You are on page 1of 14

PEMBAHARUAN SISTEM PEMILIHAN KEPALA DESA DALAM KERANGKA PEMILIHAN UMUM DI INDONESIA Safi, SH.MH.

Abstract Historically the selection of village heads (Pilkades) in Indonesia was the first general election that is directly elected by the people. But the way the election system of village chiefs and traditional running very static in comparison with other elections. This may be caused due to the current village elections have not explicitly incorporated into the electoral system. Therefore, the future would need to be renewed against the village head election system by entering it explicitly into the electoral system, of course, with due regard to specificity, origin, and local mores. Thus the election of village heads really can be a means of political education and an effective instrument of democracy. Key word : the election of village heads, general election, renewal

A. Pendahuluan Menurut United Nations Development Programme (UNDP), Good Governance memiliki karakteristik sebagai berikut ;1 Pertama, Participation. Setiap warga negara mempunyai suara dalam pembuatan keputusan, baik secara langsung maupun melalui system keterwakilan. Partisipasi seperti ini dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi serta berpartisipasi secara konstruktif. Kedua, Rule of Law. Kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu, terutama hokum untuk hak asasi manusia (HAM). Ketiga, Transparancy. Transparansi dibangun atas dasar arus informasi. Informasi harus dapat dipahami dan dapat dimonitor. Keempat, Responsiveness. Lembaga-lembaga dan proses-proses harus mencoba melayani setiap stakeholders. Kelima, Consensus

Orientation. Good governance menjadi perantara kepentingan yang berbeda untuk memperoleh pilihan-pilihan terbaik bagi kepentingan yang lebih luas. Keenam, Effectiveness

Sedarmayanti, God Governance (Kepemerintahan yang baik) dalam rangka Otonomi Daerah, Upaya Membangun Organisasi Efektif dan Efisien melalui Rekonstruksi dan Pemberdayaan, (Bandsung: CV. Mandar Maju, 2003), hlm. 7.

51

and Effeciency. Proses-proses dan lembaga-lembaga sebaik mungkin menghasilkan sesuai dengan apa yang digariskan dengan menggunakan sumber-sumber yang tersedia. Ketujuh, Accountability. Para pembuat keputusan dalam pemerintahan, sektor swasta dan masyarakat (civil society) bertanggungjawab kepada publik dan lembaga-lembaga stakeholders. Kedelapan, Strategic Vision. Para pemimpin dan publik harus mempunyai perspektif good governance dan pengembangan manusia yang luas dan jauh kedepan sejalan dengan apa yang diperlukan untuk pembangunan semacam ini. Dari delapan karakteristik diatas dapat dilihat bahwa sebenarnya tidak terlepas dari ide mendudukkan publik atau rakyat sebagai salah satu komponen yang harus diperhatikan keterlibatannya, ini merupakan konsekuensi logis dari negara dengan bentuk pemerintahan yang demokratis. Menurut Amirmachmud, sebagaimana dikutip oleh Moh.Mahfud MD, mengatakan bahwa negara (dengan bentuk pemerintahan) demokrasi adalah negara yang diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat, atau jika ditinjau dari sudut organisasi ia (demokrasi) berarti pengorganisasian negara yang dilakukan oleh rakyat sendiri atau atas persetujuan rakyat karena kedaulatan berada ditangan rakyat. 2 Sehingga, tidak salah jika Indonesia menerapkan sistem pemerintahan yang desentralistik sebagai jembatan atas keterlibatan masyarakat dalam menentukan kebijakan pemerintah, terutama pada

pemerintahan tingkat paling bawah yaitu Desa. Salah satu bentuk dari partisipasi masyarakat dalam suatu negara tersebut kata Samidjo, adalah keterlibatannya dalam Pemilihan Umum (Pemilu). Pemilu merupakan salah satu ciri dari pemerintahan yang demokratis. Termasuk didalamnya adalam pemilihan kepala desa secara langsung yang selanjutnya disingkat menjadi Pilkades.

Moh. Mahfud MD, Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia, Studi tentang Interaksi Politik dan Kehidupan Ketatanegaraan, (Jakarta : Rineka Cipta, Cet. II, 2003), hlm. 19.

52

Tidak dipungkiri secara historis bahwa

Pilkades merupakan prototype Pemilu

langsung di Indonesia. Tetapi dalam perjalanannya justru Pilkades menjadi sistem pemilihan yang paling statis dan tradisonal. Seakan menjadi anak tiri dalam kesatuan sistem pemilihan umum di Indonesia. Bahkan dibanyak desa diberbagai daerah di Indonesia termasuk di madura, biaya pemilihan kepala desa dibebankan kepada para calon kepala desa. Padahal pemilihan kepala desa adalah agenda pemerintah yang seharusnya dibiaya dari anggaran negara/daerah. Hal ini bisa jadi penyebabnya diantaranya adalah karena belum dimasukkannya pemilihan kepala desa secara langsung dalam rezim pemilihan umum. Padahal dari berbagai instrumen pemilihan kepala desa sebagaimana diatur dalam UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah khususnya Bab XI dan dalam PP No. 72 tahun 2005 tentang Desa, pelaksanaan pemilihan kepala desa dapat dibilang sama dengan pemilihan umum. Asas-asas pelaksanaan pilkades sebagaimana diatur dalam Pasal 46 ayat (2) PP No. 72 tahun 2005 sama persis dengan Asas-asas pemilihan umum sebagaimana diatur dalam Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 setelah amandemen. Dari sisi persyaratan pemilih juga dapat dibilang sama anatara pemilih Pilkades, dan pemilih dalam pemilu, termasuk dalam mekanisme penggunaan hak pilih, persyaratan dan tata cara pencalonan, dan lain-lain. Dengan demikian, bertolak dari uraian diatas, maka rumusan masalah yang hendak dikaji melalui artikel ini yaitu sebagai berikut : Apakah Pemilihan Kepala Desa sebagaimana diatur dalam Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 dapat dikelompokkan sebagai pemilihan umum ?

53

B. Pembahasan 1. Pemilihan Umum menurut Undang-undang Dasar 1945 Dalam sejarah Pemilihan Umum yang dilakukan di Indonesia, terdapat perbedaan dasar hukum yang dipergunakan sebagai landasan yuridisnya, meskipun secara substansial mengatur hal yang sama, yakni Pemilihan Umum. Pemilihan Umum pada tahun 1955 mengunakan dasar hukum Undang-undang nomor 7 tahun 1953 (Lembaran Negara 1953 no. 29). Undang-undang ini merujuk pada Pasal 1 ayat (2) dan Pasal 35 Undang-undang Dasar 1950 (UUDS). Sementara Pemilihan Umum berikutnya sudah berlandaskan kepada Undang-undang Dasar 1945. Setelah dilakukan amandemen III terhadap Undang-undang Dasar 1945, yang disahkan pada tanggal 10 Nopember 2001, Pemilihan Umum diatur dalam BAB VIIB Pasal 22E. Pasal 22E ayat (1) Undang-undang Dasar 1945 disebutkan bahwa ; (1) Pemilihan Umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali. Ketentuan ini menunjukkan tentang asas yang dianut dalam Pemilihan Umum di Indonesia adalah asas LUBER-JURDIL. Disamping itu, pada ayat ini juga diatur tentang jenjang waktu dari Pemilihan Umum, yakni setiap lima tahun sekali, sehingga ada adagium yang berkembang di masyarakat bahwa Pemilihan Umum merupakan pesta demokrasi lima tahunan. Ayat (1) diatas kemudian lebih dibakukan lagi oleh beragai Undang-Undang Organik yang mengatur tentang Pemilihan Umum, baik pemilihan umum untuk memilih anggota Legisltif (DPR, DPD, dan DPRD) yaitu UU No. 10 Tahun 2008, maupun Undang-Undang yang mengatur tentang pucuk Pimpinan Pemerintahan (eksekutif) baik ditingkat pusat yakni Presiden/Wakil Presiden yaitu melalui UU No. 42

54

tahun 2008, maupun pemerintahan ditingkat daerah yakni Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah yaitu melalui UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan UU No. 12 tahun 2008. Dalam beberapa Undang-undang tersebut secara tegas menyebutkan asas Pemilihan Umum adalah LUBER-JURDIL, termasuk didalamnya adalah pemilihan kepala desa sebagai diatur dalam UU No. 32 tahun 2004 jo. PP No. 72 tahun 2005 tentang Desa.. Adapun ruang lingkup Pemilihan Umum dalam Undang-undang Dasar 1945 adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 22E ayat (2) yang menyebutkan bahwa; (2) Pemilihan Umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dari ayat ini terlihat bahwa Pemilihan Umum yang dilaksankan lima tahunan adalah bermaksud untuk ; i. Memilih Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia ; ii. Memilih Anggota Dewan Perwakilan Daerah ; iii. Memilih Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ( Provinsi / Kabupaten / Kota ) ; dan iv. Memilih Presiden dan Wakil Presiden. dimana untuk pelaksanaan operasional dari Pemilihan Umum diatas telah dikeluarkan Undang-undang nomor 12 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Legislatif sekarang diganti dengan UU No. 10 tahun 2008, dan Undang-undang nomor 23 tahun 2003 yang mengatur tentang Pemilihan Umum Eksekutif /Presiden dan Wakil Presiden sekarang diganti dengan UU No. 42 tahun 2008. Kemudian yang menjadi pertanyaan adalah apakah diluar lingkup diatas dapat dikatakan sebagai pemilu, atau bagian dari pemilu?. Seperti halnya Pemilihan Kepala

55

Daerah yang disebut-sebut sebagai pemilu atau bagian dari pemilu termasuk juga didalamnya adalah Pemilihan Kepala Desa. Menurut Ramlan Surbakti, mantan anggota Komisi Pemilihan Umum, Pemilihan Kepala Daerah sebagaimana diatur dengan Undang-undang nomor 32 tahun 2004 adalah termasuk bagian dari pemilu ; Silahkan bertanya kepada para ahli atau profesor politik manapun, semua pasti menyatakan bahwa Pemilihan Kepala Daerah dengan asas luber dan jurdil adalah pemilu juga. Sama dengan pemilu presiden. Hanya, kali ini dilakukan ditingkat lokal."3 Hampir senada dengan pernyataan Ramlan Surbakti, menurut Smita Notosusanto dan Hadar N. Gumay, secara implisit menganggap Pemilihan Kepala Daerah sebagai pemilu yang juga diatur dalam Undang-undang Dasar 1945. Mereka mengatakan : Pemilu kepala daerah berada dalam bab Pemerintahan Daerah.* Hal ini pulalah yang menyebabkan pengaturan mengenai Pemilu Kepala Daerah daerah sekarang diatur dalam Undang-undang nomor 32 tahun 2004.4 Dari kedua pernyataan diatas maka sudah jelas bahwa dari segi teori dan konsep bahwa pilkada adalah termasuk pemilu. Pendapat ini tentunya juga dapat diberlakukan terhadap pemilihan kepala desa, mengingat dari segi azas dan beberapa instrumen lainnya juga mempunyai kesamaan. Persoalaannya baik dalam UUD 1945 maupun dalam UU no. 32 tahun 2004 tidak ada ketentuan secara tegas bahwa pilkada dan pilkades adalah termasuk dalam kategori dari pemilu. Untuk pemilihan kepala daerah dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 22 tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum sudah dengan tegas dan jelas dimasukkan dalam lingkup pemilihan umum. Sedangkan untuk pemilihan kepala desa
3

KPU Godok Pasal Pengganti, Jawa Post, 07 Februari 2005, hlm. 2.

Smita Notosusanto & Hadar N. Gumay, Urgensi Revisi Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebelum Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah, Makalah, 2005.

56

sampai saat ini belum ada satu ketentuanpun yang secara tegas memasukkannya kedalam bagian dari pemilihan umum, walaupun asas-asas dan beberapa instrumen lainnya terdapat kesamaan.

3. Pemilihan Kepala Daerah dalam Undang-undang Dasar 1945 Tentang Pemilihan Kepala Daerah, Undang-undang Dasar 1945 mengaturnya dalam Pasal 18 ayat (4) yang berbunyi Gubernur, Bupati, dan Walikota masingmasing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. Pasal ini kemudian diterjemahkan dengan dikeluarkannya Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, dimana dalam BAB IV diatur tentang Penyelenggaraan Pemerintahan, dan pada Bagian Kedelapan Pasal 56 119 mengatur tentang Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Adapun yang perlu digaris bawahi, dari Pasal 18 ayat (4) diatas adalah pada kalimat dipilih secara demokratis. Kalimat dipilih secara demokratis mengandung

pertanyaan apakah dipilih secara demokratis bisa dikatakan bagian dari Pemilihan Umum?. Maka untuk menjawab ini, menurut hemat saya ada dua pendektan yang dapat digunakan : a. Pendektan konsep/teori Jika dari segi konsep dan teori tidak ada perbedan prinsip antara pemilu dengan pilkada, kedua-keduanya sama-sama dimaksudkan sebagai sarana pelaksanan kedaulatan rakyat dalam konteks negara demokrasi. Yang

membedakannya hanya terletak pada lingkup pemilihan dan obyek yang dipilih. Jika pemilu sifatnya nasional dan untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD, dan Presiden dan Wakil Presiden, sedangkan jika pilkada sifatnya regional/ local

57

(propinsi/kabupaten/kota)

yang bermaksud

untuk

memilih

Gubernur/Wakil

Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, atau Walikota/Wakil Walikota. b. Pendekatan normative ketentuan UUD 1945. Jika dilihat dari ketentuan normative UUD 1945 setelah amandemen, maka ada beberapa Pasal yang dapat diperhatikan. Jika dilihat pada Pasal 22E ayat (2) yang menyatakan bahwa Pemilu dimaksudkan untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD, serta Presiden dan Wakil Presiden, maka Pilkada tidak termasuk didalamnya. Akan tetapi jika melihat pada ketentuan Pasal 22E ayat (1) yang mengatur tentang asas-asas pemilu yaitu Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil, maka Pilkada termasuk dalam kategori Pemilu. Hal ini dadasarkan pada ketentuan UU nomor 32 Tahun 2004 Pasal 56 ayat (1) dimana diatur bahwa Gubernur/wakil Gubernur, Bupati/wakil Bupati, atau Walikota/Wakil Walikota dipilih secara berpasangan melalui pemilihan secara demokratis berdasarkan asas Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil. Setelah terbitnya Undang-Undang Nomor 22 tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, maka perdebatan tentang Pilkada apakah masuk dalam rezim pemilu atau bukan menajdi selesai. Karena dalam UU No. 22 tahun 2007 tersebut khususnya dalam Pasal 1 angka 4 sudah tegas memasukkan pemilihan kepala daerah sebagai pemilihan umum, walaupun dalam UUD 1945 tidak diatur secara jelas. Yang kemudian dipertegas kembali dengan diterbitkannya UU No. 12 tahun 2008 tentang Perubahan Kedua UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang dalam Pasal 236C diatur pengalihan penanganan perkara sengketa hasil pemilihan kepala daerah dari Mahkamah Agung ke Mahkamah Konstitusi.

58

3. Pemilihan Kepala Desa Dalam Perundang-undangan Indonesia Dalam UUD 1945, baik sebelum maupun setelah amandemen tidak ada satu ketentuanpun yang secara eksplisit mengatur tentang pemilihan kepala desa. Bahkan pengaturan tentang Desa-pun secara eksplisit juga tidak ditemukan dalam UUD 1945, walaupun sebenarnya Desa dan Sistem Pemerintahanya mempunyai peranan sangat penting dalam pembangunan NKRI, mengingat semua masyarakat bertempat tinggal di desa atau dengan sebutan istilah lainnya. Dan pemerintahan desa-lah yang bersentuhan langsung dengan denyut nadi kehidupan masyarakat. Istilah desa dalam UUD 1945 sebelum amandemen dapat kita jumpai dalam Pasal 18 dan penjelasannya, yang berbunyi sebagai berikut : Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya di tetapkan dengan undang undang dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan Negara, dan hak asal usul dalam daerah yang bersifat istimewa. Dan Pasal 18 Undang Undang Dasar 1945 penjelasan II, berbunyi : dalam territoir Negara Indonesia terdapat kurang lebih 250 Zelbesturendelandschappen dan Volkgemenschappen seperti desa di Jawa dan Bali, nagari di Minangkabau, dusun dan marga di Palembang dan sebagainya. Daerah daerah itu mempunyai susunan asli dan oleh karenanya dapat di anggap sebagai daerah yang bersifat istimewa . Sedangkan setelah amandemen, Pasal 18 ayat (1) UUD 1945 berbunyi : Negara kesatuan Republik Indonesia di bagi atas daerah daerah propinsi, dan daerah provinsi itu di bagi atas kabupaten dan kota, yang tiap tiap provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang di atur dengan undang undang

59

Berdasarkan Pasal 18 diatas, maka kemudian dibentuklah Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang dalam Pasal 200 ayat (1) dibentuklah Pemerintahan Desa, yang berbunyi : Dalam Pemerintahan daerah kabupaten / kota dibentuk pemerintahan desa yang terdiri dari pemerintah desa dan badan permusyawaratan desa. Desa dan/atau Pemerintahan Desa dipimpin oleh seorang Kepala Desa yang dipilih langsung dari dan oleh penduduk desa setempat yang memenuhi persyaratan. Hal tersebut diatur dalam Pasal 203 ayat (1) UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang berbunyi : Kepala desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 202 ayat (1) dipilih langsung oleh dan dari penduduk desa warga negara Repablik Indonesia yang syarat selanjutnya dan tata cara pemilihannya diatur dengan Perda yang berpedoman kepada Peraturan Pemerintah. Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 tentang Desa, di Bagian Keempat diatur tentang Pemilihan Kepala Desa, yaitu mulai dari Pasal 43 s/d Pasal 54. Dalam Pasal 46 PP No. 72 tahun 2005 tersebut diatur sebagai berikut : (1) Kepala Desa dipilih langsung oleh penduduk desa dari calon yang memenuhi syarat. (2) Pemilihan Kepala Desa bersifat langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. (3) Pemilihan Kepala Desa dilaksanakan melalui tahap pencalonan dan tahap pemilihan. Sedangkan untuk pemilih diatur dalam Pasal 45, yang berbunyi sebagai berikut : Penduduk desa Warga Negara Republik Indonesia yang pada hari pemungutan suara pemilihan kepala desa sudah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau sudah/pernah kawin mempunyai hak memilih. Adapun untuk pengaturan lebih lanjut

60

tentang Tata Cara Pemilihan Kepala Desa akan diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten / Kota yang bersangkutan.5 Dari beberapa ketentuan dalam peraturan perundang-undangan diatas, tidak ada satu ketentuanpun yang secara tegas memasukkan pemilihan kepala desa sebagai bagian dari pemilihan umum. Akan tetapi apabila melihat isi/materi dari beberapa ketentuan tersebut, misalnya : tata cara pemilihan kepala desa yang dipilih secara langsung, asas-asas pemilihan kepala desa, pentahapan pencalonan dan pemilihan, persyaratan pemilih dan lainnya, sama persis dengan pengaturan pemilu. Dengan demikian secara substansial pemilihan kepala desa sebenarnya juga termasuk kedalam lingkup pemilihan umum. Sebagaimana pemilihan kepala daerah/wakil kepala daerah sebelum

diterbitkannya UU No. 22 tahun 2007, ada dua pendektan yang dapat digunakan untuk memasukkan Pilkada kedalam kelompok (rezim) pemilu sebagaimana telah dijelaskan diatas, kiranya demikian pula dapat digunakan untuk pemilihan kepala desa, yaitu : a. Pendektan konsep/teori Jika dari segi konsep dan teori tidak ada perbedan prinsip antara pemilu dengan pilkades, kedua-keduanya sama-sama dimaksudkan sebagai sarana pelaksanan kedaulatan rakyat dalam konteks negara demokrasi. Yang

membedakannya hanya terletak pada lingkup pemilihan dan obyek yang dipilih. b. Pendekatan normative ketentuan UUD 1945. Jika dilihat dari ketentuan normative UUD 1945 setelah amandemen, maka ada beberapa Pasal yang dapat diperhatikan. Jika dilihat pada Pasal 22E ayat (2) yang menyatakan bahwa Pemilu dimaksudkan untuk memilih anggota DPR, DPD,

Pasal 53 PP Nomor 72 tahun 2005 tentang Desa.

61

DPRD, serta Presiden dan Wakil Presiden, maka Pilkades tidak termasuk didalamnya. Akan tetapi jika melihat pada ketentuan Pasal 22E ayat (1) yang mengatur tentang asas-asas pemilu yaitu Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil, maka Pilkades termasuk dalam kategori Pemilu. Hal ini dadasarkan pada ketentuan UU nomor 32 Tahun 2004 Pasal 203 ayat (1) dan Pasal 46 ayat (2) PP No. 72 tahun 2005 dimana diatur bahwa Kepala Desa dipilih secara langsung dari dan oleh penduduk desa setempat melalui pemilihan berdasarkan asas Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil. Terlebih lagi jika dilihat dari definisi pemilu sebagai diatur dalam Pasal 1 angka 1 UU No. 22 tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, yang berbunyi : Pemilihan Umum, selanjutnya disebut Pemilu, adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Jadi jelas dengan dasar ini Pemilihan Kepala Desa termasuk dalam lingkup pemilihan umum, karena pemilihan kepala desa selain sebagai sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan dengan asas LUBER JURDIL dalam NKRI, juga dalam pelaksanaannya harus didasarkan pada Pancasila dan UUD 1945. Oleh karena itu melalui revisi UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dimana pengaturan tentang Desa akan diatur dengan Undang-Undang tentang Desa tersendiri, maka perlu juga diatur penataan system pemilihan kepala desa dalam kerangka pemilihan umum, mulai dari asas-asasnya, pemilihnya,

persyaratan calon, penyelanggara, tata cara pemilihan, pembiayaan, pengawasan, dan penyelesaian sengketa yang terjadi. Sehingga pemilihan kepala desa yang

62

secara histories merupakan prototype

pemilihan secara langsung di Indonesia

benar-benar dihormati dan diperhatikan keberadaannya oleh Negara dengan berbagai fasilitasi terhadap seluruh kebutuhan yang dibutuhkan dalam

pelaksanaannya. Dengan demikian tidak perlu terjadi lagi pemilihan kepala desa tidak dapat digelar karena tidak ada yang mau mendaftarkan diri sebagai calon kepala desa, karena harus menanggung seluruh kebutuhan biaya pelaksanaan pemilihan kepala desa, seperti yang terjadi di desa Banyuajuh, Kecamatan Kamal, kabupaten Bangkalan yang sampai saat ini belum bisa melaksanakan pemilihan kepala desa karena tidak ada seorangpun yang mendaftarkan diri sebagai calon kepala desa, padahal masa jabatan kepala desanya sudah berakhir pada tahun 2008.

D. Penutup Untuk menghindari beragam persoalan serta pro dan kontra yang

berkepanjaangan, maka penting untuk dipikirkan dan diperjuangkan bersama berkaitan dengan persoalan pemilihan kepala desa, melalui revisi UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dimana pengaturan tentang Desa akan diatur melalui UndangUndang tersendiri yaitu dengan penataan sistem pemilihan kepala desa dalam kerangka pemilihan umum, mulai dari asas-asasnya, pemilihnya, persyaratan calon, penyelanggara, tata cara pemilihan, pembiayaan, pengawasan, dan penyelesaian sengketa yang terjadi. Sehingga pemilihan kepala desa yang secara histories merupakan prototype pemilihan secara langsung di Indonesia benar-benar dihormati dan diperhatikan keberadaannya oleh Negara dengan berbagai fasilitasi terhadap seluruh kebutuhan yang dibutuhkan dalam pelaksanaannya. Tentunya tetap memperhatikan hak-hak, asal-usul, dan adat istiadat desa setempat.

63

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1993, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka Nurcholis, Hanif, 2005, Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Jakarta, Grasindo. Moh. Mahfud MD, 2003, Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia, Studi tentang Interaksi Politik dan Kehidupan Ketatanegaraan, Jakarta, Rineka Cipta Jawa Post, KPU Godok Pasal Pengganti, 07 Februari 2005. Sedarmayanti, 2003, God Governance (Kepemerintahan yang baik) dalam rangka Otonomi Daerah, Upaya Membangun Organisasi Efektif dan Efisien melalui Rekonstruksi dan Pemberdayaan, Bandung, CV. Mandar Maju Smita Notosusanto & Hadar N. Gumay, 2005, Urgensi Revisi Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebelum Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah. Makalah. Indonesia, Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Indonesia, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, sebagaimana telah dirubah dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Indonesia, Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Indonesia, Undang-Undang Nomor 12 tahun 2008 tentang Perubahan Kedua UndangUndang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Indonesia, Undang-Undang Nomor 22 tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 tentang Desa.

64

You might also like