You are on page 1of 12

i

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Aborsi adalah isu emosional dan kontroversial. Mungkin saja bahwa
tidak ada perempuan yang ingin melakukan aborsi, tetapi mereka perlu
melakukannya. Perempuan di berbagai belahan dunia sejak dahulu kala selalu
membutuhkan melakukan aborsi. Tetapi, masih adanya negara yang
mengkriminalisasi aborsi berbagai stigma tentang aborsi, berakibat bahwa
perempuan seringkali dipojokkan, bahkan didorong untuk memilih cara aborsi
yang tidaka aman dengan resiko yang membahayakan kesehatannyadan
kehidupannya.
Fatwa tentang aborsi adalah haram berkontribusi besar pada dilema
yang dihadapi perempuan (Islam) Indonesia yang mengalami kehamilan yang
tidak direncanakan karena tidak seorangpun ingin menanggung rasa dosa
karena tindakan yang dipilih. Sehingga di tengah-tengah pandangan tentang
aborsi yang sangat beragam dan perdebatan pro dan kontra yang masih terus
bergulir, adalah perempuan yang secara konkret harus menghadapinya.
Seringkali harus menghadapinya sendiri.

B. Tujuan Penulisan
1. Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Fiqih pada
Jurusan PAI, STAI YAPTIP Kampus II Ujung Gading.
2. Dengan adanya makalah ini kami berharap bisa menambah ilmu
pengetahuan kita bersama tentang Aborsi dalam Perspektif Syariah dan
Medis




i
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Secara etimologi, Abortus berasal dari bahasa inggris abortion,
bahasa latin yang berarti gugur kandungan atau keguguran. Dalam bahasa arab
(fiqh) disebut isqath, ijhadh, ilqatmah, dan inzal. Kelima istilah tersebut
menurut.
Secara terminologi dalam ensiklopedi Indonesia, abortus diartikan
sebagai pengakhiran kehamilan sebelum masa gestasi 28 minggu atau sebelum
janin mencapai berat 1000 gram.
Menurut Sardikin Ginaputra abortus adalah pengakhiran kehamilan
atau hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Menurut
Maryono, abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi dari rahim sebelum
waktunya (sebelum dapat lahir secara alamiah).
Dapat disimpulkan bahwa abortus adalah suatu perbuatan untuk
mengakhiri masa kehamilan dengan mengeluarkan janin dari kandungan
sebelum tiba masa kehamilan secara alami.
1


B. Aborsi dalam Perspektif Syariah
Yusuf Qardhawi mengatakan, bahwa pada umumnya merujuk pada
ketentuan hukum Islam, praktik aborsi adalah dilarang dan merupakan
kejahatan terhadap makhluk hidup oleh sebab itu hukuman sangat berat bagi
mereka yang melakukannya
2

Ulama fikih tidak berselisih pendapat seputar pengharaman aborsi
setelah ditiupkannya ruh, dan menganggapnya sebagai kejahatan yang
mengakibatkan hukuman. Namun mereka berselisih pendapat tentang aborsi
sebelum ditiupkannya ruh ke janin dalam banyak pendapat, bahkan dalam satu
mazhab sekalipun, antara yang membolehkan secara mutlak, atau sebelum

1
Ahsin W. Alhafidz, Fiqih Kesehatan, (Jakarta : Bumi Aksara, 2007), h.153-154
2
Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram dalam Islam, (Surabaya : Bina Ilmu, 2007), h. 97
i
empat puluh hari saja, membolehkan karena ada alasan, dan tidak boleh
karena tidak ada alasan, atau makruh.
Sebagian ulama menggunakan ayat-ayat yang mengharamkan
membunuh anak sebagai dalil atas pengharaman azl karena dapat
menghalangi terjadinya anak. Aborsi yang dilakukan oleh perempuan adalah
yang dimaksud dari firman Allah swt :
4 W-EOU+-^>
7Eu O4O;=E=
-U^`) W }^4+
_~NeO4^ 7+C)4 _
Ep) _Uu~ 4p~ 6*;C=
-LOO):E ^@
dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan.
kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu.
Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar. (QS. Al-Isra
: 31)

Banyak pendapat tentang hukum aborsi. Berikut akan kami sampaikan
beberapa pendapat, pendapat yang kami paparkan adalah sebelum ataupun
sesudah ditiupkannya ruh :
1. Boleh secara mutlak sebelum ditiupkannya ruh.
Sebagian pengikut madzhab Hanafi, Ibnu Rusydi dari kelompok
madzhab Maliki, dan sebagian pengikut madzhab Hambali berpendapat
bahwa selama belum ditiupkan ruh, maka tidaklah haram menggugurkan
janin. Mereka berargumen bahwa janin sebelum ditiupkan ruh padanya
bukanlah merupakan manusia hidup.
Dalam Hasyiyah Ibnu Abidin disebutkan, perempuan boleh
menggugurkan darah selama kehamilan masih berupa mudhghah atau
alaqah dan belum terbentuk anggota tubuhnya. Mereka menghitung
jangka waktu seratus dua puluh hari. Mereka membolehkan aborsi tersebut
karena janin bukan anak Adam yang hidup.
2. Boleh sebelum empat puluh hari pertama dari kehamilan.
i
Abu Ishaq Al Maruzi dari madzhab Maliki dan zhahirnya madzhab
Hambali berpendapat bahwa janin tidak haram diaborsi sebelum empat
puluh hari pertama.
Dalam Al Mughni disebutkan, Apabila perempuan
menggugurkan mudghah, lalu beberapa bidan terpercaya bersaksi ada
bentuk manusia yang samar, maka dikenakan gharrah. Seandainya mereka
bersaksi bahwa mudhgah tersebut merupakan permulaan penciptaan
manusia yang seandainya tetap dikandung maka ia akan terbentuk. Dalam
hal ini ada dua pendapat ; pendapat yang paling shahih mengatakan bahwa
hukumannya tidak haram, karena janin tersebut belum terbentuk sehingga
tidak wajib gharrah seperti pada alaqah, karena ketentuan asala adalah
kebebasan tanggung jawab, sehingga si ibu tidak perlu dirisaukan dengan
keraguan. Pendapat kedua mewajibkan gharrah karena merupakan
permulaan anak Adam yang lebih mirip seandainya terbentuk, dan ini
tidak berlaku pada nuthfah danalaqah.
3. Kebolehan aborsi sebelum ditiupkannya ruh karena satu alasan saja.
Kesepakatan madzhab Hanafi dan sebagian pengikut SyafiI
berpendapat tentang bolehnya melakukan aborsi selama belum
ditiupkannya ruh kejanin ( yaitu sebelum seratus dua puluh hari ) apabila
ditemukan alasan yang bisa diterima dan membolehkan aborsi. Kemudian,
mereka berselisih pendapat mengenai jenis alasan yang membolehkan
aborsi janin.
Madzhab Hanafi memberi contoh alasan ini seperti terhentinya air
susu ibu setelah jelas kehamilannya, padahal ia memiliki anak yang sedang
disusui, dan ayahnya tidak mampu mengupah murdhiah ( pekerja yang
bekerja menyusui ).
Asy-Syarbini pengikut Asy-SyafiI menukil pendapat Az-Zarkasyi
sebagai berikut, seandainya perempuan terpaksa oleh dharurah untuk
minum obat mubah yang mengakibatkan keguguran, maka sebaliknya ia
tidak dikenai tanggung jawab sebab perbuatannya.
4. Makruh
i
Ali bin Musa, salah seorang ahli fikih madzhab Hanafi
berpendapat bahwa hukum aborsi janin sebelum ditiupkannya ruh adalah
makruh, karena setelah sperma berada di dalam rahim, kelak ia akan
hidup. Makruh menurut Ali bin Musa adalah makruh tahrim, karena
seandainya seorang yang dalam keadaan berihram memecahkan telur
binatang tanah Haram ( suci; Makah-Madinah ) maka ia menanggungnya,
menurut madzhab Hanafi.
5. Haram Mutlak
Kesepakatan madzhab Maliki berpendapat (pendapat yang kuat)
dan kesepakatan madzhab SyafiI serta madzhab Dhahiriyah, bahwa
kandungan tidak boleh diaborsi secara mutlak.
Dalam Bhalaghah As-Salik disebutkan. menggugurkan janin
dengan pukulan atau teror dengan tanpa alasan syariat atau mencium bau-
bauan seperti suntikan, atau terbukanya toilet, meskipun janin masih
berupa alaqah darah yang tidak mencair karena siraman air panas -,
maka hal tersebut merupakan tindak kejahatan, baik karena disengaja atau
tidak, dilakukan orang lain atau sang ibu, seperti meminum sesuatu yang
bisa menggugurkan kandungan lalu gugur, laki-laki atau perempuan,
hasilnya dari pernikahan sah atau zina, dikenai denda sepersepuluh ibunya
( diyat ibunya ).
3

Sabda Nabi SAW :
:
,

Dari Abu Huroiroh berkata : Sesungguhnya ada dua wanita dari Bani
Hudzail, salah satu dari keduanya melempar lainnya sehingga gugur
kandungannya. Maka Rosululloh memutuskan harus membayar diyat
sebesar seorang budak laki-laki atau budak wanita. (HR. Bukhori dan
Muslim)

3
Abdul Rahman Al-Baghdadi, Emansipasi Adakah Dalam Islam, (Jakarta : Gema Insani
Press, 2008), h. 127-128
i
Pendapat yang disepakati fuqoha, yaitu bahwa haram hukumnya
melakukan aborsi setelah ditiupkannya ruh (empat bulan), didasarkan pada
kenyataan bahwa peniupan ruh terjadi setelah 4 (empat) bulan masa kehamilan.
Maka dari itu, aborsi setelah kandungan berumur 4 bulan adalah haram, karena
berarti membunuh makhluk yang sudah bernyawa. Dan ini termasuk dalam
kategori pembunuhan yang keharamannya antara lain didasarkan pada dalil-
dalil syari berikut. Firman Allah SWT:
4 W-OU+^> "^EL-
/-- 4OEO +.- )
--E^) }4`4 g~
4`OU;4` ; 4LUEE_
gOjOg4Og 4LCUc E
O@OO+C O)O u^- W
+O^^) 4p~E -4OOOL4`
^@@
dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya),
melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. dan Barangsiapa dibunuh
secara zalim, Maka Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli
warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh.
Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan. (QS. Al-Isra:33)


C. Aborsi dalam Perspektif Medis
Abrosi dalam Perspektif medis merupakan abortus yang dilakukan
oleh dokter atas dasar indikasi media yang membahayakan. Misalnya jika
kehamilan diteruskan bisa membahayakan jiwa si calon ibu, karena penyakit-
penyakit yang berat, misalnya TBC.
4

Dalam ilmu kedokteran, pengguguran janin setelah janin berusia tiga
bulan dikenal dengan istilah fetuscid, yakni pembunuhan janin yang sudah
memasuki usia lahir dan akan hidup sebagai manusia. Praktek fetuscid ini di
luar negeri juga dilarang keras.
Secara medis hukum aboris dapat diperinci ada empat kemungkinan
hukum, yaitu :

4
Ahsin W. Alhafidz, Op.Cit, h.154
i
1. Kondisi ibu dan anak masih hidup
Dalam kondisi ini tidak boleh dilakukan operasi , kecuali ada keperluan
yang sangat mendesak, seperti kesusahan dalam melahirkan anak yang
mengharuskan untuk operasi. Hal ini karena tubuh merupakan amanat dari
Alloh yang tidak boleh diperlakukan dengan semaunya kecuali untuk
maslahat yang lebih besar.
2. Kondisi ibu dan anak meninggal dunia
Dalam kondisi ini tidak boleh dilakukan operasi karena tidak ada
fungsinya.
3. Kondisi ibu masih hidup dan anak sudah meninggal
Dalam kondisi ini diperbolehkan operasi untuk mengeluarkan bayi, kecuali
apabila dikhawatirkan terjadi sesuatu yang membahayakan ibunya.
Alasannya, apabila bayi sudah meninggal dalam perut ibunya biasanya
tidak akan bisa keluar kecuali melalui operasi . sedangkan menetapnya
tubuh bayi yang sudah meninggal dalam perut ibunya akan
menghalanginya untuk bisa hamil lagi dikemudian hari.
4. Kondisi ibu sudah meninggal dan bayi masih hidup.
Kondisi ini, jika nyawa bayi itu tidak mungkin bisa diselamatkan maka
tidak boleh dioperasi., namun apabila masih bisa diharapkan kelanjutan
hidupnya, maka jika sebagian tubuh bayi sudah keluar maka boleh
membedah tubuh ibunya untuk mengeluarkan sebagiannya lagi yang
masih tertinggal, tapi apabila tubuh bayi belum ada yang keluar, sebagian
ulama Hanabilah menyebutkan bahwa tidak boleh membedah perut
ibunya untuk mengeluarkan bayi, karena ini adalah bentuk pencincangan.
Namun pendapat yang benar diperbolehkan membedah perut ibunya jika
memang tidak bisa diakukan cara lain. Terutama sekali pada zaman ini
opeasi bedah bukanlah suatu bentuk pencincangan tubuh, karena nanti
setelah dioperasi dijahit kembali, juga karena kehormatan orang yang
masih hidup lebih utama daripada kehormatan orang yang sudah
i
meninggal, serta menolong bayi yang merupakan jiwa yang mashum dari
kebinasaan adalah sebuah kewajiban.
5





5
Khuzaimah Tahido, Agama dan Aborsi; Seri Kesehatan Reproduksi, Kebudayaan dan
Masyarakat dan Agama, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 2000), h. 45
i
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Abortus adalah suatu perbuatan untuk mengakhiri masa kehamilan
dengan mengeluarkan janin dari kandungan sebelum tiba masa kehamilan
secara alami
Pendapat yang disepakati fuqoha, yaitu bahwa haram hukumnya
melakukan aborsi setelah ditiupkannya ruh (empat bulan), didasarkan pada
kenyataan bahwa peniupan ruh terjadi setelah 4 (empat) bulan masa
kehamilan. Maka dari itu, aborsi setelah kandungan berumur 4 bulan adalah
haram, karena berarti membunuh makhluk yang sudah bernyawa. Dan ini
termasuk dalam kategori pembunuhan yang keharamannya.
Abrosi dalam Perspektif medis merupakan abortus yang dilakukan
oleh dokter atas dasar indikasi media yang membahayakan. Misalnya jika
kehamilan diteruskan bisa membahayakan jiwa si calon ibu, karena penyakit-
penyakit yang berat

B. Saran
Kami sebagai penulis dari makalah ini mengharapkan serta menerima
kritikan dan saran dari mahasiswa/ mahasiswi demi memperbaiki isi makalah
makalah ini, dengan mengucapkan terima kasih kami kepada bapak Dosen
yang telah memberi bimbingan kepada kami untuk menyelesaikan makalah ini
dengan baik dan benar.







i
DAFTAR KEPUSTAKAAN

Al-Baghdadi, Abdul Rahman, Emansipasi Adakah Dalam Islam, Jakarta : Gema
Insani Press, 2008

Alhafidz, Ahsin W., Fiqih Kesehatan, Jakarta : Bumi Aksara, 2007

Tahido, Khuzaimah, Agama dan Aborsi; Seri Kesehatan Reproduksi,
Kebudayaan dan Masyarakat dan Agama, Jakarta : Pustaka Sinar
Harapan, 2000

Qardhawi, Yusuf, Halal dan Haram dalam Islam Surabaya : Bina Ilmu, 2007









i
KATA PENGANTAR

O) *.- ^}4uOO-
1gOO-

Syukur alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT dan shalawat
kepada nabi Muhammad SAW dengan ridho-Nya juga pada kesempatan ini
penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Makalah ini disusun dalam rangka melengkapi tugas Mata Kuliah Fiqih.
Dalam penyelesaian makalah ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak dalam memberikan sumbangan fikiran, membantu dan membimbing penulis
dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan
makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua khususnya
pendidikan dimasa yang akan datang.


Ujung Gading, September 2012
Penulis



(Kelompok XV)






i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................ 1
B. Tujuan Penulisan ..................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian ................................................................................ 2
B. Aborsi dalam Perspektif Syariah ........................................... 2
C. Aborsi dalam Perspektif Medis ............................................... 6

BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................ 8
B. Saran ....................................................................................... 8

DAFTAR KEPUSTAKAAN

You might also like