You are on page 1of 9

Journal Reading

Limbal Stem-Cell Therapy and Long-Term Corneal Regeneration

I Gusti Agung Putra Mahautama H1A 008 020

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITRAAN KLINIK MADYA BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

2012 NAMA PENULIS : Rama, Paolo., Matuska, Stanislav., Paganoni, Giorgio., et al. JUDUL TULISAN : Limbal Stem-Cell Therapy and Long-Term Corneal Regeneration JOURNAL ASAL : The New England Journal of Medicine 2010;363:147-145 LATAR BELAKANG : Kornea yang jernih sangat penting untuk tajam penglihatan. Kejernihan kornea ini tergantung pada avaskularisasi stroma dan integritas epitelnya. Regenerasi dan perbaikan kornea dimediasi oleh stem sel dari limbus yaitu zona sempit antara kornea dan konjungtiva bulbi. Luka bakar pada mata dapat merusak limbus dapat menyebabkan defisiensi stem sel limbus. Dalam kasus kerusakan kornea disertai defisiensi stem sel limbus, kornea memperoleh regenerasi epitel melalui invasi sel dari konjungtiva bulbi. Proses ini menyebabkan neovaskularisasi, peradangan kronis, dan sikatrik stroma dengan kekeruhan kornea dan hilangnya tajam penglihatan. Alogenik transplantasi kornea (keratoplasty) mengembalikan kejernihan kornea sementara, tetapi akhirnya, sel sel konjungtiva sering mengivasi dan muncul kembali pada kornea. Satu satunya cara untuk mencegah invasi sel konjungtiva ini adalah dengan mengembalikan limbus. Pengembalian limbus tersebut dapat dicapai dengan melakukan grafting fragmen limbus yang didapatkan dari mata yang tidak terluka. Ditemukannya kultur sel limbus manusia yang mengandung holoclone forming cells menyebabkan penggunaan terapi graft limbus menjadi terapi yang utama untuk regenerasi epitel kornea. Autolog kultur sel limbus juga dapat mengobati pasien yang memiliki kerusakan epitel kornea bilateral yang parah, asalkan sebagian kecil dari limbus masih ada pada salah satu dari kedua mata. Oleh karena itu metode graft stem sel limbus ini tidak berlaku pada kasus

defisiensi total bilateral stem sel limbus. Studi terkait telah dilaporkan, tetapi studi tersebut masih terbatas karena jumlah kasus yang relatif kecil, follow up yang singkat, heterogenitas penyebab gangguan epitel kornea, heterogenitas sumbersumber transplantasi, dan kultur sel. Pada penelitian ini, peneliti menyelidiki tentang hasil terapi stem sel limbus jangka panjang pada pasien dengan luka bakar yang menyebabkan kerusakan kornea dan defisiensi stem-sel limbus. TUJUAN : Untuk mengetahui hasil terapi sel jangka panjang pada pasien dengan luka bakar yang menyebabkan kerusakan kornea dan defisiensi stem-sel limbus. METODOLOGI : Penelitian dilakukan dengan menggunakan autolog stem-sel limbus yang di tumbuhkan pada media fibrin untuk mengobati 112 pasien dengan kerusakan kornea yang sebagian di antaranya memiliki luka bakar terkait defisiensi stem-sel limbus. Subyek Penelitian Pasien sebanyak 112 orang dengan luka bakar pada kornea yang berat atau total, unilateral atau parsial yang terkait defisiensi stem sel limbus. Pasien mengikuti penelitian dari tahun 1998 2007. Enam orang pasien dieksklusi karena tidak ikut penelitian sampai selesai. Prosedur Penelitian Autolog stem sel limbus diperoleh dari spesimen biopsi (1 - 2 mm2) diambil dari mata kontralateral pasien, dan sel - sel dikultur pada media fibrin yang merupakan substrat alami yang melindungi holoclone forming cells. Clinicalgrade-certified, Lethally irradiated 3T3-J2 sel digunakan sebagai media kultur. Sebanyak 125 stem sel limbus yang dikultur dicangkokkan pada 113 mata (112 pasien) antara Juli 1998 dan Desember 2007.

Follow Up dan Penilaian Hasil Tindak lanjut evaluasi dilakukan sesuai dengan prosedur standar. Hasil pengobatan dinilai setelah 1 tahun. Pengobatan dianggap berhasil jika semua gejala telah menghilang kornea jernih, avaskular, dan permukaan kornea yang stabil telah kembali. Pengobatan dianggap berhasil secara parsial jika gejala utama telah menghilang tapi neovaskularisasi masih berulang. Kegagalan pengobatan didefinisikan sebagai adanya gejala, masihnya epitel yang rusak, pannus, dan adanya peradangan pada tahun pertama. Pengamatan dilakukan oleh tiga orang klinisi, dimana 2 diantaranya terlibat dalam perawatan pasien dan yang pengamat yang ketiga tidak berpartisipasi dalam prosedur biologis ataupun klinis. Analisis Statistik Penelitian ini menganalisis hasil dengan menggunakan analisis KaplanMeier, chi-kuadrat, Mann-Whitney, McNemar, dan Kruskal-Wallis test serta univariat dan multivariat regresi logistik bertahap. Peneliti juga menilai hasil klinis sesuai dengan persentase holoclone pembentuk stem-sel limbus yang terdeteksi sebagai sel yang sangat terwarnai secara intens (P63-bright cells) dalam media kultur sel. HASIL : Karakteristik Subjek Penelitian Rata-rata ( SD) usia pasien adalah 46,5 14,4 tahun (rentang, 14-80 tahun). 78,6% dari mereka adalah laki-laki. Kerusakan epitel kornea pada pasien disebabkan antaralain luka bakar kimia (83 orang luka bakar alkali, 16 orang luka bakar asam, dan 4 luka bakar lain - lain), dan luka bakar termal 7 orang. Dua pasien telah terinfeksi bakteri dan satu pasien telah menjalani iradiasi orbit. Sebagian besar pasien (84%) memiliki riwayat operasi mata namun semua prosedur operasi yang dilakukan gagal yang diakibatkan kurangnya jumlah stem sel limbus yang tersisa.

Regenerasi Epitel Kornea Satu tahun setelah operasi, 107 transplantasi yang dilakukan diklasifikasikan berhasil pada 82 mata (76,6%), sukses parsial pada 14 mata (13,1%), dan kegagalan pada 11 mata (10,3%). Dalam analisis post hoc, kriteria keberhasilan dinilai dari regenerasi epitel normal pada donor stroma dikaitkan dengan persentase p63-bright holoclone pembentuk stem-sell limbus pada media kultur. Kultur di mana p63-Bright cells merupakan lebih dari 3% dari jumlah sel clonogenic dikaitkan dengan transplantasi sel limbus yang sukses pada 78% pasien. Sebaliknya, hasil kultur di mana sel-sel tersebut 3% atau kurang dari jumlah seluruh sel dikaitkan dengan transplantasi berhasil hanya pada 11% pasien. Kegagalan graft juga dikaitkan dengan jenis kerusakan awal mata dan komplikasi pasca operasi. DISKUSI : Holoclone forming cells merupakan stem sel pada limbus yang berfungsi untuk regenerasi epitel kornea. Holoclone forming cells terletak di limbus tapi tidak terdapat pada pusat kornea. Holoclone forming cells dapat diidentifikasi melalui ekspresi faktor transkripsi p63. TP63 gen menghasilkan enam isoforms dengan 2 premessenger RNAs yang berbeda yaitu : TAp63 dan Np63. Transkripsi dari premessenger RNAs tersebut masing - masing menghasilkan , , dan isoforms. Keratinosit pada mata mungkin berisi semua isoform N, tapi Np63 (selanjutnya disebut sebagai p63) adalah yang paling banyak. Faktor transkripsi p63 muncul di limbus tapi tidak terdapat pada pusat kornea yang terluka. Faktor transkripsi p63 menopang potensi proliferatif stem sel limbus dan stem sell yang mengekspresikan faktor ini akan menunjukkan pewarnaan yang terang saat berproliferasi (p63-bright cells). Faktor transkripsi C / EBP juga mempertahankan regenerasi dan mitosis dari sel sel limbus.

Penggunaan media kultur sel 3T3-J2 dan fetal-calf serum untuk media tumbuh Holoclone forming cells didasarkan pada metode pengkulturan ini telah digunakan sejak 1980 di seluruh dunia untuk mengobati pasien dengan luka bakar dalam dan luas yang memerlukan terapi stem sel. Pertumbuhan Holoclone forming cells juga membutuhkan substrat yang sesuai untuk pertumbuhan sel yaitu fibrin . Pada penelitian ini, peneliti mengamati sekitar 3000 stem sel limbus yang terdeteksi sebagai p63-bright holoclone forming cells yang diperlukan untuk mencapai kesuksesan terapi klinis. (Kultur sel limbus berisi minimum dari 3 105 sel, sekitar 30% merupakan sel clonogenic yang sekitar kurang lebih 3% nya merupakan sel holoclones). Analisis peneliti memperlihatkan bahwa hasil berbeda secara signifikan tergantung pada apakah kultur sel limbus mengandung lebih dari 3% p63-bright holoclone forming cells atau 3% atau kurang. Tingkat keberhasilan pada p63-bright holoclone forming cells lebih dari 3% adalah 78% dan tingkat keberhasilan pada p63-bright holoclone forming cells kurang dari 3% adalah 11%. Berdasarkan pengamatan ini, peneliti berspekulasi bahwa regenerasi kornea tidak dapat dianggap berasal dari suatu stimulasi nonspesifik pengaruh kultur epitel, fibrin, atau manipulasi bedah pada sel limbus yang tersisa. Epitel kornea manusia diperbarui sekitar 9 sampai 12 bulan. Oleh karena itu, peneliti menilai perbaikan kornea setiap kurang lebih 1 tahun kemudian. Enam pasien tidak menyelesaikan studi dalam kurun waktu ini dan dikeluarkan dari penelitian. Peneliti kemudian melaporkan hasil yang diperoleh selama maksimum 10 tahun follow-up untuk sisa 106 pasien. Univariat analisis regresi logistik menunjukkan bahwa kegagalan dikaitkan dengan sejumlah faktor, termasuk usia, penyebab defisiensi stem sel limbus, prosedur bedah sebelumnya, keparahan kerusakan kornea, kultur dan transportasi graft, komplikasi, komplikasi pasca operasi, dan peradangan yang terjadi. Pada multivariat analisis regresi logistik, kegagalan masih signifikan berhubungan dengan tingkat keparahan kerusakan, kultur, graft-transportasi, dan komplikasi pasca operasi. Post hoc analisis menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan

kemungkinan keberhasilan antara mata yang juga diobati dengan keratoplasty (71%) dan mata yang tidak (79%).

SIMPULAN : Kultur stem-sel limbus merupakan sumber sel untuk transplantasi dalam pengobatan kerusakan kornea akibat luka bakar. Keberhasilan terapi stem sel limbus lebih dari 75% pada pasien dengan kerusakan kornea berat yang disertai defisiensi stem sel limbus. RANGKUMAN PEMBACA : Kejernihan kornea tergantung pada avaskularisasi stroma dan integritas epitelnya. Regenerasi dan perbaikan kornea dimediasi oleh stem sel dari limbus yaitu daerah sempit antara kornea dan konjungtiva bulbi. Luka bakar pada mata dapat menghancurkan limbus dan menyebabkan defisiensi stem sel pada limbus. Keratoplasti mengembalikan kejernihan kornea sementara, tetapi akhirnya, sel sel konjungtiva sering mengivasi dan muncul kembali pada kornea. Satu satunya cara untuk mencegah invasi sel konjungtiva ini adalah dengan mengembalikan limbus. Holoclone forming cells merupakan stem sel pada limbus yang berfungsi untuk regenerasi epitel kornea. Holoclone forming cells terletak di limbus tapi tidak terdapat pada pusat kornea. Holoclone forming cells dapat diidentifikasi melalui ekspresi faktor transkripsi p63. Faktor transkripsi p63 menopang potensi proliferatif stem sel limbus dan stem sell yang mengekspresikan faktor ini akan menunjukkan pewarnaan yang terang saat berproliferasi (p63-bright cells). Kultur stem-sel limbus merupakan sumber sel untuk transplantasi dalam pengobatan kerusakan kornea akibat luka bakar. Keberhasilan terapi stem sel limbus lebih dari 75% pada pasien dengan kerusakan kornea berat yang disertai defisiensi stem sel limbus. Regenerasi epitel normal pada donor stroma dikaitkan

dengan persentase p63-bright holoclone pembentuk stem sell limbus pada media kultur. Kultur di mana p63-Bright cells merupakan lebih dari 3% dari jumlah sel clonogenic dikaitkan dengan transplantasi sel limbus yang sukses pada 78% pasien. Sebaliknya, hasil kultur di mana sel-sel tersebut 3% atau kurang dari jumlah seluruh sel dikaitkan dengan transplantasi berhasil hanya pada 11% pasien. Kegagalan graft juga dikaitkan dengan jenis kerusakan awal mata dan komplikasi pasca operasi. Kegagalan masih signifikan berhubungan dengan tingkat keparahan kerusakan, kultur, graft-transportasi, dan komplikasi pasca operasi. Tidak ada perbedaan yang signifikan kemungkinan keberhasilan antara mata yang juga diobati dengan keratoplasty (71%) dan mata yang tidak (79%) pada terapi graf stem sel limbus. PELAJARAN YANG DAPAT DIPEROLEH : Saat ini telah tersedia berbagai macam terapi untuk penatalaksanaan kerusakan kornea. Dalam penelitian ini penatalaksanaan kerusakaan kornea akibat luka bakar ditatalaksanai dengan graf stel sel limbus. Dari hasil penelitian ini angka keberhasilan graft stem sel limbus lebih dari 75% sehingga hal ini dapat dijadikan alternatif pada pasien dengan kerusakan kornea yang tidak dapat di sembuhkan melalui operasi. Pada perbandingan dengan keratoplasti masih ada kemungkinan adanya proliferasi dari sel konjuntifa ke kornea. Dengan terapi graft stem sel limbus ini maka kejadian proliferasi sel konjungtifa ke kornea dapat dicegah. KELEBIHAN PENELITIAN :
1. Penelitian ini dilakukan dengan follow up dalam waktu yang relatif

panjang yaitu 1 10 tahun sehingga kemajuan pengobatan dapat terukur dengan baik.
2. Penelitian ini dilakukan dengan menghomogenkan penyebab gangguan

epitel kornea sehingga dapat mewakili populasi.


3. Penelitian ini dilakukan dengan menghomogenkan sumber transplantasi

yaitu dari mata kontralateral yang sehat. 4. Latar belakang sudah kuat dan tertulis secara jelas

5. Populasi penelitian sudah tertulis secara jelas


6.

Penelitian ini dilakukan dengan jumlah sampel yang relatif cukup. Penelitian ini menjelaskan teknik analisa data secara rinci. Penelitian ini mengidentifikasi faktor faktor lain yang

7. 8.

berpengaruh dengan banyak menggunakan uji statistik sehingga hasil lebih akurat.
9.

Penelitian ini diamati oleh tiga orang klinisi, dimana 2 diantaranya

terlibat dalam perawatan pasien dan yang pengamat yang ketiga tidak berpartisipasi dalam prosedur biologis ataupun klinis sehingga penilaian hasil penelitian lebih akurat. 10. Data dalam penelitian ini merupakan data primer jadi hasil

penelitian lebih akurat. KEKURANGAN PENELITIAN :


1.

Journal ini tidak menjelaskan desain penelitian yang digunakan,

menurut pembaca kemungkinan desain penelitian yang digunakan adalah Randomized Clinical Trial 2. 3. Tempat penelitian tidak dijelaskan dalam journal ini. Journal ini tidak menjelaskan kriteria inklusi dan eksklusi yang

digunakan secara jelas. 4. Pada journal ini variabel penelitian tidak dirinci dengan jelas

You might also like