You are on page 1of 35

MAKALAH SISTEM REPRODUKSI II ASUHAN KEPERAWATAN PLASENTA PREVIA DAN SOLUSIO PLASENTA

DOSEN PEMBIMBING : TUTUR KARDIATUN, S.KEP., NERS KELOMPOK 9 : 1. ARIS TRI WIJAKSONO 2. DEVI HASTI NURRAYDA 3. PUTRI RAHAYU 4. RAISYA WAULINSCA 5. SERI MENTARI 6. SUPARMANTO

SEKOLAH TIMGGI ILMU KEPERAWATAN MUHAMMADYAH PONTIANAK TAHUN AKADEMIK 2012 / 2013

KATA PENGANTAR Assalamualaikum. Wr. wb Puji syukur kita panjatkan kehadirat ALLAH Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayah - Nya lah, kami dapat menyelesaikan makalah ini yang dimaksudkan untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Pada Plasenta Previa dan Solusio Plasenta. Jika dalam makalah ini terdapat kesalahan skami mengharapkan kritik dan saran yang membangun kepada kami. Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua dan dapat menjadi panutan dalam kehidupan. Wassalamualaikum. Wr. Wb.

Pontianak, Desember 2012

Penyusun

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Perdarahan pada solusio plasenta sebenarnya lebih berbahaya daripada plasenta previa oleh karena pada kejadian tertentu perdarahan yang tampak keluar melalui vagina hampir tidak ada / tidak sebanding dengan perdarahan yang berlangsung internal yang sangat banyak pemandangan yang menipu inilah yang sebenarnya yang membuat solusio plasenta lebih berbahaya karena dalam keadaan demikian seringkali perkiraan jumlah, darah yang telah keluar sukar diperhitungkan, padahal janin telah mati dan ibu berada dalam keadaan syok. Penyebab solusio plasenta tidak diketahui dengan pasti, tetapi pada kasus-kasus berat didapatkan korelasi dengan penyakit hipertensi vaskular menahun, 15,5% disertai pula oleh pre eklampsia. Faktor lain diduga turut berperan sebagai penyebab terjadinya solusio plasenta adalah tingginya tingkat paritas dan makin bertambahnya usia ibu. Begitu pula dengan plasenta pravia yang bertumbuh pada segmen bawah uterus tidak selalu jelas dapat diterangkan.Bahwasanya vaskularisasi yang berkurang atau perubahan atropi pada desidua akibat persalinan yang lampau dapat menyebabkan plasenta previa, tidaklah selalu benar. Memang dapat dimengerti bahwa apabila aliran darah ke plasenta tidak cukup seperti pada kehamilan kembar maka plasenta yang letaknya normal sekalipun akan memperluaskan permukaannya sehingga mendekati atau menutupi sama sekali pembukaan jalan lahir. B. Masalah Dari latar belakang diatas, perumusan masalahnya adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah asuhan keperawatan klien dengan plasenta previa? 2. Bagaimanakah asuhan keperawatan klien dengan solusio plasenta?

C. Tujuan Adapun tujuan dari makalah ini, yaitu : 1. Untuk mengetahui asuhan keperawatan klien dengan plasenta previa. 2. Untuk mengetahui asuhan keperawatan klien dengan solusio plasenta.

BAB II PEMBAHASAN

A. Asuhan Keperawatan Plasenta Previa Konsep Dasar Penyakit 1. Definisi Plasenta Previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum, angka kejadian plasenta previa adalah 0,4-0,6% dari keseluruhan persalinan dengan pematalaksanaan dan perawatan yang baik, mortalitas perinatal adalah 50 per 1000 kelahiran hidup. (Sarwono, 2007: 162). Plasenta Previa adalah tertanamnya bagian plasenta dalam segmen bawah uterus (Taber, Ben-zion, 1994: 337). Normalnya plasenta terletak di bagian fundus (bagian puncak/atas rahim), bisa agak ke kiri atau ke kanan sedikit, tetapi tidak sampai meluas ke bagian bawah apalagi menutupi jalan lahir. Sesuai dengan pertumbuhan uterus, posisi plasenta terhadap serviks dapat berubah. Pada akhir kehamilan, plasenta tidak lagi menutupi jalan lahir. Plasenta Previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan menutupi sebagian atau seluruh uteri internum (pelayanan kesehatan maternal dan neonatal-YBP-SP, 2002: 162). 2. Klasifikasi Ada 4 derajat abnormalitas plasenta previa yang didasarkan atas terabanya jaringan plasenta melalui pembukaan jalan lahir pada waktu tertentu yaitu : a. Placenta Previa Totalis Bila plasenta menutupi seluruh ostium uteri internum pada pembukaan cervix 4 cm. Pada posisi ini, jelas tidak mungkin bayi dilahirkan per-vaginam (normal / spontan / biasa), karena risiko perdarahan sangat hebat. Plasenta previa sentralis yaitu bila tali pusat plasenta berada tepat dengan sentral kanalis servikalis.

b. Placenta Previa Partialis Bila hanya sebagian / separuh plasenta yang menutupi ostium uteri internum pada pembukaan cervik 4 cm. Pada posisi ini pun risiko perdarahan masih besar, dan biasanya tetap tidak dilahirkan melalui per-vaginam. c. Placenta Previa Marginalis Bila pinggir plasenta berada tepat pada pinggir ostium uteri internum pada pembukaan servik 4 cm. Bisa dilahirkan per-vaginam tetapi risiko perdarahan tetap besar. d. Low-lying placenta (plasenta letak rendah, lateralis placenta atau kadang disebut juga dangerous placenta) Posisi plasenta yang letaknya abnormal pada segmen bawah uterus, akan tetapi belum sampai menutupi uteri internum. Pinggir plasenta berada kira-kira 3-4 cm di atas pinggir ostium uteri internum, sehinnga tidak teraba pada pembukaan jalan lahir. Risiko perdarahan tetap ada, namun bisa dibilang kecil, dan bisa dilahirkan per-vaginam dengan aman, asal hati-hati.

3. Etiologi Plasenta bertumbuh pada segmen bawah uterus tidak selalu jelas dapat diterangkan . bahwasanya vaskularisasi yang berkurang atau perubahan atropi pada desidua akibat persalinan yang lampau dapat menyebabkan plasenta previa, tidaklah selalu benar. Memang dapat dimengerti bahwa apabila aliran darah ke plasenta tidak cukup seperti pada kehamilan kembar maka plasenta yang letaknya normal sekalipun akan memperluaskan permukaannya sehingga mendekati atau menutupi sama sekali pembukaan jalan lahir. Frekuensi plasenta previa pada primigravida yang berumur lebih 35 tahun kirakira 10 kali lebih sering dibandingkan dengan primigravida yang berumur kurang dari 25 tahun. Pada grandemultipara yang berumur lebih dari 30 tahun kira-kira 4 kali lebih sering dari grandemultipara yang berumur kurang dari 25 tahun (Kloosterman 1973). Menurut Manuaba (2003), penyebab terjadinya plasenta previa diantaranya adalah mencakup : a. Perdarahan (hemorrhaging)

b. Usia lebih dari 35 tahun c. Multiparitas d. Pengobatan infertilitas e. Multiple gestation f. Erythroblastosis g. Riwayat operasi/pembedahan uterus sebelumnya h. Keguguran berulang i. Merokok

Menurut Hanafiah (2004) klasifikasi plasenta previa dapat dibedakan menjadi 4 derajat yaitu : a. Total bila menutup seluruh serviks b. Partial bila menutup sebagian serviks c. Lateral bila menutup 75% (bila hanya sebagian pembukaan jalan lahir tertutup oleh plasenta). d. Marginal bila menutup 30% (bila pinggir plasenta berada tepat pada pinggir pembukaan jalan lahir).

4. Manifestasi Klinik a. Perdarahan tanpa nyeri, usia gestasi > 22 minggu b. Darah segar atau kehitaman dengan bekuan c. Perdarahan dapat terjadi setelah miksi atau defekasi, aktivitas fisik, kontraksi Braxton Hicks atau koitus d. Perdarahan permulaan jarang begitu berat . Biasanya perdarahan akan berhenti sendiri dan terjadi kembali tanpa diduga .

5. Patofisiologi Seluruh plasenta biasanya terletak pada segmen atau uterus. Kadang-kadang bagian atau seluruh organ dapat melekat pada segmen bawah uterus, dimana hal ini dapat diketahui sebagai plasenta previa. Karena segmen bawah agak merentang selama kehamilan lanjut dan persalinan, dalam usaha mencapai dilatasi serviks dan kelahiran anak, pemisahan plasenta dari dinding uterus sampai tingkat tertentu tidak dapat dihindarkan sehingga terjadi pendarahan.

6. Komplikasi Menurut Roeshadi (2004), kemungkinan komplikasi yang dapat ditimbulkan dari adanya plasenta previa adalah sebagai berikut : a. Pada ibu dapat terjadi :
a) b) c) d)

Perdarahan hingga syok akibat perdarahan Anemia karena perdarahan Plasentitis Endometritis pasca persalinan

b. Pada janin dapat terjadi :


a) b)

Persalinan premature Asfiksia berat

7. Penatalaksanaan Ketika dirawat di rumah sakit tanpa periksa dalam. Bila pasien dalam keadaan syok karena pendarahan yang banyak, harus segera diperbaiki keadaan umumnya dengan pemberian infus atau tranfusi darah. Selanjutnya penanganan plasenta previa bergantung kepada : a. b. c. d. e. Keadaan umum pasien, kadar hb. Jumlah perdarahan yang terjadi. Umur kehamilan / taksiran BB janin. Jenis plasenta previa. Paritas clan kemajuan persalinan.

a) Penanganan Ekspektif Kriteria : Umur kehamilan kurang dari 37 minggu. Perdarahan sedikit Belum ada tanda-tanda persalinan Keadaan umum baik, kadar Hb 8 gr% atau lebih.

Rencana Penanganan : Istirahat baring mutlak. Infus D 5% dan elektrolit Spasmolitik. tokolitik, plasentotrofik, roboransia. Periksa Hb, HCT, COT, golongan darah. Pemeriksaan USG. Awasi perdarahan terus-menerus, tekanan darah, nadi dan denyut jantung janin. Apabila ada tanda-tanda plasenta previa tergantung keadaan pasien ditunggu sampai kehamilan 37 minggu selanjutnya penanganan secara aktif.

b) Penanganan aktif Kriteria : umur kehamilan >/ = 37 minggu, BB janin >/ = 2500 gram. Perdarahan banyak 500 cc atau lebih. Ada tanda-tanda persalinan. Keadaan umum pasien tidak baik ibu anemis Hb < 8 gr%.

Untuk menentukan tindakan selanjutnya SC atau partus pervaginum, dilakukan pemeriksaan dalam kamar operasi, infusi transfusi darah terpasang. Indikasi Seksio Sesarea : a. Plasenta previa totalis. b. Plasenta previa pada primigravida. c. Plasenta previa janin letak lintang atau letak sungsang d. Anak berharga dan fetal distres e. Plasenta previa lateralis jika : Pembukaan masih kecil dan perdarahan banyak. Sebagian besar OUI ditutupi plasenta. Plasenta terletak di sebelah belakang (posterior).

8. Pemeriksaan Penunjang b. USG : biometri janin, indeks cairan amnion, kelainan congenital, letak dan derajat maturasi plasenta. Lokasi plasenta sangat penting karena hal ini berkaitan dengan teknik operasi yang akan dilakukan. c. Kardiotokografi (KTG) : Kardiotokografi dalam Persalinan adalah suatu metoda elektronik untuk memantau kesejahteraan janin dalam kehamilan dan atau dalam persalinan. Dilakukan pada kehamilan > 28 minggu. d. Laboratorium : darah perifer lengkap. Bila akan dilakukan PDMO atau operasi, perlu diperiksa faktor waktu pembekuan darah, waktu perdarahan dan gula darah sewaktu. Pemeriksaan lainnya dilakukan atas indikasi medis.

e. Sinar X Menampakkan kepadatan jaringan lembut untuk menampakkan bagian-bagian tubuh janin. e. Pengkajian vaginal Pengkajian ini akan mendiagnosa placenta previa tapi seharusnya ditunda jika memungkinkan hingga kelangsungan hidup tercapai (lebih baik sesuadah 34 minggu). Pemeriksaan ini disebut pula prosedur susunan ganda (double setup procedure). Double setup adalah pemeriksaan steril pada vagina yang dilakukan di ruang operasi dengan kesiapan staf dan alat untuk efek kelahiran secara cesar. f. Isotop Scanning Atau lokasi penempatan placenta g. Amniocentesis Jika 35-36 minggu kehamilan tercapai, panduan ultrasound pada amniocentesis untuk menaksir kematangan paru-paru (rasio lecithin / spingomyelin [LS] atau kehadiran phosphatidygliserol) yang dijamin. Kelahiran segera dengan operasi direkomendasikan jika paru-paru fetal sudah mature.

Asuhan Keperawatan Plasenta Previa 1. Pengkajian a. Pengumpulan data a) Identitas klien : nama klien, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku atau bangsa, pendididkan, pekerjaan, dan alamat. b) Identitas Penanggung Jawab Pasien b. Riwayat Penyakit a) Keluhan utama : Pasien mengatakan perdarahan yang disertai nyeri. Rahim keras seperti papan dan nyeri tekan karena isi rahim bertambah dengan dorongan yang berkumpul dibelakang plasenta, sehingga rahim tegang. Perdarahan yang berulang-ulang. b) Riwayat penyakit sekarang Darah terlihat merah kehitaman karena membentuk gumpalan darh, darah yang keluar sedikit banyak, terus menerus. Akibat dari perdarahan pasien lemas dan pucat. Sebelumnya biasanya pasien pernah mengalami hypertensi esensialis atau pre eklampsi, tali pusat pendek trauma, uterus yang sangat mengecil (hydroamnion gameli) dll. c) Riwayat penyakit masa lalu Kemungkinan pasien pernah menderita penyakit hipertensi, tali pusat pendek, trauma, uterus / rahim feulidli. d) Riwayat psikologis Pasien cemas karena mengalami perdarahan disertai nyeri, serta tidak mengetahui asal dan penyebabnya. c. Pemeriksaan fisik a) Keadaan umum Kesadaran : composmetis sampai dengan koma Postur tubuh : biasanya gemuk Cara berjalan : biasanya lambat dan tergesa-gesa Raut wajah : biasanya pucat

b) Tanda-tanda vital Tensi : normal sampai turun (syok) Nadi : normal sampai meningkat (> 90x / menit) Suhu : normal / meningkat (> 37 c) RR : normal / meningkat (> 24x / menit) c) Anamnesa plasenta previa Terjadi perdarahan pada kehamilan sekitar 28 minggu. Sift perdarahan : o Tanpa rasa sakit terjadi secara tiba-tiba o Tanpa sebab yang jelas o Dapat berulang Perdarahan menimbulkan penyulit pada ibu atau janin dalam rahim Pada inspeksi dijumpai o Perdarahan pervagina encer sampai menggumpal o Pada perdarahan yang banyak ibu tanpa anemis d) Pemeriksaan fisik ibu Dijumpai keadaan bervariasi dari keadaan normal sampai syok Kesadaran penderita bervariasi dari kesadaran baik sampai koma. Pada pemeriksaan dapat dijumpai : o Tekanan darah, nadi dan pernafasan dalam batas normal o Tekanan darah turun, nadi dan pernafasan meningkat o Tanpa anemis d. Pemeriksaan khusus a).Pemeriksaan palpasi abdomen Janin belum cukup bulan, tinggi fundus uteri sesuai dengan umur hamil. Karena plasenta di segmen bahwa rahim, maka dapat dijumpai kelainan letak janin dalam rahim dan bagian terendah masih tinggi.

b). Pemeriksaan denyut jantung janin Bervariasi dari normal sampai ke ujung asfiksia dan kematian dalam rahim. Pemeriksaan dalam dilakukan diatas meja operasi dan siap untuk segera mengambil tindakan, Tujuan pemeriksaan dalam untuk : o Menegakkan diagnosa pasti o Mempersiapkan tindakan untuk melakukan operasi persalinan atau hanya memecahkan ketuban. o Hasil pemeriksaan dalam teraba plasenta sekitar osteum, uteri, internum.

2. Diagnosa a. b. c. d. Kekurangan volume cairan b/d kehilangan vaskuler berlebihan. Perubahan perpusi jaringan utero plasenta b/d Hipovolemia. Ansietas b/d Ancaman kematian ( dirasakan atau actual ) pada diri sendiri, janin. Resiko tinggi cedera (ibu) b/d Hipoksia jaringan / organ, profil darah abnormal, kerusakan system imun. No 1 Diagnosa Intervensi Rasional 1. Perkiraan kehilangan darah membantu membedakan diagnosa, Setiap gram peningkatan berat pembalut sama dengan kehilangan kira-kira 1 ml darah. 2. Perdarahan dapat berhenti dengan reduksi aktivitas. Peningkatan tekanan abdomen atau orgasme ( yang meningkatkan aktivitas uterus) dapat meransang perdarahan

Kekurangan volume cairan 1. Evaluasi, laporkan, dan b/d kehilangan vaskuler berlebihan. catat jumlah kehilangan darah. Lakukan perhitungan pembalut. Timbang pembalut pengalas.
2. Lakukan tirah baring.

Instuksikan klien untuk menghindari Valsalva manover dan koitus.

3. Posisikan klien dengan

3. Menjamin keadekuatan darah yang tersedia untuk otak; peninggian panggul menghindari kompresi vena kava. Posisi semi- fowler memungkinkan janin bertindak sebagai tanpon.

tepat, telentang dengan panggul ditinggikan atau posisi semi fowler. Hindari posisi trendelenburg.
4. Catat tanda tanda vital

4. Membantu menentukan beratnya kehilangan darah, meskipun sianosis dan perubahan pada tekanan darah, nadi adalah tandatanda lanjut dari kehilangan sirkulasi atau terjadinya syok

Pengisian kapiler pada dasar kuku, warna menbran mukosa/ kulit dan suhu. Ukur tekanan vena sentarl, bila ada

5. Hindari pemeriksaan

5. Dapat meningkatkan hemoragi, khususnya bila plasenta previa marginal atau total terjadi.

rectal atau vagina

6. Berikan larutan intravena, 6. Meningkatkan volume

ekspander plasma, darah lengkap, atau sel-sel kemasan, sesuai indikasi.


7. Siapkan untuk kelahiran

darah sirkulasi dan mengatasi gejala-gejala syok. 7. Hemoragi berhenti bila plasenta diangkat dan sinussinus vena tertutup.

sesaria.

Perubahan

perpusi 1.

Perhatikan status fisiologis ibu, status sirkulasi, dan volume darah.

1. Kejadian perdarahan

jaringan utero plasenta b/d Hipovolemia.

potensial merusak hasil kehamilan , kemungkinan menyebabkan hipovolemia atau hipoksia uteroplasenta.

2.

Auskultasi dan laporkan 2. Mengkaji berlanjutnya DJJ , catat bradikardia hipoksia janin . Pada

atau takikardia. Catat perubahan pada aktivitas janin (hipoaktivitas atau hiperaktivitas

awalnya , janin berespon pada penurunan kadar oksigen dengan takikardia dan peningkatan gerakan . Bila tetap defisit, bradikardia dan penurunan aktivitas terjadi.

3.

Anjurkan tirah baring pada posisi miring kiri.

3. Menghilangkan tekanan

pada vena kava inferior dan meningkatkan sirkulasi plasenta/janin dan pertukaran oksigen.

4.

Berikan suplemen oksigen pada klien

4. Meningkatkan ketersediaan

oksigen untuk ambilan janin.

5.

Ganti kehilangan darah/cairan ibu.

5. Mempertahankan volume

sirkulasi yang adekuat untuk transport oksigen.


6. Pembedahan perlu bila

6.

Siapkan klien untuk intervensi bedah dengan tepat.

terjadi pelepasan plasenta yang berat, atau bila perdarahan berlebihan , terjadi penyimpangan oksigen janin, dan kelahiran vagina tidak mungkin.

Ansietas

b/d

Ancaman 1.

Diskusikan situasi dan 1. Memberikan informasi pemahaman tentang tentang reaksi individu terhadap apa yang terjadi.

kematian ( dirasakan atau actual ) pada diri sendiri, janin.


2.

situasi dengan klien dan pasangan.

Pantau respon verbal dan 2. Menandakan tingkat rasa nonverbal klien/pasangan. takut yang sedang dialami klien/pasangan.

3.

Dengarkan masalah klien 3. Meningkatkan rasa control dan aktif. dengarkan secara terhadap situasi dan memberikan kesempatan pada klien untuk mengembangkan solusi sendiri.

4.

Berikan informasi dalam 4. Pengetahuan akan bentuk tertulis verbal dan dan beri membantu klien mengatasi apa yang sedang terjadi dengan lebih efektif.

kesempatan klien untuk mengajukan pertanyaan.


5.

Jawab dengan

pertanyaan 5. Pengetahuan dapat jujur.Jelaskan membantu menurunkan rasa takut dan meningkatkan rasa control terhadap situasi.

prosedur dan arti gejalagejala.

Resiko tinggi cedera (ibu) 1. b/d Hipoksia jaringan / organ, profil darah abnormal, kerusakan system imun.

Kaji jumlah darah yang hilang. Pantau tanda/gejala syok

1. Hemoragi berlebihan dan

menetap dapat mengancam hidup klien atau mengakibatkan infeksi pascapartum, anemia pascapartum, KID, gagal ginjal, atau nekrosis hipofisis yang disebabkan oleh hipoksia jaringan dan malnutrisi.

2.

Catat suhu, hitung SDP, 2. Kehilangan darah dan bau serta warna rabas vagina, dapatkan kultur bila dibutuhkan. berlebihan dengan penurunan Hb meningkatkan risiko klien untuk terkena infeksi.

3.

Catat masukan/haluaran urin. Catat berat jenis urin.

3. Penurunan perfusi ginjal

mengakibatkan penurunan haluaran urin.


4. Heparin dapat digunakan

4.

Berikan heparin, bila diindikasikan.

pada KID di kasus kematian janin, atau kematian satu janin pada kehamilan multiple, atau untuk memblok siklus pembekuan dengan melindungi factorfaktor pembekuan dan menurunkan hemoragi sampai terjadi perbaikan pembedahan.

5.

Berikan antibiotic secara 5. Mungkin diindikasikan parenteral. untuk mencegah atau meminimalkan infeksi.

B. Asuhan Keperawatan Solusio Plasenta Konsep Dasar Penyakit 1. Definisi Solusio plasenta (abruption plasenta atau accidental haemorage) adalah terlepasnya plasenta yang letaknya normal pada korpus uteri setelah kehamilan 20 minggu atau sebelum janin lahir (file:///H:/lp-dan-askep-solusio-plasenta.html). Cunningham mendefinisikan solusio plasenta sebagai separasi prematur plasenta dengan implantasi normalnya korpus uteri sebelum janin lahir . Jika separasi ini terjadi di bawah kehamilan 20 minggu maka mungkin akan didiagnosis sebagai abortus imminens. Sedangkan Abdul Bari Saifuddin mendefinisikan solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasi normalnya sebelum janin lahir, dan definisi ini hanya berlaku apabila terjadi pada kehamilan di atas 22 minggu atau berat janin di atas 500 gram. (http://materi-kuliah-akper.blogspot.com/2010/05/askep-solusio-plasenta.html).

Gambar 2. 2 Plasenta normal dan solusio plasenta dengan hematom subkhorionik

2.

Klasifikasi a. Solusio plasenta ringan Perdarahannya kurang dari 500 cc dengan lepasnya plasenta kurang dari seperlima bagian. Perut ibu masih lemas sehingga bagian janin mudah di raba. Tanda gawat janin belum tampak dan terdapat perdarahan hitam per vagina.

b. Solusio plasenta sedang Lepasnya plasenta antara seperempat sampai dua pertiga bagian dengan perdarahan sekitar 1000 cc. perut ibu mulai tegang dan bagian janin sulit di raba. Janin sudah mengalami gawat janin berat sampai IUFD. Pemeriksaan dalam menunjukkan ketuban tegang. Tanda persalinan telah ada dan dapat berlangsung cepat sekitar 2 jam. c. Solusio plasenta berat Lepasnya plasenta sudah melebihi dari dua pertiga bagian. Perut nyeri dan tegang dan bagian janin sulit diraba, perut seperti papan. Janin sudah mengalami gawat janin berat sampai IUFD. Pemeriksaan dalam ditemukan ketuban tampak tegang. Darah dapat masuk otot rahim, uterus Couvelaire yang menyebabkan Antonia uteri serta perdarahan pascapartus. Terdapat gangguan pembekuan darah fibribnogen kurang dari 100-150 mg%. pada saat ini gangguan ginjal mulai nampak.

Cunningham dan Gasong masing-masing dalam bukunya mengklasifikasikan solusio plasenta menurut tingkat gejala klinisnya, yaitu: a. Ringan : perdarahan kurang 100-200 cc, uterus tidak tegang, belum ada tanda renjatan, janin hidup, pelepasan plasenta kurang 1/6 bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma lebih 150 mg%. b. Sedang : Perdarahan lebih 200 cc, uterus tegang, terdapat tanda pre renjatan, gawat janin atau janin telah mati, pelepasan plasenta 1/4-2/3 bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma 120-150 mg%. c. Berat : Uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda renjatan, janin mati, pelepasan plasenta dapat terjadi lebih 2/3 bagian atau keseluruhan.

3.

Etiologi Penyebab primer solusio plasenta belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa faktor yang menjadi predisposisi : a. Faktor kardio-reno-vaskuler Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma preeklamsia dan eklamsia. Pada penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat hipertensi pada separuh

kasus solusio plasenta berat, dan separuh dari wanita yang hipertensi tersebut mempunyai penyakit hipertensi kronik, sisanya hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan. Dapat terlihat solusio plasenta cenderung berhubungan dengan adanya hipertensi pada ibu. b. Faktor trauma Trauma yang dapat terjadi antara lain : a) Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli. b) Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang banyak/bebas, versi luar atau tindakan pertolongan persalinan. c) Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain. c. Faktor paritas ibu Lebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara. Holmer mencatat bahwa dari 83 kasus solusio plasenta yang diteliti dijumpai 45 kasus terjadi pada wanita multipara dan 18 pada primipara. Pengalaman di RSUPNCM menunjukkan peningkatan kejadian solusio plasenta pada ibu-ibu dengan paritas tinggi. Hal ini dapat diterangkan karena makin tinggi paritas ibu makin kurang baik keadaan endometrium. d. Faktor usia ibu Dalam penelitian Prawirohardjo di RSUPNCM dilaporkan bahwa terjadinya peningkatan kejadian solusio plasenta sejalan dengan meningkatnya umur ibu. Hal ini dapat diterangkan karena makin tua umur ibu, makin tinggi frekuensi hipertensi menahun. e. Leiomioma uteri (uterine leiomyoma) yang hamil dapat menyebabkan solusio plasenta apabila plasenta berimplantasi di atas bagian yang mengandung leiomioma.

f. Faktor pengunaan kokain Penggunaan kokain mengakibatkan peninggian tekanan darah dan peningkatan pelepasan katekolamin, yang mana bertanggung jawab atas terjadinya vasospasme pembuluh darah uterus dan dapat berakibat terlepasnya plasenta. Namun, hipotesis ini belum terbukti secara definitif. Angka kejadian solusio plasenta pada ibu-ibu penggunan kokain dilaporkan berkisar antara 13-35%. g. Faktor kebiasaan merokok Ibu yang perokok juga merupakan penyebab peningkatan kasus solusio plasenta sampai dengan 25% pada ibu yang merokok 1 (satu) bungkus per hari. Ini dapat diterangkan pada ibu yang perokok plasenta menjadi tipis, diameter lebih luas dan beberapa abnormalitas pada mikrosirkulasinya. Deering dalam penelitiannya melaporkan bahwa resiko terjadinya solusio plasenta meningkat 40% untuk setiap tahun ibu merokok sampai terjadinya kehamilan (12) h. Riwayat solusio plasenta sebelumnya Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu dengan riwayat solusio plasenta adalah bahwa resiko berulangnya kejadian ini pada kehamilan berikutnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil lainnya yang tidak memiliki riwayat solusio plasenta sebelumnya. i. Pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi/defisiensi gizi, tekanan uterus pada vena cava inferior dikarenakan pembesaran ukuran uterus oleh adanya kehamilan, dan lain-lain. 4. Manifestasi Klinis Manifestasi klinis dari kasus-kasus solusio plasenta diterangkan atas pengelompokannya menurut gejala klinis. a. Solusio plasenta ringan Solusio plasenta ringan ini disebut juga ruptura sinus marginalis, dimana terdapat pelepasan sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak.

Apabila terjadi perdarahan pervaginam, warnanya akan kehitam-hitaman dan sedikit sakit. Perut terasa agak sakit, atau terasa agak tegang yang sifatnya terus menerus. Walaupun demikian, bagian-bagian janin masih mudah diraba. Uterus yang agak tegang ini harus selalu diawasi, karena dapat saja menjadi semakin tegang karena perdarahan yang berlangsung. Salah satu tanda yang menimbulkan kecurigaan adanya solusio plasenta ringan ini adalah perdarahan pervaginam yang berwarna kehitam-hitaman.

b. Solusio plasenta sedang Dalam hal ini plasenta telah terlepas lebih dari satu per empat bagian, tetapi belum dua per tiga luas permukaan. Tanda dan gejala dapat timbul perlahanlahan seperti solusio plasenta ringan, tetapi dapat juga secara mendadak dengan gejala sakit perut terus menerus, yang tidak lama kemudian disusul dengan perdarahan pervaginam. Walaupun perdarahan pervaginam dapat sedikit, tetapi perdarahan sebenarnya mungkin telah mencapai 1000 ml. Ibu mungkin telah jatuh ke dalam syok, demikian pula janinnya yang jika masih hidup mungkin telah berada dalam keadaan gawat. Dinding uterus teraba tegang terus-menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-bagian janin sukar untuk diraba. Apabila janin masih hidup, bunyi jantung sukar didengar. Kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal mungkin telah terjadi, walaupun hal tersebut lebih sering terjadi pada solusio plasenta berat.

c. Solusio plasenta berat Plasenta telah terlepas lebih dari dua per tiga permukaannnya. Terjadi sangat tibatiba. Biasanya ibu telah jatuh dalam keadaan syok dan janinnya telah meninggal. Uterusnya sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri. Perdarahan pervaginam tampak tidak sesuai dengan keadaan syok ibu, terkadang perdarahan pervaginam mungkin saja belum sempat terjadi. Pada keadaan-keadaan di atas besar kemungkinan telah terjadi kelainan pada pembekuan darah dan

kelainan/gangguan fungsi ginjal.

5.

Patofisiologi Terjadinya solusio plasenta dipicu oleh perdarahan ke dalam desidua basalis yang kemudian terbelah dan meningkatkan lapisan tipis yang melekat pada mometrium sehingga terbentuk hematoma desidual yang menyebabkan pelepasan, kompresi dan akhirnya penghancuran plasenta yang berdekatan dengan bagian tersebut. Ruptur pembuluh arteri spiralis desidua menyebabkan hematoma retro plasenta yang akan memutuskan lebih banyak pembuluh darah, hingga pelepasan plasenta makin luas dan mencapai tepi plasenta, karena uterus tetap berdistensi dengan adanya janin, uterus tidak mampu berkontraksi optimal untuk menekan pembuluh darah tersebut. Selanjutnya darah yang mengalir keluar dapat melepaskan selaput ketuban. Trauma Perdarahan ke dalam desidualbasalis Terbelah & meninggal lapisan tipis pada miometrium Terbentuk hematoma desidual Penghancuran plasenta Ruptur pembuluh arteri spinalis desidua Hematoma retroplasenta Pelepasan plasenta lebih banyak Uterus tidak mampu berkontraksi optimal Darah mengalir keluar dapat melepaskan selaput ketuban Syok hipovolemik

6.

Komplikasi Komplikasi solusio plasenta pada ibu dan janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas, usia kehamilan dan lamanya solusio plasenta berlangsung. a. Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu : a) Syok perdarahan Pendarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hampir tidak dapat dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera. Bila persalinan telah diselesaikan, penderita belum bebas dari perdarahan postpartum karena kontraksi uterus yang tidak kuat untuk menghentikan perdarahan pada kala III persalinan dan adanya kelainan pada pembekuan darah. Pada solusio plasenta berat keadaan syok sering tidak sesuai dengan jumlah perdarahan yang terlihat. Titik akhir dari hipotensi yang persisten adalah asfiksia, karena itu pengobatan segera ialah pemulihan defisit volume intravaskuler secepat mungkin. Angka kesakitan dan kematian ibu tertinggi terjadi pada solusio plasenta berat. Meskipun kematian dapat terjadi akibat nekrosis hipofifis dan gagal ginjal, tapi mayoritas kematian disebabkan syok perdarahan dan penimbunan cairan yang berlebihan. Tekanan darah tidak merupakan petunjuk banyaknya perdarahan, karena vasospasme akibat perdarahan akan

meninggikan tekanan darah. Pemberian terapi cairan bertujuan mengembalikan stabilitas hemodinamik dan mengkoreksi keadaan koagulopathi. Untuk tujuan ini pemberian darah segar adalah pilihan yang ideal, karena pemberian darah segar selain dapat memberikan sel darah merah juga dilengkapi oleh platelet dan faktor pembekuan.

b) Gagal ginjal Gagal ginjal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita solusio plasenta, pada dasarnya disebabkan oleh keadaan hipovolemia karena perdarahan yang terjadi. Biasanya terjadi nekrosis tubuli ginjal yang mendadak, yang umumnya masih dapat ditolong dengan penanganan yang baik. Perfusi ginjal akan terganggu karena syok dan pembekuan intravaskuler. Oliguri dan proteinuri akan terjadi akibat nekrosis tubuli atau nekrosis korteks ginjal mendadak.

Oleh karena itu oliguria hanya dapat diketahui dengan pengukuran pengeluaran urin yang harus secara rutin dilakukan pada solusio plasenta berat.Pencegahan gagal ginjal meliputi penggantian darah yang hilang secukupnya, pemberantasan infeksi, atasi hipovolemia, secepat mungkin menyelesaikan persalinan dan mengatasi kelainan pembekuan darah.

c) Kelainan pembekuan darah Kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta biasanya disebabkan oleh hipofibrinogenemia. Dari penelitian yang dilakukan oleh Wirjohadiwardojo di RSUPNCM dilaporkan kelainan pembekuan darah terjadi pada 46% dari 134 kasus solusio plasenta yang ditelitinya. Kadar fibrinogen plasma normal pada wanita hamil cukup bulan ialah 450 mg%, berkisar antara 300-700 mg%. Apabila kadar fibrinogen plasma kurang dari 100 mg% maka akan terjadi gangguan pembekuan darah.

Mekanisme gangguan pembekuan darah terjadi melalui dua fase: Fase I Pada pembuluh darah terminal (arteriole, kapiler, venule) terjadi pembekuan darah, disebut disseminated intravasculer clotting. Akibatnya ialah peredaran darah kapiler (mikrosirkulasi) terganggu. Jadi pada fase I, turunnya kadar fibrinogen disebabkan karena pemakaian zat tersebut, maka fase I disebut juga coagulopathi consumptive. Diduga bahwa hematom subkhorionik mengeluarkan tromboplastin yang menyebabkan pembekuan intravaskuler tersebut. Akibat gangguan mikrosirkulasi dapat mengakibatkan syok, kerusakan jaringan pada alat-alat yang penting karena hipoksia dan kerusakan ginjal yang dapat menyebabkan oliguria/anuria.

Fase II Fase ini sebetulnya fase regulasi reparatif, yaitu usaha tubuh untuk membuka kembali peredaran darah kapiler yang tersumbat. Usaha ini dilaksanakan dengan fibrinolisis. Fibrinolisis yang berlebihan malah berakibat lebih menurunkan lagi kadar fibrinogen sehingga terjadi perdarahan patologis.

Kecurigaan akan adanya kelainan pembekuan darah harus dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium, namun di klinik pengamatan pembekuan darah merupakan cara pemeriksaan yang terbaik karena pemeriksaan laboratorium lainnya memerlukan waktu terlalu lama, Sj

mehingga hasilnya tidak mencerminkan keadaan penderita saat itu.

d) Apoplexi uteroplacenta (Uterus couvelaire) Pada solusio plasenta yang berat terjadi perdarahan dalam otot-otot rahim dan di bawah perimetrium kadang-kadang juga dalam ligamentum latum. Perdarahan ini menyebabkan gangguan kontraktilitas uterus dan warna uterus berubah menjadi biru atau ungu yang biasa disebut Uterus couvelaire. Tapi apakah uterus ini harus diangkat atau tidak, tergantung pada

kesanggupannya dalam membantu menghentikan perdarahan.

b. Komplikasi yang dapat terjadi pada janin: a) Fetal distress b) Gangguan pertumbuhan/perkembangan c) Hipoksia dan anemia d) Kematian

7.

Pemeriksaan Diagnostik a. Pemeriksaan laboratorium

a)

Urin : Albumin (+), pada pemeriksaan sedimen dapat ditemukan silinder dan leukosit.

b) Pemeriksaan laboratorium darah : hemoglobin, hemotokrit, trombosit, waktu protombin, waktu pembekuan, waktu tromboplastin, parsial, kadar

fibrinogen, dan elektrolit plasma. b. Pemeriksaaan Ultrasonografi (USG) Pada pemeriksaan USG yang dapat ditemukan antara lain : a) Terlihat daerah terlepasnya plasenta b) Janin dan kandung kemih ibu c) Darah d) Tepian plasenta

c. Kardioktokgrafi : untuk mengetahui kesejahteraan janin d. Pemeriksaan Penunjang a) Darah : Hb, hemotokrit, trombosit, fibrinogen, elektrolit. b) USG untuk mengetahui letak plasenta,usia gestasi, keadaan janin. c) Kardioktokgrafi : untuk mengetahui kesejahteraan janin

8.

Penatalaksanaan a. Konservatif Menunda pelahiran mungkin bermanfaat pada janin masih imatur serta bila solusio plasenta hanya berderajat ringan. Tidak adanya deselerasi tidak menjamin lingkungan intra uterine aman. Harus segera dilakukan langkah-langkah untuk memperbaiki hipovolemia, anemia dan hipoksia ibu sehingga fungsi plasenta yang masih berimplantasi dapat dipulihkan. Tokolisis harus di anggap kontra indikasi pada solusio plasenta yang nyata secara klinis. b. Aktif Pelahiran janin secara cepat yang hidup hampir selalu berarti seksio caesaria. Seksio sesaria kadang membahayakan ibu karena ia mengalami hipovolemia berat dan koagulopati konsumtif. Apabila terlepasnya plasenta sedemikian parahnya sehingga menyebabkan janin meninggal lebih dianjurkan persalinan pervaginam kecuali apabila perdarahannya sedemikian deras sehingga tidak dapat di atasi bahkan dengan penggantian darah secara agresif atau terdapat penyulit obstetric yang menghalangi persalinan pervaginam.

Asuhan Keperawatan Solusio Plasenta A. PENGKAJIAN 1. Identitas Klien Pada biodata yang perlu dikaji berhubungan dengan solusio plasenta antara lain a. Nama Nama dikaji karena nama digunakan untuk mengenal dan merupakan identitas untuk membedakan dengan pasien lain dan menghindari kemungkinan tertukar nama dan diagnosa penyakitnya. b. Jenis kelamin Pada solusio plasenta diderita oleh wanita yang sudah menikah dan mengalami kehamilan. c. Umur Solusio plasenta cenderung terjadi pada usia lanjut (> 45 tahun) karena terjadi penurunan kontraksi akibat menurunnya fungsi hormon (estrogen) pada masa menopause. d. Pendidikan Solusio plasenta terjadi pada golongan pendidikan rendah karena mereka tidak mengetahui cara perawatan kehamilan dan penyebab gangguan kehamilan. e. Alamat

Solusio plasenta terjadi di lingkungan yang jauh dan pelayanan kesehatan, karena mereka tidak pernah dapat pelayanan kesehatan dan pemeriksaan untuk kehamilan. f. Riwayat persalinan Riwayat persalinan pada solusio plasenta biasanya pernah mengalami pelepasan plasenta. g. Status perkawinan Dengan status perkawinan apakah pasien mengalami kehamilan (KET) atau hanya sakit karena penyakit lain yang tidak ada hubungannya dengan kehamilan. h. Agama Untuk mengetahui gambaran dan spiritual pasien sebagai memudahkan dalam memberikan bimbingan kegamaan.

i. Nama suami Agar diketahui siapa yang bertanggung jawab dalam pembiayaan dan memberi persetujuan dalam perawatan. j. Pekerjaan Untuk mengetahui kemampuan ekonomi pasien dalam pembinaan selama istrinya dirawat.

2. Keluhan utama a. Pasien mengatakan perdarahan yang disertai nyeri b. Rahim keras seperti papan dan nyeri tekan karena isi rahim bertambah dengan dorongan yang berkumpul dibelakang plasenta, sehingga rahim tegang. c. Perdarahan yang berulang-ulang.

3. Riwayat penyakit sekarang Darah terlihat merah kehitaman karena membentuk gumpalan darh, darah yang keluar sedikit banyak, terus menerus. Akibat dari perdarahan pasien lemas dan pucat. Sebelumnya biasanya pasien pernah mengalami hypertensi esensialis atau pre eklampsi, tali pusat pendek trauma, uterus yang sangat mengecil (hydroamnion gameli) dll. 4. Riwayat penyakit masa lalu

Kemungkinan pasien pernah menderita penyakit hipertensi / pre eklampsi, tali pusat pendek, trauma, uterus / rahim feulidli. 5. Riwayat psikologis Pasien cemas karena mengalami perdarahan disertai nyeri, serta tidak mengetahui asal dan penyebabnya.

B.

DIAGNOSA 1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan ditandai dengan conjungtiva anemis , acral dingin , Hb turun , muka pucat & lemas . 2. Resiko tinggi terjadinya letal distress berhubungan dengan perfusi darah ke plasenta berkurang . 3. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan kontraksi uterus di tandai terjadi distress / pengerasan uterus , nyeri tekan uterus . 4. Gangguan psikologi ( cemas ) berhubungan dengan keadaan yang dialami . 5. Potensial terjadinya hypovolemik syok berhubungan dengan perdarahan . 6. Kurang pengetahuan klien tentang keadaan patologi yang dialaminya berhubungan dengan kurangnya informasi .

No 1

Diagnosa Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan ditandai dengan conjungtiva anemis , acral dingin , Hb turun , muka pucat & lemas . 1. Bina

Intervensi hubungan

Rasional saling 1. pasien percaya tindakan yang dilakukan paham tentang

percaya dengan pasien

2. Jelaskan penyebab terjadi 2. pasien perdarahan 3. Monitor tanda-tanda vital 4. Kaji tingkat perdarahan setiap 15 30 menit 5. Catat intake dan output 6. Kolaborasi

kondisi yang dialami 3. tensi, nadiyang rendah,

RR dan suhu tubuh yang tinggi menunjukkan

gangguan sirkulasi darah.

pemberian 4. mengantisipasi terjadinya syok

cairan infus isotonik 7. Kolaborasi tranfusi rendah darah

pemberian 5. produsi urin yang kurang bila Hb dari 30 ml/jam penurunan

menunjukkan fungsi ginjal.

6. cairan infus isotonik dapat mengganti volume darah yang hilang akiba

perdarahan. 7. tranfusi darah mengganti komponen darah yang

hilang akibat perdarahan. 2 Resiko tinggi terjadinya letal 1. Jelaskan resiko terjadinya 1. kooperatif pada tindakan distress berhubungan dengan perfusi darah ke plasenta berkurang . dister janin / kematian janin 2. tekanan uterus pada vena pada ibu 2. Hindari tidur terlentang dan anjurkan tidur ke posisi kiri 3. Observasi tekanan cava aliran darah ke

jantung menurun sehingga terjadi perfusi jaringan. dan

darah 3. penurunan

dan nadi klien 4. Observasi perubahan

peningkatan denyut nadi terjadi pada sindroma

frekuensi dan pola DJ janin 5. Berikan O2 10 12 liter dengan masker jika terjadi tanda-tanda fetal distress

vena cava sehingga klien harus di monitor secara teliti. 4. penurunan frekuensi

plasenta mengurangi kadar oksigen sehingga perubahan jantung janin. 5. meningkat oksigen pada janin. 3 Gangguan rasa nyaman nyeri 1. Jelaskan berhubungan dengan kontraksi uterus di tandai terjadi distress / pengerasan uterus , nyeri tekan uterus . pada klien 2. Kaji tingkat nyeri 3. Bantu dan ajarkan tindakan untuk mengurangi penyebab nyeri 1. dengan penyebab kooperatif tindakan tindakan mengetahui nyeri, klien dalam janin

menyebabkan frekuensi

terhadap

rasa 2. menentukan

keperawatan selanjutnya.

nyeri.

3. dapat

mengalihkan

perhatian klien pada nyeri yang dirasakan. 4 Gangguan psikologi ( cemas ) 1. Anjurkan berhubungan dengan keadaan yang dialami . klilen untuk 1. dengan hal-hal mengungkapkan akan

mengemukakan yang dicemaskan.

perasaannya

mengurangi beban pikiran. kecemasan

2. Ajak klien mendengarkan 2. mengurangi denyut jantung janin 3. Beri penjelasan

klien tentag kondisi janin. tentang 3. mengurangi kecemasan

kondisi janin 4. Beri informasi tentang

tentang kondisi / keadaan janin. 4. mengembalikan untuk kepercayaan klien.

kondisi klien 5. Anjurkan

manghadirkan orang-orang 5. dapat memberi rasa aman terdekat 6. Anjurkan klien berdoa kepada Tuhan 7. Menjelaskan tindakan diberikan 5 Potensial terjadinya hypovolemik syok berhubungan dengan perdarahan . tujuan yang dan akan dan nyaman bagi klien untuk 6. dapat meningkatkan

keyakinan kepada Tuhan tentang dilami 7. penderita kooperatif. kondisi yang

1. Kaji perdarahan setiap 15 1. mengetahui adanya gejala 30 menit 2. Monitor tekanan syok sedini mungkin. darah, 2. mengetahui pasien intervensi keadaan

nadi, pernafasan setiap 15 menit, bila

normal 3. menentkan

observasi dilakukan setiap 30 menit.

selanjutnya dan mencegah syok sedini mungkin perdarahan

3. Awasi adanya tanda-tanda 4. mengetahui syok, pucat, menguap terus keringat pusing. 4. Kaji konsistensi abdomen dingin,

yang tersembunyi urine yang

kepala 5. produksi

kurang dari 30 ml/jam merupakan penurunan

dan tinggi fundur uteri. 5. Catat intake dan output 6. Berikan cairan sesuai

fungsi ginjal. 6. mempertahankan volume cairan sehingga sirkulasi bisa adekuat dan sebagian persiapan bila diperlukan transfusi darah.

dengan program terapi

Kurang pengetahuan klien tentang keadaan patologi yang dialaminya berhubungan dengan kurangnya informasi .

1. Kaji tingkat pengetahuan 1. penderita keadaanya 2. Berikan penjelasan tentang kehamilan dan tindakan tentang 2.

menentukan

intervensi

keperawatan selanjutnya. penderita mengerti dan menerima keadaannya

serta pederita menjadi kooperatif.

yang akan dilakukan.

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Plasenta Previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum, angka kejadian plasenta previa adalah 0,4-0,6% dari keseluruhan persalinan dengan pematalaksanaan dan perawatan yang baik, mortalitas perinatal adalah 50 per 1000 kelahiran hidup. (Sarwono, 2007: 162). Solusio plasenta (abruption plasenta atau accidental haemorage) adalah terlepasnya plasenta yang letaknya normal pada korpus uteri setelah kehamilan 20 minggu atau sebelum janin lahir (file:///H:/lp-dan-askep-solusio-plasenta.html).

B. Saran Dengan adanya pembuatan makalah ini diharapkan kita semua dapat mengetahui asuhan keperawatan klien dengan plasenta previa dan solusio plasenta.

Daftar Pustaka Arif Mansjoer, 2001, Kapita Selekta Kedokteran , edisi ketiga . Media Aesculapius FKUI . Jakarta Marilynn E. Doenges & Mary Frances Moorhouse, 2001, Rencana Perawatan Maternal/Bayi, edisi kedua. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta. Murah Manoe dkk, 1999, Pedoman Diagnosis Dan Terapi Obstetri Dan Ginekologi. Bagian /SMF obstetri dan ginekologi FK Unhas . Ujung Pandang. Sandra M. Nettina, 2001, Pedoman Praktik Keperawatan. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta. Sarwono, 1997, Ilmu Kebidanan. Yayasan bina pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. Prawirohardjo S, Hanifa W. Kebidanan Dalam Masa Lampau, Kini dan Kelak. Dalam: Ilmu Kebidanan, edisi III. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2002; 3-21. Cunningham FG, Macdonald PC, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC. Obstetrical

Prabowo, Soedarto, penerjemah. Obstetri Williams. Edisi 20. Surabaya: Airlangga University Press, 2001; 456-70. Slava VG. Abruptio Placentae. Emerg [Online] 2006 [2006 August 29]; Topic12:[9 screens]. Available from:URL: http://www.emedicine.com /emerg/topic12.htm.

You might also like