You are on page 1of 29

DEFINISI a. Batu saluran empedu : adanya batu yang terdapat pada sal. empedu (Duktus Koledocus). b. c.

Batu Empedu(kolelitiasis) : adanya batu yang terdapat pada kandung empedu. Radang empedu (Kolesistitis) : adanya radang pada kandung empedu.

d. Radang saluran empedu (Kolangitis) : adanya radang pada saluran empedu. ANATOM FISISOLOGI ANATOMI Kandung empedu ( Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear yang terletak pada permukaan visceral hepar. Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan collum.Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior hepar, dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung rawan costa IX kanan.Corpus bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan arahnya keatas, belakang dan kiri.Collum dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang berjalan dalam omentum minus untuk bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus comunis membentuk duktus koledokus. Peritoneum mengelilingi fundus vesica fellea dengan sempurna menghubungkan corpus dan collum dengan permukaan visceral hati. Pembuluh arteri kandung empedu adalah a. cystica, cabang a. hepatica kanan.V. cystica mengalirkan darah lengsung kedalam vena porta. Sejumlah arteri yang sangat kecil dan vena vena juga berjalan antara hati dan kandung empedu. Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak dekat collum vesica fellea.Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici hepaticum sepanjang perjalanan a. hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju kekandung empedu berasal dari plexus coeliacus.

FISIOLOGI SALURAN EMPEDU Vesica fellea berperan sebagai resevoir empedu dengan kapasitas sekitar 50 ml. Vesica fellea mempunya kemampuan memekatkan empedu. Dan untuk membantu proses ini, mukosanya mempunyai lipatan lipatan permanen yang satu sama lain saling berhubungan. Sehingga permukaanya tampak seperti sarang tawon. Sel- sel thorak yang membatasinya juga mempunyai banyak mikrovilli. Empedu dibentuk oleh sel-sel hati ditampung di dalam kanalikuli.Kemudian disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam septum interlobaris.Saluran ini kemudian keluar dari hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri.Kemudian keduanya membentuk duktus biliaris komunis. Pada saluran ini sebelum mencapai doudenum terdapat cabang ke kandung empedu yaitu duktus sistikus yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan empedu sebelum disalurkan ke duodenum.

PENGOSONGAN KANDUNG EMPEDU Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial kandung empedu.Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak kedalam duodenum.Lemak menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin dari mukosa duodenum, hormon kemudian masuk kedalam darah, menyebabkan kandung empedu berkontraksi. Pada saat yang sama, otot polos yang terletak pada ujung distal duktus coledokus dan ampula relaksasi, sehingga memungkinkan masuknya empedu yang kental ke dalam duodenum. Garam garam empedu dalam cairan empedu penting untuk emulsifikasi lemak dalam usus halus dan membantu pencernaan dan absorbsi lemak. Proses koordinasi kedua aktifitas ini disebabkan oleh dua hal yaitu : Hormonal Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai duodenum akan merangsang mukosa sehingga hormon Cholecystokinin akan terlepas. Hormon ini yang paling besar peranannya dalam kontraksi kandung empedu. Neurogen : Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase Cephalik dari sekresi cairan lambung atau dengan refleks intestino-intestinal akan menyebabkan kontraksi dari kandung empedu. Rangsangan langsung dari makanan yang masuk sampai ke duodenum dan mengenai Sphincter Oddi. Sehingga pada keadaan dimana kandung empedu lumpuh, cairan empedu akan tetap keluar walaupun sedikit. Pengosongan empedu yang lambat akibat gangguan neurologis maupun hormonal memegang peran penting dalam perkembangan inti batu.

KOMPOSISI CAIRAN EMPEDU Komposisi Cairan Empedu Komponen Air Garam Empedu Bilirubin Kolesterol Asam Lemak Lecithin Elektrolit Dari Hati 97,5 gm % 1,1 gm % 0,04 gm % 0,1 gm % 0,12 gm % 0,04 gm % Dari Kandung Empedu 95 gm % 6 gm % 0,3 gm % 0,3 0,9 gm % 0,3 1,2 gm % 0,3 gm % -

1. Garam Empedu. Asam empedu berasal dari kolesterol. Asam empedu dari hati ada dua macam yaitu : Asam Deoxycholat dan Asam Cholat. Fungsi garam empedu adalah : Menurunkan tegangan permukaan dari partikel lemak yang terdapat dalam makanan, sehingga partikel lemak yang besar dapat dipecah menjadi partikelpartikel kecil untuk dapat dicerna lebih lanjut. Membantu absorbsi asam lemak, monoglycerid, kolesterol dan vitamin yang larut dalam lemak. Garam empedu yang masuk ke dalam lumen usus oleh kerja kuman-kuman usus dirubah menjadi deoxycholat dan lithocholat. Sebagian besar (90 %) garam empedu dalam lumen usus akan diabsorbsi kembali oleh mukosa usus sedangkan sisanya akan dikeluarkan bersama feses dalam bentuk lithocholat. Absorbsi garam empedu tersebut terjadi disegmen distal dari ilium. Sehingga bila ada gangguan pada daerah tersebut misalnya oleh karena radang atau reseksi maka absorbsi garam empedu akan terganggu. 2. Bilirubin Hemoglobin yang terlepas dari eritrosit akan pecah menjadi heme dan globin. Heme bersatu membentuk rantai dengan empat inti pyrole menjadi bilverdin

yang segera berubah menjadi bilirubin bebas.Zat ini di dalam plasma terikat erat oleh albumin. Sebagian bilirubin bebas diikat oleh zat lain (konjugasi) yaitu 80 % oleh glukuronide. Bila terjadi pemecahan sel darah merah berlebihan misalnya pada malaria maka bilirubin yang terbentuk sangat banyak.4 PATOFISIOLOGI Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang pada saluran empedu lainnya. Faktor predisposisi yang penting adalah : Perubahan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu Statis empedu Infeksi kandung empedu

Perubahan susunan empedu mungkin merupakan faktor yang paling penting pada pembentukan batu empedu. Kolesterol yang berlebihan akan mengendap dalam kandung empedu. Stasis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi progresif, perubahan susunan kimia dan pengendapan unsur tersebut. Gangguan kontraksi kandung empedu dapat menyebabkan stasis. Faktor hormonal khususnya selama kehamilan dapat dikaitkan dengan perlambatan pengosongan kandung empedu dan merupakan insiden yang tinggi pada kelompok ini. Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat memegang peranan sebagian pada pembentukan batu dengan meningkatkan deskuamasi seluler dan pembentukan mukus. Mukus meningkatkan viskositas dan unsur seluler sebagai pusat presipitasi. Infeksi lebih sering sebagai akibat pembentukan batu empedu dibanding infeksi yang menyebabkan pembentukan batu.

ETIOLOGI

Batu di dalam kandung empedu. Sebagian besar batu tersusun dari pigmen-pigmen empedu dan kolesterol, selain itu juga tersusun oleh bilirubin, kalsium dan protein. Macam-macam batu yang terbentuk antara lain: Batu empedu kolesterol, terjadi karena :kenaikan sekresi kolesterol dan penurunan produksi empedu. Faktor lain yang berperan dalam pembentukan batu: Infeksi kandung empedu Usia yang bertambah Obesitas Wanita Kurang makan sayur Obat-obat untuk menurunkan kadar serum kolesterol

Batu pigmen empedu , ada dua macam; Batu pigmen hitam : terbentuk di dalam kandung empedu dan disertai hemolisis kronik/sirosis hati tanpa infeksi Batu pigmen coklat : bentuk lebih besar , berlapis-lapis, ditemukan disepanjang saluran empedu, disertai bendungan dan infeksi Batu saluran empedu Sering dihubungkan dengan divertikula duodenum didaerah vateri. Ada dugaan bahwa kelainan anatomi atau pengisian divertikula oleh makanan akan menyebabkan obstruksi intermiten duktus koledokus dan bendungan ini memudahkan timbulnya infeksi dan pembentukan batu. TANDA DAN GEJALA Penderita batu saluran empedu sering mempunyai gejala-gejala kronis dan akut. GEJALA AKUT TANDA : GEJALA KRONIS TANDA:

1. Epigastrium kanan terasa nyeri dan 1. Biasanya tak tampak gambaran pada spasme abdomen

2. Usaha inspirasi dalam waktu diraba 2. Kadang terdapat nyeri di kwadran kanan atas pada kwadran kanan atas 3. Kandung empedu membesar dan nyeri 4. Ikterus ringan GEJALA: 1. Rasa nyeri (kolik empedu) yang menetap 2. Mual dan muntah 3. Febris (38,5C)

GEJALA: 1. Rasa nyeri (kolik empedu), Tempat : abdomen bagian atas (mid epigastrium), Sifat : terpusat di epigastrium menyebar ke arah skapula kanan 2. Nausea dan muntah 3. Intoleransi dengan makanan berlemak 4. Flatulensi 5. Eruktasi (bersendawa)

DIAGNOSTIK Tes laboratorium : 1. lekosit : 12.000 - 15.000 /iu (N : 5000 - 10.000 iu). 2. Bilirubin : meningkat ringan, (N : <> 3. Amilase serum meningkat.( N: 17 - 115 unit/100ml). 4. Protrombin menurun, bila aliran dari empedu intestin menurun karena obstruksi sehingga menyebabkan penurunan absorbsi vitamin K.(cara Kapilar : 2 - 6 mnt). 5. USG : menunjukkan adanya bendungan /hambatan , hal ini karena adanya batu empedu dan distensi saluran empedu ( frekuensi sesuai dengan prosedur diagnostik)

6. Endoscopic Retrograde choledocho pancreaticography (ERCP), bertujuan untuk melihat kandung empedu, tiga cabang saluran empedu melalui ductus duodenum. 7. PTC (perkutaneus transhepatik cholengiografi): Pemberian cairan kontras untuk menentukan adanya batu dan cairan pankreas. 8. Cholecystogram (untuk Cholesistitis kronik) : menunjukkan adanya batu di sistim billiar. 9. CT Scan : menunjukkan gellbalder pada cysti, dilatasi pada saluran empedu, obstruksi/obstruksi joundice. 10. Foto Abdomen :Gambaran radiopaque (perkapuran ) galstones, pengapuran pada saluran atau pembesaran pada gallblader. DIAGNOSIS Diagnosis pasti dilakukan dengan pemeriksaan radiologi 1. Pemeriksaan Laboratorium Tidak ada pemeriksaan yang spesifik untuk batu kandung empedu, kecuali bila terjadi komplikasi kolesistitis akut bisa didapatkan leukositosis, kenaikan kadar bilirubin darah dan fosfatase alkali. 2. Foto Polos Abdomen Kurang lebih 10 % dari batu kandung empedu bersifat radio opak sehingga terlihat pada foto polos abdomen. 3. Kolesistografi Foto dengan pemberian kontras baik oral maupun intravena diharapkan batu yang tembus sinar akan terlihat. Jika kandung empedu tidak tervisualisasikan sebaiknya dilakukan pemeriksaan ulang dengan dosis ganda zat kontras. Goldberg dan kawan-kawan menyatakan bahwa reliabilitas pemeriksaan kolesistografi oral dalam mengindentifikasikan batu kandung empedu kurang lebih 75 %. Bila kadar bilirubin serum lebih dari 3 mg% kolesistografi tidak dikerjakan karena zat kontras tidak diekskresi ke saluran empedu.

4. Ultra Sonografi Penggunaan USG dalam mendeteksi batu di saluran empedu sensitivitasnya sampai 98 % dan spesifitas 97,7 %. Keuntungan lain dari pemeriksaan cara ini adalah mudah dikerjakan, aman karena tidak infasif dan tidak perlu persiapan khusus. Ditambah pula bahwa USG dapat dilakukan pada penderita yang sakit berat, alergi kontras, wanita hamil dan tidak tergantung pada keadaan faal hati. Ditinjau dari berbagai segi keuntungannya, Ugandi menganjurkan agar pemeriksaan USG dipakai sebagai langkah pemeriksaan awal. Dengan pemeriksaan ini bisa ditentukan lokasi dari batu tersebut, ada tidaknya radang akut, besar batu, jumlah batu, ukuran kandung empedu, tebal dinding, ukuran CBD (Common Bile Duct) dan jika ada batu intraduktal.

5. Tomografi Komputer Keunggulan Tomografi Komputer adalah dengan memperoleh potongan obyek gambar suara secara menyeluruh tanpa tumpang tindih dengan organ lain. Karena mahalnya biaya pemeriksaan, maka alat ini bukan merupakan pilihan utama.

PENGELOLAAN KOLELITIASIS A. TINDAKAN OPERATIF 1. Kolesistektomi Terapi terbanyak pada penderita batu kandung empedu adalah dengan operasi. Kolesistektomi dengan atau tanpa eksplorasi duktus komunis tetap merupakan tindakan pengobatan untuk penderita dengan batu empedu simptomatik. Pembedahan untuk batu empedu tanpa gejala masih diperdebatkan, banyak ahli menganjurkan terapi konservatif. Sebagian ahli lainnya berpendapat lain mengingat silent stone akhirnya akan menimbulkan gejala-gejala bahkan komplikasi, maka mereka sepakat bahwa pembedahan adalah pengobatan yang paling tepat yaitu kolesistektomi efektif dan berlaku pada setiap kasus batu kandung empedu kalau keadaan umum penderita baik. Indikasi kolesistektomi sebagai berikut : 1. Adanya keluhan bilier apabila mengganggu atau semakin sering atau berat. 2. Adanya komplikasi atau pernah ada komplikasi batu kandung empedu. 3. Adanya penyakit lain yang mempermudah timbulnya komplikasi misalnya Diabetes Mellitus, kandung empedu yang tidak tampak pada foto kontras dan sebagainya.

2. Kolesistostomi Beberapa ahli bedah menganjurkan kolesistostomi dan dekompresi cabang-cabang saluran empedu sebagai tindakan awal pilihan pada penderita kolesistitis dengan resiko tinggi yang mungkin tidak dapat diatasi kolesistektomi dini. Indikasi dari kolesistostomi adalah : 1. Keadaan umum sangat buruk misalnya karena sepsis, dan 2. Penderita yang berumur lanjut, karena ada penyakit lain yang berat yang menyertai, kesulitan teknik operasi dan 3. Tersangka adanya pankreatitis. 4. Kerugian dari kolesistostomi mungkin terselipnya batu sehingga sukar dikeluarkan dan kemungkinan besar terjadinya batu lagi kalau tidak diikuti dengan kolesistektomi. TINDAKAN NON OPERATIF 1. Terapi Disolusi 2. Penggunaan garam empedu yaitu asam Chenodeodeoxycholat (CDCA) yang mampu melarutkan batu kolesterol invitro, secara invivo telah dimulai sejak 1973 di klinik Mayo, Amerika Serikat juga dapat berhasil, hanya tidak dijelaskan terjadinya kekambuhan. 3. Pengobatan dengan asam empedu ini dengan sukses melarutkan sempurna batu pada sekitar 60 % penderita yang diobati dengan CDCA oral dalam dosis 10 15

mg/kg berat badan per hari selama 6 sampai 24 bulan. Penghentian pengobatan CDCA setelah batu larut sering timbul rekurensi kolelitiasis. 4. Pemberian CDCA dibutuhkan syarat tertentu yaitu : Wanita hamil Penyakit hati yang kronik Kolik empedu berat atau berulang-ulang Kandung empedu yang tidak berfungsi.

5. Efek samping pengobatan CDCA yang terlalu lama menimbulkan kerusakan jaringan hati, terjadi peningkatan transaminase serum, nausea dan diare. Asam Ursodioxycholat (UDCA) merupakan alternatif lain yang dapat diterima dan tidak mengakibatkan diare atau gangguan fungsi hati namun harganya lebih mahal. Pada saat ini pemakaiannya adalah kombinasi antara CDCA dan UDCA, masingmasing dengan dosis 7,5 mg/kg berat badan/hari. Dianjurkan dosis terbesar pada sore hari karena kejenuhan cairan empedu akan kolesterol mencapai puncaknya pada malam hari. 6. Mekanisme kerja dari CDCA adalah menghambat kerja dari enzim HMG Ko-a reduktase sehingga mengurangi sintesis dan ekskresi kolesterol ke dalam empedu. Kekurangan lain dari terapi disolusi ini selain harganya mahal juga memerlukan waktu yang lama serta tidak selalu berhasil. 7. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsi (ESWL). ESWL merupakan litotripsi untuk batu empedu dimana dasar terapinya adalah disintegrasi batu dengan gelombang kejut sehingga menjadi partikel yang lebih kecil. Pemecahan batu menjadi partikel kecil bertujuan agar kelarutannya dalam asam empedu menjadi meningkat serta pengeluarannya melalui duktus sistikus dengan kontraksi kandung empedu juga menjadi lebih mudah. Setelah terapi ESWL kemudian dilanjutkan dengan terapi disolusi untuk membantu melarutkan batu kolesterol. Kombinasi dari terapi ini agar berhasil baik harus memenuhi beberapa kriteria mengingat faktor efektifitas dan keamanannya.

8.

Kriteria Munich : Terdapat riwayat akibat batu tersebut (simptomatik). Penderita tidak sedang hamil. Batu radiolusen Tidak ada obstruksi dari saluran empedu Tidak terdapat jaringan paru pada jalur transmisi gelombang kejut ke arah batu.

9.

Kriteria Dublin : Riwayat keluhan batu empedu Batu radiolusen Batu radioopak dengan diameter kurang dari 3 cm untuk batu tunggal atau bila multiple diameter total kurang dari 3 cm dengan jumlah maksimal Fungsi konsentrasi dan kontraksi kandung empedu baik.

B. DIETETIK 1. Prinsip perawatan dietetic pada penderita batu kandung empedu adalah memberi istirahat pada kandung empedu dan mengurangi rasa sakit, juga untuk memperkecil kemungkinan batu memasuki duktus sistikus. Di samping itu untuk memberi makanan secukupnya untuk memelihara berat badan dan keseimbangan cairan tubuh. 2. Pembatasan kalori juga perlu dilakukan karena pada umumnya batu kandung empedu tergolong juga ke dalam penderita obesitas. Bahan makanan yang dapat menyebabkan gangguan pencernaan makanan juga harus dihindarkan. Kadang-kadang penderita batu kandung empedu sering menderita konstipasi, maka diet dengan menggunakan buah-buahan dan sayuran yang tidak

mengeluarkan gas akan sangat membantu. Syarat-syarat diet pada penyakit kandung empedu yaitu : Rendah lemak dan lemak diberikan dalam bentuk yang mudah dicerna. Cukup kalori, protein dan hidrat arang. Bila terlalu gemuk jumlah kalori dikurangi. Cukup mineral dan vitamin, terutama vitamin yang larut dalam lemak. Tinggi cairan untuk mencegah dehidrasi.

EPIDEMIOLOGI Insiden kolelitiasis di negara barat adalah 20% dan banyak menyerang orang dewasa dan usia lanjut. Angka kejadian di Indonesia di duga tidak berbeda jauh dengan angka di negara lain di Asia Tenggara dan sejak tahu 1980-an agaknya berkaitan erat dengan cara diagnosis dengan ultrasonografi. FAKTOR RESIKO Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain : 1. Jenis Kelamin. Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang menigkatkan kadar esterogen juga meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu. 2. Usia. Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda.

3. Berat badan (BMI). Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu. 4. Makanan. Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah operasi gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu. 5. Riwayat keluarga. Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar dibandingn dengan tanpa riwayat keluarga. 6. Aktifitas fisik. Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi. 7. Penyakit usus halus. Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah crohn disease, diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik. 8. Nutrisi intravena jangka lama. Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi yang melewati intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung empedu.

PEMERIKSAAN PENUNJANG KOLELITIASIS 1. Radiologi Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai prosedur diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan akurat, dan dapat digunakan pada penderita disfungsi hati dan ikterus. Disamping itu, pemeriksaan USG tidak membuat pasien terpajan radiasi inisasi. Prosedur ini akan memberikan hasil yang paling akurat jika pasien sudah berpuasa pada malam harinya

sehingga kandung empedunya berada dalam keadan distensi. Penggunaan ultra sound berdasarkan pada gelombang suara yang dipantulkan kembali. Pemeriksan USG dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus koleduktus yang mengalami dilatasi. 2. Radiografi: Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau bila hasil USG meragukan. Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu empedu dan mengkaji kemampuan kandung empedu untuk melakukan pengisian, memekatkan isinya, berkontraksi serta mengosongkan isinya. Oral kolesistografi tidak digunakan bila pasien jaundice karena liver tidak dapat menghantarkan media kontras ke kandung empedu yang mengalami obstruksi.(Smeltzer, 2002) 3. Sonogram Sonogram dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah dinding kandung empedu telah menebal.(Williams, 2003) 4. ERCP (Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi) Pemeriksaan ini memungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang hanya dapat dilihat pada saat laparatomi. Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat optik yang fleksibel ke dalam esofagus hingga mencapai duodenum pars desendens. Sebuah kanula dimasukan ke dalam duktus koleduktus serta duktus pankreatikus, kemudian bahan kontras disuntikan ke dalam duktus tersebut untuk menentukan keberadaan batu di duktus dan memungkinkan visualisassi serta evaluasi percabangan bilier.(Smeltzer, 2002) 5. Pemeriksaan darah Kenaikan serum kolesterol Kenaikan fosfolipid Penurunan ester kolesterol Kenaikan protrombin serum time Kenaikan bilirubin total, transaminase Penurunan urobilirubin Peningkatan sel darah putih

Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila ada batu di duktus utama

PENATALAKSANAAN KOLELITIASIS 1. Penatalaksanaan pendukung dan diet Kurang lebih 80% dari pasien-pasien inflamasi akut kandung empedu sembuh dengan istirahat, cairan infus, penghisapan nasogastrik, analgesik dan antibiotik. Intervensi bedah harus ditunda sampai gejala akut mereda dan evalusi yang lengkap dapat dilaksanakan, kecuali jika kondisi pasien memburuk.(Smeltzer, 2002) Manajemen terapi : Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut. Observasi keadaan umum dan pemeriksaan vital sign Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk mengatasi syok. Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (anti koagulopati) Pelarutan batu empedu Pelarutan batu empedu dengan bahan pelarut (misal : monooktanoin atau metil tertier butil eter/MTBE) dengan melalui jalur : melalui selang atau kateter yang dipasang perkutan langsung kedalam kandung empedu; melalui selang atau drain yang dimasukkan melalui saluran T Tube untuk melarutkan batu yang belum dikeluarkan pada saat pembedahan; melalui endoskop ERCP; atau kateter bilier transnasal. Pengangkatan non bedah Beberapa metode non bedah digunakan untuk mengelurkan batu yang belum terangkat pada saat kolisistektomi atau yang terjepit dalam duktus koledokus. Prosedur pertama sebuah kateter dan alat disertai jaring yang terpasang padanya disisipkan lewat saluran T Tube atau lewat fistula yang terbentuk pada saat insersi T Tube; jaring digunakan untuk memegang dan menarik keluar batu yang terjepit dalam duktus koledokus. Prosedur kedua adalah penggunaan endoskop ERCP. 2. Pengangkatan batu empedu tanpa pembedahan

Setelah endoskop terpasang, alat pemotong dimasukkan lewat endoskop tersebut ke dalam ampula Vater dari duktus koledokus. Alat ini digunakan untuk memotong serabut-serabut mukosa atau papila dari spingter Oddi sehingga mulut spingter tersebut dapat diperlebar; pelebaran ini memungkinkan batu yang terjepit untuk bergerak dengan spontan kedalam duodenum. Alat lain yang dilengkapi dengan jaring atau balon kecil pada ujungnya dapat dimsukkan melalui endoskop untuk mengeluarkan batu empedu. Meskipun komplikasi setelah tindakan ini jarang terjadi, namun kondisi pasien harus diobservasi dengan ketat untuk mengamati kemungkinan terjadinya perdarahan, perforasi dan pankreatitis. ESWL (Extracorporeal Shock-Wave Lithotripsy) Prosedur noninvasiv ini menggunakan gelombang kejut berulang (Repeated Shock Wave) yang diarahkan pada batu empedu didalam kandung empedu atau duktus koledokus dengan maksud memecah batu tersebut menjadi beberapa sejumlah fragmen.(Smeltzer, 2002). 3. Penatalaksanaan bedah Penanganan bedah pada penyakit kandung empedu dan batu empedu dilaksanakan untuk mengurangi gejala yang sudah berlangsung lama, untuk menghilangkan penyebab kolik bilier dan untuk mengatasi kolesistitis akut. Pembedahan dapat efektif jika gejala yang dirasakan pasien sudah mereda atau bisa dikerjakan sebagai suatu prosedur darurat bila mana kondisi psien mengharuskannya ,Tindakan operatif meliputi: Sfingerotomy endosokopik PTBD (perkutaneus transhepatik bilirian drainage) Pemasangan T Tube saluran empedu koledoskop Laparatomi kolesistektomi pemasangan T Tube

PENATALAKSANAAN PRA OPERATIF : 1. Pemeriksaan sinar X pada kandung empedu 2. Foto thoraks 3. Ektrokardiogram

4. Pemeriksaan faal hati 5. Vitamin k (diberikan bila kadar protrombin pasien rendah) 6. Terapi komponen darah 7. Penuhi kebutuhan nutrisi, pemberian larutan glukosa scara intravena bersama suplemen hidrolisat protein mungkin diperlikan untuk membentu kesembuhan luka dan mencegah kerusakan hati. DIAGNOSA KEPERAWATAN DENGA KOLELITIASIS 1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (obstruksi, proses pembedahan) 2. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan untuk ingesti dan absorbsi makanan 3. Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan 4. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, kerusakan jaringan (luka operasi) 5. Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas trakturs gastrointestinal (sekunder terhadap imobilisasi) 6. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebihan (mual, muntah, drainase selang yang berlebihan) 7. Kurang pengetahuan: penyakit, prosedur perawatan b.d. Kurangnya informasi

ASPEK LEGAL ETIS Etika berkenaan dengan pengkajian kehidupan moral secara sistematis dan dirancang untuk melihat apa yang harus dikerjakan, apa yang harus dipertimbangkan sebelum tindakan tsb dilakukan, dan ini menjadi acuan untuk melihat suatu tindakan benar atau salah secara moral. Terdapat beberapa prinsip etik dalam pelayanan kesehatan dan keperawatan yaitu :

1. Autonomy (penentu pilihan). Perawat yang mengikuti prinsip autonomi menghargai hak klien untuk mengambil keputusan sendiri. Dengan menghargai hak autonomi berarti perawat menyadari keunikan induvidu secara holistik. 2. Non Maleficence (do no harm) .Non Maleficence berarti tugas yang dilakukan perawat tidak menyebabkan bahaya bagi kliennya. Prinsip ini adalah prinsip dasar sebagaian besar kode etik keperawatan. Bahaya dapat berarti dengan sengaja membahayakan, resiko membahayakan, dan bahaya yang tidak disengaja. 3. Beneficence (do good) . Beneficence berarti melakukan yang baik. Perawat memiliki kewajiban untuk melakukan dengan baik, yaitu, mengimplemtasikan tindakan yang mengutungkan klien dan keluarga. 4. Justice (perlakuan adil) .Perawat sering mengambil keputusan dengan menggunakan rasa keadilan. 5. Fidelity (setia).Fidelity berarti setia terhadap kesepakatan dan tanggung jawab yang dimikili oleh seseorang 6. Veracity (kebenaran).Veracity mengacu pada mengatakan kebenaran. Sebagian besar anak-anak diajarkan untuk selalu berkata jujur, tetapi bagi orang dewasa, pilihannya sering kali kurang jelas. Keenam prinsip terebut harus senantiasa menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan dengan klien yang skabies : apakah otonomi klien dihargai,bila klien Nn T menginginkan perawatan dilakukan oleh keluarganya, maka kita izinkan asalakan sebelumnya keluarga klien harus diberikan pengarahan tentang perawatan klien skabies. Apakah keputusan ini mencegah konsekuensi bahaya. apakah tindakan ini bermanfaat,untuk siapa; apakah keputusan ini adil dalam pemberian perawatan, perawat tidak boleh membeda-bedakan klien dari status sosialnya tetapi melihat dari penting atau tidaknya pemberian perawatan untuk klien tersebut. Untuk alasan moral, hak-hak klien harus dihargai dan dilindungi. Hak-hak tersebut menyangkut kehidupan, kebahagiaan, kebebasan, privacy, self-determination, perlakuan adil dan integritas diri.

ASUHAN KEPERAWATAN Pengkajian a. Aktivitas dan istirahat: subyektif : kelemahan Obyektif : kelelahan

b. Sirkulasi : Obyektif : Takikardia, Diaphoresis

c. Eliminasi : Subektif : Perubahan pada warna urine dan feces Obyektif : Distensi abdomen, teraba massa di abdomen atas/quadran kanan atas, urine pekat. d. Makan / minum (cairan) Subyektif : Anoreksia, Nausea/vomit. Tidak ada toleransi makanan lunak dan mengandung gas. Regurgitasi ulang, eruption, flatunasi. Rasa seperti terbakar pada epigastrik (heart burn). Ada peristaltik, kembung dan dyspepsia.

Obyektif : Kegemukan. Kehilangan berat badan (kurus).

e. Kenyamanan : Subyektif : Nyeri abdomen menjalar ke punggung sampai ke bahu. Nyeri apigastrium setelah makan. Nyeri tiba-tiba dan mencapai puncak setelah 30 menit.

Obyektif :

Cenderung teraba lembut pada klelitiasis, teraba otot meregang /kaku hal ini dilakukan pada pemeriksaan RUQ dan menunjukan tanda marfin (+). f. Respirasi : Obyektif : Pernafasan panjang, pernafasan pendek, nafas dangkal, rasa tak nyaman. g. Keamanan : Obyektif : demam menggigil, Jundice, kulit kering dan pruritus , cenderung perdarahan ( defisiensi Vit K ). h. Belajar mengajar : Obyektif : Pada keluarga juga pada kehamilan cenderung mengalami batu kandung empedu. Juga pada riwayat DM dan gangguan / peradangan pada saluran cerna bagian bawah. Prioritas Perawatan : Mengurangi nyeri dan meningkatkan istirahat. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit. Cegah komplikasi. Berikan imformai tentang proses penyakit, prognosa dan pengobatan yang dibutuhkan. Tujuan Asuhan Perawatan : Mengurangi nyeri. Pencapaian keseimbangan (Homeostasis). Mencegah komplikasi seminimal mungkin. Proses penyakit, ramalan dan proses pengobatan.

Diagnosa Perawatan: 1) Nyeri (akut) berhubungan dengan Trauma biologi obstruksi/spasme saluran proses peradangan, iskhemi/nekrosis jaringan, ditandai dengan : keluhanon nyeri, colik billiary (frequensi nyeri ). Ekspresi wajah saat nyeri, prilaku yang hati-hati. Respon autonomik (perubahan pada tekanan darah ,nadi). Fokus terhadap diri yang terbatas.

2) Potensial Kekurangan cairan berhubungan dengan : Penigkatan kehilangan cairan lambung : muntah, distensi dan hipermolity gaster. Pengobatan yang mempunyai efek mengurangi cairan. Proses pembekuan yang ditandai dengan : Tanda dan gejala yang tidak stabil tidak dapat diaplikasikan pada diagnosa yang aktual. 3) Potensial gangguan Nutrisi Kurang dari yang dibutuhkan tubuh, berhubungan dengan,Faktor-faktor resiko yang mempengaruhi : Dibebankan pada diri sendiri dan dibatasi makanan yang diberikan, mual, muntah, dispepsia, kesakitan. Kehilangan nutrisi, mempengaruhi pencernaan yang disebabkan karena gangguan/penyempitan saluran empedu. 4) Kurangnya pengetahuan tentang prognosa dan kebutuhan pengobatan,

berhubugan dengan : Menanyakan kembali tentang imformasi. Mis Interpretasi imformasi Belum/tidak kenal dengan sumber imformasi.

PENDIDKAN KESEHATAN Tema Sub Tema Sasaran Tempat Waktu : Penyakit Kolelitiasis : Memberikan penyuluhan tentang penyakit Kolelitiasis :Sdr.Sipri : Ruang Melati : 30 Menit

A. Tujuan Instruksi Umum (TIU) Setelah mendapat penyuluhan selama 30 menit diharapkan Sdr.Sipri dapat mengetahui tentang penyakit Kolelitiasis. B. Tujuan Instruksi Khusus (TIK) Setelah mendapat penyuluhan selama 30 meni diharapkan Sdr.Sipri mampu: C. Materi: Pengertian penyakit Kolelitiasis Penyebab penyakit Kolelitiasis Tanda dan gejala penyakit Kolelitiasis Cara pengobatannya Ceramah Tanya Jawab Mampu menjelaskan pengertian penyakit Kolelitiasis Mampu menjelaskan penyebabnya Mampu menelaskan tanda dan gejalanya Mampu menjelaskan cara pengobtannya

D. Metode:

E. Media: Brosur F. Kegiatan Penyuluhan G. Evaluasi

Yogyakarta,19-11-2011

Penguji

Yustina Kurniawati

DAFTAR PUSTAKA C. Devid, Jr. Sabiston (1994), Sistem Empedu, Sars MG, L John Cameron, Dalam Buku Ajar Bedah, Edisi 2, hal 121, Penerbit EGC, Jakarta. Lee Sp, Selijima J, Gallstone, In : Yamanda T, Alpers DH, Owying C, Powel DW, Silverstein FE, eds. Text book of gastro enterology. New York : J.B. Lippincot Come; 1991 : 94 : 1996 84. . Lesmana, L.A, 1995, Batu Empedu, Dalam Noer. S, Buku Ajar Ilmu Penyakit Mansjoer A. etal, 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I, Ed.3. hal 510-512. Penerbit Media Aesculapius, FKUI, Jakarta. Reksoprodjo S. 1995. Ikterus dalam bedah, Dalam Ahmadsyah I, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, hal 71 77, Bina Rupa Aksara, Jakarta. Richard S. Snell, 2002, Anatomi klinik, edisi 3, bag. 1, hal 265 266, Penerbit EGC, Jakarta Sjamsuhidajat R, Wim de jong, 1997. Kolelitiasis; Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed Revisi, hal. 767 733, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta. Sherlock. S, Dooley J. Disease of the Liver and Biliary Sistem 9 th. ed. London : Blackwell Scientific Publication, 1993. Dalam, Jilid I edisi 3, hal 380 83, Balai Penerbit FK UII, Jakarta.

KOLELITIASI

DISUSUN OLEH

NAMA : YUSTINA KURNIAWATI NIM : 1002124

STIKES BETHESDA YAKUMM YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2011/1012

You might also like