You are on page 1of 12

PEMBAHASAN BAB I Sejarah dan Periodenisasi Filsafat Barat dan Timur

Klasifikasi
Dalam membangun tradisi filsafat banyak orang mengajukan pertanyaan yang sama , menanggapi, dan meneruskan karya-karya pendahulunya sesuai dengan latar belakang budaya, bahasa, bahkan agama tempat tradisi filsafat itu dibangun. Oleh karena itu, filsafat biasa diklasifikasikan menurut daerah geografis dan latar belakang budayanya. Dewasa ini filsafat biasa dibagi menjadi dua kategori besar menurut wilayah dan menurut latar belakang agama. Menurut wilayah, filsafat bisa dibagi menjadi: filsafat barat, filsafat timur, dan filsafat Timur Tengah.

Filsafat Barat
Filsafat Barat adalah ilmu yang biasa dipelajari secara akademis di universitasuniversitas di Eropa dan daerah-daerah jajahan mereka. Filsafat ini berkembang dari tradisi filsafat orang Yunani kuno. Tokoh utama filsafat Barat antara lain Plato, Thomas Aquinas, Rne Descartes, Immanuel Kant, Georg Hegel, Arthur Schopenhauer, Karl Heinrich Marx, Friedrich Nietzsche, dan Jean-Paul Sartre. Dalam tradisi filsafat Barat, dikenal adanya pembidangan dalam filsafat yang menyangkut tema tertentu.

Metafisika mengkaji hakikat segala yang ada. Dalam bidang ini, hakikat yang ada dan keberadaan (eksistensi) secara umum dikaji secara khusus dalam Ontologi. Adapun hakikat manusia dan alam semesta dibahas dalam Kosmologi. Epistemologi mengkaji tentang hakikat dan wilayah pengetahuan (episteme secara harafiah berarti pengetahuan). Epistemologi membahas berbagai hal tentang pengetahuan seperti batas, sumber, serta kebenaran suatu pengetahuan. Aksiologi membahas masalah nilai atau norma yang berlaku pada kehidupan manusia. Dari aksiologi lahirlah dua cabang filsafat yang membahas aspek kualitas hidup manusia: etika dan estetika.

Etika, atau filsafat moral, membahas tentang bagaimana seharusnya manusia bertindak dan mempertanyakan bagaimana kebenaran dari dasar tindakan itu dapat diketahui. Beberapa topik yang dibahas di sini adalah soal kebaikan, kebenaran, tanggung jawab, suara hati, dan sebagainya. Estetika membahas mengenai keindahan dan implikasinya pada kehidupan. Dari estetika lahirlah berbagai macam teori mengenai kesenian atau aspek seni dari berbagai macam hasil budaya.

Filsafat Timur
Filsafat Timur adalah tradisi falsafi yang terutama berkembang di Asia, khususnya di India, Republik Rakyat Cina dan daerah-daerah lain yang pernah dipengaruhi budayanya. Sebuah ciri khas Filsafat Timur ialah dekatnya hubungan filsafat dengan agama. Meskipun hal ini kurang lebih juga bisa dikatakan untuk Filsafat Barat, terutama di Abad Pertengahan, tetapi di Dunia Barat filsafat an sich masih lebih menonjol daripada agama. Nama-nama beberapa filsuf Timur, antara lain Sidharta Budha Gautama/Budha, Bodhidharma, Lao Tse, Kong Hu Cu, Zhuang Zi dan juga Mao Zedong.

BAB II Filsafat Ilmu Sebagai landasan Filsafat Ekonomi


Filsafat dan Ilmu adalah dua kata yang saling berkaitan baik secara substansial maupun historis. Kelahiran suatu ilmu tidak dapat dipisahkan dari peranan filsafat, sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat. Filsafat ilmu pengetahuan berkaitan dengan pembahasan bagaimana disiplin ilmu tertentu menghasilkan pengetahuan, memberikan penjelasan dan prediksi, serta pemahaman yang melatarbelakangi suatu disiplin ilmu6. Dengan kata lain, filsafat ilmu pengetahuan merupakan telaah secara filsafati yang ingin menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat sains empirikal, seperti
1. Obyek apa yang ditelaah ilmu? Bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut?

Bagaimana hubungan antara obyek tersebut dengan daya tangkap manusia (seperti berpikir, merasa dan mengindera) yang membuahkan pengetahuan? Pertanyaan pertanyaan ini disebut landasan ontologism. 2. Bagaimana proses yang memungkinkan diperolehnya pengetahuan yang berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan yang benar? Apa yang disebut kebenaran itu ? Apa kriterianya ? Cara/ teknik/sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan
2

pengetahuan yang berupa ilmu ? Pertanyaan-pertanyaan ini disebut landasan epistemologis. 3. Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan ? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral ? Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral ? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral/professional ? pertanyaan-pertanyaan ini adalah landasan aksiologis

Pembahasan tentang ilmu ekonomi dari perspektif filsafat ilmu pengetahuan berkaitan dengan apakah ilmu ekonomi memiliki klaim kuat sebagai sebuah disiplin ilmu tertentu yang memiliki aspek metodologis dan epistemologis yang menghasilkan pengetahuan empiris. Aspek kritis yang menjadi perdebatan tentang hal tersebut adalah terkait dengan struktur dan justifikasi teori dalam ilmu ekonomi.

BAB III Filsafat Ekonomi Bagian Dari Filsafat Ilmu


Filsafat ilmu ekonomi berkaitan dengan pembahasan yang menjelaskan landasan yang mendasari konsepsi, metodologi, serta etika dalam disiplin ilmu ekonomi. Oleh karenanya, filsafat ekonomi merupakan bagian tak terpisahkan dari filsafat ilmu pengetahuan yang membahas bagaimana disiplin ilmu tertentu menghasilkan pengetahuan, memberikan penjelasan dan prediksi, serta pemahaman yang melatarbelakangi suatu disiplin ilmu. Sekalipun demikian, terdapat beragam perdebatan yang sangat intensif dan terus berkembang dalam upaya mengokohkan filsafat ilmu ekonomi dari perspektif filsafat ilmu pengetahuan khususnya terkait dengan aspek metodologis, rasionalitas, etika dan aspek normatif yang terdapat dalam ilmu ekonomi. Telaah yang lebih mendalam dalam aspek-aspek ini sangat diperlukan dalam mengokohkan klaim scientific ilmu ekonomi di masa mendatang. Perkembangan baru dalam filsafat ekonomi terjadi di tahun 1970-an, ketika filosofi Popperian, Lakatonian, dan Kuhnsian masuk dalam pembahasan tentang ekonomi (Hausman, 2008). Popperian menolak metode induksi dan memperkenalkan metode deduksi. Sekilas, pendekatan Popperian tersebut memberikan ruang tentang legitimasi simplifikasi atau bagaimana teori ekonomi dapat menemukan klaim scientific-nya. Akan tetapi, filosofi Popperian yang mensyaratkan bahwa formulasi teori harus logically falsifiable dan testable, menyebabkan adanya kemungkinan penolakan terhadap sebagian besar bahkan seluruh teori ekonomi karena adanya ceteris paribus dan asumsi-asumsi yang sering kurang realistis yang mendasari teori ekonomi
3

(Marchi, 1988; Caldwell, 1991; Boland, 1992). Kelemahan ini selanjutnya diatasi oleh Imre Lakatos (1970) yang kemudian dikenal dengan Lakatonian, yang memperkenalkan konsep theoretically progressive. Lakatos menekankan pada appraising historical series of theories yang berbeda dengan Popperian yang bersifat appraising theories. Akibatnya, pandangan Lakatos lebih banyak diterima pada pembahasan aspek metodologis dalam ilmu ekonomi dibandingkan dengan Popperian. Sekalipun demikian, pandangan Lakatos ini belum dapat menyajikan penjelasan yang memuaskan tentang aspek metodologis dan empirikal untuk menyatakan klaim tentang scientific ilmu ekonomi sekuat klaim scientific dalam ilmu alam.Sepanjang sejarahnya, ilmu ekonomi telah menjadi subyek kritik dari aspek sosiologis dan metodologis.

BAB IV Filsafat Ekonomi dan Sikap Hidup Manusia


Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, sejumlah kalangan berpendapat bahwa sulit memisahkan pembahasan ilmu ekonomi dengan membedakan aspek positivisme dan aspek normatif karena selama teori ekonomi berkaitan dengan kepentingan individu dan atau masyarakat, maka pasti mengandung aspek normatif. Kondisi ini membawa konsekuensi pada perlunya pemahaman tentang pembahasan ekonomi normatif yang berkaitan dengan bagaimana nilai-nilai etika dan moral menjadi bagian argumentasi dalam membangun ilmu ekonomi seperti kesejahteraan, keadilan, dan adanya trade-off diantara pilihan-pilihan yang tersedia. Pertanyaan sentral dalam filsafat moral adalah menentukan secara intrinsik hal-hal apa yang baik bagi manusia. Pembahasan topik ini mendapatkan tempat yang utama mengingat pandangan moral menempatkan kesejahteraan manusia sebagai sesuatu yang penting. Konsepsi ini juga berlaku pada pandangan utilitarian maupun non utilitarian yang memiliki tujuan memaksimumkan kepuasan individu. Dalam konteks ini, ekonomi positif dapat dipertemukan dengan ekonomi normatif dengan menyamakan kesejahteraan dalam ekonomi normatif dengan kepuasan preferensi dalam ekonomi positif. Akan tetapi, terdapat sejumlah kalangan yang keberatan tentang kesamaan kesejahteraan dengan kepuasan preferensi. Menurut pandangan ini, kepuasan preferensi dapat didasari oleh suatu keyakinan yang keliru dari pengalaman masa lalu atau distorsi psikologis sehingga sulit melakukan perbandingan kesejahteraan antar individu. Selain itu, menyamakan kesejahteraan dengan kepuasan preferensi berarti menempatkan kesejahteraan individu tertentu berdasarkan preferensi individu lain, sementara kesejahteraan cenderung pada suatu konsensus kolektif tertentu yang disepakati. Diantara ekonom yang mendukung kesamaan antara kesejahteraan dengan kepuasan preferensi adalah Amartya Sen (1992). Sekalipun demikian, sebagian besar ekonom berargumen bahwa kepuasan preferensi bukan proksi empiris yang baik untuk menggambarkan kesejahteraan, walaupun mereka beranggapan bahwa kesejahteraan dapat mencerminkan kepuasan preferensi.
4

Konsepsi lainnya dalam ekonomi normatif adalah efisiensi. Konsepsi ini memiliki pembahasan yang cukup luas dalam ekonomi dalam hubungannya dengan kesejahteraan. Sekalipun ekonomi kesejahteraan dan efisiensi mendominasi ekonomi normatif, para ekonom tidak hanya memfokukan pada pembahasan tersebut. Melalui kolaborasi dengan para filosof, ekonom normatif telah menghasilkan sejumlah kontribusi penting dalam karya kontemporer di bidang etika dan filsafat normatif dalam ilmu sosial dan politik. Diantaranya adalah teori pilihan sosial dan teori permainan

BAB V Filsafat Ekonomi Islam Wacana dan Realitas


Dengan semakin berkembangnya kajian tentang ekonomi Islam, wacana Islamisasi pengetahuan yang dibangun sejak tiga dasa warsa lalu kini tampak tengah menggeliat kembali. Fenomena ini terlihat pada banyaknya institusi pendidikan tinggi yang memberikan kuliah terstruktur tentang tema tersebut, di antaranya yang terlembaga secara kuat adalah IIUM (International Islamic University Malaysia) di Kuala Lumpur dan IIUI (International Islamic University Islamabad) di Pakistan. Di bawah supervisi Organisasi Konferensi Islam universitas-universitas ini sejak awal telah didesain sebagai salah satu proyek percontohan pengembangan Islamisasi pengetahuan. Beberapa tahapan yang dianjurkan oleh al-Faruqi diimplementasikan oleh kedua universitas tersebut yaitu dengan memberikan perkuliahan terpadu dalam penguasaan ilmu-ilmu modern yang seiring dengan penguasaan tradisi ilmiah Islam. Salah satu hasilnya adalah keduanya kini diakui sebagai kampus rujukan utama bagi mahasiswa yang ingin memperdalam studi ekonomi Islam. Selain itu lembagalembaga ilmiah lainnya juga didirikan misalnya Centre for Research in Islamic Economics of King Abdulaziz University dan Islamic Research and Training Institute (IRTI) yang dibangun oleh IDB (Islamic Development Bank). Sejauh ini, riset-riset tentang ekonomi Islam (terutama adalah keuangan dan perbankan Islam) memang yang paling menonjol ketimbang riset ilmu-ilmu sosial lainnya. Namun demikian, pertanyaan mengenai keberhasilan proyek islamisasi ini rupanya masih sering mengemuka. Banyak kalangan yang merasa skeptis atas keberhasilan proyek tersebut. Sebagai contoh adalah rekomendasi yang dikeluarkan di Konferensi pertama ekonomi Islam, yaitu pembuatan buku teks untuk perguruan tinggi sebagaimana diinginkan oleh al-Faruqi ternyata hingga kini belum juga terealisasikan. Beberapa literatur tentang gagasan Islamisasi disiplin ilmu pengetahuan tertentu tampak masih dibelit oleh kesulitan untuk menuangkannya secara komprehensif. Ambillah contoh buku teks tentang ekonomi Islam, ternyata masih jauh dari harapan untuk disebut sebagai buku referensi yang dapat menggantikan buku-buku teks ekonomi aliran utama (mainstream economics). Tentu banyak faktor mengapa proyek Islamisasi pengetahuan belum mencapai hasil yang optimal. Pertama dan ini merupakan alasan yang sering diajukan adalah bahwa
5

proyek ini belum didukung sepenuhnya oleh kemauan politis para pemimpin negaranegara Muslim. Sebagaimana Barat memaksakan dominasi ilmu pengetahuan mereka kepada dunia maka pengembangan Islamisasi pengetahuan sesungguhnya bukan sekadar kegiatan ilmiah atau pemuasan hasrat kecendekiaan (intellectual exercises) belaka namun lebih dari hal itu sangat memerlukan dukungan politis dan kebijakan pemerintah negara-negara Muslim. Tetapi justru di sini masalahnya, jika di Barat sebuah teori ekonomi, misalnya teori ekonomi moneter, sering dimanfaatkan sebagai kebijakan pembangunan nasional maka teori ekonomi Islam tampaknya masih jauh panggang dari api. Alih-alih menjadi dasar kebijakan nasional, pengembangan teoritis ilmu ekonomi Islam itu sendiri masih dililit banyak polemik. Jadi, tantangan ke depan pengembangan Islamisasi pengetahuan berpulang kepada kemampuan para ilmuwan Muslim itu sendiri untuk membuat teori-teori ilmiah Islam yang kuat dan kredibel didukung oleh kemauan para pemimpin Muslim untuk menjadikannya sebagai basis kebijakan pembangunan nasional. Kolaborasi yang intensif di antara keduanya diharapkan secara efektif dapat membuahkan hasil-hasil yang optimal. Kedua, tidak dapat dipungkiri bahwa masalah metodologi masih menjadi kendala lain dalam meperoleh hasil optimal kesuksesan pengembangan Islamisasi pengetahuan. Di kalangan para eksponennya sendiri hal ini tampak belum mampu dipecahkan secara tuntas. Ketiga, kurangnya wahana atau media untuk mempraktekkan hasil-hasil islamisasi juga menjadi hambatan tersendiri bagi berkembangnya ilmu pengetahuan modern yang sudah terislamkan (Islamized knowledge). Kemungkinan besar hal ini terkait dengan aspek metode pengembangan teori yang berbeda dengan metode Barat. Dalam tradisi Barat sebuah teori pengetahuan didasarkan pada fakta-fakta yang berlaku di masyarakat dan selanjutnya validitas teori tersebut dikonfrontasikan kembali dengan fakta-fakta yang dulunya pernah menjadi basis pengamatan. Jika ternyata teori yang dibangun berlawanan dengan fakta-fakta yang ada maka teori tersebut akan ditolak atau mengalami revisi sesuai dengan fakta.

BAB VI Pemikiran dan Paradigma Ekonomi Islam


Kerangka referensi atau pandangan dunia yang menjadi dasar keyakinan atau pijakan suatu teori. Dengan pengertian itu, paradigma sistem ekonomi Islam ada 2 (dua), yaitu: Pertama, Prinsip (al-mabda), yaitu Aqidah Islamiyah yang menjadi landasan pemikiran (al-qaidah fikriyah) bagi segala pemikiran Islam, seperri sistem ekonomi Islam. Kedua, dasar (al-osas), yaitu sejumlah kaidah umum dan mendasar dalam Syariah Islam yang lahir dari Aqidah Islam, yang secara khusus menjadi landasan bangunan sistem ekonomi Islam. Al-Asas ini terdiri dari tiga dasar (pilar), yaitu: 1. kepemilikan (al-milkiyah) sesuai syariah 2. pemanfaatan kepemilikan (tasharruffi al-milkiyah) sesuai syariah

3. (3) distribusi kekayaan kepada masyarakat (tau^i al-tsarwah baina al-nas), melalui mekanisme syariah. Dalam sistem ekonomi Islam, tiga dasar tersebut harus terikat dengan syariah Islam, sebab segala aktivitas manusia (termasuk juga kegiatan ekonomi) wajib terikat atau tunduk kepada syariah Islam. Sesuai kaidah syariah, Ai-Ashlu fial-afdl al-taqajyudu bi al-hukm al-syari (Prinsip dasar mengenai perbuatan manusia, adalah wajib terikat dengan syariah Islam). Aqidah Islamiyah sebagai paradigma umum ekonomi Islam menerangkan bahwa Islam adalah agama dan sekaligus ideologi sempurna yang mengatur segala aspek kehidupan tanpa kecuali, termasuk aspek ekonomi (lihat Qs. al-Maidah [5]: 3; Qs. an-Nahl [16]: 89). Paradigma sistem ekonomi Islam tersebut secara diametral bertentangan dengan paradigma lain seperti sistem ekonomi kapitalisme yang berdasarkan sekularisme dan liberalisme. Pertama, Kepemilikan. Berdasarkan sekularisme yang menafikan peran agama dalam ekonomi, maka dalam masalah kepemilikan, kapitalisme memandang bahwa asal usul adanya kepemilikan suatu barang adalah terletak pada nilai manfaat (utility) yang melekat pada barang itu, yaitu sejauh mana ia dapat memuaskan kebutuhan manusia. Ini berbeda dengan ekonomi Islam, yang memandang bahwa asal-usul kepemilikan adalah adanya izin dari Allah SWT (id^n Asy-Sydri) kepada manusia untuk memanfaatkan suatu benda. Jika Allah mengmnkan, berarti boleh dimiliki. Tapi jika Allah tidak mengizinkan (yaitu mengharamkan sesuatu) berarti barang itu tidak boleh dimiliki. Kedua, Pemanfaatan kepemilikan. Kapitalisme tidak membuat batasan tatacaranya (kaifiyah- nya) dan tidak ada pula batasan jumlahnya (kamiyah-nya). Sebab pada dasarnya sistem ekonomi kapitalisme adalah cermin dari paham kekebasan (freedom/liberalism) di bidang pemanfaatan hak milik. Sedangkan ekonomi Islam, menetapkan adanya batasan tatacara (kaifiyah-njz), tapi tidak membatasi jumlahnya (kamiyah-nyz). Seorang muslim boleh memiliki harta berapa saja, sepanjang diperoleh dan dimanfaatkan sesuai syariah Islam. Ketiga, Distribusi kekayaan. Kapitalisme menyerahkannya kepada mekanisme pasar, yaitu melalui mekanisme harga keseimbangan yang terbentuk akibat interaksi penawaran (supply) dan permintaan (demand). Harga berfungsi secara informasional, yaitu memberi informasi kepada konsumen mengenai siapa yang mampu memperoleh atau tidak memperoleh suatu barang atau jasa. Pertama, Mekanisme ekonomi adalah mekanisme melalui aktivitas ekonomi yang bersifat produktif, berupa berbagai kegiatan pengembangan harta itanmiyatul mat) dalam akad-akad muamalah dan sebab-sebab kepemilikan [asbab at-tamalluli). Mekanisme ini, misalnya ketentuan syariah yang: 1. Membolehkan manusia bekerja di sektor pertanian, industri, dan perdagangan 2. Memberikan kesempatan berlangsungnya pengembangan harta (tanmiyah mat) melalui kegiatan investasi, seperti dengan syirkah inan, mudharabah, dan sebagainya

3. Memberikan kepada rakyat hak pemanfaatan barang-barang (SDA) milik umum (al-milkiyah al-amah) yang dikelola negara seperti hasil hutan, barang tambang, minyak, listrik, air dan sebagainya demi kesejahteraan rakyat Kedua, non-ekonomi, adalah mekanisme yang berlangsung tidak melalui aktivitas ekonomi yang produktif, tetapi melalui akrivitas non-produktif. Misalnya dengan jalan pemberian (hibah, shadakah, zakat, dan Iain-lain) atau warisan. Mekanisme nonekonomi dimaksudkan untuk melengkapi mekanisme ekonomi, yaitu untuk mengatasi distribusi kekayaan yang udak berjalan sempurna jika hanya mengandalkan mekanisme ekonomi semata, balk yang disebabkan adanya sebab alamiah seperti bencana alam dan cacat fisik, maupun sebab non-alamiah, misalnya penyimpangan mekanisme ekonomi (seperti penimbunan). Mekanisme non-ekonomi bertujuan agar di tengah masyarakat segera terwujud keseimbangan (al-tawazun) ekonomi, dan memperkedl jurang perbedaan antara yang kaya dan yang miskin. Mekanisme ini dilaksanakan secara bersama dan sinergis antara individu dan negara.

BAB VII Filsafat Hukum Ekonomi Islam


Filsafat ekonomi, merupakan dasar dari sebuah sistem ekonomi yang dibangun. Berdasarkan filsafat ekonomi yang ada dapat diturunkan tujuan-tujuan yang hendak dicapai, misalnya tujuan kegiatan ekonomi konsumsi, produksi, distribusi, pembangunan ekonomi, kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dsb. Filsafat ekonomi Islam didasarkan pada konsep triangle: yakni filsafat Tuhan, manusia dan alam. Kunci filsafat ekonomi Islam terletak pada manusia dengan Tuhan, alam dan manusia lainnya. Dimensi filsafat ekonomi Islam inilah yang membedakan ekonomi Islam dengan sistem ekonomi lainnya kapitalisme dan sosialisme. Filsafat ekonomi yang Islami, memiliki paradigma yang relevan dengan nilai-nilai logis, etis dan estetis yang Islami yang kemudian difungsionalkan ke tengah tingkah laku ekonomi manusia. Dari filsafat ekonomi ini diturunkan juga nilai-nilai instrumental sebagai perangkat peraturan permainan (rule of game) suatu kegiatan. Salah satu poin yang menjadi dasar perbedaan antara sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi lainnya adalah pada falsafahnya, yang terdiri dari nilai-nilai dan tujuan. Dalam ekonomi Islam, nilai-nilai ekonomi bersumber Al-Quran dan hadits berupa prinsip-prinsip universal. Di saat sistem ekonomi lain hanya terfokus pada hukum dan sebab akibat dari suatu kegiatan ekonomi, Islam lebih jauh membahas nilai-nilai dan etika yang terkandung dalam setiap kegiatan ekonomi tersebut. Nilainilai inilah yang selalu mendasari setiap kegiatan ekonomi Islam. Sistem ekonomi islam sangat berbeda dengan ekonomi kapitalis, sosialis maupun komunis. Ekonomi islam bukan pula berada di tengah-tengah ketiga sistem ekonomi itu. Sangat bertolak belakang dengan kapitalis yang lebih bersifat individual, sosialis
8

yang memberikan hampir semua tanggungjawab kepada warganya serta komunis yang ekstrem, ekonomi Islam menetapkan bentuk perdagangan serta perkhidmatan yang boleh dan tidak boleh di transaksikan. Ekonomi dalam Islam harus mampu memberikan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat, memberikan rasa adil, kebersamaan dan kekeluargaan serta mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap pelaku usaha Tujuan disyariatkannya ketentuan-ketentuan hukum dalam bidang ini adalah dalam rangka menjaga kepentingan orang-orang mukallaf terhadap harta mereka, sehingga tidak dirugikan oleh tindakan orang lain, dan dapat memanfaatkan harta miliknya itu untuk memenuhi kepentingan kehidupan mereka. Bahkan lebih jauh mereka dapat memperkembangkannya dengan baik tanpa dihadapkan pada kendala-kendala negatif yang dapat menekan dinamika pengembangan harta tersebut, dengan sikap eksploitatif kelompok lainnya. Menurut Atang Abd Hakim tujuan hukum berarti almaslahat adalah pengembangan sistem ekonomi berdasarkan nilai-nilai islam, yaitu keadilan, kemanfaatan, keseimbangan, dan keuniversalan (rahmat li al-alamin), sehingga masyarakat Indonesia masa depan mengalami peningkatan kesejahteraan ekonomi di atas landasan prinsip syariah. Pemerataan kesejahteraan tidak berarti tingkat kesejahteraan masyarakat harus sama, tetapi kesejahteraan yang berkeadilan, kesejahteraan yang proporsional, yaitu kesejahteraan material dan immaterial Prinsip 1. Prinsip aqidah, atau prinsip tauhid. 2. Prinsip Keadilan, Mencakup seluruh aspek kehidupan 3. Prinsip Al-Ihsan (berbuat kebaikan), pemberian manfaat kepada orang lain lebih daripada hak orang lain itu. 4. Prinsip Al-Masuliyah (accountabillty), pertanggung jawaban yang meliputi beragam aspek, yakni: pertanggung jawaban anttara individu dengan individu (masuliyah al-afrad), pertanggung jawaban dalam masyarakat (masuliyah almujtama). 5. Prinsip keseimbangan Prinsip Al-Wasathiyah (al-itidal, moderat, keseimbangan), syariat islam mengakui hak pribadi dengan batas-batas tertentu. 6. Prinsip kejujuran dan kebenaran. Prinsip ini merupakan sendi akhlakul kariimah. Filsafat hukum fiqh muamalah atau falsafah al-tasyri fi al muamalat istilah sesuatu yang berkaitan dengan hukum islam meliputi tujuan hukum (maqashid), prinsip hukum (mabadi atau mahiyat), asas hukum atau usus al-hukm , kaidah hukum, dan washatiyyat wal harakiyah fi alhukm.

BAB VIII Filsafat Ekonomi Dalam Pengembangan Ekonomi Negara


9

Secara Kronologis, perkembangan ilmu ekonomi seiring dengan munculnya para filosof ekonomi mulai dari mashab pra klasik, klasik, sosialis, Keynesian dan perekonomian masa kini.kata Ekonomi yang terdiri atas dua kata, yakni oikos dan nomos. Kata oikos berarti rumah tangga dan nomos berarti aturan/norma. Jadi kata ekonomi mengandung arti aturan-aturan rumah tangga. Secara teoritik perkembangan ilmu ekonomi muncul sekitar abad ke-6 sebelum masehi, dimana para filosof yunani kuno memberikan pengertian. Dalam perkembangan selanjutnya pemahaman ekonomi mulai berkembang, dimana dalam sejarah perkembangan ilmu ekonomi terdapat para ahli filsafat ekonomi (filosof) ekonomi yang jenius, mulai dari mashab pra kalsik hingga sekarang ini. Salah satu sistem perekonomian yang ada didunia adalah sistem ekonomi Kapitalis, yaitu sistem ekonomi dimana kekayaan produktif terutama dimiliki secara pribadi dan pruduksi terutama untuk penjualan. Tujuan dari pemilikan pribadi tersebut adalah untuk mendapatkan suatu keuntungan yang lumayan dari penggunaan kekayaan pruduktif. Pemilikan, usaha bebas dan produksi untuk pasar, mencari keuntungan tidak hanya merupakan gejala ekonomi. Semua ini ikut menentukan segala aspek dalam masyarakat dan segala aspek kehidupan dan kebudayaan manusia. Tata nilai yang memadai kapitalisme ( terutama di negara Anglo Saxon ) adalah individualisme, kemajuan material dan kebebasan politik. Pertumbuhan kapitalisme, dan terutama industrialisasi oleh kapitalis, juga berarti melahirkan kelas pekerja yang besar dinegara yang lebih maju. Seiring berjalannya waktu, prospek kapitalisme tidak begitu cerah seluruhya segera sesudah terjadinya krisis finansial yang melanda Amerika Serikat yang kemudian berdampak bagi negara-negara lain. Banyak para kalangan yang mengatakan bahwa ini adalah saatnya kehancuran kapitalisme.

10

BAB IX Filsafat Ekonomi Kapitalis dan Ekonomi Islam


Aspek Sumber Ide /pemikiran Sumber Motif Paradigma Tujuan Filosofi Operasional Kepemilikan harta Islam Allah Alquran dan hadits Ibadah Syariah Falah dan Maslahat Keadilan, kebersamaandan Tanggung Jawab Milik absolut pada Allah, manusia adalah penerima amanah, pemilik relatif PLS Mekanisme pasar dengan nilai2 ( termasuk Zakat, Infak, sedekah, wakaf) Melarang gharar, maysir, riba dan barang-barang haram Kapitalisme Manusia Daya Pikir Manusia Rasional materialisme Pasar Utilitarian, individualisme Liberalisme, Laisez Faire Hak milik absolut pada manusia Bunga Sistem Pasar

Sistem Investasi Sistem Distribusi

Prinsip Jual beli Motif Konsumsi Tujuan Konsumsi Motif untuk Produksi

Tidak ada larangan

Kebutuhan Keinginan Kemaslahatan Memaksimalkan utility Kebutuhan dan kewajiban Ego dan rasionalisme manusia Hubungan antar pelaku bisnis Ukhuwah Persaingan sejenis Perputaran Uang Real based ekonomi Monetary based ekonomi Keterkaitan sektor riil dan Sangat terkait satu dan lainnya Terpisah moneter Instrumen Moneter Bagi hasil, jual beli, ijarah Riba Indikator keberhasilan Pertumbuhan dan pemerataan Pertumbuhan ekonomi ekonomi Prinsip Pengeluaran Berdasarkan 3 tingkatan Tidak memperhatikan prioritas mashlahah (dharuriah, mashlahah Tahsiniyah dan Hajjiyah) Sumber keuangan negara Zakat, Infak, sedekah, usyr, Pajak dharibah, kharaj, pajak kondisional. Sasaran Penerima Pada zakat ditentukan 8 ashnaf Tanpa melihat ashnaf Tujuan Pembangunan Dampak Memprioritaskan pengentasan Kemajuan semata kemiskinan Sarana menciptakan keadilan Kesenjangan ekonomi

11

BAB X Norma bank Islam dan Bisnis Sektorial Riel


Praktek perbankan di zaman Rasulullah dan Sahabat telah terjadi karena telah ada lembag-lembaga yang melaksanakan fungsi-fungsi utama opersional perbankan, yakni: 1. menerima simpanan uang 2. meminjamkan uang atau memberikan pembiayan dalam bentuk mudharabah, musyarakah, muzaraah dan musaqah 3. memberikan jasa pengiriman atau transfer uang. Istilah-istilah fiqh di bidang ini pun muncul dan diduga berpengaruh pada istilah tehnis perbankan modern, seperti istilah qard yang berarti pinjaman atau kredit menjadi bahasa Inggris credit dan istilah suq jamaknya suquq yang daam bahasa Arab harfiah berarti pasar bergeser menjadi alat tukar dan ditransfer ke dalam bahasa Inggris dengan sedikit perubahan menjadi check atau cheque dalam bahasa Prancis. Fungsi-fungsi yang lazimnya dewasa ini dilaksanakan oleh perbankan telah dilaksanakan sejak zaman Rasulullah hingga Abbasiyah. Istilah bank tidak dikenal zaman itu, akan tetapi pelaksanaan fungsinya telah terlaksana dengan akad sesuai syariah. Aktivitas perdagangan valuta asing, harus sesuai dengan norma-norma syariah, antara lain harus terbebas dari unsur riba, maisir, gharar. Karena itu perdagangan valas harus memperhatikan batasan sebagai berikut ; 1. Pertukaran tersebut harus dilakukan secara tunai (spot), artinya masingmasing pihak harus menerima/menyerahkan masing-masing mata uang pada saat yang bersamaan. 2. Motif pertukaran adalah untuk kegiatan bisnis sektor riil, yaitu transaksi barang dan jasa, bukan dalam rangka spekulasi. 3. Harus dihindari jual beli bersyarat. Misalnya, si A setuju membelinya kembali pada tanggal tertentu di masa mendatang. 4. Transaksi berjangka harus dilakukan dengan pihak uang diyakini mampu menyediakan valuta asing yang dipertukarkan. Dengan memperhatikan beberapa batasan tersebut, terdapat beberapa tingkah laku perdagangan valas yang harus diperhatikan : 1. 2. 3. 4. Ekonomi syariah menghindari dan melarang perdagangan tanpa penyerahan Ekonomi syariah melarang tegas jual beli valas untuk kepentingan spekulasi. Harus dihindari jual beli valas, baik dalam bentuk spot maupun forward. Ekonomi syariah juga melarang transaksi swap. Berjanji untuk menukar mata uang asing dengan mata uang setempat pada waktu tertentu dan dengan harga yang ditetapkan, hukumnya jaiz.

12

You might also like