You are on page 1of 18

LEGAL REASONING (ARGUMENTASI HUKUM) Oleh : Abdul Fickar Hadjar HAKEKAT ARGUMENTASI HUKUM ARGUMENTASI adalah suatu proses

akal yg digunakan sebagai landasan untuk menyampaikan suatu keteguhan. ARGUMENTASI HUKUM (AH) merupakan suatu ketrampilan ilmiah (ars) yang bermanfaat untuk dijadikan pijakan oleh para ahli hukum dalam mendapatkan dan memberikan solusi hukum. Argumentasi Hukum dapat digunakan untuk membentuk peraturan yang rasional dan accseptable, sehingga sanksinya dapat menimbulkan efek jera bagi masyarakat hukum yang tidak taat hukum. Peraturan hukum yang dibentukdengan ketentuan yang rasionaldan memenuhi rasa keadilan dapat menumbuhkan kesadaran hukum dan kepercayaan masyarakat. Pada komunitas praktisi hukum, penguasaan dan implementasi yang baik terhadap argumentasi hukum dalam setiap aktivitas profesinya dapat digunakan sebagai parameter: mana praktisi hukum yang berdebat yuridis dan mana praktisi hukum yang berdebat kusir. ISTILAH DAN PENGERTIAN Berbagai macam ilmu yang digunakan sebagai pengantar untuk mendapatkan pemahaman yang baik terhadap Argumentasi Hukum (AH), diantaranya: ilmu Logika Dasar, ilmu Mantiq dan Logika Praktis, yang kesemuanya memberikan pemahaman awal untuk pengembangan Argumentasi Hukum. Pengunaan istilah yang berbeda hanya merupakan faktor bahasa, sehingga AH lazim juga disebut dengan Legal Reasoning. Untuk mendapatkan pengertian AH secara kontekstual, terlebih dahulu harus memahami hukum sebagai ilmu pengetahuan. Dalam tradisi ilmu pengetahuan untuk memudahkan pemahaman mengenai ilmu, maka dibuatlah cabang pengelompokan cabang pohon ilmu, dan apakah Ilmu hukum masuk dalam kelompok Kelompok cabang pohon ilmu. Dan apakah ilmu hukum masuk dalam kelimpok IPA, IPS atau humaniora? Belum ada jawaban yang dapat memuaskan karena ternyata ilmu hukum itu memiliki karakteristik sendiri. Karakteristik tersendiri itu dapat dilihat dari ciri khas ilmu hukum yang bersifat normatif. Namun demikian banyak kalangan hukum yang mengembangkan ilmu hukum menggunakan metode sosial (secara empirik) untuk melakukan kajian hukum normatif, sehingga pengembangan dengan cara mengempirikkan hukum tersebut hanya menghasilkan pandangan bahwa hukum sebagai fenomena sosial. Dari segi objeknya ilmu hukum dapat dibedakan atas : Ilmu Hukum Normatif & Ilmu Hukum Empiris. Falsafah Ilmu dari pandangan Positivistik / Ilmu hukuk empiris, bidang studinya: Realis: Factual Patterns of Behavior (prilaku penegak hukum, hakim dsb), yang melahirkan : Sociological Jurisprodence (law in book - law in action) dan Socio Legal Jurisprudence (causalitas hukum dan masyarakat) --- menjadi kajian bidang ilmu hukum empiris dan banyak mencetak ilmuwan hukum/Legal scientist. Teori ilmu hukum dari pandangan normatif bidang studinya : norma-norma kaidah yang melahirkan ilmu hukum (norma hukum: dogmatik, teoritik dan filsafat) menjadi kajian bidang ilmu hukum normatif (temuan besar: BH=SH, Tangung jwb corporasi, AAUPB) dari bidang

inilah lahir para ahli hukum (Hakim, jaksa dan Advokat) di Belanda disebut: Mr (Meester in de rechten) Sejarah ilmu hukum bermula dari Filsafat Hukum dengan sifat yang sangat spekulatif kemudian diikuti oleh Dogmatik hukum (ius constitutum) yang sangat teknis, dan karena perbedaan sifat yang begitu tajam sehingga muncul Teori Hukum yang berasal dari Algemeine Rechtsleer dengan cirinya yang mendalami tentang nilai-nilai umum dari berbagai sistem hukum; Untuk menghilangkan kesenjangan Law in book dgn Law in action, maka dogma hukum, teori hukum dan filsafat hukum harus difokuskan untuk kebutuhan praktek hukum baik dalam rangka membentuk hukum maupun dalam rangka menerapkan hukum. Sebagai contoh: Untuk memberikan kepastian hukum subjek hukum perjanjian (filosofi Hukum Perikatan) maka (dibuatlah) Pasal 1320 KUHPerdata sebagai syarat sah perjanjian (konsep teknis) yang harus dipraktekan melalui pemahaman Teori Hukum. Konsep Teknis (ius constitutum) adalah ilmu hukum praktis yang berfungsi untuk menyelesaikan masalah hukum. (Subjek hukum, kesepakatan, objek, kausa yg halal hrs ditelusuri dalam ranah Teori Hukum Perdata) Penyelesaian masalah hukum diperlukan expertise knowledge yang harus dimiliki oleh para ahli hukum (Advokat) dalam melaksanakan tugas profesi. Expertise knowledge adalah Argumentasi Hukum (Legal Reasoning) yang pada dasarnya adalah to give a reason dalam pelaksanan tugas profesi advokat, dalam bidang: - preventif (Non Litigation Area, misal: Legal Consultation, Legal Negotiation termasuk membuat Legal opinion),dan - repressif (Litigation Area, penanganan perkara : Gugatan, permohonan, pledoi, replik dsb,). LOGIKA & ARGUMENTASI HUKUM Untuk memahami logika, org hrs mempunyai pengertian yg jelas mengenai penalaran. Penalaran adalah suatu bentuk pemikiran, dan bentuk pemikiran yg paling sederhana : pengertian (concept), pernyataan (poposisi / statment) dan penalaran (reasoning) yg ketiganya saling mempengaruhi. Logika sebagai istilah diartikan sebagai metode untuk menilai ketepatan penalaran yang digunakan untuk menyampaikan sebuah argumentasi, sedangkan teori argumentasi adalah cara untuk mengkaji bagaimana menganalisis dan merumuskan suatu argumentasi (secara cepat) yang jelas dan rasional dengan cara mengembangkan kriteria universal dan kriteria yuridis untuk digunakan sebagai landasan rasionalitas argumentasi hukum. Untuk menganalisis AH menggunakan logika formal, sedangkan u/ menganalisis rasionalitas proposisi menggunakan logika sillogistik, logika proposisi, dan logika predikat. Logika merupakan alur pemikiran yg mempertautkan sebuah pernyataan tentang suatu konsep dengan memberikan penalaran melalui argumentasi yg berperan dlm proses rasionalitas argumentasi. Sebuah argumentasi hukum yang tidak didukung logika maka legal problem solving tidak didasarkan pada opini yg jelas. Mac Cormick, Perelmen dan Toulmin: menyatakan bahwa peran logika formal dalam argumentasi hukum tidak dominan dan sangat terbatas bahkan tidak penting dalam pengambilan kesimpulan dan keputusan. Pernyataan ini ditanggapi oleh para ahli sebagai sebuah kesalah pahaman terhadap peran logika yg menurut persepsi mereka al adalah:

a) Dalam setiap AH selalu memakai pendekatan dgn mengandalkan bentuk silogisme, b) Proses pengambilan putusan oleh hakim dengan pertimbangan yg tidak selalu logis, c) Dalam Argumentasi Hukum logika tidak terkait substansi, d) Karena tidak adanya kriteria dan formulasi yg jelas mengenai hakekat rasionalitas nilai dalam hukum. FALLACY / KESESATAN (Penalaran Yang keliru) Penalaran yang tidak valid adalah penalaran yang keliru dan dapat terjadi karena pengingkaran terhadap kaidah-kaidah logika yaitu tidak ada hubungan yang logis antara premis dengan konklusi sebagai kekeliruan relevansi. Seorang dengan daya nalar yg tidak masuk akal, tetapi orang tsb tidak juga memahami kekeliruannya dalam memberikan penalarannya, org tsb adalah Paralogis, dan apabila kekeliruan tsb secara sengaja dipahami dan digunakan untuk agar org lain mengikuti, orang tsb adalah Sofisme. Ada beberapa jenis kekeliruan dalam penalaran sebagai sebuah kekeliruan penalaran hukum, artinyya penalaran keliru tsb jika diterapkan dlm bidang hukum bukan merupakan sebuah kesalahan, yaitu: Argumentum ad ignorantiam (AAI): Kesesatan terjadi bila org berargumen: proposisi sebagai benar karena tidak terbukti salah atau suatu proposisi salah karena tidak terbukti salah. Dalam bidang hukum, Argumen ini dapat dilakukan, jika dimungkinkan oleh hukum acara. - Asas pembuktian hkm Perdata (psl 1865 KUHPer: penggugat hrs membuktikan kebenaran dalilnya, shg jika tdk dpt membuktikan gugatan dpt ditolak. - Psl 107 UU No. 5/1986 Hkm Acara PTUN : Hakim yg menetapkan beban pembuktian. Dgn dasar ini tdk tepat menolak gugatan dgn dasar Penggugat tdk dpt membuktikan dalilnya. Argumentum ad Verecundiam (AAV): Menolak atau menerima argumentasi tidak didasarkan pd nilai penalarannya, melainkan lebih didasarkan pada kebesaran nama dan kewibawaan, kekuasaan, keahlian siapa yang mengajukan argmentasi tersebut (bertentangan dgn pepatah: nilai wibawa hanya setinggi & senilai argumentasinya). Dalam bidang hukum, Argumen ini tidak sesat, jika suatu Yurisprodensi menjadi Yurisprodensi tetap (contoh: Yrpdns MARI 838K/sip/1972: kriteria PMH oleh penguasa) Argumentum ad Hominem (AAH): Menolak / menerima argumen tidak didasarkan pd buruknya penalaran, tapi lebih disebabkan keadaan pribadi yg menyampaikan argumentasi. Dalam bidang hukum Argumen ini bukan kesesatan, jika digunakan menolak saksi palsu / tidak mengetahui kejadiannya. Argumentum ad Misericordiam (AAM) Argumentasi yg bertujuan menimbulkan empati dan belas kasihan. Dalam bidang hukum Argumentasi ini tidak sesat jika digunakan u/ meminta keringanan hukuman (Klementia dlm Pledooi), tetapi jika digunakan u/ pembuktian tdk bersalah, hal ini merupakan kesesatan. Argumentum ad baculum (AAB) Menerima/menolak argumentasi hanya krn ancaman dan menimbulkan perasaan takut.

Dalam bidang hukum Argumentasi ini tidak sesat jika digunakan u/ mengingatkan orang ttg suatu peraturan (sosialisasi peraturan). KEKHUSUSAN LOGIKA HUKUM Argumentasi Hukum (AH) merupakan argumentasi yang khusus, karena didasarkan pada hkm positif & kerangka prosedural. - Hukum Positif: AH selalu dimulai dari hukum positif, yg tdk statis, tetapi merupakan suatu perkembangan berlanjut. Dari sini yurisprodensi akan menentukan norma-norma baru. - Kerangka prosedural: argumentasi rasional dan diskusi rasional. Tiga Struktur dalam Argumenasi Hukum yg rasional: Struktur Logika: Alur premis menuju pada konklusi dari suatu argumentasi harus logis. Penalaran yg digunakan bisa berupa penalaran deduksi - pendekatan UU - pendekatan precedence (Hkm berisi norma - proposisi yg terdiri dari konsep pelanggaran Psl 1365 oleh penguasa apakah sama dgn menyalahi prosedur?) Struktur Dialektika: Agar argumentasi tidak monoton, maka hrs diberikan sentuhan dialektika, dan didalam dialektika itu suatu argumentasi diuji, terutama pada argumentasi prokontra (Wanprestasi atau Onrechtmatigdaad?) Struktur Prosedural: Dalam pemeriksaan pengadilan diatur oleh hukum formal yg sekaligus merupakan rule of law dalam proses argumentasi dalam penanganan perkara di pengadilan. DKL prosedur dialektika di pengadilan diatur oleh hukum acara. DASAR DASAR ARGUMENTASI Teori argumentasi berkembang sejak Aristotales yg dimulai dgn studi sistematis tentang logika yg intinya logical scuence yg konsisten dalam premis sampai kesimpulan. Aristotles mengembangkan logika kearah Dialektika sbg ajaran berdebat dan berlanjut pd kemamuan Retorika (kemampuan meyakinkan) Dalam logika tradisional lazimnya menggunakan metode Deduksi. Argumentasi Deduksi, yaitu penerapan suatu aturan hkm pd suatu kasus. Norma : Pencuri harus dihukum (Psl 362 KUHP) (Premis Mayor) Fakta : Johan adalah Pencuri. (Premis Minor) Kesimpulan: maka Johan harus dihukum (Konklusi). Jenis Argumentasi ini populer dlm Civil law system (Argumentation based onrules). Dalam Common Law System, argumentasi beranjak dari cases tertentu(Principal based reasoning) Argumentasi Hukum juga menggunakan logika Induksi, terutama untuk penanganan perkara di pengadilan / litigasi. Langkah-langkah logika/penalaran Induksi dalam Hukum: a. MERUMUSKAN FAKTA: merangkum semua fakta (peristiwa, perbuatan atau keadaan) fakta yuridis in concreto. b. MENCARI HUBUNGAN CAUSALITAS (sebab akibat): Causalitas selau tergantung pd jenis hukumnya : Pidana, Perdata, Adminstrasi Negara, Tata Usaha Negara dll. - Causalitas dlm Hukum Pidana:

hubungan Causal Delik Formil tidak jelas, tetapi hub causalitas sangat erat hubungannya dan manfaatnya dengan DELIK MATERIIL (Psl 338, Psl 351 ) contoh: perbuatan (sebab) kematian (akibat) Apakah suatu perbuatan tertentu menimbulkan matinya seseorang, dapat dijelaskan dengan teori hubungan kausal dalam hkm Pidana, (teori conditio cinequo non, adequat, teori yg mengeneralisir, teori objektif, teori relevansi) Menurut sistem hukum di Indonesia menggunakan : akibat langsung dan adequat (dpt diduga menimbulkan akibat). - Causalitas dlm Hkm Perdata: contoh: PMH (sebab) kerugian (akibat) Dalam hkm Perdata dikenal teori hub kausal: Conditio cinequa non,causa proxima, teori adequat (dapat diduga menimbulkan akibat). - Causalitas dalam Hkm Administrasi Negara (sengketa TUN) contoh: Keputusan TUN (sebab) kerugian (akibat) Teori yang digunakan dalam hukum adminstrasi negara adalah hubungan langsung. C. PROBABILITAS: - Merupakan konsep sentral dalam penalaran induktif; - Probabilitas dlm hukum tergantung standar pembuktian (alat bukti& beban pembuktian) Perdata: dalil & bukti, Pidana: Keyakinan Hkm & bukti. LANGKAH PEMECAHAN MASALAH HUKUM Struktur Argumentasi Hukum yg rasional: a. Lapisan Logika : struktur intern argumentasi Masuk wilayah logika tradisional, isu utama pada lapisan ini: apakah alur premis sampai kepada konklusi dari suatu argumenttasi itu logis ? b. Lapisan Dialektika: perbandingan prokontra argumentasi. Proses dialektika dalam adu argumentasi menguji kekuatan nalar suatu argumentasi yg terletak pada logika. (contoh Gugatan TUN pengumuman BI sbgi KTUN futuristik - tdk logis) c. Lapisan Prosedur (Hkm Acara) Hkm acara merupakan aturan main proses argumentasi litigasi di pengadilan (prosedur dialektika diatur hukum acara) contoh: beban pembuktian, tergantung ketentuan hukum acara hkm apa. Langkah-langkah ANALISIS HUKUM PENGUMPULAN FAKTA yuridis (perbuatan, peristiwa atau keadaann) Pengumpulan fakta didasarkan pd ketentuan tentang alat bukti. KLASIFIKASI Permaslahan Hukum (berkaitan dgn hkm positif - klasifikasi hukum publik atau privat - jika publik: HTN, HAN & Hkm Inter Publik, jika Privat: perdata, dagang dll - terkait kompetensi absolut pengadilan. IDENTIFIKASI ISU Hukum yg relevan. (question of fact & question of law) Pertanyaan ttg fakta akan menyimpulkan fakta hukum (jk didukung alat-alat bukti). Identifikasi isu hukum berkaitan dgn konsep hukum yg menjadi dasar dan kemudian dipilah-pilah elemenelemen pokok. Contoh: malpraktek dokter, apakah wanprestasi atau PMH ? - analisis atas Konsep Wanprestasi:

1. adakah hubungan kontraktual dokter - pasien ? 2. adakah cacat prestasi dlm tindakan dokter thdp pasien? analisis isu PMH: 1. apakah tindakan dokter suatu tindakan hukum ? 2. apakah tindakan dokter suatu PMH? Apa kriteria melanggar hukum? 3. apa kerugian yg diderita pasien? Apakah kerugian itu akibat langsung perbuatan dokter? - masing-masing isu dibahas dgn mendasarkan pd fakta (hubungan dokter-pasien) dikaitkan dgn hukum, teori & asas hukum yg berlaku - ditarik simpulan (opini) tiap isu. Berdasarkan opini ditarik simpulan atas pokok masalah: ada atau tidaknya wanprestasi dan/atau PMH. PENEMUAN HUKUM 1. Pada civil law: based on rules, penelusuran peraturan perundang- undangan (UU No.10/ 2004: per-UU-an: hukum tertulis, dibuat lembaga / pejabat yg berwenang, isinya mengikat umum) statute approach; 2. mengidentifikasi norma (norma-proposisi, yg merupakan rangkaian konsep - karena itu hrs difahami konsepnya 3. Conceptuan approach. Contoh : Psl 1365 KUHPer : setiap PMH yg menimbulkan kerugian, mewajibkan yg menimbulkan kerugian itu membayar ganti rugi. Dalam norma ini konsep yang harus dijelaskan adalah: a. Konsep perbuatan (hrs dijelaskan <ingat : citizen law suit> , akan menjelaskan perbuatan siapa & siapa yg bertanggung jawab); b. Konsep melangar hukum (melanggar hak org lain, bertentangan dgn kewajiban, melanggar kepatutan, kesusilaan). c. Konsep kerugian (kerusakan yg diderita, keuntungan yg diharapkan, biaya keluar). Dengan contoh diatas tidak cukup hanya dgn menerapkan norma hukum tertulis langsung pada fakta hukum, norma sifatnya abstrak & konsep merupakan konsep terbuka / kabur. Dengan kondisi ini dilakukanlah RECHTSVINDING dgn 2 teknik : 1) interpretasi; 2) konstruksi hukum meliputi: analogi, penghalusan/penyempitan hukum, & argumentum a contrario. (fungsi rechtsvinding menemukan norma kongkrit u/ diterapkan pd fakta) PENERAPAN HUKUM Setelah menemukan norma kongkrit langkah berikutnya menerapkan pada fakta hukum. (contoh: ada kejelasan konsep perbuatan dlm konteks Psl 1365 KUHPerdata, dimana gempa bumi tdk termasuk dlm pengertian perbuatan) STRUKTUR LEGAL OPINION Kasus Posisi (summary) harus memuat: - rumusan singkat fakta hukum - daftar isu hukum - summery legal opinion Ketentuan Hukum (Rumusan Fakta) - fakta dirumuskan lengkap, ttp tdk panjang; - intinya yg dijadikan isu hukum Pertanyaan Hukum (isu hukum)

- isu hukum dirumuskan lengkap & diberi nomor; - diikuti pertanyaan hukum Analisis isu hukum - setiap isu ditelusuri ketentuan hkm, yurisprodensi, doktrin yg diberikan dgn isu tsb - Tuliskan ketentuan hukum & yurisprodensi yg ditemukan. - Identifikasi problem hkm relevan dgn kasus yg dianalisis - Berikan pendapat & bgmn ketentuan hkm tsb diterapkan dlm ksus tsb. Kesimpulan (conclusion & opinion) - Rumuskan pendapat hukum yang berkenaan dengan fakta hukum tersebut. - catatan: semua kasus (yurisprodensi), ketentuan hukum yg digunakan. Daftar Pustaka: Prof. Mr. Satokhid Kartanegara, Seri Perkuliahan Asas-asas Hukum Pidana, balai Lektur Mahasiswa. Philipus M Hadjon & tatiek Sri Djatmiati, Argumentasi Hukum, Gajah Mada University Press, 2005 HF Abraham Amos, Legal Opinion, Aktualisasi Teoritis & Empirisme, Rajagrafindo Persada, 2004 Contoh Kasus : Pendapat Hukum (Legal Opinion) tentang Status Pegawai BUMN dalam rangka UU Advokkat. Kasus Posisi : Seorang advokat melakukan her-registrasi sesuai ketentuan UU No. 18 tahun 2003 tentang Advokat. Permohonan her-registrasi ybs ditolak dengan alasan yang bersangkitan berstatus sebagai pegawai perusahaan daerah air minum. Permohonan didasarkan atas ketentuan Pasal 3 ayat (1) hhuruf c UU Advokat yang menentukan syarat seorang advokat ialah : tidak berstatus sebagai pegawai negeri atau pejabat Negara. Isu hukum, dalam kasus ini adalah apakah pegawai PDAM termasuk pengertian Pegawai Negeri menurut UU Advokat ? Berdasarkan Isu hukum tersebut disusun pendapat hukum (legal opinion) sebagai berikut: I. Ketentuan UU Advokat (UU No. 18 Yahun 2003) Pasal 3 ayat (1) huruf c : Tidak berstatus sebagai pewawai negeri atau pejabat Negara. II. Pertanyaan Hukum Apakah berdasarkan ketentuan Pasal 3 ayat 1 huruf c UU No. 18 tahun 2003 tentang Advokat, Pegawai PDAM (BUMN) termasuk pegawai negeri ? III. Analisis 1. Dasar Hukukm a. UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat; b. UU No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian; c. Peraturan Kepegawaian PDAM a. Keputusan MENDAGRI No. 34 tahun 2000; b. PERDA KMS No. 15 tahun 1986. 1. Pengertian Pegawai Negeri menurut UU No.8 Th. 1974

Pasal 1 huruf a: Pegawai Negeri adalah mereka yang setelah memenuhi syarat-syarat yg ditentukan dalam perundang-undangan yang berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam satu jabatan negeri atau diserahi tugas Negara lainnya yang didasarkan suatu perundang-undangan dan digaji menurut peraturan perundangundangan yang berlaku; Pasal 1 huruf c: Jabatan negeri adalah jabatan dalam bidang eksekutif dst Berdasarkan ketentuan tersebut, pertanyaan yang muncul adalah: Apakah pegawai PDAM menjalankan jabatan negeri dalam arti jabatan dalam bidang eksekutif ? Dalam menjawab pertanyaan tsb. perlu dijelaskan : 1. apa arti jawaban dalam bidang eksekutif 2. apakah pegawai PDAM nebjalankan jabatan dalam bidang eksekutif. Bidang eksekutif adalah bidang kekuasaan Negara diluar kekuasaan legislative dan yudisial. Karakter hukum kekuasaan (termasuk eksekutif) adalah hukum public. Dengan demikian hubungan hukum pegawai negeri adalah hubungan hukum public. Menjawab pertanyaan apakah pegawai PDAM menjalankan jabatan dalam bidang eksekutif, ketentuan hukum yang dapat dijadikan dasar : Pasal 1 huruf h PERDA KMS No. 15 th 1986, Pegawai adalah pegawai perusahaan daerah.. Pasal 3 ayat (1) Keputusan MENDAGRI No. 34 tahun 2000: untuk dapat diangkat sebagai pegawai harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: huruf I : Tidak boleh merangkap menjadi pegawai negeri. Berdasarkan ketentuan tersebut jelas pegawai PDAM tidak menjalankan jabatan dalam bidang eksekutif. Menurut Pasal 3 ayat (1) huruf I KEPMENDAGRI No. 34 Th 2000, jelas pegawai PDAM bukan pegawai negeri. Disisi lain berdasarkan UU No. 21 Th 2000 tentang serikat Pekerja / Serikat Buruh, pengertian perusahaan termasuk perusahaan milik Negara (Vide Psl 1 angka 9). Jadi jelas PDAM tidak menjalankan tugas dibidang eksekutif dalam makna hukum public. Hubungan kepegawain PDAM bukan hubungan hukum public tetapi hubungan hukum pertada. 1. Apakah pegawai PDAM dapat disamakan dengan Pegawai Negeri menurut UU Advokat ? Dalam hal tertentu pegawai BUMN/BUMD dapat disamakan sebagai pegawai negeri. Contoh: Pasal 1 PP No. 10 th 1983 Tentang Izin perkawinan dan perceraian bagi PNS, namun demikian prinsip hukum yang harus diperhatikan dlm hal ini : 1. Pegawai BUMN/BUMD bukan pegawai negeri. 2. Ada ketentuan bagi pegawai negeri yang juga diberlakukan bagi pegawai BUMN/BUMD namun tidak berarti pegawqai BUMN/BUMD adalah pegawai negeri. Prinsip hukum yang harus diperhatikan dalam hal ini : Pemberlakuan ketentuan bagi pegawai negeri terhadap pegawai BUMN/BUMD harus jelas dan pasti dasar hukumnya, bukan sekedar interpretasi ektensif yg memperluas daya berlakunya suatu ketentuan hukum. Setiap ketentuan bagi pegawainegeri tidak secara

otomatis berlaku bagi pegawai BUMN/BUMD. A-Contrario, sepanjang tidak ada ketentuan khusus secara tegas, ketentuan yang berlaku bagi pegawai negeri tidak bisa dengan sendirinya berlaku juga bagi pegawai BUMN/BUMD dalam hal ini pegawai PDAM. Dengan demikian sepanjang tidak ada ketentuan khusus yang menyatakan bahwa ketentuan larangan PNS menjadi Advokat menurut UU Advokat berlaku juga bagi pegawai BUMN/BUMD atau pengertian pegawai negeri menurut UU ADVOKAT termasuk pegawai BUMN/BUMD. Tidak ada larangan bagi pegawai PDAM menjadi Advokat. IV. Kesimpulan 1. Tidak ada ketentuan dalam UU Advokat bahwa termasuk pengertian pegawai negeri adalah pegawai BUMN/BUMD. 2. Pegawai PDAM (BUMD) bukanlah pegawai negeri dalam makna pegawai negeri menurut UU Advokat.

ARGUMENTASI HUKUM DALAM PERKARA PIDANA STRUKTUR (ANATOMI) PLEDOI / PEMBELAAN: I. PENDAHULUAN (15%) II. FAKTA DAN ANALISA FAKTA (40%) (QUESTION OF FACT) III. ANALISA YURIDIS (35%) IV. PENUTUP (10%) KESIMPULAN DAN PERMOHONAN V. APENDIKS PENDAHULUAN : - Lead (quotation) - Salam pembuka (salutation) - Rangkuman Isi - Konsistensi Penerapan Hukum Acara (opening Statement) - Status BAP. FAKTA DAN ANALISA FAKTA (QUEATION OF FACT) - Konsisten pada hukum acara; - Saksi-saksi dan profil ( Pemberi Keterangan); - Keterangan-keterangan Dalam Sidang; (Saksi / pemberi keterangan & barang bukti) - Keterangan yang menguntungkan Terdakwa; - Keterangan-keterangan yang sah; - Kesimpulan fakta yang sah secara yuridis (fakta hukum).

ANALISA YURIDIS (QUESTIONS OF LAWS) - Uraian satu persatu unsure delik; - Unsur-unsur delik yang perlu dibahas dan diktritik (kalau ada) pada Undang-Undang ybs; - Kesimpulan. PENUTUP : Kesimpulan; Permohonan. APPENDIKS : Transkripsi persidangan; Referensi-referensi yang dirujuk dalam uraian.

Contoh Kasus Argumentasi Hukum : Pledoi / Pembelaan dalam Kasus Penipuan / Penggelapan (Psl 372 / Psl 378 KUHP) Dakwaan & Tuntutan: Terdakwa Ir. MD didakwa telah melakukan tindak pidana penipuan dan/atau penggelapan melanggar Pasal 372 / Pasal 378 KUHP dalam konteks peristiwa tidak dilaksanakannya jual beli saham perusahaan batubara di Kalimantan Timur PT. SS milik Terdakwa kepada saksi pelapor Dr. RS, dimana Terdakwa MD telah menerima sejumlah uang. PENDAHULUAN: - Salam pembuka dan ucapan terima kasih pada sidang. - Kutipan-kutipan Yurisprodensi yg menolak kriminalisasi perdata antara lain: a. Putusan Mahkamah Agung RI No. 449.K/Pid/2001; b. Putusan Mahkamah Agung RI No. 1035.K/Pid/1993; c. Putusan Mahkamah Agung RI No. 411 K/Pid/1992 - Rangkuman kejadian yang menggambarkan kriminalisasi peristiwa perdata. (Dalam waktu bersamaan Saksi Pelapor menggugat perdata Terdakwa) - Inkonsistensi penerapan hukum acara. TANGGAPAN ATAS SURAT TUNTUTAN JAKSA PU - Surat Tuntutan Jaksa Penuntut Umum obscuur (kabur), karena: a. Estetika penyajian Surat Tuntutan yang penuh dengan coretan tulisan tangan, bentuk karaktar huruf (font) yang tidak sedap dipandang mata yang menunjukkan ketidakprofessionalan dan skill yang tidak terlatih; b. secara serampangan menguraikan unsur-unsur Pasal yang didakwakan terhadap Terdakwa dengan mengcopy paste tuntutan lain perkarasehingga tidak sesuai dengan rumusan Pasal KUHP yang didakwakan. Dengan kata lain, Saudara Jaksa Penuntut Umum telah merubah KUHP. c. mengutip sepotong-sepotong keterangan saksi yang relevan, sehingga merugikan Terdakwa sebagai contoh keterangan yg relevan saksi UH yang tidak lengkap;

d. Bukti-bukti yang ditampilkan dalam perkara ini sengaja tidak dilengkapi, sehingga kejadiankejadian hanya dilihat parsial (sepotong-sepotong) sebagai contoh tidak ditampilkannya Akta-akta Notaris yang membuktikan kepemilikan Terdakwa atas PT. SS. FAKTA FAKTA YANG TERUNGKAP DI PERSIDANGAN Keterangan Saksi : 9 orang Saksi al: RS, SB, H, UH, TS, TA & FS (Notaris), IKA, DS dan keterangan seorang Terdakwa: Keterangan dipisahkan antara yang berkaitan dengan yang tidak berkaitan dengan perkara. Pemeriksaan Bukti : - Akta Notariil pendirian PT. SS dsb. - Draft Perjanjian Jual Beli Saham. - Risalah pertemuan & Hasil Survey. - Dokumen perizinan (pertambangan, lokasi, lingkungan); - NPWP & Laporan Keuangan ANALISA FAKTA (QUESTION OF FACT) Memisahkan keterangan saksi & bukti yang sah didasarkan pada konsistensi penerapan hukum acara (KUHAP) antara lain: kedudukan dan hubungan saksi dgn Terdakwa, kesesuaian keterangan antar para saksi, saksi dgn bukti (Psl 185 ayat (6) & (7)), latar belakang saksi (PSL 185 ayat (6) c & d), keabsahan perolehan barang bukti (Psl 33 jo 38 KUHAP), dsb. Dari keterangan para saksi, Terdakwa & bukti yang diajukan (baik oleh JPU maupun Terdakwa) dapatlah dianalisis dan ditarik kesimpulan peristiwa sebagai fakta hukum: 1. Terdakwa (T) pemilik sebuah perusahaan PT. SS (100% saham) yang asetnya berupa sejumlah areal pertambangan batubara beserta perizinannya (Vide ket saksi Notaris TA, Terdakwa, bukti Akta-akta Notaris TA); 2. Areal pertambangan batubara terletak di Kabupaten Pasir Kalimantan Timur yang pernah dikunjungi oleh beberapa orang kepercayaan & pegawai saksi pelapor RS yang hasil kunjungannya dituangkan dalam Berita Acara dan Rekomendasi (Ket Terdakwa, Saksi UH, SB, bukti-bukti: dokumen feasibility study, BA & R dsb); 3. Pertemuan antara T dgn saksi pelapor RS merupakan inisiatif saksi RS diperantarai saksi UH, TS awal juli 2004, yang kemudian menyepakati akan membeli saham PT. SS sejumlah 40 % senilai Rp.40 Milyar, akan tetapi Saksi RS tidak menyanggupi dan hanya akan membeli saham sejumlah 25 % senilai Rp.10 milyar (Keterangan saksi RS, US, TS dan T); 4. Terdakwa meminta tanda jadi untuk kepentingan survey pekerja saksi RS Rp.200 juta, tetapi saksi RS keberatan dan Terdakwa memutuskan untuk tidak menjual sahamnya, tetapi kemudian melalui saksi TS, UH yang merayu saksi DS (istri Terdakwa) untuk mendesak Terdakwa, akhirnya disepakati tanda jadi Rp.150 juta (Keterangan saksi RS, US, TS, DS dan keterangan Terdakwa); 5. Survey dilakukan oleh pegawai saksi RS, yaitu UH & SB kelapangan di Kabupaten Tanah Grogot Balikpapan Kalimantan Timur, yang kemudian memberikan laporannya kepada saksi RS serta rekomendasi dan usulan (Keterangan saksi RS, US, SB, Terdakwa); 6. Terdakwa kemudian meminta penyetoran lagi kepada saksi RS sejumlah Rp.1 milyar melalu saksi US dalam rangka pengembangan proyek batubara yangg sedang dijalankan, yang kemudian setelah tawar menawar saksi RS memberikannya melalui transfer ke rekening Terdakwa di BNI balikpapan (keterangan saksi RS, US, SB, TS dan Terdakwa); 7. Bahwa persoalan yang menyebabkan tidak jadinya ditanda tangani perjanjian di notaries F antara lain adalah masalah legal perusahaan Terdakwa (keterangan saksi RS),

Adendum yang mengatur kewajiban saksi RS kepada Terdakwa (keterangan Saksi UH dan Terdakwa), saksi RS menyodorkan konsep perjanjian pembelian 100% asset PT SS dengan harga yg telah disepakati dan saksi RS ingkar janji atas komitmen pembayaran yang ke 2 sejumlah Rp 1 Milyar (keterangan saksi RS danTerdakwa ); 8. Setelah tidak jadi ditanda tanganinya perjanjian jual beli saham di notaris F, dilakukan beberapa kali pertemuan antara saksi RS dengan Terdakwa gagal dilaksanakan, saksi UH bersama saksi TS menemui Terdakwa menyampaikan pesan saksi RS yaitu syarat pengembalian uang saksi RS yang telah diterima Terdakwa, yaitu tunai atau cek 7 hari, akan tetapi Terdakwa menyanggupi pengembalikan dengan Giro Bilyet 2 Minggu, karena Terdakwa tidak memiliki cek. Saksi RS tidak mau menerima Giro Bilyet tersebut dan memerintahkan untuk mengembalikannya kepada Terdakwa, dan saksi RS berkata kalau diterima kan menjadi perdata (keterangan saksi RS, TS, UH, dan Terdakwa); Dari rangkaian facta hukum tersebut dapatlah disimpulkan bahwa yang sesungguhnya terjadi adalah tidak terjadinya jual beli saham PT. SS antara Terdakwa dan Saksi RS, yang disebabkan salah satu pihak ingkar janji / wanprestasi, yang penyelesaiannya masuk kedalam kompetensi hukum perdata. Kriminalisasi yang terjadi merupakan rekayasa saksi RS yang bahkan di muka siding membuat pernyataan akan mempidanakan. ANALISA YURIDIS (question of law) Surat dakwaan saudara JPU telah mendakwa Terdakwa MD dengan dakwaan Kesatu melanggar Pasal 372 KUHP atau Kedua melanggar Pasal 378 KUHP, dan berkesimpulan bahwa Terdakwa MD telah terbukti melanggar Pasal 378 KUHP. Apakah fakta-fakta yang terungkap di persidangan telah mendukung apa yang didakwakan dan dituntutkan oleh JPU dan bagaimana hukum ic jurisprodensi mengapresiasi dan memandang peristiwa yang terjadi antara Terdakwa dengan saksi RS? Ada kecenderungan dalam bebarapa putusan Mahkamah Agung yang berkaitan dengan dakwaan Pasal 378 KUHP yang menggambarkan terjadinya kriminalisasi peristiwa perdata yang notabene masuk dalam wilayah otoritas hukum perdata, dengan penyelesaian yang dipaksakan melalui mekanisme pidana. Tentu saja Putusan-putusan MA aquo telah meluruskannya. Kriminalisasi peristiwa perdata bukan saja akan merugikan pihak-pihak yang menjadi korban ic Terdakwa, tetapi lebih jauh akan sangat berbahaya bagi kepastian hukum perkembangan dunia usaha pada umumnya. Dan para entrepreneur akan takut untuk mengembangkan usahanya di negeri tercinta ini. Kami berharap dan percaya forum persidangan atas diri Terdakwa ini tidak akan terjebak pada suatu paradigma kriminalisasi peristiwa perdata. ANALISIS YURIDIS TERHADAP DAKWAAN ke I Pasal 372: Unsur-unsur Pasal 372 KUHP adalah: - barang siapa; - dengan sengaja dan melawan hukum - memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan; Unsur barang siapa, tidak perlu lagi untuk diuraikan lebih jauh, karena sudah merupakan facta notoir pengertian barang siapa adalah seorang manusia yang dalam perkara ini adalah Terdakwa MD;

Unsur dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan; Baik menurut pengertian doktrin maupun pengertian yang dianut oleh jurisprodensi (putusan tetap MA) dengan sengaja (dolus) itu ditafsirkan sebagai perbuatan yang dikehendaki atau diinsyafi oleh pelakunya, sedangkan pengertian melawan hukum secara sempit ditafsirkan sebagai bertentangan dengan hak subjektif seseorang, bertentangan dengan kewajiban hukum sendiri menurut UU, dengan kata lain melanggar hukum positif.[3] Sedangkan secara luas melawan hukum ditafsirkan sebagai seseorang yang berbuat kepada orang lain, yang tidak patut menurut lalu lintas pergaulan masyarakat.[4] Bahwa fakta-fakta persidangan membuktikan : 1. Terdakwa MD telah menerima uang sejumlah Rp.1.150.000.000,- (satu milyar seratus lima puluh juta rupiah) dari saksi RS sebagai bagian dari pembayaran awal jual beli saham PT. SS; 1. Penerimaan uang tersebut bukanlah karena suatu kejahatan, karena secara sukarela disepakati untuk digunakan sebagai bagian dari dana operational perusahaan yang akan dikompensasikan dengan penjualan saham, hal ini dapat dilihat dari beberapa aktifitas nyata : a. Terdakwa memiliki perusahaan baik PT.SS (Vide Akta Notaris TA No.50, 51 dan No. 48) maupun PT. SS (Vide Akta Notaris HG No. 31 terlampir), dimana perusahan tersebut memiliki perizinan (terlampir); b. Telah diadakan survey lapangan oleh orang yang bekerja untuk saksi RS, yaitu saksi Ir. SB dan UH, tentang keberadaan usaha tambang batubara milik Terdakwa; c. Saksi RS sebagai pengusaha dan orang yang berpendidikan tentu saja menurut kelajiman bisnis, sebelum melakukan pembelian saham dengan sendirinya harus melakukan satu tahap bisnis yang disebut : due diligent baik dari segi asfek ekonomis, terutama asfek legal dalam pengertian keabsahaan dokumen perusahaan, perijinan dan sebagainya. Bahwa saksi RS tidak melakukan duediligent itu, sehingga berdalih batalnya penandatanganan perjanjian di Notaris dengan Terdakwa karena aspek legal perusahaan, adalah hal yang tidak logik, melawan akal sehat dan bertentangan dengan kebiasaan bisnis. Adalah merupakan perseolan tersendiri jika hal itu dilakukannya dengan motivasi lain. 1. Bahwa adanya penguasaan uang milik saksi RS dalam kekuasaan Terdakwa, tidak saja beralasan atau didasari oleh kesepakatan dan komitmen-komitmen usaha karenanya tidak melawan hukum, tapi juga semata-mata dipergunakan untuk operational perusahaan pertambangan batubara yang penggunaanya dapat dipertanggung jawabkan (terlampir bukti laporan keuangan). Bahwa adalah fakta juga terlepas dari itu ketika kerjasama usaha dengan pembelian saham itu batal atau tidak jadi dilakukan, Terdakwa dengan niat baik mau mengembalikan uang yang pernah diberikan saksi RS kepada Terdakwa dengan Giro Bilyet 2 minggu melalui saksi UH dan TS, akan tetapi saksi RS dengan sengaja tidak mau menerimanya, bahkan menyuruh mengembalikannya kepada Terdakwa, sambil berkata kalau saya terima akan menjadi perdata.

Dari fakta-fakta dan bukti-bukti yang terungkap dipersidangan, ternya unsure dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang yang sebagian atau seluruhnya kepunyaan orang lain, tetapi ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan tidak terbukti, karenanya Terdakwa harus dibebaskan dari dakwaan Pasal 372 KUHP. ANALISIS YURIDIS TERHADAP DAKWAAN ke 2 : Pasal 378 KUHP Unsur Pasal 378 KUHP: - Barang siapa; - Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum; - Dengan memakai nama palsu, tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan; - Menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu Unsur barang siapa, dianggap tidak perlu lagi untuk menguraikan lebih jauh, karena sudah merupakan facta notoir pengertian barang siapa adalah seorang manusia yang dalam perkara ini adalah Terdakwa MD; Unsur dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum Bahwa dalam tuntutannya JPU telah melakukan hal yang sangat fatal, yaitu sama sekali tidak menguraikan unsure dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum ini, dalam analisis Yuridis terhadap dakwaan ke 2 Pasal 378 KUHP (lihat Surat Tuntutan halaman 23), karena secara logis yuridis unsure ini harus dianggap tidak terbukti menurut hukum. Oleh karena salah satu unsure dari suatu tindak pidana ic Pasal 378 KUHP tidak terbukti, maka menurut Yurisprodensi tetap Mahkamah Agung dakwaan terhadap Terdakwa tersebut harus dinyatakan tidak terbukti, dan Terdakwa dibebaskan dari dakwaan. Namun walaupun demikian sebagai bagian dari pembelaan terhadap Terdakwa, kami akan tetap menguraikan apakah fakta-fakta persidangan mendukung / memenuhi unsure ini atau tidak. Menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara Melawan Hukum Secara melawan hukum tidak hanya diartikan melanggar hukum positif, tapi juga melanggar kepatutan dalam lalu lintas pergaulan masyarakat. Pertanyaannya dalam kasus ini apakah pemakaian uang sejumlah Rp.1.150.000.000,- (satu milyar seratus lima puluh juta rupiah) yang diterima dari saksi RS oleh Terdakwa untuk kepentingan perusahaan tambang PT. SS, dapat dikatagorikan sebagai menguntungkan diri sendiri secara melawan hukum? Bahwa fakta-fakta persidangan membuktikan : 1. Terdakwa MD telah menerima uang sejumlah Rp.1.150.000.000,- (satu milyar seratus lima puluh juta rupiah) dari saksi RS sebagai bagian dari pembayaran awal kerjasama usaha batubara dengan cara penjualan saham perusahaan (ic PT.SS); 1. Uang yang diterima Terdakwa dari saksi RS tidak untuk menguntungkan diri sendiri dan tidak dilakukan secara melawan hukum, hal ini terlihat dari fakta-fakta hukum: a. Ada kesepakatan antara Saksi RS dengan Terdakwa untuk bekerjasama dalam usaha tambang batu bara dengan cara saksi RS membeli sebagian saham dari perusahaan yang Terdakwa miliki; b. Terdakwa memiliki perusahaan baik PT. SS (Vide Akta Notaris TA No.50, 51 dan No. 48 jo Akta Notaris HG No. 31 terlampir), dimana perusahan tersebut memiliki perizinan (terlampir);

Terhadap rencana pembelian saham tersebut, telah dilakukan survey lapangan oleh orang yang bekerja untuk saksi RS, yaitu saksi Ir. SB dan UH, tentang keberadaan usaha tambang batubara milik Terdakwa (laporan terlampir); d. Uang yang diterima dari saksi RS, semata-mata dipergunakan untuk operational perusahaan pertambangan batubara yang penggunaanya dapat dipertanggung jawabkan (terlampir bukti laporan keuangan). e. Saksi RS sebagai pengusaha dan orang yang berpendidikan tentu saja menurut kelajiman bisnis, sebelum melakukan pembelian saham dengan sendirinya harus melakukan satu tahap bisnis yang disebut : due diligent baik dari segi asfek ekonomis, terutama asfek legal dalam pengertian keabsahaan dokumen perusahaan, perijinan dan sebagainya. Bahwa saksi RS tidak melakukan duediligent itu, sehingga berdalih batalnya penandatanganan perjanjian di Notaris dengan Terdakwa karena aspek legal perusahaan, adalah hal yang tidak logik, melawan akal sehat dan bertentangan dengan kebiasaan bisnis. Adalah merupaka perseolan sendiri jika hal itu dilakukannya dengan motivasi lain. Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan tersebut, unsure dengan maksud menguntungkan diri sendiri secara melawan hukum tidak terbukti; Unsur dengan memakai nama palsu,keadaan palsu, tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, membujuk orang supaya memberikan suatu barang atau suapaya membuat utang atau menghapuskan piutang. Pengertian memakai nama palsu sama dengan nama yang bukan namanya sendiri, nama saimin dikatakan zaimin, itu bukan menyebut nama palsu, tetapi kalau sudah ditulis dianggap sebagai menyebut nama palsu.[5] Keadaan palsu sama dengan mengaku dan bertindak sebagai agen polisi, notaris, pastor, pengantar surat pos, padahal sebenarnya ia bukan penjabat itu.[6] Tipu muslihat sama dengan suatu tipu yang demikian liciknya, sehingga seorang berpikiran normal dapat tertipu.[7] Rangkaian kebohongan sama dengan satu kata bohong tidak cukup, disini harus dipakai banyak kata-kata bohong tersusun demikian rupa, sehingga kebohongan satu dapat ditutup dengan kebohongan lain, sehingga keseluruhannya merupakan cerita sesuatu yang seakanakan benar.[8] Bahwa fakta-fakta persidangan membuktikan : 1. Terdakwa mempunyai nama MD als FUJI, berdasarkan KTP dan bertempat tinggal terang dan jelas. Ketika berhubungan dengan saksi RS sama sekali tidak memakai nama palsu, atau tidak ada satu saksi atau bukti pun yang membuktikan Terdakwa bernama lain atau palsu; 1. Terdakwa dalam berhubungan dengan saksi RS tidak memakai keadan palsu, hal ini didukung oleh fakta-fakta persidangan: a. Terdakwa memiliki perusahaan PT. SS (Vide Akta Notaris TA No.50, 51 dan No. 48 jo Akta Notaris HG No. 31 terlampir), dimana perusahan tersebut memiliki perizinan (terlampir); b. Kepemilikan tambang batu bara telah dibuktikan dengan telah dilakukannya survey lapangan oleh orang yang bekerja untuk saksi RS, yaitu saksi Ir. SB dan UH, tentang keberadaan usaha tambang batubara milik Terdakwa;

c.

Adanya dokumen-dokumen perijinan perusahaan seperti ijin penambangan batu bara, AMDAL dan sebagainya; d. Terdakwa adalah konsultan lepas dari salah satu kontraktor di Paiton; 1. Fakta persidangan tidak ada yang membuktikan adanya tipu muslihat atau rangkaian kebohongan yang dilakukan Terdakwa dalam berhubungan dengan saksi RS, hal ini dapat dibuktikan dari: a. Pada perkenalan pertama di Plaza Senayan Terdakwa memberikan seluruh dokumen perusahaan baik dokumen pertambangan, perijinan dan asfek legal perusahan; b. Uang yang diterima dari saksi RS, semata-mata dipergunakan untuk operational perusahaan pertambangan batubara yang penggunaanya dapat dipertanggung jawabkan (terlampir bukti laporan keuangan). c. Saksi RS sebagai pengusaha dan orang yang berpendidikan tentu saja tidak mudah untuk ditipu atau dibohongi oleh Terdakwa, karena menurut kelajiman bisnis, sebelum melakukan pembelian saham dengan sendirinya harus melakukan satu tahap bisnis yang disebut : due diligent baik dari segi asfek ekonomis, terutama asfek legal dalam pengertian keabsahaan dokumen perusahaan, perijinan dan sebagainya. Bahwa saksi RS tidak melakukan duediligent itu, sehingga berdalih batalnya penandatanganan perjanjian di Notaris dengan Terdakwa karena aspek legal perusahaan, adalah hal yang tidak logic, melawan akal sehat dan bertentangan dengan kebiasaan bisnis. Adalah merupakan perseolan sendiri jika hal itu dilakukannya dengan motivasi lain. Berdasarkan fakta-fakta tersebut, Unsur dengan memakai nama palsu,keadaan palsu, tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, membujuk orang supaya memberikan suatu barang atau suapaya membuat utang atau menghapuskan piutang tidak terbukti. Unsur membujuk atau menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu Membujuk atau menggerakkan orang lain adalah melakukan pengaruh dengan kelicikan terhadap orang, sehingga orang itu menurutinya berbuat sesuatu yang apabila mengetahui duduk perkara yang sebenarnya ia tidak akan berbuat demikian itu.[9] Bahwa fakta-fakta persidangan membuktikan: 1. Bahwa perkenalan antara Terdakwa MD dengan saksi RS diperantarai oleh saksi UH dan saksi TS, bukan atas inisiatif Terdakwa (keterangan saksi RS, saksi UH, saksi TS dan keterangan Terdakwa); 2. Bahwa ketika Terdakwa meminta uang tanda jadi kerjasama kepada saksi RS melalui saksi UH sejumlah Rp.200 juta, namun pihak saksi RS merasa keberatan, Terdakwa memutuskan untuk tidak bekerjasama dengan saksi Rahmat Shah, hal ini disampaikan kepada saksi UH; 3. Bahwa selama satu minggu tidak ada kontak antara Terdakwa dengan pihak RS yang dalam hal ini diwakili saksi UH, yang kemudian saksi UH atas perintah saksi RS bersama istrinya saksi TS merayu istri Terdakwa (DS) untuk melanjutkan kerjasama, yang akhirnya Terdakwa luluh dan menyetujui untuk melanjutkan kerjasama; 4. Bahwa kemudian Terdakwa meminta tanda jadi dan penyetoran untuk operational usaha tambang batubara yang dituangkan dengan surat-surat tertulis 16 Juli 2004

c.

dan 28 juli 2004 adalah korespondensi dalam kerangka deal-deal bisnis antara dua orang pengusaha, karenanya tidak logic dan melawan akal sehat jika saksi RS dengan reputasi yang demikian. Berdasarkan fakta-fakta tersebut, maka unsur membujuk atau menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu tidak terbukti secara sah dan meyakinkan. KESIMPULAN Berdasarkan uraian-uraian yang kami kemukakan diatas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Surat Tuntutan JPU Kejaksaan Negeri B Reg. Perk.No.PDM-XX/B/XXX, adalah kabur (obscuur libel), karena Sdr JPU telah merumuskan Pasal 378 KUHP tentang penipuan : - disatu sisi telah menambah unsur Pasal 378 KUHP tersebut, yaitu menambah unsure dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kadalah kepunyaan orang lain tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan; - disisi lain telah menghilangkan unsure dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak; Sehingga Surat tuntutan tersebut batal demi hukum, dan Terdakwa harus dibebaskan. 1. Dakwaan Kesatu Pasal 372 KUHP tidak terbukti menurut hukum, karena salah satu unsurnya tidak terbukti (Vide Yurisprodensi tetap Mahkamah Agung); 1. Dakwaan Kedua Pasal 378 KUHP tidak tebukti menurut hukum, karena bebarapa unsurnya tidak terbukti. PERMOHONAN Berdasarkan hal-hal terse but diatas, kami mohon yang terhormat Majelis hakim Perkara Pidana No.XX/B.Pid/2005/PN.B, memutuskan : 1. Membebaskan Terdakwa Ir. MD dari segala tuntutan hukum; atau setidak-tidaknya 1. Menyatakan bahwa perbuatan yang dilakukan oleh Terdakwa Ir. MD terbukti, tetapi bukan merupakan perbuatan pidana, dan melepaskan Terdakwa Ir. MD dari segala tuntutan.

[1] Disampaikan pada Pendidikan Khusus Profesi Advokat UIN-APSI, tanggal 2 & 6 Agustus 2007 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Ciputat Jakarta. [2] Advokat, pengajar FH Universitas Ibnu Khaldun Bogor. [3] LC Hofmann, dalam buku Ajaran Sifat Melawan Hukum Materiil dalam Hukum Pidana Indonesia, karya : Dr. Ny. Komariah Emong Sopardjaja, SH., halaman 35. [4] Mollengraf, dalam buku yang sama halaman 37

[5] KUHP serta komentar, R. Soesilo [6] idem [7] idem [8] idem [9] idem

You might also like