You are on page 1of 79

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Sectio caesarea berarti bahwa bayi dikeluarkan dari uterus yang utuh melalui operasi abdomen. Di negara-negara maju, angka sectio caesarea meningkat dari 5 % pada 25 tahun yang lalu menjadi 15 %. Peningkatan ini sebagian disebabkan oleh mode, sebagian karena ketakutan timbul perkara jika tidak dilahirkan bayi yang sempurna, sebagian lagi karena pola kehamilan, wanita menunda kehamilan anak pertama dan membatasi jumlah anak (Jones, 2002). Menurut statistik tentang 3.509 kasus sectio caesarea yang disusun oleh Peel dan Chamberlain, indikasi untuk sectio caesaria adalah disproporsi janin panggul 21%, gawat janin 14%, plasenta previa 11% pernah sectio caesaria 11%, kelainan letak janin 10%, pre eklamsi dan hipertensi 7% dengan angka kematian ibu sebelum dikoreksi 17% dan sesudah dikoreksi 0,5% sedangkan kematian janin 14,5% (Winkjosastro, 2005). Menurut Andon dari beberapa penelitian terlihat bahwa sebenarnya angka kesakitan dan kematian ibu pada tindakan operasi sectio caesarea lebih tinggi dibandingkan dengan persalinan pervaginam. Angka kematian langsung pada operasi sesar adalah 5,8 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan angka kesakitan sekitar 27,3 persen dibandingkan dengan persalinan normal hanya sekitar 9 per 1000 kejadian. WHO (World Health Organization)

menganjurkan operasi sesar hanya sekitar 10-15 % dari jumlah total kelahiran. Anjuran WHO tersebut tentunya didasarkan pada analisis resiko-resiko yang muncul akibat sesar. Baik resiko bagi ibu maupun bayi. (Nakita, 2008). Pada tahun 2007-2008 jumlah persalinan dengan tindakan sectio caesarea di Rumah Sakit Umum Meuraxa Banda Aceh berjumlah 145 kasus dari 745 persalinan keseluruhannya atau 19,46 %. Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa angka tersebut sudah melebihi batas yang ditetapkan oleh WHO yaitu 10-15 % (Iqbal, 2002). Post partum dengan sectio caesaria dapat menyebabkan perubahan atau adaptasi fisiologis yang terdiri dari perubahan involusio, lochea, bentuk tubuh, perubahan pada periode post partum terdiri dari immiediate post

partum, early post partum, dan late post partum, proses menjadi orang tua dan adaptasi psikologis yang meliputi fase taking in, taking hold dan letting go. Selain itu juga terdapat luka post op sectio caesarea yang menimbulkan gangguan ketidaknyamanan : nyeri dan resiko infeksi yang dikarenakan terputusnya jaringan yang mengakibatkan jaringan terbuka sehingga memudahkan kuman untuk masuk yang berakibat menjadi infeksi. Dengan demikian klien dan keluarga dapat menerima info untuk menghadapi masalah yang ada, perawat juga diharapkan dapat menjelaskan prosedur sebelum operasi sectio caesarea dilakukan dan perlu diinformasikan pada ibu yang akan dirasakan selanjutnya setelah operasi sectio caesarea. Selain itu perawat diharapkan untuk dapat mengatasi masalah keperawatan yang timbul agar tidak timbul infeksi silang.

Dalam mencermati masalah-masalah tersebut maka penulis tertarik untuk menyusun Karya Tulis Ilmiah dengan judul Asuhan Keperawatan Post Sectio Caesarea dengan indikasi Panggul Sempit.

B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Mahasiswa mampu mendiskripsikan Asuhan Keperawatan Post Sectio Caesarea dengan indikasi Panggul Sempit dengan pendekatan proses keperawatan dari tahap pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi. 2. Tujuan Khusus a. Untuk menggambarkan hasil pengkajian pada klien Post SC dengan indikasi panggul sempit. b. Menggambarkan diagnosa keperawatan yang muncul pada klien Post SC dengan panggul sempit. c. Mengggambarkan respon klien Post SC dengan panggul sempit. d. Menggambarkan tindakan yang dilakukan untuk mengatasi masalah diagnosa keperawatan klien Post SC dengan panggul sempit. e. Menggambarkan hasil evaluasi. f. Menggambarkan faktor pendukung dan penghambat dalam

pengelolaan Post SC dengan panggul sempit.

C. Metode Penulisan Metode yang dipakai adalah dengan proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Adapun teknik penulisannya adalah deksriptif. Deskriptif merupakan gambaran kasus yang dikelola dengan cara pengumpulan data yang diperoleh saat pengkajian. 1. Wawancara Mengadakan tanya jawab dengan pihak terkait klien maupun tim kesehatan mengenai data klien dengan post sectio caesarea. Wawancara dilakukan selama proses keperawatan berlangsung. 2. Observasi Dengan mengadakan pengamatan dan melaksanakan asuhan keperawatan secara langsung pada klien dengan post sectio caesarea dengan indikasi panggul sempit. 3. Studi dokumentasi Dokumentasi ini diambil dan dipelajari dari catatan medis, catatan perawatan untuk mendapatkan data-data mengenai perawatan dan pengobatan. 4. Studi kepustakaan Menggunakan dan mempelajari literatur medis maupun perawatan yang menunjang sebagi teoritis untuk menegakkan diagnosa dan perencanaan keperawatan.

D. Sistematika Penulisan Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai karya tulis ilmiah ini, penulis menggunakan sistematika penulisan yang terdiri dari lima bab, yaitu : BAB I : berisi tentang pendahuluan yang meliputi latar belakang, tujuan penilaian, metode penulisan, dan sistematika penulisan. BAB II : berisi tentang konsep dasar yang meliputi : pengertian, anatomi fisiologi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinik, komplikasi, pentalaksanaan, pengkajian fokus, pathways keperawatan,

diagnosa keperawatan, fokus investasi dan rasional. BAB III : berisi tentang tinjauan kasus yang membahas kasus pasien, meliputi : pengkajian, ananlisa data, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi. BAB IV : berisi tentang pembahasan kasus yang bertujuan untuk menemukan kesenjangan antara teori dan fakta yang ada mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi. BAB V : berisi kesimpulan dan saran tentang kasus yang dibahas dan dapat menjadi pemikiran selanjutnya.

BAB II KONSEP DASAR

A. Pengertian
Yusmiati (2007) menyatakan bedah sesar adalah sebuah bentuk melahirkan anak dengan melakukan sebuah irisan pembedahan yang menembus abdomen seorang ibu dan uterus untuk mengeluarkan satu bayi atau lebih. Cara ini biasanya dilakukan ketika kelahiran melalui vagina akan mengarah pada komplikasikomplikasi, kendati cara ini semakin umum sebagai pengganti kelahiran normal.

Sectio caesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr, melalui sayatan pada dinding uterus yang masih utuh (intact) (Syaifuddin, 2006). Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu histerektomi untuk melahirkan janin dari dalam rahim. Jenis-jenis operasi sectio caesarea, terdiri atas : 1. Abdomen (sectio caesarea abdominalis) a. SC klasik atau corporal, dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10 cm. Kelebihannya antara lain : mengeluarkan janin dengan cepat, tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik, dan sayatan bisa diperpanjang proksimal dan distal. Sedangkan kekurangannya adalah infeksi mudah
6

menyebar secara intraabdominal karena tidak ada peritonealis yang baik, untuk persalinan yang berikutnya lebih sering terjadi ruptur uteri spontan. b. SC ismika atau profundal, dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat pada segmen bawah rahim (low servikal transversal) kira-kira 10 cm. Kelebihan dari sectio caesarea ismika, antara lain : penjahitan luka lebih mudah, penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik, tumpang tindih dari peritoneal flop baik untuk menahan penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum, dan kemungkinan ruptur uteri spontan berkurang atau lebih kecil. Sedangkan kekurangannya adalah luka melebar sehingga menyebabkan uteri pecah dan menyebabkan perdarahan banyak, keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi. c. SC ekstra peritonealis, yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis dan tidak membuka cavum abdominal. 2. Vagina (sectio caesarea vaginalis) Menurut sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan dengan sayatan memanjang (longitudinal), sayatan melintang (transversal), atau sayatan huruf T (T insision) (Rachman, M, 2000; Winkjosastro, Hanifa, 2007).

B. Panggul Sempit
Menurut morfologinya, jenis-jenis panggul dibedakan menjadi 4, yaitu:

1. Panggul Ginekoid, dengan pintu atas panggul yang bundar atau dengan diameter transversal yang lebih panjang sedikit daripada diameter anteroposterior dan dengan panggul tengah serta pintu bawah panggul yang cukup luas. 2. Panggul Anthropoid, dengan diameter anteroposterior yang lebih panjang daripada diameter transversa dan dengan arkus pubis menyempit sedikit. 3. Panggul Android, dengan pintu atas panggul yang berbentuk sebagai segitiga berhubungan dengan penyempitan ke depan, dengan spina iskiadika menonjol ke dalam dan dengan arkus pubis yang menyempit.
4. Panggul Platipelloid, dengan diameter anteroposterior yang jelas lebih

pendek daripada diameter transversa pada pintu atas panggul dan dengan arkus pubis yang luas.
Dalam Obstetri yang dimaksud panggul sempit secara fungsional yang artinya perbandingan antara kepala dan panggul. Kesempitan panggul dibagi sebagai berikut: 1. Kesempitan Pintu Atas Panggul Pintu atas panggul dianggap sempit bila conjugata vera kurang dari 10 cm atau kalau diameter transversa kurang dari 12 cm. Penyebab yang dapat menimbulkan kelainan panggul antara lain :

a. Kelainan karena gangguan pertumbuhan, terdiri atas : 1) panggul sempit seluruh : semua ukuran kecil; 2) panggul picak : ukuran muka

belakang sempit, ukuran melintang biasa; 3) panggul sempit picak : semua ukuran kecil tapi berlebihan ukuran muka belakang; 4) panggul corong : pintu atas panggul biasa, pintu bawah panggul sempit; 5) panggul belah : simpisis terbuka. b. Kelainan karena penyakit tulang panggul dan sendi-sendinya, terdiri atas : 1) panggul rachitis : panggul picak, panggul sempit, seluruh panggul sempit picak; 2) panggul osteomalacci : panggul sempit melintang; 3) radang articulation sacroiliaca : panggul sempit miring. c. Kelainan panggul disebabkan kelainan tulang belakang, terdiri atas : 1) kiposis di daerah tulang pinggang menyebabkan panggul corong; 2) sciliose di daerah tulang punggung menyebabkan panggul sempit. d. Kelainan panggul disebabkan kelainan anggota bawah, antara lain : coxitis, luxatio, dan atrofia menyebabkan panggul sempit.
2. Kesempitan Bidang Tengah Panggul Bidang tengah panggul terbentang antara pinggir bawah simfisis dan spina os ischii dan memotong sakrum kira-kira pada pertemuan ruas sakral ke-4 dan ke-5. Dikatakan bidang tengah panggul sempit jika jumlah diameter transversa dan diameter sagitalis posterior 13,5 cm atau kurang dari 15,5 cm dan diameter antara spina kurang dari 9 cm. 3.Kesempitan Pintu Bawah Panggul Pintu bawah panggul terdiri atas 2 segitiga dengan jarak antar kedua tuber isiadika sebagai dasar. Pintu bawah panggul dikatakan sempit jika jarak antara tubera ossis ischii 8 cm dengan sendirinya arcus pubis akan meruncing (Bratakoesoema, Dinan S., 2005).

C. Anatomi dan Fisiologi


1. Alat Genetalia Eksterna Gambar 1 Alat Genetalia Eksterna

Sumber : Elaine N. Marrieb, 2001


a. Mons Pubis

Adalah bantalan berisi lemak yang terletak di permukaan anterior simfisis pubis. Mons pubis berfungsi sebagai bantalan pada waktu melakukan hubungan seks.

b. Labia Mayora (bibir besar)

Labia mayora ialah dua lipatan kulit panjang melengkung yang menutupi lemak dan jaringan ikat yang menyatu dengan mons pubis. Keduanya memanjang dari mons pubis ke arah bawah mengelilingi labia monora, berakhir di perineum pada garis tengah. Labia mayora

10

melindungi labia minora, meatus urinarius, dan introitus vagina (muara vagina).
c. Labia Minora (bibir kecil)

Labia minora, terletak di antara dua labia mayora, merupakan lipatan kulit yang panjang, sempit dan tidak berambut yang memanjang ke arah bawah dari bawah klitoris dan menyatu dengan fourchette. Sementara bagian lateral dan anterior labia biasanya mengandung pigmen, permukaan medial labia minora sama dengan mukosa vagina; merah muda dan basah. Pembuluh darah yang sangat banyak membuat labia berwarna merah kemurahan dan memungkinkan labia minora membengkak, bila ada stimulus emosional atau stimulus fisik.
d. Klitoris

Klitoris adalah organ pendek berbentuk silinder dan erektil yang terletak tepat dibawah arkus pubis. Dalam keadaan tidak terangsang, bagian yang terlihat adalah sekitar 6 x 6 mm atau kurang. Ujung badan klitoris di namai glans dan lebih sensitif daripada badannya. Saat wanita secara seksual terangsang, glans dan badan klitoris membesar.
e. Vulva

Adalah bagian alat kandungan luar yang berbentuk lonjong, berukuran panjang mulai dari klitoris, kanan kiri dibatasi bibir kecil, sampai ke belakang dibatasi perineum.

11

f.

Vestibulum

Vestibulum ialah suatu daerah yang berbentuk seperti perahu atau lonjong, terletak di antara labia minora, klitoris dan fourchette. Vestibulum terdiri dari muara utetra, kelenjar parauretra (vestibulum minus atau skene), vagina dan kelenjar paravagina (vestibulum mayus, vulvovagina, atau Bartholini). Permukaan vestibulum yang tipis dan agak berlendir mudah teriritasi oleh bahan kimia (deodoran semprot, garam-garaman, busa sabun), panas, rabas dan friksi (celana jins yang ketat).
g. Fourchette

Fourchette adalah lipatan jaringan transversal yang pipih dan tipis, terletak pada pertemuan ujung bawah labia mayora dan minora di garis tengah dibawah orifisium vagina. Suatu cekungan kecil dan fosa navikularis terletak di antara fourchette dan himen.
h. Perineum

Perineum terletak diantara vulva dan anus, panjangnya rata-rata 4 cm. Jaringan yang menopang perineum adalah diafragma pelvis dan urogenital. Perineum terdiri dari otot-otot yang dilapisi, dengan kulit dan menjadi penting karena perineum dapat robek selama melahirkan.

12

2. Alat Genetalia Interna

Gambar 2 Alat Genetalia Interna

Sumber : Winkjosastro, 2007 a. Ovarium

Ovarium

merupakan

organ

yang

berfungsi

untuk

perkembangan dan pelepasan ovum, serta sintesis dari sekresi hormon steroid. Ukuran ovarium, panjang 2,5 5 cm, lebar 1,5 3 cm, dan tebal 0,6 1 cm. Normalnya, ovarium terletak pada bagian atas rongga panggul dan menempel pada lakukan dinding lateral pelvis di antara muka eksternal yang divergen dan pembuluh darah hipogastrik Fossa ovarica waldeyer. Ovarium melekat pada ligamentum latum melalui mesovarium. Dua fungsi ovarium ialah menyelenggarakan ovulasi dan memproduksi hormon. Ovarium juga merupakan tempat utama produksi hormon seks steroid (estrogen, progesteron, dan

13

androgen) dalam jumlah yang dibutuhkan untuk pertumbuhan, perkembangan dan fungsi wanita normal.
b. Vagina

Vagina, suatu struktur tubular yang terletak di depan rektum dan di belakang kandung kemih dan uretra, memanjang dari introitus (muara eksterna di vestibulum di antara labia minora vulva) sampai serviks (portio). Vagina merupakan penghubung antara genetalia eksterna dan genetalia interna. Bagian depan vagina berukuran 6,5 cm, sedangkan bagian belakang berukuran 9,5 cm. Vagina mempunyai banyak fungsi yaitu sebagai saluran keluar dari uterus dilalui sekresi uterus dan kotoran menstruasi sebagai organ kopulasi dan sebagai bagian jalan lahir saat persalinan. Vagina adalah suatu tuba berdinding tipis yang dapat melipat dan mampu meregang secara luas. Ceruk yang terbentuk di sekeliling serviks yang menonjol tersebut disebut forniks: kanan, kiri, anterior dan posterior. Mukosa vagina berespons dengan cepat terhadap stimulasi estrogen dan progesteron. Sel-sel mukosa tanggal terutama selama siklus menstruasi dan selama masa hamil. Sel-sel yang diambil dari mukosa vagina dapat digunakan untuk mengukur kadar hormon seks steroid. Cairan vagina berasal dari traktus genitalia atas atau bawah. Cairan sedikit asam. Interaksi antara laktobasilus vagina dan glikogen

14

mempertahankan keasaman. Apabila pH naik di atas lima, insiden infeksi vagina meningkat (Bobak, Lowdermilk, Jensen, 2004).
c. Uterus

Uterus merupakan organ muskular yang sebagian tertutup oleh peritoneum / serosa. Bentuk uterus menyerupai buah pir yang gepeng. Uterus wanita nullipara panjang 6-8 cm, dibandingkan dengan 9-10 cm pada wanita multipara. Berat uterus wanita yang pernah melahirkan antara 50-70 gram. Sedangkan pada yang belum pernah melahirkan beratnya 80 gram / lebih. Uterus terdiri dari:
a) Fundus uteri, merupakan bagian uterus proksimal, kedua tuba fallopi berinsensi ke uterus. b) Korpus uteri, merupakan bagian uterus yang terbesar. Rongga yang terdapat pada korpus uteri disebut kavum uteri. Dinding korpus uteri terdiri dari 3 lapisan: serosa, muskula dan mukosa. Mempunyai fungsi utama sebagai janin berkembang. c) Serviks, merupakan bagian uterus dengan fungsi khusus, terletak dibawah isthmus. Serviks memiliki serabut otot polos, namun terutama terdiri atas jaringan kolagen, ditambah jaringan elastin serta pembuluh darah. d) Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan: endometrium, miometrium, dan sebagian lapisan luar peritoneum parietalis. d. Tuba Falopii

Tuba falopii merupakan saluran ovum yang terentang antara kornu uterine hingga suatu tempat dekat ovarium dan merupakan

15

jalan ovum mencapai rongga uterus. Panjang tuba fallopi antara 8-14 cm. Tuba falopii oleh peritoneum dan lumennya dilapisi oleh membran mukosa. Tuba fallopi terdiri atas: pars interstialis : bagian tuba yang terdapat di dinding uterus, pars ismika : bagian medial tuba yang sempit seluruhnya, pars ampularis : bagian yang terbentuk agak lebar tempat konsepsi terjadi, pars infudibulum : bagian ujung tuba yang terbuka ke arah abdomen mempunyai rumbai/umbul disebut fimbria.
e. Serviks

Bagian paling bawah uterus adalah serviks atau leher. Tempat perlekatan serviks uteri dengan vagina, membagi serviks menjadi bagian supravagina yang panjang dan bagian vagina yang lebih pendek. Panjang serviks sekitar 2,5 sampai 3 cm, 1 cm menonjol ke dalam vagina pada wanita tidak hamil. Serviks terutama disusun oleh jaringan ikat fibrosa serta sejumlah kecil serabut otot dan jaringan elastic (Evelyn, 2002).

16

3. Anatomi Tulang Panggul

Gambar 3 Anatomi Tulang Panggul

Sumber : Syaifuddin, 2007 Tulang panggul (os sakrum) terdiri atas kiri dan kanan yang melekat satu sama lain di garis medianus persambungan tulang rawan disebut simpisis oseum pubis sehingga terbentuk gelang panggul yang disebut singulum ekstremitas inferior. Os sakrum dibentuk oleh os ileum (tulang usus), os pubis (tulang kemaluan), dan os iskii (tulang duduk). Di dalam os ileum terdapat lekuk besar yang disebut fossa iliaka, di depan krisna iliaka terdapat tonjolan spina iliaka anterior superior dan di belakang spina iliaka posterior superior. Os iskii terdiri atas korpus ossis iskii, di belakang asetabulum korpus ossis iskii mempunyai taju yang tajam disebut spina iskiadika yang terdapat insisura iskiadika mayor dan dibawahnya spina iskiadika

17

minor. Os pubis terdiri dari pubis kanan dan kiri yang terdapat tulang rawan disebut simpisis pubis. (Syaifuddin, 2007).
4. Anatomi Konjugata Obstetrika

Gambar 4 Konjugata Obstetrika

Sumber : Harry, 2003 Konjugata vera yaitu jarak dari pinggir atas simfisis ke promontorium panjangnya lebih kurang 11 cm. Jarak terjauh garis melintang pada pintu atas panggul disebut diameter tranversa. Bila ditarik garis dari artikulasio sakroiliaka ke titik persekutuan antara diameter transversa dan konjugata vera dan diteruskan ke linea innominata, disebut diameter oblikua. Konjugata vera sama dengan konjugata diagonalis dikurangi 1,5 cm. Konjugata obstetrika merupakan konjugata yang

paling penting yaitu jarak antara bagian tengah dalam simfisis dengan promontorium.

18

5. Anatomi Kulit Abdomen Gambar 5 Anatomi Kulit Abdomen

Sumber : Winkjosastro, 2005 Kulit terdiri dari 2 lapisan, yaitu : 1) Lapisan epidermis, merupakan lapisan luar, terdiri dari epitel skuamosa bertingkat. Sel-sel yang menyusunnya dibentuk oleh lapisan germinal dalam epitel silindris dan mendatar, ketika didorong oleh sel-sel baru ke arah permukaan, tempat kulit terkikis oleh gesekan. Lapisan luar terdiri dari keratin, protein bertanduk, Jaringan ini tidak memiliki pembuluh darah dan sel-selnya sangat rapat. 2) Lapisan dermis adalah lapisan yang terdiri dari kolagen, jaringan fibrosa dan elastin. Lapisan superfasial menonjol ke dalam epidermis berupa sejumlah papila kecil. Lapisan yang lebih dalam terletak pada jaringan subkutan dan fasia. Lapisan ini mengandung pembuluh darah, pembuluh limfe dan saraf. 3) Lapisan subkutan mengandung sejumlah sel lemak, berisi banyak pembuluh darah dan ujung saraf. Lapisan ini mengikat kulit secara

19

longgar dengan organ-organ yang terdapat dibawahnya. Dalam hubungannya dengan tindakan SC, lapisan ini adalah pengikat organorgan yang ada di abdomen, khususnya uterus. Organ-organ di abdomen dilindungi oleh selaput tipis yang disebut peritonium. Dalam tindakan SC, sayatan dilakukan dari kulit lapisan terluar (epidermis) sampai dinding uterus. 6. Anatomi Otot Perut dan Fasia Gambar 6 Otot Perut dan Fasia

Sumber :

20

a. Fasia

Di bawah kulit, fasia superfisialis dibagi menjadi lapisan lemak yang dangkal, Camper's fasia, dan yang lebih dalam lapisan fibrosa,. Fasia profunda terletak pada otot-otot perut. menyatu dengan fasia profunda paha. Susunan ini membentuk pesawat antara Scarpa's fasia dan perut dalam fasia membentang dari bagian atas paha bagian atas perut. Di bawah lapisan terdalam otot abdominis transverses, terletak fasia transversalis. Para fasia transversalis dipisahkan dari peritoneum parietalis oleh variabel lapisan lemak.. Fascias adalah lembar

jaringan ikat atau mengikat bersama-sama meliputi struktur tubuh.


b. Otot Perut

Otot perut terdiri dari : otot dinding perut anterior dan lateral, serta otot dinding perut posterior. Otot dinding perut anterior dan lateral (rectus abdominis) meluas dari bagian depan margo costalis di atas dan pubis di bagian bawah. Otot itu disilang oleh beberapa pita fibrosa dan berada didalam selubung. Linea alba adalah pita jaringan yang membentang pada garis tengah dari procecuss xiphodius sternum ke simpisis pubis, memisahkan kedua musculus rectus abdominis. Obliquus externus, obliquus internus dan transverses adalah otot pipih yang membentuk dinding abdomen pada bagian samping dan depan. Serat obliquus externus berjalan ke arah bawah dan atas, serat obliquus internus berjalan ke atas dan ke depan ; serat transverses (otot terdalam dari

21

otot ketiga dinding perut) berjalan transversal di bagian depan ketiga otot terakhir otot berakhir dalam satu selubung bersama yang menutupi rectus abdominis. Otot dinding perut posterior (Quadrates lumbolus) adalah otot pendek persegi pada bagian belakang abdomen, dari costa keduabelas diatas ke krista iliaca (Gibson, J. 2002).

D. Pelvimetri
1. Pelvimetri Luar Cara ini dapat ditentukan secara garis besar jenis, bentuk, dan ukuran-ukuran panggul apabila dilakukan dengan pemeriksaan dalam. Alat-alat yang dipakai antara lain : jangkar-jangkar panggul Martin, Oseander, Collin, Boudeloque dan sebagainya. Yang diukur adalah : a. Distansia spinarum ( 24-26 cm), jarak anatar kedua spina iliaka anterior superior sinistra dan dekstra. b. Distansia kristarum ( 28-30 cm), jarak yang terpanjang antara dua tempat yang simetris pada krisna iliaka sinistra dan dekstra. c. Distansia oblikua eksterna (ukuran miring luar), jarak antara spina iliaka posterior sinistra dan spina iliaka anterior superior dekstra dan dari spina iliaka posterior dekstra dan spina iliaka anterior superior sinistra. d. Distansia intertrokanterika, jarak antara kedua trokanter mayor. e. Konjugata eksterna (Boudeloque) 18 cm, jarak antara bagian atas simfisis ke profesus spinosus lumbal 5. f. Distansia tubernum ( 10,5 cm), jarak antara tuber iskii kanan dan kiri.

22

2. Pelvimetri Dalam Memasukkan dua jari (telunjuk dan jari tengah) ke jalan lahir hingga menyentuh bagian tulang belakang / promotorium. Hitung jarak dari tulang kemaluan hingga promotorium untuk mengetahui ukuran pintu atas panggul dan pintu tengah panggul. Pemeriksaan ini mendapatkan konjugata diagonal (Aflah Nur, 2010). 3. Pelvimetri roentgenologik, untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang bentuk panggul dan ditemukan angka-angka mengenai ukuran-ukuran dalam ketiga bidang panggul.

E. Macam-Macam Anestesi
Anestesi adalah suatu tindakan untuk menghilangkan kesadaran disertai hilangnya rasa sakit yang sifatnya sementara. Anestesi pada setiap keadaan membawa problema-problema tersendiri sesuai dengan kondisi penderita, sebab obat-obat anestesi bersifat depresi pada organ-organ vital. 1. Aspek farmakologik anestesi yaitu : a. Narkotik dan analgesik; b. Sedatif, hipnotik, dan neuroleptik; c. Relaksasi otot-otot; d. Vasokonstriktor dan vasopresor; dan e. Oksitosik. 2. Teknik anestesi a. Anestesi Umum adalah menghilangkan rasa nyeri secara sentral yang disertai dengan hilangnya kesadaran.

23

1) Fisiologi terjadinya anestesi Obat anestetika masuk ke pembuluh darah atau sirkulasi kemudian menyebar ke jaringan, yang pertama terpengaruh adalah jaringan yang kaya akan pembuluh darah yaitu otak sehingga kesadaran menurun atau hilang, disertai hilangnya rasa nyeri dan lain-lain. 2) Cara pemberian obat : a) Melalui rectum b) Intramuskular c) Intra vena d) Perinhalasi 3) Kontra indikasi : a) Kontra indikasi mutlak payah jantung. b) Kontra indikasi relatif, tergantung kepada efek farmakologis dari obat yang dipakai yaitu : (1) Kelainan jantung : hindarkan pemakaian obat yang mendepresi miokard, misalnya eter, tiopental dan halotan. (2) Kelainan hepar : hindarkan obat yang dimetabolisme di hepar (3) Kelainan ginjal : hindarkan obat yang diekresi di ginjal, misal petidin atau gallarmin, morfin. (4) Kelainan paru : hindarkan obat-obat yang menyebabkan hipersekresi saluran pernafasan yang mengakibatkan pengentalan sekresi dalam paru misal : eter. (5) Kelainan endokrin : pada diabetes melitus hindarkan pemakaian obat yang merangsang simpatis karena menyebabkan peninggian gula darah misal eter. (Latief, 2009). : Tiopental 10%, kloralhidrat : ketamin HCl, diazepam : Tiopental 5%, 2,5% diazepam, ketamin : N2O, halotan, sevofluran

24

b. Anestesi regional dan lokal adalah untuk menghilangkan impuls rasa nyeri dari bagian tubuh tertentu dengan cara memblokir hantaran syaraf sensorik untuk sementara. Fungsi motorik dapat terkena atau tidak sama sekali, dan penderita tidak kehilangan kesadarannya. Yang termasuk anastesi regional adalah : a) Topikal : obat anestesi diberikan pada akhir serabut saraf di mukosa dengan cara menyemprot atau mengoles. b) Infiltrasi : obat anestesi regional dengan cara infiltrasi langsung pada garis insisi atau luka. c) Field block : obat anestesi regional dengan cara membentuk dinding anestesi sekitar daerah operasi. d) Blok syaraf : obat anestesi regional dengan cara suntikan langsung ke saraf atau sekitar saraf yang mempersarafi bagian badan tertentu. Misal anestesi spinal, epidural atau peridural. Cara kerja obat anestesi regional adalah bergabung dengan protoplasma sel saraf dan menghasilkan anestesi dengan cara mencegah depolarisasi yang ditimbulkan oleh impuls transmisi. Syaraf-syaraf motorik, karena penampang yang lebih kecil dan selubung mielin saraf sensorik yang lebih tipis. 1) Kontra indikasi menurut Mochtar, Rustam, 1998 a) Kelainan daerah punggung : spondilitis, infeksi kulit. b) Kelainan kardiovaskuler : arrythmia, hypertensi, anemia berat (Mochtar Rustam, 2002).

25

F. Fase Penyembuhan Luka 1. Fase Inflamasi Respons vascular dan selular terjadi ketika jaringan terpotong atau mengalami cedera. Vasokonstriksi pembuluh terjadi dan bekuan fibrinoplatelet. Ketika mikrosirkulasi mengalami kerusakan, elemen darah seperti antibodi, plasma protein, elektrolit, komplemen, dan air menembus edema, teraba hangat, kemerahan dan nyeri. Netrofil adalah leukosit pertama yang bergerak ke dalam jaringan yang rusak. Antigenantibodi juga timbul. Sel-sel basal pada pinggir luka mengalami mitosis dan menghasilkan sel baru 2. Fase Proliferatif Fibrosis memperbanyak diri dan membentuk jaring-jaring untuk sel-sel yang bermigrasi. Sel-sel epitel membentuk kuncup pada pinggiran luka; kuncup ini berkembang menjadi kapiler, yang merupakan sumber nutrisi bagi jaringan granulasi yang baru. 3. Fase Maturasi Sekitar 3 minggu setelah cedera, fibroplas mulai meninggalkan luka. Jaringan parut tampak besar, sampai fibril kolagen menyusun ke dalam posisi yang lebih padat. Hal ini, sejalan dengan dehidrasi, mengurangi jaringan parut tetapi meningkatkan kekuatannya. Maturasi jaringan seperti ini terus berlanjut dan mencapai kekuatan maksimum dalam 10 atau 12 minggu, tetapi tidak pernah mencapai kekuatan asalnya dari jaringan sebelum luka.

26

Fase penyembuhan luka menurut Sjamsuhidajat R, 1997 Fase I II Inflamasi Proliferasi Proses Reaksi radang Regenerasi fibroplasias Gejala dan tanda Dolor, rubor, kalor, tumor / Jaringan granulasi / kalus tulang penutupan: epitel / endotel / mesotel III Penyudahan Pematangan dan Jaringan parut / fibrosis

perupaan kembali

G. Adaptasi Post Partum


Perubahan fisiologis pada post partum menurut Fahrer Helen (2001) meliputi : 1. Involusio, yaitu suatu proses fisiologis pulihnya kembali alat kandungan ke keadaan sebelum hamil, terjadi karena masing-masing sel menjadi lebih kecil karena sitoplasmanya yang berlebihan dibuang. a. Involusio Uterus

Terjadi setelah plasenta lahir, uterus akan mengeras karena kontraksi dan reaksi pada otot-ototnya, dapat diamati dengan pemeriksaan TFU yaitu setelah plasenta lahir hingga 12 jam pertama TFU 1 - 2 jari dibawah pusat. Pada hari ke-6 TFU normalnya berada di pertengahan simfisis pubis dan pusat. Pada hari ke- 9atau 12 TFU sudah tidak teraba.

27

b. Involusio tempat melekatnya plasenta

Setelah plasenta dilahirkan, tempat melekatnya plasenta menjadi tidak beraturan dan ditutupi oleh vaskuler yang kontraksi serta trombosis pada endometrium terjadi pembentukan scar sebagai proses penyembuhan luka. Proses penyembuhan luka pada endometrium ini memungkinkan untuk implantasi dan

pembentukan plasenta pada kehamilan yang akan datang.


2. Lochea, yaitu kotoran yang keluar dari liang senggama dan terdiri dari jaringan-jaringan mati dan lendir berasal dari rahim dan liang senggama. Lochea terbagi menjadi 4 jenis, yaitu : a. Lochea rubra, berwarna merah yang terdiri dari lendir dan darah, terdapat pada hari kesatu dan kedua. b. Lochea sanguinolenta, berwarna coklat yang terdiri dari cairan bercampur darah dan pada hari ke 3 - 6 post partum. c. Lochea serosa, berwarna merah muda agak kekuningan yang

mengandung serum, selaput lendir, leukosit dan jaringan yang telah mati, pada hari ke 7 - 10. d. Lochea alba, berwarna putih / jernih yang berisi leukosit, sel epitel, mukosa serviks dan bakteri atau kuman yang telah mati, terdapat pada hari ke-1 hingga 2 minggu setelah melahirkan. 3. Adaptasi Fisik a. Tanda-tanda vital Suhu meningkat karena perubahan hormonal tetapi bila suhu diatas 38C dan selama 2 hari dalam 10 hari pertama post partum perlu dipikirkan kemungkinan adanya infeksi saluran kemih, endometritis dan 28

sebagainya. Pembengkakan buah dada pada hari ke 2 atau 3 setelah melahirkan dapat menyebabkan kenaikan suhu, walaupun tidak selalu. b. Adaptasi cardiovaskuler 1) Tekanan darah stabil, penurunan tekanan darah sistolik 20 mmHg dapat terjadi pada saat ibu berubah posisi berbaring - duduk. Keadaan sementara ini sebagai kompensasi cardiovaskuler terhadap penurunan dalam rongga panggul dan perdarahan. 2) Denyut nadi berkisar antara 60 - 70 /menit, berkeringat dan menggigil mengeluarkan cairan yang berlebihan sering terjadi terutama pada malam hari. c. Adaptasi sistem gastro intestinal Diperlukan waktu 3 - 4 hari sebelum faal usus kembali normal meskipun kadar progesteron menurun setelah melahirkan namun asupan makanan juga mengalami penurunan selama 1 - 2 hari. d. Adaptasi traktus urinarius Selama proses persalinan kandung kemih mengalami trauma yang dapat mengakibatkan oedem dan menghilangkan sensifitas terhadap tekanan cairan. Perubahan ini dapat menyebabkan tekanan yang berlebihan dan pengosongan yang tidak sempurna, biasanya ibu mengalami

ketidakmampuan untuk buang air kecil selama 2 hari pertama setelah melahirkan. e. Adaptasi sistem endokrin Perubahan buah dada, umumnya produksi air susu baru berlangsung pada hari ke 2 - 3 post partum, buah dada nampak membesar, keras dan nyeri.

29

f.

Adaptasi sistem muskuloskeletal Otot dinding abdomen teregang secara bertahap selama kehamilan, mengakibatkan hilangnya kekenyalan otot. Keadaan ini terlihat jelas setelah melahirkan dinding perut tampak lembek dan kendor.

g. Perineum Setelah melahirkan perinuem menjadi kendur karena sebelumnya teregang oleh tekanan kepala bayi yang bergerak maju, pada post partum hari ke-5, perineum sudah mendapatkan kembali sebagian besar tonusnya sekalipun tetap lebih kendur daripada keadaan sebelum melahirkan (nuliparia). h. Laktasi Setelah partus, pengaruh penekanan dari estrogen dan progesteron

terhadap hipofisis hilang timbul. Pengaruh hormon-hormon hipofisis kembali antara lain lactogenic hormon (prolaktin) yang akan

menghasilkan mammae yang telah dipersiapkan pada masa hamil, terpengaruhi akibat kelenjar-kelenjar susu berkontraksi sehingga

mengeluarkan air susu. Umumnya produksi air susu baru berlangsung betul pada hari ke-2 - 3 post partum. 4. Periode Post Partum Berdasarkan waktu periode post partum dibagi menjadi tiga, yaitu: a. Immidiate post partum, dihitung 24 jam pertama setelah plasenta lahir, ditandai dengan ibu hanya memperhatikan diri sendiri tidak peduli lingkungan dan ingin dirawat.

30

b. Early post partum, pada hari ke 2-7 setelah melahirkan mulai dengan perawatan bayi, memandikan dan perawatan tali pusat c. Late Post Partum, pada minggu ke 2-6 setelah melahirkan, ditandai dengan ibu telah melaksanakan peran barunya dan mulai memperhatikan tubuhnya. 5. Proses menjadi orang tua Steele dan Pollack (1968) menyatakan bahwa menjadi orang tua merupakan suatu proses yang terdiri dari dua komponen. Komponen pertama bersifat praktis atau mekanis yang melibatkan ketrampilan kognitif dan motorik, dan komponen kedua bersifat emosional yang melibatkan ketrampilan afektif dan kognitif. Kedua komponen tersebut penting untuk perkembangan dan keberadaan bayi. a. Ketrampilan Kognitif-Motorik Komponen ini melibatkan orang tua dalam aktivitas perawatan anak, seperti memberikan makan, menggendong, menenakan pakaiaan, dan membersihkan bayi, menjaganya dari bahaya, dan memungkinkan untuk bergerak (Steele, Pollack,1968). Kemampuan orang tua dalam hal ini dipengaruhi oleh pengalaman pribadinya dan budayanya. Banyak orang tua harus belajar untuk melakukan tugas ini dan proses belajar mungkin sukar bagi mereka. Akan tetapi, hampir semua orang tua yang memiliki keinginan untuk belajar dan dibantu dukungan orang lain menjadi terbiasa dengan aktivitas merawat anak.

31

b. Ketrampilan Kognitif-Afektif Komponen psikologis dalam menjadi orang tua, sifatnya keibuan atau kebapakan tampaknya berakar dari pengalaman orang tua di masa kecil saat mengalami dan menerima kasih sayang dari ibunya. Dalam hal ini orang tua bisa dikatakan mewarisi kemampuan untuk menunjuk perhatian dan kelembutan serta menyalurkan kemampuan ini ke generasi berikutnya dengan meniru hubungan orangtua-anak yang pernah dialaminya. Ketrampilan ini meliputi sikap yang lembut, waspada, dan memberikan perhatian terhadap kebutuhan dan keinginan anak. Komponen menjadi orang tua ini memiliki efek yang mendasar pada cara perawatan anak yang dilakukan dengan praktis dan pada respon emosionl anak terhadap asuhan yang diterimanya. Suatu hubungan orangtua-anak yang positif adalah saling memberi satu sama lain yang dapat mendasari dalam memberikan bantuan mempunyai arti bahwa orang tersebut berharga untuk menerima bantuan. Konsep Erikson (1959-1964) mengatakan tentang dasar

kepercayaan perkembangan rasa percaya ini akan menentukan respon bayi seumur hidupnya. Orang-orang yang mengalami hubungan orang tua-anak yang positif cenderung lebih mudah bersosialisasi dan terbuka serta mampu meminta bantuan dan menerima bantuan dari orang lain. Sebaliknya, mereka yang kurang rasa percaya cenderung

mengasingkan diri dan menyendiri. Mereka memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk mengalami krisis karena ketidakmampuanya

32

menggunakan dukungan orang lain ketika menghadapi masalah (Bobak, Lowdermilk, Jensen, 2004). 6. Adaptasi Psikososial a. Fase taking in (Fase Dependen) Selama 1 - 2 hari pertama, dependensi sangat dominan pada ibu dan ibu lebih memfokuskan pada dirinya sendiri. Beberapa hari setelah melahirkan akan menangguhkan keterlibatannya dalam tanggung jawab sebagai seorang ibu dan ia lebih mempercayakan kepada orang lain dan ibu akan lebih meningkatkan kebutuhan akan nutrisi dan istirahat. Menunjukkan kegembiraan yang sangat, misalnya menceritakan tentang pengalaman kehamilan, melahirkan dan rasa ketidaknyamanan. b. Fase taking hold (Fase Independen) 1) Ibu sudah malu menunjukkan perluasan fokus perhatiannya yaitu dengan memperlihatkan bayinya. 2) Ibu mulai tertarik melakukan pemeliharaan pada bayinya. 3) Ibu mulai terbuka untuk menerima pendidikan kesehatan bagi dirinya dan bayinya. c. Fase letting go (Fase Interdependen), merupakan suatu kemajuan menuju peran baru, ketidaktergantungan dalam merawat diri dan bayinya lebih meningkat. Dan mampu mengenal bahwa bayi terpisah dari dirinya (Farrer, 2001).

33

H. Penatalaksaan
Prognosis persalinan dengan panggul sempit tergantung berbagai faktor, antara lain : bentuk panggul, ukuran panggul, pergerakan sendi-sendi panggu;, besarnya kepala janin, persentasi dan posisi kepala, serta his. Secara pasti, sebelum persalinan berlangsung hanya dapat ukuran-ukuran panggul. Oleh karena itu, jika CV < 8 cm dilakukan sectio caesarea primer sedangkan CV > 8 -10 cm dapat dilakukan persalinan percobaan. Persalinan percobaan hanya dilakukan pada letak belakang kepala, tidak dilakukan pada letak sungsang, letak dahi, letak muka, atau kelainan letak lainnya. Ada 2 macam persalinan percobaan, yaitu : 1. Trial of labor, dimulai pada permulaan persalinan dengan pervaginam secara spontan atau dibantu dengan ekstraksi (forceps atau vakum) dan anak serta ibu dalam keadaan baik (dikatakan berhasil). 2. Test of labor, dimulai pada saat pembukaan lengkap dan berakhir 1 jam sesudahnya. Setelah 1 jam kepala turun sampai H III, test of labor berhasil. Persalinan percobaan dihentikan jika pembukaan tidak atau kurang sekali kemajuan, keadaan ibu atau anak menjadi kurang baik, ada lingkaran retraksi yang patologis, dan forceps/vakum ekstraksi gagal. Dalam keadaan-keadaan tersebut, dilakukan sectio caesarea (Dinan S. Bratakoesoema, 2005). Penatalaksanaan post operasi sectio caesarea, antara lain : 1. Periksa dan catat tanda tanda vital setiap 15 menit pada 1 jam pertama dan 30 menit pada 4 jam kemudian. 2. Perdarahan dan urin harus dipantau secara ketat. 3. Pemberian tranfusi darah, bila terjadi perdarahan post partum.

34

4. Pemberian antibiotika. Walaupun pemberian antibiotika sesudah sesar efektif dapat dipersoalkan, namun pada umumnya pemberiannya dianjurkan. 5. Mobilisasi. Pada hari pertama setelah operasi penderita harus turun dari tempat tidur dengan dibantu paling sedikit 2 kali. Pada hari kedua penderita sudah dapat berjalan ke kamar mandi dengan bantuan. 6. Pemulangan Jika tidak terdapat komplikasi penderita dapat dipulangkan pada hari kelima setelah operasi (Mochtar Rustam, 2002).

I. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada post sectio caesarea, antara lain : 1. Infeksi puerperal (nifas). Tahapan ringan suhu meningkat beberapa hari; tahapan sedang suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit kembung; sedangkan pada tahapan berat terjadi peritonealis, sepsis, dan usus paralitik. 2. Perdarahan karena banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka serta perdarahan pada plasenta bed. 3. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila peritonealisasi terlalu tinggi. 4. Kemungkinan ruptur uteri pada kehamilan berikutnya (Bobak, 2002).

35

J. Pengkajian Fokus
1. Riwayat kesehatan keluarga Adakah keluarga yang menderita hipertermia malignan atau reaksi anastesi? 2. Riwayat penyakit hepatik, alergi terhadap obat, makanan, plester, dan larutan. 3. Pengkajian Kata Dasar a. Sirkulasi Riwayat masalah jantung, edema pulmonal, penyakit vaskuler perifer atau stasis vaskuler (peningkatan pembentukan trombus). b. Integritas ego Perasaan cemas, takut, marah, apatis, serta adanya faktor stres multipel. Dengan tanda tidak dapat beristirahat dan peningkatan tegangan. c. Makanan/cairan Malnutrisi, membran mukosa yang kering, pembatasan puasa praoperasi. d. Pernafasan Adanya kondisi kronik/batuk, merokok. e. Keamanan Riwayat transfusi darah dan tanda munculnya proses infeksi. 4. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan darah lengkap, golongan darah, dan pencocokan silang, tes Coombs. b. USG : melokalisasi plasenta, menentukan pertumbuhan, kedudukan, dan presentasi janin. c. Urinalisis : menentukan kadar albumin/glukosa.

36

d. Kultur : mengidentifikasi adanya virus herpes simpleks tipe II. e. Pelvimetri : menentukan CPD. f. Amniosentesis : mengkaji maturitas paru janin.

g. Tes stres kontraksi atau tes nonstres : mengkaji respon janin terhadap gerakan/stres dari pola kontraksi uterus atau pola abnormal. h. Pemantauan elektronik kontinue : memastikan status janin atau aktivitas uterus (Doengoes, 2001).

37

K. Pathways Keperawatan

Hamil Panggul sempit Section caesarea

Adaptasi psikologis Taking in Dependent, perlu pelayanan dan perlindungan Adanya kelemahan fisik (lemah, pusing) Defisit perawatan diri Taking hold Belajar mengalami perubahan Kurang informasi Kurang pengetahua Efek anastesi Penurunan kerja medulla oblongata Penurunan kerja saraf pernafasan Penurunan reflek batuk Bersihan jalan nafas tidak efektif Luka operasi Jaringan terputus Jaringan terbuka Proteksi tubuh Pintu masuk kuman Nyeri

Perubahan fisiologis Sistem endokrin Penurunan progesteron dan Peningkatan prolaktin dan oksitosin Peningkatan produksi ASI Isapan bayi Perawata n payudara Efektif laktasi Sistem reproduksi Uterus Kontraksi Lemah Perdarahan Resiko syok hipovolemik Kuat Pelepasa nlochea Lochea statis Resti infeksi Ovarium Peningkatan FSH dan LH Menstruasi

Letting go Mampu menyesuaikan dengan keluarga Perubahan peran Ansietas

Imobilisasi Hambatan mobilitas

Sumber : Bobak, 2004 Judith, 2007


Hambatan

Perawatan payudara tidak adekuat Inefektif laktasi

Doengoes, 2001 Sarwono Prawirohardjo, 1999

mobilitas fisik

40

L. Diagnosa Keperawatan 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan efek anestesi (Doenges, 2002). 2. Gangguan rasa nyaman: Nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan, efek anestesi, efek hormonal, distensi kandung kemih (Doenges, 2001). 3. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah dalam pembedaran (Doenges, 2001). 4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan intoleransi aktivitas dan nyeri (Judith, 2007). 5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik (Doenges, 2002). 6. Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan tubuh terhadap bakteri sekunder pembedahan (Doenges, 2001). 7. Ansietas berhubungan dengan perubahan peran atau transmisi

interpersonal (Doenges, 2001). 8. Tidak efektifnya laktasi berhubungan dengan perpisahan dengan bayi. (Carpenito, 2006). 9. Kurang pengetahuan berhubungan dengan mengenai perubahan fisiologis, periode pemulihan, perawatan diri dan kebutuhan perawatan diri (Doenges, 2001).

41

M.

Fokus Intervensi dan Rasional


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan efek anestesi. Hasil yang diharapkan : mempertahankan kepatenan jalan nafas dengan kriteria hasil tidak mengalami penumpukan sekret, bunyi nafas bersih, dan dapat melakukan batuk efektif. Intervensi a. Kaji faktorfaktor penyebab (sekret, penurunan kesadaran, reflek batuk). Rasional : penumpukan sekret, penurunan kesadaran dan reflek batuk menurun dapat menghalangi jalan nafas. b. Pertahankan klien pada posisi miring, maka sekret dapat mengalir ke bawah. Rasional : dengan memberikan posisi miring, maka sekret dapat mengalir ke bawah. c. Kaji posisi lidah, yakinkan tidak jatuh ke belakang dan menghalangi nafas. Rasional : posisi lidah yang jatuh ke belakang dapat menghalangi jalan nafas. d. Tinggikan kepala tempat tidur. Rasional : pengembangan paru lebih maksimal. e. Ajarkan batuk efektif. Rasional : untuk pengeluaran sekret dan jalan nafas. 2. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan insisi,

peningkatan/kontraksi otot yang lebih lama.

42

Hasil yang diharapkan : dapat mengontrol rasa nyerinya dengan kriteria hasil mampu mengidentifikasikan cara mengurangi nyeri, mengungkapkan keinginan untuk mengontrol

nyerinya, dan mampu untuk tidur/istirahat dengan tepat. Intervensi a. Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas, dan lamanya. Rasional : memberikan informasi untuk membantu memudahkan tindakan keperawatan. b. Ajarkan dan catat tipe nyeri serta tindakan untuk mengatasi nyeri. Rasional : meningkatkan persepsi klien terhadap nyeri yang di dalamnya. c. Ajarkan teknik relaksasi. Rasional : meningkatkan kenyamanan klien. d. Pertahankan tirah baring bila diindikasikan. Rasional : tirah baring diperlukan pada awal selama fase reteksi akut. e. Anjurkan menggunakan kompres hangat. Rasional : membantu mengurangi nyeri dan meningkatkan kenyamanan klien. f. Berikan obat sesuai indikasi Rasional : mengurangi nyeri. g. Masukan kateter dan dekatkan untuk kelancaran drainase. Rasional : pengaliran kandung kemih menurunkan tegangan.

43

3. Defisit volume cairan berhubungan dengan pengeluaran integritas pembuluh darah, perubahan dalam kemampuan pembekuan darah. Hasil yang diterapkan : adanya tanda-tanda vital yang stabil, palpasi denyut nadi dengan kualitas baik, turgor kulit normal, membran mukosa lembab, dan pengeluaran urine yang sesuai. Intervensi a. Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran. Tinjau ulang catatan intraoperasi. Rasional : membantu mengidentifikasi pengeluaran cairan atau kebutuhan penggantian. b. Kaji pengeluaran urinarius. Rasional : mengindikasikan malfungsi atau obstruksi sistem urinarius. c. Awasi TD, nadi, dan tekanan hemodinamik. Rasional : hipoteksi, takikardia penurunan tekanan hemodinamik menunjukan kekurangan cairan. d. Catat munculnya mual/muntah. Rasional : mual yang terjadi 1224 jam pascaoperasi dihubungkan dengan anestesi; mual lebih dari tiga hari pascaoperasi dihubungkan dengan narkotik untuk mengontrol rasa sakit atau terapi obatobatan lainnya. e. Periksa pembalut atau drain pada interval reguler. Kaji luka untuk terjadinya pembengkakan.

44

Rasional : pendarahan

yang

berlebihan

dapat

mengacu

kepada

hipovolemia/hemoragi. Pembengkakan lokal mengindikasikan formasi hematoma/pendarahan. f. Pantau suhu kulit, palpasi denyut perifer. Rasional : kulit dingin/lembab, denyut lemah mengindikasikan penurunan sirkulasi perifer. g. Pasang kateter urinarius sesuai kebutuhan. Rasional : memberikan mekanisme untuk memantau pengeluaran urinarius yang adekuat. h. Berikan cairan parental, produksi darah dan/ atau plasma ekspander sesuai petunjuk. Rasional : gantikan kehilangan cairan. Catat waktu penggunaan volume sirkulasi yang potensial bagi penurunan komplikasi. i. Awasi pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi. 1) Hb/Ht Rasional : menurun karena anemia atau kehilangan darah aktual. 2) Elektrolit serum dan pH. Rasional : ketidakseimbangan dapat memerlukan perubahan dalam cairan atau tambahan pengganti untuk mencapai

keseimbangan. j. Berikan darah atau kemasan SDM bila diperlukan sesuai indikasi. Rasional : kehilangan pendarahan, penurunan produksi SDM dapat mengakibatkan anemia berat atau progresif.

45

4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan intoleransi aktivitas dan nyeri. Hasil yang diharapkan : mempertahankan posisi fungsi dibuktikan tidak adanya kontraktur, meningkatkan kekuatan bagian tubuh yang sakit / kompensasi, dan mendemonstrasikan teknik/perilaku yang memungkinkan melakukan kembali aktivitas. Intervensi a. Kaji fungsi motorik dengan menginstruksikan pasien untuk melakukan gerakan. Rasional : mengevaluasi keadaan khusus.pada beberapa lokasi trauma mempengaruhi tipe dan pemilihan intervensi. b. Catat tipe anestesi yang diberikan pada saat intra partus pada waktu klien sadar. Rasional : pengaruh anestesi dapat mempengaruhi aktifitas klien. c. Berikan suatu alat agar pasien mampu untuk meminta pertolongan, seperti bel atau lampu pemanggil. Rasional : Membuat pasien memiliki rasa aman, dapat mengatur diri dan mengurangi ketakutan karena ditinggal sendiri. d. Bantu / lakukan latihan ROM pada semua ekstremitas dan sendi, pakailah gerakan perlahan dan lembut. Rasional : meningkatkan sirkulasi, meningkatkan mobilisasi sendi dan mencegah kontraktur dan atrofi otot.

46

e. Anjurkan klien istirahat. Rasional : mencegah kelelahan. f. Tingkatkan aktifitas secara bertahap. Rasional : aktifitas sedikit demi sedikit dapat dilakukan oleh klien sesuai yang diinginkan, memberikan rasa tenang dan aman pada klien emosional. 5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik. Hasil yang diharapkan : mampu mendemonstrasikan teknik-teknik untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri, dan

mengidentifikasi / menggunakan sumber-sumber yang tersedia. Intervensi : a. Pastikan berat / durasi ketidaknyamanan. Rasional : nyeri dapat mempengaruhi respons emosi dan perilaku, sehingga klien mungkin tidak mampu berfokus pada perawatan diri sampai kebutuhan fisik. b. Tentukan tipe-tipe anastesi. Rasional : Klien yang telah menjalani anestesia spinal dapat diarahkan untuk berbaring datar. c. Ubah posisi klien setiap 1-2 jam. Rasional : membantu mencegah komplikasi bedah seperti flebitis. d. Berikan bantuan sesuai kebutuhan (perawatan mulut, mandi, gosokan punggung dan perawatan perineal). 47

Rasional : memperbaiki harga diri, meningkatkan perasaan kesejahteraan. e. Berikan pilihan bila mungkin (jadwal mandi, jarak selama ambulasi). Rasional : mengizinkan beberapa otonomi meskipun tergantung pada bantuan profesional. f. Kolaborasi pemberian analgesik sesuai indikasi. Rasional : menurunkan ketidaknyamanan, yang dapat mempengaruhi kemampuan untuk melaksanakan perawatan diri. 6. Resti infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, kerusakan kulit, pemajanan pada patogen. Hasil yang diharapkan : tidak ada tanda-tanda infeksi (rubor, kalor, dolor, tumor dan fungsio laesa), tanda-tanda vital normal terutama suhu (36-370C), dan pencapaian tepat waktu dalam pemulihan luka tanpa komplikasi. Intervensi : a. Monitor tanda-tanda vital. Rasional : suhu yang meningkat, dapat menunjukkan terjadinya infeksi (color). b. Kaji luka pada abdomen dan balutan. Rasional : mengidentifikasi apakah ada tanda-tanda infeksi adanya pus. c. Menjaga kebersihan sekitar luka dan lingkungan klien, rawat luka dengan teknik aseptik. Rasional : mencegah kontaminasi silang/penyebaran organisme infeksius.

48

d. Dapatkan kultur darah, vagina, dan plasenta sesuai indikasi. Rasional : mengidentifikasi organisme yang menginfeksi dan tingkat keterlibatan. e. Catat hemoglobin dan hematokrit. Catat perkiraan kehilangan darah selama prosedur pembedahan. Rasional : risiko infeksi pasca melahirkan dan penyembuhan buruk meningkat bila kadar hemoglobin rendah dan kehilangan darah berlebihan. f. Berikan antibiotik pada praoperasi. Rasional : mencegah terjadinya proses infeksi. 7. Ansietas berhubungan dengan perubahan peran atau transmisi interpersonal. Hasil yang diharapkan : mampu mengungkapkan perasaan takut, tampak rileks, dan menggunakan sumber / sistem pendukung dengan efektif. Intervensi a. Kaji respon psikologis pada kejadian dan ketersediaan sistem pendukung. Rasional : semakin klien merasakan ancaman, semakin besar tingkat ansietas. b. Tetap bersama klien dan tenang. Bicara perlahan. Tunjukkan empati. Rasional : membantu membatasi transimisi ansietas interpersonal, dan mendemonstrasikan perhatian terhadap klien/pasangan.

49

c. Beri penguatan aspek positif dari ibu dan kondisi janin. Rasional : memfokuskan pada kemungkinan keberhasilan hasil akhir dan membantu membawa ancaman yang dirasakan / aktual ke dalam perspektif. d. Anjurkan klien / pasangan mengungkapkan dan/atau mengekspresikan perasaan (menangis). Rasional : membantu mengidentifikasi perasaan/masalah negative dan memberikan kesempatan untuk mengatasi perasaan ambivalen atau teratasi/berduka. e. Dukung / arahkan kembali mekanisme koping yang diekspresikan. Rasional : mendukung mekanisme koping dasar meningkatkan

kepercayaan diri dan penerimaan serta menurunkan ansietas. f. Berikan masa privasi. Kurangi rangsang lingkungan, seperti jumlah orang yang ada, sesuai keinginan klien. Rasional : untuk menginternalisasi informasi, menyusun sumber-sumber, dan mengatasi dengan efektif. 8. Tidak efektifnya laktasi berhubungan dengan perpisahan dengan bayi. Hasil yang diharapkan : dapat mengidentifikasi aktivitas yang menentukan atau meningkatkan menyusui yang berhasil. Intervensi a. Kaji isapan bayi, jika ada lecet pada putting. Rasional : menentukan kermampuan untuk memberikan perawatan yang tepat.

50

b. Anjurkan klien breast care dan menyusui yang efektif. Rasional : mempelancar laktasi. c. Anjurkan klien memberikan asi esklusif. Rasional : ASI dapat memenuhu kebutuhan nutrisi bagi bayi sehingga pertumbuhan optimal. d. Berikan informasi untuk rawat gabung. Rasional : menjaga meminimalkan tidak efektifnya laktasi. e. Anjurkan bagaimana cara memeras, menyimpan, dan mengirim atau memberikan ASI dengan aman. Rasional : menjaga agar ASI tetap bisa digunakan dan tetap higienis bagi bayi. 9. Kurang pengetahuan berhubungan dengan mengenai perubahan fisiologis, periode pemulihan, perawatan diri dan kebutuhan perawatan diri. Hasil yang diharapkan : mampu mengungkapkan fisiologis, pemahaman tentang

perubahan

kebutuhan-kebutuhan

individu, hasil yang diharapkan. Intervensi : a. Kaji kesiapan dan motivasi klien untuk belajar. Rasional : penyuluhan diberikan untuk membantu mengembangkan pertumbuhan ibu, maturasi dan kompetensi. b. Kaji keadaan fisik klien. Rasional : ketidaknyamanan dapat mempengaruhi konsentrasi dalam menerima penyuluhan. 51

c. Berikan informasi tentang perubahan fisiologis dan psikologis yang normal. Rasional : membantu klien mengenali perubahan normal. d. Diskusikan program latihan yang tepat, sesuai ketentuan. Rasional : program latihan dapat sirkulasi, membantu tonus otot-otot, gambaran

meningkatkan

menghasilkan

keseimbangan tubuh dan meningkatkan perasaan sejahtera. e. Demonstrasikan teknik-teknik perawatan diri. Rasional : Membantu orang tua dalam penguasaan tugas-tugas baru.

52

BAB III TINJAUAN KASUS

A. BIODATA Pada bab ini penulis melakukan pengkajian pada tanggal 27 april 2011 1. Identitas psien Nama Umur Jenis Suku bangsa Agama Status perkawinan Pendidikan Pekerjaan Alamat Tanggal Masuk No. Register Diagnosa medis Penanggung jawab Nama Umur Jenis kelamin Pendidikan : Tn M : 56 th : Laki - Laki : SMP : Ny A : 18 th : Perempuan : Jawa : Islam : Kawin : SMP : Swasta : dempet demak : 26 april 2011 : 10-16-80 : Post sectio caesaria hari ke 1

53

Pekerjaan Hubungan dengan pasien B. Riwayat Kesehatan 1. Riwayat kesehatan sekarang

: Swasta : Ayah

Pengkajian dilakukan pada tanggal 27 april 2011 dan didapatkan hasil pengkajian Ny. A dirawat di RSUD Sunan Kalijaga Demak dengan rujukan bidan atas indikasi panggul sempit, maka di rumah sakit dilakukan operasi sectio caesarea. Saat dirawat di rumah sakit klien sudah mengalami pecahnya ketuban (KPD) dan his yang tidak teratur dan kuat. 2. Riwayat kesehatan lalu Awal menstruasi umur 12 tahun dengan lama menstruasi 7-10 hari. Setiap bulan rutin menstruasi sesuai jadwal. Selama kehamilan klien minum obat-obatan dari bidan untuk mencegah anemia dan menguatkan rahim. Klien mengaku tidak pernah mengalami hipertensi baik saat kehamilan maupun sebelum kehamilan, klien juga mengaku tidak mengalami DM pada saat kehamilan maupun sebelum kehamilan. 3. Riwayat kesehatan kluarga Klien mengatakan dikeluarganya tidak ada yang mengalami persalinan secara sectio caesaria seperti dirinya. Klien juga mengatakan tidak ada keluarganya yang mengalami panggul sempit seperti klien maupun riwayat penyakit DM, hipertensi, dan Hepatitis B. C. Pola Fungsional Gordon

54

1. Pola Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan Klien memahami bahwa dirinya dioperasi dan harus lebih hati-hati. Saat hamil klien selalu kontrol rutin di bidan terdekat. Selama masa kehamilan klien mengatakan mengkonsumsi obat-obatan dari bidan berupa obat penambah darah dan obat penguat kandungan. 2. Pola Nutrisi dan Metabolik Saat dilakukan pengkajian klien sudah mulai makan sedikit-sedikit, dengan makanan bubur halus. 3. Pola Eliminasi Saat dilakukan pengkajian klien sudah bisa flatus, dan klien menggunakan kateter dengan ukuran 14, warna urin klien yaitu kuning jernih. 4. Pola Aktivitas dan Latihan Pada saat dilakukan pengkajian pasien masih takut untuk ber gerak, pasien juga mengaku masih lemas. 5. Pola Istirahat dan Tidur Klien mengalami sulit tidur karena masih merasakan nyeri disekitar luka jahitan. 6. Pola Persepsi Sensori dan Kognitif Sebelum dan setelah operasi, klien tidak mengalami penurunan kemampuan sensasi (penglihatan, pendengaran, penghidung,

pengecapan, dan perabaan). Klien tidak menggunakan alat bantu

55

dengar maupun alat bantu penglihatan seperti kacamata. Saat sebelum dan setelah operasi tidak ada masalah dengan kemampuan mengingat. Karakteristik nyeri P = dirasa meningkat saat bergerak Q = nyeri terasa ditusuk-tusuk R = nyeri terasa di abdomen S = skala 6 T = nyeri timbul tidak teratur, lama 10-15 detik 7. Pola Hubungan dengan Orang Lain Pada saat sebelum dan setelah menjalani operasi ini klien masih dapat bergaul baik dengan lingkungan sekitar, klien berbicara dengan jelas dan dapat menempatkan situasi yang ada. 8. Pola Reproduksi dan Seksual Klien mengerti mengenai fungsi seksual maupun reproduksinya, karena klien mengatahuinya dari orang tua dan sumber lainnya. Saat hamil klien mengatakan ada gangguan pada hubungan seksual namun itu tidak terlalu mengganggu. 9. Persepsi Diri dan Konsep Diri Klien berharap bisa cepat sembuh. Perasaan klien saat ini adalah merasa senang dan bahagia karena bertambahnya anggota baru di dalam keluarga. Status dan posisi klien sebelum dirawat adalah sebagai seorang istri, namun sekarang berubah menjadi seorang ibu. Klien

56

menerima apa yang terjadi pada dirinya dan tidak merasa rendah diri dengan keadaannya sekarang. 10. Pola Mekanisme Koping Dalam mengambil keputusan di keluarga Ny. A selalu

memusyawarahkan terlebih dahulu

kepada suaminya dalam

menetapkan keputusan. Jika menghadapi masalah klien berusaha memecahkan masalah tersebut dan memusyawarahkan dengan keluarga. Upaya dalam menghadapi masalah sekarang ini, yaitu klien mentaati anjuran dari tim kesehatan dan bantuan dari keluarga. Menurut klien banyak yang telah dilakukan oleh perawat dalam membantu terpenuhinya kebutuhan yang diperlukan selama dirumah sakit. 11. Pola Nilai Kepercayaan/Keyakinan Menurut pasien sumber kekuatan bagi dirinya adalah Allah SWT. Tidak ada pertentangan dengan nilai/kebudayaan yang dianut terhadap pengobatan yang dijalani saat ini.

D. PENGKAJIAN FISIK IBU 1. Keadaan umum :Tampak lemah 2. Kesadaran 3. TTV 4. TD 5. Nadi :110/70 mmHg :84x/menit :Composmentis

57

6. Suhu 7. Respirasi 8. Kepala

:37,2C :20x/menit :Bentuk kepala mesochepal,tidak ada luka,warna rambut hitam,tebal,dan bersih,tidak ada ketombe.

a. Mata

:Konjungtiva tidak anemis,sklera tidak ikterik,tidak

terjadi penurunan kemampuan penglihatan b. Hidung oksigen c. Telinga d. Mulut : Bersih,tidak ada serumen,pendengaran jelas : Bersih,mukosa bibir kering,tidak sianosis : ada nyeri menelan,tidak ada pembesaran tiroid 10. Dada 11. Payudara hanya sedikit. 12. Paru-paru : a. Inspeksi : Simetris,tidak menggunakan alat bantu pernafasan b. Palpasi c. Perkusi d. Auskultasi 13. Jantung a. Inspeksi :Ictus cordis tidak tampak :Vocal fremitus kanan dan kiri sama :Sonor seluruh lapang paru :Vesikuler : Simetris :Putting menonjol, areola menghitam, ASI keluar : Bersih,tidak ada polip,tidak ada penggunaan

9. Leher dan tenggorok

58

b. Palpasi c. Perkusi d. Auskultasi 14. Abdomen a. Inspeksi

:Ictus cordis teraba pada ics 5 :Pekak :Tidak ada suara gallop

:Terdapat luka jahitan post sectio caesaria 12cm(luka tertutup)

b. Auskultasi c.Palpasi

:bising usus (+)14x per menit :Terdapat nyeri tekan pada daerah bawah pusat,tinggi fundus uteri adalah 28cm

d. Perkusi 15. Ekstremitas atas

:Supel : Tidak ada edema,tangan kanan terpasang infus RL 20tetes/ menit,tidak ada

kemerahan 16. Ekstremitas bawah 17. Genitalia :Tidak ada edema :Lochea rubra (40cc),warna merah

segar,terpasang kateter 18. Kulit :Bersih,warna kuning langsat,turgor kulit baik E. PENGKAJIAN FISIK BAYI 1. Keadaan umum 2. Kesadaran 3. Jenis kelamin :Baik :Composmentis :Laki-laki

59

4. Berat badan 5. Panjang badan 6. Lingkar dada 7. Lingkar kepala 8. Lingkar perut 9. suhu 10. sedikit 11. Mata 12. Telinga 13. Hidung Kepala

:3400 gram :43cm :32cm :35cm :30cm :370 C :bentuk molding,sutura kecil simetris,rambut

:Tidak juling,tidak ada perdarahan,tidak ikterik :Simetris,terdapat lubang telinga :Tidak ada pernafasan cuping hidung,simetris,tidak ada polip dan sekret

14. Leher 15. Dada 16. Abdomen

:tidak ada pembesaran tiroid :Pergerakan dada simetris :Tidak ada lesi,masih terdapat lanugo tipis dan sedikit,utuh,hepar dapat diraba,ginjal dapat diraba

17. Genitalia

: Laki-laki,terdapat sepasang testis,adanya lubang penis dan anus

18. Ekstremitas

:Tidak ada edema,akral dingin

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan laboratorium,tanggal 27 april 2011 sebagai berikut : Hemoglobin Leukosit :12g/dL dengan nilai normal 11-16 g/dl :13500 dengan nilai normal 4000-11000 /mm3

60

Trombosit Hematokrit

:265000 dengan nilai normal 150000-450000 /mm :30,3 dengan nilai normal 34-40 %

2. Terapi tanggal 27 april 2011 Injeksi : Ceftriaxone 1x1g Ranitidine 1x1 ampul(jika perlu)

Oral : Sulfas Ferosus 3x1 tab Metergine 3x1 tab

G.

ANALISA DATA MASALAH Intoleransi ETIOLOGI Kelemahan fisik

DATA Data Subjektif :

Klien mengatakan belum berani untuk aktivitas bergerak dan masih lemas Data Objektif : a. Kaki dan tangan masih sulit

digerakkan. b. Keterbatasan rentang gerak. c. Tremor d. Melambatnya gerakan e. Klien lemah Data Subjektif : Gangguan rasa Kontraksi uterus dan luka jahitan

Klien mengatakan nyeri pada luka nyaman (nyeri) sekitar jahitan Data Objektif : Karakteristik nyeri :

61

P = dirasa meningkat saat bergerak Q = nyeri terasa ditusuk-tusuk R = nyeri terasa di abdomen S = skala 6 T = nyeri timbul tidak teratur, lama 1015 detik Data subjektif : -Data Objektif : a. Adanya luka insisi sepanjang 12 cm R: tidak adanya kemerahan E : tidak ada edema E : tidak ada kebiruan D: keluar lochea rubra 40 cc, cairan berwarna merah A : jahitan berbentuk jelujur Resti infeksi Prosedur invasif, kerusakan kulit

b. Balutan bersih c. Terpasang kateter dan infus d. Hasil laboratorium Hemoglobin = 12 g/dL Leukosit = 13500 Trombosit = 265000 Hematokrit = 30,3 e. Tanda vital

62

S = 37,20C N = 84x/menit Data Subjektif : -Data Objektif : a. Puting menghitam. b. Payudara membengkak. c. Bayi dirawat di ruang khusus bayi. Resiko inefektif laktasi Perpisahan dengan bayi

H.

DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik. 2. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan kontraksi otot dan luka jahitan. 3. Resti infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, dan kerusakan kulit. 4. Resiko inefektif laktasi berhubungan dengan perpisahan dengan bayi.

I.

INTERVENSI DIAGNOSA KEPERAWATAN Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik. TUJUAN DAN KRITERIA HASIL Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam, hambatan mobilitas fisik tidak terjadi. . b. Anjurkan klien Istirahat untuk istirahat. dapat a. Kaji rentang gerak. Untuk mengetahui perubahan yang terjadi INTERVENSI RASIONAL

NO

pada klien.

mempercepat

63

Kriteria hasil : a. Peningkatan rentang pergerakan. c. Bantu dalam pemenuhan aktifitas seharihari sesuai kebutuhan.

pemulihan tenaga. Memberikan rasa tenang aman klien. dan pada

2.

Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan kontraksi otot dan luka jahitan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam, gangguan rasa

a. Monitor keadaan umum dan tanda vital. b. Kaji karakteristik nyeri.

Mengetahui perkembangan klien. Menandakan ketepatan tindakan. Memberikan relaksasi tubuh.

nyaman teratasi. c. Berikan posisi kriteria Hasil : a. Klien mengatakan nyeri berkurang d. Berikan lingkungan yang nyaman. yang nyaman.

Meminimalisir pencetus nyeri.

b. Klien merasa e. Ajarkan teknik nyaman relaksasi. f. Kolaborasi pemberian obat 3. Resti infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, kerusakan kulit, dan ketuban Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam, resti a. Monitor keadaan umum dan tanda vital. b. Kaji tanda dan gejala infeksi.

Meningkatkan kenyamanan.

Mengetahui perkembangan klien. Mempengaruhi penyembuhan

64

pecah dini (KPD)

infeksi tidak terjadi. Kriteria c. Kolaborasi hasil : a. Pencapaian tepat waktu dalam pemulihan luka. b. Tidak terjadi komplikasi. c. Bebas dari infeksi. pemeriksaan laboratorium. d. Kolaborasi pemberian obat

luka.

Mendeteksi dini terjadinya infeksi.

4.

Resiko inefektif laktasi berhubungan dengan kurang pengetahuan dan perpisahan dengan bayi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam, inefektif laktasi tidak terjadi. Kriteria hasil : a. mengidentifi kasi aktivitas yang meningkatka n menyusui. b. Mengetahui cara menyusui yang benar.

a. Anjurkan klien ASI dapat memberikan asi esklusif. memenuhi kebutuhan nutrisi bagi bayi sehingga pertumbuhan optimal. b. Kaji isapan bayi. Menentukan kermampuan untuk memberikan perawatan yang tepat. c. Jika ada lecet pada putting. Berikan perawatan payudara dan Untuk mencegah terjadinya penyebaran infeksi

65

anjurkan istirahat. d. Anjurkan klien breast care dan menyusui yang efektif. e. Berikan informasi untuk rawat gabung. Menjaga meminimalkan tidak efektifnya laktasi. Mempelancar laktasi.

J.

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN NO WAKTU 27-4-2011 09.30 IMPLEMENTASI 1. Mengkaji respon pergerakan klien. RESPON PASIEN S = klien mengatakan lemas O = pergerakan masih sangat lambat, aktivitas dibantu keluarga TT

DIAGNOSA 1

27-4-2011 11.00

1. Membantu klien untuk beraktivitas.

S = klien mengatakan sudah mampu menggerakan anggota tubuhnya O = klien sudah mampu duduk

28-4-2011 14.30

1. Mengkaji karakteristik nyeri. 2. Memberikan posisi

S = klien mengatakan nyeri berkurang O= karakteristik nyeri

66

yang nyaman. 3. Mengajarkan teknik relaksasi.

P :gerakan pada perut Q : nyeri seperti ditusuk-tusuk R : nyeri terasa di abdomen S : sekitar skala 6 T :setelah gerakan

28-4-2011 14.50

1. Mengkaji tanda / gejala infeksi

S=O = tidak terdapat tanda kemerahan, tidak ada edema, tidak ada kebiruan, keluar lochea rubra 40 cc, cairan berwarna merah, jahitan berbentuk jelujur

27-4-2011 13.00

1. Melakukan breast care

S = klien mengatakan akan menyusui bayinya O = puting menghitam dan menonjol, ASI keluar hanya sedikit.

67

K.

EVALUASI NO WAKTU 29-4-2011 08.00 EVALUASI S = klien mengatakan belum mampu berakvitas dan masih memerlukan bantuan O = klien belum mampu berdiri secara mandiri A = masalah belum teratasi. P = lanjutkan intervensi Anjurkan klien berlatih perlahan-lahan TT

DIAGNOSA 1

30-4-2011 09.45

S = klien mengatakan nyeri berkurang. O = karakteristik nyeri P : di sekitar perut Q : sering R : daerah abdomen S : skala 4 T : sekitar 10 detik A = masalah teratasi. P = lanjutkan intervensi Motivasi klien untuk manajemen nyeri, ajarkan klien teknik relaksasi.

30-4-2011 11.00

S = klien mengatakan merasakan nyaman. O = perineal bersih, balutan bersih, pembalut bersih, tidak ada tanda-tanda infeksi. A = masalah teratasi sebagian. P = optimalkan intervensi Motivasi klien untuk perineal hygiene.

29-4-2011

S = klien mengatakan akan berusaha

68

14.00

menyusui bayinya sendiri O = produksi ASI meningkat, payudara bersih. A = masalah teratasi. P = optimalkan intervensi Motivasi pasien untuk memberi ASI selama 2 tahun,anjurkan klien breast care setiap hari setelah mandi.

69

BAB IV PEMBAHASAN

Pembahasan kasus post sectio caesaria dengan indikasi panggul sempit pada Ny A dilakukan dengan pendekatan proses keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi keperawatan. Kesenjangan antara faktor kendala dan faktor pendukung selama melakukan asuhan keperawatan sering di jumpai oleh penulis sejak pengkajian sampai dengan evaluasi. Hal tersebut menjadi fokus utama penulis dalam pembahasan ini. Penulis akan membahas asuhan keperawan pada Ny A dengan post sectio caesaria dengan indikasi panggul sempit beserta faktor pendukung dan faktor penghambat yang ditemukan. Pembahasan akan dimulai tentang diagnosa yang muncul pada kasus Ny A. A. Pengkajian Dalam pengkajian penulis tidak mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan pasien dan keluarga karena pasien dan keluarga komunikatif dan kooperatif. Penulis mendapatkan hasil data pengkajian pasien dari keluarga dan pasien sendiri dengan cara wawancara, pengkajian fisik pada pasien. Penulis tidak menguraikan pengkajian bayi secara lengkap karena bayi ada diruang bayi dan yang perlu penulis kaji lebih lengkap adalah ibu.

70

B. Diagnosa Keperawatan Setelah dilakukan analisis data, masalah atau diagnosa keperawatan yang muncul 4 diagnosa dan semua sesuai dengan teori. Diagnosa yang muncul pada kasus dan ada pada bab I antara lain : 1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik Intoleransi aktivitas merupakan suatu keterbatasan dalam kemandirian pergerakan fisik yang bermanfaat dari tubuh atau satu ekstremitas atau lebih (Judith, 2007). Diagnosa hambatan mobilitas fisik pada Ny. A ditegakkan, karena terdapat data-data : klien

kesulitan bergerak, klien lemah, keterbatasan rentang gerak, tremor, dan melambatnya gerakan. Intoleransi aktivitas diangkat sebagai prioritas diagnosa pertama pada Ny. A, karena mobilisasi fisik merupakan keluhan utama pasien dan merupakan masalah aktual yang memerlukan intervensi paling cepat. Disamping itu penatalaksaan dengan klien merupakan hari pertama post operasi. Sehingga diperlukan untuk mencegah kekakuan pergerakan tubuh. Dalam mengatasi gangguan mobilisasi fisik dilakukan tindakan, antara lain : mengkaji respon klien terhadap aktivitas dan mencatat tipe anestesi yang diberikan pada saat intra partus pada waktu klien sadar untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada klien,

71

menganjurkan klien untuk istirahat agar memulihkan tenaga, membantu dalam pemenuhan aktifitas sehari-hari sesuai kebutuhan, serta meningkatkan aktifitas secara bertahap agar mampu

memberikan rasa tenang dan aman. Untuk mengalami masalah gangguan mobilisasi telah dilakukan tindakan selama 2 hari, dan hasilnya terjadi peningkatan pergerakan secara perlahan. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa diagnosa keperawatan telah dapat diatasi dengan intervensi yang dilakukan. 2. Gangguan rasa nyeri berhubungan dengan efek pembedahan . Nyeri yaitu keadaan dimana individu mengalami dan

melaporkan adanya rasa ketidaknyamanan yang hebat atau sensasi yang tidak menyenangkan akibat adanya kerusakan jaringan yang aktual atau potensial pada abdomen (Judith, 2007). Pada diagnosa ini diakibatkan oleh adanya inkontinuitas jaringan. Diagnosa nyeri dapat ditegakkan apabila terdapat data-data individu melaporkan

ketidaknyamanan, adanya respon autonomik pada nyeri, raut wajah kesakitan, merintih (Carpenito, 2000). Diagnosa nyeri pada Ny. A ditegakkan, karena terdapat data-data : pasien mengatakan nyeri pada luka operasi, skala nyeri 6, maka dari data tersebut dapat diangkat diagnosa nyeri. Nyeri diangkat sebagai prioritas diagnosa kedua pada Ny. A, karena nyeri merupakan keluhan utama pasien dan merupakan

72

masalah aktual yang memerlukan intervensi paling cepat. Disamping itu menurut hirarki Kalish penghindaran nyeri merupakan kebutuhan bertahan hidup yang berada pada tingkat dasar (Doenges,1995). Dalam mengatasi nyeri dilakukan intervensi antara lain, mengkaji skala nyeri pasien, akan membantu dalam menentukan intervensi yang tepat, monitor nadi, respirasi yang berhubungan dengan keluhan atau penghilangan nyeri. Mengamati keadaan pasien saat nyeri muncul, menginformasikan pada pasien tentang penyebab nyeri. Melatih relaksasi diharapkan dapat menurunkan rasa nyeri dan menurunkan ketegangan otot dan melepaskan perasaan kontrol yang mungkin dapat meningkatkan kemampuan koping terhadap nyeri (Doenges, 2000). Penulis menggunakan kriteria waktu 4 x 24 jam. Karena nyeri yang dirasakan disebabkan efek pembedahan yang sudah merupakan hari keempat dan frekuensi nyeri hilang timbul, seseorang sering mengalami ambang nyeri yang rendah karena faktor psikis dan ketidaktahuan (Depkes RI, 1999). Untuk mengalami masalah nyeri telah dilakukan tindakan selama 2 hari, dan hasilnya terjadi penuruan skala 6 menjadi 4, pasien telah mampu mengurangi nyeri dengan teknik relaksasi. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa keperawatan nyeri telah dapat diatasi dengan intervensi yang dilakukan. 3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan efek pembedahan

73

Ada banyak cara penularan mikroorganisme dari reservoir ke penjamu (host). Luka merupakan salah satu pintu masuknya kuman kedalam tubuh. Begitu pula dengan adanya benda yang terpasang di dalam tubuh merupakan pintu masuk kuman. Dengan adanya luka/terbukanya jaringan maka tubuh tidak mempunyai perisai untuk mencegah masuknya kuman/bakteri ke dalam tubuh sehingga kuman yang masuk akan beredar dalam pembuluh darah dan akhirnya dapat menimbulkan reaksi peradangan yang merupakan tanda awal dari infeksi (Perry, Potter, 2005). Masalah infeksi dapat diangkat bila terdapat data-data sebagai berikut : timbul dolor, rubor, kalor, tumur dan fungsiolaesa, terdapat demam, suhu tubuh per axila lebih dari 370C, leukosit lebih dari 11.000 ul, terdapat pus, luka basah. Data yang diperoleh dari pasien meliputi : luka insisi pada abdomen, panjang luka 12 cm, leukosit : 13.500 ul, hanya data tersebut belum dapat diangkat sebagai diagnosa infeksi karena tidak ditemukan tanda-tanda infeksi lain seperti, adanya pus, suhu per axila pasien 370C, luka bersih, selain itu data leukosit dalam batas normal. Resiko terhadap infeksi menggambarkan situasi bila pertahanan pejamu lemah, dan membuat pejamu lebih mudah terserang oleh patogen-patogen yang ada dilingkungan (Perry, 2000).

74

Diagnosa resiko tinggi infeksi diangkat menjadi prioritas ketiga dalam kasus ini karena masalah bukan merupakan masalah aktual yang memerlukan penanganan dengan segera, meskipun demikian penanganan yang tepat sangat diperlukan untuk mencegah masalah menjadi aktual, sehingga diagnosa resiko infeksi tidak menjadi masalah utama. Untuk mencegah terjadinya infeksi telah dilakukan beberapa intervensi diantaranya : mengamati luka dan tanda-tanda infeksi, agar dapat segera mendeteksi bila terjadi infeksi, sehingga akan membantu dalam menentukan intervensi yang tepat dan

mengevaluasi keefektifan

antibiotik, merawat luka, mengangkat

jahitan dengan septik dan aseptik betujuan untuk mencegah infeksi dan agar luka mengalami penyembuhan dengan baik, menganjurkan pasien selalu menjaga kebersihan dengan tujuan meminimalkan masuknya kuman, memberikan antibiotik sesuai program terapi untuk mengontrol mencegah infeksi (Doenges, 2000). Dari intervensi yang telah dilakukan diperoleh hasil, yaitu pada hari keempat pengelolaan, didapat luka jahitan bersih, jahitan menutup tidak ada pus, tidak ada tanda-tanda peradangan pada luka, dan kateter dilepas. Kriteria hasil yang ditetapkan, maka dapat ditarik kesimpulan masalah teratasi sebagian, karena masih memerlukan perawatan luka jahitan.

75

4.

Resiko inefektif laktasi berhubungan dengan perpisahan dengan bayi. Tidak efektif menyusui merupakan keadaan dimana ibu, bayi atau anak mengalami atau beresiko mengalami ketidakpuasan atau kesukaran dengan proses menyusui (Carpenito, 1998). Data yang diperlukan untuk mendukung diagnosa tidak efektif menyusui adalah asi belum keluar, bayi tidak menghisap terus menerus, masuknya mulut bayi tidak adekuat, bayi menangis saat disusui dan menolak hisapan (Carpenito, 1998). Pada Ny. A diperoleh data : pada saat dikaji pasien mengatakan ASI belum lancar dan hanya keluar sedikit,dan belum disusukan kebayinya, payudara membengkak, dan bayi dirawat di ruang lain (tidak roming in). Pasien juga mengatakan belum pernah melakukan perawatan payudara karena tidak tahu caranya. Pada hari 2-3 post partum payudara akan membengkak, keras, lembut dan hangat bila disentuh, terjadi karena akumulasi air susu (Bobak, 2000). Pengkajian dilakukan pada hari pertama post sectio caesarea dan didapatkan data asi keluar sedikit. Maka perlu dilakukan perawatan payudara untuk menstimulasikan duktus-duktus pada mamae. Diagnosa ketidakefektifan menyusui menjadi prioritas terakhir dari diagnosa yang diangkat penulis, meskipun merupakan masalah

76

aktual namun tidak memerlukan penanganan yang segera dan tidak mengancam jiwa. Untuk mengatasi ketidakefektifan menyusui pada pasien dikaji terlebih dahulu keefektifan menyusui pasien untuk merumuskan intervensi lebih lanjut, juga dikaji pengetahuan pasien mengenai perawatan payudara yang dapat merupakan salah satu penyebab menyusui menjadi tidak efektif. Mendemonstrasikan perawatan payudara dan mengevaluasi pengetahuan dan ketrampilan pasien dalam perawatan payudara, agar selanjutnya pasien dapat melakukan sendiri tanpa bantuan (Doenges, 2001). Setelah dilakukan perawatan payudara selama 30 menit, pasien dapat melakukan perawatan payudara secara mandiri dan asi keluar, jadi dapat ditarik kesimpulan masalah teratasi. Beberapa diagnosa yang muncul pada bab II atau pada tinjauan teori namun tidak muncul pada kasus diantaranya 1. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan pendarahan Diagnosa perawatan ini tidak muncul karena tidak ada data yang mendukung. Kontraksi uterus baik, pendarahan per vagina sedang 50 cc. Tekanan darah 110/70 mmHg, RR= 24 x/menit, nadi = 84 x/menit, akral hangat, sehingga diagnosa diatas tidak muncul.

77

2.

Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan umum. Diagnosa ini tidak muncul karena tidak ada keluhan dari klien dan tidak didapat data yang mendukung.

3.

Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan efek anestesi. Diagnosa ini tidak muncul karena pasien post operasi hari pertama dan tidak didapat data yang mendukung. T = 110/70 mmHg, RR = 24 x/menit, nadi = 84 x/menit.

C. Evaluasi Dari empat diagnosa yang penulis angkat, tiga diagnosa dari masalah keperawatan dapat teratasi sesuai dengan waktu dan kriteria hasil yang telah ditetapkan, yaitu : intoleransi aktivitas, nyeri, dan inefektif laktasi. Sedangkan diagnosa keperawatan resiko tinggi infeksi, masalah teratasi sebagian karena jahitan pada luka operasi belum diangkat sehingga masih melanjutkan intervensi angkat jahitan dan ganti balut. Dan diagnosa resiko tinggi infeksi penulis mencantumkan waktu 4x24 jam dalam rencana tindakan karena jahitan baru diangkat semua pada hari ke5, namun penulis hanya melakukan pengelolaan selama 3 hari, disimpulkan infeksi tidak terjadi selama pengelolaan.

78

BAB V PENUTUP

Setelah penulis melakukan Asuhan Keperawatan langsung pada Ny. A dengan post sectio caesarea indikasi panggul sempit di Ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah Kalijaga Demak dari tanggal 27 30 April 2011, maka sebagai langkah terakhir dalam penyusunan Karya Tulis ini dapat diambil beberapa kesimpulan dan memberikan saran yang dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pemberian Asuhan Keperawatan pada pasien khususnya pasien post operasi sectio caesarea. A. Kesimpulan Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama empat hari dapat disimpukan : 1. Pengkajian yang dilakukan sejak tanggal 27 April 2011 didapatkan data subjektif sebagai berikut : Klien mengatakan belum berani bergerak dan masih lemas, mengatakan nyeri pada lukanya, dan mengatakan ASI hanya keluar sedikit. Sedangkan data objektif, antara lain : kesulitan bergerak, lemah, keterbatasan rentang gerak, tremor, melambatnya gerakan, nyeri bila gerakan pada daerah perut di daerah sekitar jahitan dengan skala 6 dengan waktunya sekitar 15 menit setelah gerakan, adanya luka insisi sepanjang 12 cm, balutan bersih, terpasang kateter dan infus, Hemoglobin = 12 g/dL, Leukosit = 13500 ul, Trombosit = 265000 ul, Hematokrit =
79

30,3, Suhu 37,20C, Nadi 84x/menit, puting menghitam, dan payudara membengkak. 2. Diagnosa keperawatan, yaitu : intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik dan nyeri; gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan kontraksi uterus dan luka jahitan; resti infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, dan kerusakan kulit; serta inefektif laktasi berhubungan dengan kurang pengetahuan dan perpisahan dengan bayi. 3. Rencana keperawatan, antara lain : kaji rentang pergerakan, bantu dalam pemenuhan aktifitas sehari-hari sesuai kebutuhan, ajarkan latihan ROM aktif/pasif, kaji karakteristik nyeri, berikan posisi yang nyaman, ajarkan teknik relaksasi, kaji tanda dan gejala infeksi, berikan perawatan perineal, kolaborasi pemeriksaan laboratorium, kolaborasi pemberian obat, kaji

isapan bayi, jika ada lecet pada putting, anjurkan klien breast care dan menyusui yang efektif, dan berikan informasi untuk rawat gabung. 4. Implementasi yang sudah dilakukan, antara lain : mengkaji respon pergerakan klien, mengajarkan klien ROM aktif, membantu klien untuk beraktivitas, mengkaji karakteristik nyeri, memberikan posisi yang nyaman, mengajarkan teknik relaksasi, mengkaji tanda / gejala infeksi, melakukan perawatan perineum, dan melakukan breast care. 5. Dari tindakan yang dilakukan didapatkan evaluasi, yaitu : klien mengatakan sudah mampu berakvitas namun masih memerlukan bantuan, klien sudah mampu berdiri secara perlahan dan berjalan pelan-pelan, klien

80

mengatakan nyeri berkurang di sekitar perut, skala 4, klien mengatakan merasakan nyaman, perineal bersih, balutan bersih, pembalut bersih, tidak ada tanda-tanda infeksi, klien mengatakan akan berusaha menyusui bayinya sendiri, payudara membengkak, produksi ASI meningkat, dan payudara bersih.

B. Saran 1. Perawat Hubungan antara perawat dan tim kesehatan lain, serta kerjasama perawat dengan keluarga sangat diperlukan untuk membantu perkembangan kondisi pasien ke arah lebih baik.. 2. Mahasiswa Sebelum ke lahan praktek hendaknya lebih memahami konsep kasus yang terjadi di lapangan sehingga dapat lebih siap dalam menghadapi kasus dan mengelola pasien berdasarkan konsep keperawatan. 3. Rumah Sakit Rumah sakit sebaiknya memberikan atau menyediakan fasilitas alat-alat pelaksanaan tindakan keperawatan yang lebih baik dan lebih lengkap. Selain itu juga Rumah Sakit bisa memberikan pelayanan yang lebih baik.

81

You might also like