You are on page 1of 61

MANAJEMEN KEUANGAN SUBPOKOK BAHASAN: Pengertian manajemen keuangan 1.

Fungsi, pendekatan, dan tujuan Manajemen Keuangan TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS: 1. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian manajemen keuangan 2. Mahasiswa dapat menjelaskan perbedaan antara pendekatan manajemen keuangan dengan pendekatan Akuntansi dalam membaca Laporan Keuangan 3. Mahasiswa dapat menjelaskan 3 fungsi manajemen keuangan 4. Mahasiswa dapat menjelaskan posisi manajemen keuangan dal am menjalankan 3 fungsinya. 5. Mahasiswa dapat menjelaskan tujuan normatif dari manajemen keuangan MATERI PERKULIAHAN: A. MANAJEMEN KEUANGAN Manajemen Keuangan adalah perencanaan dan pengawasan investasi, pembelanjaan, dan aset suatu organisasi untuk mencapai tujuan tertentu. Investasi adalah pengambilan keputusan tentang alokasi dana yang dimiliki oleh organisasi, pembelanjaan (financing) adalah pengambilan keputusan tentang sumber dana yang akan digunakan, dan manajemen aset adalah masalah efisiensi penggunaan aktiva yang dimiliki. Berdasarkan pengertian di atas, maka Manajemen Keuangan (bisa juga dibaca Manajer Keuangan) mempunyai 3 fungsi (tugas utama yang dapat dibedakan dengan tugas lainnya): Pengambilan keputusan di bidang investasi, pengambilan keputusan di bidang pembelanjaan, dan pengambilan keputusan untuk pengelolaan aset. Sehingga posisi Manajer Keuangan dalam perusahaan dapat di gambarkan sebagai berikut: Perusahaan (menanamkan dana pada kegiatan produktif) (2) Manajer Keuangan (4b) (3) (4a) (1)
(2)

(1)

Sumber dana (Pasar Modal, Bank, Lembaga Keuangan Non Bank dsb.

(3) (4)

Manajer Keuangan mencari dana ke Sumber Dana yang ada Setelah memperoleh dana, kemudian dana di investasikan ke real asset yang digunakan untuk operasi perusahaan Kegiatan operasi perusahaan akan menghasilkan aliran kas masuk yang lebih dari cukup, sehingga tercipta laba. Laba perusahaan tersebut dapat digunakan untuk: a. mengembalikan utang dan pembagian laba, dan b. ditanamkan kembali ke perusahaan untuk tujuan perluasan/pengembangan perusahaan.

Informasi yang dibutuhkan bagi Manajemen Keuangan untuk pengambilan keputusan dalam menjalankan 3 fungsinya, sebagian terbesar diperoleh dari laporan keuangan perusahaan. Laporan
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 1

keuangan perusahaan disusun dan dibuat berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum, yaitu berdasarkan accrual basis (tidak tunai). Sedang analisis yang harus dilakukan dalam manajemen keuangan menggunakan cash basis (tunai). Misalnya dalam Laporan Laba Rugi, penyusutan aktiva tetap diakui sebagai biaya yang mengurangi pendapatan, meskipun perusahaan secara nyata tidak mengeluarkan uang untuk membayar biaya tersebut (accrual basis). Demikian juga angka-angka yang tercantum di dalam Neraca adalah mencerminkan nilai buku (accrual basis), bukan nilai pasar (cash basis). Oleh karena itu, manajer keuangan dalam membaca laporan keuangan untuk keperluan pengambilan keputusan di bidang keuangan harus dibaca secara cash basis. Pada umumnya orang menyangka bahwa semua perusahaan mempunyai tujuan memperoleh laba setinggi-tingginya. Tidak sepenuhnya salah, tetapi ada tujuan yang lebih esensial, yang disebut dengan tujuan normatif (seharusnya). Tujuan normatif manajemen keuangan adalah: memaksimumkan nilai perusahaan, dan nilai perusahaan pada umumnya tercermin dari harga saham yang dikeluarkan oleh perusahaan. Mengapa demikian? Sebab pemilik perusahaan (pemegang saham ) belum tentu bertambah kaya meskipun perusahaan memperoleh laba tinggi. Tetapi pemilik perusahaan pasti kaya kalau harga saham yang dipegangnya harganya semakin tinggi. B. ANALISIS DALAM MANAJEMEN KEUANGAN Seluruh analisis dalam manajemen keuangan mendasarkan diri pada analisis manfaat dan biaya (Benefit and Cost Analysis), atau lebih tepat disebut analisis manfaat dan pengorbanan. Artinya semua pengambilan keputusan di bidang keuangan akan membandingkan besarnya manfaat yang dapat diperoleh karena sejumlah pengorbanan tertentu. Dalam penerapannya, analisis ini dapat dilakukan sebagai berikut: a. Dilihat dari dua sisi, yaitu sisi manfaat dan pengorbanannya. Membandingkan besarnya manfaat yang dapat diperoleh dengan pengorbanan yang harus dilakukan. Prinsipnya apabila manfaat lebih besar dari pengorbanannya, maka keputusan keuangan tersebut layak untuk dilaksanakan. b. Dilihat dari satu sisi yaitu sisi manfaatnya saja. Membandingkan tambahan manfaat yang dapat diperoleh. Prinsipnya apabila diperoleh tambahan manfaat yang cukup signifikan tanpa mengakibatkan perubahan tingkat pengorbanan, maka keputusan keuangan tersebut layak untuk dilaksanakan b. Dilihat dari satu sisi, yaitu sisi pengorbanannya saja. Membandingkan pengurangan pengorbanan (penghematan) yang dapat diperoleh. Prinsipnya apabila diperoleh penghematan biaya yang cukup signifikan tanpa mengakibatkan perubahan tingkat manfaat, maka keputusan keuangan tersebut layak untuk dilaksanakan C. PENTINGNYA TEORI NILAI WAKTU DARI UANG Keputusan keuangan selain melibatkan jumlah uang yang besar, pada umumnya akan mencakup kurun waktu yang cukup panjang (lebih dari 1 tahun). Terutama untuk keputusan pembelanjaan dan keputusan investasi. Apabila modal perusahaan diperoleh dari pinjaman jangka panjang, maka modal tersebut akan tertanam (dalam bentuk utang jangka panjang) untuk jangka waktu yang cukup lama (misal 5 tahun s/d 10 tahun). Demikian juga, jika perusahaan menginvestasikan dananya untuk membeli mesin atau kendaraan, maka umur penggunaan (umur ekonomis) dari aktiva tersebut pasti lebih dari 1 tahun. Padahal nilai uang Rp1,00 saat ini, akan berubah nilainya pada waktu 10 tahun yang akan datang. Contoh sederhana, misalnya pada tahun 1990, harga sebungkus rokok Gudang Garam Internasional adalah Rp1.500,00. Pada tahun 2000 harga sebungkusnya menjadi Rp3.000,00. Sehingga pada tahun 1990 uang Rp3.000,00 bernilai 2 bungkus rokok GG internasional, dan pada tahun 2000 nilainya turun tinggal sama dengan 1 bungkus rokok.
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 2

Nilai uang dapat juga diamati dari nilai tukarnya dengan mata uang asing. Perhatikan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika. Perubahan nilai Rupiah tidak lagi dalam hitungan tahun, tetapi dalam hitungan jam, bahkan menit. Pemahaman tentang teori nilai waktu dari uang merupakan modal dasar untuk dapat memahami perhitungan dan analisis dalam manajemen keuangan, oleh karena itu, sebelum melangkah untuk mempelajari materi manajemen keuangan, teori nilai waktu dari uang harus dipahami lebih dahulu.

READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 3

POKOK BAHASAN: KONSEP PENILAIAN SUBPOKOK BAHASAN: 1. Time Value of Money, dan faktor bunga Teknik penilaian TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS: 1. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian nilai waktu dari uang 2. Mahasiswa dapat menjelaskan teknik menghitung nilai waktu dari uang dengan faktor bunga 3. Mahasiswa dapat menghitung nilai waktu dari uang dengan menggunakan faktor bunga 4. Mahasiswa dapat menjelaskan future value untuk ordinary annuity dan annuity due 5. Mahasiswa dapat menghitung nilai yang akan datang dari uang (Future Value) untuk ordinary annuity dan annuity due 6. Mahasiswa dapat menjelaskan present value untuk ordinary annuity dan annuity due 7. Mahasiswa dapat menghitung nilai sekarang dari uang (Present Value) untuk ordinary annuity dan annuity due MATERI PERKULIAHAN: A. TIME VALUE OF MONEY (NILAI WAKTU DARI UANG), DAN FAKTOR BUNGA Nilai waktu uang adalah konsep yang mengatakan bahwa uang itu sebenarnya nilainya akan berubah karena berjalannya waktu. Uang Rp100.000,00 saat ini mulai ditabung, akan berubah nilainya setahun kemudian, yaitu menjadi lebih besar karena bertambah dengan bunga selama setahun. Kalau bank memberikan bunga 10% per tahun, maka uang tersebut setahun kemudian nilainya akan menjadi Rp100.000,00 + Rp10.000,00 = Rp110.000,00. Demikian pula sebaliknya, dengan tingkat bunga sama, nilai uang Rp110.000,00 yang akan diterima setahun yang akan datang, apabila diterimakan sekarang, maka nilainya saat ini sama dengan Rp100.000,00. Dapat diambil kesimpulan, bahwa dalam teori nilai waktu uang, faktor bunga mempunyai peranan utama dalam menentukan besarnya nilai uang. Faktor bunga ada 2 macam, yaitu bunga tunggal (single interest), dan bunga majemuk (compound interest). Bunga tunggal, menyatakan bahwa bunga yang diperoleh pada tahun pertama tidak akan menambah jumlah pokok simpanan, sehingga tidak ikut diperhitungkan dalam menghitung bunga tahun ke dua. Bunga majemuk adalah bunga yang diperoleh pada tahun pertama akan menambah jumlah pokok simpanan sehingga akan masuk dalam perhitungan bunga tahun ke dua (bunga berbunga). Disamping itu, bunga dapat pula diperhitungkan 1x, 2x, 4x dalam setahun, bahkan 360x setahun (bunga harian). Bunga majemuk ini yang akan banyak digunakan dalam pembahasan nilai waktu uang. Cakupan bahasan nilai waktu uang dapat digambarkan dalam diagram sebagai berikut: Single Future Value (nilai yang akan datang) Time Value of Money Single Present Value (nilai sekarang) Series non annuity ordinary annuity annuity due Series non annuity ordinary annuity annuity due

READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 4

Single, series, dan annuity (bisa ordinary annuity atau annuity due) serta non annuity adalah karakteristik dari aliran kas yang terjadi. Single berarti aliran kas hanya terjadi sekali, dan series berarti aliran kas terjadi lebih dari satu kali. Non annuity berarti aliran series dan setiap kali terjadi besarnya aliran kas tidak sama. Ordinary annuity menyatakan bahwa besarnya aliran kas sama dan terjadi di setiap akhir periode. Sedang annuity due, aliran kas yang terjadi besarnya sama, tetapi terjadi di setiap awal periode. Akan dapat dipahami dengan lebih jelas kalau digambar dengan garis waktu sebagai berikut: Tahun ke Aliran kas 0 1 a 2 3 4 Single Aliran kas yang series: Tahun ke Aliran kas Tahun ke Aliran kas Tahun ke Aliran kas 0 a 0 0 1 a 1 a 1 a 2 b 2 a 2 a 3 c 3 a 3 a FV 4 Non annuity d 4 Ordinary annuity a 4 Annuity due B. RUMUS FUTURE VALUE (NILAI YANG AKAN DATANG) Single: FVn = CF ( 1 + i)n

Contoh: Uang Rp1.000,00 saat ini (PV) ditabung di Bank dengan bunga (i) 10% per tahun, maka nilai uang tersebut 1 tahun yang akan datang (FV1) adalah Rp1.000,00 (1 + 10%)1 = Rp1.100,00. Atau nilai uang tersebut 5 tahun yang akan (FV5) datang menjadi Rp1.000,00 ( 1 + 10%)5 = Rp1.610,51. Series: Non annuity: dihitung satu per satu dengan rumus FV yang single. Contoh: Selama 3 tahun berturut-turut setiap awal periode menabung Rp1.000,00; Rp1.200; dan Rp1.500,00. Kalau tingkat bunga 10% per tahun maka nilai uang tersebut pada akhir tahun ke 3 (FV3) adalah: 0 1 2 3 Rp1.000,00 Rp1.200,00 Rp1.500,00 FV3=?; i = 10% per tahun

Rp1.000,00(1 + 10%)3 = Rp1.331,00 Rp1.200,00(1 + 10%)2 = Rp1.452,00 Rp1.500,00(1 + 10%)1 = Rp1.650,00 FV3 = Rp4.433,00
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 5

Ordinary annuity: (1 + i ) n 1 FVn = CF i Contoh: Selama 3 tahun berturut-turut setiap akhir periode menabung Rp1.000,. Kalau tingkat bunga 10% per tahun maka nilai uang tersebut pada akhir tahun ke 3 (FV3) adalah: 0 1 Rp1.000,00 2 Rp1.000,00 3 Rp1.000,00 FV3=?; i = 10% per tahun

(1 + 10% ) 3 1 FV3 = Rp1.000,00 10% = Rp3.310,00 Annuity due: (1 + i ) n +1 1 FVn = CF - 1 i Contoh: Selama 3 tahun berturut-turut setiap awal periode menabung Rp1.000,00. Kalau tingkat bunga 10% per tahun maka nilai uang tersebut pada akhir tahun ke 3 (FV3) adalah: 0 Rp1.000,00 1 Rp1.000,00 2 3

Rp1.000,00 FV3=?; i = 10% per tahun

(1 + 10% ) 3+1 1 FV3 = Rp1.000,00 - 1 10% = Rp3.641,00 C. RUMUS PRESENT VALUE (NILAI SEKARANG) Single: CF (1 + i ) n Contoh: Uang Rp1.000,00 akan diterima 1 tahun yang akan datang (FV1), jika bunga bank 10% per tahun, maka nilai uang tersebut kalau diterimakan sekarang (PV) adalah Rp1.000,00/(1 + 10%)1 = Rp909,09. Seandainya uang Rp1.000,00 tersebut akan diterima 5 tahu yang akan datang (FV5), maka nilai uang tersebut kalau diterimakan sekarang adalah adalah Rp1.000,00/(1 + 10%)5 = Rp620,92. PV = PV

READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 6

Series: Non annuity: dihitung satu per satu dengan rumus PV yang single. Contoh: Selama 3 tahun berturut-turut setiap awal periode akan menerima uang Rp1.000,00; Rp1.200; dan Rp1.500,00. Kalau tingkat bunga 10% per tahun maka nilai uang tersebut kalau diterimakan sekarang (PV) adalah: 0 1 2 Rp1.500,00 3

Rp1.000,00 Rp1.200,00 PV=?; i = 10% per tahun

Rp1.000,00/(1 + 10%)1 = Rp 909,09 Rp1.200,00/(1 + 10%)2 = Rp 991,74 Rp1.500,00/(1 + 10%)3 = Rp1.126,97 FV3 = Rp3.027,08 Ordinary annuity: (Mahasiswa diwajibkan hapal rumus ini!!!) 1 1n (1 + i ) PV = CF i

Contoh: Selama 3 tahun berturut-turut setiap akhir periode menerima Rp1.000,. Kalau tingkat bunga 10% per tahun maka nilai uang tersebut saat ini (PV) adalah: 0 1 2 Rp1.000,00 3 Rp1.000,00

PV=? Rp1.000,00 i = 10% per tahun

1 13 (1 + 10%) PV = Rp1.000,00 10%


= Rp2.486,85

READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 7

Annuity due 1 1n -1 1 + (1 + i ) PV = CF i

Contoh: Selama 3 tahun berturut-turut setiap awal periode menerima Rp1.000,00. Kalau tingkat bunga 10% per tahun maka nilai uang tersebut saat ini (PV) adalah: 0 Rp1.000,00 1 Rp1.000,00 2 3

Rp1.000,00 FV3=?; i = 10% per tahun

1 13 -1 1 + (1 + 10% ) PV = Rp1.000,00 10%


= Rp2.735,54

READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 8

POKOK BAHASAN: PENILAIAN SURAT BERHARGA JANGKA PANJANG SUBPOKOK BAHASAN: 1. Pengertian nilai perusahaan 2. Perbedaan konsep nilai 3. Penilaian surat berharga jangka panjang TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS: 1. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian nilai perusahaan 2. Mahasiswa dapat menjelaskan perbedaan pengertian tentang nilai perusahaan 3. Mahasiwa dapat menghitung nilai obligasi dengan present value 4. Mahasiswa dapat menghitung nilai saham dengan present value MATERI PERKULIAHAN: A. PENILAIAN SURAT BERHARGA JANGKA PANJANG Pada pokok bahasan I diketahui bahwa tujuan normatif manajemen keuangan adalah memaksimumkan nilai perusahaan (memaksimumkan kekayaan pemilik), sedang nilai perusahaan dapat dilihat dari surat berharga yang dikeluarkan oleh perusahaan tersebut. Karena surat berharga yang mewakili kepemilikan suatu perusahaan adalah saham, maka nilai perusahaan biasanya dapat dilihat dari harga pasar saham. Ada beberapa pengertian nilai/harga surat berharga, yaitu 1. Nilai likuidasi/Liquidation Value: Sejumlah uang yang dapat diperoleh karena suatu asset (sekelompok asset) dijual ketika perusahaan dilikuidasi (dibubarkan) 2. Going-Concern Value: Suatu jumlah uang tertentu yang dapat diperoleh dari perusahaan yang dijual, dengan asumsi perusahaan tetap beroperasi seperti semula. 3. Nilai buku: Nilai akuntansi dari aktiva. Kalau aktiva tetap berarti harga perolehan dikurangi dengan depresiasi. Kalau yang dilnilai saham (equity), maka sama dengan total asset dikurangi dengan utang dan saham preferen. Dalam manajemen keuangan yang akan dibahas sebagai nilai/harga pasar surat berharga jk. panjang adalah nilai dalam pengertian going-concern value. Apabila ada gejala kebangkrutan, baru nilai likuidasi digunakan. Ada beberapa jenis surat berharga jk. panjang yang dikeluarkan oleh perusahaan sbb: Obligasi/Bond (Surat tanda utang) Surat berharga Jangka panjang Saham/Stock (Surat tanda Kepemilikan) Preffered Stock/Saham Preferen (Tidak memiliki jatuh tempo) Common Stock/Saham Biasa (Memiliki/tidak memiliki jatuh tempo) Perpetual Bond (Tidak memiliki jatuh tempo) Maturity Bond (Memiliki jatuh tempo)

READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 9

Menilai surat berharga Jk. panjang adalah menghitung harga pasar yang wajar saat ini. Atau dengan kata lain, kalau surat berharga tersebut saat ini (Present Value) akan dibeli, berapa harga yang wajar yang harus dibayarkan. Oleh karena itu perhitungannya akan menggunakan konsep Time Value of Money, khususnya rumus Present Value yang Ordinary Annuity. Angka-angka yang dilibatkan dalam perhitungan adalah nilai nominal (nilai yang tercantum dalam surat berharga tersebut) untuk surat berharga yang memiliki jatuh tempo, dan bunga/kupon (untuk obligasi), dividen (untuk saham). Pada prinsipnya nilai surat berharga adalah nilai sekarang dari seluruh aliran kas yang akan diterima oleh pembeli surat berharga. 1. Perpetual Bond (Tidak memiliki jatuh tempo) Nilai Perpetual Bond: Nilai sekarang (PV) dari seluruh bunga/kupon yang diterima sepanjang umur obligasi. (catatan: umur obligasi tidak terbatas, karena tidak memiliki jatuh tempo, sehingga umur obligasi adalah tahun. ) Thn 0 1 2 3 4 dst. . :---------:---------:----------:----------:---------: . ..: Cf I1 I2 I3 I4 .I

Dinilai sekarang dengan faktor bunga kd V0

1 1 (1 - k d ) V0 = I kd

Cf = aliran kas yang diterima, berasal dari bunga obligasi (I); I = i x Nominal. I1 = I2 = I3 dst. V0 = Nilai Obligasi/harga yang wajar saat ini kd = tingkat keuntungan yang disyaratkan oleh pembeli obligasi (biaya obligasi bagi perusahaan) Karena (1 + kd) sama dengan , maka 1/ (1 + kd) = 0, sehingga rumus di atas dapat disederhanakan menjadi V = I/ kd Contoh: Sebuah perpetual bond dengan nominal Rp1.500,00, memberi bunga/kupon = 10%. Berapakah harga yang wajar dari obligasi ini, kalau pembeli meminta keuntungan (kd) sebesar 12%? Jawab: I = 10% x Rp1.500,00 = Rp150,00 V0 = Rp150,00/12% = Rp1.250,00 Obligasi terjual dengan diskon, karena harga pasarnya lebih rendah dari nilai nominalnya Kalau kd = 10 %, maka V0 = Rp150,00/10% = Rp1.500,00 Kalau kd = 8 %, maka V0 = Rp150,00/8% = Rp1.875,00 Obligasi terjual sama dengan nilai nominalnya. Obligasi terjual dengan premium, karena harga pasarnya lebih tinggi dari nilai nominalnya

READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 10

2. Maturity Bond (Memiliki jatuh tempo) Thn 0 1 2 3 4 :---------:---------:----------:----------: Cf1 I1 I2 I3 I4 Cf2 Pelunasan Untuk Maturity Bond ada 2 macam aliran kas yang diterima pembeli, yaitu pendapatan bunga dan pembayaran pelunasan dari perusahaan penerbit obligasi pada saat jatuh tempo. Perhitungannya adalah sebagai berikut: PV dari bunga + PV dari Nominal (pelunasan) Contoh: Sebuah maturity bond dengan nominal Rp1.500,00, memberi bunga/kupon = 10%. Umur obligasi (jatuh tempo) 4 tahun kemudian. Berapakah harga yang wajar dari obligasi ini, kalau pembeli meminta keuntungan (kd) sebesar 12%? 1 1(1 + 12%) 4 = Rp150 12%

PV Bunga

= Rp 455,60

PV Pelunasan = Rp1.500,00 / (1 + 12%)4 Nilai Obligasi (V0) Bagaimana kalau kd = 10%?; kd = 8 %?

= Rp 953,28 = Rp 1.408,88

terjual dengan diskon.

3. Preffered Stock/Saham Preferen (Tidak memiliki jatuh tempo) Saham preferen memiliki karakteristik sama dengan perpetual bond. Saham preferen tidak pernyataan saat jatuh tempo, namun memberikan dividen secara tetap (fixed dividend), dan pemegang saham preferen mempunyai hak mendapatkan dividen kumulatif. Oleh karena itu rumus perhitungannya sama dengan perpetual bond, tetapi dengan simbol berbeda. Rumusnya V0 = D1/kp. (D = dividen, kp = keuntungan yang diminta oleh pembeli saham). Contoh: Sebuah saham preferen dengan nominal Rp2.000,00, memberi dividen = 10% (D = Rp200,00). Berapakah harga yang wajar dari saham ini, kalau pembeli meminta keuntungan (kp) sebesar 12%? Jawab: V0 = Rp200,00/12% = Rp1.666,67 Saham terjual dengan diskon.

4. Common Stock/Saham Biasa Saham preferen memiliki karakteristik sama dengan maturity bond. Pemegang saham biasa dapat memilih untuk: (1) memegang/memiliki untuk selamanya (tidak memiliki jatuh tempo), atau (2) memegang/memiliki untuk jangka waktu tertentu, kemudian dilepas/dijual (memiliki jatuh tempo). Oleh karena itu cara menghitung harga yang wajar ( juga menggunakan 2 cara, sesuai dengan pilihan pemegang saham.

READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 11

a.

Dipegang/dimiliki selamanya Jika pemegang saham memutuskan untuk mempertahankan saham yang dibeli tidak akan dilepas untuk selamanya, maka karakteristik saham tersebut sama dengan perpetual bond. Sehingga untuk menghitung harga yang wajar dari saham biasa tersebut dapat menggunakan rumus perpetual bond tetapi dengan simbul yang bebeda disesuaikan dengan kasusnya. Contoh: Sebuah saham biasa dengan nominal Rp2.000,00, memberi dividen = 10% (D1 = Rp200,00). Berapakah harga yang wajar dari saham ini, kalau pembeli meminta keuntungan (ke) sebesar 12%? Jawab: V0 = V0 = D1 ke

Rp200 = Rp1.666,67 12% Terjual dengan diskon b. Dipegang/dimiliki untuk jangka waktu tertentu Jika pemegang saham memutuskan untuk membeli saham tersebut dan beberapa waktu (tahun/bulan) dilepas/dijual kembali, maka karakteristik saham biasa ini sama dengan maturity bond. Sehingga untuk menghitung harga yang wajar saat ini (V0) bisa menggunakan logika perhitungan untuk kasus maturity bond. Contoh: Sebuah saham biasa dengan nominal Rp2.000,00, memberi dividen = 10% (D1 = Rp200,00). Saham biasa tersebut 3 tahun kemudian akan dijual kembali dengan perkiraan harga pasar saat itu (V3) adalah Rp2.100. Berapakah harga yang wajar dari saham ini, kalau pembeli meminta keuntungan (ke) sebesar 12%?

PV Dividen PV V3

1 1 3 (1 + 12%) = Rp200 12% = Rp2.100,00 / (1 + 12%)3 Nilai Saham (V)

= Rp

480,37

= Rp 1.494,74 = Rp 1.975,11

terjual dengan diskon.

Bagaimana kalau ke = 10%?; ke = 8 %? B. TEORI PERTUMBUHAN (g = growth) Setiap perusahaan pasti akan diusahakan untuk berkembang (tumbuh), pertumbuhan ini akan mempengaruhi nilai perusahaan (nilai saham). Kalau tingkat pertumbuhan setiap tahun selalu sama, maka rumusnya menjadi V = D1/( ke - g). Misal dividen tahun pertama (D1) = Rp500,00; ke = 12%, dan g = 3%, maka harga saham tersebut menjadi: V = D1/( ke - g) V = Rp500,00/(12% - 3%) = Rp5.555,60

READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 12

Contoh lain: D0 = Rp2,00; ke = 14%. Tingkat pertumbuhan 5 tahun pertama = 10%, dan kemudian mulai tahun ke 6 dan seterusnya akan tumbuh dengan konstan sebesar 6%. Berapa nilai saham tersebut? Tahap 1: Nilai sekarang (PV) dari dividen yang akan diterima selama 5 tahun I (g = 10%) Akhir PV dgn faktor Divivden PV dari Dividen thn ke bunga 14% 1 Rp2,00 (1 +10%)1 = Rp2,20 1/(1 +14%)1 = Rp1,93 2 2 Rp2,00 (1 +10%) = Rp2,42 1/(1 +14%)2 = Rp1,86 3 3 3 Rp2,00 (1 +10%) = Rp2,66 1/(1 +14%) = Rp1,80 4 Rp2,00 (1 +10%)4 = Rp2,93 1/(1 +14%)4 = Rp1,76 5 5 5 Rp2,00 (1 +10%) = Rp3,22 1/(1 +14%) = Rp1,67 Nilai sekarang dari dividen selama 5 tahun I = Rp8,99 Tahap 2: Nilai sekarang saham dengan pertumbuhan konstan (g = 6%) Dividen pada kahir tahu ke 6 = Rp3,22 (1 + 6%)1 = Rp3,41 Nilai Saham pada akhir tahun ke 5 (V5) = D6/( ke - g) = Rp3,22/(14% - 6%) = Rp42,63 Nilai sekarang V5 = Rp42,63/(1 +14%)5 = Rp22,13 Tahap 3: Nilai sekarang saham V = Rp8,99 + Rp22,13 = Rp31,12 (Analisis perhitunga di atas dengan asumsi saham biasa tersebut dipegang untuk selamanya (tidak memiliki jatuh tempo) C. YIELD TO MATURITY Yield to maturity (YTM) adalah tingkat pengembalian (return) investasi dalam surat berharga jangka panjang, jika surat berharga tersebut dibeli sebesar harga pasar saat ini dan dipegang/dimiliki sampai dengan saat jatuh tempo. Disebut juga sebagai internal rate of return (IRR) dari surat berharga jangka panjang tersebut. Sehingga untuk menghitung YTM tersebut menggunakan interpolasi. 1. YIELD TO MATURITY dari Obligasi Contoh: Sebuah obligasi dengan nominal Rp1.000,00 per lembar. Saat ini harga pasar (V0) obligasi tersebut adalah Rp761,00. Obligasi tersebut akan jatuh tempo 12 tahun yang akan datang. Kupon 8% per tahun. Berapa tingkat bunga yang akan menghasilkan seluruh aliran kas masuk (cif) yang bisa diharapkan sampai dengan saat jatuh tempo sama dengan harga pasar saat ini (cof), atau YTM dari obligasi tersebut? Jawab: Aliran kas atau cash flow dari kasus ini dapat digambarkan sebagai berikut: 1 : Cof: V0 Rp761,00 Cif: Kupon Pelunasan : Rp80,00 2 : Rp80,00 3 ...................12 : : Rp80,00 Rp80,00 : Rp80,00 Rp1.000

READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 13

Menggunakan interpolasi antara tingkat bunga 10% dengan 12%, akan dapat diperoleh tingkat bunga yang akan menghasilkan PVcif = PVcof i1 = 10% 2% X% YTM = . i2 = 12%
X Rp 102,7261 = 2% Rp111,5011 X=

PV cif = Rp863,7261*) PV cif = Rp761,00 PV cif = Rp752,2250*)


Rp102,7261 x 2% = 1,84% Rp111,5011

Rp102.7261 Rp111.5011

YTM = 10% + 1,84% = 11,84% *) PVcif dengan tingkat bunga 10% 1 112 (1 + 12%) PV Bunga = Rp80 = Rp 545,0953 12% PV Pelunasan = Rp1.000,00 / (1 + 12%)12 = Rp 318,6308 Total PVcif = Rp 863,7261 Cara yang sama digunakan untuk menghitung PVcif dengan tingkat bunga 12% 2. YIELD TO MATURITY dari Saham Preferen Contoh: Sebuah Saham Preferen dengan nominal Rp1.000,00 per lembar memberikan dividen 10% (Rp100,00). Harga pasar saat ini (V0) adalah Rp921,50 per lembar. Hitunglah YTM dar saham preferen tersebut. Jawab: Rumus harga yang wajar dari saham preferen: D1 kp Sehingga dengan memasukkan harga pasar saat (V0) ini ke dalam rumus tersebut, akan dapat diketahui YTM dari saham tersebut. Rp100 Rp921,50 = kp V0 = kp = Rp100/Rp921,50 = 10,85% 2. YIELD TO MATURITY dari Saham Biasa Contoh: Saat ini harga pasar (V0) dari sebuah saham biasa adalah Rp6.000,00, degan dividen yang diharapkan tumbuh (g) dengan 9% pertahun. Tahun depan saham ini diharapkan memberi dividen sebesar Rp240,00. Hitung YTM dari saham biasa tersebut.
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 14

Jawab: Rumus harga yang wajar dari saham biasa dengan teori pertumbuhan adalah: D1 ke g Seperti pada perhitungan YTM dari saham preferen, maka menghitung YTM saham biasa berarti menghitung ke saham tersebut. Dengan modifikasi mathematic maka rumus di atas dapat di ubah menjadi V0 = V0 = D1 ke g ke - g = D1 V0 ke = D1 +g V0

Sehingga YTM dari saham biasa tersebut: ke = Rp240 + 9% Rp6.000

k e = 4% + 9% ke atau YTM = 13%

READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 15

POKOK BAHASAN: PENILAIAN INVESTASI (CAPITAL BUDGETING) SUBPOKOK BAHASAN: 1. Pengertian dan arti penting Capital Badgeting. 2. Identifikasi dan perhitungan cashflow. 3. Keputusan Investasi: Metoda Non Discounted Cashflow 4. Keputusan investasi: Metoda Discounted Cashflow TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS: 1. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian Capital Budgeting 2. Mahasiswa dapat menjelaskan arti penting Capital Budgeting 3. Mahasiswa dapat menjelaskan cara menghitung cashflow investasi baru 4. Mahasiswa dapat menghitung cashflow investasi baru 5. Mahasiswa dapat menjelaskan cara menghitung cashflow investasi penggantian 6. Mahasiswa dapat menghitung cashflow investasi penggantian 7. Mahasiswa dapat menjelaskan pngertian dan teknik perhitungan Accounting Rate of Return untuk menilai kelayakan investasi 8. Mahasiswa dapat menerapkan teknik perhitungan Accounting Rate of Return untuk menilai kelayakan investasi 9. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian dan teknik perhitungan Average Accounting Rate of Return untuk menilai kelayakan investasi 10. Mahasiswa dapat menerapkan teknik perhitungan Average Accounting Rate of Return untuk menilai kelayakan investasi 11. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian dan teknik perhitungan Pay Back Period untuk menilai kelayakan investasi 12. Mahasiswa dapat menerapkan teknik perhitungan Pay Back Period untuk menilai kelayakan investasi 13. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian dan teknik perhitungan Net Present Value untuk menilai kelayakan investasi 14. Mahasiswa dapat menerapkan teknik Net Present Value unruk menilai kelayakan invesatasi 15. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian dan teknik perhitungan Internal Rate of Return untuk menilai kelayakan investasi 16. Mahasiswa dapat menerapkan teknik Internal Rate of Return unruk menilai kelayakan invesatasi 17. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian dan teknik perhitungan Profitability Index untuk menilai kelayakan investasi 18. Mahasiswa dapat menerapkan teknik Profitability Index unruk menilai kelayakan invesatasi MATERI PERKULIAHAN: A. CAPITAL BUDGETING Capital Budgeting adalah keseluruhan proses analisis tentang pengambilan keputusan investasi pada aktiva tetap (proyek). Investasi pada aktiva tetap (misal: bangunan, kendaraan, dsb) akan melibatkan dana yang cukup besar dan dana tersebut akan terikat dalam jangka panjang (lebih dari 1 thn). Untuk menghindari kesalahan, maka perlu analisis yang baik agar keputusan yang diambil optimal. Kesalahan pengambilan keputusan dalam investasi aktiva tetap akan menimbulkan kerugian yang besar karena langkah perbaikan yang harus dilakukan pasti memerlukan biaya yang sangat besar. Analisis yang digunakan mendasarkan diri pada analisis manfaat dan pengorbanan (Benefit & Cost Analysis). Tujuannya adalah untuk menilai kelayakan investasi tersebut. Investasi disebut layak apabila
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 16

modal yang digunakan dapat kembali ditambah sejumlah keuntungan (aliran kas masuk lebih besar daripada aliran kas keluar). 1. Menghitung Aliran Kas Investasi Aliran kas suatu investasi dapat dibedakan menurut accrual basis dan menurut cash basis (baca lagi BAB I). Jenis investasi dapat dibedakan menjadi investasi baru dan investasi penggantian. 1.a. Investasi Baru Kasus A: Sebuah perusahaan merencanakan membeli mesin seharga Rp85.000,00. Mesin dibeli dari Singapura dengan ongkos kirim Rp10.000,00. Setelah tiba dilokasi, mesin harus dipasang (set-up) dengan biaya Rp5.000,00. Umur ekonomis mesin = 5 tahun. Mesin baru ini diperkirakan dapat menghasilkan penjualan sebesar Rp150.000,00 pertahun dengan biaya operasi (diluar depresiasi) Rp100.000,00. Tingkat pajak = 30%. Langkah-langkah perhitungannya sebagai berikut: Harga perolehan mesin = Rp85.000,00 + Rp10.000,00 + Rp5.000,00 = Rp100.000,00 Depresiasi/thn = Rp100.000,00/5 tahun = Rp20.000,00/thn Perhitungan aliran kas/tahun Ringkasan Laba Rugi Penjualan Biaya operasi Depresiasi Laba operasi (EBIT) Pajak (30%) Laba Bersih (EAT) Accrual basis 150.000,00 100.000,00 20.000,0 0 120.000,00 30.000,00 9.000,00 21.000,00 100.000,00 Cash basis 150.000,00 100.000,00 50.000,00 9.000,00 41.000,00

Aliran kas masuk dengan cash basis ini disebut dengan Proceed. Proceed = EAT + Depresiasi = Rp21.000 + Rp20.000,00 = Rp41.000,00 1.b. Investasi penggantian Kasus B: Sebuah perusahaan akan mengganti mesin lama dengan mesin baru. Mesin lama mempunyai nilai buku Rp30.000,00 dengan sisa umur ekonmis 3 tahun. Mesin lama tersebut laku dijual sebesar nilai bukunya. Mesin baru dibeli dengan harga perolehan Rp120.000,00, mempunyai umur ekonomis 3 tahun. Penggantian mesin ini akan dapat memberikan penghematan biaya pemeliharaan, biaya bahan, dan biaya tenaga kerja sebesar Rp55.000,00 per tahun. Tingkat pajak 40%. Langkah-langkah perhitungannnya sebagai berikut: Harga perolehan mesin baru = Rp120.000,00 Depresiasi Mesin Baru/thn = Rp120.000,00/3 tahun = Rp40.000,00/thn Depresiasi Mesin Baru/thn = Rp30.000,00/3 tahun = Rp10.000,00/thn

READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 17

Perhitungan tambahan aliran kas/tahun incremental analysis Ringkasan Laba Rugi Accrual basis Penghematan biaya 55.000,00 Depresiasi Baru 40.000,00 Depresiasi Lama 10.000,00 30.000,00 Tambahan Laba operasi 25.000,00 (EBIT) 10.000,00 Tambahan Pajak (40%) 15.000,00 Tamabahan Laba Bersih (EAT)

Cash basis 55.000,00 55.000,00 10.000,00 45.000,00

Aliran kas masuk dengan cash basis ini disebut dengan Tambahan Proceed. Tambahan Proceed = Tambahan EAT + Tambahan Depresiasi = Rp15.000 + Rp30.000,00 = Rp45.000,00 B. METODE PENILAIAN INVESTASI Metode penilaian invesatasi ada 6 metode, dapat digambrkan sebagai berikut: Accounting Rate of Return (ARR) Non Dicounted (Mengabaikan Nilai Waktu Uang) Metode Penilaian Discounted (Memperhitungkan Nilai Waktu Uang) Average Accounting Rate of Return (AARR) Pay Back Period (PBP) Net Present Value (NPV) Internal Rate of Return (IRR) Profitability Index (PI) Pembahasan masing-masing metode akan menggunakan Kasus A dan Kasus B di atas.
1.

Accounting Rate of Return: adalah persentase laba bersih dibandingkan dengan initial investment. Definisi di atas dapat dinyatakan dalam formula ARR = EAT/Initial Investment. Initial investment adalah dana bersih yang dibutuhkan sampai dengan investasi tersebut siap dioperasikan. Initial Investment Kasus A = Rp100.000,00. Initial Investment Kasus B = Rp120.000,00 Rp30.000,00 = Rp90.000,00. Maka: ARRA = Rp21.000,00/Rp100.000,00 = 0,21 atau 21% ARRB = Rp15.000,00/Rp90.000,00 = 0,1667 atau 16,67% Berarti tingkat keuntungan berdasarkan initial investment untuk Kasus A adalah 21% dan Kasus B adalah 16,67%. Layak dan tidaknya investasi tersebut menggunakan dasar sebagai berikut: a. Kalau membandingkan antara 2 investasi, maka dipilih yang mempunyai ARR paling tinggi. b. Kalau hanya menilai 1 investasi, maka ARR yang dihasilkan dibandingkan dengan tingkat keuntungan yang diinginkan, atau dengan tingkat bunga bank. Kalau ARR lebih kecil, maka
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 18

investasi tersebut tidak layak (ditolak). Kalau ARR lebih tinggi maka investasi tersebut layak (diterima).
2.

Average Accounting Rate of Return: adalah persentase dari rata-rata laba bersih terhadap ratarata investasi. Cara perhitungan sama dengan ARR, namun menggunakan angka rata-rata. Rata-rata laba bersih (EAT) sama dengan EAT/thn, karena setiap tahun besarnya sama. Sedang rata-rata investasi menggunakan formula = (Investasi Awal + Investasi Akhir)/2. Karena Investasi Akhir = 0 (modal sudah kembali), maka rata-rata investasi untuk masing-masing Kasus: Rata-rata Investasi Kasus A = Rp100.000,00/2 = Rp50.000,00 Rata-rata Investasi Kasus B = Rp90.000/2 = Rp45.000,00 Sehingga: AARRA = Rp21.000,00/Rp50.000,00 = 0,42 atau 42% AARRB = Rp15.000,00/Rp45.000,00 = 0,3333 atau 33,33% Kriteria penilaian sama dengan ARR.

3.

Pay Back Period: adalah jangka waktu yang dibutuhkan agar initial investment dapat kembali. Metode ini (dan metode-metode berikutnya) akan menggunakan proceed sebagai aliran kas masuk. Sedang initial investment sama dengan metode sebelumnya (ARR dan AARR). Perhitungannya dengan cara membagi initial investment dengan proceed, sebagai berikut: PBPA = Rp100.000,00/Rp41.000,00 = 2,44 tahun 0,44 tahun x 12 bulan = 5,28 bulan 0,28 bulan x 25 hari = 7 hari Sehingga jangka waktu yang dibutuhkan agar modal Kasus A dapat kembali (PBPA ) = 2 tahun, 5 bulan, 7 hari. PBPB = Rp90.000,00/Rp45.000,00 = 2 tahun Sehingga jangka waktu yang dibutuhkan agar modal Kasus B dapat kembali (PBPB ) = 2 tahun. Kriteria penilaiannya sebagai berikut: a. Kalau membandingkan 2 investasi maka yang dipilih adalah PBP yang terkecil (waktu pengembalian modal paling cepat). b. Kalau hanya menilai 1 investasi, maka harus ditetapkan dulu PBP maksimum. Kalau PBP investasi lebih besar atau sama dengan PBP maksimum, maka proyek tersebut tidak layak (ditolak). Sebaliknya kalau PBP investasi lebih kecil dari PBP maksimum, maka proyek tersebut layak (diterima).

4.

Net Present Value: adalah nilai sekarang aliran kas masuk dikurangi nilai sekarang aliran kas keluar (PVCIF PVCOF).. Karena metode ini mengakui bahwa dengan berjalannya waktu, nilai uang akan berubah, maka cara perhitungannya menggunakan teori Time Value of Money, khususnya yang Present Value (PV). Formula yang digunakan NPV = PVCIF PVCOF. Kasus A: (karena aliran kas yang terjadi adalah ordinary annuity, maka untuk menghitung PVCIF Bisa menggunakan rumus PV untuk ordinary annuity, misal tingkat bunga = 24%).

READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 19

1 1(1 + 24% ) 5 PVcif = Rp41.000 24% PVcof = NPVA Kasus B: 1 1(1 + 24% ) 3 PVcif = Rp45.000 24% PVcof = NPVA

= Rp112.565,82 = Rp100.000,00 = Rp 12.565,82 (positif) = Rp 89.158,64 = Rp 90.000,00 =- Rp 841,36 (negatif)

Kriteria penilaiannya sebagai berikut: Kalau NPV > 0 maka investasi diterima Kalau NPV < atau = 0 investasi ditolak. Dari contoh soal di atas, Kasus A diterima, Kasus B ditolak.
5.

Internal Rate of Return: adalah tingkat bunga yang akan membuat PVCIF = PVCOF (NPV = 0) Untuk menghitung IRR, harus dilakukan dengan cara interpolasi, yaitu menentukan 2 macam tingkat bunga, tingkat bunga yang satu diusahakan akan menghasilkan PVCIF > PVCOF dan tingkat bunga yang lain diusahakan akan menghasilkan PVCIF < PVCOF, maka tingkat bunga yang akan menghasilkan PVCIF = PVCOF (IRR), berada di antara 2 tingkat bunga tersebut. Kasus A: misal i1 =28% dan i2 = 30% i1 = 28% 2% X% IRR = . i2 = 30% X Rp 3.812,25 = 2% Rp3.953,89 X= PV cif = Rp103.812,25 PV cif = Rp100.000,00 PV cif = Rp 99.858,36 Rp 3.812,25 x 2% = 1,93% Rp3.953,89 Rp3.812,25 Rp 3.953,89

IRRA = 28% + 1,93% = 29,93%

READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 20

Kasus B: misal i1 =22% dan i2 = 24% i1 = 22% 2% X% IRR = . i2 = 24% X Rp 1.900,86 = 2% Rp2.747,22 X= PV cif = Rp 91.900,86 PV cif = Rp 90.000,00 PV cif = Rp 89.153,64 Rp 1.900,86 x 2% = 1,38% Rp2.747,22 Rp1.900,86 Rp 2.747,22

IRRB = 22% + 1,38% = 23,38% Kriteria penilaian IRR: IRR hasil perhitungan dibandingkan dengan target keuntungan yang diharapkan (r). Apabila IRR < r maka investasi tidak layak (ditolak). Kalau IRR>r maka investasi dapat diterima. a. Apabila membandingkan 2 proyek investasi, dan kedua investasi tersebu memiliki IRR>r, maka dipilih IRR yang tertinggi. Dari contoh soal di atas, apabila r (target keuntungan) = 24%, maka Kasus A dapat diterima, sedang Kasus B ditolak.
6.

Profitability Index: adalah perbandingan antara PVCIF dengan PVCOF. Berdasarkan definisi tersebut, maka rumus perhitungannya adalah PI = PVCIF/ PVCOF Jika target keuntungan = 24%, maka Kasus A PIA = Rp112.565,82/Rp100.000,00 = 1,12 Kasus B PIB = Rp89.158,64/Rp90.000,00 = 0,99 Kriteria penilaian: Kalau PI>1 investasi dapat diterima, dan sebaliknya kalu PI<1 maka investasi harus ditolak. Dari contoh di atas, maka Kasus A diterima, sedang Kasus B ditolak.

Dari ke 6 metode penilaian investasi tersebut, metode yang masuk kelompok non discounted mempunyai kelemahan yang sama, yaitu mengabaikan nilai waktu uang, padahal investasi pada aktiva tetap mempunyai jangka waktu lebih dari 1 tahun. Khusus untuk ARR dan AARR, mempunyai kebaikan pada cara perhitungan yang sederhana, dan menggunakan angka yang sudah matang. Untuk metode yang menggunakan proceed (PBP, NPV, IRR, dan PI) harus menyiapkan angka proceed lebih dulu. Metode yang menggunakan teori nilai waktu uang dianggap baik karena dapat memberikan gambaran aliran kas dan keuntungan yang lebih realistis, namun perhitungannya cukup rumit. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah, apbila NPV mengatakan bahwa investasi layak, maka metode IRR dan PI juga akan mengatakan yang sama. Sebab, apabila IRR>r dan PI>1 maka pasti NPV>0.

READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 21

POKOK BAHASAN: RISIKO DAN KEUNTUNGAN SUBPOKOK BAHASAN: 1. Definisi Risiko dan Keuntungan 2. Metoda perhitungan risiko dengan Disitribusi Probabilitas. 3. Risiko dan Keuntungan dalam Portfolio 4. Risiko sistimatik dan unsistimatik 5. Capital Asset Pricing Model (CAPM) 6. Teknik perhitungan risiko Capital Budgeting TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS: 1. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian risiko 2. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian keuntungan 3. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian dan cara perhitungan risiko mutlak dan risiko relatif 4. Mahasiswa dapat menghitung tingkat risiko mutlak investasi pada surat berharga jk. panjang dengan distribusi probabilitas 5. Mahasiswa dapat menghitung risiko relatif investasi pada surat berharga jk panjang dengan distribusi probabilitas 6. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian portfolio 7. Mahasiswa dapat menjelaskan cara menghitung risiko portfolio dengan metode matrix 8. Mahasiswa dapat menghitung risiko portfolio dengan metode matrix 9. Mahasiswa dapat menjelaskan sifat risiko sistematis dengan grafik 10. Mahasiswa dapat menjelaskan sifat risiko unsistematis dengan grafik 11. Mahasiswa dapat menyebutkan beta sebagai ukuran risiko sistematis 12. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian dan cara perhitungan Capital Asset Pricing Model 13. Mahasiswa dapat menghitung nilai surat berharga jangka panjang memakai model CAPM dengan memasukkan faktor risiko dan keuntungan. 14. Mahasiswa dapat menghitung risiko mutlak investasi pada aktiva tetap dengan distribusi probabilitas 15. Mahasiswa dapat menghitung risiko relatif investasi pada aktiva tetap dengan distribusi probabilitas 16. Mahasiswa dapat menjelaskan cara menyusun pohon probabilitas. 17. Mahasiswa dapat menghitung risiko invesatsi pada aktiva tetap dengan cashflow lebih dari 1 tahun MATERI PERKULIAHAN: A. RISIKO DAN KEUNTUNGAN (RETURN) Keuntungan, disebut juga return (R), adalah pendapatan yang diterima dari suatu investasi yang dilakukan, dibagi dengan pengeluaran investasinya (modal). Biasanya diekspresikan dalam persentase. Pengertian investasi, seperti penjelasan pada pokok bahasan sebelumnya, dapat disimpulkan baik investasi pada surat berharga maupun investasi pada aktiva tetap. Risiko: adalah penyimpangan dari hasil yang diharapkan. Karena merupakan penyimpangan (deviasi), maka tingkat risiko dapat diukur secara statistik (berdasarkan data historis) dengan menghitung standar deviasi. Perhitungan tingkat risiko (standar deviasi) akan menggunakan data historis yang ada dengan melihat distribusi probabilitasnya. Antara risiko dengan return akan terjadi trade off, yaitu pada umumnya usaha yang menjanjikan return yang tinggi akan diikuti pula dengan tingkat risiko yang tinggi, dan sebaliknya. Penting untuk diketahui, bahwa menghitung tingkat risiko bukanlah semata-mata untuk menentukan pilihan pada investasi yang memiliki tingkat risiko yang paling rendah. Investor, karena karakternya
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 22

yang menyukai tantangan, mungkin akan memilih investasi yang berisiko tinggi, tetapi menjanjikan keuntungan yang tinggi pula. Sebaliknya investor yang konservatif (penuh kehati-hatian) akan memilih investasi yang relatif aman (tingkat risiko rendah) dengan konsekuensi tingkat keuntungan yang akan diperoleh juga relatif rendah. B. RISIKO INVESTASI PADA SURAT BERHARGA JANGKA PANJANG 1. Tingkat Risiko Mutlak dan Tingkat Risiko Relatif Investasi pada surat berharga dapat dilakukan baik dengan membeli saham maupun obligasi, yang umur investasinya lebih dari 1 tahun. Contoh kasus: dari data historis diketahui sebagai berikut: Kondisi Return (R) Return (R) Probabilitas (P) Ekonomi Saham A Saham B Baik 30% 10% 30% Sedang 40% 8% 24% Buruk 30% 6% 18% Berdasarkan data historis tersebut, dapat dilakukan analisis perhitungan untuk mengukur tIngkat risiko jika akan melakukan investasi (membeli) Saham A dan Saham B. Perhitungannya sebagai berikut: Saham A: Kondisi Ekonomi Baik Sedang Buruk

P 30% 40% 30%

RA 10% 8% 6%

(RA)P

(RA -A)2P

0,030 0,00012 0,032 0 0,018 0,00012 A = 0,080 ( A)2 = 0,00024 Tngkat keuntungan yang dapat diharapkan (A) = 8% Dengan tingkat risiko saham A A = 0,00024 = 0,0154919 atau 1,55% Saham B: Kondisi Ekonomi Baik Sedang Buruk

P 30% 40% 30%

RB 30% 24% 18%

(RB)P

(RB -B)2P

0,090 0,00108 0,096 0 0,054 0,00108 B = 0,240 ( B)2 = 0,00216 Tngkat keuntungan yang dapat diharapkan (B) = 24% Jadi tingkat risiko saham B B = 0,00216 = 0,0464758 atau 4,65% Berdasarkan perhitungan tersebut dapat diketahui bahwa tingkat risiko saham A lebih kecil dibanding tingkat risiko saham B. Standar deviasi ini menggambarkan tingkat risiko mutlak. Kalau diperhatikan lebih lanjut, tingkat risiko kedua saham tersebut sebenarnya tidak dapat diperbandingkan begitu saja, sebab kedua saham tersebut mempunyai skala return yang berbeda. Saham A dalam skala satuan, sedang saham B dalam skala puluhan. Sehingga membandingkan risiko mutlak antara kedua saham tersebut tidak dapat dilakukan. Apabila skala dari return kedua saham tersebut sama, maka menghitung risiko mutlak untuk diperbandingkan adalah sudah cukup. Apabila skala return kedua saham tersebut
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 23

berbeda, maka tingkat risiko kedua saham tersebut harus diperbandingkan secara relatif, sesuai dengan skalanya masing-masing. Jadi harus dihitung dulu tingkat risiko relatif kedua saham tersebut, dengan rumus CV = / (CV = tingkat risiko relatif). CVA = A/A CVB = B/B 1,55%/0,080 = 19,4% 4,65%/0,240 = 19,4%

Ternyata, setelah dihitung tingkat risiko sesuai dengan skala return masing-masing (risiko relatif), tingkat risiko kedua saham tersebut sama. 2. Risiko Portfolio Portfolio adalah investasi pada kombinasi beberapa surat berharga, dengan tujuan untuk mengurangi tingkat risiko. Misal: Saham A B rAB = -35% R = return dari saham, = tngkat risiko masing-masing saham; D = distribusi dana yang dimiliki untuk dialokasikan ke masing-masing saham, dan rAB = koefisien korelasi antara saham A dan saham B. Berdasarkan data tersebut di atas, hitunglah return dari portfolio (Rp ) dan risiko portfolio (p)! Jawab: Rp = DaRa + DbRb = 0,7 X 0,1 + 0,3 X 0,06 = 0,07 + 0,018 = 0,088 atau 8,8% R 10% 6% 5% 4% D 70% 30%

tingkat keuntungan yang dapat diharapkan dari investasi portfolio

p = tingkat risiko portfolio, dihitung dengan matrix sebagai berikut: Saham A Saham A Saham B Saham A Saham A Saham B Saham A Saham A Saham B Saham B DaDaraaaa DaDbrabab DaDbrabab DbDbrbbbb 0,5

Saham B (0,7)(0,7)(1)(0,05)(0,05) (0,7)(0,3)(-0,35)(0,05)(0,04) 0,5 (0,7)(0,3)(-0,35)(0,05)(0,04) (0,3)(0,3)(1)(0,04)(0,04) Saham B 0,001225 -0,000147 -0,000147 0,000144 0,5

p = 0,001225 - 0,000147 - 0,000147 + 0,000144


p = 0,0327871926215 atau 3,28%
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 24

3. Risiko Sistematis, Risiko Unsistematis dan Capital Asset Pricing Model (CAPM) Tujuan investor melakukan portfolio adalah untuk mereduksi tingkat risiko investasi, dengan cara mengkombinasi beberap surat berharga. Pada titik tertentu penambahan jenis surat berharga yang dikombinasikan tidak dapat lagi menurunkan tingkat risiko. Jadi ada risiko yang dapat direduksi dengan menambah kombinasi surat berharga (risiko unsistematis) , di lain pihak ada risiko yang tidak dapat direduksi dengan menambah kombinasi surat berharga (risiko sistematis). Kalau digambarkan dalam grafik akan nampak sebagai berikut: p

Risiko unsistematis Total risiko Risiko sistematis Jumlah surat berharga yang dikombinasi dalam portfolio Total Risiko = Risiko Unsistematis + Risiko Sistematis Risiko sistematis dalam perhitungan diwakili angka yang disebut dengan index risiko sitematis (). Manfaat adalah dalam menentukan return dari saham tertentu yang beredar di pasar modal, yang terpengaruh oleh risiko pasar, sebagai berikut: Rj = I + (Rm I ) Capital Asset Pricing Model (CAPM)

Rj = return dari saham j i = tingkat bunga bebas risiko (bunga bank pemerintah) Rm =return yang diharapkan dari portfolio di pasar modal = index risiko sistematis Misal: i = 10%; Rm = 15%; = 1,3 maka Rj = 10% + (15% - 10%)1,3 = 16,5% kalau = 1 maka Rj = 10% + (15% - 10%)1= 15% kalau = 0,5 maka Rj = 10% + (15% - 10%)0,5 = 12,5% jadi kalau > 1 maka Rj > Rm kalau = 1 maka Rj = Rm kalau < 1 maka Rj < Rm

Perubahan kondisi yang mengakibatkan perubahan harga saham dengan model CAPM Misal dividen = Rp200,00
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 25

Sebelum i Rm g 10% 15%

Sesudah Perubahan 8% 12% 1,3 10%

Perubahan 1,1 9%

Sebelum perubahan Rj = 10% + (15% - 10%)1,3 = 16,5% V = D/(ke g) 200/(16,5% - 10%) = Rp3.076,923 Setelah perubahan Rj = 8% + (12% - 8%)1,1 = 12,4% V = D/(ke g) 200/(12,4% - 9%) = Rp5.882,35 C. RISIKO INVESTASI PADA AKTIVA TETAP Pada dasarnya cara menghitung tingkat risiko investasi pada aktiva tetap adalah sama dengan cara menghitung tingkat risiko investasi pada surat berharga jangka panjang, yaitu dengan menghitung standar deviasi dengan distribusi probabilitas. Dalam investasi pada surat berharga jangka panjang panjang, yang diukur adalah risiko dari return (R), dalam investasi pada aktiva tetap yang diukur adalah penyimpangan (risiko) dari cash in flow (CF), yaitu risiko dari aliran kas masuk yang dihasilkan oleh investasi tersebut. 1. Tingkat risiko kalau CF hanya 1 tahun Contoh kasus: dari data historis diketahui sebagai berikut: Kondisi Cash Cash Ekonomi Probabilitas (P) Flow(CF) Flow(CF) Proyek A Proyek B Baik 25% Rp3.000,00 Rp10,00 Sedang 50% Rp5.000,00 Rp50,00 Buruk 25% Rp7.000,00 Rp90,00 Proyek A: Kondisi Ekonomi Baik Sedang Buruk

P 25% 50% 25%

CFA

(CFA)P

(CFA Rerata CFA)2P 1.000.000,00 0 1.000.000,00 ( A)2 = 2.000.000,00

3.000,00 750,00 5.000,00 2.500,00 7.000,00 1.750,00 Rerata CFA = 5.000,00

CF yang dapat diharapkan (Rerata CFA) = Rp5.000,00 Dengan tingkat risiko proyek A A = 2.000.000,00 = Rp1.414,2136

Proyek B:
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 26

10,00 2,50 400,00 50,00 25,00 0 90,00 22,50 400,00 Rerata CFB = 50,00 ( B)2 = 800,00 CF yang dapat diharapkan (Rerata CFB) = Rp50,00 Dengan tingkat risiko proyek B B = 800,00= Rp28,2842 Kesimpulan: risiko rroyek A lebih besar dari risiko proyek B Apabila skala CF dari kedua proyek tersebut sama, maka perhitungan diatas (risiko mutlak) sudah cukup untuk diperbandingkan. Tetapi karena skala CF masing-masing proyek tidak sama (ribuan dibanding puluhan), maka tingkat risiko mutlak tidak dapat digunakan, dan harus dihitung dengan tingkat risiko relatif CVA = A/Rerata CFA CVB = B/Rerata CFB Rp1.414,2136/Rp5.000,00 = 0,1369 Rp28,2842/Rp50,00 = 0,2739

Kondisi Ekonomi Baik Sedang Buruk

P 25% 50% 25%

CFB

(CFB)P

(CFB Rerata CFB)2P

Ternyata setelah dihitung risiko relatif masing-masing proyek, tingkat risiko proyek A lebih kecil dari pada tingkat risiko proyek B (relatif sesuai dengan sklalanya). 2. Total risiko proyek (CF lebih dari 1 tahun) Initial investment Rp240,00. Umur investasi 2 tahun. Pada akhir tahun I ada 3 kemungkinan CF. Kalau kondisi bagus akan ada CF = Rp500 dengan probilitas (p) = 25%, kondisi biasa CF = Rp200,00 dengan p =50%, dan kondisi buruk CF = -Rp200,00 dengan p = 25% Seandainya pada tahun I yang terjadi adalah kemungkinan ke satu (CF = Rp500,00; p = 25%), maka pada tahun ke dua terdapat 3 kemungkinan sbb: kondisi bagus CF = Rp800,00; p = 40%, kondisi biasa CF = Rp500,00; p = 20%, kondisi buruk CF = Rp200,00; p = 20% Seandainya pada tahun I yang terjadi adalah kemungkinan ke dua (CF = Rp200,00; p = 50%), maka pada tahun ke dua terdapat 3 kemungkinan sbb: kondisi bagus CF = Rp500,00; p = 20%, kondisi biasa CF = Rp200,00; p = 60%, kondisi buruk CF = -Rp100,00; p = 20% Seandainya pada tahun I yang terjadi adalah kemungkinan ke tiga (CF = -Rp200,00; p = 25%), maka pada tahun ke dua terdapat 3 kemungkinan sbb: kondisi bagus CF = Rp200,00; p = 20%, kondisi biasa CF = -Rp100,00; p = 40%, kondisi buruk CF = -Rp400,00; p = 40% Untuk memperjelas permasalahan, dapat dibuat skema dengan pendekatan pohon probabilitas: (0,25) Rp500,00 (0,4) Rp800,00 (0,4) Rp500,00 (0,2) Rp200,00 (0,2) Rp500,00 (0,6) Rp200,00 (0,2) Rp100,00 (0,2) Rp200,00 (0,4) Rp100,00 (0,4) Rp400,00

-Rp240,00

(0,50) Rp200,00

(0,25) Rp100,00

READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 27

Apabila investasi berumur lebih dari I tahun, maka metode yang paling baik adalah NPV, sehingg sebelum menghitung risiko total, dicari lebih dulu NPV masing-masing kemungkinan. Misal tingkat bunga = 8%, NPV masing-masing kemungkinan: Tahun I Initial Prob. CF1 (p1) 0,25 0,50 500 200 Tahun II Conditional Prob. (p2) 0,4 0,4 0,2 0,2 0,6 0,2 0,2 0,4 0,4 CF2 800 500 200 500 200 -100 200 -100 -400 Joint Probability (JP = p1 x p2) NPV (I = 8%) 908,83 651,63 394,43 373,85 116,65 -140,55 -161,12 -418,33 -675,53

0,10 500/(1,08)1 + 800/(1,08)2 240 = 0,10 500/(1,08)1 + 500/(1,08)2 240 = 0,05 500/(1,08)1 + 200/(1,08)2 240 = 0,10 200/(1,08)1 + 500/(1,08)2 240 = 0,30 200/(1,08)1 + 200/(1,08)2 240 = 0,10 200/(1,08)1 - 100/(1,08)2 240 = 0,05 -100/(1,08)1 + 200/(1,08)2 240 = 0,10 -100/(1,08)1 100/(1,08)2 240 = 0,10 -100/(1,08)1 400/(1,08)2 240 = (NPV Rerata NPV)2(JP) (908,83 -116,649)2(0,10) = 62.755,710 (651,63 - 116,649)2(0,10) = 28.620,721 (394,43 - 116,649)2(0,05) = 3.858,134 (373,85 - 116,649)2(0,10) = 6.615,472 (116,65 - 116,649)2(0,30) = 0 (-140,55 - 116,649)2(0,10) = 6.615,066 (-161,12 - 116,649)2(0,05) = 3.857,915 (-418,33 - 116,649 )2(0,10) = 28.619,876 (-675,53 - 116,649)2(0,10) = 62.754,459 2 =203.697,353

0,25

-100

JP 0,10 0,10 0,05 0,10 0,30 0,10 0,05 0,10 0,10

NPV (JP)(NPV) 908,83 90,883 651,63 65,163 394,43 19,720 373,85 37,385 116,65 34,995 -140,55 -14,055 -161,12 -8,056 -418,33 -41,833 -675,53 -67,553 Rerata NPV = 116,649

Expected NPV (NPV yang dapat diharapkan) = Rp116,649 Tingkat risiko proyek = 203.697,353 = Rp451,328

READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 28

POKOK BAHASAN: ANALISIS LAPORAN KEUANGAN SUBPOKOK BAHASAN: 1. Laporan Keuangan (Neraca dan Laporan Rugi-Laba) 2. Manfaat Rasio, jenis-jenis Rasio, kerangka analisis, 3. Kombinasi Rasio laporan keuangan TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS: 1. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian Neraca, Rugi Laba, dan Perubahan Laba Ditahan 2. Mahasiswa dapat menjelaskan hubungan antara Neraca, Rugi Laba, dan Perubahan Laba Ditahan 3. Mahasiswa dapat menjelaskan beberapa manfaat analisis laporan keuangan 4. Mahasiswa dapat menjelaskan jenis-jenis analisa rasio 5. Mahasiswa dapat menghitung rasio data keuangan perusahaan 6. Mahasiswa dapat menilai kondisi keuangan perusahaan berdasarkan analisa rasio 7. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian peningkatan laba perusahaan berdasarkan alat analisa rasio 8. Mahasiswa dapat menggabungkan perhitungan beberapa analisa rasio untuk tujuan meningkatkan laba perusahaan MATERI PERKULIAHAN: A. ANALISIS LAPORAN KEUANGAN Analisis Laporan Keuangan dilakukan atas laporan keuangan yang dibuat oleh perusahaan. Laporan keuangan keuangan perusahaan paling tidak terdiri dari Neraca, Laporan Laba Rugi, dan Laporan Laba Ditahan (Perubahan Modal). Neraca: menunjukkan nilai kekayaan perusahaan pada sisi aktiva, dan sumber dana (ada yang menyebut claims) untuk kekayaan tersebut pada sisi utang dan modal.. Laporan Laba Rugi: menunjukkan aktivitas perusahaan selama 1 periode (1 tahun) sehingga menghasilkan pendapatan atas pengorbanan yang dilakukan untuk mendapatkan laba. Laporan Laba Ditahan: menunjukkan besarnya modal sendiri yang digunakan dan bagian laba tahun berjalan yang tidak dibagikan sebagai dividen. Hubungan antara ketiga laporan tersebut adalah bahwa Neraca menunjukkan posisi keuangan perusahaan pada saat tertentu, sedang Laporan Laba Rugi menunjukkan hasil operasi selama periode tertentu.Laporan Laba Ditahan menunjukkan proses perubahan rekening Laba Ditahan yang nampak dalam Neraca akhir periode dibanding dengan Neraca pada awal periode. Perhatikan contoh laporan keuangan perusahaan berikut ini: Neraca PT TURBO Akhir Tahun 1998 dan 1999 (dalam jutaan rupiah) AKTIVA UTANG & MODAL
Kas Surat Berharga Piutang Persd. Brg Jadi Persd. Brg Dlm Proses Persd. Bhn. Mentah TOTAL AKTIVA LANCAR Bangunan & Mesin Depresiasi TOTAL AKTIVA TETAP TOTAL AKTIVA 31/12/98 32 75 250 200 150 300 1.007 2.000 (400) 1.600 2.607 31/12/99 30 70 200 100 100 200 700 2300 (500) 1.800 2.500 Utang Dagang Utang Wesel Utang Bank Utang pajak Utang Lain TOTAL UTG LANCAR Utang Jk. Panjang Modal Saham Laba Ditahan TOTAL MDL SENDIRI TOTAL UTG & MDL 31/12/98 87 210 400 125 25 847 600 700 460 1.160 2.607 31/12/99 40 150 425 120 25 760 540 700 500 1.200 2.500

READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 29

Laporan Laba Rugi PT TURBO31/12/1999 (dalam jutaan rupiah) Penjualan Persd. awal Barang Jadi Persd. awal Bahan Mentah Pembelian Bahan Mentah yang tersedia Persd. akhir Bahan Mentah Bahan Mentah yang digunakan Biaya Tenaga Kerja Langsung Biaya Overhead Pabrik Biaya Produksi Persd. awal Barang Dlm Proses Biaya Produksi yg diperhitungkan Perd. akhir Barang Dlm Proses Harga Pokok Produksi Harga Pokok Brg tersedia untuk dijual Persd. akhir Barang Jadi Harga Pokok Penjualan Laba Kotor Biaya Operasi Laba Operai (EBIT) Biaya Bunga Laba Sebelum Pajak (EBT) Pajak (40%) Laba Bersih (EAT) 3.600 200 300 1.500 1.800 200 1.600 450 500 2.550 150 2.700 100 2.600 2.800 100 2.700 900 200 700 150 550 220 330

Laporan Laba Ditahan PT TURBO 31/12/1999 (dalam jutaan rupiah) Saldo Laba Ditahan, 31/12/1998 460 Laba bersih 1999 330 790 Pembagian Dividen 290 Saldo Laba Ditahan, 31/12/1999 500 Arti penting analisis laporan keuangan adalah untuk lebih memahami prestasi dan kondisi keuangan suatu perusahaan sebagai dasar untuk pengambilan keputusan. Pihak-pihak yang berkepentingan terhadap analisis laporan keuangan adalah: 1. Manajemen perusahaan, untuk pengambilan keputusan kebijakan intern perusahaan 2. Suplier, untuk memberi kebijakan kredit kepada perusahaan. 3. Investor, untuk pengambilan keputusan pembelian saham perusahaan yang dianalisis. Untuk menilai prestasi dan kondisi keuangan perusahaan, diperlukan ukuran-ukuran tertentu. Ukuran yang seringkali dipergunakan salah satunya adalah analisa rasio. Pada umumnya berbagai rasio yang dihitung dapat dikelompokkan dalam 4 tipe dasar:

READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 30

1. Rasio Likuiditas: mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban finansial jangka pendek 2. Rasio Leverage: mengukur seberapa jauh perusahaan dibelanjai dengan utang. 3. Rasio Aktivitas: mengukur efektivitas penggunaan sumber daya. 4. Rasio Profitabilitas:mengukur kemampuan perusahaan mendapatkan keuntungan. Ringkasan Analisis Rasio PT TURBO untuk tahun 1999 Rasio Rumus
Rasio Likuiditas 1. Current Rasio 2. Quick Rasio 3. Likuiditas Absolut Rasio Leverage 1. Times Interest Earned 2. Fixed Charges Coverage 3. Debt Service Coverage 4. Total Utang/ Total Aset 5. Total Utang/ Modal Sendiri 6. Utang Jk Panjang/ Total Aset 7. Utang Jk Panjang/ Modal Sendiri Rasio Aktivitas 1. PerputaranKas 2. PerputaranSurat Berharga 3. Perputaran Piutang 4. Rerata Hari pengumpulan Piutang 5. Perputaran Persd. Brg Jadi 6. Perputaran Persd. Brg Dlm Proses 7. Perputaran Persd. Bhn. Mentah 8. Perputaran Aktiva Lancar 9. Perputaran Bangunan & Mesin 10. Perputaran Total Aset Rasio Profitabilitas 1. Gross Profit Margin 2. Net Profit Margin 3. Operating Profit Margin 4. Operating Rates 5. Return On Asset (ROA) 6. Return On Investment (ROI) 7. Return On Equity (ROE) Aktva lancar(AL)/Utang Lancar(UL) (AL Persediaan)/UL (Kas+Surat Berharga/UL EBIT/Biaya Bunga (EBT+Bunga+Sewa)/Bunga+Sewa EBIT/(Bunga+(Angsuran/(1-tx)) Total Utang/ Total Aset Total Utang/ Modal Sendiri Utang Jk Panjang/ Total Aset Utang Jk Panjang/ Modal Sendiri Penjualan/Kas Penjualan/Surat Berharga Penjualan/Piutang 360 hari/Perputaran piutang HPPenjualan/Persd. Brg. Jadi HPPenjualan/Persd. Brg. Dlm Proses HPPenjualan/Persd. Bhn. Mentah Penjualan/Total AL Penjualan/Bangunan & Mesin Penjualan/Total Aset (Penjualan-HPPenj.)/Penjualan EAT/Penjualan Ebit/Penjualan (HPPenj.+Biaya Operasi)/Penjualan EBIT/Total Aset EAT/Total Aset EAT/MS

Perhitungan
700/760 =0,92 300/760 = 0,39 100/760 = 0,13 700/150 = 4,67 x (550+150+0) = 4,67 x (150 + 0) 700/(150+(60/(1-0,4)) =2,8 x 1.300/2.500 = 52% 1.300/1.200 = 108% 540/2.500 = 21,6% 540/1.200 = 45% 3.600/30 = 12 x 3.600/70 = 51,4 x 3.600/200 = 18 x 360 hari/18 x = 20 hari 2.700/100 = 27 x 2.700/100 = 27 x 2.700/200 = 13,5 x 3.600/700 = 5,14 x 3.600/1.800 = 2 x 3.600/2.500 = 1,44 x 900/3.600 = 25% 330/3.600 = 9,2% 700/3.600 =19,5% 2.900/3.600 = 80,5% 700/2.500 = 28% 330/2.500 = 13% 330/1.200 = 28%

Penafsiran angka-angka rasio secara garis besar Rasio Likuiditas: mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban finansial jangka pendek. Angka rasio yang dihasilkan menunjukkan sampai seberapa jauh utang lancar dijamin dengan aktiva lancar. Misal Current Rasio = 0,92, berarti setiap Rp1,00 utang hanya dijamin dengan aktiva lancar Rp0,92. Oleh karena itu kalau rasionya semakin kecil, maka jaminan terhadap utang lancar juga akan semakin rendah, dan berarti kemampuan perusahaan untuk membayar utang lancarnya (kewajiban) semakin rendah pula. Perusahaan yang rasio likuiditasnya sangat rendah biasanya akan mengalami kesulitan likuiditas. Rasio Leverage: mengukur seberapa jauh perusahaan dibelanjai dengan utang. Angka rasio yang dihasilkan menunjukkan proporsi utang (total utang) terhadap seluruh kekayaan perusahaan. Semakin besar proporsi utang (angka rasio dalam persentase semakin tinggi), berarti
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 31

perusahaan itu banyak sekali menggunakan sumber dana dari utang dalam mengoperasikan perusahaan, akibatnya perusahaan tersebut semakin berisiko tinggi. Selain itu rasio ini juga melihat kemampuan perusahaan dalam membayar bunga dan angsuran utang jangka panjangnya (kewajiban jangka panjang) dari hasil usaha perusahaan. Semakin tinggi angka rasionya (sekian x), maka semakin baik kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka panjang tersebut. Rasio Aktivitas: mengukur efektivitas dan efisiensi penggunaan sumber daya. Sumber daya yang dimaksud disini adalah semua potensi yang dimiliki oleh perusahaan. Semakin tinggi angka rasionya, berarti perusahaan ini semakin efisien dalam memanfaatkan sumber dayanya. Misal tingkat perputaran persediaan barang jadi =27 x. Berarti dana yang digunakan untuk pengadaan barang jadi dalam setahun dapat digunakan sebanyak (berputar) 27 x. Semakin tinggi tingkat perputaran sumber daya tersebut berarti akan semakin tinggi pula kontribusinya terhadap pendapatan (laba) perusahaan, kecuali rata-rata hari pengumpulan piutang (umur piutang). Semakin panjang umur piutang, semakin rendah tingkat perputarannya. Rasio Profitabilitas:mengukur kemampuan perusahaan mendapatkan keuntungan. Keuntungan perusahaan dapat diukur dari berbagai modal yang digunakan. Keuntungan yang mampu dihasilkan dari keseluruhan aset perusahaan (ROA) = 28%, berarti setiap Rp1,00 modal sendiri dan modal asing (utang) dapat menghasilkan keuntungan Rp0,28. Demikian juga profitabilitas ini dapat diukur dari sisi penjualan, dan modal sendiri. Semakin tinggi angka rasionya, maka akan semakin baik kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan. B. INTERAKSI ANTAR ANALISIS RASIO UNTUK MENINGKATKAN PROFITABILIAS PERUSAHAAN Gabungan antara rasio aktivitas dengan net profit margin akan dapat memberi petunjuk kepada manajer cara meningkatkan laba perusahaan. Sistem penggabungan rasio ini dikemukakan oleh Du Pont, sehingga dikenal dengan sistem Du Pont. Sistem ini menunjukkan bagaimana rasio-rasio tersebut saling berinteraksi untuk menentukan profitabilitas aktiva-aktiva yang dimiliki perusahaan. ROI dari PT TURBO dari perhitungan di atas = 13% ROI = EAT/Total Asset 13% = EAT/Total Asset, rumus ini bisa dikembangkan dengan melibatkan rasio-rasio lain sbb: EAT Penjualan 13% = -------------- x ----------Penjualan Total Asset Net Profit Margin = 9,2% Perputaran Total Asset = 1,44 x

9,2% x 1,44 = 13%

Modifikasi ini dapat dikembangkan dalam bentuk diagram sbb:

READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 32

ROI = 13%

NPM = 9,2%

Perputaran Aktiva = 1,44

EAT Rp330

Penjualan Rp3.600

Penjualan Rp3.600

Total Aktiva Rp2.500

Diagram ini masih dapat dikembangkan lagi (ke bawah), misal EAT data dipecah lagi menjadi Penjualan Total Biaya; Total Aktiva = Aktiva Lancar + Aktiva Tetap, dst. Kalau manajer ingin meningkatkan ROI menjadi 16%, maka manajer mempunyai 2 alternatif yaitu menaikkan NPM atau menaikan Perputaran Aktiva. Kalau yang dipilih menaikkan NPM, maka ada 2 alternatif cara lagi yang bisa dipilih, yaitu menaikkan EAT atau menurunkan Penjualan dst. Sehingga penggabungan rasio-rasio ini apabila dikembangkan sedemikian rupa, sehingg menunjukkan interaksi antar rasio secara lengkap, dapat memberi petunjuk kepada manajer tentang cara meningkatkan keuntungan perusahaan.

READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 33

POKOK BAHASAN: MANAJEMEN MODAL KERJA SUBPOKOK BAHASAN: 1. Konsep, arti penting manajemen modal kerja, dan klasifikasi modal kerja 2. Teknik perhitungan kebutuhan modal kerja 3. Pendanaan Modal Kerja TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS: 1. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian modal kerja 2. Mahasiswa dapat menjelaskan arti penting manajemen modal kerja 3. Mahasiswa dapat mengklasifikasikan modal kerja perusahaan sesuai dengan ciri-cirinya. 4. Mahasiswa dapat menjelaskan dua teknik cara menghitung kebutuhan modal kerja 5. Mahasiswa dapat menghitung kebutuhan modal kerja dengan metode waktu keterikatan dana. 6. Mahasiswa dapat menghitung kebutuhan modal kerja dengan metode perputaran modal kerja 7. Mahasiswa dapat menjelaskan cara perhitungan untuk menentukan lamanya dana terikat dalam modal kerja 8. Mahasiswa dapat menentukan sumber dana yang akan digunakan berdasarkan perhitungan waktu keterikatan dana. 9. Mahasiswa dapat menghitung biaya penggunaan dana untuk modal kerja MATERI PERKULIAHAN: A. MANAJEMEN MODAL KERJA Modal Kerja: adalah dana yang dibutuhkan oleh perusahaan untuk membiayai kegiatan perusahaan dari hari ke hari. Klasifikasi Modal Kerja: 1. Modal Kerja Kotor atau Kuantitatif (Gross Working Capital): jumlah kesekuruhan aktiva lancar 2. Modal Kerja Bersih atau Kualitatif (Net Working Capital): kelebihan aktiva lancar atas utang lancar 3. Modal Kerja Fungsional: seluruh dana yang digunakan untuk menghasilkan current income (laba pada tahun berjalan). Dana yang tidak digunakan untuk menghasilkan current income masuk dalam kategori modal kerja potensial (mis: laba bersih, keuntungan yang terkandung dalam piutang) dan bukan modal kerja (mis: aktiva tetap). Karena modal kerja adalah dana yang dibutuhkan oleh perusahaan untuk membiayai kegiatan perusahaan dari hari ke hari, maka manajer perlu merencanakan kebutuhan modal kerja tersebut dengan baik. Apabila modal kerja ditentukan terlalu besar, maka akan banyak dana yang menganggur (tidak produktif), tetap jika modal kerja ditentukan terlalu sedikit, maka pada suatu ketika kegiatan perusahaan akan berhenti karena tidak ada dana untuk membayar tenaga kerja, membeli bahan, dan sebagainya. B. METODE PENENTUAN BESARNYA KEBUTUHAN MODAL KERJA 1. Metode Waktu Keterikatan Dana Metode ini menghitung kebutuhan modal kerja berdasarkan waktu keterikatan dana tersebut dalam modal kerja. Misalnya perusahaan membeli kebutuhan bahan mentah sebesar Rp200.000,00. Bahan mentah harus dipesan dulu 5 hari sebelum digunakan, dengan pembayaran saat pesan. Kemudian proses produksi memerlukan waktu 3 hari, setelah menjadi barang jadi harus disimpan dalam

READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 34

gudang selama 2 hari. Penjualan barang jadi secara kredit dengan pembayaran 3 hari setelah pembelian. Persoalan ini dapat dilihat dengan cara: Pesan Proses Produksi 3 hari Barang Jadi masuk gudang Penjualan 2 hari Menerima Pembayaran 3 hari Uang masuk Rp200.000,00

5 hari Membayar Rp200.000,00

Dana dalam bentuk uang tunai Rp200.000,00, untuk menjadi uang tunai kembali sehingga dapat digunakan untuk membeli bahan mentah lagi memerlukan waktu 13 hari. Padahal kebutuhan bahan mentah harus dipenuhi setiap hari. Sehingga selama13 hari, setiap hari perusahaan harus menyediakan dana sebesar Rp200.000,00 untuk membeli bahan mentah. Pada hari ke 14 perusahan tidak perlu lagi menyediakan dana, karena dana yang dipergunakan pada hari pertama sudah kembali menjadi uang tunai pada hari ke 13, sehingga bisa digunakan untuk membeli bahan mentah untuk hari ke 14. Berdasarkan waktu keterikatan dana dalam modal kerja, maka kebutuhan modal kerja untuk membeli bahan mentah adalah= 13 hari x Rp200.000,00 = Rp2.600.000,00. Seandainya pembayaran pembelian bahan mentah dilakukan saat bahan sudah datang, dan penjualan dilakukan secara tunai, maka kebutuhan modal untuk membeli bahan juga akan berubah sebagai berikut: Pesan Proses Produksi 5 hari 3 hari Membayar Rp200.000,00 Barang Jadi masuk gudang Penjualan tunai 2 hari Uang masuk Rp200.000,00

Uang tunai Rp200.000,00 akan menjadi uang tunai kembali dalam waktu 5 hari. Maka kebutuhan modal kerja untuk membeli bahan mentah adalah= 5 hari x Rp200.000,00 = Rp1.000.000,00. 2. Metode Perputaran Modal Kerja Modal kerja disini yang dimaksud adalah modal kerja kotor (total aktiva lancar). Misal penjualan tahun ini Rp100.000.000,00, dan total aktiva lancar Rp15.000.000,00, maka tingkat perputaran modal kerja = Rp100.000.000,00/Rp15.000.000,00 = 6,67 x. Seandainya tahun depan perusahaan merencanakan meningkatkan penjualan menjadi Rp133.400.000,00, maka kebutuhan modal kerjanya = Rp133.400.000,00/6,67 = Rp20.000.000,00. Contoh kasus: Sebuah perusahan memproduksi barang X, dengan kapasistas 1 hari = 20 unit. Hari kerja dalam 1 bulan = 25 hari. Bahan yang digunakan ada 2 macam, yaitu bahan A dan bahan B. Bahan harus dipesan dan dibayar 5 hari sebelum bahan digunakan. Setiap 1 unit barang X membutuhkan Rp100,00 bahan A. Untuk bahan B, tidak perlu dipesan, biasa dibeli dan langsung digunakan. Setiap unit barang X membutuhkan Rp25,00 bahan B. Tenaga kerja langsung Rp75,00/unit barang X. Biaya tetap terdiri dari biaya administrasi Rp12.500,00 per bulan, dan gaji pimpinan Rp25.000,00 per bulan.
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 35

Proses produksi memerlukan waktu 3 hari, penyimpanan di gudang (pertimbangan kualitas) 2 hari, penjualan secara kredit dengan pembayaran 5 hari setelah penjualan. Kas minimal per hari Rp25.000,00. Berapakah kebutuhan modal kerja perusahaan tersebut? Jawab: 1. Waktu keterikatan dana. a. Bahan A terikat dalam : Pemesanan 5 hari Proses Produksi 3 hari Gudang 2 hari Piutang 5 hari 15 hari 2.

b. Bahan B, TKL, dan Biaya Tetap terikat dalam: Proses Produksi 3 hari Gudang 2 hari Piutang 5 hari 10 hari

Perhitungan kebutuhan modal kerja: a. Bahan A (terikat selama 15 hari) (Rp100,00 x 20 unit) x 15 hari b. Bahan B (terikat selama 10 hari (Rp25,00 x 20 unit) x 10 hari c. Biaya Tetap (terikat 10 hari) Biaya tetap/bulan = Rp12.500,00 + Rp25.000,00 = Rp37.500,00 Biaya tetap/hari = Rp37.500,00/25 = Rp1.500,00/hari Kebutuhan selama 10 hari = Rp1.500,00 x 10 hari d. Tenaga Kerja Langsung (terikat 10 hari) (Rp75,00 x 20 unit) x 10 hari e. Kas minimal/hari Kebutuhan Modal Kerja

Rp

30.000,00 5.000,00

15.000,00 15.000,00 25.000,00 90.000,00

Rp

C. PENENTUAN SUMBER DANA DAN BIAYA MODAL KERJA Sumber dana untuk modal kerja diasumsikan dari pinjaman, dan ada 2 alternatif, yaitu pinjaman (pembelanjaan) jangka pendek (kurang dari 1 tahun) dan pinjaman jangka panjang (1 tahun). Kebutuhan modal kerja pada umumnya berfluktuasi seperti gambar di bawah ini: Modal Kerja Modal kerja variabel

Modal kerja permanen Waktu Modal kerja permanen: dana yang selalu digunakan perusahaan untuk membiaya modal kerja (minimal). Modal kerja Variabel: dana yang digunakan sesuai dengan kebutuhan di atas modal kerja permanen. Berdasarkan karakter modal kerja tersebut, terdapat 3 alternatif pembelanjaan yaitu konservatif, agresif, dan hedging.

READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 36

Pembelanjaan konservatif: seluruh kebutuhan modal kerja permanen dan sebagian kebutuhan modal kerja variabel di danai dengan pembelanjaan jangka panjang (pinjaman jangka panjang, modal sendiri, dan pembelanjaan spontan). Kalau digambarkan secara grafis akan nampak sebagai berikut: Pembelanjaan Jk. Pendek Modal Kerja

Pembelanjaan Jk. Panjang Waktu Pembelanjaan agresif: hanya sebagian kebutuhan modal kerja permanen di danai dengan pembelanjaan jangka panjang (pinjaman jangka panjang, modal sendiri, dan pembelanjaan spontan), sebagian lagi dari modal kerja permanen dan seluruh modal kerja variabel didanai dengan pinjaman jangka pendek. Kalau digambarkan secara grafis akan nampak sebagai berikut: Pembelanjaan Jk. Pendek Modal Kerja

Pembelanjaan Jk. Panjang Waktu Pembelanjaan hedging: seluruh kebutuhan modal kerja permanen di danai dengan pembelanjaan jangka panjang (pinjaman jangka panjang, modal sendiri, dan pembelanjaan spontan). Kebutuhan modal kerja variabel di danai pinjaman jangka pendek. Kalau digambarkan secara grafis akan nampak sebagai berikut: Pembelanjaan Jk. Pendek Modal Kerja

Pembelanjaan Jk. Panjang Waktu Contoh kasus: PT Spectra menentukan saldo kasnya rata-rata 2% dari penjualan. Pengumpulan piutang rata-rata terjadi dalam waktu 60 hari. Perputaran persediaan 4x dalam satu tahun. Pembelian barang dagangan dilakukan secara kredit, dengan jangka waktu pembayaran 45 hari. Penjualan setahun mencapai Rp120 juta, dengan harga pokok 80% dari harga jual.Hitunglah:
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 37

a. Kas, Rata-rata piutang, Rata-rata utang, dan Persediaan PT Spectra b. Perputaran modal kerja bersih c. Tingkat keuntungan modal kerja kotor. Berapa dana yang harus dicari untuk menutup kebutuhan modal kerja kotor? d. Diperkirakan kebutuhan modal kerja Rp50 juta, 60% merupakan modal kerja permanen. Apabila perusahaan ingin menerapkan kebijakan pembelanjaan hedging, berapakah besarnya pembelanjaan jangka pendek yang harus diambil? Jawab: a. Penjualan Rp120.000.000,00 HPPenj. = 80% x Rp120.000.000,00 = Rp96.000.000,00 Kas = 2% x Rp120.000.000,00 = Rp2.400.000,00 Rata-rata hari pengumpulan piutang = 60 hari Tingkat perputaran piutang = 360 hari/60 hari = 6 x Rata-rata piutang = Rp120.000.000,00/6x = Rp20.000.000,00 Umur utang = 45 hari Perputaran utang = 360 hari/45 hari = 8 x Jumlah utang = Rp96.000.000,00/8x = Rp12.000.000,00 Perputaran persediaan = 4x Persediaan = Rp96.000.000,00/4x = Rp24.000.000,00 b. Jumlah Modal Kerja bersih = (Kas+Piutang+Persediaan) Utang = (Rp2.400.000,00 + Rp20.000.000,00 + Rp24.000.000,00) Rp12.000.000,00 = Rp34.400.000,00 Perputaran Modal Kerja bersi = Rp120.000.000/Rp34.400.000,00 = 3,488 x c. Keuntungan = Rp120.000.000,00 Rp96.000.000,00 = Rp24.000.000,00 Modal kerja kotor = Total aktiva lancar = Rp46.400.000,00 Tingkat keuntungan modal kerja = Rp24.000.000,00/Rp46.400.000,00 = 51,72% Modal kerja kotor = Rp46.400.000,00 Dana yang sudah tersedia adalah sebesar utang dagang = Rp12.000000 Harus dicari lagi sebanyak= Rp46.400.000,00 Rp12.000.000,00 = Rp34.400.000,00 d. Pembelanjaan jangka pendek = 40% x Rp50.000.000,00 = Rp20.000.000,Jangka Waktu Kritis Metoda lain untuk menentukan sumber dana yang akan digunakan adalah metode jangka waktu kritis. Jangka waktu kritis adalah jangka waktu keterikatan dana dalam modal kerja yang akan menghasilkan biaya pinjaman jangka pendek sama dengan biaya pinjaman jangka panjang. Dana yang terikat < dari jangka waktu kritis akan lebih murah dibiayai dengan pinjaman jangka pendek dan sebaliknya.Metode ini mempunyai keterbatasan, yaitu penerapan metode ini harus dengan syarat tingkat bunga pinjaman jangka pendek > tingkat bunga pinjaman jangka panjang >tingkat bunga simpanan di bank (I pendek >I panjang >I bank). (I panjang I bank) Rumus Jangka Waktu Kritis = ------------------------------------- x 12 bulan (I pendek I bank)

READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 38

Contoh kasus: Kebutuhan modal kerja PT Spektrum adalah: Kw I Rp125.000,00 Kw II 187.500,00 Kw III 312.500,00 Kw IV 250.000,00 Selama I tahun Rp875.000,00 Kebijakan perusahaan yang digunakan selama ini untuk memenuhi kebutuhan modal kerja tersebut adalah dengan melakukan pinjaman jangka panjang sebesar Rp125.000,00 dengan bunga 10%. Sisanya dipenuhi dengan pinjaman jangka pendek, dengan tingkat bunga 15%. Bunga simpanan di bank 5%. Biaya Bunga dengan kebijakan tersebut: 312.500 250.000 187.500 125.000 62.500 Kw I Kw II Kw III Kw IV Rp 12.500,00 2.348,75 7.031,25 4.687,50 26.562,50 Pinjaman Jk Panjang Rp125.000,00; i = 10%

Biaya bunga pinjaman jangka pajang = Rp125.000 x 10% = Biaya bunga pinjaman jangka pendek: Kw 1 = Tidak perlu menggunakan pinjaman jangka pendek. Kw 2 = Rp62.500 x 15% x (3/12) = Kw 3 = Rp187.500 x 15% x (3/12) = Kw 4 = Rp125.000 x 15% x (3/12) = Total biaya bunga yang harus dibayar/thn Dengan metode jangka waktu kritis:

Rp

(10% 5%) Rumus Jangka Waktu Kritis = ---------------------------- x 12 bulan = 6 bulan (15% 5%) Dana yang terikat sama dengan jangka waktu kritis baik dibiayai dengan pinjaman jangka pendek maupun pinjaman jangka panjang akan menghasilkan biaya bunga yang sama. Dana yang terikat < dari jangka waktu kritis akan lebih murah dibiayai dengan pinjaman jangka pendek dan sebaliknya. Oleh karena itu langkah berikutnya mengidentifkasi waktu keterikatan dana dala modal kerja sebagai berikut: Kw I Kw II Kw III Kw IV Kebutuhan modal kerja 125.000 187.500 312.500 250.000 Modal kerja Gol. 1 125.000 125.000 125.000 125.000 0 62.500 187.500 125.000 Modal kerja Gol. 2 62.500 62.500 62.500 0 125.000 62.500 Modal kerja Gol. 3 62.500 62.500 62.500 0 Modal kerja Gol. 4 62.500 0
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 39

Modal kerja Gol. 1 Rp125.000,00 terikat selama 12 bulan (> jangka waktu kritis) Modal kerja Gol. 2 62.500,00 terikat selama 9 bulan (> jangka waktu kritis) Modal kerja Gol. 3 62.500,00 terikat selama 6 bulan (= jangka waktu kritis) Modal kerja Gol. 4 62.500,00 terikat selama 3 bulan (< jangka waktu kritis)

Pinj. Jk Panjang Pinj. Jk Panjang sama saja Pinj. Jk Pendek

Misal modal kerja gol. 3 di belanjai dengan pinjaman jangka panjang, maka total pinjaman jangka panjang = Rp250.000,00, kekurangan di kwartal lain dibiayai dengan pinjaman jangka pendek, sedang kalau ada kelebihan dana disimpan di bank. Perhitungan biaya bunganya sebagai berikut: 312.500 250.000 187.500 125.000 62.500 Kw I Kw II Kw III Kw IV Rp 25.000,00 Pinjaman Jk Panjang Rp125.000,00; i = 10%

Biaya bunga pinjaman jangka pajang = Rp250.000 x 10% = Biaya bunga pinjaman jangka pendek: Kw 1 = Tidak perlu menggunakan pinjaman jangka pendek. Kw 2 = Tidak perlu menggunakan pinjaman jangka pendek Kw 3 = Rp62.500 x 15% x (3/12) = Kw4 = Tidak perlu menggunakan pinjaman jangka pendek Total biaya bunga yang harus dibayar/thn Pendapatan bunga: Kw 1 = Rp125.000 x 5% x (3/12) = Rp1.562,50 Kw 2 = Rp62.500 x 5% x (3/12) = 781,50 Total pendapatan bunga Total biaya bunga bersih/thn

Rp

2.343,75 . 27.343,75

2.343,75 25.000,00

Ternyata dengan metode jangka waktu kritis, biaya bunga yang harus dibayar dapat ditekan (lebih murah dari kebijakan perusahaan), sebab sumber dana untuk membiayai kebutuhan modal kerja dapat ditentukan secara tepat. Misal modal kerja gol. 3 di belanjai dengan pinjaman jangka pendek, maka total pinjaman jangka panjang = Rp187.500,00, kekurangan di kwartal lain dibiayai dengan pinjaman jangka pendek, sedang kalau ada kelebihan dana disimpan di bank. Perhitungan biaya bunganya sebagai berikut: 312.500 250.000 187.500 125.000 62.500 Kw I Kw II Kw III Kw IV
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 40

Pinjaman Jk Panjang Rp125.000,00; i = 10%

Biaya bunga pinjaman jangka pajang = Rp187.500 x 10% = Biaya bunga pinjaman jangka pendek: Kw 1 = Tidak perlu menggunakan pinjaman jangka pendek. Kw 2 = Tidak perlu menggunakan pinjaman jangka pendek Kw 3 = Rp125.000 x 15% x (3/12) = Kw4 = Rp62.500 x 15% x (3/12) = Total biaya bunga yang harus dibayar/thn Pendapatan bunga: Kw 1 = Rp62.500 x 5% x (3/12) = Total biaya bunga bersih/thn Hasil perhitungan biaya bunga yang harus dibayar sama dengan sebelumnya.

Rp

18.750,00

Rp

4.687,50 2.343,75 25.781,25 781,50 25.000,00

READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 41

POKOK BAHASAN: MANAJEMEN PERSEDIAAN SUBPOKOK BAHASAN: 1. Konsep dan arti penting manajemen persediaan 2. Teknik penentuan jumlah pesanan paling ekonomis (EOQ, lead time, reorder point) 3. Faktor ketidakpastian dalam manajemen persediaan. TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS: 1. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian persediaan 2. Mahasiswa dapat menjelaskan arti penting manajemen persediaan 3. Mahasiswa dapat menjelaskan terbentuknya rumus Economic Order Quantity 4. Mahasiswa dapat menerapkan rumus Economic Order Quantity untuk menghitung jumlah pesanan yang paling ekonomis 5. Mahasiswa dapat membuktikan bahwa biaya persediaan akan minimal kalau rumus Economic Order Quantity diterapkan 6. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian kondisi ketidakpastian 7. Mahasiswa dapat menjelaskan cara menghitung tambahan biaya kekurangan bahan dan tambahan biaya simpan 8. Mahasiswa dapat menghitung tambahan biaya kekurangan bahan dan tambahan biaya simpan 9. Mahasiswa dapat menentukan kapan perusahaan harus melakukan pemesanan kembali dalam kondisi ketidakpastian MATERI PERKULIAHAN: A. MANAJEMEN PERSEDIAAN Persediaan yang dimaksud dalam pokok bahasan ini adalah persediaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan penjualan. Perusahaan manufaktur biasanya memiliki 3 jenis persediaan, yaitu persediaan bahan mentah, persediaan barang setengah jadi, dan persediaan barang jadi. Untuk perusahaan dagang biasanya hanya ada satu jenis persediaan yaitu persediaan barang dagangan. Persediaan ini sering kali menjadi bagian yang cukup besar dari keseluruhan aktiva lancar. Manajemen persediaan dimaksudkan agar jumlah persediaan berada pada tingkat optimal, artinya tidak terlalu besar, sehingga tidak banyak aktiva lancar (dana) yang menganggur, tetapi juga jangan sampai terlalu kecil sehingga mengganggu proses produksi atau penjualan. Lebih penting lagi, jumlah persediaan juga akan mempengaruhi besar kecilnya biaya persediaan yang harus dikeluarkan. Metode pengelolaan persediaan disini lebih menekankan pada jumlah pesanan yang paling ekonomis (yang mempengaruhi jumlah persediaan) dilihat dari sisi total biaya persediaan. Biaya persediaan dapat dikelompokkan dalam 2 jenis biaya: 1. Biaya pesan (Order Cost): seluruh biaya yang harus dikeluarkan sehingga bahan/barang sampai di gudang. Biasanya dihitung dengan berapa kali pesan dalam satu periode dikalikan biaya pesan per satu kali pesan. Baya simpan terdiri dari biaya telpon, surat menyurat, biaya pengiriman, biaya bongkar dan muat, dan sebagainya.. 2. Biaya simpan (Carrying Cost): seluruh biaya yang dikeluarkan untuk melakukan penyimpanan barang/bahan sampai siap digunakan/dijual. Biasanya dihitung dengan rata-rata jumlah unit yang disimpan dikalikan dengan biaya simpan per unit per periode. Biaya simpan meliputi biaya listrik, gaji penjaga, biaya adminstrasi gudang, biaya kerusakan barang/bahan, dan sebagainya. Metode pengelolaan persediaan yang seringkali di gunakan adalah Economic Order Quantity (EOQ), yaitu jumlah pesanan yang paling ekonomis ditinjau dari sisi biaya pengelolaannya.
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 42

Simbul yang digunakan untuk kebutuhan bahan selama 1 tahun = D unit, biaya pesan = O per satu kali pesan, dan biaya simpan = C per unit per tahun. Jumlah 1 kali pesan = Q, maka frekuensi pesan = D/Q (sekian kali). Dari perhitungan tersebut dapat diketahui biaya pesan selama 1 tahun = (D/Q) x O atau DO/Q. Rerata persediaan bahan yang ada dalam gudang = (Persedian awal bahan + persediaan akhir bahan)/2 atau = (Q + 0)/2 = Q/2, sehingga biaya simpan = (Q/2) x C atau (QC)/2. Misal: D = 2.000 unit/tahun dengan biaya pesan = Rp50,00 / 1 x pesan; dan biaya simpan = Rp5,00 per unit per tahun, maka dapat dibuat alternatif sebagai berikut: Q = Jumlah 1 x pesan 50 unit 100 unit 200 unit 400 unit 1000 unit Q/2 = Rerata persediaan 25 unit 50 unit 100 unit 200 unit 500 unit D/Q = Frekuensi pesan 40 x 20 x 10 x 5x 2x (QC)/2 =Biaya simpan Rp 125,00 Rp 250,00 Rp 500,00 Rp1.000,00 Rp2.500,00 DO/Q = Biaya pesan Rp2.000,00 Rp1.000,00 Rp 500,00 Rp 250,00 Rp 100,00 (QC)/2 + DO/Q = Total Rp2.125,00 Rp1.250,00 Rp1.000,00 Rp1.250,00 Rp2.600,00 Biaya Persediaan Dari hasil perhitungan tersebut dapat dilihat bahwa jumlah pesanan yang akan menghasilkan total biaya persediaan yang paling murah adalah 200 unit, yaitu sebesar Rp1.000,00, sehingga dalam satu tahun harus melakukan 10 kali pembelian (pemesanan). Kalau digambar dalam grafik sbb: Biaya Total Biaya Persediaan Biaya simpan Biaya Pesan Jumlah unit yang dipesan

Q = 200 unit

Dari perhitungan dan grafik dapat disimpulkan bahwa total biaya persediaan akan minimum pada saat biaya simpan = biaya pesan. Atau secara mathematis dapat dituliskan: (QC)/2 = DO/Q Q2C = 2DO Q2 = 2DO/C Q = 2DO/C EOQ = 2DO C

Kalau biaya simpan (C) dinyatakan dalam persentase dari nilai rata-rata persediaan, rumus akan berubah menjadi: EOQ = 2DO PC

READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 43

Contoh soal: Kebutuhan bahan = 4000 unit per tahun, biaya pesan = Rp80,00 per 1 x pesan. . Harga bahan Rp64,00 per unit. Biaya simpan 25% dari nilai rata-rata persediaan (Rp16,00 per unit per tahun)

EOQ =
atau EOQ =

2DO 2 x 4000 x 80 = = 200 unit C 16

2DO = PC

2 x 4000 x 80 = 200 unit 64 x 0,25

B. REORDER POINT (TITIK PEMESANAN KEMBALI) Kapan perusahaan harus memesan ulang bahan yang dibutuhkan? Contoh kasus di atas menunjukkan bahwa dengan asumsi bahan begitu dipesan segera dapat digunakan, maka pemesanan ulang dilakukan pada saat persediaan bahan di gudang = 0 unit. Namun kadang-kadang bahan baru bisa digunakan (datang) setelah beberapa hari dipesan. Jadi ada waktu tunggu (lead time) sebelum bahan itu dapat digunakan. Seandainya 1 tahun = 300 hari kerja, maka pemakaian bahan per hari = 4.000 unit/300 hari = 13,33 unit per hari. Seandainya lagi, waktu tunggu (waktu antara dilakukannya pemesanan s/d bahan datang) = 3 hari, maka perusahaan harus memesan pada saat persediaan bahan di gudang tinggal 13,33 unit x 3 hari = 40 unit. Atau: Reorder Point (ROP) = Lead time x pemakaian bahan per hari = 3 hari x 13,33 unit = 40 unit. Secara grafis: Q = 200 unit ROP 40 unit waktu (hari) 3 hari Safety stock (persediaan bahan minimal yang harus ada dalam perusahaan), juga akan mempengaruhi kapan perusahaan harus melakukan pemesanan kembali. Misal safety stock = 40 unit, maka: ROP = Lead time + Safety Stock = 40 unit + 40 unit = 80 unit. Artinya pada saat persediaan bahan di gudang tinggal 80 unit, perusahaan harus sudah melakukan pemesanan ulang. Secara grafis:

READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 44

Q = 200 unit 80 unit ROP waktu (hari) 6 hari C. FAKTOR KETIDAKPASTIAN Faktor ketidakpastian akan sangat mempengaruhi kebijakan waktu tunggu. Bahan dipesan hari ini, ada kemungkinan datang 5 hari kemudian. Tetapi bisa jadi datang besuk pagi. Ada ketidakpastian tentang datangnya bahan. Oleh karena itu ada kemungkinan perusahaan akan mengalami kelebihan bahan yang tersedia (kalau bahan datang lebih cepat dari yang diperkirakan), dan ada kemungkinan perusahaan akan mengalami kekurangan bahan (kalau bahan datang lebih lambat dari yang diperkirakan). Kapan perusahaan harus melakukan pemesanan kembali?. Ini akan sangat ditentukan oleh keputusan tentang waktu tunggu (lead time). Berapa hari lead time yang paling optimal, sehingga kalau bahan datang terlalu cepat tidak akan menimbulkan tambahan biaya simpan (TBS) yang terlalu besar, sebaliknya kalu bahan datang terlambat tidak akan menimbulkan tambahan biaya kekurangan bahan (TBKB) yang terlau besar pula. Masih menggunakan kasus di atas, dengan tambahan informasi yang diperlukan sebagai berikut: Kebutuhan bahan = 4000 unit per tahun, biaya pesan = Rp80,00 per 1 x pesan. Harga bahan Rp64,00 per unit. Biaya simpan 25% dari nilai rata-rata persediaan (Rp16,00 per unit per tahun). Apabila terjadi kekurangan bahan karena bahan datang terlambat, maka perusahaan harus membeli bahan secara eceran dengan harga Rp70,00 per unit. Satu tahun = 300 hari kerja. Pengalaman tahun-tahun lalu menyatakan bahwa: Bahan datang pada hari ke: 3 hari 4 hari 5 hari Kemungkinan terjadinya: 30% 40% 30%

Untuk menentukan waktu tunggu yang paling optimal, kasus ini akan dipecahkan secara lengkap sbb: EOQ = 2DO = C 2 x 4000 x 80 = 200 unit 16

Jadi frekuensi pemesanan = 4.000 unit/200 unit = 20 kali dalam setahun Total biaya persediaan: Biaya simpan = (QC)/2 = (200 unit x Rp16,00)/2 = Rp1.600,00 Biaya pesan = DO/Q = (4.000 unit x Rp80,00)/200 unit = Rp1.600,00 Total Biaya Persediaan Rp3.200,00 Pemakaian bahan per hari = 4.000 unit/300 hari = 13,33 unit per hari. Kalau bahan datang terlambat, maka :
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 45

TBKB/hari = 13,33 unit x (Rp70,00 Rp64,00) = Rp80,00/hari. Kalau bahan datang terlalu cepat (sekali pesan sesuai dengan EOQ = 200 unit), maka setiap hari bahan yang disimpan akan bertambah dengan 200 unit, sampai sisa bahan yang lama habis. Biaya simpan per unit per tahun = Rp16,00. Jadi biaya simpan per unit per hari = Rp16,00/300 hari = Rp0,053 Jadi TBS/hari = Rp0,053 x 200 unit = Rp10,67. Waktu tunggu 3 hari 4 hari 5 hari TBKB1) 1 hari x Rp80,00 x 40% = Rp32,00 2 hari x Rp80,00 x 30% = Rp48,00 Rp80,00 1 hari x Rp80,00 x 30% = Rp24,00 0 TBS2) Total Tambahan Biaya 0 Rp80,00

1 hari x Rp10,67 x 30% = Rp3.201 Rp27,20 1 hari x Rp10,67 x 40% = Rp4.268 Rp11,03 2 hari x Rp10,67 x 30% = Rp6.402 Rp11.03 1) Kalau waktu tunggu ditetapkan 3 hari, maka ada kemungkinan bahan datang 4 hari kemudian, terlambat 1 hari dengan kemungkinan 40%, sehingga akan ada TBKB untuk 1 hari, dst. 2) Kalau waktu tunggu ditetapkan 5 hari, maka ada kemungkinan bahan datang 4 hari kemudian, lebih cepat 1 hari dengan kemungkinan 40%, sehingga akan ada TBS untuk 1 hari, dst. Dari perhitungan di atas, nampak bahwa kalau waktu tunggu (lead time) 5 hari (melakukan pemesanan pada saat bahan di gudang tinggal mencukupi untuk kebutuhan 5 hari), akan menghasilkan total tambahan biaya yang paling murah yaitu Rp11,03, sehingga waktu tunggu 5 hari adalah waktu tunggu yang paling optimal. D. POTONGAN PEMBELIAN Tawaran potongan pembelian dari suplier seringkali harus dipertimbangkan untuk diperbandingkan dengan biaya persediaan kalau membeli dengan metode EOQ. Berikut ini diberikan ilustrasi untuk menggambarkan keadaan tersebut. Misal D =2.000 unit pertahun, harga per unit Rp20,00. Biaya pesan (O) = Rp50,00 per 1 x pesan. Biaya simpan (C) Rp5,00 per unit per tahun. Perusahaan ditawari potongan pembelian sebesar 3%, apabila dalam 1 x pembelian membeli minimal 1.000 unit. Membeli dengan pola EOQ: EOQ = 2DO = C 2 x 2000 x 50 = 200 unit 5 Rp Rp 40.000,00 500,00 500,00 41.000,00

Frekuensi pesan = 2.000 unit/200 unit = 10 x Harga bahan mentah = 200 unit x Rp20,00 x 10 kali Biaya pesan = 10 kali x Rp50,00 Biaya simpan = (200 unit/2) x Rp5,00 Total cash out flow

READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 46

Membeli dengan potongan (minimal 1.000 unit, frekuensi pesan 2x) Harga bahan mentah = 2.000 unit x Rp20,00 x 0,97 Biaya pesan = 2 kali x Rp50,00 Biaya simpan = (1.000 unit/2) x Rp5,00 x 0,97 Total cash out flow

Rp Rp

38.800,00 100,00 2.425,00 41.325,00

Dari perbandingan biaya yang harus dikeluarkan tersebut nampak bahwa pembelian dengan menggunakan EOQ ternyata memberikan biaya yang lebih kecil. Karenanya tawaran potongan pembelian tersebut sebaiknya ditolak.

READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 47

POKOK BAHASAN: MANAJEMEN PIUTANG SUBPOKOK BAHASAN: 1. Pengertian, arti penting manajemen piuatng, dan kebijakan piutang 2. Analisis manfaat dan biaya piutang 3. Kebijaksanaan Pengumpulan Piutang. TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS: 1. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian piutang 2. Mahasiswa dapat menjelaskan arti penting manajemen piutang 3. Mahasiswa dapat menjelaskan berbagai unsur yang dipertimbangkan untuk menetukan kebijakan piutang 4. Mahasiswa dapat menjelaskan cara menghitung tambahan manfaat dan biaya karena perubahan kebijakan piutang 5. Mahasiswa dapat menghitung tambahan manfaat dari perubahan kebijakan piutang 6. Mahasiswa dapat menghitung tambahan biaya karena perubahan kebijakan piutang 7. Mahasiswa dapat menentukan kelayakan perubahan kebijakan piutang. 8. Mahasiswa dapat membuat skedul pengumpulan piutang 9. Mahasiswa dapat menentukan umur piutang sebagai dasar kebijakan piutang MATERI PERKULIAHAN: A. MANAJEMEN PIUTANG Piutang adalah hak tagihan kepada pihak lain yang berutang kepada perusahaan. Munculnya piutang, karena perusahaan menjual secara kredit. Semakin besar piutang yang dimiliki oleh perusahaan, maka semakin besar pula dana yang digunakan untuk membelanjai piutang tersebut, sehingga semakin besar pula biaya kehilangan kesempatan (opportunity cost) untuk memperoleh pendapatan dari dana tersebut (misal pendapatan bunga jika disimpian di bank). Disamping itu, jika jumlah piutang semakin besar, kemungkinan munculnya piutang yang tidak dapat ditagih semakin besar pula (bad debt). Namun jika perusahaan tidak menerapkan penjualan secara kredit, pembeli mungkin akan beralih ke perusahaan yang memberi fasilitas kredit. Pada intinya, kebijakan pengelolaan piutang merupakan trade off antara besarnya biaya pengelolaan piutang dengan dengan besarnya manfaat yang diperoleh. Dengan demikian maka analisis kebijakan kredit bisa dilakukan dengan prinsip pengorbanan hanya dibenarkan sejauh bisa memberikan manfaat yang lebih besar. Asumsi dasar analisis dalam manajemen piutang adalah bahwa seluruh biaya tetap telah teralokasikan seluruhnya. Artinya perubahan jumlah unit yang dijual tidak akan merubah jumlah biaya tetap. Sehingga dalam perhitungan dapat menggunakan contribution margin sebagai titik tolak untuk menghitung tambahan manfaat karena adanya perubahan jumlah penjualan, sebagai akibat adanya perubahan kebijakan penjualan secara kredit. Untuk menentukan kebijakan kredit ada 3 faktor yang perlu dipertimbangkan, yaitu (1) jangka waktu kredit, (2) discount (potongan) yang diberikan kepada pelanggan, dan (3) Standar kredit sebagai antisipasi munculnya bad debt. 1. Jangka waktu kredit:

READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 48

Misal sebuah perusahaan selama ini menjual secara tunai dengan penjualan per tahun Rp100 juta. Biaya variabel 90% dari harga jual. Manajer perusahaan ini memutuskan untuk merubah kebijakan tersebut, yaitu menjual secara kredit dengan syarat net 60. Artinya pelanggan boleh membeli dengan kredit, tetapi harus melunasi pembelian mereka dalam waktu 60 hari. Perusahaan tidak merubah harga jual, sehingga penjualan diperkirakan akan meningkat menjadi Rp150 juta per tahun. Karena jangka waktu kredit 60 hari, maka perputaran piutangnya dalam setahun adalah 360 hari/60 hari = 6 x. Dengan demikian, rata-rata piutang perusahaan per tahun = Rp150 juta/ 6x = Rp25 juta (lihat lagi Analisa Rasio!). Karena contribution margin sebesar 10% (Penjualan - Biaya Variabel), maka dana (modal) yang digunakan untuk membelanjai piutang 90% x Rp25 juta = Rp22,5 juta. Dengan kata lain, meskipun piutangnya sebesar Rp25 juta bukan berarti dana yang dibutuhkan Rp25 juta, tetapi hanya Rp22,5 juta, karena yang Rp2,5 juta adalah tambahan manfaat. Misal biaya modal yang ditanggung perusahaan 20%, maka penggunaan dana sebesar Rp22,5 juta tersebut akan menimbulkan biaya sebesar 20% x Rp22,5 juta = Rp 4,5 juta. Perubahan kebijakan ini akan meningkatkan contributin margin dengan (10% x Rp150 juta) (10% x Rp100 juta) = Rp5 juta. Disisi biaya akan muncul tambahan biaya sebesar Rp4,5 juta. Jadi tambahan manfaat bersih = Rp0,5 juta. Perhitungan di atas dapat disajikan dalam tabel sbb: Tunai 1. Penjualan/tahun Rp100 juta 2. Contribution margin 10 juta 3. Perputaran Piutang 4. Rata-rata piutang 5. Modal untuk piutang 6. Biaya modal Kredit (net 60) Rp150 juta 15 juta 6x 25 juta 22,5 juta 4,5 juta

Tambahan Manfaat (Keuntungan) = Rp15 juta Rp10 juta = Rp5 juta Tambahan Biaya Rp4,5 juta Tambahan manfaat bersih Rp0,5 juta

(kebijakan baru diterima)

2. Discount (Potongan Penjualan): Kebijakan lain yang bisa ditempuh (masih menggunakan kasus di atas) adalah dengan menawarkan potongan (discount). Misalnya perubahan kebijakan tersebut bukan net 60 tetapi 2/30 net 60. Artinya apabila pelanggan membayar s/d hari ke 30 sejak pembelian akan mendapatkan potongan sebesar 2 %, lebih dari hari ke 30 s/d hari ke 60 pelanggan harus membayar penuh. Diperkirakan dengan pemberian potongan ini, penjualan meningkat menjadi Rp150 juta, dan pelanggan yang memanfaatkan periode potongan (membayar s/d hari ke 30) adalah 40 % dari seluruh pelanggan perusahaan. Apakah alternatif kebijakan ini lebih bagus dari kebijakan kredit net 60? Apabila 40% pelanggan memanfaatkan periode potongan, maka rata-rata umur piutang menjadi sebesar (0,4 x 30 hari) + (0,6 x 60 hari) = 48 hari. Perputaran piutangnya menjadi = 360 hari/48 hari = 7,5 kali. Dengan demikian rata-rata piutangnya sebesara Rp150 juta/7,5 kali = Rp20 juta. Maka dana yang dibutuhkan untuk membelanjai piutang = 0,9 x Rp20 juta = Rp18 juta. Biaya modal yang harus ditanggung = 20% x Rp18 juta = Rp3,6 juta. Sebagai akibat 40% pembeli memanfaatkan periode potongan, maka potongan harga yang diberikan kepada pelanggan sebesar 2% x 40% x Rp150 juta = Rp1,2 juta. Kebijakan baru ini akan memberi tambahan manfaat sebesar (10% x Rp150 juta) (10% x Rp100 juta) = Rp5 juta, dan mengakibatkan munculnya tambahan biaya sebesar Rp3,6 juta ditambah dengan potongan harga Rp1,2 juta, sehingga manfaat bersih yang diperoleh = Rp5 juta (Rp3,6 juta + Rp1,2
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 49

juta) = Rp0,2 juta. Ternyata hasil manfaat bersih lebih kecil dari kebijakan net 60, sehingga kebijakan 2/30 net 60 harus ditolak dan perusahaan tetap memutuskan untuk menggunakan kebijakan net 60. Perhitungan di atas dapat disajikan dalam tabel sbb: Tunai 2/3 net 60 1. Penjualan/tahun Rp100 juta Rp150 juta 2. Contribution margin 10 juta 15 juta 3. Perputaran Piutang 7,5 x 4. Rata-rata piutang 20 juta 5. Modal untuk piutang 18 juta 6. Biaya modal 3,6 juta 7. Potongan harga 1,2 juta Tambahan manfaat (Rp15 juta Rp10 juta) = Rp5 juta Tambahan biaya (Rp3,6 juta + Rp1,2 juta) = Rp4,8 juta Tambahan manfaat bersih Rp0,2 juta 3. Standar kredit: Standar kredit menunjukkan persyaratan yang harus dipenuhi oleh pelanggan agar diperbolehkan membeli secara kredit. Misal perusahaan akan melonggarkan syarat kredit dari pelanggan yang berpenghasilan tetap, menjadi termasuk juga pelanggan yang tidak berpenghasilan tetap, asal mempunyai penghasilan rata-rata dalam jumlah tertentu. Dari contoh kasus di atas, diumpamakan perusahaan akhirnya memutuskan untuk menggunakan kebijakan kredit net 60, sehingga diharapkan penjualan akan menjadi Rp150 juta. Namun muncul alternatif lain, yaitu syarat kreditnya dilonggarkan, sehingga pelanggan yang tidak mempunyai penghasilan tetap juga bisa menikmati fasilitas kredit tersebut. Dengan pelonggaran syarat kredit tersebut, diperkirakan penjualan akan meningkat lagi menjadi Rp175 juta. Risiko yang diperkirakan akan timbul adalah adanya bad debt sebesar 1% dari total penjualan, dan pembayaran oleh pembeli akan mundur s/d 75 hari (umur piutang). Alternatif manakah yang akan dipilih oleh perusahaan? Perhitungan langsung menggunakan tabel sbb: Tunai Net 60 Net 75 1. Penjualan/tahun Rp100 juta Rp 150 juta Rp 175 juta 2. Contribution margin Rp 10 juta Rp 15 juta Rp 17,5 juta 3. Perputaran Piutang 6x 4,8 x *) 4. Rata-rata piutang Rp 25 juta Rp36,460 juta 5. Modal untuk piutang Rp 22,5 juta Rp32,813 juta 6. Biaya modal Rp 4,5 juta Rp 6,563 juta 7. Bad debt (1% x Rp175 juta) Rp 1,750 juta *) 360 hari/75 hari = 4,8 x Tunai net 60 Tambahan Manfaat (Keuntungan) = Rp15 juta Rp10 juta = Rp5 juta Tambahan Biaya Rp4,5 juta Tambahan manfaat bersih Rp0,5 juta Tunai net 75 Tambahan manfaat = Rp17,5 juta Rp10 juta = Rp7,5 juta

READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 50

Tambahan Biaya: Tambahan biaya modal Tambahan Bad debt Tambahan manfaat bersih

= Rp6,563 jt = Rp1,750 juta

Rp8,313 juta - Rp0,813 juta

Tambahan manfaat bersih ternyata negatif Rp0,813 juta, berarti kalau kebijakan melonngarkan syarat kredit dilakukan, maka yang terjadi adalah pengorbanan lebih besar dari manfaat yang didapat. Dengan demikian perusahaan seharusnya tetap menggunakan kebijakan kredit net 60. B. PERUBAHAN UMUR PIUTANG Kebijakan lama perusahaan: Penjualan Rp2.400.000,00 Average Collection Period (ACP) = 1 bulan Bad debt 2% dari penjualan Biaya Variabel 70% Baya modal 20% Kebijakan baru: ACP menjadi 2 bulan Tambahan penjualan Rp600.000,00 Tambahan Bad debt = 10% dari tambahan penjualan.

Dalam kasus ini, perusahaan sudah menerapkan kebijakan lama, sudah bukan lagi perencanaan seperti contoh kasus sebelumnya. Kemudian perusahaan merencanakan akan menerapkan kebijakan baru. Analisis untuk masalah ini dapat menggunakan 2 pendekatan, yaitu pendekatan ACP penjualan lama tetap, dan pendekatan ACP penjualan lama ikut berubah sesuai dengan kebijakan baru. ACP penjualan lama tetap: Tambahan contribution margin = 30% x Rp600.000,00 Rp 180.000,00 Tambahan piutang: Perputaran tambahan piutang = 360 hari/60 hari = 6 kali Tambahan piutang = Rp600.000,00/6 kali = Rp100.000,00 Tambahan dana utk piutang = 0,7 x Rp100.000,00 = Rp70.000,00 Tambahan biaya = 20% x Rp70.000,00 = Rp 14.000,00 Tambahan Bad debt = 10% x Rp600.000,00 60.000,00 Tambahan biaya 74.000,00 Tambahan manfaat bersih Rp 106.000,00 Dengan pendekatan ACP penjualan lama tetap, manfaat bersih positif, jadi kebijakan baru dapat disetujui. ACP penjualan lama ikut berubah: Tambahan contribution margin = 30% x Rp600.000,00 Rp 180.000,00 Tambahan piutang: Perputaran tambahan piutang = 360 hari/60 hari = 6 kali Tambahan piutang = Rp600.000,00/6 kali = Rp100.000,00 Tambahan dana utk piutang = 0,7 x Rp100.000,00 = Rp70.000,00 Tambahan biaya = 20% x Rp70.000,00 = Rp 14.000,00 Tambahan Bad debt = 10% x Rp600.000,00 60.000,00 Opportunity cost: Rata-rata piutang lama = Rp2.400.000,00/12 kali = Rp200.000,00 Rata-rata piutang baru = Rp2.400.000,00/6 kali = Rp400.000,00
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 51

Opportunity cost = Rp400.000,00 Rp200.000,00 = Tambahan biaya Tambahan manfaat bersih

200.000,00 274.000,00 -Rp 94.000,00

Dengan pendekatan ACP penjualan lama ikut berubah, manfaat bersih negatif, jadi kebijakan baru seharusnya ditolak. C. SKEDUL PENGUMPULAN PIUTANG Misal perkiraan penjualan untuk 3 bulan mendatang sebagai berikut: Januari Rp48.000.000,00; Februari Rp70.000.000,00, dan Maret Rp84.000.000,00. Penjualan Desember tahun lalu Rp96.000.000,00. Syarat penjualan adalah 3/20 net 30. Berdasarkan pengalaman tahun lalu pola pengumpulan piutangnya sebagai berikut: 60% terkumpul dalam waktu 20 hari (mendapat potongan) 30% terkumpul sesudah 20 hari tetapi masih dalam bulan penjualan 10% terkumpul bulan berikutnya sesudah bulan penjualan. Penyelesaian: Penjualan bulan Desember tahun lalu: Terkumpul bulan Januari = 10% x Rp96.000.000,00 = Rp9.600.000,00 Penjualan bulan Januari: Terkumpul bulan Januari = 60% x Rp48.000.000,00 x 0,97 = Rp27.936.000,00 30% x Rp48.000.000,00 = 14.400.000,00 Rp42.336.000,00 Terkumpul bulan Februari = 10% x Rp48.000.000,00 = Rp4.800.000,00 Penjualan bulan Februari: Terkumpul bulan Februari = 60% x Rp70.000.000,00 x 0,97 = Rp40.740.000,00 30% x Rp70.000.000,00 = 21.000.000,00 Rp61.740.000,00 Terkumpul bulan Maret = 10% x Rp70.000.000,00 = Rp7.000.000,00 Penjualan bulan Maret: Terkumpul bulan Maret = 60% x Rp84.000.000,00 x 0,97 = Rp48.888.000,00 30% x Rp84.000.000,00 = 25.200.000,00 Rp74.088.000,00 Terkumpul bulan April = 10% x Rp84.000.000,00 = Rp8.400.000,00 Sekdul pengumpulan piutangnya sbb: Penjualan Desember Januari Februari Maret Jml penerimaan tunai Januari Rp 9.600.000,00 Rp42.336.000,00 Februari Rp 4.800.000,00 Rp61.740.000,00 Rp66.540.000,00 Maret April

Rp51.936.000,00

Rp 7.000.000,00 Rp74.088.000,00 Rp81.088.000,00

Rp8.400.000,00 Rp8.400.000,00

READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 52

D. KEBIJAKAN KREDIT BERDASARKAN UMUR PIUTANG Pengalaman tahun-tahun sebelumnya akan memberikan informasi mengenai pola pengumpulan piutang yang terjadi. Informasi tersebut dapat menggambarkan umur piutang yang kemudian dapat digunakan untuk menetapkan kebijakan kredit yang diberikan kepada pembeli. Contoh: Usia piutang dalam hari (berdasrkan pengalaman tahun lalu) 1 30 hari 31 60 hari lebih dari 60 hari Persentasi dari total piutang 40% 55% 5%

Dari data tersebut di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa 95% dari pembeli akan membayar kurang dari 60 hari, sedang yang 40% membayar dalam waktu 30 hari. 5% sisanya membayar lebih dari 60 hari. Kebijakan yang dapat diputuskan adalah: menjual dengan syarat kredit 2/30 net 60; dan membuat cadangan kerugian piutang 5% dari total penjualan. D. HUBUNGAN ANTARA BIAYA PENGUMPULAN PIUTANG DENGAN BAD DEBT Bad debt

Biaya pengumpulan piutang 0 Titk jenuh Sampai dengan titik tertentu penambahan biaya pengumpulan piutang akan menurunkan jumlah bad debt, tetapi setelah mencapai titik jenuh, berapapun penambahan biaya pengumpulan piutang ditambah tidak akan berpengaruh lagi terhadap jumlah bad debt.

READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 53

POKOK BAHASAN: MANAJEMEN KAS DAN SURAT BERRHARGA JANGKA PENDEK SUBPOKOK BAHASAN: 1. Pengertian dan arti penting kas dan surat berharga jangka pendek 2. Optimalisasi kebutuhan kas (Model EOQ, Model Miller-Orr) TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS: 1. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian kas dan surat berharga jangka pendek. 2. Mahasiswa dapat menjelaskan arti penting manajemen kas dan surat berharga jangka pendek 3. Mahasiswa dapat menjelaskan cara menghitung jumlah kas yang optimal dengan model inventory (EOQ) dan model Miller-Orr 4. Mahasiswa dapat menghitung jumlah kas yang optimal dengan model inventory (EOQ) 5. Mahasiswa dapat menghitung jumlah kas yang optimal dengan model Miller-Orr MATERI PERKULIAHAN: MANAJEMEN KAS DAN SURAT BERHARGA JANGKA PENDEK Kas adalah aktiva yang paling likuid. Artinya merupakan aktiva yang dipakai sebagai alat pembayaran, dan diterima oleh semua pihak Aktiva lain yang setara dengan kas adalah surat berharga jangka pendek (cek, tabungan, atau warkat dan sejenisnya). Bedanya, kalau kas di simpan dalam almari besi perusahaan tidak memberikan keuntungan apapun, sedang surat berharga sementara belum digunakan, akan dapat memberi pendapatan bunga meskipun kecil jumlahnya. Ada 3 tujuan memelihara sejumlah kas dalam perusahaan meskipun tidak memberikan keuntungan, yaitu: Tujuan transaksi: tujuannya adalah untuk membayar kewajiban yang harus segera dibayar akibat operasi perusahaan sehari-hari. Tujuan berjaga-jaga: tujuannya untuk berjaga-jaga terhadap pengeluaran-pengeluaran yang tidak terduga. Tujuan spekulasi: tujuannya untuk mendapatkan keuntungan dari fluktuasi tingkat bunga bank dan harga surat berharga jangka pendek. Kalau tingkat bunga bank cenderung turun dan harga surat berharga jangka pendek cenderung naik akan lebih menguntungkan untuk diinvestasikan dalam surat berharga, dan sebaliknya. Kebanyakan perusahaan menentukan jumlah kas yang harus ada dalam perusahaan, namun jumlah tersebut harus optimal. Artinya jangan sampai terlalu besar sehingga justru tidak terpakai dan tidak produktif (tidak menghasilkan apapun), tetapi juga jangan sampai terlalu kecil sehingga mengganggu kegiatan operasi perusahaan sehari-hari. Ada dua model manajemen kas yang memperhitungkan seberapa banyak yang harus dipertahankan sebagai kas dalam perusahaan dan seberapa banyak yang harus diinvestasikan dalam surat berharga jangka pendek, yaitu Model Inventory dan Model MillerOrr. 1. Manajemn kas Model Inventori: Model ini dapat digunakan dengan asumsi dibawah kondisi kepastian. Artinya jumlah kebutuhan kas stabil dari waktu ke waktu. Rumus yang digunakan sama dengan rumus EOQ tetapi dengan simbul
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 54

berbeda. Misalnya kebutuhan kas perusahaan setiap bulan adalah Rp40 juta untuk membiayai kegiatan perusahaan sehari-hari. Biaya transaksi (baik membeli atau menjual surat berharga) Rp2.000,00 per satu kali transaksi. Tingkat bunga surat berharga 12% per tahun atau 1% per bulan. Permasalahan ini dapat disederhanakan sebagai berikut: D = Rp40.000.000,00 b = Rp2.000,00 per satu kali transaksi i = 12%/tahun atau 1% per bulan Seandainya jumlah kas yang optimal yang harus dipertahankan dalam perusahaan adalah C, maka dalam satu bulan akan terjadi D/C kali transaksi. Total biaya transaksi (D/C) x b. Rata-rata kas yang ada dalam perusahaan adalah C/2. Maka biaya kehilangan kesempatan untuk memperoleh pendapatan bunga (opportunity cost) dari surat berharga adalah C/2 x i. C optimal (memberikan biaya yang paling murah) apabila total opportunity cost = biaya transaksi, atau C/2 x i =( D/C) x b. Secara mathematis maka persamaan ini dapat diselesaikan sbb: C/2 x i =( D/C) x b atau: C2 =(2 x D x b )/i

C=

2xDxb i

Dengan demikian kalau data angkanya kita masukkan menjadi: C= 2 x Rp40 juta x Rp2.000 = Rp4.000.000,00 1%

Jadi jumlah kas yang paling optimal untuk dipertahankan adalah Rp4.000.000,00, sehingga dalam satu bulan akan terjadi Rp40 juta/Rp4 juta = 10 kali transaksi. Rata-rata kas yang ada dalam perusahaan Rp4 juta/2 = Rp2 juta. Biaya pengelolaan kas: Biaya transaksi = (Rp40 juta/Rp4 juta) x Rp2.000,00 = Biaya transfer = (Rp4 juta)/2 x 1% = Total biaya pengelolaan kas Rp20.000,00 20.000,00 Rp40.000,00

Seandainya sekali transaksi perusahaan menjual surat berharga untuk memperoleh kas sejumlah Rp8 juta (C). maka total biaya pengelolaan kas: Biaya transaksi = (Rp40 juta/Rp8 juta) x Rp2.000,00 = Biaya transfer = (Rp8 juta)/2 x 1% = Total biaya pengelolaan kas Rp10.000,00 40.000,00 Rp50.000,00

Terbukti bahwa dengan model inventori (modifikasi EOQ untuk manajemen kas) total biaya pengelolaan kas menjadi minimum. 2. Manajemen kas Model Miller-Orr:
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 55

Pada kenyataannya, kebutuhan kas per hari adalah sangat berfluktuasi, dan ini menjadi kelemahan manajemen kas model inventori. Miller-Orr menyempurnakan model tersebut dengan rumus yang dikembangkan sebagai berikut: 3x b x2 Z= 4xi atau Z= 3 3x b x2 4xi
1/ 3

Z = adalah return point, artinya bila saldo kas dalam perusahaan mendekati batas maksimum atau batas atas (h), maka perusahaan harus membeli sejumlah surat berharga sehingga saldo kas kembali ke tingkat Z. Sebaliknya kalau saldo kas berkurang hingga mendekati batas minimum atau batas bawah, maka perusahaan harus menjual sejumlah surat berharga sehingga saldo kas kembali ke tingkat Z. Dalam hal ini h = 3Z, atau disebut juga maximum minimum spread (MMS). 2 = Varian aliran kas masuk bersih harian (suatu pengukuran penyebaran aliran kas) b = biaya transaksi i = bunga surat berharga Secara grafis sbb:

h = 3Z

batas atas (Upper limit = UL)

Z 0 waktu Misalnya 2 = Rp800,00 b = Rp25,00 i = 20%/tahun atau 20%/360 per hari 3 x Rp25,00 x (Rp800,00) Z= 4 x (20%/360)
1/ 3

Return Point (RP) Batas bawah (Lower limit = LL)

= Rp299,99 dibulatkan Rp300,00

READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 56

Jadi UL = h = 3Z = 3 x Rp300,00 = Rp900,00 Return point = Z = Rp300,00 LL = Rp0,00 Rp900,00 batas atas (Upper limit = UL)

Rp300,00

Return Point (RP)

0 waktu

Batas bawah (Lower limit = LL)

Dengan demikian, kalau saldo kas mendekati batas atas, maka perusahaan harus membeli surat berharga sejumlah = UL - RP = Rp900,00 - Rp300,00 = Rp600,00 Sebaliknya, kalau saldo kas mendekati batas bawah, maka perusahaan harus menjual surat berharga sejumlah = RP - LL = Rp300,00 - Rp0,00 = Rp300,00 Seandainya perusahaan menetapkan bahwa jumlah saldo kas minimal adalah Rp150,00, maka Return point menjadi R150,00 + Rp300,00 = Rp450,00, dan h = Rp150,00 + Rp900,00 = Rp1.050,00, dan LL menjadi sebesar Rp150,00. Grafiknya sbb: Rp1.050,00 batas atas (Upper limit = UL)

Rp450,00 Rp150,00 0 waktu

Return Point (RP) Batas bawah (Lower limit = LL)

Dengan demikian, kalau saldo kas mendekati batas atas, maka perusahaan harus membeli surat berharga sejumlah = UL - RP = Rp1.050,00 - Rp450,00 = Rp600,00 Sebaliknya, kalau saldo kas mendekati batas bawah, maka perusahaan harus menjual surat berharga sejumlah = RP - LL = Rp450,00 - Rp150,00 = Rp300,00.

READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 57

POKOK BAHASAN: PEMBELANJAAN SPONTAN SUBPOKOK BAHASAN: 1. Pengertian, arti penting, dan jenis-jenis Pembelanjaan Spontan. 2. Analisis manfaat dan biaya pembelanjaan spontan. TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS: 1. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian pembelanjaan spontan. 2. Mahasiswa dapat menjelaskan arti penting pembelanjaan spontan bagi perusahaan 3. Mahasiswa mampu menjelaskan jenis-jenis pembelanjaan spontan 4. Mahasiswa dapat menjelaskan cara menghitung tambahan manfaat dan biaya 5. karena kebijakan pembelanjaan spontan 6. Mahasiswa dapat menhitung tambahan manfaat karena kebijakan pembelanjaan spontan 7. Mahasiswa dapat menghitung tambahan biaya karena kebijakan pembelanjaan spontan 8. Mahasiswa dapat menentukan kelayakan kebijakan pembelanjaan spontan yang digunakan. MATERI PERKULIAHAN: PEMBELANJAAN SPONTAN Pembelanjaan spontan adalah fasilitas pinjaman (kredit) dari pihak lain (supplier, bank, asuransi) dalam jangka pendek yang dapat diperoleh segera (spontan) tanpa melalui prosedur, sistem, dan persyaratan secara rinci. Pembelian bahan dengan pembayaran 1 bulan kemudian, adalah salah satu bentuk pembelanjaan spontan. Meskipun demikian, setiap bentuk pinjaman yang dimanfaatkan akan memberikan beban biaya bagi perusahaan, oleh karena itu perusahaan harus dapat menentukan pembelanjaan spontan yang mana yang akan dimanfaatkan. Jenis-jenis Pembelanjaan spontan: 1. Utang Dagang - Potongan Tunai Pemasok kadang-kadang memberikan syarat pembelian kredit seperti 2/10 net 30. Artinya apabila perusahaan membayar s/d hari ke 10 sejak pembelian dilakukan akan mendapat potongan sebesar 2% dari harga pembelian, dan harus membayar penuh kalau pembayaran dilakukan pada hari ke 11 dst, dan harus lunas pada hari ke 30. Apabila perusahaan membayar pada hari ke 30, artinya tidak memanfaatkan periode potongan, maka perusahaan akan kehilangan kesempatan mendapat potongan sebesar 2%, artinya uang yang harus dibayarkan menjadi lebih besar dari pada kalau membayar pada periode potongan. Hal ini disebut sebagai biaya tidak memanfaatkan periode potongan, atau secara umum disebut dengan biaya bunga dari pembelanjaan spontan. Misalnya perusahaan melakukan pembelian secara kredit sebesar Rp1.000,00 dengan syarat 2/10 net 30. Maka potongan yang dapat dinikmati adalah 2% x Rp1.000,00 = Rp20,00, atau perusahaan hanya membayar Rp980,00. Tetapi jika perusahaan tidak memanfaatkan periode potongan, maka perusahaan harus membayar Rp1.000,00. Dengan demikian, selama beberapa hari perusahaan dapat menggunakan dana Rp1.000,00 tersebut sampai dengan hari ke 30 untuk aktivitas yang lain. Pada dasarnya, memanfaatkan dana Rp1.000,00 s/d dengan hari ke 30 tersebut dapat kita sebut sebagai perusahaan memperoleh kredit sebesar Rp980,00 dengan bunga Rp20,00 untuk selama 20 hari
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 58

(jangka waktu kredit - periode potongan atau 30 hari -10 hari). Kalau setiap 20 hari dapat memanfaatkan kredit jangka pendek tersebut, maka dalam setahun dapat meanfaatkan fasilitas tersebut sebanyak 360 hari/20 hari = 18 x. Permasalahan ini dapat digambarkan sebagai berikut: hari 0 10 Periode bebas 30 Periode potongan

Jk wkt kredit Sehingga biaya bunga karena tidak memanfaatkan periode potongan per tahun = (Rp20,00/Rp980) x (360 hari/20 hari) = 36,73%. Formula rumus untuk mencari biaya bunga per tahun tersebut dapat ditulis sbb: d Biaya bunga/tahun = (100% - d) x (periode bebas) 360 hari

d = persentase potongan pembelian periode bebas = Jk. Wkt kredit - periode potongan Misalnya syarat pembelian diubah menjadi 2/20 net 30, maka: 2% Biaya bunga/tahun = 98% x 10 hari 360 hari = 73,47%

Semakin panjang periode diskon, apabila tidak dimanfaatkan maka akan semakin mahal biaya bunga per tahunnya. 2. Pinjaman Rekening Koran (PRK) Pinjaman Rekeing Koran (PRK) adalah pinjaman yang diberikan oleh pihak bank, yaitu memberikan pinjaman dalam batas plafon tertentu (misal s/d Rp100.000.000,00), dan perusahaan dapat memanfaatkan sebagian atau seluruh pinjaman tersebut tergantung pada kebutuhannya. Biaya bunga hanya dibebankan pada jumlah yang dimanfaatkan saja. a. Compensating Balance Compensating balance adalah persyaratan yang harus dipenuhi oleh perusahaan karena perusahaan memperoleh pinjaman rekening koran (PRK). Compensating balance adalah syarat untuk mempertahankan saldo minimal PRK. Misalnya PRK s/d Rp100.000.000,00 dengan compensating balance Rp1.000.000,00, maka perusahaan hanya dapat memanfaatkan PRK maksimal sebesar Rp99.000.000,00. Saldo di rekening pinjaman tidak boleh kurang dari Rp1.000.000,00. Contoh soal: Perusahaan memperoleh fasilitas PRK sebesar Rp1.000.000,00 dari bank dengan bunga 12% per tahun. Bank mensyaratkan compensating balance sebesar Rp100.000,00 (10% dari plafon pinjaman). Berapakah biaya bunga efektif/tahun dari PRK tersebut?
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 59

Penyelsaian: 12% x Rp1.000.000,00 Biaya bunga/tahun = = 13,33% per tahun Rp1.000.000,00 - Rp100.000,00 Seandainya perusahaan hanya memanfaatkan pinjaman tersebut sebesar Rp700.000,00, maka biaya bunga per tahun: 12% x Rp700.000,00 Biaya bunga/tahun = Rp700.000,00 - (10% x Rp700.000,00) b. Commitment Fee PRK juga dapat mempunyai persyaratan commitment fee, yaitu persetujuan dari pemberi pinjaman untuk tetap menyediakan dana sebesar saldo pinjaman yang belum digunakan. Misalnya seperti contoh kasus di atas sbb: Perusahaan memperoleh fasilitas PRK sebesar Rp1.000.000,00 dari bank dengan bunga 12% per tahun. Bank mensyaratkan compensating balance sebesar Rp100.000,00 (10% dari plafon pinjaman). Perusahaan hanya memanfaatkan sebagian, yaitu sebesar Rp700.000,00. Pihak bank komit untuk tetap menyediakan sisa pinjaman yang belum dimanfaatkan dengan commitment fee sebesar 0,5%. Berapakah biaya bunga efektif/tahun dari PRK tersebut? (12% x Rp700.000,00) + (0,5% x Rp300.000,00) Biaya bunga/tahun = Rp700.000,00 - (10% x Rp700.000,00) 3. Commercial Paper (CP) Commercial Paper adalah surat pernyataan utang yang diterbitkan oleh perusahaan dalam jangka pendek. CP merupakan utang tanpa jaminan, dan harga jualnya tergantung dari hasil tawar menawar antara perusahaan dengan investor yang akan membeli (memberi pinjaman). Biasanya CP akan terjual dengan diskon, artinya terjual dibawah nilai nominalnya. Pada saat jatuh tempo perusahaan hharus melunasi sebesar nilai nominalnya. Contoh: Perusahaan membutuhkan dana sebesar Rp5.000.000,00. Kebutuhan dana ini dipenuhi dengan cara menerbitkan CP senilai Rp5.250.000,00 yang dijual seharga Rp5.000.000,00. Penjualan dilakukan secara periodei 4 bulan sekali (setahun 3 kali) Berpakah biaya bunga efektif dari penerbitan CP tersebut? Penyelesaian: Rp5.250.000,00 - Rp5.000.000,00 Biaya bunga/tahun = Rp5.000.000,00 4. Factoring Account Receivable Factoring Account Receivable adalah menjual/menjaminkan piutang yang dimiliki perusahaan kepada lembaga keuangan (bank maupun non bank). Pengertian menjaminkan/menjual piutang adalah perusahaan memperoleh cash advance (menerima uang tunai dimuka) dengan menyerahkan sejumlah tertentu dari piutang yang dimiliki kepada pembeli/penjamin.Oleh karena itu pembeli/penjamin akan membebankan biaya bunga kepada perusahaan, sebagai ganti hilangnya kesempatan pembeli/penjamin mendapatkan pendapatan bunga dari sejumlah uang yang diserahkan
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 60

= 13,33% per tahun

= 13,57% per tahun

x3

= 15% per tahun

kepada perusahaan penjual piutang tersebut. Hak penagihan piutang tersebut beralih kepada penjamin, termasuk risiko bad debt yang mungkin terjadi, oleh karena itu pembeli/penjamin berhak atas fee (principle fee). Contoh: Perusahaan membutuhkan dana Rp100.000,00 per bulan. Kebutuhan ini dipenuhi dengan menjaminkan piutang senilai Rp150.000,00 per bulan, dengan batas maksimum pinjaman 75% dari nilai piutang yang dijaminkan, dengan bunga 12% per tahun. Fee untuk penjamin 2,5% dari nilai jaminan. Biaya administrasi piutang dan bad debt yang dapat dihemat oleh perusahaan sebesar Rp3.500,00 per bulan. Berapakah biaya bunga efektif per tahun dari penjaminan piutang tersebut? Penyelesaian: Biaya fee = 2,5% x Rp150.000,00 x 12 bulan = Penghematan biaya = Rp3.500,00 x 12 bulan = Tambahan biaya bersih 12% x Rp100.000,00 + Rp3.000,00 Biaya bunga/tahhun = Rp100.000,00 = 15% per tahun Rp45.000,00 Rp42.000,00 Rp 3.000,00

READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 61

You might also like