan dilakukan dengan metode coba-coba/trial and error untuk memperoleh ukuran yang paling
ekonomis. Prosedur perencanaan dilakukan berdasarkan analisa terhadap gaya-gaya yang bekerja
pada dinding penahan tanah tersebut. Dinding juga harus direncanakan sedemikian rupa sehingga
tidak ada tegangan tarik pada tiap titik pada dinding untuk setiap kondisi pembebanan.

Tiap tiap potongan dinding horisontal akan menerima gaya-gaya seperti terlihat pada Gambar 1.10-1 di
bawah.
a. Gaya vertikal akibat berat sendiri dinding penahan tanah
b. Gaya luar yang bekerja pada dinding penahan tanah
c. Gaya akibat tekanan tanah aktif
d. Gaya akibat tekanan tanah pasif

1) Analisis yang DIperlukan
Pada perencanaan dinding penahan tanah, beberapa analisis yang harus dilakukan adalah:
a. Analisis kestabilan terhadap guling
b. Analisis ketahanan terhadap geser
c. Kapasitas daya dukung tanah pada dasar dinding penahan
d. Analisis tegangan dalam dinding penahan tanah
e. Analisis penurunan
f. Analisis stabilitas secara umum

Gambar 1.10 -1 Tegangan pada Dinding atau Kepala Jembatan Tipe Gravitasi
Best Practice Penanganan Jembatan
Perencanaan - 78

a). Kestabilan Terhadap Guling
Kestabilan struktur terhadap kemungkinan terguling dihitung dengan persamaan
berikut :

M
O
= jumlah dari momen-momen yang menyebabkan struktur terguling dengan
titik pusat putaran di titik O. M
O
disebabkan oleh tekanan tanah aktif yang
bekerja pada elevasi H/3.
M
R
= jumlah dari momen-momen yang mencegah struktur terguling dengan titik
pusat putaran di titik O. M
R
merupakan momen-momen yang disebabkan
oleh gaya vertikal dari struktur dan berat tanah diatas struktur.

Nilai angka keamanan minimum terhadap geser dalam perencanaan digunakan adalah
2,2

b) Ketahanan Terhadap Geser
Ketahanan struktur terhadap kemungkinan struktur bergeser dihitung berdasarkan
persamaan berikut

F
D
= jumlah dari gaya-gaya horizontal yang menyebabkan stuktur bergeser. FD
disebabkan oleh tekanan tanah aktif yang bekerja pada struktur
F
R
= jumlah gaya gaya horizontal yang mencegah struktur bergeser. F
R

merupakan gaya gaya penahan yang disebabkan oleh tahanan gesek dari
struktur dengan tanah serta tahanan yang disebabkan oleh kohesi tanah.



Nilai
2
biasanya diambil sama dengan tanah dasar untuk beton pondasi yang dicor
ditempat dan 2/3 dari nilai tanah dasar untuk pondasi beton pracetak dengan
permukaan halus. Sedangkan nilai c
2
biasanya diambil 0.4 dari nilai c (kohesi) tanah
dasar.
Nilai angka keamanan minimum terhadap geser dalam perencanaan digunakan adalah
2,2



(1.10-1)
(1.10-2)
(1.10-3)
Best Practice Penanganan Jembatan
Perencanaan - 79

c) Daya Dukung Ijin dari Tanah
Tekanan yang disebabkan oleh gaya-gaya yang terjadi pada dinding penahan ke tanah
harus dipastikan lebih kecil dari daya dukung ijin tanah. Penentuan daya dukung ijin
pada dasar dinding penahan/abutmen dilakukan seperti dalam perencanaan pondasi
dangkal.
Eksentrisitas dari gaya-gaya ke pondasi yang dihitung dengan rumus berikut

Tekanan ke tanah dihitung dengan rumus :

.Jika nilai eks > B/6 maka nilai q akan lebih kecil dari 0. Hal tersebut adalah sesuatu
yang tidak diharapkan. Jika hal ini terjadi maka lebar dinding penahan B perlu di
perbesar
Angka keamanan terhadap tekanan maksimum ke tanah dasar dihitung dengan rumus

Nilai minimum dari angka keamanan terhadap daya dukung yang biasa digunakan
dalam perencanaan adalah 3

d) Tegangan Tarik pada Dinding Pasangan Batu
Prinsip yang digunakan untuk menentukan besarnya tegangan pada dinding pasangan
batu sama seperti menentukan tegangan pada tanah dasar dimana tegangan pada
bidang horisontal dihitung dengan rumus :

Dinding pasangan batu dianggap aman jika tegangan minimum pada suatu bidang
horizontal lebih besar atau sama dengan nol.

2) Tekanan Tanah Lateral
Besarnya tekanan tanah dalam arah lateral ditentukan oleh:
a) Besarnya koefisien tekanan tanah aktif, pasif dan keadaan diam
b) Besarnya kohesi tanah
c) Besarnya beban yang bekerja pada permukaan tanah timbunan

a) Tekanan Tanah Aktif , Pasif, dan Keadaan Diam
Tekanan tanah lateral dalam keadaan aktif terjadi apabila tanah bergerak menekan
misalnya pada dinding penahan tanah sehingga dinding penahan tanah bergerak
menjauhi tanah di belakangnya.
(1.10-4)
(1.10-5)
(1.10-6)
(1.10-7)
Best Practice Penanganan Jembatan
Perencanaan - 80
Tekanan tanah lateral dalam keadaan pasif terjadi pada tanah yang berada didepan
dinding penahan tanah karena dinding menekan dinding tanah tersebut.
Tekanan tanah lateral dalam keadaan diam adalah tekanan lateral yang ada dalam
tanah yang tidak disebabkan oleh adanya dorongan lateral.
Dalam menganalisa tekanan tanah aktif dan pasif ada 2 pendekatan yang umum
digunakan yaitu Teori Coulomb dan Teori Rankine. Perbedaan utama antara Teori
Rankine dan Teori Coulomb diilustrasikan pada Gambar 1.10-.2 di bawah ini



Sumber : Pelatihan Perencanaan Jembatan
Gambar 1.10 -.2. Bidang Keruntuhan Menurut Rankine dan Coulomb

Jika garis keruntuhan tidak terganggu oleh keberadaan dinding, maka pendekatan
Rankine bisa digunakan. Pada Gambar 1.10-.2 kiri, tumit yang terletak di dasar
kantilever
menyebabkan garis keruntuhan tidak mengganggu dinding, sehingga pendekatan
Rankine bisa digunakan. Sementara pada Gambar 1.10-.2 kanan, teori Rankine tidak
bisa digunakan karena garis keruntuhan mengenai dinding penahan tersebut.









Best Practice Penanganan Jembatan
Perencanaan - 81
Tekanan tanah aktif dan pasif dihitung dengan rumus dibawah ini :


Ka dan Kp adalah koefisien tekanan tanah Aktif dan Pasif, c adalah kohesi tanah dan
q adalah beban merata diatas permukaan tanah (surcharge)

b) Teori Rankine Untuk Tanah Non-Kohesif
Koefisien Tekanan Tanah Aktif dan Pasif (Ka dan Kp) untuk tanah non-kohesif menurut
pendekatan dari Rankine dihitung dengan rumus dibawah ini :




Bidang keruntuhan serta besarnya gaya tekan aktif Rankine untuk tanah non-kohesif
dapat dilihat pada Gambar 1.10-3 di bawah.

Gambar 1.10 -.3. Pola Keruntuhan Rankine untuk Tanah Non-Kohesif

c) Teori Coulomb Untuk Tanah Non-Kohesif
Sesuai dengan teori Coulomb, koefisien tekanan tanah Ka dan Kp untuk tanah non-
kohesif dihitung dengan rumus

= sudut gesek dalam dari tanah
= kemiringan timbunan tanah terhadap bidang horisontal
= sudut geser dinding-tanah biasanya dimabil 2/3 s/d 1.0
= kemiringan dinding terhadap bidang vertikal
(1.10-8)
(1.10-9)
(1.10-10)
(1.10-11)
Best Practice Penanganan Jembatan
Perencanaan - 82

Diagram bidang keruntuhan dan juga gaya tekan aktif untuk tanah non-kohesif menurut
teori Coulomb dapat dilihat pada Gambar 1.10-4

Gambar 1.10-4. Pola Keruntuhan Coulomb untuk Tanah Non-Kohesif

d) Pengaruh Kohesi Tanah
Dari persamaan-persamaan di atas, terlihat bahwa tekanan aktif pada dinding
penahan adalah di sebabkan oleh tekanan aktif tanah dikurangi dengan pengaruh
kohesi tanah. Kohesi tanah akan menyebabkan terjadinya tekanan tanah yang
bernilai negatif. Hal ini tidak terjadi di lapangan sehingga sebagai konsekuensinya
pada daerah dengan tekanan tanah aktif lebih kecil dari nol, besarnya tekanan tanah
aktif yang terjadi akan sama dengan 0. Kedalalaman lapisan dimana tekanan tanah
aktif mempunyai nilai lebih kecil dari 0 disebut kedalaman retak Zc, dan dihitung
dengan rumus dibawah ini.

Pola keruntuhan menurut teori Rankine dan Coulomb untuk tanah kohesif dapat
dilihat pada Gambar 1.10-5 dan Gambar 1.10-6 di bawah.
(1.10-12)
Best Practice Penanganan Jembatan
Perencanaan - 83


Gambar 1.10-5. Pola Keruntuhan Rankine untuk Tanah Kohesif


Gambar 1.10-6. Pola Keruntuhan Coulomb untuk Tanah Kohesif

e) Koefisien Tekanan Tanah Dalam Keadaan Diam
Dalam perencanaan dinding penahan tanah atau abutmen yang memperhitungkan
pengaruh tahanan pasif dari tanah, tekanan tanah pasif dibatasi sampai tekanan pada
kondisi diam.
Koefisien tekanan tanah pasif pada kondisi diam dihitung dengan rumus berikut.


(1.10-13)
Best Practice Penanganan Jembatan
Perencanaan - 84
3) Beban Gempa Pada Struktur Dinding Penahan Tanah
Pengaruh beban gempa pada dinding penahan tanah dapat diperhitungkan dengan
menggunakan analisa statik ekivalen. Dalam analis statik ekivalen, beban gempa dihitung
dengan persamaan berikut.


T
EQ
= Gaya geser dasar total dalam arah yang ditinjau (kN)
Kh = Koefisien beban gempa horizontal
C = Koefisien gempa dasar untuk daerah, waktu, dan kondisi setempat yang sesuai.
I = Faktor Keutamaan
Wr = Berat total nominal bangunan yang mempengaruhi percepatan gempa, diambil
sebagai beban mati tambahan.

a) Koefisien Gempa Dasar C
Nilai Koefisien Gempa dasar C diperoleh dari kurva respon spektra pada Gambar
1.10-8, sesuai dengan daerah gempa, tipe tanah dibawah permukaan, dan waktu
getar alami dari struktur tersebut. Daerah gempa di Indonesia disesuaikan dengan
daerah gempa pada pasal 1.2.20. dibagi menjadi 6 wilayah gempa/zona. Kondisi
tanah di bawah permukaan untuk setiap wilayah gempa dibagi menjadi 3 jenis yaitu
tanah Teguh, tanah Sedang dan tanah Lunak. Masing-masing wilayah gempa
mempunyai kurva respon spektra gempa untuk setiap kondisi tanah yang
diperlihatkan pada gambar 1.10.-7 di bawah ini.


Sumber : Standar Pembebanan untuk Jembatan
Gambar 1.10-7. Peta Daerah Gempa untuk Koefisien Gempa Dasar

(1.10-14)
Best Practice Penanganan Jembatan
Perencanaan - 85
Untuk menentukan tipe tanah dalam memilih kurva respon spektra yang akan
digunakan dapat digunakan Table 1.10-1.

Tabel 1.10-1 Kondisi Tanah untuk Koefisien Geser Dasar


b) Waktu Getar Alamiah
Waktu getar alamiah jembatan yang digunakan untuk menghitung Gaya Geser Dasar
harus dihitung dari analisa yang meninjau seluruh elemen bangunan yang memberikan
kekakuan dan fleksibitas dari sistim pondasi. Untuk bangunan yang sederhana, dapat
menggunakan rumus berikut

T = Waktu getar dalam detik
g = Percepatan gravitasi (m/s2)
W
TP
= Berat total nominal bangunan atas termasuk beban mati tambahan
ditambah setengah berat dari pilar (bila dipertimbangkan) dalam k N
K
p
= Kekakuan gabungan sebagai gaya horizontal yang diperlukan untuk
menimbulkan satu satuan lendutan pada bagian atas pilar/abutmen.

Dinding penahan tanah biasanya mempunyai waktu getar yang berbeda pada arah
memanjang dan melintang sehingga beban rencana statis ekivalen yang berbeda harus
dihitung untuk masing-masing arah.

.c) Faktor Keutamaan I
Besarnya Faktor Keutamaan I ditentukan berdasarkan Table 1.10-2 dibawah ini :







(1.10-15)
Best Practice Penanganan Jembatan
Perencanaan - 86
Tabel 1.10-2. Faktor Keutamaan


Sumber : Standar Pembebanan untuk Jembatan
Gambar 1.10-8. Koefisien Gempa Dasar untuk Daerah Gempa
Best Practice Penanganan Jembatan
Perencanaan - 87

d) Tekanan Tanah Lateral Gempa Untuk Tanah Non-Kohesif
Gaya gempa arah lateral akibat tekanan tanah (tekanan tanah dinamis) dihitung
dengan menggunakan pendekatan yang diusulkan oleh Mononobe-Okabe.
Pendekatan ini merupakan metode yang paling umum digunakan. Besarnya tekanan
tanah akibat pengaruh gempa ditentukan berdasarkan koefisien gempa horizontal Ch
dan Faktor Keutamaan I.
Pengaruh gempa diasumsikan sebagai gaya horisontal statis yang sama dengan
koefisien gempa rencana dikalikan dengan berat irisan.

Koefisien Tekanan Tanah Aktif Pada saat gempa dihitung dengan rumus


= tan
-1
K
h

Kh = Koefisien gempa untuk tekanan tanah dinamis = Ch*I

Diagram gaya-gaya yang bekerja pada saat terjadinya gempa ditampilkan pada
Gambar 1.10-9 dibawah. Untuk menentukan titik tangkap P
a
G, maka tekanan aktif
gempa total dibagi dalam 2 komponen yaitu
a. P
a
dari pembebanan statis
b. Komponen dinamis tambahan .P
a
G = P
a
G P
a


Gaya Pa bekerja pada 1/3 H dari dasar dinding sedangkan .P
a
G bekerja 2/3 H dari
dasar dinding. Koefisien geser dasar untuk tekanan tanah lateral Ch dapat ditentukan
berdasarkan Tabel 1.10-3 dibawah.

Tabel 1.10-3. Koefisien Geser Dasar untuk Tekanan Tanah Lateral

Sumber ; Standar Pembebanan untuk Jembatan
(1.10-16)
Best Practice Penanganan Jembatan
Perencanaan - 88

Gambar 1.10-9. Tekanan Tanah Gempa Untuk Tanah Tidak Kohesif

Best Practice Penanganan Jembatan
Perencanaan - 89

1.11. PONDASI
Klasifikasi pondasi terhadap bentuk dan metode konstruksi adalah sebagai berikut :
- Pondasi lansung / Dangkal
- Pondasi Tiang dan
- Pondasi sumuran

1.11.1. Daya Dukung Pondasi Dangkal
Persamaan umum daya dukung pondasi dangkal yang diusulkan oleh Meyerhoff (1963)

q
u
= c N
c
F
cs
F
cd
F
ci
+ q N
q
N
qs
N
qd
N
qi
+ BN

F
s
F
d
F
i
(1.11-1)

dimana
c = Cohesi tanah
q = Tegangan efektif di dasar pondasi
= Berat jenis tanah
B = Dimensi terkecil dari panjang dan lebar lebar pondasi
(diameter pondasi lingkaran)
Fcs,Fqs,Fs = Faktor bentuk
Fcd,Fqd,Fd = Faktor kedalaman
Fci,Fqi,Fi = Faktor inklinasi beban
Nc,Nq,N = Faktor daya dukung

a) Faktor Daya Dukung
Faktor daya dukung dihitung dengan rumus dibawah ini.


tan ) 1 ( 2
cot ) 1 (
)
2
45 ( tan
tan 2
+ =
=
+ =
q
q c
q
N N
N N
e N


b) Faktor Bentuk
Faktor bentuk dihitung dengan rumus berikut (De Beer 1970)




(1.11-2)
Best Practice Penanganan Jembatan
Perencanaan - 90
L
B
F
L
B
F
N L
BN
F
s
qs
c
q
cs
4 , 0 1
tan 1
.
1
=
+ =
+ =



B adalah dimensi terkecil dari panjang atau lebar pondasi dangkal tersebut.

c) Faktor Kedalaman
Faktor kedalaman dihitung dengan rumus berikut (Hansen 1970)
(1). Untuk Kasus Df/B < 1
1
) sin 1 )( tan 2 ( 1
4 , 0 1
2
=
+ =
+ =
d
f
qd
f
cd
F
B
D
F
B
D
F



(2) Untuk Kasus Df/B > 1
1
) ( tan ) sin 1 )( tan 2 ( 1
) ( tan 4 , 0 1
1 2
1
=
+ =
+ =

d
f
qd
f
cd
F
B
D
F
B
D
F



B adalah dimensi terkecil dari panjang atau lebar pondasi dangkal tersebut.

d) Faktor Inklinasi
Faktor Inklinasi Beban dihitung dengan rumus (Mayerhof 1963. Mayerhof & Hanna 1981)
2
90
1 |
.
|

\
|
= =

qi ct
F F

2
1
|
|
.
|

\
|
=

i
F


(1.11-3)
(1.11-4)
(1.11-5)
(1.11-6)
(1.11-7)
Best Practice Penanganan Jembatan
Perencanaan - 91
dimana adalah inklinasi dari beban ke pondasi terhadap vertical seperti ditunjukkan pada
Gambar 1.11-.1.

Gambar 1.11-.1 Sudut Inklinasi Beban


e) Pengaruh Muka Air Tanah
Persamaan daya dukung pondasi dangkal diatas didasarkan atas asumsi bahwa muka air
tanah terletak jauh dibawah dasar pondasi. Jika muka air tanah terletak di dekat dasar
pondasi, perlu dilakukan modifikasi untuk menentukan daya dukung pondasi dangkal
tersebut.


Gambar 1.11-.2 Pengaruh Muka Air Tanah



(1). Kasus 1
Jika muka air tanah terletak pada sedemikian sehingga 0<D
1
<D
f
maka parameter
q dan pada persamaan daya dukung harus dihitung sebagai berikut
Best Practice Penanganan Jembatan
Perencanaan - 92
w sat
w sat
D D q


=
+ =
'
2 1
) (

(2). Kasus 2
Jika muka air tanah terletak pada sedemikian sehingga 0<d<B maka parameter q
dan pada persamaan daya dukung harus dihitung sebagai berikut
) (
' '
1

+ =
=
B
d
D q

(3). Kasus 3
Jika air tanah terletak sedemikian sehingga d<B, maka air tanah tidak akan
mempengaruhi daya dukung pondasi dangkal.

1.11.2. DAYA DUKUNG PONDASI TIANG
Ada 3 cara bagaimana suatu pondasi tiang menahan gaya luar tekan yang bekerja seperti
ditunjukkan dalam Gambar 1.11-3
a. Dengan menggunakan ketahanan lekat atau skin friction (Qs) permukaan dimana beban
ditahan oleh gesekan pada tanah non-kohesif atau adesi pada tanah kohesif.
b. Dengan menggunakan ketahanan dasar atau end bearing (Qb) dimana beban ditahan
pada dasar tiang
c. Kombinasi dari ketahanan dasar dan ketahanan lekat Qp = Qs + Qb


Gambar 1.11-3 Daya Dukung Pondasi Tiang

1) Daya DUkung Tiang Pada Tanah Non Kohesif
a) Daya Dukung Dari Hambatan Lekat/Skin Friction
Daya dukung dari hambatan lekat tanah-pondasi untuk tanah tidak kohesif dihitung dengan
persamaan berikut
(1.11-8)
(1.11-9)
Best Practice Penanganan Jembatan
Perencanaan - 93

i p z i s
L C S F Q

=


Qs = Daya dukung hambatan lekat (kN)
Fi = Faktor Gesek Rencana, diperoleh dari Tabel 1.11-1.
S
z
= Tegangan efektif rencana sepanjang tiang (kN/m2)
Nilai S
z
diambil tidak boleh melebihi tegangan pada kedalaman batas Z
L

Nilai Z
L
diperoleh dari Tabel 1.11-.1
Cp = Keliling efektip dari tiang (meter), diperoleh berdasarkan Tabel 1.11-3
Li = Tebal lapisan penahan (meter)

b) Daya Dukung Dari Tahanan Ujung/End Bearing
Daya dukung dari tahanan ujung untuk tanah tidak kohesif dihitung dengan persamaan
berikut
p z q b
A S N Q =


Qb = Daya dukung tahanan ujung (kN)
Nq = Faktor Kapasitas Daya Dukung, didapat dari Tabel 1.11-.1
Ap = Luas dasar tiang (meter
2
), diperoleh berdasarkan Tabel 1.11-.3


Tabel 1.11-.1. Parameter Perencanaan Tiang Untuk Tanah Non-Kohesif


c) Daya Dukung Tiang Pada Tanah Kohesif
(1) Daya Dukung Dari Hambatan Lekat/Skin Friction
Daya dukung dari hambatan lekat tanah-pondasi untuk tanah kohesif dihitung
dengan persamaan berikut

i p u
R
C c s
L C C K F Q

=


Qs = Daya dukung hambatan lekat (kN)
(1.11-10)
(1.11-11)
(1.11-12)
Best Practice Penanganan Jembatan
Perencanaan - 94
Fc = Faktor Reduksi, diperoleh dari Tabel 1.11-.2.
K
R
C = 0.7
Cu = Kuat geser undrained rata-rata (kN/m2)
Cp = Keliling efektif dari tiang (meter), diperoleh berdasarkan Tabel 1.11.3
Li = Tebal Lapisan Penahan (meter)

(2) Daya Dukung Dari Tahanan Ujung/End Bearing
Daya dukung dari tahanan ujung untuk tanah kohesif dihitung dengan persamaan
berikut

p u c b
A C N Q =


Dimana:
Qb = Daya dukung tahanan ujung (kN)
Nc = Faktor Kapasitas Daya Dukung. Biasanya diambil = 9, tetapi bila tiang
tertanam kurang dari 4 kali diameter, nilai Nc dikurangi secara linier
sampai suatu nilai 5.6 pada permukaan.
Ap = Luas dasar tiang (meter
2
), diperoleh berdasarkan Tabel 1.11.3

Tabel 1.11-.2 Parameter Perencanaan Tiang Untuk Tanah Kohesif


c). Gaya Negatif Skin Friction
Untuk tiang dalam tanah kompresibel, khususnya bila lapisan-lapisan tanah diatas adalah
kompresibel misalnya urugan tidak berkonsolidasi, dan pondasi tiang berada teguh dalam
(1.11-12)
Best Practice Penanganan Jembatan
Perencanaan - 95
suatu lapisan tanah padat/keras, terjadi gesekan permukaan yang negatif atau gaya
penarik kebawah. Gaya penarik ke bawah ini akan mengurangi daya dukung aksial tekan
dari tiang pancang. Besarnya gaya penarik negatif tersebut dihitung dengan rumus berikut:
n p n n
L C f P 25 , 1 =

P
n
= Gaya Penarik Negatif (kN)
f
n
= Nilai gesekan permukaan negatif rencana (kPa) Bila digunakan ter atau cat
sejenis untuk mengurangi gesekan, nilai ini dapat direduksi sampai 0.3 fn
f
n
= F * S
F = 0.2 untuk tanah dengan Index Plastisitas = 15
= 0.3 untuk tanah dengan Index Plastisitas = 50
S = Tegangan vertical efektif pada tiap titik sepanjang tiang (kN/m2)
C
p
= Keliling efektif dari tiang (meter), diperoleh berdasarkan Tabel 1.11-3
L
n
= Panjang tiang pada mana bekerja gesekan permukaan yang negatif (meter).
Untuk tiang lekat dalam tanah kompresible merata diambil 0.7 kali panjang
tertanam

Tabel 1.11-.3 Luas Dasar Efektif (Ap) dan Keliling Efektif (Cp) Pondasi Tiang

Best Practice Penanganan Jembatan
Perencanaan - 96

Best Practice Penanganan Jembatan
Perencanaan - 97

1.11.3. PERENCANAAN PONDASI SUMURAN
1) Batasan Pondasi Sumuran
Pondasi sumuran adalah pondasi yang dibangun dengan menggali cerobong tanah berpenampang
lingkaran dan dicor dengan beton atau campuran batu dan mortar.
Pondasi sumuran diklasifikasikan sebagai pondasi dangkal atau pondasi langsung dengan
persyaratan perbandingan kedalaman tertanam terhadap diameter lebih kecil atau sama dengan 4.
Jika nilai perbandingan tersebut lebih besar dari 4 maka pondasi tersebut harus direncanakan
sebagai pondasi tiang.

2) Persyaratan Teknis
Persyaratan teknis pondasi sumuran adalah
- Tekanan dari konstruksi jembatan pada bagian bawah pondasi sumuran tersebut harus lebih
kecil atau sama dengan tegangan ijin tanah (
ijin
).
- Pondasi sumuran harus aman terhadap penurunan yang berlebihan.
- Pondasi sumuran harus aman terhadap penggerusan atau kedalaman pondasi sumuran harus
lebih besar dari kedalaman maksimum penggerusan. Jika kedalaman pondasi sumuran lebih
kecil dari kedalaman maksimum penggerusan maka diperlukan perlindungan terhadap pondasi
sumuran tersebut.
- Diameter pondasi sumuran harus dibuat diameter1.5 meter untuk kemudahan pelaksanaan
- Pondasi sumuran tidak boleh digunakan pada kondisi tanah dimana lapisan atas terdiri dari
tanah lunak dengan ketebalan > 3 dan < 6 8 meter
- Penggalian terbuka selama proses konstruksi pondasi sumuran tidak disarankan.
- Jika selama pelaksanaan pondasi sumuran muka air tanah cukup tinggi, maka perlu dilakukan
upaya menurunkan elevasi muka air tanah di lokasi konstruksi dengan menggunakan pompa
air.
- Jika lokasi kepala jembatan yang melintasi sungai mengurangi penampang basah sungai,
maka diperlukan perlindungan gerusan pada kaki/bagian atas pondasi sumuran.

Alternatif lainnya adalah bentang jembatan di perbesar.
Pokok perencanaan pondasi sumuran untuk dapat mendukung bangunan bawah dan struktur atas
dapat dinyatakan sebagai berikut
- Pondasi sumuran harus mempunyai keawetan yang memadai untuk penggunaan yang dipilih
- Tanah pendukung harus memberikan daya dukung dan ketahanan geser yang memadai
- Struktur pondasi sumuran harus mempunyai kekuatan memadai
- Penurunan dan perpindahanhorisontal tidak boleh menimbulkan pengurangan kekuatan pada
komponen-komponen struktural.


Best Practice Penanganan Jembatan
Perencanaan - 98

Dalam perencanaan pondasi sumuran analisa yang harus dilakukan adalah:
- Analisa kestabilan terhadap guling
- Analisa ketahanan terhadap geser
- Analisa kapasitas daya dukung tanah
- Analisa penurunan
- Analisa stabilitas secara umum

3) . Kestabilan Terhadap Guling
Kestabilan struktur terhadap kemungkinan terguling dihitung dengan persamaan berikut :

=
o
R
guling
M
M
SF

M
O
= Jumlah dari momen-momen yang menyebabkan struktur terguling dengan titik pusat
putaran di titik O. M
O
disebabkan oleh tekanan tanah aktif yang bekerja pada elevasi
H/3.
M
R
= Jumlah dari momen-momen yang mencegah struktur terguling dengan titik pusat
putaran di titik O. M
R
merupakan momen-momen yang disebabkan oleh gaya vertikal
dari struktur dan berat tanah diatas struktur.

Nilai minimum dari angka keamanan terhadap geser yang digunakan dalam perencanaan adalah
2.2

4) Ketahanan Terhadap Geser
Ketahanan struktur terhadap kemungkinan struktur bergeser dihitung berdasarkan persamaan
berikut

=
D
R
geser
F
F
SF
F
D
= Jumlah dari gaya-gaya horizontal yang menyebabkan stuktur bergeser. F
D

disebabkan oleh tekanan tanah aktif yang bekerja pada struktur
F
R
= Jumlah gaya-gaya horizontal yang mencegah struktur bergeser. F
R
merupakan gaya
gaya penahan yang disebabkan oleh tahanan gesek dari struktur dengan tanah serta
tahan yang disebabkan oleh kohesi tanah.

h
p
geser
P
P Bc V
SF

+ +
=
2 2
tan ) (

(1.11-14)
(1.11-14)
(1.11-15)
Best Practice Penanganan Jembatan
Perencanaan - 99
Nilai
2
biasanya diambil sama dengan sudut geser tanah untuk beton pondasi yang dicor
ditempat dan 2/3 dari nilai tanah untuk pondasi beton pracetak dengan permukaan halus.
Sedangkan nilai c2 biasanya diambil 0.4 dari nilai kohesi c tanah Nilai minimum dari Angka
Keamanan terhadap guling yang digunakan dalam perencanaan adalah 2.2

5) Daya Dukung Tanah Dasar
Tekanan yang disebabkan oleh gaya-gaya yang terjadi pada dasar pondasi sumuran harus
dipastikan lebih kecil dari daya dukung ijin tanah. Daya dukung tanah pada dasar pondasi sumuran
ditentukan dengan cara yang sama seperti dalam menentukan daya dukung pondasi dangkal.
Untuk memudahkan analisis, bentuk sumuran berupa lingkaran dengan diameter D dapat di
ekivalensikan menjadi bentuk empat persegi dengan dimensi B x B. Besarnya nilai B dihitung
sebagai berikut.

Pemeriksaan tegangan yang terjadi dilakukan seperti dalam perencanaan pondasi dangkal segi
empat. Hal pertama yang perlu diperiksa adalah eksentrisitas dari gaya-gaya ke pondasi dengan
dengan menggunakan persamaan berikut :


Tegangan kontak ke tanah dasar dihitung dengan persamaan berikut

Jika nilai eksentrisitas beban eks > B/6 maka tegangan kontak minimum qmin akan lebih kecil dari
0. Hal ini adalah sesuatu yang tidak diharapkan. Demikian juga jika tegangan kontak maksimum
qmak lebih besar dari daya dukung ijin. Jika hal ini terjadi maka lebar pondasi B perlu di perbesar
atau diameter pondasi D perlu diperlebar.

6) Tekanan Tanah Lateral
Tekanan tanah yang bekerja pada pondasi sumuran disebakan adalah tekanan tanah aktif dan
tekanan tanah pasif. Tekanan tanah pasif yang digunakan dalam analisis didasarkan tekanan
tanah pada keadaan diam.

7). Gaya-gaya Yang Bekerja Pada Pondasi Sumuran
Gaya-gaya yang bekerja pada pondasi sumuran diberikan pada Gambar 1.11-4 di bawah.


(1.11-16)
(1.11-17)
(1.11-18)
Best Practice Penanganan Jembatan
Perencanaan - 100




Gambar 1.11-4 Gaya-Gaya Yang Bekerja Pada Pondasi Sumuran
Best Practice Penanganan Jembatan
Perencanaan - 61

1.8. BANGUNAN ATAS
1.8.1. STRUKTUR BETON
Struktur beton ini adalah ringkasan dari buku Perencanaan Struktur Beton untuk Jembatan yang telah
dikonsensuskan dan dibahas pada Pantap untuk Standar Nasional Indonesia. Semua tabel dan rumus
merupakan salinan dari buku tersebut.

1) Syarat Umum
a) Umur rencana jembatan
Umur rencana jembatan pada umumnya disyaratkan 50 tahun. Namun untuk jembatan penting
dan/atau berbentang panjang, atau yang bersifat khusus, disyaratkan umur rencana 100 tahun.
b) Prinsip umum perencanaan

2) Dasar umum perencanaan
Perencanaan kekuatan balok, pelat, kolom beton bertulang sebagai komponen struktur jembatan
yang diperhitungkan terhadap lentur, geser, lentur dan aksial, geser dan puntir, harus didasarkan
pada cara Perencanaan berdasarkan Beban dan Kekuatan Terfaktor (PBKT). Untuk perencanaan
komponen struktur jembatan yang mengutamakan suatu pembatasan tegangan kerja, seperti
untuk perencanaan terhadap lentur dari komponen struktur beton prategang penuh, atau
komponen struktur lain sesuai kebutuhan perilaku deformasinya, atau sebagai cara perhitungan
alternatif, dapat digunakan cara Perencanaan berdasarkan Batas Layan (PBL).
Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan adalah:
- Kontinuitas dan redundansi.
- Semua komponen struktur jembatan harus mempunyai ketahanan yang terjamin terhadap
kerusakan dan instabilitas sesuai umur jembatan yang direncanakan.
- Aspek perlindungan eksternal terhadap kemungkinan adanya beban yang tidak direncanakan
atau beban berlebih.

3) Asumsi dan anggapan perencanaan
Untuk prosedur dan asumsi dalam perencanaan serta besarnya beban rencana harus mengikuti
ketentuan berikut:
- Didasarkan pada asumsi bahwa struktur direncanakan untuk menahan semua beban yang
mungkin bekerja padanya.
- Beban kerja dihitung berdasarkan Standar Pembebanan untuk Jembatan Jalan Raya.
- Perencanaan beban angin dan gempa, di mana seluruh bagian struktur yang membentuk
kesatuan harus direncanakan untuk menahan beban lateral total.
- Pertimbangan lain yaitu gaya prategang, beban crane, vibrasi, kejut, susut, rangkak,
perubahan suhu, perbedaan penurunan, dan beban-beban khusus lainnya yang mungkin
bekerja.



Best Practice Penanganan Jembatan
Perencanaan - 62

4) Perencanaan berdasarkan beban dan kekuatan terfaktor (PBKT)
Perencanaan komponen struktur jembatan harus didasarkan terutama pada cara Perencanaan
berdasarkan Beban dan Kekuatan Terfaktor (PBKT), yang harus memenuhi kriteria keamanan
untuk semua jenis gaya dalam di dalam semua komponen struktur jembatan sebagai:

>
i i n
Q dari dampak R (1.8-1)

Perencanaan secara PBKT dilakukan untuk mengantisipasi suatu kondisi batas ultimit, yang bisa
terjadi antara lain dari:
- Terjadi keruntuhan lokal pada satu atau sebagian komponen struktur jembatan.
- Kehilangan keseimbangan statis karena terjadi keruntuhan atau kegagalan pada sebagian
komponen struktur atau keseluruhan struktur jembatan.
- Keadaan purna-elastis atau purna-tekuk di mana satu bagian komponen jembatan atau
lebih mencapai kondisi runtuh.
- Kerusakan akibat fatik dan/atau korosi sehingga terjadi kehancuran.
- Kegagalan dari pondasi yang menyebabkan pergeseran yang berlebihan atau keruntuhan
bagian utama dari jembatan.

5) Perencanaan berdasarkan batas layan (PBL)
Perencanaan secara PBL dilakukan untuk mengantisipasi suatu kondisi batas layan, yang terdiri
antara lain dari:
- Tegangan kerja dari suatu komponen struktur jembatan, yang melampaui nilai tegangan
yang diijinkan, seperti halnya tegangan tarik, sehingga berpotensi mengakibatkan keretakan
pada komponen beton.
- Deformasi permanen dari komponen struktur jembatan, yang melampaui nilai deformasi
ijinnya, atau hal-hal lain yang menyebabkan jembatan tidak layak pakai pada kondisi layan,
atau hal-hal yang menyebabkan kekhawatiran umum terhadap keamanan jembatan pada
kondisi layan akibat beban kerja.
- Vibrasi yang terjadi sehingga menimbulkan instabilitas atau kekhawatiran struktural lainnya
terhadap keamanan jembatan pada kondisi layan.
- Bahaya permanen termasuk korosi, retak dan fatik yang mengurangi kekuatan struktur dan
umur layan jembatan.
- Bahaya banjir di daerah sekitar jembatan.

6) Metode analisis
Perhitungan struktur beton harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
- Analisis perhitungan struktur harus dilakukan dengan cara mekanika teknik yang baku.
- Bila dilakukan analisis struktur dengan menggunakan program komputer yang khusus,
maka perlu disampaikan penjelasan prinsip dan alur kerja dari program bersangkutan.
- Percobaan model komponen atau keseluruhan struktur jembatan terhadap suatu
pembebanan khusus bisa dilakukan bila diperlukan untuk menunjang analisis teoritis.
Best Practice Penanganan Jembatan
Perencanaan - 63


- Analisis dengan menggunakan model matematik bisa dilakukan, asalkan model tersebut
memang bisa diterapkan pada struktur jembatan dan dapat dibuktikan kebenarannya, atau
sudah teruji kehandalannya dalam analisis-analisis struktur terdahulu.

7) Metode perencanaan khusus
Yang dimaksud dengan perencanaan khusus adalah yang antara lain mencakup jenis jembatan
sebagai berikut:
- Jembatan dengan tipe gelagar boks (box girder).
- Jembatan gelagar boks segmental pracetak.
- Jembatan gelagar boks segmental dengan cara pelaksanaan kantilever.
- Jembatan kabel (cable stayed).
- Jembatan gelagar pelengkung (Arch bridge).

8) Sifat dan karakteristik material
a) Beton
(1) Kekuatan nominal
(a) Kuat tekan
Bila tidak disebutkan lain dalam spesifikasi teknik, kuat tekan harus diartikan
sebagai kuat tekan beton pada umur 28 hari, f
c
, dengan berdasarkan suatu
kriteria perancangan dan keberhasilan sebagai berikut:
Dalam segala hal, beton dengan kuat tekan (benda uji silinder) yang kurang
dari 20 MPa tidak dibenarkan untuk digunakan dalam pekerjaan struktur beton
untuk jembatan, kecuali untuk pembetonan yang tidak dituntut persyaratan
kekuatan. Dalam hal komponen struktur beton prategang, sehubungan dengan
pengaruh gaya prategang pada tegangan dan regangan beton, baik dalam
jangka waktu pendek maupun jangka panjang, maka kuat tekan beton
disyaratkan untuk tidak lebih rendah dari 30 MPa.
(b) Kuat tarik
Kuat tarik langsung dari beton, f
ct
, bisa diambil dari ketentuan:
- 0,33 \f
c
MPa pada umur 28 hari, dengan perawatan standar; atau
- Dihitung secara probabilitas statistik dari hasil pengujian.
(c) Kuat tarik lentur
Kuat tarik lentur beton, f
cf
, bisa diambil sebesar:
- 0,6 \f
c
MPa pada umur 28 hari, dengan perawatan standar; atau
- Dihitung secara probabilitas statistik dari hasil pengujian.





Best Practice Penanganan Jembatan
Perencanaan - 64

(2) Tegangan ijin
(a) Tegangan ijin tekan pada kondisi batas layan
Tegangan tekan dalam penampang beton, akibat semua kombinasi beban tetap
pada kondisi batas layan lentur dan/atau aksial tekan, tidak boleh melampaui
nilai 0,45 f
c
, di mana f
c
adalah kuat tekan beton yang direncanakan pada umur
28 hari, dinyatakan dalam satuan MPa.
(b) Tegangan ijin tekan pada kondisi beban sementara atau kondisi transfer gaya
prategang untuk komponen beton prategang
Untuk kondisi beban sementara, atau untuk komponen beton prategang pada
saat transfer gaya prategang, tegangan tekan dalam penampang beton tidak
boleh melampaui nilai 0,60 f
ci
, di mana f
ci
adalah kuat tekan beton yang
direncanakan pada umur saat dibebani atau dilakukan transfer gaya prategang,
dinyatakan dalam satuan MPa.
Tegangan ijin tarik pada kondisi batas layan
Tegangan tarik yang diijinkan terjadi pada penampang beton, boleh diambil
untuk:
- beton tanpa tulangan : 0,15 \f
c

- beton prategang penuh : 0,5 \f
c

Tegangan ijin tarik dinyatakan dalam satuan MPa.
(c) Tegangan ijin tarik pada kondisi transfer gaya prategang untuk komponen beton
prategang
Tegangan tarik yang diijinkan terjadi pada penampang beton untuk kondisi
transfer gaya prategang, diambil dari nilai-nilai:
- Serat terluar mengalami tegangan tarik, tidak boleh melebihi nilai 0,25 \f
ci
,
kecuali untuk kondisi di bawah ini.
- Serat terluar pada ujung komponen struktur yang didukung sederhana dan
mengalami tegangan tarik, tidak boleh melebihi nilai 0,5 \f
ci
.
Tegangan ijin tarik dinyatakan dalam satuan MPa.

(3) Modulus elastisitas
Modulus elastisitas beton, E
c
, nilainya tergantung pada mutu beton, yang terutama
dipengaruhi oleh material dan proporsi campuran beton. Namun untuk analisis
perencanaan struktur beton yang menggunakan beton normal dengan kuat tekan
yang tidak melampaui 60 MPa, atau beton ringan dengan berat jenis yang tidak
kurang dari 2000 kg/m
3
dan kuat tekan yang tidak melampaui 40 MPa, nilai E
c
bisa
diambil sebagai:





Best Practice Penanganan Jembatan
Perencanaan - 65

- ,
' 5 , 1
043 , 0
c c c
f w E = , dengan pertimbangan bahwa kenyataannya harga ini
bisa bervariasi 20%. w
c
menyatakan berat jenis beton dalam satuan kg/m
3
, f
c

menyatakan kuat tekan beton dalam satuan MPa, dan E
c
dinyatakan dalam
satuan MPa. Untuk beton normal dengan massa jenis sekitar 2400 kg/m
3
, E
c

boleh diambil sebesar 4700\f
c
, dinyatakan dalam MPa; atau

(4) Angka Poisson
Angka Poisson untuk beton, v, bisa diambil sebesar:
- 0,2 atau
- Ditentukan dari hasil pengujian.

(5) Koefisien muai panas
Koefisien muai panjang beton akibat panas, bisa diambil sebesar:
- 10 x 10
-6
per
0
C, dengan pertimbangan bisa bervariasi 20%; atau
- Ditentukan dari hasil pengujian.

(6) Susut beton
Tabel 1.8.1- 1
Koefisien standar susut beton sebagai tambahan regangan jangka panjang
Kekuatan karakteristik fc [MPa] 20 25 30 35 40 60
Koef. susut maksimum
cs.t
0,000174 0,000170 0,000163 0,000161 0,000153

(7) Rangkak pada beton

Tabel 1.8.1-2.
Koefisien standar rangkak beton sebagai tambahan regangan jangka panjang
Kekuatan karakteristik fc [MPa] 20 25 30 35 40 60
Koef. Rangkak maksimum C
u
2,8 2,5 2,3 2,15 2,0


b) Baja tulangan non-prategang
(1) Kekuatan nominal
(a) Kuat tarik putus
Ditentukan dari hasil pengujian.
(b) Kuat tarik leleh
Kuat tarik leleh, f
y
, ditentukan dari hasil pengujian, tetapi perencanaan tulangan
tidak boleh didasarkan pada kuat leleh f
y
yang melebihi 550 MPa, kecuali untuk
tendon prategang.


Best Practice Penanganan Jembatan
Perencanaan - 66

(2) Tegangan ijin
(a) Tegangan ijin pada pembebanan tetap
Tegangan ijin tarik pada tulangan non-prategang boleh diambil dari ketentuan
di bawah ini:
- Tulangan dengan f
y
= 300 MPa, tidak boleh diambil melebihi 140 MPa.
- Tulangan dengan f
y
= 400 MPa, atau lebih, dan anyaman kawat las
(polos atau ulir), tidak boleh diambil melebihi 170 MPa.
- Untuk tulangan lentur pada pelat satu arah yang bentangnya tidak lebih
dari 4 m, tidak boleh diambil melebihi 0,50 f
y
namun tidak lebih dari 200
MPa.

c) Tegangan ijin pada pembebanan sementara
Boleh ditingkatkan 30 % dari nilai tegangan ijin pada pembebanan tetap.

d) Baja tulangan prategang
(1) Kekuatan nominal
(a) Kuat tarik putus
Kuat tarik baja prategang, f
pu
, harus ditentukan dari hasil pengujian,
atau diambil sebesar mutu baja yang disebutkan oleh fabrikator
berdasarkan sertifikat fabrikasi yang resmi.

(b) Kuat tarik leleh ekivalen
Kuat leleh baja prategang, f
py
, harus ditentukan dari hasil pengujian
atau dianggap sebagai berikut:
- untuk kawat baja prategang : 0,75 f
pu

- untuk semua kelas strand dan tendon baja bulat: 0,85 f
pu
.

(2) Tegangan ijin
(a) Tegangan ijin pada kondisi batas layan
Tegangan tarik baja prategang pada kondisi batas layan tidak boleh
melampaui nilai berikut:
- Tendon pasca tarik, pada daerah jangkar dan sambungan, sesaat
setelah penjangkaran tendon, sebesar 0,70 f
pu
.
- Untuk kondisi layan, sebesar 0,60 f
pu
.
(b) Tegangan ijin pada kondisi transfer gaya prategang
Tegangan tarik baja prategang pada kondisi transfer tidak boleh
melampaui nilai berikut:
- Akibat gaya penjangkaran tendon, sebesar 0,94 f
py
tetapi tidak
lebih besar dari 0,85 f
pu
atau nilai maksimum yang
direkomendasikan oleh fabrikator pembuat tendon prategang
atau jangkar.
Best Practice Penanganan Jembatan
Perencanaan - 67

- Sesaat setelah transfer gaya prategang, boleh diambil sebesar
0,82 f
py
, tetapi tidak lebih besar dari 0,74 f
pu
.

(3) Modulus elastisitas
Modulus elastisitas baja prategang, E
p
, bisa diambil sebesar:
- untuk kawat tegang-lepas : 200 x 10
3
MPa;
- untuk strand tegang-lepas : 195 x 10
3
MPa;
- untuk baja ditarik dingin dengan kuat tarik tinggi :170 x 10
3
MPa;
- ditentukan dari hasil pengujian.

(4) Faktor beban dan faktor reduksi kekuatan
(a) Faktor beban dan kombinasi pembebanan
Untuk besaran beban dan kombinasi pembebanan, diambil mengacu
kepada Standar Pembebanan untuk Jembatan Jalan Raya.
(b) Faktor reduksi kekuatan
Faktor reduksi kekuatan diambil dari nilai-nilai berikut:
Lentur 0,80
Geser dan Torsi 0,70
Aksial tekan
* dengan tulangan spiral 0,70
* dengan sengkang biasa 0,65
Tumpuan beton 0,70

(5) Korosi pada struktur beton
Korosi pada beton tergantung pada lingkungan dimana struktur berada, berikut
Tabel 1.8.1.-1 yang menyatakan klasifikasi lingkungan yang berhubungan
dengan jenis struktur.














Best Practice Penanganan Jembatan
Perencanaan - 68
Tabel 1.8.1-- 1
Klasifikasi lingkungan
Keadaan permukaan dan lingkungan Klasifikasi lingkungan

1. Komponen struktur yang berhubungan langsung dengan tanah:
(a) Bagian komponen yang dilindungi lapisan tahan lembab atau
kedap air
(b) Bagian komponen lainnya di dalam tanah yang tidak agresif
(c) Bagian komponen di dalam tanah yang agresif (tanah
permeable dengan pH < 4, atau dengan air tanah yang
mengandung ion sulfat > 1 g per liter)


A

A

U

2. Komponen struktur di dalam ruangan tertutup di dalam bangunan,
kecuali untuk keperluan pelaksanaan dalam waktu yang singkat.


A

3. Komponen struktur di atas permukaan tanah dalam lingkungan
terbuka:
(a) Daerah di pedalaman (> 50 km dari pantai) di mana
lingkungan adalah
(i) bukan daerah industri dan berada dalam iklim yang sejuk
(ii) bukan daerah industri namun beriklim tropis
(iii) daerah industri dalam iklim sembarang
(b) Daerah dekat pantai (1 km sampai 50 km dari garis pantai),
iklim sembarang
(c) Daerah pantai (< 1 km dari garis pantai tetapi tidak dalam
daerah pasang surut), iklim sembarang







A
B1
B1

B1

B2

4. Komponen struktur di dalam air:
(a) Air tawar
(b) Air laut:
(i) terendam secara permanen
(ii) berada di daerah pasang surut
(c) Air yang mengalir



B1

B2
C
U

5. Komponen struktur di dalam lingkungan lainnya yang tidak
terlindung dan tidak termasuk dalam kategori yang disebutkan di
atas



U



(6) Persyaratan selimut beton
Tebal selimut beton untuk tulangan dan tendon harus diambil nilai tebal selimut
beton yang terbesar sesuai dengan ketentuan yang disyaratkan untuk
keperluan pengecoran dan untuk perlindungan terhadap karat.
Tebal selimut beton untuk keperluan pengecoran tidak boleh kurang dari nilai
yang terbesar dari ketentuan berikut:
- 1,5 kali ukuran agregat terbesar.
- Setebal diameter tulangan yang dilindungi atau 2 kali diameter tulangan
terbesar bila dipakai berkas tulangan.



Best Practice Penanganan Jembatan
Perencanaan - 69

- Tebal selimut bersih untuk tendon dengan sistem pra tarik harus minimum
2 kali diameter tendon, namun tidak harus lebih besar dari 40 mm. Jika
tendon dikelompokkan, terutama pada bidang horisontal, tebal selimut
beton harus dipertebal untuk keperluan pengecoran dan pemadatan.
- Tebal selimut beton untuk selongsong sistem pasca tarik harus
diambil minimum 50 mm dari permukaan selongsong ke bagian bawah
komponen dan 40 mm pada bagian lain.
- Persyaratan tebal selimut beton minimum untuk tendon eksternal sama
dengan untuk tendon yang ditanam dalam komponen beton.
- Selimut beton harus dipertebal bila tendon dikelompokkan dalam bidang
horisontal atau bila digunakan selongsong dalam beton.
- Tebal selimut beton minimum untuk ujung tendon pasca tarik atau
perlengkapan angkur harus diambil 50 mm.

Untuk perlindungan terhadap karat harus diambil tebal selimut beton sebagai
berikut:
- Bila beton dicor di dalam acuan sesuai dengan spesifikasi yang
berwenang dan dipadatkan sesuai standar, selimut beton harus diambil
tidak kurang dari ketentuan yang diberikan pada Tabel 1.8.1-2 untuk
klasifikasi tidak terlindung.
- bila beton dicor di dalam tanah, tebal selimut ke permukaan yang
berhubungan dengan tanah diambil seperti yang disyaratkan dalam Tabel
1.8.1-2 namun harganya dinaikkan 30 mm atau 10 mm jika permukaan
beton dilindungi lapisan yang kedap terhadap kelembaban.
- bila beton dicor di dalam acuan kaku dan pemadatannya intensif, seperti
yang dicapai dari hasil meja getar, digunakan selimut beton minimum
seperti disyaratkan pada Tabel 1.8.1.-3.
- bila komponen struktur beton dibuat dengan cara diputar, dengan rasio
air-semen kurang dari 0,35 dan tidak ada toleransi negatif pada
pemasangan tulangannya, selimut ditentukan sesuai Tabel 1.8.1.-4.











Best Practice Penanganan Jembatan
Perencanaan - 70


Tabel 1.8.1-2.
Selimut beton untuk acuan dan pemadatan standar

Tebal selimut beton nominal [mm] untuk beton dengan kuat tekan f
c

yang tidak kurang dari

Klasifikasi lingkungan
20 MPa 25 MPa 30 MPa 35 MPa

40 MPa
A 35 30 25 25 25
B1 (65) 45 40 35 25
B2 - (75) 55 45 35
C - - (90) 70 60



Tabel 1.8.1.-3
Selimut beton untuk acuan kaku dan pemadatan intensif

Selimut nominal [mm] untuk beton dengan kuat tekan f
c
yang tidak
kurang dari

Klasifikasi lingkungan
20 MPa 25 MPa 30 MPa 35 MPa

40 MPa
A 25 25 25 25 25
B1 (50) 35 30 25 25
B2 - (60) 45 35 25
C - - (65) 50 40

Best Practice Penanganan Jembatan
Perencanaan - 71


Tabel 1.8.1.-4.
Selimut beton untuk komponen yang dibuat dengan cara diputar
Klasifikasi lingkungan
Kuat tekan beton
f
c
[MPa]
Selimut beton [mm]
A, B1 35 20
B2
40
50
25
20
C 40 35


Tabel 1.8.1.-5
Selimut Beton Berdasarkan Diameter Tulangan
Pada Beton Prategang
Letak Struktur Beton Diameter Tulangan (mm) Selimut Beton (mm)
Cor langsung di atas tanah dan selalu
berhubungan dengan tanah
Bebas 70
Yang berhubungan dengan tanah atau
cuaca
D-19 s/d D-56
< D-16
50
40
Yang tidak langsung berhubungan
dengan tanah atau cuaca
a. Pelat, dinding dan pelat berusuk


b. Balok dan Kolom


c. Komponen struktur cangkang dan
pelat


D-44 dan D-56
< D-36

Tulangan Utama, pengikat,
sengkang, lilitan spiral

> D-19
< D-16



40
25

40


25
20

You might also like