You are on page 1of 36

Presentasi Kasus Hydrocephalus

MULYANTI 110 2007 185 BRILIAN K. NISSA 110 2007.064

Pembimbing : dr. Anton, Sp.BS

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI SMF BEDAH 2011

IDENTITAS Nama Usia Jenis kelamin Agama Pekerjaan Alamat Tanggal masuk : by. Ajeng : 5 bulan : Perempuan : Islam :: Serang : 11-09-2011

ANAMNESIS Keluhan Utama : selang vp shunt macet Keluhan Tambahan :-

Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke RSUD Serang dengan selang vp shunt macet. Pasien telah melakukan operasi sebanyak 4 kali di RSUD serang. Ibu mengatakan ukuran kepla pasien membesar dan membunjul, minum pasien berkurang, pipis sedikit, demam disangkal, kejang disangkal. Riwayat Penyakit Dahulu : Operasi pertama pasien dilakukan pada saat pasien berusia 1 bulan. Pasien pertama kali diketahui hydrocephalus saat pasien masih berada dalam kandungan, yaitu pada USG trimester 3. Saat itu, diketahui diameter kepala janin diatas normal. Riwayat Penyakit Keluarga : -

PEMERIKSAAN FISIK Status Generalis Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran Tanda vital

: Compos mentis : HR : 120 x/menit RR : 34x/menit S : 36,53C

Kepala Mata Thoraks Cor

: Macrocephal, LK: 52 cm : Sunset Phenomenon, CA -/-, RC +/+ : Simetris dalam keadaan statis dan dinamis : S1,S2 reguler, murmur -, gallop : Perut supel, BU + : Akral hangat

Abdomen Ekstremitas Status Neurologis CCS E M : E4V5M6

: 15

: Sunset phenomenon, RC +/+, pupil bulat isokor : 5 5 5 5

PEMERIKSAAN PENUNJANG 11 September 2011 Hb : 10,6 Leukosit BT 230 : 17300 CT 8

Trombosit: 167000 DIAGNOSIS BANDING DIAGNOSIS KERJA

malfungsi shunt a/I post vp shunt a/I Hidrocephalus PENATALAKSANAAN Operatif : - Pro operasi EVD - SIO

- Konsul anestesi Cek darah lengkap (Hb, Ht, Leukosit, Trombosit, CT, BT, HbSAg, anti HCV, HIV)

PROGNOSIS Quo ad vitam : ad bonam

Quo ad functionam: ad bonam

I. PENDAHULUAN Cairan serebrospinal yang berada di ruang subarakhnoid merupakan salah satu proteksi untuk melindungi jaringan otak dan medula spinalis terhadap trauma atau gangguan dari luar. Pada orang dewasa volume intrakranial kurang lebih 1700 ml, volume otak sekitar 1400 ml, volume cairan serebrospinal 52-162 ml (rata-rata 104 ml) dan darah sekitar 150 ml. 80% dari jaringan otak terdiri dari cairan, baik ekstra sel maupun intra sel. Rata-rata cairan serebrospinal dibentuk sebanyak 0,35 ml/menit atau 500 ml/hari, sedangkan total volume cairan serebrospinal berkisar 75-150 ml dalam sewaktu. Ini merupakan suatu kegiatan dinamis, berupa pembentukan, sirkulasi dan absorpsi. Untuk mempertahankan jumlah cairan serebrospinal tetap dalam sewaktu, maka cairan serebrospinal diganti 4-5 kali dalam sehari. Perubahan dalam cairan serebrospinal dapat merupakan proses dasar patologi suatu kelainan klinik. Pemeriksaan cairan serebrospinal sangat membantu dalam mendiagnosa penyakit-penyakit neurologi. Selain itu juga untuk evaluasi pengobatan dan perjalanan penyakit, serta menentukan prognosa penyakit. Pemeriksaan cairan serebrospinal adalah suatu tindakan yang aman, tidak mahal dan cepat untuk menetapkan diagnosa, mengidentifikasi organisme penyebab serta dapat untuk melakukan test sensitivitas antibiotika.

II. ANATOMI DAN FISIOLOGI Dalam membahas cairan serebrospinal ada baiknya diketahui mengenai anatomi yang berhubungan dengan produksi dan sirkulasi cairan serebrospinal, yaitu:

Meningen dan ruang subarachnoid Meningen adalah selaput otak yang merupakan bagian dari susunan saraf yang bersifat non neural. Meningen terdiri dari jaringan ikat berupa membran yang menyelubungi seluruh permukaan otak, batang otak dan medula spinalis. Meningen terdiri dari 3 lapisan, yaitu Piamater, arakhnoid dan duramater. Piameter merupakan selaput tipis yang melekat pada permukaan otak yang mengikuti setiap lekukanlekukan pada sulkus-sulkus dan fisura-fisura, juga melekat pada permukaan batang otak dan medula spinalis, terus ke kaudal sampai ke ujung medula spinalis setinggi korpus vertebra. Arakhnoid mempunyai banyak trabekula halus yang berhubungan dengan piameter, tetapi tidak mengikuti setiap lekukan otak. Diantara arakhnoid dan piameter disebut ruang subrakhnoid, yang berisi cairan serebrospinal dan pembuluh-pembuluh darah. Karena arakhnoid tidak mengikuti lekukan-lekukan otak, maka di beberapa tempat ruang subarakhnoid melebar yang disebut sisterna. Yang paling besar adalah sisterna magna, terletak diantara bagian inferior serebelum dan medula oblongata. Lainnya adalah sisterna pontis di permukaan ventral pons, sisterna interpedunkularis di permukaan venttralmesensefalon, sisterna siasmatis di depan lamina terminalis. Pada sudut antara serebelum dan lamina quadrigemina terdapat sisterna vena magna serebri. Sisterna ini berhubungan dengan sisterna interpedunkularis melalui sisterna ambiens. Ruang subarakhnoid spinal yang merupakan lanjutan dari sisterna magna dan sisterna pontis merupakan selubung dari medula spinalis sampai setinggi S2. Ruang subarakhnoid dibawah L2 dinamakan sakus atau teka lumbalis, tempat dimana cairan serebrospinal diambil pada waktu pungsi lumbal. Durameter terdiri dari lapisan luar durameter dan lapisan dalam durameter. Lapisan luar dirameter di daerah kepala menjadi satu dengan periosteum tulang tengkorak dan berhubungan erat dengan endosteumnya.

Gambar-2: Meningen dan ruang subarakhnoid. (dikutip dari The Anatomy of the nervus system)

Ruang Epidural Diantara lapisan luar dura dan tulang tengkorak terdapat jaringan ikat yang mengandung kapiler-kapiler halus yang mengisi suatu ruangan disebut ruang epidural Ruang Subdural Diantara lapisan dalam durameter dan arakhnoid yang mengandung sedikit cairan, mengisi suatu ruang disebut ruang subdural. Pembentukan, Sirkulasi dan Absorpsi Cairan Serebrospinal (CSS) Cairan serebrospinal (CSS) dibentuk terutama oleh pleksus khoroideus, dimana sejumlah pembuluh darah kapiler dikelilingi oleh epitel kuboid/kolumner yang menutupi stroma di bagian tengah dan merupakan modifikasi dari sel ependim, yang menonjol ke ventrikel. Pleksus khoroideus membentuk lobul-lobul dan membentuk seperti daun pakis yang ditutupi oleh mikrovili dan silia. Tapi sel epitel kuboid berhubungan satu sama lain dengan tigth junction pada sisi aspeks, dasar sel epitel kuboid terdapat membran basalis dengan ruang stroma diantaranya. Ditengah villus terdapat endotel yang menjorok ke dalam (kapiler fenestrata). Inilah yang disebut sawar darah LCS. Gambaran histologis khusus ini mempunyai karakteristik yaitu epitel

untuk transport bahan dengan berat molekul besar dan kapiler fenestrata untuk transport cairan aktif. Sistem Ventrikel Sistem ventrikel terdiri dari 2 buah ventrikel lateral, ventrikel III dan ventrikel IV. Ventrikel lateral terdapat di bagian dalam serebrum, masing-masing ventrikel terdiri dari 5 bagian yaitu kornu anterior, kornu posterior, kornu inferior, badan dan atrium. Ventrikel III adalah suatu rongga sempit di garis tengah yang berbentuk corong unilokuler, letaknya di tengah kepala, ditengah korpus kalosum dan bagian korpus unilokuler ventrikel lateral, diatas sela tursica, kelenjar hipofisa dan otak tengah dan diantara hemisfer serebri, thalamus dan dinding hipothalanus. Disebelah anteroposterior berhubungan dengan ventrikel IV melalui aquaductus sylvii. Ventrikel IV merupakan suatu rongga berbentuk kompleks, terletak di sebelah ventral serebrum dan dorsal dari pons dan medula oblongata. Gambar-1: Sistem ventrikel. (dikutip dari Textbook of Medical Physiology, 1981)

Pembentukan CSS melalui 2 tahap Terbentuknya ultrafiltrat plasma di luar kapiler oleh karena tekanan hidrostatik dan kemudian ultrafiltrasi diubah menjadi sekresi pada epitel khoroid melalui proses metabolik aktif. Mekanisme sekresi CSS oleh pleksus khoroideus adalah sebagai berikut:

Natrium dipompa/disekresikan secara aktif oleh epitel kuboid pleksus khoroideus sehingga menimbulkan muatan positif di dalam CSS. Hal ini akan menarik ion-ion bermuatan negatif, terutama clorida ke dalam CSS. Akibatnya terjadi kelebihan ion di dalam cairan neuron sehingga meningkatkan tekanan osmotik cairan ventrikel sekitar 160 mmHg lebih tinggi dari pada dalam plasma. Kekuatan osmotik ini menyebabkan sejumlah air dan zat terlarut lain bergerak melalui membran khoroideus ke dalam CSS. Bikarbonat terbentuk oleh karbonik abhidrase dan ion hidrogen yang dihasilkan akan mengembalikan pompa Na dengan ion penggantinya yaitu Kalium. Proses ini disebut Na-K Pump yang terjadi dengan bantuan Na-K-ATP ase, yang berlangsung dalam keseimbangan. Obat yang menghambat proses ini dapat menghambat produksi CSS. Penetrasi obat-obat dan metabolit lain tergantung kelarutannya dalam lemak. Ion campuran seperti glukosa, asam amino, amin danhormon tyroid relatif tidak larut dalam lemak, memasuki CSS secara lambat dengan bantuan sistim transport membran. Juga insulin dan transferin memerlukan reseptor transport media. Fasilitas ini (carrier) bersifat stereospesifik, hanya membawa larutan yang mempunyai susunan spesifik untuk melewati membran kemudian melepaskannya di CSS. Natrium memasuki CSS dengan dua cara, transport aktif dan difusi pasif. Kalium disekresi ke CSS dengan mekanisme transport aktif, demikian juga keluarnya dari CSS ke jaringan otak. Perpindahan Cairan, Mg dan Phosfor ke CSS dan jaringan otak juga terjadi terutama dengan mekanisme transport aktif, dan konsentrasinya dalam CSS tidak tergantung pada konsentrasinya dalam serum. Perbedaan difusi menentukan masuknya protein serum ke dalam CSS dan juga pengeluaran CO2. Air dan Na berdifusi secara mudah dari darah ke CSS dan juga pengeluaran CO2. Air dan Na berdifusi secara mudah dari darah ke CSS dan ruang interseluler, demikian juga sebaliknya. Hal ini dapat menjelaskan efek cepat penyuntikan intervena cairan hipotonik dan hipertonik. Ada 2 kelompok pleksus yang utama menghasilkan CSS: yang pertama dan terbanyak terletak di dasar tiap ventrikel lateral, yang kedua (lebih sedikit) terdapat di atap ventrikel III dan IV. Diperkirakan CSS yang dihasilkan oleh ventrikel lateral sekitar 95%. Rata-rata pembentukan CSS 20 ml/jam. CSS bukan hanya ultrafiltrat dari serum saja tapi pembentukannya dikontrol oleh proses enzimatik. CSS dari ventrikel lateral melalui foramen interventrikular monroe masuk ke dalam ventrikel III, selanjutnya melalui aquaductus sylvii masuk ke dlam ventrikel IV. Tiga buah lubang dalam ventrikel IV yang terdiri dari 2 foramen ventrikel lateral (foramen luschka) yang berlokasi pada atap resesus lateral ventrikel IV dan foramen ventrikuler medial (foramen magendi) yang berada di bagian tengah atap ventrikel III memungkinkan CSS keluar dari sistem ventrikel masuk ke dalam rongga subarakhnoid.

CSS mengisi rongga subarakhnoid sekeliling medula spinalis sampai batas sekitar S2, juga mengisi keliling jaringan otak. Dari daerah medula spinalis dan dasar otak, CSS mengalir perlahan menuju sisterna basalis, sisterna ambiens, melalui apertura tentorial dan berakhir dipermukaan atas dan samping serebri dimana sebagian besar CSS akan diabsorpsi melalui villi arakhnoid (granula Pacchioni) pada dinding sinus sagitalis superior. Yang mempengaruhi alirannya adalah: metabolisme otak, kekuatan hidrodinamik aliran darah dan perubahan dalam tekanan osmotik darah. CSS akan melewati villi masuk ke dalam aliran darah vena dalam sinus. Villi arakhnoid berfungsi sebagai katup yang dapat dilalui CSS dari satu arah, dimana semua unsur pokok dari cairan CSS akan tetap berada di dalam CSS, suatu proses yang dikenal sebagai bulk flow. CSS juga diserap di rongga subrakhnoid yang mengelilingi batang otak dan medula spinalis oleh pembuluh darah yang terdapat pada sarung/selaput saraf kranial dan spinal. Vena-vena dan kapiler pada piameter mampu memindahkan CSS dengan cara difusi melalui dindingnya. Perluasan rongga subarakhnoid ke dalam jaringan sistem saraf melalui perluasaan sekeliling pembuluh darah membawa juga selaput piametr disamping selaput arakhnoid. Sejumlah kecil cairan berdifusi secara bebas antara cairan ekstraselluler dan css dalam rongga perivaskuler dan juga sepanjang permukaan ependim dari ventrikel sehingga metabolit dapat berpindah dari jaringan otak ke dalam rongga subrakhnoid. Pada kedalaman sistem saraf pusat, lapisan pia dan arakhnoid bergabung sehingga rongga perivaskuler tidak melanjutkan diri pada tingkatan kapiler.

Gambar-3 Rongga perivaskuler. (dikutip dari textbook of medical physiology)

Komposisi dan fungsi cairan serebrospinal (CSS) Cairan serebrospinal dibentuk dari kombinasi filtrasi kapiler dan sekresi aktif dari epitel. CSS hampir meyerupai ultrafiltrat dari plasma darah tapi berisi konsentrasi Na, K, bikarbonat, Cairan, glukosa yang lebih kecil dankonsentrasi Mg dan klorida yang lebih tinggi. Ph CSS lebih rendah dari darah. Perbandingan komposisi normal cairan serebrospinal lumbal dan serum CSS Osmolaritas Natrium Klorida PH Tekanan CONCUSSION Glukosa Total Protein Albumin Ig G 295 mOsm/L 138 mM 119 mM 7,33 6,31 kPa 3,4 mM 0,35 g/L 0,23 g/L 0,03 g/L Serum 295 mOsm/L 138 mM 102 mM 7,41 (arterial) 25,3 kPa 5,0 mM 70 g/L 42 g/L 10 g/L

(dikutip dari Diagnostic Test in Neurology, 1991) CSS mempunyai fungsi: 1. CSS menyediakan keseimbangan dalam sistem saraf. Unsur-unsur pokok pada CSS berada dalam keseimbangan dengan cairan otak ekstraseluler, jadi mempertahankan lingkungan luar yang konstan terhadap sel-sel dalam sistem saraf. 2. CSS mengakibatkann otak dikelilingi cairan, mengurangi berat otak dalam tengkorak dan menyediakan bantalan mekanik, melindungi otak dari keadaan/trauma yang mengenai tulang tengkorak 3. CSS mengalirkan bahan-bahan yang tidak diperlukan dari otak, seperti CO2,laktat, dan ion Hidrogen. Hal ini penting karena otak hanya mempunyai sedikit sistem limfatik. Dan untuk memindahkan produk seperti darah, bakteri, materi purulen dan nekrotik lainnya yang akan diirigasi dan dikeluarkan melalui villi arakhnoid. 4. Bertindak sebagai saluran untuk transport intraserebral. Hormon-hormon dari lobus posterior hipofise, hipothalamus, melatonin dari fineal dapat dikeluarkan ke CSS dan transportasi ke sisi lain melalui intraserebral.

5. Mempertahankan tekanan intrakranial. Dengan cara pengurangan CSS dengan mengalirkannya ke luar rongga tengkorak, baik dengan mempercepat pengalirannya melalui berbagai foramina, hingga mencapai sinus venosus, atau masuk ke dalam rongga subarakhnoid lumbal yang mempunyai kemampuan mengembang sekitar 30%.

HYDROCEPHALUS Banyak kegunaan air bagi tubuh kita. 50-70 % komposisi tubuh kita terdiri dari cairan yang membuat metabolisme tubuh bisa terus berjalan. Namun yang tidak kalah penting adalah manajemen siklus cairan tubuh yang beredar diseluruh tubuh. Kepala bukanlah pengecualian.

Hydrochepalus berasal dari kata Hydro : air dan Cephalus : kepala. Secara medisnya, kondisi Hydrocephalus merupakan "Penumpukan cairan cerebrospinal ( CSF ) dikepala sehingga menyebabkan pembesaran ruang di otak ( ventrikel )". Dalam kondisi normal, otak memiliki sistim sirkulasi cairan Ventrikular yang terdiri dari 4 ventrikel dan saling dihubungkan satu sama lain dengan sebuah jalur sempit. CSF mengalir melalui ventrikel dan keluar ke tempat penampungan dibagian otak, membasahi permukaan otak & tulang belakang, kemudian diserap darah dalam tubuh. Cerebrospinal atau CSF merupakan cairan yang membungkus otak & tulang belakang. Fungsi CSF adalah : Sebagai 'Shock Absorber' & melindungi otak Sebagai media transportasi nutrisi ke otak & mengangkut zat yang tidak berguna keluar dari otak Mengalir antara tempurung kepala & tulang belakang guna mengkompensasi perubahan volume darah dalam otak. Keseimbangan sirkulasi (penyerapan & produksi) CSF sangat penting. Apabila keseimbangan ini tergangung maka bisa mengakibatkan pembengkakan (Hydrocephalus) yang menghasilkan tekanan pada otak. Kondisi ini tidak bisa dibiarkan karena bisa menyebabkan cacat semumur hidup bahkan kematian. Definisi Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat

pelebaran ventrikel (Hassan, 1983). Pelebaran ventrikuler ini akibat ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi cairan serebrospinal (Huttenlocher, 1983). Hidrosefalus bukan suatu penyakit yang berdiri sendiri. Sebenarnya, hidrosefalus selalu bersifat sekunder, sebagai akibat penyakit atau kerusakan otak. Adanya kelainan-kelainan tersebut menyebabkan kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun (Wiknjosastro, 1994). Epidemiologi Thanman (1984) melaporkan insidensi hidrosefalus antara 0,2-4 setiap 1000 kelahiran. Raveley (1973) cit Yasa (1983) di Inggris melaporkan bahwa insidensi hidrosefalus kongenital adalah 0,5-1,8 pada setiap 1000 kelahiran dan 11%-43% disebabkan oleh stenosis aqueductus serebri. Hidrosefalus dengan meningomielokel, yaitu antara 4 per 1000 kelahiran di beberapa negara bagian wales dan Irlandia Utara sampai sekitar 0,2 per 1000 kelahiran di Jepang. Sedangkan insidensi hidrosefalus bentuk lainnya sekitar 1 per 1000 kelahiran. Stenosis akuaduktus ditemukan pada sekitar sepertiga anak dengan hidrosefalus (Huttenlocher, 1983). Tidak ada perbedaan bermakna insidensi untuk kedua jenis kelamin, juga dalam hal perbedaan ras. Hidrosefalus dapat terjadi pada semua umur. Pada remaja dan dewasa lebih sering disebabkan oleh toksoplasmosis. Hidrosefalus infantil; 46% diantaranya adalah akibat abnormalitas perkembangan otak, 50% karena perdarahan subaraknoid dan meningitis, dan kurang dari 4% akibat tumor fossa posterior (Harsono, 1996). Etiologi Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran cairan serebrospinal (CSS) pada salah satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan tempat absorbsi dalam ruang subaraknoid. Akibat penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan CSS diatasnya (Hassan et al, 1985). Tempat predileksi obstruksi adalah foramen Monroe, foramen Sylvis, foramen Luschka, foramen Magendie, sisterna magna dan sisterna basalis (Harsono, 1996). Teoritis pembentukan CSS yang terlalu banyak dengan kecepatan absorbsi yang normal akan menyebabkan terjadinya hidrosefalus, namun dalam klinik sangat jarang terjadi, misalnya terlihat pelebaran ventrikel tanpa penyumbatan pada adenomata pleksus koroidalis. Berkurangnya absorbsi CSS pernah

dilaporkan dalam kepustakaan pada obstruksi kronik aliran vena otak pada trombosis sinus longitudinalis. Contoh lain ialah terjadinya hidrosefalus setelah operasi koreksi daripada spina bifida dengan meningokel akibat berkurangnya permukaan untuk absorbsi. Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi dan anak ialah : 1. Kelainan Bawaan (Kongenital) a. Stenosis akuaduktus Sylvii

Merupakan penyebab yang terbanyak pada hidrosefalus bayi dan anak (60-90%). Insidensinya berkisar antara 0,5-1 kasus/1000 kelahiran. Stenosis ini bukan berasal dari tumor. Ada tiga tipe stenosis : 1. Gliosis akuaduktus: berupa pertumbuhan berlebihan dari glia fibriler yang menyebabkan konstriksi lumen. 2. Akuaduktus yang berbilah (seperti garpu) menjadi kanal-kanal yang kadang dapat tersumbat. 3. Obstruksi akuaduktus oleh septum ependim yang tipis (biasanya pada ujung kaudal).

Akuaduktus dapat merupakan saluran buntu sama sekali atau abnormal lebih sempit dari biasa. Umumnya gejala hidrosefalus terlihat sejak lahir atau progresif dengan cepat pada bulan-bulan pertama setelah lahir. Stenosis ini bisa disebabkan karena kelainan metabolisme akibat ibu menggunakan isotretinoin (Accutane) untuk pengobatan acne vulgaris. Oleh karena itu penggunaan derivat retinol (vitamin A) dilarang pada wanita hamil. Hidrosefalus iatrogenik ini jarang sekali terjadi, hal ini dapat disebabkan oleh hipervitaminosis A yang akut atau kronis, di mana keadaan tersebut dapat mengakibatkan sekresi likuor menjadi meningkat atau meningkatnya permeabilitas sawar darah otak. Stenosis ini biasanya dapat bersamaan dengan malformasi lain seperti: malformasi Arnold chiari, ensefalokel oksipital (Lott et al, 1984). b. Spina bifida dan kranium bifida Hidrosefalus pada kelainan ini biasanya berhubungan dengan sindrom Arnold chiari akibat tertariknya medula spinalis dengan medula oblongata dan serebelum letaknya lebih rendah dan menutupi foramen magnum sehingga terjadi penyumbatan sebagian atau total. anomali Arnold chiari ini dapat timbul bersama dengan suatu meningokel atau suatu meningomielokel.

c. Sindrom Dandy-Walker Malformasi ini melibatkan 2-4% bayi baru lahir dengan hidrosefalus. Etiologinya tidak diketahui. Malformasi ini berupa ekspansi kistik ventrikel IV dan hipoplasi vermis serebelum. Kelainan berupa atresia kongenital foramen Luschka dan Magendie dengan akibat hidrosefalus obstruktif dengan pelebaran sistem ventrikel terutama ventrikel IV yang dapat sedemikian besarnya hingga merupakan suatu kista yang besar di daerah fosa posterior. Hidrosefalus yang terjadi diakibatkan oleh hubungan antara dilatasi ventrikel IV dan rongga subarakhnoid yang tidak adekuat, dan hal ini dapat tampil pada saat lahir, namun 80% kasusnya biasanya tampak dalam tiga bulan pertama. Kasus semacam ini sering terjadi bersamaan dengan anomali lainnya seperti: agenesis korpus kalosum, labiopalatoskisis, anomali okuler, anomali jantung, dan sebagainya.

d. Kista araknoid Dapat terjadi kongenital tetapi dapat juga timbul akibat trauma sekunder suatu hematoma.

e. Anomali pembuluh darah Dalam kepustakaan dilaporkan terjadinya hidrosefalus akibat aneurisma arterio-vena yang mengenai arteria serebralis posterior dengan vena Galeni atau sinus transversus dengan akibat obstruksi akuaduktus.

2. Infeksi Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen sehingga dapat terjadi obliterasi ruangan subaraknoid. Pelebaran ventrikel pada fase akut meningitis purulenta terjadi bila aliran CSS terganggu oleh obstruksi mekanik eksudat purulen di akuaduktus Sylvii atau sisterna basalis. Lebih banyak hidrosefalus terdapat pasca meningitis. Pembesaran kepala dapat terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan sesudah sembuh dari meningitisnya. Secara patologis terlihat penebalan jaringan piamater dan araknoid sekitar sisterna basalis dan daerah lain. Pada meningitis serosa tuberkulosa, perlekatan meningen terutama terdapat di daerah basal sekitar sisterna kiasmatika dan interpedunkularis, sedangkan pada meningitis purulenta lokalisasinya lebih tersebar. Selain karena meningitis, penyebab lain infeksi pada sistem saraf pusat adalah karena toxoplasmosis (Ngoerah, 1991). Infeksi toxoplasmosis sering terjadi pada ibu yang hamil atau penderita dengan imunokompeten (Pohan, 1996). Penularan toxoplasmosis kepada neonatus didapat melalui penularan transplasenta dari ibu yang telah menderita infeksi asimtomatik. Dalam bentuk infeksi subakut, tetrade yang menyolok adalah perkapuran intraserebral, chorioretinitis, hidrosefalus atau mikrosefalus, dan gangguan psikomotor dan kejang-kejang (Pribadi, 1983).

3. Neoplasma Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap tempat aliran CSS. Pengobatan dalam hal ini ditujukan kepada penyebabnya dan apabila tumor tidak mungkin dioperasi, maka dapat dilakukan tindakan paliatif dengan mengalirkan CSS melalui saluran buatan atau pirau. Pada anak yang terbanyak menyebabkan penyumbatan ventrikel IV atau akuaduktus Sylvii bagian terakhir biasanya suatu glioma yang berasal dari serebelum, sedangkan penyumbatan bagian depan ventrikel III biasanya disebabkan suatu

kraniofaringioma.

4. Perdarahan Telah banyak dibuktikan bahwa perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan fibrosis leptomeningen terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan

yang terjadi akibat organisasi dari darah itu sendiri. Hal tersebut juga dapat dipicu oleh karena adanya trauma kapitis (Hassan et al, 1985). Selanjutnya hidrosefalus dengan penyebab pertama tersebut diatas dikelompokan sebagai hidrosefalus kongenitus, sedangkan penyebab kedua sampai ke empat dikelompokkan sebagai hidrosefalus akuisita. Sebab-sebab prenatal merupakan faktor yang bertanggung jawab atas terjadinya hidrosefalus kongenital yang timbul in-utero dan kemudian bermanifestasi baik inutero ataupun setelah lahir. Sebab-sebab ini mencakup malformasi (anomali perkembangan sporadis), infeksi atau kelainan vaskuler. Pada sebagian besar pasien banyak yang etiologinya tidak dapat diketahui, dan untuk ini diistilahkan sebagai hidrosefalus idiopatik. Dari bukti eksperimental pada beberapa spesies hewan mengisyaratkan infeksi virus pada janin terutama parotitis dapat sebagai factor etiologi (Ngoerah,1991). Swaiman and Wright (1981) mengelompokkan etiologi hidrosefalus berdasarkan proses kejadiannya sebagai berikut : 1. Kongenital Agenesis korpus kalosum, stenosis akuaduktus serebri, anensefali dan disgenesis serebral, genetis. 2. Degeneratif Histiositosis, inkontinensia pugmenti, dan penyakit Krebbe. 3. Infeksi Post meningitis, TORCH, kista-kista parasit, lues kongenital. 4. Kelainan metabolism Penggunaan isotretionin (Accutane) untuk pengobatan akne vulgaris, antara lain dapat menyebabkan stenosis akuaduktus, sehingga terjadi hidrosefalus pada anak yang dilahirkan. Oleh karena itu penggunaan derivat retinol (vit. A) dilarang pada wanita hamil (Lott et al, 1984). 5. Trauma Seperti pada perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak dapat menyebabkan fibrosis leptomeningen terutama pada daerah basal otak, disamping organisasi darah itu sendiri yang mengakibatkan terjadinya sumbatan yang mengganggu aliran CSS. 6. Neoplasma

Terjadinya hidrosefalus disini oleh karena obstruksi mekanis yang dapat terjadi di setiap aliran CSS, antara lain tumor ventrikel III, tumor fossa posterior, papilloma pleksus koroideus, leukemia, dan limfoma. 7. Gangguan vaskuler Dilatasi sinus dural, trombosis sinus venosa, malformasi v. Galeni, malformasi arteriovenosa. Patofisiologi dan Patogenesis Ruangan CSS mulai terbentuk pada minggu kelima masa embrio, terdiri dari sistem ventrikel, sisterna magna pada dasar otak dan ruang subarakhnoid yang meliputi seluruh susunan saraf. CSS yang dibentuk dalam sistem ventrikel oleh pleksus khoroidalis kembali ke dalam peredaran darah melalui kapiler dalam piamater dan arakhnoid yang meliputi seluruh susunan saraf pusat (SSP). Cairan likuor serebrospinalis ini terdapat dalam suatu sistem yang terdiri dari dua bagian yang berhubungan satu sama lainnya : (1) Sistem internal terdiri dari dua ventrikel lateralis, foramen-foramen interventrikularis (Monroe), ventrikel ke-3, akuaduktus Sylvii dan ventrikel ke-4. (2) Sistem eksternal terdiri dari ruang-ruang subaraknoid, terutama bagian-bagian yang melebar disebut sisterna. Hubungan antara sistem internal dan eksternal ialah melalui kedua apertura lateralis ventrikel ke-4 (foramen Luschka) dan foramen medialis ventrikel ke-4 (foramen Magendie). Pada orang dewasa normal jumlah CSS 90-150 ml, anak umur 8-10 tahun 100-140 ml, bayi 40-60 ml, neonatus 20-30 ml dan pada prematur kecil 10-20 ml (Harsono, 1996). Cairan yang tertimbun dalam ventrikel biasanya antara 500-1500 ml, akan tetapi kadangkadang dapat mencapai 5 liter (Wiknjosastro, 1994) .

Aliran CSS yang normal ialah dari ventrikel lateralis melalui foramen monroe ke ventrikel III, dari tempat ini melalui saluran yang sempit akuaduktus Sylvii ke ventrikel IV dan melalui foramen Luschka dan Magendie ke dalam ruang subarakhnoid melalui sisterna magna. Penutupan sisterna basalis menyebabkan gangguan kecepatan resorbsi CSS oleh sistem kapiler. Dalam keadaan normal tekanan likuor berkisar antara 50-200 mm, praktis sama dengan 50-200 mmH2O. Ruang tengkorak bersama dura yang tidak elastis merupakan suatu kotak tertutup yang berisikan jaringan otak dan medula spinalis sehingga volume otak total (kraniospinal) ditambah dengan volume darah dan likuor merupakan angka tetap (Hukum Monroe Kellie). Bila terdapat peningkatan volume likuor akan menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial. Keadaan ini terdapat pada perubahan volume likuor, pelebaran dura, perubahan volume pembuluh darah terutama volume vena, perubahan jaringan otak (bagian putih otak berkurang pada hidrosefalus obstruktif). Pada umumnya volume otak serta tekanan likuor berubah oleh berbagai pengaruh sehingga volume darah selalu akan menyesuaikan diri (Harsono, 1996). Hidrosefalus secara teoritis hal ini terjadi sebagai akibat dari tiga mekanisme yaitu : 1. Produksi likuor yang berlebihan 2. Peningkatan resistensi aliran likuor 3. Peningkatan tekanan sinus venosa Sebagai konsekuensi dari tiga mekanisme di atas adalah peningkatan tekanan intrakranial sebagai upaya mempertahankan keseimbangan sekresi dan absorbsi. Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel masih belum dapat dipahami secara terperinci, namun hal ini bukanlah hal yang sederhana sebagaimana akumulasi akibat dari ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi. Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel cukup rumit dan berlangsung berbeda-beda tiap saat selama perkembangan hidrosefalus. Dilatasi ini terjadi sebagai akibat dari : 1. Kompresi sistem serebrovaskuler 2. Redistribusi dari likuor serebrospinalis atau cairan ekstraseluler atau keduanya di dalam sistem susunan saraf pusat

3. Perubahan mekanis dari otak (peningkatan elastisitas otak, gangguan viskoelastisitas otak, kelainan turgor otak) 4. Efek tekanan denyut likuor serebrospinalis (masih diperdebatkan) 5. Hilangnya jaringan otak 6. Pembesaran volume tengkorak (pada penderita muda) akibat adanya regangan abnormal pada sutura kranial. Produksi likuor yang berlebihan hampir semua disebabkan oleh karena tumor pleksus khoroid (papiloma atau karsinoma). Adanya produksi yang berlebihan akan menyebabkan tekanan intrakranial meningkat dalam mempertahankan keseimbangan antara sekresi dan resorbsi likuor, sehingga akhirnya ventrikel akan membesar. Adapula beberapa laporan mengenai produksi likuor yang berlebihan tanpa adanya tumor pada pleksus khoroid, di samping juga akibat hipervitaminosis A. Gangguan aliran likuor merupakan awal dari kebanyakan kasus hidrosefalus. Peningkatan resistensi yang disebabkan oleh gangguan aliran akan meningkatkan tekanan likuor secara proporsional dalam upaya mempertahankan resorbsi yang seimbang. Peningkatan tekanan sinus vena mempunyai dua konsekuensi, yaitu peningkatan tekanan vena kortikal sehingga menyebabkan volume vaskuler intrakranial bertambah dan peningkatan tekanan intrakranial sampai batas yang dibutuhkan untuk mempertahankan aliran likuor terhadap tekanan sinus vena yang relatif tinggi. Konsekuensi klinis dari hipertensi vena ini tergantung dari komplians tengkorak. Bila sutura kranial sudah menutup, dilatasi ventrikel akan diimbangi dengan peningkatan volume vaskuler; dalam hal ini peningkatan tekanan vena akan diterjemahkan dalam bentuk klinis dari pseudotumor serebri. Sebaliknya, bila tengkorak masih dapat mengadaptasi, kepala akan membesar dan volume cairan akan bertambah. Derajat peningkatan resistensi aliran cairan likuor dan kecepatan perkembangan gangguan hidrodinamik berpengaruh pada penampilan klinis. Klasifikasi Klasifikasi hidrosefalus bergantung pada faktor yang berkaitan dengannya. Menurut Harsono (1996), klasifikasi hidrosefalus berdasarkan :

1. Gambaran klinis Dikenal hidrosefalus yang manifes (overt hydrocephalus) dan hidrosefalus yang tersembunyi (occult hydrocephalus). Hidrosefalus yang tampak jelas dengan tanda-tanda klinis yang khas disebut hidrosefalus yang manifes. Sementara itu, hidrosefalus dengan ukuran kepala yang normal disebut sebagai hidrosefalus yang tersembunyi. 2. Waktu pembentukan Dikenal hidrosefalus kongenital dan hidrosefalus akuisita. Hidrosefalus yang terjadi pada neonatus atau yang berkembang selama intra uterin disebut hidrosefalus kongenital. Hidrosefalus yang terjadi karena cedera kepala selama proses kelahiran disebut hidrosefalus infantil. Hidrosefalus akuisita adalah hidrosefalus yang terjadi setelah masa neonatus atau disebabkan oleh faktor-faktor lain setelah masa neonatus (Harsono, 1996). 3. Proses terbentuknya hidrosefalus (waktu/onzet) Dikenal hidrosefalus akut dan hidrosefalus kronik. Hidrosefalus akut adalah hidrosefalus yang terjadi secara mendadak sebagai akibat obstruksi atau gangguan absorbsi CSS (berlangsung dalam beberapa hari). Disebut hidrosefalus kronik apabila perkembangan hidrosefalus terjadi setelah aliran CSS mengalami obstruksi beberapa minggu (bulantahun). Dan diantara waktu tersebut disebut hidrosefalus subakut. 4. Sirkulasi CSS (cairan serebrospinal) Dikenal hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus non komunikans. Hidrosefalus non komunikans berarti CSS sistem ventrikulus tidak berhubungan dengan CSS ruang subaraknoid (adanya blok), misalnya terjadi pada: a. Kelainan perkembangan akuaduktus Silvius kongenital (disebabkan oleh gen terangkai X resesif), infeksi virus, tertekannya akuaduktus dari luar karena hematoma atau aneurisma congenital b. Atresia foramen Luschka dan Magendie (sindroma Dandy-Walker) c. Berhubungan serebelum. Hidrosefalus komunikans adalah hidrosefalus yang memperlihatkan adanya hubungan antara CSS sistem ventrikulus dan CSS dari ruang subaraknoid otak dan spinal. Gangguan absorbsi CSS dapat disebabkan sumbatan sistem subaraknoid disekeliling dengan keadaan-keadaan meningokel, ensefalokel, hipoplastik

batang otak ataupun obliterasi ruang subaraknoid disekeliling batang otak ataupun obliterasi ruang subaraknoid disekeliling konveksitas otak. Disini seluruh sitem ventrikuli terdistensi (Huttenlocher, 1983). Hal ini terjadi pada keadaan-keadaan: a. Malformasi Arnold-Chiari dimana terjadi hambatan CSS di ruang subaraknoid sekitar batang otak akibat berpindahnya batang otak dan serebelum ke kanalis servikalis b. Sekunder akibat infeksi piogenik dan meningitis sehingga terjadi fibrosis dan perlekatan c. Fibrosis akibat perdarahan subaraknoid

5. Pseudohidrosefalus dan hidrosefalus tekanan normal (normal pressure hydrocephalus). Pseudohidrosefalus adalah disproporsi kepala dan badan bayi. Kepala bayi tumbuh cepat selama bulan kedua sampai bulan ke delapan. Selain itu ada beberapa istilah lainnya yang dipakai dalam klasifikasi maupun sebutan diagnosis kasus hidrosefalus. Hidrosefalus interna menunjukkan adanya dilatasi ventrikel; sedangkan hidrosefalus eksternal cenderung menunjukkan adanya pelebaran rongga subarakhnoid di atas permukaan korteks. Hidrosefalus obstruktif menjabarkan kasus yang mengalami obstruksi pada aliran likuor; dan hal ini dijumpai pada sebagian besar kasus. Berdasarkan gejala yang ada dibagi menjadi hidrosefalus simptomatik dan asimptomatik. Hidrosefalus arrested menunjukan keadaan di mana faktor-faktor yang menyebabkan dilatasi ventrikel pada saat tersebut sudah tidak aktif lagi. Hidrosefalus ex-vacuo adalah sebutan bagi kasus ventrikulomegali yang diakibatkan oleh atrofi otak primer, yang biasanya terdapat pada orang tua. Manifestasi Klinis Tanda awal dan gejala hidrosefalus tergantung pada awitan dan derajat

ketidakseimbangan kapasitas produksi dan resorbsi CSS (Huttenlocher, 1983). Selain itu gambaran klinik hidrosefalus dipengaruhi oleh umur penderita, penyebab, dan lokasi obstruksi. Gejala-gejala yang menonjol merupakan refleksi adanya hipertensi intrakranial (Harsono, 1996). Manifestasi klinis dari hidrosefalus pada anak dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu :

1. Awitan hidrosefalus terjadi pada masa neonates

Meliputi pembesaran kepala abnormal yang merupakan gambaran tetap hidrosefalus kongenital dan pada masa bayi. Pada kasus hidrosefalus kongenital yang berat dimana kepala bayi yang besar dapat mempersulit proses kelahiran, sedangkan pada bentuk yang lebih ringan, kepala berukuran normal saat lahir, tetapi kemudian tumbuh dengan laju berlebihan (Huttenlocher, 1983). Lingkaran kepala neonatus biasanya adalah 35-40 cm, dan pertumbuhan ukuran lingkar kepala terbesar adalah selama tahun pertama kehidupan. Pada anak hidrosefalus, umur satu tahun lingkaran kepala itu menjadi 45 cm (Ngoerah, 1991). Pada masa neonatus, pengukuran lingkar kepala setiap harinya penting dalam menentukan proresivitas dari hidrosefalus. Kranium terdistensi dalam semua arah, tetapi terutama pada daerah frontal (Huttenlocher, 1983). Tampak dorsum nasi lebih besar dari biasa. Fontanella terbuka dan tegang, sutura masih terbuka bebas. Tulang-tulang kepala menjadi sangat tipis. Vena-vena di sisi samping kepala tampak melebar dan berkelok. Sering terjadi retraksi kelopak mata yang terus-menerus (Sidharta, 1995). Pada hidrosefalus infantil yang berat, tampak suatu fenomena matahari terbenam (sunset phenomenon) pada bola mata. Fenomena ini timbul karena tekanan intrakranial yang tinggi dapat menekan tulang atap

orbita yang sangat tipis. Tulang atap orbita ini lantas menekan pada bola mata sehingga bola-bola mata itu terputar ke bawah (Huttenlocher, 1983). Dengan kedudukan mata demikian, banyak putih sklera terlihat diantara limbus atas dari kornea dan tepi kelopak mata atas. Tanda tersebut bisa dikorelasikan dengan dilatasi ventrikel ke-3 atau akuaduktus Sylvii yang sekaligus melumpuhkan gerakan elevasi bola mata (Sidharta, 1995). Pada funduskopi dapat tampak suatu atrofi papil primer akibat kompresi saraf optikus dan kiasma, terjadi pada kasus kronik yang tidak diterapi. Disamping itu dapat terlihat adanya anosmi kanan dan kiri. Mungkin pula terdapat strabismus karena adanya paralise dari satu atau beberapa nervi kranialis. Penderita memperlihatkan pula adanya retardasi mental dan konvulsi. Sewaktuwaktu tampak nistagmus. Bila dilakukan perkusi sedikit di belakang tempat pertemuan os frontale dengan os temporale maka dapat timbul resonansi seperti bunyi kendi retak (cracked pot resonance). Tanda ini dinamai Macewens sign. Tidak jarang dijumpai tandatanda paraparesis spastik dengan reflek tendon lutut atau Achilles yang meningkat serta dengan Babinski yang positif kanan dan kiri. Menurut Harsono (1996), pada neonatus gejala yang paling umum dijumpai adalah iritabilitas. Sering kali anak tidak mau makan dan minum, dan kadang-kadang kesadaran menurun ke arah letargi. Anak kadang-kadang muntah, jarang yang bersifat proyektil. Pada masa neonatus ini gejala-gejala lainnya belum tampak. Kecurigaan akan hidrosefalus bisa berdasarkan gejala-gejala tersebut di atas, sehingga dapat dilakukan pemantauan secara teratur dan sistemik. 2. Awitan hidrosefalus terjadi pada akhir masa kanak-kanak

Jika hidrosefalus terjadi pada akhir masa kanak-kanak, maka pembesaran kepala tidak bermakna, tetapi pada umumnya anak mengeluh nyeri kepala sebagai manifestasi hipertensi intrakranial. Lokasi nyeri kepala tidak khas atau tidak menentu. Kadang-kadang anak muntah di pagi hari. Dapat disertai keluhan penglihatan ganda (diplopia) dan jarang diikuti penurunan visus. Gangguan motorik dan koordinasi dikenali melalui perubahan cara berjalan. Hal demikian ini disebabkan oleh peregangan serabut kortikospinal korteks parietal sebagai akibat pelebaran ventrikulus lateral. Serabut-serabut yang lebih kecil yang melayani tungkai akan terlebih dahulu tertekan, sehingga menimbulkan pola berjalan yang khas (Harsono, 1996). Kombinasi spastisitas dan ataksia yang lebih mempengaruhi tungkai daripada lengan sering ditemukan, demikian pula inkontinensia urin (Huttenlocher, 1983).

Anak dapat mengalami gangguan dalam hal daya ingat dan proses belajar, terutama dalam tahun pertama sekolah. Apabila dilakukan pemeriksaan psikometrik maka akan terlihat adanya labilitas emosional dan kesulitan dalam hal konseptualisasi (Harsono, 1996). Fungsi bicara seringkali masih baik, sehingga bermanifestasi sebagai ocehan kosong yang agak karakteristik (Huttenlocher, 1983). Secara umum gejala yang paling umum terjadi pada pasien-pasien hidrosefalus di bawah usia dua tahun adalah pembesaran abnormal yang progresif dari ukuran kepala. Makrokrania mengesankan sebagai salah satu tanda bila ukuran lingkar kepala lebih besar dari dua deviasi standar di atas ukuran normal, atau persentil 98 dari kelompok usianya. Makrokrania biasanya disertai empat gejala hipertensi intrakranial lainnya yaitu: 1. Fontanel anterior yang sangat tegang. Biasanya fontanel anterior dalam keadaan normal tampak datar atau bahkan sedikit cekung ke dalam pada bayi dalam posisi berdiri (tidak menangis). 2. Sutura kranium tampak atau teraba melebar. 3. Kulit kepala licin mengkilap dan tampak vena-vena superfisial menonjol. Perkusi kepala akan terasa seperti kendi yang rengat (cracked pot sign). 4. Fenomena matahari tenggelam (sunset phenomenon). Tampak kedua bola mata deviasi ke bawah dan kelopak mata atas tertarik. Fenomena ini seperti halnya tanda Perinaud, yang ada gangguan pada daerah tektam. Estropia akibat parese n. VI, dan

kadang ada parese n. III, dapat menyebabkan pengelihatan ganda dan mempunyai resiko bayi menjadi ambliopia. Gejala hipertensi intrakranial lebih menonjol pada anak yang lebih besar dibandingkan dengan bayi. Gejalanya mencakup: nyeri kepala, muntah, gangguan kesadaran, gangguan okulomotor, dan pada kasus yang telah lanjut ada gejala gangguan batang otak akibat herniasi tonsiler (bradikardia, aritmia respirasi).

Gejala lainnya yang dapat terjadi adalah; spastisitas yang biasanya melibatkan ekstremitas inferior (sebagai konsekuensi peregangan traktus piramidal sekitar ventrikel lateral yang dilatasi) dan berlanjut sebagai gangguan berjalan, gangguan endokrin (karena distraksi hipotalamus dan pituitari stalk oleh dilatasi ventrikel III. Diagnosis Prosedur dari diagnosis suatu penyakit didasarkan atas suatu anamnesa yang cermat, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Gejala hidrosefalus sebelum menunjukan manifestasi klinis adalah sangat bervariasi sehingga anamnesis memerlukan pengetahuan dan pengalaman yang cukup luas dalam praktek, tetapi hal tersebut tidak selalu mudah dicapai. Dilain pihak, pemberi informasi (penderita dan atau keluarganya) juga sangat berperan dalam proses anamnesis. Apabila informasi tidak jelas atau tidak lengkap maka diagnosis akan sulit ditegakkan. Kekeliruan atau kesalahan dalam menegakkan diagnosis dapat terjadi di seluruh disiplin kedokteran, baik preklinik, paraklinik, maupun klinik. Kesalahan diagnosis secara umum dapat disebabkan oleh karena, (a) kurangnya pengetahuan dan atau pengertian tentang penyakit, (b) kurangnya pengalaman menangani kasus penyakit, (c) keterbatasan informasi dari penderita atau keluarganya, dan (d) belum berfungsinya sistem rujukan secara optimal sehingga belum menunjukan interaksi yang baik antara puskesmas atau rumah sakit umum kabupaten atau dokter praktek swasta (dokter umum) dengan RSUP rujukan atau dokter spesialis (Harsono, 1994). Upaya penegakan diagnosis suatu kelainan dalam hal ini hidrosefalus dapat dilakukan dengan melakukan skrining atau deteksi dini gangguan tumbuh kembang anak. Skrining terdiri dari penemuan faktor resiko dan deteksi adanya kelainan. Faktor resiko adalah faktor-faktor atau keadaan yang mempengaruhi perkembangan suatu penyakit atau status kesehatan tertentu. Istilah

mempengaruhi mengandung pengertian menimbulkan resiko lebih besar pada individu atau masyarakat untuk terjadinya status kesehatan atau kelainan tertentu (Pratiknya, 1986). Faktor resiko ini mungkin baru dalam tahap kecurigaan, perkiraan atau memang sudah terbuktikan kebenarannya. Disamping dari pemeriksaan fisik, gambaran klinik yang samar-samar maupun yang khas seperti yang telah diterangkan di atas, maka kepastian diagnosis hidrosefalus dapat ditegakkan dengan menggunakan alat-alat radiologik yang canggih. USG adalah pemeriksaan penunjang yang mempunyai peranan penting dalam mendeteksi adanya hidrosefalus pada periode prenatal dan pascanatal selama fontanelnya tidak menutup. Pada neonatus, USG dapat cukup bermanfaat, untuk anak yang lebih besar, umumnya diperlukan CT scanning. CT scan dan MRI (Magnetic Resonance Imaging) dapat memastikan diagnosis hidrosefalus dalam waktu yang relatif singkat (Harsono, 1996). Pemeriksaan dengan CT scan ini dapat memperlihatkan susunan ventrikel yang membesar secara simetris (Ngoerah, 1991). Dengan CT scan ini sistem ventrikel dan seluruh isi intrakranial dapat tampak lebih terperinci, serta dalam memperkirakan prognosa kasus tersebut di masa depan. CT scan merupakan cara yang aman dan dapat diandalkan untuk membedakan hidrosefalus dari penyakit lain yang juga menyebabkan pembesaran kepala abnormal, serta untuk identifikasi tempat obstruksi aliran CSS. MRI sebenarnya juga merupakan pemeriksaan diagnostik terpilih untuk kasus-kasus yang efektif. Namun, mengingat waktu pemeriksaannya yang cukup lama sehingga pada bayi perlu dilakukan pembiusan. Untuk menentukan apakah seorang bayi dalam kandungan adalah hidrosefal atau tidak, adalah suatu tugas yang tidak mudah, namun pemeriksaan dengan USG sudah sangat dapat membantu (Ngoerah, 1991). Diagnosis banding Pembesaran kepala dapat terjadi pada hidrosefalus, makrosefali, tumor otak, abses otak, granuloma intrakranial, dan hematoma subdural perinatal, hidranensefali. Hal-hal tersebut dijumpai terutama pada bayi dan anak-anak berumur kurang dari 6 tahun (Harsono, 1996).

Terapi Pada dasarnya ada tiga prinsip dalam pengobatan hidrosefalus, yaitu : 1. Mengurangi produksi CSS dengan merusak sebagian pleksus khoroidalis dengan tindakan reseksi (pembedahan) atau koagulasi, akan tetapi hasilnya kurang memuaskan. Obat-obatan yang berpengaruh disini antara lain ; diamox (asetazolamid), isosorbit, manitol, urea, kortikosteroid, diuretik dan fenobarbital. 2. Mempengaruhi hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat absorbsi yakni menghubungkan ventrikel dengan ruang subaraknoid. Misalnya Torkildsen

ventrikulosisternostomi pada stenosis akuaduktus Silvius. Pada anak hasilnya kurang baik karena sudah ada insufisisensi fungsi absorbs 3. Pengeluaran likuor (CSS) kedalam organ ekstrakranial dengan cara ; ventrikuloperitoneal drainage, ventrikulopleural drainage, lumboperitoneal drainage, ventrikuloretrostomi, mengalirkan kedalam antrum mastoid, mengalirkan CSS kedalam vena jugularis melalui kateter berventil (Hoten-velve) (Hassan, 1985). Penanganan hidrosefalus juga dapat dibagi menjadi : 1. Penanganan Sementara Terapi konservatif medikamentosa ditujukan untuk membatasi evolusi

hidrosefalus melalui upaya mengurangi sekresi cairan dari pleksus khoroid (asetazolamid 100 mg/kg BB/hari; furosemid 2 mg/kg BB/kali) atau upaya meningkatkan resorbsinya (isorbid). Terapi di atas hanya bersifat sementara sebelum dilakukan terapi definitif diterapkan atau bila ada harapan kemungkinan pulihnya gangguan hemodinamik tersebut; sebaliknya terapi ini tidak efektif untuk pengobatan jangka panjang mengingat adanya resiko terjadinya gangguan metabolik. Drainase likuor eksternal dilakukan dengan memasang kateter ventrikuler yang kemudian dihubungkan dengan suatu kantong drain eksternal. Tindakan ini dilakukan untuk penderita yang berpotensi menjadi hidrosefalus (hidrosefalus transisi) atau yang sedang mengalami infeksi. Keterbatasan tindakan semacam ini adalah adanya ancaman kontaminasi likuor dan penderita harus selalu

dipantau secara ketat. Cara lain yang mirip dengan metode ini adalah punksi ventrikel yang dilakukan berulang kali untuk mengatasi pembesaran ventrikel yang terjadi. Cara-cara untuk mengatasi dilatasi ventrikel di atas dapat diterapkan pada beberapa situasi tertentu yang tentu pelaksanaannya perlu dipertimbangkan secara masak (seperti pada kasus stadium akut hidrosefalus pasca perdarahan). 2. Penanganan Alternatif (Selain Shunting) Tindakan alternatif selain operasi pintas (shunting) diterapkan khususnya bagi kasus-kasus yang mengalami sumbatan di dalam sistem ventrikel termasuk juga saluran keluar ventrikel IV (misal: stenosis akuaduktus, tumor fossa posterior, kista arkhnoid). Dalam hal ini maka tindakan terapeutik semacam ini perlu dipikirkan lebih dahulu, walaupun kadang lebih rumit daripada memasang shunt, mengingat restorasi aliran likuor menuju keadaan atau mendekati normal selalu lebih baik daripada suatu drainase yang artifisial. Terapi etiologik. Penanganan terhadap etiologi hidrosefalus merupakan strategi yang terbaik, seperti antara lain misalnya : pengontrolan kasus yang mengalami intoksikasi vitamin A, reseksi radikal lesi massa yang mengganggu aliran likuor atau perbaikan suatu malformasi. Memang pada sebagian kasus perlu menjalani terapi sementara dahulu sewaktu lesi kausalnya masih belu dapat dipastikan atau kadang juga masih memerlukan tindakan operasi pintas karena kasus yang mempunyai etiologi multifaktor atau mengalami gangguan aliran likuor sekunder.

Penetrasi membran. Penetrasi dasar ventrikel III merupakan suatu tindakan membuat jalan alternatif melalui rongga subarakhnoid bagi kasus-kasus stenosis akuaduktus atau (lebih umum) gangguan aliran pada fosa posterior (termasuk tumor fosa posterior). Selain memulihkan sirkulasi secara pseudo-fisiologis aliran likuor, ventrikulostomi III dapat menciptakan tekanan hidrostatik yang uniform pada seluruh sistem susunan saraf pusat sehingga mencegah terjadinya perbedaan tekanan pada struktur-struktur garis tengah yang rentan. Saat ini cara terbaik untuk melakukan perforasi dasar ventrikel III adalah dengan teknik bedah endoskopik, dimana suatu neuroendoskop (rigid atau fleksibel) dimasukkan melalui burrhole koronal (2-3 cm dari garis tengah) ke dalam ventrikel lateral, kemudian melalui foramen Monro (diidentifikasi berdasarkan pleksus khoroid dan

vena septalis serta vena talamostriata) masuk ke dalam ventrikel III. Batas-batas ventrikel III dari posterior ke anterior adalah korpus mamilare, percabangan a. basilaris, dorsum sella dan resesus infundibularis. Lubang dibuat di depan percabangan arteri basilaris sehingga terbentuk saluran antara ventrikel III dengan sisterna interpedunkularis. Lubang ini dapat dibuat dengan memakai laser, monopolar koagulator, radiofrekuensi, dan kateter balon. 3. Operasi Pemasangan Pintas (Shunting)

Sebagian besar pasien memerlukan tindakan operasi pintas, yang bertujuan membuat saluran baru antara aliran likuor (ventrikel atau lumbar) dengan kavitas drainase(seperti: peritoneum, atrium kanan, pleura). Pemilihan kavitas untuk drainase dari mana dan kemana, bervariasi untuk masing-masing kasus. Pada anak-anak lokasi drainase yang terpilih adalah rongga peritoneum, mengingat ia mampu menampung kateter yang cukup panjang sehingga dapat menyesuaikan pertumbuhan anak serta resiko terjadinya infeksi berat relatif lebih kecil dibandingkan dengan rongga atrium jantung. Lokasi drainase lain seperti: pleura, kandung empedu dan sebagainya, dapat dipilih untuk situasi kasus-kasus tertentu. Biasanya cairan serebrospinalis didrainase dari ventrikel, namun kadang pada hidrosefalus komunikans ada yang didrain ke rongga subarakhnoid lumbar. Belakangan ini drainase lumbar jarang dilakukan mengingat ada laporan bahwa terjadi herniasi tonsil pada beberapa kasus anak. Dalam melakukan tindakan operasi pintas, banyak pertimbangan yang harus dipikirkan dan sifatnya sangat subyektif bagi dokter ahli bedahnya. Ada berbagai jenis dan merek alat shunt yang masing-masing

berbeda bahan, jenis, mekanisme maupun harga serta profil bentuknya. Pada dasarnya alat shunt terdiri dari tiga komponen yaitu: kateter proksimal, katup (dengan/tanpa reservoir), dan kateter distal. Komponen bahan dasarnya adalah elastomer silikon. Pemilihan shunt mana yang akan dipakai dipengaruhi oleh pengalaman dokter yang memasangnya, tersedianya alat tersebut, pertimbangan finansial serta latar belakang prinsip-prinsip ilmiah. Ada beberapa bentuk profil shunt (tabung, bulat, lonjong, dan sebagainya) dan pemilihan pemakaiannya didasarkan atas pertimbangan mengenai penyembuhan kulit yang dalam hal ini sesuai dengan usia penderita, berat badannya, ketebalan kulit dan ukuran kepala. Sistem hidrodinamik shunt tetap berfungsi pada tekanan yang tinggi, sedang, dan rendah, dan pilihan ditetapkan sesuai dengan ukuran ventrikel, status pasien (vegetatif, normal), patogenesis hidrosefalus, dan proses evolusi penyakitnya. Penempatan reservoir shunt umumnya dipasang di frontal atau di temporo-oksipital yang kemudian disalurkan dibawah kulit. Teknik operasi penempatan shunt didasarkan oleh pertimbangan anatomis dan potensi kontaminasi yang mungkin terjadi (misalnya: ada gastrostomi, trakheostomi, laparostomi, dan sebagainya). Ada dua hal yang perlu diperhatikan pada periode pasca operasi, yaitu: pemeliharaan luka kulit terhadap kontaminasi infeksi dan pemantauan kelancaran dan fungsi alat shunt yang dipasang. Secara umum tidak ada batasan untuk posisi baring dari penderita, namun biasanya penderita dibaringkn terlentang selama 1-2 hari pertama. Komplikasi shunt dikategorikan menjadi tiga kelompok yaitu: infeksi, kegagalan mekanis, dan kegagalan fungsional, yang disebabkan jumlah aliran yang tidak adekuat. Infeksi pada shunt meningatkan resiko akan kerusakan intelektual, lokulasi ventrikel dan bahkan kematian. Kegagalan mekanis mencakup komplikasi-komplikasi seperti: oklusi aliran didalam shunt (proksimal, katup atau bagian distal), diskoneksi atau putusnya shunt, migrasi dari tempat semula, tempat pemasangan yang tidak tepat. Kegagalan fungsional dapat berupa drainase yang berlebihan atau malah kurang lancarnya drainase. Drainase yang terlalu banyak dapat menimbulkan komplikasi lanjutan seperti terjadinya efusi subdural, kraniosinostosis, lokulasi ventrikel, hipotensi ortostatik.

Prognosis Prognosis hidrosefalus dipengaruhi oleh tindakan pencegahan yang diupayakan, faktor resiko, komplikasi, progresifitas dan tindakan operatif yang dikerjakan. Hidrosefalus yang tidak diterapi akan menimbulkan gejala sisa, gangguan neurologis serta kecerdasan. Dari kelompok yang tidak diterapi, 50-70% akan meninggal karena penyakitnya sendiri atau akibat infeksi berulang, atau oleh karena aspirasi pneumonia. Namun bila prosesnya berhenti (arrested hidrosefalus) sekitar 40% anak akan mencapai kecerdasan yang normal (Thanman, 1984). Pada kelompok yang dioperasi, angka kematian adalah 7%. Setelah operasi sekitar 51% kasus mencapai fungsi normal dan sekitar 16% mengalami retardasi mental ringan. Prognosis ini juga tergantung pada penyebab dilatasi ventrikel dan bukan pada ukuran mantel korteks pada saat dilakukan operasi. Anak dengan hidrosefalus meningkat resikonya untuk berbagai ketidakmampuan perkembangan. Rata-rata quosien intelegensi berkurang dibandingkan dengan populasi umum, terutama untuk kemampuan tugas sebagai kebalikan dari kemampuan verbal. Kebanyakan anak menderita kelainan dalam fungsi memori. Masalah visual adalah lazim, termasuk strabismus, kelainan visuospasial, defek lapangan penglihatan, dan atrofi optik dengan pengurangan ketajaman akibat kenaikan tekanan intrakranial.Bangkitan visual yang kemungkinan tersembunyi tertunda dan memerlukan beberapa waktu untuk sembuh pasca koreksi hidrosefalus. Meskipun sebagian anak hidrosefalus menyenangkan dan bersikap tenang, ada anak yang mememperlihatkan perilaku agresif dan melanggar.Adalah penting sekali anak hidrosefalus mendapat tindak lanjut jangka panjang dengan kelompok multidisipliner. 4. Ventricular Drainase Eksternal (EVD) Ventricular Drainase eksternal (EVD) adalah pengobatan yang memungkinkan drainase sementara cairan serebrospinal dari ventrikel otak, yang bertujuan menurunkan tekanan intracranial. (Woodward, 2002). Indikasi EVD : mengurangi tekanan intracranial mengalihkan cairan serebrospinal yang terinfeksi mengalihkan cairan serebrospinal yang tercampur darah

bedah saraf/perdarahan di otak mengalihkan aliran cairan serebrospinal (Nielsen, 2007) Seseorang dengan EVD system, eksternalisasi dilakukan dengan menghubungkan bagian bawah dari selang dengan system drainase luar yang memeilki katup dengan tekanan yang dapat mengontrol jumlah drainase atau aliran yang keluar dari ventrikel. (Smith, 2009). Biasanya kateter baru ditempatkan ke ventrikel lateralis melalui lubang kecil yang dibuat dalam tengkorak. Begitu dimasukan, sayatan kulit kepala dijahit dan ditutup dengan pembalut steril. Kateter yang baru kemudian dihubungkan dengan system drainase yg terpasang di luar tubuh. system ini tidak memiliki katup tekanan sehingga drainase terhgantung pada gravitasi. aliran yang keluar harus direncanakan dengan hati-hati untuk mencegah bekas luka yang buruk, mengurangi risiko infeksi, dan pengeluaran LCS yang berlebihan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Satyanegara, Hidrosefalus dalam Ilmu bedah Saraf, Edisi Ketiga, Penerbit PT. Gramedia

Pustaka Utama, Jakarta, 1998. Hal. 273-281.


2. Putz. R, Pabts. R, Sobbtta-Atlas Anatomi Manusia, Bagian 1, edisi 20, Penerbit Buku

Kedokteran EGC, Jakarta, 1997, Halaman 296-298


3. Price SA, Wilson LM, Vetrikel dan Cairan Cerebrospinalis, dalam Patofiologi Konsep Klinis

Proses-proses Penyakit Edisi 4, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1994. hal. 915-6.

You might also like