You are on page 1of 19

BAB II TINJAUAN TEORITIS PUBLIC RELATIONS, EMPLOYEE RELATIONS, DAN PRODUKTIVITAS A. Public Relations 1.

Pengertian dan Definisi Public Relations Public relations banyak dipraktikkan di berbagai organisasi dalam rangka menunjang manajemen untuk mencapai tujuannya secara efektif dan efisien. Pelaksanaan public relations bertitik berat pada keterampilan membina hubungan antar manusia di dalam dan di luar organisasi untuk mencegah timbulnya masalah. Public Relations berasal dari dua buah kata, yaitu Public dan Relations. Dalam bahasa Indonesia kata Public berarti publik (masyarakat) dan kata Relations berarti hubungan-hubungan. Jadi, Public Relations berarti hubungan-hubungan dengan publik yang mempunyai minat dan kepentingan bersama (Abdurrahman, 1968;2). Istilah Public Relations Officer (PRO) (di Indonesia lebih dikenal dengan HUMAS atau hubungan masyarakat) baru dikenal pada abad ke -20, sebagai sebuah kegiatan Humas sudah ada jauh sebelumnya. Bahkan para ahli PRO menyatakan bahwa Public Relations (Humas) sudah ada sejak manusia masih primitif. Humas terlahir sebagai dampak dari perkembangan dan kemajuan masyarakat diberbagai bidang seperti ekonomi, politik, sosial, budaya, dan sebagainya. Di Indonesia istilah Humas sudah sangat membudaya dan dipergunakan secara luas diberbagai perusahaan dan instansi baik di pemerintah maupun swasta. , Oleh karena itu apabila kita berbicara tentang humas di Indonsia sesungguhnya kita sedang membicarakan Public Relations.

Selain pengertian public relations, untuk lebih jelasnya adapun definisi public relations yang telah diungkapkan oleh beberapa pakar, diantaranya adalah :  Definisi J.C. Seidel, Public Relations Director, Division of Housing, State of New York berbunyi : Public Relations is the continuing process by which management endeavors to obtain goodwill and understanding of its customers, its employees and the public at large, inwardly through self analysis and correction. Outwardly through all means of expression (Public Relations adalah proses yang kontinu dari usaha-usaha manajemen untuk memperoleh goodwill dan pengertian dari para pelanggannya, pegawainya, dan publik umumnya; kedalam dengan mengadakan analisis dan perbaikan-perbaikan terhadap diri sendiri; keluar dengan mengadakan pernyataan-pernyataan). (Abdurrachman, 2001:24)  Definisi W. Emerson Reck, Public Relations Director, Colgate University berbunyi : Public relations is the conitued process of keying policies, services, and actions to the best interest of those individual and groups whose confidence and goodwill an individual or institution covets, and secondly, it is interpretation of these policies, services, and actions to assure complete understanding and appreciation. (Public Relations adalah kelanjutan dari proses penetapan kebijaksanaan, penentuan pelayanan-pelayanan dan sikap yang disesuaikan dengan kepentingan orang -orang atau golongan agar orang atau lembaga itu memperoleh kepercayaan dan goodwill dari mereka. Kedua, pelaksanaan kebijaksanaan, pelayanan, dan sikap adalah untuk menjamin adanya pengertian dan penghargaan yang sebaik-baiknya).

(Abdurrachman, 2001:25)  Definisi Howard Bonham, Vice Chairman, American National Red Cross menyatakan : Public Relations is the art of bringing about better public

understanding which breeds greater public confidence for any individual or organization (Public Relations adalah suatu seni untuk menciptakan pengertian publik -sekelompok orang yang memiliki tujuan dan kepentingan yang sama- yang lebih baik, yang dapat memperdalam kepercayaan publik terhadap seseorang atau sesuatu organisasi/badan). (Abdurrachman, 2001:25)  Menurut M.O. Palapah dan Atang Syamsudin, Public Relations adalah suatu bentuk spesialisasi komunikasi yang bertujuan memajukan saling pengertian dan kerjasama antara publik-publik berkepentingan guna mencapai keuntungan dan kepuasan bersama.  Menurut Tony Greener, Public Relations adalah presentasi positif suatu organisasi kepada keseluruhan publiknya. (Greener, 1993:3)  Menurut Cutlip, Center, dan Broom; Public Relations is management function that identifies, establishs, and maintains mutually beneficial relationships between an organization and the various publics on whom its success of failure depends (Public Relations adalah fungsi manajemen yang membangun dan mempertahankan hubungan yang baik dan bermanfaat antara organisasi dengan publik yang mempengaruhi kesuksesan atau kegagalan organisasi tersebut). (Cutlip, Center, Broom, 2006:1) Jadi, berdasarkan definisi-definisi tadi terdapatlah di dalam public relations itu suatu kegiatan untuk menanamkan dan memperoleh pengertian, goodwill, kepercayaan, penghargaan pada dan dari publik sesuatu badan khususnya dan masyarakat umumnya. Dalam public relations terdapat suatu usaha untuk mewujudkan hubungan yang harmonis antara sesuatu badan/lembaga dengan publiknya, usaha untuk memberikan atau menanamkan kesan yang menyenangkan,

sehingga akan timbul opini publik yang menguntungkan bagi kelangsungan hidup badan/lembaga itu. Selain itu, definisi public relations menurut Cutlip, Center, dan Broom menempatkan public relations sebagai sebuah fungsi manajemen, yang berarti bahwa manajemen di semua organisasi harus memperhatikan public relations. Definisi ini juga mengidentifikasikan pembentukan dan pemeliharaan hubungan baik yang saling menguntungkan antara organisasi dengan publik sebagai basis moral dan etis dari profesi public relations. Hal ini dapat dilaksanakan oleh public relations dengan menunjukkan hal-hal yang positif tentang apa yang telah dilaksanakan dan direncanakan. Memberikan keterangan-keterangan/penjelasan-penjelasan kepada publik dengan jujur, sehingga publik merasa well-informed dan diikutsertakan dalam usaha-usaha badan/lembaga tersebut. Selain daripada itu, sikap yang simpatik, yang ramah, dan kata-kata yang sopan, yang menunjukkan perhatian terhadap public welfare, perhatian terhadap kritik-kritik dan saran-saran publik dengan bijaksana akan dapat memberikan kepuasan pada usaha-usaha public relations tadi. 2. Fungsi dan Tujuan Public Relations Bertrand R. Canfield dalam bukunya Public Relations, Principles and Problems mengemukakan tiga fungsi public relations, yakni : a. Mengabdi kepada kepentingan umum (it should serve in the publics interest). b. Memelihara komunikasi yang baik (maintain good communication). c. Menitikberatkan moral dan tingkah laku yang baik (and stress good morals and manners). (Effendy, 1993:137).

Fungsi public relations juga adalah memelihara hubungan baik atau hubungan harmonis antara lembaga/perusahaan dengan publik-publiknya, baik publik internal (publik di dalam lembaga/perusahaan) maupun publik eksternal (publik di luar lembaga/perusahaan). Banyak yang memuji peran fungsi public relations dalam membuat organisasi bersikap responsif terhadap kepentingan publik dan kontribusinya kepada sistem informasi publik yang amat penting bagi masyarakat demokratis dan kelangsungan hidup organisasional. Public relations mendapat pujian karena bisa membantu membangun dan mempertahankan hubungan antara publik dengan manajemen organisasional yang memperhatikan tanggung jawab sosial

kepemimpinan yang bermoral. Public relations juga membantu lembaga/perusahaan untuk mengantisipasi dan merespons persepsi dan opini publik, merespons nilai dan gaya hidup yang baru, merespons pergeseran di antara elektorat dan di dalam lembaga legislatif, dan merespons perubahan-perubahan lain di lingkungan. (Cutlip, Center, Broom, 2006:29). Sedangkan untuk mengkaji tujuan public relations, berikut akan dikutip beberapa pendapat ahli, antara lain :
o Charles S. Steinberg, tujuan public relations adalah menciptakan opini publik

yang favorable (menyenangkan) tentang kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh badan/lembaga yang bersangkutan.
o Frank Jefkins, tujuan public relations adalah meningkatkan favorable image/citra

yang baik dan mengurangi atau mengikis habis sama sekali unfavorable (tidak menyenagkan) image/citra yang buruk terhadap organisasi tersebut.

o Dimock Marshall Cs, tujuan public relations adalah secara positif : berusaha

untuk mendapatkan dan menambah penilaian dan goodwill (itikad baik) suatu organisasi atau badan. Secara defensif : berusaha untuk membela diri terhadap pendapat masyarakat yang bernada negatif, bilamana diserang, dan serangan itu kurang wajar, padahal organisasi atau badan kita tidak salah. (hal ini bisa terjadi akibat kesalahpahaman). Dengan demikian tindakan ini adalah salah satu aspek penjagaan atau pertahanan. Dari berbagai pendapat di atas, maka dapat dirumuskan tentang tujuan public relations secara umum/universal yang pada prinsipnya tujuan public relations adalah : untuk menciptakan, memelihara, dan meningkatkan citra yang baik dari organisasi kepada publik yang disesuaikan dengan kondisi-kondisi daripada publik yang bersangkutan, dan memperbaikinya jika citra itu menurun/rusak. Dengan demikian ada empat hal yang prinsip dari tujuan public relations, yakni : a. Menciptakan citra yang baik b. Memelihara citra yang baik c. Meningkatkan citra yang baik d. Memperbaiki citra jika citra organisasi kita menurun/rusak Dari serangkaian tujuan di atas pada umumnya public relations menekankan tujuan pada aspek citra, untuk menjelaskan hal tersebut, berikut akan dikaji tentang pengertian citra. Citra dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah Image, image dalam bahasa komunikasi adalah : The Picture In Ourhead yaitu suatu gambaran yang ada pada kepala kita. Jadi, citra adalah gambaran yang ada pada pikiran

seseorang atau bisa disebut juga pendapat atau persepsi yang timbul dari pikiran seseorang. Untuk membentuk citra yang positif/favorable dari publik terhadap lembaga/perusahaan/organisasi itu sangat sulit, oleh karena itu, jika suatu organisasi ingin mendapatkan favorable image, harus mempunyai suatu badan yang menggarapnya yaitu Public Relations (dengan cara

menyebarluaskan/mempromosikan organisasi kita melalui mass media, misal : TV, SK, Radio, Film, dan sebagainya).

Produktivitas Kerja 2.2.1 Pengertian Produktivitas Kerja Filosofi dan spirit tentang produktivitas sudah ada sejak awal peradaban manusia karena makna produktivitas adalah keinginan (the will) dan upaya (effort) untuk selalu meningkatkan kualitas kehidupan dan penghidupan disegala bidang (Sedermayanti, 1996:142). Pandangan yang lebih mengandung arti filosofi itu memberi arti dan spirit yang cukup mendalam dan memungkinkan setiap orang yang memahaminya memandang kerja, baik secara individual maupun kelompok dalam suatu organisasi sebagai suatu keutamaan dalam hal mengutamakan bekerja dengan mengacu kepada unsur efisiensi dan efektivitas yang merupakan penjabaran secara teknis dari konsep produktivitas.

Menurut Dewan Produktivitas Nasional Indonesia 1983, dikatakan bahwa produktivitas mengandung pengertian sikap mental (attitude of mind) yang selalu mempunyai pandangan :Mutu kehidupan hari ini harus lebih baik dari kemarin, dan hari esok lebih baik dari hari ini. Secara umum produktivitas mengandung pengertian perbandingan terbalik antara hasil yang dicapai (output) dengan keseluruhan sumber daya yang digunakan (input). (Sedermayanti,2009: 197). Dapat dikatakan bahwa kinerja sebagai suatu hasil atau output dari suatu proses pelaksanaan tugas akan berpengaruh terhadap produktivitas/kerja. Semakin baik kinerja seorang pegawai, berarti pegawai tersebut juga semakin produktif atau produktivitas kerjanya semakin meningkat. Kemudian Arouf (1986:20) berpendapat produktivitas adalah rasio antara efektivitas menghasilkan keluaran dan efesiensi pemggunaan sumber masukan. Produktivitas memiliki dua dimensi yakni efektivitas dan efisiensi. Dimensi efektivitas berkaitan dengan pencapaian kerja yang maksimal artinya pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan waktu. Sedangkan dimensi efesiensi merujuk kepada upaya membandingkan masukan dengan realisasi penggunaannya atau bagaimana pekerjaan dilaksanakan. Produktivitas dalam Kohlers Dictionary for Accountants (1983)

didefinisikan sebagai hasil yang didapat dari setiap proses produksi dengan menggunakan satu atau lebih faktor produksi. Produktivitas biasanya dihitung sebagai indeks, rasio output (keluaran) dibidang input (masukan). Produktivitas dapat dinyatakan dalam ukuran fisik (physical productivity) dan ukuran financial (financial productivty) (Moelyono, 1993:3).

Muchdarsyah Sinungan (2000:16) dalam bukunya Produktivitas Apa Dan Bagaiman, mengelompokkan pengertian produktivitas sebagai berikut: a. Rumusan tradisional bagi keseluruhan produktivitas tidak lain ialah ratio dari pada apa yang dihasilkan (output) terhadap keseluruhan peralatan produksi yang diperguanakan (input). Produktivitas pada dasarnya adalah suatu sikap mental yang selalu mempunyai pandanagn bahwa mutu kehidupan hari ini lebih baik dari pada kemarin, dan hari esok lebih baik dari hari ini. Produktivitas merupakan interaksi terpadu secara serasi dari tiga factor esensial, yakni : investasi termasuk penggunaan pengetahuan dan teknologi serta riset, manajemen, dan tenaga kerja. Berdasarkan pengertian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa produktivitas pada prinsipnya mencakup dua konsep dua dasar, yaitu daya guna (efesiensi) dan hasil guna (efektivitas). Daya guna menggambarkan tingkat sumber manusia, dana dan alam yang diperlukan untuk mengusahakan hasil tertentu. Sedangkan hasil guna adalah akibat kualitas dan hasil yang diusahakan. Sejauhmana seorang pegawai dapat mencapai hasil yang memuaskan dalam bekerja tergantung dari kemampuan dan kecakapannya. Setiap jenis pekerjaan menurut pengetahuan, kecakapan dan keterampilan tertentu agar pekerjaan tersebut dapat dilaksanakan dengan baik. Pengetahuan, kecakapan dan keterampilan yang dimiliki oleh seseorang menentukan kesiapan untuk melakukan suatu pekerjaan tergantung dari pendidikan yang telah diterima maupun pelatihan yang telah didapat. Pada umumnya seorang pegawai akan mengalami kepuasan kerja apabila mempunyai kebebasan dalam menentukan pekerjaan yang ingin dilakukan dengan cara yang di inginkannya. Demikian pula peran serta dan keterlibatan diri tanpa paksaan, akan meningkatkan motivasi kerja. Kesesuaian antara kebutuhan individual

b.

c.

dan kebutuhan organisasai merupakan factor yang penting untuk menunjang produktivitas kerja. Banyak faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja baik yang berhubungan dengan tenaga kerja maupun yan berhubungan dengan lingkungan suatu lembaga dan kebijakan pemerintah secara keseluruhan. Peran pegawai sebagai faktor yang menentukan produktivitas kerja semakin kuat oleh adanya kemajuan teknologi yang mempermudah dan mempercepat cara kerja yang akan dilakukan oleh para pegawai. Menurut balai pengembangan produktivitas daerah ada 6 faktor utama yang menentukan produktivitas pegawai yaitu: a. Sikap kerja, seperti: kesedian untuk bekerja secara bergiliran (shift work), dapat menerima tambahan tugas dan bekerja dalam suatu tim. b. Tingkat keterampilan, yang ditentukan oleh pendidikan, latihan dalam manajemen dan supervisi serta keterampilan dalam bekerja. c. Hubungan antara pegawai dan pimpinan organisasi: untuk meningkatkan produktivitas melalui lingkaran pengawasan bermutu (quality control circle) d. Manajemen produktivitas, yaitu: manajemen yang efesien mengenai sumber daya manusia dansistem kerja untuk mencapai peningkatan produktivitas. e. Efesiensi tenaga kerja, seperti: perencanaan tenaga kerja dalam tambahan tugas. f. Kewiraswastaan yang tercermin dalam pengambilan resiko, kreativitas dalam berusaha dan berada pada jalur yang benar dalam berusaha (Moelyono, 1993;25) Faktor tersebut besar artinya bagi penciptaan suasana kerja yang ergonomis untuk menunjang tercapainya efesiensi yang berarti di dalam proses yang telah memenuhi batasan standar produktivitas kerja. Pencapaian produktivitas kerja yang sekaligus mansyaratkan perlunya dilakukan standar kerja antara lain: 1. Standarisasi cara/prosedur kerja

2. 3. 4. 5. 6.

Standarisasi peralatan kerja Standarisasi lingkungan kerja Standarisasi tenaga kerja Standarisasi pemakaian material Standarisasi kinerja (performance)

Apabila tenaga yang dikeluarkan waktu yang dihabiskan dan pikiran yang dicurahkan oleh seorang pegawai untuk mengatur segenap yang d icurahkan oleh seorang pegawai untuk mengatur segenap yang dicurahkan oleh seorang pegawai untuk mengatur segenap sarana dan sumber daya tersebut, masing-masing dapat ditunjukan kepada sarana yang produktif, maka diharapkan volume atau jumlah produk yang dihasilkan akan meningkat. Dengan tata kerja yang sesuai, kondisi lingkungan kerja yang tentram, aman dan menyenangkan maka akan dapat dicapai produktivitas kerja yang tinggi. Perusahaan/lembaga merupakan salah satu tempat di mana pegawai akan memperoleh pengalaman kerja dan kesempatan meningkatkan keterampilan. Tanggung jawab peningkatan keterampilan melalui pengalaman dan kesempatan akan tergantung dari pimpinan lembaganya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa faktor manajemen sangat berperan dalam meningkatkan produktivitas kerja baik secara langsung yaitu melalui perbaikan organisasi dan tata prosedur untuk memperkecil pemborosan, maupun secara tidak langsung yaitu melalui penciptaan jaminan kesempatan bagi pegawai untuk berkembang, penyediaan fasilitas latihan dan penghasilan yang mencukupi serta pemberian jaminan sosial bagi pegawai supaya mendapatkan kehidupan yang layak bagi keluarganya. 1.2.2. Faktor-faktor Pendukung Produktivitas kerja

Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas baik disorot melalui dimensi makro ataupun dari segiorganissai (mikro). Secara makro factorfaktor yang dapat mempengaruhi produktivitas tersebut bisa berupa : a. b. c. d. e. f. Status social ekonomi Kualitas fisik Kualitas non fisik Teknostruktur Peraturan birokrasi dan Gaya kepemimpinan

Menurut Kopelman (1986) dalam Moelyono, (1993:27) faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja dari dimensi makro yang diduga berpengaruh secara signifikan terhadap penurunan tingkat pertumbuhan produktivitas adalah: a) berkurangnya intensitas modal, b) berkurangnya pembiayaan untuk kegiatan riset dan pengembangan, c) perubahan komposisi angkatan kerja dan perekonomian, d) perubahan dalam nilai dan sikap sosial. Dapat ditinjau dari yang lebih makro, Aft (1983) menyoroti partial productivity yang tekanannya kepada : a) tingkat keefesiensi dari hasil pekerjaan yang senyatanya, yang biasanya direfleksikan oleh rasio luaran disbanding masuk, b) tingkat efisiensi fisik yaitu ukuran dari suatu pekerjaan fisik (Moelyono, 1993:27). Tujuan dari kedua tingkat efesiensi ini dimaksudkan sebagai indikasi dimana para pekerja dapat bekerja dengan lebih cepat karena keterampilan atau keahlian dan bukan kerena dia bekerja lebih keras. Disamping itu, faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas juga tidak lepas dari keterkaitannya dengan persoalan kesehatan, keselamatan dan kesenangan kerja. Faktor-faktor seperti ini biasanya disebut sebagai factor yang bersifat manusiwi atau ergonomics.

1.2.3. Indikator Produktivitas Kerja Indikator produktivitas dikembangkan dan dimodifikasi dari pemikirannya yang disampaikan oleg Gilmore (1974), Erich Fromm (1975) tentang individu yang produktif, yaitu: 1) tindakannya konstruktif, 2) percaya pada diri sendiri, 3) bertanggung jawab, 4) memiliki rasa cinta, 5) mempunyai pandangan kedepan, 6) mampu mengatasi persoalan dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang berubah-rubah. Produktivitas merupakan hal yang sangat penting bagi para karyawan yang ada pada lembaga organissai/perusahaan. Dengan adanya produktivitas ke rja diharapkan pekerjaan akan terlaksana secara efesien dan efektif, sehingga ini semua akhirnya sangat diperlukan dalam pencapaian tujuan yang sudah ditetapkan. Untuk mengukur produktivitas kerja diperlukan suatu indikator sebagai berikut: a. Prestasi Kerja Istilah kinerja berasal dari kata job perpormance atau actual perpormance (pretasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang). Pengertian prestasi kerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2001:67). Menurut Byars dan Rue (1984), mengartikan prestasi sebagai tingkat kecakapan sesorang pada tugas-tugas yang mencakup pada pekerjaannya selama kurun waktu tertentu. Pengertian tersebut menunjukan pada bobot kemapuan individu di dalam memenuhi ketentuan-ketentuan yang ada di dalam pekerjaannya. Pada umumnya, prestasi kerja diberi batasan sebagai kesuksesan seseorang di dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Lawler dan Porter (1967) menyatakan

bahwa job performance adalah successful role achievement yang diperoleh seseorang dari perbuatan-perbuatannya. Tingkat sejauhmana keberhasilan seseorang di dalam melakukan tugas pekerjaannya dinamakan level of performance oleh Vroom (dalam Asad, 2001). Agus Dharma dalam bukunya Manajemen Prestasi Kerja mengatakan bahwa Prestasi kerja adalah sesuatu yang dikerjakan atau produk/jasa yang dihasilkan atau diberikan oleh seseorang atau sekelompok orang. Dari keterangan-keterangan tersebut di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk mencapai suatu kinerja (prestasi kerja) yan optimal, maka setiap pegawai harus memiliki motif berprestasi dalam diri sendiri selain itu tentunya situasi lingkungan kerjapun turut menunjang seperti dilakukannya penilaian mengenai produktivitas kerja yang dapat memberikan motivasi terhadap pegawai sehingga dapat memberikan citra yang baik terhadap instansi. b. Disiplin Kerja Kata disiplin (termonologis) berasal dari kata Latin: disciplina yang berarti pengajaran, latihan dan sebagainya. lazimnya kata discipline menunjukan suatu ide hukuman tetapi itu bukan artinya (arti disiplin) yang sebenarnya. Disiplin berasal dari kata latin disiplina yang berarti latihan atau pendidikan kesopanan dan kerohanian serta pengembangan tabiat (Moekijat: 139). Kemudian Keith Davis mengemukakan bahwa Dicipline is management action to enforce organization standards. Berdasarkan pendapat Keith Davis, disiplin kerja dapat diartikan sebagai pelaksana manajemen untuk memperteguh pedoman-pedoman organisasi (Mangkunegara, 2001:129).

Dalam buku Organisasi Perilaku Struktur dan Proses Gibson, Wancevich, dan Donnelly (1987:188) mengatakan bahwa Disiplin (dicipline) adalah suatu bentuk hukuman disiplin berbeda dengan hukuman (punishment), tetapi pelaksana disiplin tidak selalu memandang disiplin sebagai suatu yang tidak disukai . Disiplin adalah sikap mental yang tercermin dalam perbuatan atau tingkah laku perorangan, kelompok atau masyarakat berupa kepatuhan atau ketaatan terhadap peraturan dan ketentuan yang ditetapkan baik oleh pemerintah/ etika, norma, dan kaidah yang berlaku dalam masyarakat untuk tujuan tertentu (Sedermayanti, 2009:222). Disiplin erat hubungannya dengan kesadaran, sebab disiplin timbul dari kesadaran. Timbulnya proses kesadaran dapat memerlukan waktu lama dan agak sulit dilaksanakan tetapi disiplin dapat ditumbuhkan dalam waktu yang sangat singkat dan pada awalnya dapat dipaksakan dengan suatu aturan. Di tempat kerja terdapat berbagai aturan yang menentukan adanya disiplin pegawai dengan berbagai sanksinya. Pada dasarnya dalam disiplin terdapat dua faktor penting yaitu faktor waktu dan faktor kegiatan atau pelaksana kerja. Usaha untuk menciptakan adanya disiplin yang baik pada organisasi antara lain dilakukan melalui penyebaran tugas dan wewenang yang jelas, tata cara atau tata kerja (prosedur) yang sederhana tetapi memadai yang dapat diketahui dan dipahami oleh tiap pegawai sehingga mengetahui dengan tepat dimana dan bagaimana posisi pegawai sehingga pekerjaaan dapat dilaksanakan dengan efesien. c. Kemampuan dalam bekerja Setiap orang harus mempunyai kemampuan dalam bekerja, secara psikologis kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge and skill), artinya pegawai yang memiliki IQ di atas

rata dengan pendidikan yang memadai maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Mempunyai kemampuan untuk melaksanakan tugas. Kemampuan seorang pegawai sangat bergabtung pada keterampilan yang dimiliki serta profesionalisme mereka dalam bekerja. Yang dimaksud dengan kemampuan itu sendiri dimana kemampuan berasal dari kata dasar mampu yang dalam hubungannya dengan tugas/pekerjaan berarti dapat (kata sifat/keadaan) melakukan tugas/pekerjaan sehingga menghasilkan barang dan jasa sesuai dengan yang diharapkan. Agar pencapaian tujuan perusahaan dapat efektif (doing the right thing) maka

penempatan karyawan harus sesuai dengan kemampuannya (Moenir, 2002;166). Untuk mencapai tujuan perusahaan dengan lebih efektif pihak perusahaan harus dapat menempatkan karyawannya sesuai dengan kemampuannya masingmasing. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Sedermayanti, ia mengatakan, penempatan pegawai harus sesuai dengan kemampuannya dan keterampilannya sehingga gairak kerja dan kedisiplinannya akan lebih baik serta efektif dalam menunjang terwujudnya tujuan organisasi (Sedermayanti,2001: 16). Kemampuan dalam bekerja terdiri dari pengetahuan dan kecakapan. menurut factor yang mempengaruhi produktivitas dari sumber Sutermaiser dalam Sedermayanti, (2001 :83), menyatakan pengetahuan (knowledge) yang dilator belakangioleh pendidikan (education), pengalaman (experience), dan pelatihan (training). Kecakapan (skill) dilatorbelakangi oleh kemampuan untuk belajar (attitude) dan kepribadian (personality).

1.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja

Produktivitas tenaga kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor baik yang berhubungan dengan tenaga kerja itu sendiri maupun faktor lain, seperti tingkat pendidikan, keterampilan, disiplin, sikap dan etika kerja, motiviasi, gizi dan kesehatan, tingkat penghasilan, jaminan social, lingkungan kerja, iklim kerja, teknologi, sarana produksi, manajemen, dan prestasi (Ravianto,1991). Menurut Simanjuntak (1993), ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas kerja karyawan, yaitu: 1. Pelatihan Latihan kerja dimaksudkan untuk melengkapi keryawan dengan keterampilan dan cara-cara yang tepat untuk menggunakan peralatan kerja. Untuk itu latihan kerja diperlukan bukan saja sebagai pelengkap akan tetapi sekaligus untuk memberikan dasar-dasar pengetahuan. Karena dengan latihan berarti para karyawan belajar untuk mengerkan sesuatu dengan benar-benar dan tepat, serta dapat memperkecil atau meninggalkan keslahan-kesalahan yang pernah dilakukan. Stoner (1991) mengemukakan bahwa peningkatan produktivitas bukan pada pemuktakhiran peralatan akan tetapi pada pengembangan karyawan yang paling utama. Peningkatan produktivitas justru dihasilkan oleh perbaikan pelatihn dan pengetahuan kerja, kesehatan dan alokasi tugas. 2. Mental dan kemampuan fisik karyawan Keadaan mental dan fisik keryawan merupakan hal yang sangat penting untuk menjadi perhatian bagi organisasi sebab keadaan fisik dan mental k aryawan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan produktivitas kerja karyawan. 3. Hubungan antara atasan dan bawahan

Hubungan atasan dan bawahan akan mempengaruhi kegiatan yang dilakukan sehari hari Bagaimana pandangan atsan terhadap bawahan, sejauhmana

bawahan diikutsertakan dalam penentuan tujuan. Sikap dan saling jalin -menjalin telah mampu meningkatkan produkti itas karyawan dalam bekerja. Dengan demikian jika keryawan diperlakukan secara baik, maka karyawan tersebut akan berpartisipasi dengan baik pula dalam proses produksi, sehingga akan berpengaruh pada tingkat produksi kerja. 1.4 Pengukuran Produkti itas Setelah diuraikan tentang faktor-faktor produkti itas maka selanjutnya perlu diulas tentang pengukurannya dengan melakukan pengukuran maka dapatdiketahui tingkat maupun perubahan produkti itas yang terjadi dalam perjalan kurun waktu tertentu. pengukuran ini bersifat netral artinya memberikan informasi yang bermanfaat bagi tujuan analisis kemampuan kerja dan memiliki faktor faktor keluaran dan masukan apa yang menyebabkan kenaikan atau penurunan produkti itas. Tingkat produkti itas dapat digunakan sebagai standar ukur efesiensi dan hasil analisis pengukuran dapat digunakan untuk memadu upaya efektif dalam perbaikan pengalokasian sumber daya. secara garis besar terdapat dua model pengukuran peodukti itas yang dikemukakan oleh Sinungan (1987 : diantaranya adalah pengukuran

produkti itas total dan pengukuran persial. rumus produkti itas total menurut

malayu S.P Hasibuan (1996:105) adalah sebagai berikut: Pengukuran produkti itas total dapat pula dilakukan berdasarkan pernyataan akuntansi/finansial dari perusahaan tersebut. padea pengukuran ini diukur terlebih

dahulu output yang dihasilkan dan input yang digunakan lalu kemudian dibandingkan antara ouput dan input.

You might also like