You are on page 1of 16

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN STROKE NON HEMORAGIK

OLEH: NI KETUT RAHAJENG INTAN HANDAYANI 1002105016

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2011

A.
1.

Konsep Dasar Penyakit Definisi Pengertian Stroke adalah kehilangan fungsi otak secara mendadak yang diakibatkan oleh gangguan supalai darah ke bagian otak. (Brunner & Sudarth, 2000) Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya supalai darah kebagian otak. (Brunner & Sudarth, 2002) Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak. (Elizabeth J. Corwin, 2002) Stroke adalah defisit neurologis yang mempunyai awitan mendadak atau berlangsung 24 jam sebagai akibat dari cerebrovaskular desease (CVD) atau penyakit cerebrovaskular. (Hudak and Gallo) Stroke merupakan manifestasi neurologis yang umum yang timbul secara mendadak sebagai akibat adanya gangguan suplai darah ke otak. (Depkes RI 1996) Stroke/penyakit serebrovaskuler menunjukan adanya beberapa kelainan otak baik secara fungsional maupun struktural yang disebabkan oleh keadaan patologis dari pembuluh darah serebral atau dari seluruh sistem pembuluh darah otak. (Marilyn E. Doenges) Stroke iskemik merupakan tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan otak yang disebabkan berkurangnya aliran darah ke otak sehingga mengganggu kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak. 2. Epidemiologi/insiden kasus Secara umum Stroke merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di Amerika Serikat dan meskipun rata-rata kejadian stroke menurun, tetapi jumlah penderita stroke tetap meningkat yang diakibatkan oleh meningkatnya jumlah populasi tua/meningkatnya harapan hidup. Terdapat beberapa variasi terhadap insidensi dan outcome stroke di berbagai Negara. Sampai dengan tahun 2005 dijumpai prevalensi stroke pada laki-laki 2,7% dan 2,5% pada perempuan dengan usia 18 tahun. Diantara orang kulit hitam, prevalensi stroke adalah 3,7% dan 2,2% pada orang kulit putih serta 2,6 % pada orang Asia. Dari Survey ASNA di 28 RS seluruh Indoneisia, diperoleh gambaran bahwa penderita laki-laki lebih banyak dari pada perempuan dan profil usia 45 tahun yaitu 11,8%, usia 45-64 tahun berjumlah 54,2% dan diatas usia 65 tahun 33,5%. Data-data lain dari ASNA Stroke Collaborative Study diperoleh angka kematian sebesar 24,5% Stroke Iskemik yang terjadi sebagai akibat dari adanya sumbatan pada arteri sehingga menyebabkan penurunan suplay oksigen pada jaringan otak ( iskhemik ) hingga menimbulkan nekrosis. 87% kasus stroke disebabkan kerena adanya sumbatan yang berupa thrombus atau

embolus. Trombus adalah gumpalan/sumbatan yang berasal dari pembuluh darah otak. Embolus adalah gumpalan/sumbatan yang berasal dari tempat lain, misalnya jantung atau arteri besar lainnya. Faktor lain yang berpengaruh adalah denyut jantung yang irreguler (atrial fibrillation) yang merupakan tanda adanya sumbatan dijantung yang dapat keluar menuju otak. Adanya penimbunan lemak pada pembuluh darah otak (aterosklerosis) akan meningkatkan resiko terjadinya stroke iskhemik. 3. Penyebab/faktor predisposisi Pada stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur arteri yang menuju ke otak. Misalnya suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam arteri karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan ini sangat serius karena setiap arteri karotis dalam keadaan normal memberikan darah ke sebagian besar otak. Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir di dalam darah, kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil. Arteri karotis dan arteri vertebralis beserta percabangannya bisa juga tersumbat karena adanya bekuan darah yang berasal dari tempat lain, misalnya dari jantung atau satu katupnya. Stroke semacam ini disebut emboli serebral, yang paling sering terjadi pada penderita yang baru menjalani pembedahan jantung dan penderita kelainan katup jantung atau gangguan irama jantung (terutama fibrilasi atrium). Emboli lemak jarang menyebabkan stroke. Emboli lemak terbentuk jika lemak dari sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke dalam aliran darah dan akhirnya bergabung di dalam sebuah arteri. Stroke juga bisa terjadi bila suatu peradangan atau infeksi menyebabkan menyempitnya pembuluh darah yang menuju ke otak. Obat-obatan (misalnya kokain dan amfetamin) juga bisa mempersempit pembuluh darah di otak dan menyebabkan stroke. Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi jika tekanan darah rendahnya sangat berat dan menahun. Hal ini terjadi jika seseorang mengalami kehilangan darah yang banyak karena cedera atau pembedahan, serangan jantung atau irama jantung yang abnormal. Secara spesifik, penyebab dari istroke iskemik diakibatkan oleh :

b.

Trombosis Trombosis merupakan penyebab stroke paling sering. Trombosis ditemukan pada 40% dari semua kasus stroke yang telah dibuktikan oleh para ahli patologi. Biasanya ada kaitannya dengan kerusakan lokal dinding pembuluh darah akibat aterosklerosis. Trombus yang lepas dan menyangkut di pembuluh darah yang lebih distal disebut embolus.

c.

Embolus

Embolisme serebri termasuk urutan kedua dan merupakan 5-15% dari berbagai penyebab utama stroke. Dari penelitian epidemiologi (community based) didapatkan bahwa sekitar 50% dari semua serangan iskemia otak, apakah yang permanen atau yang transien, diakibatkan oleh komplikasi trombotik atau embolik dari ateroma, yang merupakan kelainan dari arteri ukuran besar atau sedang; dan sekitar 25% disebabkan oleh penyakit pembuluh darah kecil di intra cranial dan 20% oleh emboli dari jantung (Lumbantobing, 2001). Penderita embolisme biasanya lebih muda dibanding dengan penderita trombosis Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu thrombus dalam jantung, sehingga masalah yang dihadapi sesungguhnya merupakan perwujudan penyakit jantung.

d.
4.

Iskemia ( Penurunan aliran darah ke area otak). Patofisiologi terjadinya penyakit Stroke iskemik terjadi karena hilangnya suplai darah ke salah satu bagian otak dan

mengakibatkan terjadinya ischemic cascade.ischemic cascade adalah suatu rangkaian reaksi biokimia yang terjadi setelah sel atau jaringan aerob mengalami iskemi. Iskemi sangat berbahaya bagi sel dan jaringan, terutama sel syaraf yang tidak memiliki cadangan energi yang banyak. Jaringan otak akan berhenti berfungsi jika tidak mendapat oksigen lebih dari 60-90 detik. Ketika pembuluh darah serebral terhambat, otak akan kekurangan energi, sehingga harus melakukan respirasi anaerob di tempat terjadinya iskemi. Proses ini menghasilkan sedikit energi dan asam laktat yang dapat mengiritasi sel. Keseimbangan asam basa yang ada di otak akan terganggu dengan adanya asam laktat. Area iskemi ini disebut "ischemic penumbra". ATP tidak dapat diproduksi pada sel otak yang kekurangan oksigen dan glukosa sehingga sel tidak melaksanakan proses yang seharusnya dilakukan seperti contohnya pompa ion yang penting untuk kehidupan sel. Hal tersebut menyebabkan ketidakseimbangan jumlah neurotransmiter glutamat dan kalsium yang merupakan salah satu penyebab kerusakan sistem saraf. Konsentrasi glutamat di luar sel saraf seharusnya terjaga dalam jumlah yang kecil yang dipengaruhi oleh pompa ion. Pompa ion yang tidak dapat bekerja mengakibatkan reuptake glutamat tidak berjalan dengan lancar. Glutamat bekerja pada reseptor (terutama NMDA reseptor) di sel saraf untuk menghasilkan influks kalsium ke dalam sel. Kalsium di dalam sel dapat mengaktifasi enzim yang bisa menghancurkan protein, lipid, dan materi nuklear sel. Influks kalsium juga akan mengganggu mitokondria sehingga sel semakin kehilangan energi dan memicu kematian sel melalui apoptosis. Iskemi juga menginduksi produksi radikal bebas oksigen dan zat reaktif lain. Zat-zat tersebut dapat bereaksi dan merusak berbagai sel dan jaringan, termasuk jaringan endotelium pembuluh darah.

Proses tersebut sama pada berbagai iskemi jaringan. Namun, jaringan otak sangat rentan terhadap proses tersebut karena sel otak tidak memiliki cadangan nutrisi yang banyak dan sangat tergantung pada respirasi aerob. Selain mengakibatkan kerusakan sel otak, iskemi dan infark dapat merusak struktur dari jaringan otak, sawar darah otak, dan pembuluh darah melalui pelepasan matrix metalloprotease yang merupakan enzim yang tergantung pada zinc dan kalsium yang dapat menghancurkan kolagen, asam hialuronat, dan berbagai elemen dari jaringan konektif. Adanya zat-zat yang bisa menghancurkan jaringan sangat berbahaya bagi sawar darah otak. Sawar darah otak yang rusak bisa mengalami kebocoran sehingga molekul ukuran besar seperti albumin dapat masuk ke dalam otak. Albumin dapat menarik air ke jaringan otak dari pembuluh darah melalui osmosis yang disebut juga vasogenic edema. Edema ini akan menyebabkan kerusakan otak lebih lanjut melalui tekanan pada jaringan otak. Zat lain yang muncul saat terjadi iskemi adalah radikal bebas yang juga berbahaya bagi sel. Sistem imun juga akan teraktifasi oleh infark serebral dan dapat memperparah cedera yang disebabkan infark. 5. Klasifikasi Stroke iskemik ini dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :

a. Stroke Trombotik: proses terbentuknya thrombus yang membuat penggumpalan. b.


Stroke Embolik: Tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah.

c. Hipoperfusion Sistemik: Berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh karena


adanya gangguan denyut jantung. Stroke non hemoragik dapat juga diklasifikasikan berdasarkan perjalanan penyakitnya, yaitu : a. TIAS (Trans Ischemic Attack) Yaitu gangguan neurologist sesaat, beberapa menit atau beberapa jam saja dan gejala akan hilang sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam. b. Rind (Reversible Ischemic Neurologis Defict) Gangguan neurologist setempat yang akan hilang secara sempurna dalam waktu 1 minggu dan maksimal 3 minggu. c. stroke in Volution Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan yang muncul semakin berat dan bertambah buruk. Proses ini biasanya berjalan dalam beberapa jam atau beberapa hari. d. Stroke Komplit Gangguan neurologist yang timbul bersifat menetap atau permanent.

6. Defisit Lapang Penglihatan

Gejala Klinis Homonimus hemianopsia (kehilangan setengah lapang penglihatan) : Tidak menyadari orang atau objek ditempat kehilanga n, penglihatan, mengabaikan salah satu sisi tubuh, kesulitan menilai jarak. Kehilangan penglihatan perifer : Kesulitan melihat pada malam hari, tidak Diplopia, Penglihatan ganda. Hemiparesis : Kelemahan wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama. Paralisis Ataksia : Berjalan tidak mantap, tegak tidak mampu menyatukan kaki, perlu dasar Disartria : Kesulitan dalam membentuk kata. Disfagia : Kesulitan dalam menelan. Afasia Ekspresif : Tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami, mungkin Afasia Reseptif : Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan, mam pu bicara menyadari objek atau batas objek.

Defisit Motorik

wajah (karena lesi pada hemisfer yang berlawanan). berdiri yang luas.

Defisit Verbal

mampu bicara dalam respon kata tunggal. tetapi tidak masuk akal.

Defisit Kognitif Defisit Emosional

Afasia Global : Kombinasi baik afasia reseptif dan ekspresif. Pada penderita stroke akan kehilangan memori jangka pendek dan panjang, penurunan lapang perhatian, kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi , alasan abstrak buruk, perubahan penilaian. Penderita akan mengalami kehilangan kontrol diri, labilitas emosional, penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stress, depresi, menarik diri, rasa takut, bermusuhan dan marah, per asaan isolasi. Selain itu, gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi tempat gangguan peredaran darah terjadi adalah sebagai berikut : 1.Gejala akibat penyumbatan arteri karotis interna.

- Buta mendadak (amaurosis fugaks) - Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa lisan (disfasia) bila gangguan
terletak pada sisi dominan

- Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (hemiparesis kontralateral) dan dapat
disertai sindrom Horner pada sisi sumbatan. 2.Gejala akibat penyumbatan arteri serebri anterior.

- Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih menonjol.

- Gangguan mental.

- Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh. - Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air. - Bisa terjadi kejang-kejang.
3.Gejala akibat penyumbatan arteri serebri media.

- Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang lebih ringan. - Bila tidak di pangkal maka lengan lebih menonjol.
- Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh.

- Hilangnya kemampuan dalam berbahasa (aphasia)


4.Gejala akibat penyumbatan sistem vertebrobasilar.

- Kelumpuhan di satu sampai keempat ekstremitas. - Meningkatnya refleks tendon. - Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh. - Gejala-gejala sereblum seperti gemetar pada tangan (tremor), kepalaberputar (vertigo). - Ketidakmampuan untuk menelan (disfagia). - Gangguan motoris. pada lidah, mulut, rahang dan pita suara sehinggapasien sulit bicara
(disatria).

- Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan kesadaran secara lengkap (strupor),


koma, pusing, gangguan daya ingat, kehilangan daya ingat terhadap lingkungan (disorientasi).

- Gangguan penglihatan, sepert penglihatan ganda (diplopia), gerakan arah bola mata
yang tidak dikehendaki (nistagmus), penurunan kelopak mata (ptosis), kurangnya daya gerak mata, kebutaan setengah lapang pandang pada belahan kanan atau kiri kedua mata (hemianopia homonim).

- Gangguan pendengaran. - Rasa kaku di wajah, mulut atau lidah.


5.Gejala akibat penyumbatan arteri serebri posterior - Koma

- Hemiparesis kontra lateral. - Ketidakmampuan membaca (aleksia) - Kelumpuhan saraf kranialis ketiga.
6.Gejala akibat gangguan fungsi luhur

- Aphasia yaitu hilangnya kemampuan dalam berbahasa. Aphasia dibagi dua yaitu,
Aphasia motorik adalah ketidakmampuan untuk berbicara, mengeluarkan isi pikiran melalui perkataannya sendiri, sementara kemampuannya untuk mengerti bicara orang lain tetap baik. Aphasia sensorik adalah ketidakmampuan untuk mengerti pembicaraan orang lain, namun masih mampu mengeluarkan perkataan dengan lancar, walau sebagian diantaranya tidak memiliki arti, tergantung dari luasnya kerusakan otak.

- Alexia adalah hilangnya kemampuan membaca karena kerusakan otak. Dibedakan dari
Dyslexia (yang memang ada secara kongenital), yaitu Verbal alexia adalah ketidakmampuan membaca kata, tetapi dapat membaca huruf. Lateral alexia adalah ketidakmampuan membaca huruf, tetapi masih dapat membaca kata. Jika terjadi ketidakmampuan keduanya disebut Global alexia.

- Agraphia adalah hilangnya kemampuan menulis akibat adanya kerusakan otak. - Acalculia adalah hilangnya kemampuan berhitung dan mengenal angka setelah
terjadinya kerusakan otak.

- Right-Left Disorientation & Agnosia jari (Body Image) adalah sejumlah tingkat
kemampuan yang sangat kompleks, seperti penamaan, melakukan gerakan yang sesuai dengan perintah atau menirukan gerakan-gerakan tertentu. Kelainan ini sering bersamaan dengan Agnosia jari (dapat dilihat dari disuruh menyebutkan nama jari yang disentuh sementara penderita tidak boleh melihat jarinya).

- Hemi spatial neglect (Viso spatial agnosia) adalah hilangnya kemampuan melaksanakan
bermacam perintah yang berhubungan dengan ruang.

- Syndrome Lobus Frontal, ini berhubungan dengan tingkah laku akibat kerusakan pada
kortex motor dan premotor dari hemisphere dominan yang menyebabkan terjadinya gangguan bicara.

- Amnesia adalah gangguan mengingat yang dapat terjadi pada trauma capitis, infeksi
virus, stroke, anoxia dan pasca operasi pengangkatan massa di otak.

- Dementia adalah hilangnya fungsi intelektual yang mencakup sejumlah kemampuan. 7.


Pemeriksaan Fisik

No 1. 2.

Umum Umum Kognitif

Khusus - Tanda vital signs, termasuk irama jantung - Bising kardial, meningismus - Tingkat kesadaran, behavior - Orientasi, perhatian, gangguan lapang pandang - Fungsi bahasa (kelancaran, komprehensi, repetisi) - Refleks primitif (grasping, kurang inisiasi, perseverasi) - Gangguan memori jangka pendek (3 kata dalam 5 menit) - Ptosis, refleks cahaya pupil, konfrontasi lapangan pandang - Gerakan okuler, nistagmus - Paralisis fasial dan sensasi - Deviasi lidah dan palatum, disartria - Kedua lengan dan kaki serta kemampuan untuk mengangkat dan kekuatannya - Ataksia - Sensasi - Refleks (refleks tendo, refleks kutaneus plantar)

3.

Nervus kranialis

4.

Anggota Gerak

8.

Pemeriksaan diagnostik/Penunjang stroke non hemorhargi terlihat adanya infark sedangkan pada stroke haemorhargi terlihat perdarahan Diperiksa kimia sitologi, mikrobiologi, virologi . Disamping itu dilihat pula

Head CT Scan. Pemeriksaan

lumbal pungsi

tetesan cairan cerebrospinal saat keluar baik kecepatannya, kejernihannya, warna dan tekanan yang menggambarkan proses terjadi di intra spinal. Pada stroke non hemorargi akan ditemukan tekanan normal dari cairan cerebrospinal jernih. Pemeriksaan pungsi cisternal dilakukan bila tidak mungkin dilakukan pungsi lumbal. Prosedur ini dilakukan dengan supervisi neurolog yang telah berpengalaman. Untuk mengetahui keadaan jantung dimana jantung berperan dalam suplai darah ke otak. d. Elektro Encephalo Grafi Elektro Encephalo Grafi mengidentifikasi masalah berdasarkan gelombang otak, menunjukkan area lokasi secara spesifik. membantu secara spesifik

Elektrokardiog rafi (EKG)

Angiografi cerebral Magnetik Resonansi Imagine (MRI) Ultrasonografi

dalam

mencari

penyebab

stroke

seperti

perdarahan atau obstruksi arteri, memperlihatkan secara tepat letak oklusi atau ruptur. Menunjukkan darah yang mengalami infark, haemorhargi, Malformasi Arterior Vena (MAV). Pemeriksaan ini lebih canggih dibanding CT Scan. Mengidentifikasi penyakit Malformasi Arterior Vena .

dopler (Harsono,1996). Tes Darah: Tes-tes darah seperti suatu angka pengendapan (sedimentation rate) dan C-

reactive protein dilakukan untuk mencari tanda-tanda dari peradangan yang dapat menyarankan arteri-arteri yang meradang. Protein-protein darah tertentu yang dapat meningkatkan kesempatan stroke dengan menebalkan atau mengentalkan darah diukur. Tes-tes ini dilaksanakan untuk mengidentifikasi penyebab-penyebab stroke yang dapat dirawat atau untuk membantu mencegah luka yang lebih jauh. Tes-tes penyaringan darah yang mencari infeksi yang potensial, anemia, fungsi ginjal, dan kelainan-kelainan elektrolit mungkin juga dipertimbangkan. 9. Diagnosis/kriteria diagnosis a. Penemuan Klinis 1. Anamnesis Terutama terjadinya keluhan/gejala defisit neurologik yang mendadak. Tanpa trauma kepala, dan adanya faktor risiko stroke. 2. Pemeriksaan Fisik Adanya defisit neurologik fokal, ditemukan faktor risiko seperti hipertensi, kelainan jantung dan kelainan pembuluh darah lainnya. Diagnosis didasarkan atas hasil:

b. Pemeriksaan tambahan/Laboratorium 1. Pemeriksaan Neuro-Radiologik (CT-Scan), sangat membantu diagnosis dan Angiografi serebral Computerized Tomography Scanning

membedakannya dengan perdarahan terutama pada fase akut.

(karotis atau vertebral) untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang pembuluh darah yang terganggu, atau bila scan tak jelas. Pemeriksaan likuor serebrospinalis, seringkali dapat membantu membedakan infark, perdarahan otak, baik perdarahan intraserebral (PIS) maupun perdarahan subarakhnoid (PSA). Pungsi Lumbal menunjukan adanya tekanan normal. Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan adanya perdarahan. MRI : Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik. Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena. Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal.(DoengesE, Marilynn,2000). 2. Pemeriksaan lain-lain Pemeriksaan untuk menemukan faktor resiko, seperti: pemeriksaan darah rutin (Hb, hematokrit, leukosit, eritrosit), hitung jenis dan bila perlu gambaran darah. Komponen kimia darah, gas, elektrolit, Doppler, Elektrokardiografi (EKG).

10.

Theraphy/tindakan penanganan a. Penatalaksanaan umum 5 B dengan penurunan kesadaran : Breathing (Pernapasan) - Usahakan jalan napas lancar - Lakukan penghisapan lendir jika sesak. - Posisi kepala harus baik, jangan sampai saluran napas tertekuk. - Oksigenisasi terutama pada pasien tidak sadar. Blood (Tekanan Darah) - Usahakan otak mendapat cukup darah. - Jangan terlalu cepat menurunkan tekanan darah pada masa akut. Brain (Fungsi otak) - Atasi kejang yang timbul. - Kurangi edema otak dan tekanan intra cranial yang tinggi. Bladder (Kandung Kemih) - Pasang katheter bila terjadi retensi urine Bowel (Pencernaan) - Defekasi supaya lancar.

- Bila tidak bisa makan per-oral pasang NGT/Sonde.

b.

Medical management stroke iskemik juga dapat dilakukan berdasarkan penyebab Menurunkan kerusakan sistemik

yang muncul seperti : Dengan infark serebral terdapat kehilangan irreversible inti sentral jaringan otak. Di sekitar zona jaringan yang mati mungkin ada jaringan yang masih harus diselamatkan. Tindakan awal yang harus difokuskan untuk menyelamatkan sebanyak mungkin area iskemik. Tiga unsur yang paling penting untuk area tersebut adalah oksigen, glukosa dan aliran darah yang adekuat. Kadar oksigen dapat dipantau melalui gas-gas arteri dan oksigen dapat diberikan pada pasien jika ada indikasi. Hypoglikemia dapat dievaluasi dengan serangkaian pemeriksaan glukosa darah. Mengendalikan Hypertensi dan Peningkatan Tekanan Intra Kranial Kontrol hypertensi, TIK dan perfusi serebral dapat membutuhkan upaya dokter maupun perawat. Perawat harus mengkaji masalah-masalah ini, mengenalinya dan memastikan bahwa tindakan medis telah dilakukan. Pasien dengan hypertensi sedang biasanya tidak ditangani secara akut. Jika tekanan darah lebih rendah setelah otak terbiasa dengan hypertensi karena perfusi yang adekuat, maka tekanan perfusi otak akan turun sejalan dengan tekanan darah. Jika tekanan darah diastolic diatas kira-kira 105 mmHg, maka tekanan tersebut harus diturunkan secara bertahap. Tindakan ini harus disesuaikan dengan efektif menggunakan nitropusid. Jika TIK meningkat pada pasien stroke, maka hal tersebut biasanya terjadi setelah hari pertama. Meskipun ini merupakan respons alamiah otak terhadap beberapa lesi serebrovaskular, namun hal ini merusak otak. Metoda yang lazim dalam mengontrol PTIK mungkin dilakukan seperti hyperventilasi, retensi cairan, meninggikan kepala, menghindari fleksi kepala, dan rotasi kepala yang berlebihan yang dapat membahayakan aliran balik vena ke kepala. Gunakan diuretik osmotik seperti manitol dan mungkin pemberian deksamethasone meskipun penggunaannya masih merupakan controversial. Rehabilitasi (fisioterapi) Pada prinsipnya rehabilitasi dilakukan sedini mungkin secara bertahap baik secara pasif maupun aktif. Pasien dengan stroke harus dimobilisasi dan dilakukan fisioterapi bila kondisi klinis neurologis dan hemodinamik stabil. Untuk fisioterapi pada pasien yang belum boleh bergerak, perubahan posisi badan dan ekstremitas dilakukan setiap 2 jam

untuk mencegah dekubitus. Latihan gerakan sendi anggota badan secara pasif 4 kali sehari untuk mencegah kontraktur. c. Terapi farmakologi Neuroproteksi. Cara metode ini adalah menurunkan aktivitas metabolisme dan kebutuhan oksigen sel-sel neuron. Neuron terlindungi dari kerusakan lebih lajut akibat hipoksia berkepanjangan atau eksitotoksisitas yang dapat terjadi akibat jenjang glutamate yang biasanya timbul setelah cedera sel neuron. Antikoagulasi. Antikoagulan oral diindikasikan pada stroke yang disebabkan oleh fibrilasi atrium. Diperlukan antikoagulasi dengan derajat yang lebih tinggi untuk pasien stroke yang memiliki katup prostetik mekanis.

Heparin dan aspirin. Obat-obat untuk pengencer darah (anticoagulation;

contohnya, heparin) juga adakalanya digunakan dalam merawat pasien-pasien stroke dalam harapan untuk memperbaiki kesembuhan atau kepulihan pasien. Adalah tidak jelas, bagaimanapun, apakah penggunaan dari anticoagulation memperbaiki hasil dari stroke sekarang atau hanya membantu mencegah stroke yang berikutnya (lihat dibawah). Pada pasien-pasien tertentu, aspirin yang diberikan setelah timbulnya suatu stroke mempunyai suatu efek yang kecil tapi dapat diukur pada kesembuhan.

11.

Komplikasi

Stroke tambahan Pneumonia : edema paru akibat penumpukan secret di paru Infeksi saluran kemih (UTI) Kejang atau serangan jantung TIK meningkat Aspirasi Atelektasis Kontraktur Disritmia jantung Malnutrisi

B. 1.

Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pengkajian DS :

DO : -

Keluarga mengatakan klien tidak sadar Klien mengatakan sulit bergerak Keluarga mengatakan klien sulit untuk makan Keluarga mengakan klien mengalami penurunan control gerakan Keluarga mengatakan aktivitas klien menurun Perubahan tingkat kesadaran Gangguan atau kehilangan memori Defisist sensorik Perubahan tanda vital Perubahan pola istirahat Kandung kemih penuh Gangguan berkemih Perubahan kekuatan otot Kejang Pergerakan tak terkontrol Klien bedrest Perubahan tanda vital Klien tidak bicara-bicara Keadaan umum klien lemah Kerusakan koordinasi Keterbatasan rentang gerak Penurunan kekuatan otot

2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


Ketidakefktifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penurunan kesadaran ditandai dengan ketidakmampuan mengeluarkan secret dan batuk tidak efektif.

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

disfagia sekunder akibat paralisis serebral ditandai dengan menurunnya asupan makanan, penurunan berat badan, kelemahan otot otot mengunyah, muntah proyektil, albumin menurun. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan aterosklerosis aortic, aneurisme serebri, dan emboli ditandai dengan gangguan aliran darah ke otak, penurunan tekanan

darah (arteri), pengisian kapiler kurang dari 3 detik dan terjadi perubahan dalam fungsi sensorik dan motorik. sekunder Gangguan persepsi sensori : visual berhubungan dengan kesalahan interpretasi akibat cedera serebrovaskuler ditandai dengan diplopia, homonimus

hemianopsia, kehilangan penglihatan perifer. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan paralisis parsial atau total dari ekstremitas ditandai dengan keterbatasan dalam rentang gerak, hemiparesis, ataksia, hemiplagia. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan system saraf pusat ditandai dengan afasia.

3. 4.

Rencana Asuhan Keperawatan Terlampir Evaluasi Terlampir

DAFTAR PUSTAKA Guyton&Hall.2006.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Jakarta:EGC Bare & Suzanne, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3, (Edisi 8), EGC, Jakarta NANDA International. 2011. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2009-2011. Jakarta : EGC. Dochterman, Joanne M. & Bulecheck, Gloria N. 2004. Nursing Interventions Classification : Fourth Edition. United States of America : Mosby. Moorhead, Sue et al. 2008. Nursing Outcomes Classification : Fourth Edition. United States of America : Mosby

You might also like