You are on page 1of 14

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara filosofis tujuan pendidikan sama dengan tujuan hidup.

Pentingnya tujuan dalam proses pendidikan sama hal pentingnya pendidikan dalam proses kehidupan. Mungkin tidak ada tujuan pendidikan bagi orang yang tidak memiliki tujuan hidup. Tanpa adanya tujuan yang jelas seperti dikatakan Davies (1976:73) semua perencanaan itu bagaikan mimpi yang tak mungkin dilakukan. Tujuan pendidikan menggambarkan tentang idealisme, cita-cita keadaan individu atau masyarakat yang dikehendaki. Karenanya tujuan merupakan salah satu hal yang penting dalam kegiatan pendidikan, sebab tidak saja memberikan arah kemana harus dituju, tetapi juga memberikan arah ketentuan yang pasti dalam memilih materi, metode, alat/media, evaluasi dalam kegiatan yang dilakukan. Dengan sebuah rumusan tujuan pendidikan, maka proses pendidikan akan dengan mudah dinilai/diukur tingkat kebehasilannya. Keberhasilan pendidikan akan dengan mudah dan cepat dapat dilihat dari segi pecapai tujuan. Dengan tujuan juga mempermudah menyusun/menetapkan materi, metode dan alat atau media yang digunakan dalam proses pendidikan. Kegiatan menyusun rencana pembelajaran merupakan salah satu tugas penting guru dalam memproses pembelajaran siswa. Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional yang dituangkan dalam Permendiknas RI No. 52 Tahun 2008 tentang Standar Proses disebutkan bahwa salah satu komponen dalam penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yaitu adanya tujuan pembelajaran yang di dalamnya menggambarkan proses dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar. Agar proses pembelajaran dapat terkonsepsikan dengan baik, maka seorang guru dituntut untuk mampu menyusun dan merumuskan tujuan pembelajaran secara jelas dan tegas. Oleh karena itu, melalui tulisan yang sederhana ini akan dikemukakan secara singkat tentang apa dan bagaimana merumuskan tujuan pembelajaran. Dengan harapan dapat memberikan pemahaman kepada para guru dan calon guru agar dapat merumuskan tujuan pembelajaran secara tegas dan jelas dari mata pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya. 1

BAB II TUJUAN BELAJAR DAN PEMBELAJARAN A. TUJUAN BELAJAR Menurut Robert M. Gagne, taksonomi tugas-tugas belajar bahwa tujuan pembelajaran adalah mengetahui adanya perbedaan tipe belajar yang hendak dilakukan. Dapat dikatakan bahwa tugas belajar dapat ditelaah dari tipe belajar. Kita telah meyakini bahwa dalam mempelajari perilaku tertentu merupakan prasyarat mempelajari perilaku yang lain. Contoh, perilaku seorang bayi sebelum berjalan diawali dahulu dengan perilaku duduk dan berdiri. Peserta didik tidak mungkin dapat menguasai perkalian sebelum menguasai konsep penjumlahan. Tipe-tipe belajar sebagaimana dirumuskan oleh Gagne (1979), yaitu: a) Belajar bersyarat (Signal learning) Belajar bersyarat (Signal learning), terjadi dalam mencapai kebiasaan umum, difusi, respon emosional terhadap sinyal. Contoh, anjing percobaan Pavlov terhadap cahaya dan bel dengan air liurnya. Pada manusia contoh responnya adalah munculnya rasa senang terhadap bunyi-bunyian musik yang disukainya. b) Belajar stimulus-respon (Stimulus-respons learning) Belajar stimulus-respon (Stimulus-respons learning) terjadi dalam belajar membuat gerakan otot relatif tetap dalam merespon stimulus yang khusus ataupun kombinasi stimuli. Pada saat anak belajar berkata mama terhadap ibunya, dia membuat gerakan yang tepat pada bibir dan ujung lidahnya. c) Rangkaian (Chaining) Rangkaian (Chaining), terjadi dalam belajar untuk menghubungkan suatu seri hubungan stimulus respon yang dipelajari lebih awal. Misalnya, dapat diamati ketika seorang anak belajar, yaitu: (a) memulai menulis namanya dengan huruf capital, (b) menghubungkan tulisan dengan nama pertamanya secara bersamaan, (c) membuat titik

pada huruf i, (d) membuat garis silang pada huruf t, bahwa ia belajar dari yang sederhana dan pada akhirnya dapat menulis Timothy secara benar. d) Belajar asosiasi verbal (Verbal association learning) Belajar asosiasi verbal (Verbal association learning), merupakan subvariasi dari chaining yang terjadi ketika stimulus dan respon dalam rangkaian yang terjadi atas kata atau suku kata. MisaInya belajar membentuk suatu pengertian, seperti kata-kata: pria-wanita, merah putih, musim kemarau dan hujan. e) Belajar diskriminasi (discrimination learning) Belajar diskriminasi (discrimination learning), terjadi dalam pemerolehan kemampuan membuat respon yang berbeda terhadap suatu stimulus. Belajar diskriminasi banyak terjadi di Taman Kanak-Kanak dan SD/MI kelas I. Misalnya, anak-anak, diminta membedakan dua buah gambar yang satu memiliki garis mendatar dan yang satu lagi memiliki garis tegak. Keterampilan diskriminasi dianggap sebagai keterampilan telah dipelajari sebelumnya. f) Belajar konsep (concept learning) Belajar konsep (concept learning), terjadi dalam pemerolehan kemampuan yang memungkinkan seseorang untuk menemukan sesuatu stimulus atau objek yang memberi rangsangan dari suatu kelompok objek yang memiliki ciri-ciri khusus. Dibedakan dua bentuk konsep, yaitu konsep konkrit dan abstrak. Konsep konkrit ciricirinya dapat diamati seperti bentuk, warna (konsep bundar, persegi panjang, halus, lengkung, dan sebagainya). Sedangkan konsep abstrak adalah konsep per definisi artinya suatu konsep yang difahami dengan cara menjelaskan ciri-cirinya, misainva sopan, cantik, miskin, dan sebagainya. g) Belajar aturan atau hukurn (rule learning) Belajar aturan atau hukurn (rule learning), suatu aturan atau hukum dikatakan telah dipelajari bila dalam diri individu terdapat kinerja yang mengandung keteraturan dalam suatu situasi tertentu. Contoh anak belajar tentang uang diperlukan untuk 3

membeli barang, maka ia memperoleh pengertian tentang konsep uang sebagai alat tukar untuk mendapatkan barang yang diperlukan. h) Pemecahan masalah (Problem solving learning) Pemecahan masalah (Problem solving learning) terjadi ketika individu mampu menggabungkan beberapa kaidah untuk memecahkan masalah yang baru. Contohnya untuk menghitung luas jajaran genjang maka anak perlu menggabungkan kaidah menghitung luas segitiga dan luas segi empat yang telah diketahui terlebih dahulu sehingga luas jajaran genjang diketahui. Sejauhmana signifikansi skema Gagne terhadap tujuan pembelajaran? Menurutnya hasil yang diharapkan dari hirarkhi belajar terbawah merupakan prasyarat bagi tipe belajar yang lebih tinggi. Dengan demikian, perbedaan lingkup kurikulum akan membedakan cakupan dan penentuan tujuan. Perlunya memperhatikan hubungan antara bagian-bagian mengenai isi yang dipelajari sebagaimana tipe-tipe belajar. B. TUJUAN PEMBELAJARAN Salah satu sumbangan terbesar dari aliran psikologi behaviorisme terhadap pembelajaran bahwa pembelajaran seyogyanya memiliki tujuan. Gagasan perlunya tujuan dalam pembelajaran pertama kali dikemukakan oleh B.F. Skinner pada tahun 1950. Kemudian diikuti oleh Robert Mager pada tahun 1962 yang dituangkan dalam bukunya yang berjudul Preparing Instruction Objective. Sejak pada tahun 1970 hingga sekarang penerapannya semakin meluas hampir di seluruh lembaga pendidikan di dunia, termasuk di Indonesia. Merujuk pada tulisan Hamzah B. Uno (2008) berikut ini dikemukakan beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli. Robert F. Mager (1962) mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran adalah perilaku yang hendak dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh siswa pada kondisi dan tingkat kompetensi tertentu. Kemp (1977) dan David E. Kapel (1981) menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran suatu pernyataan yang spesifik yang dinyatakan dalam perilaku atau penampilan yang diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk menggambarkan hasil belajar yang diharapkan. Henry Ellington (1984) bahwa tujuan pembelajaran adalah pernyataan yang diharapkan dapat dicapai sebagai hasil 4

belajar. Sementara itu, Oemar Hamalik (2005) menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran adalah suatu deskripsi mengenai tingkah laku yang diharapkan tercapai oleh siswa setelah berlangsung pembelajaran . Menurut Suryosubroto, (1990: 20-21) tujuan pembelajaran adalah rumusan secara terperinci apa saja yang harus dikuasai oleh peserta belajar sesudah ia melewati kegiatan instruksional yang bersangkutan dengan berhasil. Kita dapat membedakan dua macam tujuan pembelajaran, yaitu: (1) Tujuan Pembelajaran Umum (TPU), tujuan instruksional umum kata-katanya masih umum, belum dapat diukur. Contohnya: Siswa memahami konsep zakat dalam ajaran agama Islam. (2) Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK). Rumusan tujuan ini ditujukan pada (siswa), dengan langsung dapat diketahui (diukur) pada setiap kegiatan pengajaran berlangsung, dengan kata dan sayrat-syarat tertentu. Seperti kata kerja operasional, mengandung satu tingkah laku, berorientasi pada siswa, dapat diukur. Contoh. Melalui demonstrasi dan latihan siswa dapat mempraktekkan shalat maghrib dengan benar dan tertib. Menurut Kaber (1988:11) tujuan instruksional spesifik dapat ditarik dari sumber pokok: a. b. c. dari tujuan umum, seluruh kegiatan sekolah dari tema (organizing center), topik yang dipelajari dari perkembangan keterampilan yang dipelajari secara kontinu, misalnya dalam bahasa. Meski para ahli memberikan rumusan tujuan pembelajaran yang beragam, tetapi semuanya menunjuk pada esensi yang sama, bahwa : (1) tujuan pembelajaran adalah tercapainya perubahan perilaku atau kompetensi pada siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran; (2) tujuan dirumuskan dalam bentuk pernyataan atau deskripsi yang spesifik. Yang menarik untuk digarisbawahi yaitu dari pemikiran Kemp dan David E. Kapel bahwa perumusan tujuan pembelajaran harus diwujudkan dalam bentuk tertulis. Hal ini mengandung implikasi bahwa setiap perencanaan pembelajaran seyogyanya dibuat secara tertulis (written plan).

Upaya merumuskan tujuan pembelajaran dapat memberikan manfaat tertentu, baik bagi guru maupun siswa. Nana Syaodih Sukmadinata (2002) mengidentifikasi 4 (empat) manfaat dari tujuan pembelajaran, yaitu: 1) memudahkan dalam mengkomunikasikan maksud kegiatan belajar mengajar kepada siswa, sehingga siswa dapat melakukan perbuatan belajarnya secara lebih mandiri; 2) memudahkan guru memilih dan menyusun bahan ajar; 3) membantu memudahkan guru menentukan kegiatan belajar dan media pembelajaran; 4) memudahkan guru mengadakan penilaian. Dalam Permendiknas RI No. 52 Tahun 2008 tentang Standar Proses disebutkan bahwa tujuan pembelajaran memberikan petunjuk untuk memilih isi mata pelajaran, menata urutan topik-topik, mengalokasikan waktu, petunjuk dalam memilih alat-alat bantu pengajaran dan prosedur pengajaran, serta menyediakan ukuran (standar) untuk mengukur prestasi belajar siswa. Tujuan instruksional mengandung dua komponen yaitu komponen isi dan komponen proses. Komponen isi berfokus pada memperoleh fakta, konsep, prinsip-prinsip yang berhubungan dengan topik yang dipelajari. Sedangkan komponen proses menitik beratkan perhatian pada kegiatan, pelaksanaan kegiatan yang berkaitan dengan topik. Jenis-jenis tujuan instruksional dapat digolongkan atas: a. Tujuan yang berbetuk tingkah laku (behavioral objectives) b. Tujuan yang berupa penampilan (peformance objective) c. Tujuan yang bersifat mengungkapkan diri (expressive objectives) d. Tujuan yang mengacu kepada ranah perilaku (domain refence objectives). Dari sejumlah uraian tentang konsep tujuan tersebut secara garis besar yang dimaksud dengan tujuan adalah suatu pernyataan atau rumusan tentang deskripsi tingkah laku atau kemampuan yang diharapkan dapat diperoleh dan dimiliki seseorang setelah melakukan atau menyelesaikan kegiatan pendidikan/belajar (sesuai dengan hirarkisnya).

C. KLASIFIKASI TUJUAN PEMBELAJARAN Oleh karena sukar menetapkan tingkat suatu tujuan yaitu, apakah itu pada tingkat tujuan pendidikan nasional (aims), atau pada tingkat sekolah, atau ruang kelas, maka Zais (1976: 308-309) mengajukan tiga kategore (fakta, keterampilan, dan sikap) biasa dipakai sebagai cara utama untuk menyusun tujuan kurikulum (goals) dan tujuan pembelajaran (objectives). Fakta biasanya diartikan sebagai asimilasi yang dapat berupa unit-unit data, opini, atau konsep-konsep yang kompleks. Keterampilan adalah kemampan untuk melakukan sesuatu, termasuk proses seperti membaca, menulis, berpikir, kritis, berkomunikasi dan keterampilan fungsional lainnya. Sikap berkaitan dengan watak yang diinginkan atau perasaan yang timbul dari berbagai rangsangan, termasuk kecenderungan seperti kesukaan atau ketidaksukaan,, berminat atau tidak berminat dan lain-lain. Klasifikasi tujuan yang lebih sistematis telah dikemukakan Bloom (1956) dan Krathwohl, Bloom dan Masia (1964) seperti tertera dalam Zais (1976: 304-310) Tanner dan Tanner (1975:121-131). Tujuan pendidikan dikalsifikasikan pada tiga ranah besar yaitu kognitif, afektif dan psikomotor.
a.

Ranah Kognitif (Bloom, 1956) Domain kognitif terdiri atas enam bagian sebagai berikut : 1) Ingatan/Recall Mengacu kepada kemampuan mengenal atau mengingat materi yang sudah dipelajari dari yang sederhana sampai pada teori-teori yang sukar. Yang penting adalah kemampuan mengingat keterangan dengan benar. 2) Pemahaman Mengacu kepada kemampuan memahami makna materi. Aspek ini satu tingkat diatas pengetahuan dan merupakan tingkat berpikir yang rendah. 3) Penerapan Mengacu kepada kemampuan memahami menggunakan atau menerapkan materi yang sudah dipelajari pada situasi yang baru dan menyangkut penggunaan aturan, prinsip. Penerapan merupakan tingkat kemampuan berpikir yang lebih tinggi daripada pemahaman. 4) Analisis 7

Mengacu kepada kemampuan menguraikan materi ke dalam komponenkomponen atau faktor penyebabnya, dan mampu memahami hubungan diantara bagian yang satu dengan yang lainnya sehingga struktur dan aturannya dapat lebih dimengerti. Analisis merupakan tingkat kemampuan berpikir yang lebih tinggi daripada aspek pemahaman maupun penerapan. 5) Sintesis Mengacu kepada kemampuan memadukan konsep atau komponenkomponen sehingga membentuk suatu pola struktur atau bentuk baru. Aspek ini memerlukan tingkah laku yang kreatif. Sintesis merupakan kemampuan tingkat berpikir yang lebih tinggi daripada kemampuan sebelumnya. 6) Evaluasi Mengacu kepada kemampuan memberikan pertimbangan terhadap nilainilai materi untuk tujuan tertentu. Evaluasi merupakan tingkat kemampuan berpikir yang tinggi.
b.

Ranah Afektif (Krathwohl, 1964) Terbagi dalam lima kategori sebagai berikut : 1) Penerimaan Mengacu kepada kesukarelaan dan kemampuan memperhatikan dan memberikan respons terhadap stimulasi yang tepat. Penerimaan merupakan tingkat hasil belajar terendah dalam domain afektif. 2) Pemberian respons Satu tingkat di atas penerimaan. Dalam hal ini siswa menjadi tersangkut secara aktif, menjadi peserta, dan tertarik. 3) Penilaian Mengacu kepada nilai atau pentingnya kita menerikatkan diri pada objek atau kejadian tertentu dengan reaksi-reaksi seperti menerima, menolak, atau tidak menghiraukan. Tujuan-tujuan tersebut dapat diklasifikasikan menjadi sikap dan apresiasi. 4) Pengorganisasian Mengacu kepada penyatuan nilai. Sikap-sikap yang berbeda yang membuat lebih konsisten dapat menimbulkan konflik-konflik internal dan membentuk suatu 8

sistem nilai internal, mencakup tingkah laku yang tercermin dalam suatu filsafat hidup. 5) karakterisasi Mengacu kepada karakter dan gaya hidup seseorang. Nilai-nilai sangat berkembang dengan teratur sehingga tingkah laku menjadi lebih konsisten dan lebih mudah diperkirakan. Tujuan dalam kategori ini bisa ada hubungannya dengan ketentuan pribadi, sosial, dan emosi siswa.
c.

Ranah Psikomotor (Dave, 1970) Terbagi dalam lima kategori sebagai berikut. 1) Peniruan Terjadi ketika siswa mengamati suatu gerakan. Mulai memberi respons serupa dengan yang diamati. Mengurangi koordinasi dan kontrol otot-otot syaraf. Peniruan ini pada umumnya dalam bentuk global dan tidak sempurna. 2) Manipulasi Menekankan perkembangan kemampuan mengikuti pengarahan. Penampilan, gerakan-gerakan pilihan yang menetapkan suatu penampilan melalui latihan. Pada tingkat ini siswa menampilkan sesuatu membuat petunjuk-petunjuk tidak hanya meniru tingkah laku saja. 3) Ketetapan Memerlukan kecermatan, proporsi, dan kepastian yang lebih tinggi dalam penampilan. Respons-respons lebih terkoreksi dan kesalahan-kesalahan dibatasi sampai pada tingkat minimum. 4) Artikulasi Menekankan koordinasi suatu rangkaian gerakan dengan membuat urutan yang tepat dan mencapai yang diharapkan atau konsistensi internal diantara gerakan-gerakan yang berbeda. 5) Pengalamiahan Menuntut Pengalamiahan psikomotorik. 9 tingkah merupakan laku yang ditampilkan dengan tertinggi paling dalam sedikit domain mengeluarkan energi fisik maupun psikis. Gerakannya dilakukan secara rutin. tingkat kemampuan

D. TAKSONOMI TUJUAN PEMBELAJARAN Berikut ini diuraikan penggunaan kata-kata kerja untuk setiap domain kognitif, efektif, dan psikomotor yang dapat dijadikan pedoman dalam perumusan tujuan pembelajaran. 1. Domain kognitif Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)
a)

Ingatan (kata kerja yang dapat digunakan) Mengetahui hal-hal tertentu. Mengetahui pokok-pokok pikiran.

Mengetahui fakta-fakta yang spesifik Menggambarkan, mendefinisikan, memberi ciri, menyusun daftar, mengingat kembali, menyebutkan, memproduksi.

b) Pemahaman

Memahami hal-hal dan pokok pikiran. Menginterprestasikan kata-kata dalam tabel Mengubah, menganulir. menjelaskan, mengikhtisarkan, menyusun kembali, menafsirkan, membedakan, memperkirakan, memperluas, menyimpulkan,

c) Penerapan

Menerapkan konsep-konsep dan pokok-pokok pikiran pada situasi baru. Mendemonstrasikan penggunaan metode atau prosedur yang benar. Memperhitungkan, mendemonstrasikan, mengubah struktur, mengembangkan, menerapkan, menggunakan, menemukan, menyiapkan, memproduksi, menghubungkan, meramalkan, menangani.

d) Analisis

Membedakan fakta dan kesimpulan, mengevaluasi relevansi data. Mengenal, menyadari adanya asumsi yang tidak diungkapkan. Membedakan dan mendiskriminasikan, mendiagramkan, memilih, memisahkan, membagi bagikan, mengilustrasikan, mengklasifikasikan.

e) Sintesis

Menulis suatu tema yang terorganisasi dengan baik

Menulis cerita/puisi. 10

Bepidato dengan baik.

Mengajukan rencana eksperimen. Mengatagorikan, mengombinasikan, menyusun, mengarang, menciptakan, mendesain, menjelaskan, mengubah, mengorganisasi, merencanakan, menyusun kembali, menghubungkan, merevisi, menyimpulkan, menceritakan, menuliskan, mengatur

Menyususn skema baru.

f) Evaluasi

Mempertimbangkan konsistensi logis dari bahan tertulis. Mempertimbangkan ketetapan kesimpulan yang didukung oleh data. Mempertimbangkan nilai pekerjaan dengan nilai stnadar kebaikan. Menyimpulkan, mengkritik, mendukung, menerangkan, mengikhtisarkan membandingkan, mempertentangkan, menghubungkan meringkaskan

2. Domain afektif a) Penerimaan


o o o

Mendengarkan dengan penuh perhatian. Memperlihatkan kesadaran akan kepentingan belajar. Bertanya, menggambarkan, mengikuti, memberi, menyelenggarakan, mengidentifikasikan,

b) Memberi respons
o o

Menyelesaikan pekerjaan yang ditugaskan ikut serta dalam diskusi kelas. Menjawab, menaati, menyetujui, membantu, menceritakan, melaksanakan, mempersembahkan, menuliskan, menunjukkan.

c) Penilaian
o o o

Menunjukkan kepercayaan dalam proses demokrasi. Mempertunjukkan keterkaitan dengan kesejahteraan yang lain. Menggambarkan, menerangkan, mengikuti, mengajak, bergabung, memohon, melapor, bekerja.

d) Pengorganisasian
o o

Menerima pertanggungjawaban atas tingkah lakunya. Merumuskan rencana hidup sesuai dengan kemampuan mental dan kepercayaan. 11

Mematuhi,

mengatur,

menggabungkan,

mempertahankan,

menggeneralisasikan, mengembangkan.
e)

Karakterisasi
o

Menemukan kepercayaan diri dalam bekerja sendiri.

o Menjaga kebiasaan sehat.


o

Mengorganisasi, melaksanakan,

menyintesiskan, mempraktekkan,

mempergunakan, memohon,

mendengarkan, merevisi,

menanyakan,

memecahkan masalah, menelaah kembali kebenaran sesuatu. 3. Domain psikomotor a) Peniruan

Menampilkan tingkah tari dengan tepat. Merakit, membersihkan, mengubah, membetulkan, mengencangkan,

Meniru gambar jadi.

mengikuti, memegang, memanipulasi, menempatkan, memukul b) Manipulasi


Memperbaiki mobil dengan terampil. Menjadikan mesin gergaji listrik. Merakit, membangun, melapisi, mengebor, menguatkan, menggurinda, memalu, memperbaiki, mengampelas, menggergaji.

c) Ketetapan

Mengendarai mobil dengan terampil. Menjalankan mesin gergaji listrik. Sama dengan manipulasi, tetapi dengan kontrol yang lebih dan kesalahan lebih sedikit.

d) Artikulasi Menulis dengan rapi dan jelas. Mengetik cepat dan tepat.

Memeriksa

skala,

mengalami,

mengidentifikasi,

menempatkan,

memanipulasi, menjahit, menajamkan, membungkus, menulis. e) Pengalamiahan Memainkan bola dengan mahir.

Menampilkan gaya yang benar dalam berenang. 12

Merakit, mendemonstrasikan, menempilkan, menjalankan, membangun, mengarang. BAB III KESIMPULAN

. Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik simpulan bahwa tujuan merupakan komponen pertama yang harus diterapkan dalam proses belajar mengajar karena tujuan merupakan acuan untuk melaksanakan proses belajar mengajar yang berhasil. Seorang guru dalam merencanakan pembelajaran dituntut untuk dapat merumuskan tujuan pembelajaran secara tegas dan jelas. Perumusan tujuan pembelajaran dapat memberikan manfaat tertentu bagi guru maupun siswa Saat ini telah terjadi pergeseran dalam merumuskan tujuan pembelajaran dari penguasaan bahan ke penguasan performansi. Tujuan pembelajaran adalah suatu pernyataan yang spesifik yang dinyatakan dalam perilaku atau penampilan yang diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk menggambarkan hasil belajar yang diharapkan. Kegunaan taksonomi tujuan telah memberikan kntribusi yang besar terhadap penyempurnaan teknik evaluasi hasil kurikulum. Oleh karena itu, analisis tujuan-tujuan yang dikemukakan pada taksonomi membantu petugas kurikulum menjaga konsistensi serta menjaga keseimbangan tujuan antara berbagai ranah.

13

DAFTAR PUSTAKA Ansyar, Muhammad, (1988) Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. Jakarta: Dirjen Dikti. http://blog.unsri.ac.id/yunifitriyah/belajar-dan-pembelajaran/prinsip-prinsipbelajar-dan-asas-pembelajaran/mrdetail/15206/ www.google.com

14

You might also like