You are on page 1of 14

MAKALAH

SEJARAH SINGKAT ISLAM DI INDONESIA


Disusun Oleh : Ana Masitoh

SMKN 2 BANDUNG Jalan Ciliwung No 4

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah alrabbi alalamin saya ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmatnya kepada saya dan seijin-Nyalah sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Dan kami ucapkan terima kasih kepada bapak guru dan teman-teman yang telah memberikan saran dan bantuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI). Saya mohon maaf apabila dalam penyusunan makalah ini banyak sekali kekurangankekurangannya, dan kami sangat berbesar hati dan berlapang dada sekali apabili Bapak Guru, temanteman serta para pembaca untuk memberikan saran dan kritiknya.

DAFTAR ISI Kata Pengantar BAB I A. Sejarah Singkat Islam Di Indonesia B. Peranan Umat Islam Dalam Mengusir Penjajah C. Hikmah BAB II Kesimpulan Daftar Pustaka

BAB I A. SEJARAH SINGKAT ISLAM DI INDONESIA Ketika Islam datang di Indonesia, berbagai agama dan kepercayaan seperti animisme, dinamisme, Hindu dan Budha, sudah banyak dianut oleh bangsa Indonesia bahkan dibeberapa wilayah kepulauan Indonesia telah berdiri kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu dan Budha. Misalnya kerajaan Kutai di Kalimantan Timur, kerajaan Taruma Negara di Jawa Barat, kerajaan Sriwijaya di Sumatra dan sebagainya. Namun Islam datang ke wilayah-wilayah tersebut dapat diterima dengan baik, karena Islam datang dengan membawa prinsip-prinsip perdamaian, persamaan antara manusia (tidak ada kasta), menghilangkan perbudakan dan yang paling penting juga adalah masuk kedalam Islam sangat mudah hanya dengan membaca dua kalimah syahadat dan tidak ada paksaan. Tentang kapan Islam datang masuk ke Indonesia, menurut kesimpulan seminar masuknya Islam di Indonesia pada tanggal 17 s.d 20 Maret 1963 di Medan, Islam masuk ke Indonesia pada abad pertama hijriyah atau pada abad ke tujuh masehi. Menurut sumber lain menyebutkan bahwa Islam sudah mulai ekspedisinya ke Nusantara pada masa Khulafaur Rasyidin (masa pemerintahan Abu Bakar Shiddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib), disebarkan langsung dari Madinah. Cara Masuknya Islam di Indonesia : Islam masuk ke Indonesia, bukan dengan peperangan ataupun penjajahan. Islam berkembang dan tersebar di Indonesia justru dengan cara damai dan persuasif berkat kegigihan para ulama. Karena memang para ulama berpegang teguh pada prinsip Q.S. al-Baqarah ayat 256 : Artinya : Tidak ada paksaan dalam agama (Q.S. al-Baqarah ayat 256) Adapun cara masuknya Islam di Indonesia melalui beberapa cara antara lain ; 1. Perdagangan Jalur ini dimungkinkan karena orang-orang melayu telah lama menjalin kontak dagang dengan orang Arab. Apalagi setelah berdirinya kerajaan Islam seperti kerajaan Islam Malaka dan kerajaan Samudra Pasai di Aceh, maka makin ramailah para ulama dan pedagang Arab datang ke Nusantara (Indonesia). Disamping mencari keuntungan duniawi juga mereka mencari keuntungan rohani yaitu dengan menyiarkan Islam. Artinya mereka berdagang sambil menyiarkan agama Islam. 2. Kultural Artinya penyebaran Islam di Indonesia juga menggunakan media-media kebudayaan, sebagaimana yang dilakukan oleh para wali sanga di pulau jawa. Misalnya Sunan Kali Jaga dengan pengembangan kesenian wayang. Ia mengembangkan wayang kulit, mengisi wayang yang bertema Hindu dengan ajaran Islam. Sunan Muria dengan pengembangan gamelannya. Kedua kesenian tersebut masih digunakan dan digemari masyarakat Indonesia khususnya jawa sampai sekarang. Sedang Sunan Giri menciptakan banyak sekali mainan anak-anak, seperti jalungan, jamuran, ilir-ilir dan cublak suweng dan lain-lain. 3. Pendidikan Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan yang paling strategis dalam pengembangan Islam di Indonesia. Para dai dan muballig yang menyebarkan Islam diseluruh pelosok Nusantara

adalah keluaran pesantren tersebut. Datuk Ribandang yang mengislamkan kerajaan Gowa-Tallo dan Kalimantan Timur adalah keluaran pesantren Sunan Giri. Santri-santri Sunan Giri menyebar ke pulau-pulau seperti Bawean, Kangean, Madura, Haruku, Ternate, hingga ke Nusa Tenggara. Dan sampai sekarang pesantren terbukti sangat strategis dalam memerankan kendali penyebaran Islam di seluruh Indonesia. 4. Kekuasaan politik Artinya penyebaran Islam di Nusantara, tidak terlepas dari dukungan yang kuat dari para Sultan. Di pulau Jawa, misalnya keSultanan Demak, merupakan pusat dakwah dan menjadi pelindung perkembangan Islam. Begitu juga raja-raja lainnya di seluruh Nusantara. Raja Gowa-Tallo di Sulawesi selatan melakukan hal yang sama sebagaimana yang dilakukan oleh Demak di Jawa. Dan para Sultan di seluruh Nusantara melakukan komunikasi, bahu membahu dan tolong menolong dalam melindungi dakwah Islam di Nusantara. Keadaan ini menjadi cikal bakal tumbuhnya negara nasional Indonesia dimasa mendatang. B. PERANAN UMAT ISLAM DALAM MENGUSIR PENJAJAH Ketika kaum penjajah datang, Islam sudah mengakar dalam hati bangsa Indonesia, bahkan saat itu sudah berdiri beberapa kerajaan Islam, seperti Samudra Pasai, Perlak, Demak dan lain-lain. Jauh sebelum mereka datang, umat Islam Indonesia sudah memiliki identitas bendera dan warnanya adalah merah putih. Ini terinspirasi oleh bendera Rasulullah saw. yang juga berwarna merah dan putih. Rasulullah saw pernah bersabda : Allah telah menundukkan pada dunia, timur dan barat. Aku diberi pula warna yang sangat indah, yakni Al-Ahmar dan Al-Abyadl, merah dan putih . Begitu juga dengan bahasa Indonesia. Tidak akan bangsa ini mempunyai bahasa Indonesia kecuali ketika ulama menjadikan bahasa ini bahasa pasar, lalu menjadi bahasa ilmu dan menjadi bahasa jurnalistik. Beberapa ajaran Islam seperti jihad, membela yang tertindas, mencintai tanah air dan membasmi kezaliman adalah faktor terpenting dalam membangkitkan semangat melawan penjajah. Bisa dikatakan bahwa hampir semua tokoh pergerakan, termasuk yang berlabel nasionalis radikal sekalipun sebenarnya terinspirasi dari ruh ajaran Islam. Sebagai bukti misalnya Ki Hajar Dewantara (Suwardi Suryaningrat) tadinya berasal dari Sarekat Islam (SI); Soekarno sendiri pernah jadi guru Muhammadiyah dan pernah nyantri dibawah bimbingan Tjokroaminoto bersama S.M Kartosuwiryo yang kelak dicap sebagai pemberontak DI/TII; RA Kartini juga sebenarnya bukanlah seorang yang hanya memperjuangkan emansipasi wanita. Ia seorang pejuang Islam yang sedang dalam perjalanan menuju Islam yang kaaffah. Ketika sedang mencetuskan ide-idenya, ia sedang beralih dari kegelapan (jahiliyah) kepada cahaya terang (Islam) atau minaz-zulumati ilannur (habis gelap terbitlah terang). Patimura seorang pahlawan yang diklaim sebagai seorang Nasrani sebenarnya dia adalah seorang Islam yang taat. Tulisan tentang Thomas Mattulessy hanyalah omong kosong. Tokoh Thomas Mattulessy yang ada adalah Kapten Ahmad Lussy atau Mat Lussy, seorang muslim yang memimpin perjuangan rakyat Maluku melawan penjajah. Demikian pula Sisingamangaraja XII menurut fakta sejarah adalah seorang muslim. Semangat jihad yang dikumandangkan para pahlawan semakin terbakar ketika para penjajah berusaha menyebarkan agama Nasrani kepada bangsa Indonesia yang mayoritas sudah beragama Islam yang tentu saja dengan cara-cara yang berbeda dengan ketika Islam datang dan diterima oleh mereka, bahwa Islam tersebar dan dianut oleh mereka dengan jalan damai dan persuasif yakni lewat jalur perdagangan dan pergaulan yang mulia bahkan wali sanga menyebarkannya lewat seni dan budaya. Para dai Islam sangat paham dan menyadari akan kewajiban menyebarkan Islam kepada orang lain, tapi juga mereka sangat paham bahwa tugasnya hanya sekedar menyampaikan. Hal ini sesuai dengan Q.S. Yasin ayat 17 :Tidak

ada kewajiban bagi kami hanyalah penyampai (Islam) yang nyata. (Q.S. Yasin : 17) Di bawah ini hanya sebagian kecil contoh atau bukti sejarah perjuangan umat Islam Indonesia dalam mengusir penjajah. 1. Penjajah Portugis Kaum penjajah yang mula-mula datang ke Nusantara ialah Portugis dengan semboyan Gold (tambang emas), Glory (kemulyaan, keagungan), dan Gospel (penyebaran agama Nasrani). Untuk menjalankan misinya itu Portugis berusaha dengan menghalalkan semua cara. Apalagi saat itu mereka masih menyimpan dendamnya terhadap bangsa Timur (Islam) setelah usai Perang Salib . Dengan modal restu sakti dari Paus Alexander VI dalam suatu dokumen bersejarah yang terkenal dengan nama Perjanjian Tordesillas yang berisi, bahwa kekuasaan di dunia diserahkan kepada dua rumpun bangsa: Spanyol dan Portugis. Dunia sebelah barat menjadi milik Spanyol dan sebelah timur termasuk Indonesia menjadi milik Portugis. Karena itu Portugis sangat bernafsu untuk menguasai negeri Zamrud Katulistiwa yang penuh dengan rempah-rempah yang menggiurkan. Pertama mereka menyerang Malaka dan menguasainya (1511 M), kemudian Samudra Pasai tahun 1521 M. Mulailah mereka mengusik ketenangan berniaga di perairan nusantra yang saat itu banyak para pedagang muslim dari Arab. Demikian pula para pedagang dari Demak dan Malaka yang saat itu sudah terjalin sangat erat. Portugis nampaknya sengaja ingin mematahkan hubungan Demak dan Malaka, dan sekaligus tujuannya ingin merebut rempah-rempah yang merupakan komoditi penting saat itu. Banyak kapal-kapal mereka dirampas oleh Portugis termasuk kapal pedagang muslim Arab. Dengan sikapnya yang tak bersahabat dan arogan dari penjajah Portugis, seluruh kerajaan yang ada di Nusantara kemudian melakukan perlawanan kepada Portugis meskipun dalam waktu dan tempat yang berlainan. Kerajaan Aceh misalnya sempat minta bantuan kerajaan Usmani di Turki dan negara-negara Islam lain di Nusantara, sehingga dapat membangun kekuatan angkatan perangnya dan dapat menahan serangan Portugis. Demikian pula, mendengar perlakuan Portugis yang zalim terhadap para pedagang warga Demak muslim, Sultan Demak dan para wali merasa terpanggil untuk berjihad. Halus dihadapi dengan halus, keras dilawan dengan keras. Kalau orang-orang Portugis mengobarkan semangat Perang Salib, maka Sultan Demak dan para wali mengobarkan semangat jihad Perang Sabil. Pada tahun 1512 Demak dibawah pimpinan Adipati Yunus memimpin sendiri armada lautnya menyerang Portugis yang saat itu sudah menguasai Malaka, tapi kali ini mengalami kegagalan karena persenjataan lawan begitu tangguh penyerangan kedua kalinya dilakukan tahun 1521 dengan mengerahkan armada yang berkekuatan 100 buah kapal dan dibantu oleh balatentara Aceh dan Sultan Malaka yang telah terusir, yang sasarannya sama yaitu mengusir pasukan asing Portugis dari wilayah Nusantara demi mengamankan jalur niaga dan dakwah yang memanjang dari Malaka-Demak dan Maluku. Namun perjuangannya tidak berhasil pula, bahkan ia gugur mati syahid dalam pertempuran tersebut. Sebab itulah ia mendapat gelar Pangeran sabrang lor artinya pangeran yang menyebrangi lautan di sebelah utara. Sepeninggal Adipati Yunus, perlawanan terhadap Portugis diteruskan oleh Sultan Trenggana (1521-1546) dan juga oleh putranya Sultan Prawoto. Meskipun pada masa Sultan Prawoto negara dalam keadaan goncang karena perseteruan dalam negeri tapi kekuatan perang untuk melawan dan mempertahankan diri dari serangan Portugis masih terus digalang. Diberitakan, bahwa saat itu Demak masih sanggup membangun kekuatan militernya terutama angkatan lautnya yang terdiri dari 1000 kapal-kapal layar yang dipersenjatai. Setiap kapal itu mampu memuat 400 prajurit masing-masing mempunyai tugas pengamanan wilayah Nusantara dari serangan Portugis. Kalau perlawanan umat Islam terhadap penjajah Portugis di Malaka mengalami kegagalan, namun terhadap penjajah Portugis di Sunda Kelapa (Jakarta) dan Maluku memperoleh hasil yang gemilang.

Adalah panglima Fatahillah (menantu Sultan Syarif Hidayatullah) pada tahun 1526 M. memimpin pasukan Demak menyerang Portugis di Sunda Kelapa lewat jalur laut. Mereka berhasil mengepung dan merebutnya dari tangan penjajah Portugis, kemudian diganti namanya menjadi Fathan Mubina diambil dari Quran Surat al-Fath ayat satu. Fathan Mubina diterjemahkan menjadi Jayakarta (Jakarta). Peristiwa ini terjadi pada tanggal 22 Juni 1527 M, yang kemudian ditetapkan sebagai hari lahirnya kota Jakarta. Di Maluku, Portugis menghasut dan mengadu domba kerajaan Islam Ternate dan Tidore. Namun kemudian rakyat Ternate sadar, sehingga mereka dibawah pimpinan Sultan Haerun berbalik melawan Portugis. Nampaknya yang menjadi persoalan bukan hanya faktor perdagangan atau ekonomi, tapi juga persoalan penyebaran agama oleh Portugis. Kristenisasi secara besar-besaran terutama pada tahun 1546 dilakukan oleh seorang utusan Gereja Katolik Roma Fransiscus Xaverius dengan sangat ekstrimnya ditengah-tengah penduduk muslim dan di depan mata seorang Sultan Ternate yang sangat saleh, tentu saja membuat rakyat marah dan bangkit melawan Portugis. Lebih marah lagi ketika Sultan Haerun dibunuh secara licik oleh Portugis pada tahun 1570. Rakyat Ternate terus melanjutkan perjuangannya melawan Portugis dibawah pimpinan Babullah, putra Sultan Haerun selama empat tahun mereka berperang melawan Portugis, dan Alhamdulillah berhasil mengusir penjajah Portugis dari Maluku 2. Penjajah Belanda Belanda pertama kali datang ke Indonesia tahun 1596 berlabuh di Banten dibawah pimpinan Cornelis de Houtman, dilanjutkan oleh Jan Pieterszoon Coen menduduki Jakarta pada tanggal 30 Mei 1619 serta mengganti nama Jakarta menjadi Batavia. Tujuannya sama dengan penjajah Portugis, yaitu untuk memonopoli perdagangan dan menanamkan kekuasaan terhadap kerajaan-kerajaan di wilayah Nusantara. Jika Portugis menyebarkan agama Katolik maka Belanda menyebarkan agama Protestan. Betapa berat penderitaan kaum muslimin semasa penjajahan Belanda selama kurang lebih 3,5 abad. Penindasan, adu domba (Devide et Impera), pengerukan kekayaan alam sebanyak-banyaknya dan membiarkan rakyat Indonesia dalam keadaan miskin dan terbelakang adalah kondisi yang dialami saat itu. Maka wajarlah jika seluruh umat Islam Indonesia bangkit dibawah pimpinan para ulama dan santri di berbagai pelosok tanah air, dengan persenjataan yang sederhana: bambu runjing, tombak dan golok. Namun mereka bertempur habis-habisan melawan orang-orang kafir Belanda dengan niat yang sama, yaitu berjihad fi sabi lillah. Hanya satu pilihan mereka : Hidup mulia atau mati Syahid. Maka pantaslah almarhum Dr. Setia Budi (1879-1952) mengungkapkan dalam salah satu ceramahnya di Jogya menjelang akhir hayatnya antara lain mengatakan : Jika tidak karena pengaruh dan didikan agama Islam, maka patriotisme bangsa Indonesia tidak akan sehebat seperti apa yang diperlihatkan oleh sejarahnya sampai kemerdekaannya. Sejarah telah mencatat sederetan pahlawan Islam Indonesia dalam melawan Belanda yang sebagian besar adalah para Ulama atau para kyai antara lain : Di Pulau Jawa misalnya Sultan Ageng Tirtayasa, Kiyai Tapa dan Bagus Buang dari kesultanan Banten, Sultan Agung dari Mataram dan Pangeran Diponegoro dari Jogjakarta memimpin perang Diponegoro dari tahun 1825-1830 bersama panglima lainnya seperti Basah Marto Negoro, Kyai Imam Misbah, Kyai Badaruddin, Raden Mas Juned, dan Raden Mas Rajab. Konon dalam perang Diponegoro ini sekitar 200 ribu rakyat dan prajurit Diponegoro yang syahid, dari pihak musuh tewas sekitar 8000 orang serdadu bangsa Eropa dan 7000 orang serdadu bangsa Pribumi. Dari Jawa Barat misalnya Apan Ba Saamah dan Muhammad Idris (memimpin perlawanan terhadap Belanda sekitar tahun 1886 di daerah Ciomas) Di pulau Sumatra tercatat nama-nama : Tuanku Imam Bonjol dan Tuanku Tambusi (Memimpin perang Padri tahun 1833-1837), Dari kesultanan Aceh misalnya : Teuku Syeikh Muhammad Saman atau yang dikenal Teuku Cik Ditiro, Panglima Polim, Panglima Ibrahim, Teuku Umar dan istrinya Cut Nyak Dien,

Habib Abdul Rahman, Imam Leungbatan, Sultan Alaudin Muhammad Daud Syah, dan lain-lain. Di Kalimantan Selatan, rakyat muslim bergerak melawan penjajah kafir Belanda yang terkenal dengan perang Banjar, dibawah pimpinan Pangeran Antasari yang didukung dan dilanjutkan oleh para mujahid lainnya seperti pangeran Hidayat, Sultan Muhammad Seman (Putra pangeran Antasari), Demang Leman dari Martapura, Temanggung Surapati dari Muara Teweh, Temanggung Antaludin dari Kandangan, Temanggung Abdul jalil dari Amuntai, Temanggung Naro dari buruh Bahino, Panglima Batur dari Muara Bahan, Penghulu Rasyid, Panglima Bukhari, Haji Bayasin, Temanggung Macan Negara, dan lain-lain. Dalam perang Banjar ini sekitar 3000 serdadu Belanda tewas. Di Maluku Umat Islam bergerak juga dibawah pimpinan Sultan Jamaluddin, Pangeran Neuku dan Said dari kesultanan Ternate dan Tidore. Di Sulawesi Selatan terkenal pahlawan Islam Indonesia seperti Sultan Hasanuddin dan Lamadu Kelleng yang bergelar Arung Palaka. Sederetan Mujahid-mujahid lain disetiap pelosok tanah air yang belum diangkat namanya atau dicatat dalam buku sejarah adalah lebih banyak dari pada yang telah dikenal atau sudah tercatat dalam buku-buku sejarah. Mereka sengaja tidak mau dikenal, khawatir akan mengurangi keikhlasannya di hadapan Allah. Sebab mereka telah betul-betul berjihad dengan tulus demi menegakkan dan membela Islam di tanah air. 3. Penjajahan Jepang Pendudukan Jepang di Indonesia diawali di kota Tarakan pada tanggal 10 januari 1942. Selanjutnya Minahasa, Balik Papan, Pontianak, Makasar, Banjarmasin, Palembang dan Bali. Kota Jakarta berhasil diduduki tanggal 5 Maret 1942. Untuk sementara penjajah Belanda hengkang dari bumi Indonesia, diganti oleh penjajah Jepang. Ibarat pepatah Lepas dari mulut harimau jatuh ke mulut buaya, yang ternyata penjajah Jepang lebih kejam dari penjajah manapun yang pernah menduduki Indonesia. Seluruh kekayaan alam dikuras habis dibawa ke negerinya. Bangsa Indonesia dikerja paksakan (Romusa) dengan ancaman siksaan yang mengerikan seperti dicambuk, dicabuti kukunya dengan tang, dimasukkan kedalam sumur, para wanita diculik dan dijadikan pemuas nafsu sex tentara Jepang (Geisha). Pada awalnya Jepang membujuk rayu bangsa Indonesia dengan mengklaim dirinya sebagai saudara tua Bangsa Indonesia (ingat gerakan 3 A yaitu Nippon Cahaya Asia, Nippon Pelindung Asia dan Nippon Pemimpin Asia). Mereka juga paham bahwa bangsa Indonesia kebanyakan beragama Islam. Karena itu pada tanggal 13 Juli 1942 mereka mencoba menghidupkan kembali Majlis Islam Ala Indonesia (MIAI) yang telah terbentuk pada pemerintahan Belanda (September 1937). Tapi upaya Jepang tidak banyak ditanggapi oleh tokoh-tokoh Islam. Banyak tokoh-tokoh Islam tidak mau kooperatif dengan pemerintah penjajah Jepang bahkan melakukan gerakan bawah tanah misalnya dibawah pimpinan Sutan Syahrir dan Amir Syarifuddin. Selain itu, Jepang membubarkan organisasi-organisasi yang bersifat politik atau yang membahayakan Jepang yang dibentuk semasa Belanda, kemudian sebagai gantinya dibentuklah organisasi-organisasi baru misalnya Putera (Pusat Tenaga Rakyat), Cuo Sangi In (Badan pengendali politik), Jawa Hokokai (Himpunan Kebaktian Jawa), Seinendan, Fujinkai, Keibodan, Heiho, Peta dan lain-lain. Motif utama

dibentuknya organisasi-organisasi tersebut hanyalah sebagai kedok saja yang ternyata untuk kepentingan penjajah Jepang juga. Namun bangsa kita sudah cerdas justru organisasi-organisasi tersebut sebaliknya dimanfaatkannya untuk melawan penjajah Jepang. Sebagai contoh adalah pembentukan tentara PETA (Pembela Tanah Air) pada tanggal 3 Oktober 1943 di Bogor yang merupakan cikal bakal adanya TNI. Terbentuknya memang atas persetujuan penjajah Jepang yang didukung oleh para alim ulama. Tercatat sebagai pendirinya adalah KH.Mas Mansur, Tuan Guru H. Yacob, HM.Sodri, KH.Adnan, Tuan guru H.Kholid, KH.Djoenaedi, Dr.H.Karim Amrullah, H.Abdul Madjid dan U. Muchtar. Mereka betul-betul memanfaatkan PETA ini untuk kepentingan perjuangan bangsa. PETA saat itu terdiri dari 68 batalion yang masing-masing dipimpin oleh para alim ulama. Para Bintaranya adalah para pemuda Islam, dan panji-panji tentara PETA adalah bulan bintang putih di atas dasar merah. Tanggal 5 Oktober 1945 terbentuklah BKR (Barisan Keamanan Rakyat) yang sebagian besar pimpinannya adalah berasal dari PETA. BKR kemudian menjadi TKR dan selanjutnya TNI. Jadi TNI tidak mungkin ada jika PETA yang terdiri dari 68 bataliyon yang dipimpin oleh para ulama tersebut tidak ada. Namun ada beberapa organisasi bentukan Jepang yang sangat kentara merugikan dan bahkan berbuat aniaya terhadap bangsa Indonesia. Misalnya melalui Jawa Hokokai rakyat secara paksa untuk mengumpulkan padi, permata, besi tua serta menanam jarak yang hasilnya harus diserahkan kepada pemerintah pendudukan Jepang, pelecehan, penghinaan terhadap agama Islam dan umat Islam sudah terang-terang. Maka umat Islam di berbagai daerah bangkit menentang penjajah Jepang, diantaranya: a. Pemberontakan Cot Pileng di Aceh Perlawanan ini dipimpin oleh seorang ulama muda bernama Tengku Abdul Jalil, guru ngaji di Cot Pileng pada tanggal 10 November 1942. Sebabnya karena tentara Jepang melakukan penghinaan terhadap umat Islam Aceh dengan membakar masjid dan membunuh sebagian jamaah yang sedang salat subuh. b. Pemberontakan Rakyat Sukamanah Perlawanan ini dipimpin oleh KH. Zaenal Mustafa, pemimpin pondok pesantren di Sukamanah Singaparna Tasik Malaya pada tanggal 25 februari 1944. Penyebabnya karena para santrinya dipaksa untuk melakukan Seikirei, menghormat kepada kaisar Jepang dengan cara membungkukkan setengah badan ke arah matahari. Ini tentu saja pelanggaran aqidah Islam. c. Pemberontakan di Indramayu Perlawanan ini dipimpin oleh H. Madriyas. Sebabnya karena rakyat tidak tahan terhadap kekejaman yang dilakukan tentara Jepang. d. Pemberontakan Teuku Hamid di Aceh Perlawanan ini dipimpin oleh Teuku Hamid pada bulan November 1944. e. Pemberontakan PETA di Blitar Perlawanan ini dipimpin oleh seorang komandan Pleton PETA yang bernama Supriadi pada tahun 14 Februari 1945 di Blitar, karena mereka tidak tahan melihat kesengsaraan rakyat di daerah dan banyak rakyat yang korban karena dikerjapaksakan (Romusha). C. HIKMAH 1. Masa penjajahan a. Peranan Umat islam pada Masa Penjajahan Sebelum kaum penjajah, yakni Portugis, Belanda dan Jepang, masuk ke Indonesia, mayoritas masyarakat Indonesia telah menganut agama Islam. Agama Islam agama yang sempurna, yang ajarannya mencakup berbagai bidang kehidupan manusia, baik dalam hubungannya dengan Allah (akidah dan ibadah), maupun dalam hubungannya dengan sesama manusia dan mahluk Allah lainnya (social, politik, ekonomi dan kebudayaan).

Dengan dianutnya agama islam oleh mayoritas masyarakat Indonesia, ajaran islam telah banyak mendatangkan perubahan. Perubahan-perubahan itu antara lain: Masyarakat Indonesia dibebaskan dari pemujaan berhala dan pendewaan raja-raja serta dibimbing agar menghambakan diri hanya kepada Allah, Tuhan yang maha Esa. Rasa persamaan dan rasa keadilan yang diajarkan islam mampu mengubah masyarakat Indonesia yang dulunya menganut sistem kasta dan diskriminasi menjadi masyarakat yang setiap anggotanya mempunyai kedudukan, harkat, martabat dan hak-hak yang sama. Semangat cinta tanah air dan rasa kebangsaan yang didengungkan Islam dengan semboyanHubbulwatan minaliiman (cinta tanah air sebagian dari iman) mamou mengubah cara berpikir masyarakatIndonesia, khususnya para pemudanya, yang dulunya bersifat sectarian (lebih mementingkan sukunya dan daerahnya) menjadi bersifat nasionalis. Hal ini ditandai dengan lahirnya organisasi pemuda yang bernama Jong Indonesia pada bulan februari 1927 dan dikumandangkannya sumpah pemuda pada tanggal 28 oktober 1928. Semvoyang yang diajarkan Islam yang berbunyi Islam adalah agama yang cinta damai, tetapi lebih cinta kemerdekaan telah mampu mendorong masyarakat Indonesia untuk melakukan usaha-usaha mewujudkan kemerdekaan bangsanya dengan berbagai cara. Mula-mula dengan cara damai, tapi karena tidak bisa lalu dengan cara menempu peperangan. Allah SWT berfirman, dan perangila dijalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, tetapi janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang melampaui batas. Menurut Islam, berperang dalam ragka mewujudkan dan mempertahankan kemerdekaan bangsa, Negara dan agama merupakan jihad fi sabilillah tersebut dianggap mati syahid, yang imbalannya adalah surga. Perubahan-perubahan cara berpikir, bersikap dan berbuat yang ditanamkan islam tersebut mendorong umat islam Indonesia di berbagai pelosok tanah air untuk berjuang mengusir kaum penjajah dengan berbagai cara, antara lain dengan cara peperangan. Perjuangan mengusi penjajah terus berlanjut, sampai kaum penjajah betul-betul angkat kaki dari bumi Indonesia. b. Perlawanan Kerajaan Islam dalam Menentang Penjajahan 1. Perlawanan terhadap Penjajah Portugis Bangsa Portugis dating dari Eropa Barat ke Dunia Timur, termasuk Indonesia, dengan semboyan gold, glory dan gospel. Untuk mewujudkan semboyan tersebut, bangsa Portugis melakuka berbagai usaha dengan menghalakan segala cara. Antara lain pada tahun 1511 mereka merebut Bandar Malaka, yang waktu itu berada di bawah kekuasaan Sultan aMahmyd Syah (1488-1511_, dari Malaka bangsa Portugis melebarkan pengaruh kekuasaannya ke kepulauan Nusantara, antara lain ke kepulauan Maluku lalu mendirikan benteng pertahanan di sana dank e pulau Jawa dengan mendirikan benteng pertahanan di Sunda Kelapa. Sikap bangsa portugis yanga kasar dan angkuh, yang bermaksud merebut kekuasaan dan memaksakan kemauannya dalam perdagangan, menyebabkan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia bangkit untuk memberikan perlawanan mengusir penjajah Portugis dari bumi Nusantara. Putra mahkota Kesultanan Demak, adipati Unus, memimpin penyerangan terhadap penjajah Portugis di Malaka (1513), dengan mengerahkan armada yang berkekuatan 100 buah kapal dan dibantu oleh bala tentara Aceh dan Sultan Malaka yang sudah tersingkir. Namun penyerangan ini dapat digagalkan oleh penjajah Portugis, karena keunggulan mereka di bidang persenjataan, perlawanan terhadap penjajah Portugis yang bermarkas di Malaka ini diteruskan oleh Sultan trenggonoyang memerintah Demak selama 25 tahun (1521-1546). Berkali-kali beliau mengirim

bantuan ke Johar dan Aceh untuk merebut Malaka dari penjajah Portugis, namuntetap tidak berhasil. Kalau perlawanan umat Islam terhadapa Portugis yang bermarkas di Malaka mengalami kegagalan, lain halnya terhadap penjajah Portugis yang berpusat di Sunda Kelapa (Jakarta) dan Maluku yang memperoleh hasil gemilang. Pada tahun 1526 bala tentara Demak di bawah pimpinan panglima perang Fatahillah berangkat melalui jalan laut menuju Sunda Kelapa, Fatahillah dan bala tentaranya mengepung Sunda Kelapa dan terjadilah pertempuran sengit melawan penjajah Portugis. Dalam pertempuran ini Fatahillah dan bala tentaranya memperoleh kemenangan. Sunda Kelapa di rebut dari tangan penjajah Portugis. Kemudian Sunda Kelapa diganti namanya menjadi Jayakarta(Jakarta). Peristiwa ini terjadi pada tanggal 22 Juni 1527 M yang kemudian ditetapkan sebagai hari lahirnya kota Jakarta. Di daerah Maluku, Portugis yang bersahabat dengan Ternate, dan Spanyol yang bersahabat dengan Tidore, berhasil mengdu domba dua kerajaan Islam tersebut. Sementara kedua kerajaan tersebut bertempur mati-matian, Portugis dan Spanyol mengadakan perjanjian Tordesilas (1529) yang isinya : 1. Maluku menjadi milik Portugis 2. Filipina selatan menjadi milik Spanyol Perjanjian ini sangat menekan rakyat Maluku, terutama Ternate. Oleh karena itu, Sultan Haerun bersama rakyatnya berbalik melawan Portugis. Kebencian rakyat Ternate semakin meluas, ketika Sultan haerun dibunuh secara licik pada tahun 1570. Perang pun meletus, dipimpin Sultan Baabullah, putra Sultan Haerun, rakyat Ternate berperang dangan gagah berani. Setelah berperang selama empat tahun, akhirnya pada tahun 1574, rakyat Ternate berhasil mengusir Portugis dari bumi Maluku. 2. Perlawanan terhadap Penjajah Belanda Setelah penjajah Portugis angkat kaki dari Bumi Indonesia, bangsa Indonesia kembali dijajah oleh bangsa Belanda, yang untuk pertama kali berlabuh di Banten pada tahun 1596 dipimpin oleh Corneli de Houtman. Tejuan kedatang Belanda ke Indonesia sama dengan tujuan penjajah Portugis, yakni untuk memaksakan praktik monopoli perdagangan untuk menanamkan kekuasaan terhadap kerajaan-kerajaan yang ada di Nusantara. Untuk mencapai tujuan tersebut, penjajah Belanda menempuh berbagai usaha dan menghalalkan segala cara. Misalkan, menerapkan politik Divide et Impera, musliha damai, mengeruk kekayaan sebanyak-banyaknya dari bumi Nusantara untuk membangun bangsanya dan membiarkan rakyat Indonesia berada dalam kemiskinan dan keterbelakangan. Menghadapi sikap dan perilaku bangsa Belanda yang tidak berperi kemanusiaan dan berperikeadilan tersebut, kerajaan-kerajaan islam dan umat islam dipimpin panglima perangnya masing-masing, bangkit melawan penjajah Belanda. Sejarah mencatat denga tinta emas, sederetan nama pejuang kusuma bangsa yang rela menderita, bahkan berkorban jiwa dalam berperang melawan penjajah Belanda, demi tegaknya kemerdekaan bangsa dan Negara Indonesia tecinta. Di pulau jawa nama-nama tersebut antara lain: Sultan Ageng Tirtayasa, Kyai Tapa dan Bagus Buang dari kesultanan Banten, Sultan Agung dri Kesultanan Mataram dan Pangeran Diponegoro dari Kesultanan Yogyakarta. Di Pulau Sumaera tercatat nama Tuanku Imam Bonjol, yang telah memimpin bala tentara muslim dalam berperang melawan penjajah Belanda selama 17 tahun, sehingga merepotkan penjajah Belanda dan menimbulkan kerugian yang tidak sedikit. Setelah Tuanku Imam Bonjol tertangkap, perjuangan diteruskan oleh Tuanku Tambusai. Dari kesultana Aceh kita mengenal sederetan nama para panglima perang Islam seperti: Panglima

Polim, Panglima Ibrahim, Teuku Cek Ditiro, Cut Nyak Dien, Habib Abdul Rahman, Imam Leungbatan dan sultan Alaudin Muhammad Daud Syah. Dari Maluku, yakni dari Kesultanan Ternate dan Tidore, tercatat nama-nama para pejuang kusuma bangsa seperti, Saidi, Sultan Jamaluddin dan Pangeran Neuku. Dari Sulawesi Selatan, yakni dari kerajaan Gowa-Tallo dan Bone, terkenal nama para pahlawan bangsa seperti Sultan Hasanudin da Lamadu Kelleng yang Bergelas Arung Palaka. Sedangkan dari Kalimantan Selatan, rakyat yang mengalami penderitaan dan kesengsaraan akibat pajak yang tinggi dan kewajiban kerja paksa serempak mengangkat senjata di bawah pimpinan para panglima perang seperti: Pangeran Antasari, Kyai Damang Lemam, Berasa, Haji Masrin, Haji Bayasin, Kyai Langlang, Pangeran Hidayat, Pangeran Maradipa, dan Tumenggung Mancanegara. Demikianlah nama-nama para pahlawan Islam sebagai para pejuang kusuma bangsa dari berbagai kepulauan di Nusantara yang telah berjuang melawan imperialism belanda. Sayangnya, perlawanan mereka dapat dipatahkan oleh Belanda. Hal ini disebabkan antara lain kaerena perlawanan mereka lebih bersifat local regional sporadic (tidak merata) dan kurang terkoordinasi serta persenjataan pihak kaum imperialis jauh lebih canggih. Walaupun perlawanan para pahlawan Islam tersebut dapat dipatahkan oleh kaum penjajah, namum perlawanan dan perjuangan umat islan terus berlanjut dengan berbagai bentuk dan cara, sehingga kemerdekaan bangsa dan Negara Indonesia betul-betul terwujud.

BAB II KESIMPULAN Setelah Islam datang ke Indonesia banyak perubahan-perubahan yang terjadi terutama bagi rakyat yang menengah ke bawah. Mereka lebih di hargai dan tidak tertindas lagikarena Islam tidak mengenal sistem kasta, karena semua masyarakat memiliki derajatyang sama.I s l a m j u g a m e m b a w a p e r u b a h a n p e r u b a h a n b a i k d i b i d a n g p o l i t i k , e k o n o m i d a n agama. Islam juga bisa mempersatukan seluruh masyarakat Indonesia untuk melawandan memgusir para penjaja

DAFTAR PUSTAKA Abdillah, Masykuri, "Potret Masyarakat Madani di Indonesia", dalam Seminar Nasionaltentang "Menatap Masa Depan Politik Islam di Indonesia", Jakarta: Ali Daud, Muhammad, Asas-Asas Hukum Islam, Jakarta: Rajawali, 1991, Cet . ke-2Antonio, Muhammad Syafi'I, Bank Syari'ah: Dari Teori ke Praktek, Jakarta: GemaInsani Press, 2001Anwar, M. Syafi'i, Pemikiran dan Aksi Islam Indonesia: Sebuah Kajian Politik tentang Cendekiawan Muslim Orde Baru, Jakarta: Paramadina, 1995 Azra, Azyumardi, Islam reformis: Dinamika Intelektual dan Gerakan, Jakarta: Raj

You might also like