You are on page 1of 12

Kasus Semen Padang dan Semen Gresik, Pemerintah Harus Tegas 27 September 2002 Jakarta (Suara Pembaruan Daily)

: Pemerintah harus mengambil tindakan tegas dalam menyelesaikan pertikaian antara PT Semen Padang dan Semen Gresik. Tidak adanya tindakan tegas yang diambil pemerintah selama ini, menyebabkan masalah ini kian berlarut-larut dan semakin dipolitisir. Demikian dikatakan pengamat pasar modal, Adler Manurung, Rabu (25/9), di Jakarta dalam acara diskusi terbatas mengenai Tantangan bagi UU PT dalam Kasus PT Semen Gresik. Ia menjelaskan, untuk menyelesaikan masalah ini, semua pihak yang terlibat harus duduk bersama dan mencari solusi yang terbaik. Dalam hal ini, masing-masing pihak harus rela berkorban. Jangan hanya menyalahkan pihak Semen Gresik atau Semen Padang. Itu hanya akan menambah masalah. Duduklah bersama dan bicarakan masalahnya. Satu hal penting yang harus diingat, masing-masing pihak harus mau berkorban. Kalau tidak, tidak akan selesai juga masalahnya, tegasnya. Menurut Adler, penyelesaian masalah itu harus dilihat dari awal, yakni ketika Cemex masuk membeli saham Semen Gresik. Benar enggak perhitungannya? Karena saya lihat, ada harga yang kurang pantas dalam pembelian itu, paparnya. Ia mengatakan, bisa saja terjadi insider information dalam penjualan saham Semen Gresik ke Cemex dulu, seperti yang terjadi dalam kasus penjualan saham Indosat beberapa waktu lalu, di mana harga saham Indosat diturunkan dulu, baru dilakukan transaksi pembelian. Selain itu, Adler juga meminta pihak-pihak yang terkait dalam kasus itu untuk bertindak dengan kepala dingin, tanpa melakukan aksi pemaksaan kehendak. Ia mengingatkan, berlarutnya kasus ini akan berdampak negatif bagi investasi asing di negeri ini dan penyembuhannya akan memakan waktu yang lama. Harga Saham Pengamat pasar modal lainnya, Jasso Winarto menyatakan, semakin dalamnya perselisihan yang terjadi antara PT Semen Gresik dan PT Semen Padang akan membuat harga saham PT Semen Gresik kian menurun. Saat ini, harga saham PT Semen Gresik terus merosot. Isu spin-off membuat para pemilik saham ragu-ragu. Dari harga saham Rp 16.000 kini turun hanya menjadi Rp 4.200, katanya. Ia juga menyatakan, pada awalnya setelah right issue, saham PT Semen Gresik justru naik di atas 90 persen. Biasanya, setelah right issue harga saham justru turun. Akibatnya, saat itu investor asing berlomba-lomba mendapatkan saham PT Semen Gresik. Justru setelah kasus spin-off ini merebak, harga PT Semen Gresik terus menurun, ujarnya.

Sementara itu, sebagai kelanjutan pengajuan pernyataan kasasi ke Pengadilan Negeri Padang, Todung Mulya Lubis selaku kuasa hukum PT Semen Gresik menjelaskan memori kasasi akan diajukan minggu depan. Kita sudah membuat pernyataan. Sekarang memori kasasi sedang disiapkan. Tiga puluh hari setelah memori kasasi diajukan, Mahkamah Agung harus segera memberi keputusan, tandasnya. (SS/N-3) 26/9/2002.

Semen Gresik Bisa Efisiensi Rp300 Miliar Ditulis oleh frans Senin, 10 Desember 2012 14:16 Topsaham - PT Semen Gresik Tbk (SMGR) terus melakukan efisiensi. Hasilnya senilai Rp300 miliar per tahun bisa dilakukanitu karena pengembangan teknologi. Demikian disampaikan Direktur Utama SMGR, Dwi Soetjipto dalam siaran persnya di Jakarta, Senin (10/12). Disebtkan, dari inovasi teknologi, perseroan berhasil menghasilkan efisiensi sekitar Rp300 miliar per tahun. Ini menjadi bukti bahwa perhatian khusus teknologi tidak membebani perusahaan dengan bermacam-macam biaya, tapi justru menghasilkan efisiensi. Dari pengembangan teknologi itu, Semen Gresik meraih penghargaan Rintisan Teknologi dan Industri Hijau dari Kemetrian Perindustrian serta Proper (Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan) Emas dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). Penghargaan itu diserahkan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono kepada Dirut SMGR Dwi Soetjipto di Istana Negara, pekan lalu. Adapun teknologi yang dikembangkan adalah Konservasi Energi dan Teknologi Penurunan Emisi Gas CO2 melalui Pemanfaatan Biomass dan Limbah B3 sebagai Bahan Bakar Alternatif. Penghargaan Rintisan Teknologi 2012 itu melanjutkan sukses Semen Gresik yang pada tahun sebelumnya juga meraih penghargaan yang sama.

Corporate Social Responsibility pada PT. Semen Gresik, Tbk 18/11/2012 at 22:39 Filed under tugaaaaaaaaaaaas Penerapan CSR di Indonesia Sebagaimana yang telah dikemukakan, bahwa konsep mengenai CSR mulai hangat dibicarakan di Indonesia sejak tahun 2001 dimana banyak perusahaan maupun instansi instansi sudah mulai melirik csr sebagai suatu konsep pemberdayaan masyarakat. Sampai saat ini, perkembangan tentang konsep dan implementasi csr pun semakin meningkat baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Pelaksanaannya pun semakin beranekaragam, mulai dari bentuk program yang dilaksanakan, maupun dari sisi dana yang digunakan untuk program tersebut. Contoh kegiatan untuk program csr yang dilakukan oleh perusahaan antara lain, pemberian bantuan langsung bagi korban bencana, pemberian modal usaha, sampai pada pembangunan insfrastruktur, seperti pembangunan sarana olah raga, sarana ibadah maupun sarana umum lainnya yang bisa di manfaatkan oleh masyarakat.

Pendahuluan Corporate Social Responsibility adalah sebuah kewajiban yang dibebankan pada Perseroan Terbatas melalui Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Pasal 74 ayat (1) UU 40 tahun 2007 ini menjelaskan Perseroan yang menjalanjan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam, wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan. Dengan adanya Undang-Undang ini, industry atau korporasikorporasi wajib untuk melaksanakannya, namun kewajiban ini bukan merupakan suatu beban yang memberatkan. Pembangunan suatu negara tidak hanya tanggung jawab pemerintah dan industri saja. Diperlukan kerjasama dengan seluruh masyarakat untuk menciptakan kesejahteraan sosial dan pengelolaan kualitas hidup masyarakat. Perusahaan berperan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang sehat dengan mempertimbangkan faktor lingkungan hidup. Saat ini dunia usaha tidak hanya memperhatikan keuntungan yang didapatkan, namun juga harus memperhitungkan aspek sosial, dan lingkungan. Ketiga elemen inilah yang kemudian bersinergi membentuk konsep pembangunan berkelanjutan. Corporate Social Responsibilities adalah sebuah wujud kepedulian perusahaan kepada lingkungan sekitarnya. Corporate Social Responsibility (CSR) adalah komitmen perusahaan atau dunia bisnis untuk berkontribusi dalam pengembangan ekonomi yang berkelanjutan dengan memperhatikan tanggung jawab sosial. Pewajiban perusahaan untuk menyelenggarakan Corporate Social Resposibilities tergolong baru, yaitu dengan diundangkannya UU No 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Sebenarnya bagaimanakah sejarah CSR terbentuk? Dan bagaimanakah pelaksanaannya di Indonesia? Hal tersebut menarik perhatian penulis untuk menuliskannya dalam makalah berjudul Corporate Social Responsibility, Sebuah Kepedulian Perusahaan terhadap Lingkungan di Sekitarnya. Diharapkan melalui tulisan ini dapat memperluas wawasan pembaca tentang Corporate Social Responsibilities

Pengertian Corpotare Social Responsibilities CSR merupakan konsep yang terus berkembang. Ia belum memiliki sebuah definisi standard maupun seperangkat kriteria spesifik yang diakui secara penuh oleh pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Secara konseptual, CSR juga bersinggungan dan bahkan sering dipertukarkan dengan frasa lain, seperti corporate responsibility, corporate sustainability, corporate accountability, corporate citizenship dan corporate stewardship Menurut Boone dan Kurtz pengertian tanggung jawab sosial secara umum adalah dukungan manajemen terhadap kewajiban untuk mempertimbangkan laba, kepuasan pelanggan dan kesejahteraan masyarakat secara setara dalam mengevaluasi kinerja perusahaan. B. Tamam Achda mengartikan CSR sebagai komitmen perusahaan untuk mempertanggung jawabkan dampak operasinya dalam dimensi sosial, ekonomi, dan lingkungan serta terus menerus menjaga agar dampak tersebut menyumbang manfaat kepada masyarakat dan lingkungan hidupnya. Substansi keberadaan CSR adalah memperkuat keberlanjutan perusahaan itu sendiri dengan jalan membangun kerjasama antar stakeholder yang difasilitasi perusahaan tersebut dengan menyusun program-program pengembangan masyarakat di sekitarnya. Ada enam kecenderungan utama yang semakin menegaskan arti penting CSR, yaitu meningkatnya kesenjangan antara kaya dan miskin, posisi negara yang semakin berjarak kepada rakyatnya, semakin mengemukanya arti kesinambungan, semakin gencarnya sorotan kritis dan resistensi dari publik yang terkadang bersifat anti-perusahaan, tren ke arah transparansi, harapan bagi terwujudnya kehidupan yang lebih baik dan manusiawi. Lantos menggunakan klasifikasi Carrol sebagai dasar untuk melihat pelaksanaan CSR pada perusahaan yaitu: 1. Tanggung Jawab Ekonomi Tanggung jawab ekonomi artinya bahwa tetap menguntungkan bagi pemegang saham, menyediakan pekerjaan yang bagus bagi para pekerjanya, dan menghasilkan produk yang berkualitas bagi pelanggannya. 2. Tanggung Jawab Hukum Setiap tindakan perusahaan harus mengikuti hukum dan berlaku sesuai aturan permainan 3. Tanggung Jawab Etik Menjalankan bisnis dengan moral, mengerjakan apa yang benar, apa yang dilakukan harus fair dan tidak menimbulkan kerusakan 4. Tanggung Jawab Filantropis Memberikan kontribusi secara sukarela kepada masyarakat, memberikan waktu, dan uang untuk pekerjaan yang baik Dari klasifikasi Caroll tersebut di atas, Lantos membuat klasifikasi yang berkaitan dengannya yaitu: 1. Ethical CSR Secara moral perusahaan memilih untuk memenuhi tanggung jawab perusahaan dari segi ekonomi, hukum, dan etika. 2. Altruistic CSR Memenuhi tanggung jawab filantropik perusahaan, melakukan pencegahan timbulnya kerusakan, untuk membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat tanpa memperhitungkan apakah hal itu menguntugkan perusahaan atau tidak
4

3. Strategic CSR Memenuhi tanggung jawab filantropik yang menguntungkan perusahaan melalui publikasi positif dan goodwill. (Ati Harmoni: 2008) Corporate Social Responbility adalah elemen penting dalam kerangka keberlanjutan usaha suatu industri yang mencakup aspek ekonomi, lingkungan, dan sosial budaya. Definisi secara luas yang ditulis sebuah organisasi dunia World Bisnis Council for sustainable Development (WBCD) menyatakan bahwa CSR merupakan suatu komitmen berkelanjutan oleh dunia usaha untuk bertindak etis dan memberikan kontribusi kepada pengembangan ekonomi dari komunitas setempat ataupun masyarakat luas, bersamaan dengan peningkatan taraf hidup pekerjanya serta seluruh keluarga. Sedangkan menurut Nuryana CSR adalah sebuah pendekatan dimana perusahaan mengintegrasikan kepedulian sosial dalam operasi bisnis mereka dan dalam interaksi mereka dengan para pemangku kepentingan (stakeholders) berdasarkan prinsip kesukarelaan dan kemitraan. CSR dapat dikatakan sebagai tabungan masa depan bagi perusahaan untuk mendapatkan keuntungan. Keuntungan yang diperoleh bukan hanya sekedar keuntungan secara financial namun lebih pada kepercayaan dari masyarakat sekitar dan para stakeholders berdasarkan prinsip kesukarelaan dan kemitraan. Penelitian yang dilakukan Sandra Waddock dan Samuel Graves membuktikan bahwa perusahaan yang memperlakukan stakeholders mereka dengan baik akan meningkatkan kelompok mereka sebagai suatu bentuk manajemen yang berkualitas. Stakeholders bukan hanya masyarakat dalam arti sempit yaitu masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi perusahaan melainkan masyarakat dalam arti luas, misalnya pemerintah, investor, elit politik, dan lain sebagainya. Bentuk kerjasama yang dibentuk antara perusahaan dan stakeholders hendaknya juga merupakan kerjasama yang dapat saling memberikan kesempatan untuk sama-sama maju dan berkembang. Program-program CSR yang dibuat untuk kesejahteraan masyarakat dan pada akhirnya akan berbalik arah yaitu memberikan keuntungan kembali bagi perusahaan tersebut. Diharapkan perusahaan dengan seluruh stakeholders dapat bersama-sama bekerjasama mengembangkan CSR sehingga keberlanjutan perusahaan baik itu keuntungan ekonomi (keuntungan financial) keuntungan sosial maupun keuntungan lingkungan dapat terwujud. CSR diterapkan kepada perusahaan-perusahaan yang beroperasi dalam konteks ekonomi global, nasional maupun lokal. Komitmen dan aktivitas CSR pada intinya merujuk pada aspek-aspek perilaku perusahaan (firms behaviour), termasuk kebijakan dan program perusahaan yang menyangkut dua elemen kunci: 1. Good corporate governance: etika bisnis, manajemen sumberdaya manusia, jaminan sosial bagi pegawai, serta kesehatan dan keselamatan kerja; 2. Good corporate responsibility: pelestarian lingkungan, pengembangan masyarakat (community development), perlindungan hak azasi manusia,perlindungan konsumen, relasi dengan pemasok, dan penghormatan terhadap hak-hak pemangku kepentingan lainnya. Dengan demikian, perilaku atau cara perusahaan memerhatikan dan melibatkan shareholder, pekerja, pelanggan, pemasok, pemerintah, LSM, lembaga internasional dan stakeholder lainnya merupakan konsep utama CSR. Kepatuhan perusahaan terhadap hukum dan peraturan-peraturan yang menyangkut aspek ekonomi, lingkungan dan sosial bisa dijadikan indikator atau perangkat formal dalam mengukur kinerja CSR suatu perusahaan. Namun,
5

CSR seringkali dimaknai sebagai komitmen dan kegiatan-kegiatan sektor swasta yang lebih dari sekadar kepatuhan terhadap hukum. CSR adalah operasi bisnis yang berkomitmen tidak hanya untuk meningkatkan keuntungan perusahaan secara finansial, melainkan pula untuk pembangunan sosial- ekonomi kawasan secara holistik, melembaga dan berkelanjutan. Pengertian CSR yang relatif lebih mudah dipahami dan dioperasionalkan adalah dengan mengembangkan konsep Tripple Bottom Lines (profit, planet dan people) yang digagas Elkington (1998). Saya menambahkannya dengan satu line tambahan, yaitu procedure. Dengan demikian, CSR adalah Kepedulian perusahaan yang menyisihkan sebagian keuntungannya (profit) bagi kepentingan pembangunan manusia (people) dan lingkungan (planet) secara berkelanjutan berdasarkan prosedur (procedure) yangtepat dan profesional (Suharto, 2008b). Sejarah Corporate Social Responsibilities CSR sebenarnya sudah muncul dari jauh sebelum disahkannya UU No 40 tahun 2007 di Indonesia. Pandangan bahwa dunia bisnis memiliki tanggungjawab yang lebih dari sekadar meningkatkan kemakmuran ekonomi semata bukanlah sesuatu yang baru. Sepanjangcatatan sejarah, peranan organisasi-organisasi yang memproduksi barang dan jasa bagi pasar selalu dikaitkan dengan aspek sosial, politik dan bahkan militer. Sebagai contoh, pada masa perkembangan awal industrialisasi di Inggris, perusahaan seperti Hudson Bay dan the East India Company menerima mandat yang luas. Kebijakan publik saat itu sudah menekankan bahwa perusahaan harus membantu mewujudkan tujuan-tujuan kemasyarakatan, seperti perluasan wilayah koloni, pembangunan permukiman, penyediaan jasa transportasi, pengembangan bank dan jasa finansial. Pada awal abad ke-19, perusahaan sebagai sebuah bentuk organisasi bisnis berkembang pesat di Amerika. Pada awalnya, dewan direksi dan manajemen perusahaan dianggap hanya bertanggungjawab terhadap shareholder saja. Kemudian, kebijakan publik secara tegas mengatur domain sosial yang mesti direspon perusahaan secara lebih spesifik, seperti kesehatan dan keselamatan kerja, perlindungan konsumen, jaminan sosial pekerja, pelestarian lingkungan dan seterusnya. Selain harus merespon tuntutan-tuntutan pasar secara sukarela, karena merefleksikan tuntutan moral dan sosial konsumen, perusahaan juga memiliki tanggungjawab sosial, karena harus patuh terhadap hukum dan kebijakan publik. Di pertengahan abad ke-20, CSR sudah dibahas di Amerika oleh para pakar bisnis semisal Peter Drucker dan mulai dimasukan dalam literatur. Pada tahun 1970, ekonom Milton Friedman menjelaskan pandangannya bahwa tanggungjawab sosial perusahaan adalah menghasilkan keuntungan (profit) dalam batasan moral masyarakat dan hukum. Ia mengingatkan bahwa inisiatif perusahaan untuk menjalankan CSR dapat membuat arah manajemen menjadi tidak fokus, pemborosan sumberdaya, memperlemah daya saing, serta mempersempit pilihan-lihan dan kesempatan. Namun demikian, CSR semakin berkembang dan terus menjadi isu kunci dalam konteks manajemen, pemasaran dan akuntansi di Inggris, Amerika, Eropa, Canada dan negara-negara lain. Pada tahun 1933, A Berle dan G Means meluncurkan buku berjudul The Modern Corporation and Private Property yang mengemukakan bahwa korporasi modern seharusnya mentransformasikan diri menjadi institusi sosial, ketimbang institusi ekonomi yang semata
6

memaksimalkan laba. Hingga tahun 1980-1990an wacana CSR terus berkembang. Munculnya KTT Bumi di Rio de Jenairo, Brazil pada tahun 1992 menegaskan konsep pembangunan berkelanjutan sebagai hal yang harus diperhatikan. Tidak hanya oleh negara tapi oleh kalangan korporasi yang makin kuat kekuatan kapitalnya. Hal ini pun diperkuat dengan buku yag dibuat oleh James Collins dan Jerry Porras meluncurkan Built to Last; Seccesfull Habits of Visionary Companies pada tahun 1994, lewat riset yang dilakukan, maka menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan yang terus hidup bukanlah perusahaan yang hanya mencetak uang semata. Dipandang dari perspektif pembangunan yang lebih luas, CSR menunjuk pada kontribusi perusahaan terhadap konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development), yakni pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan generasi saat ini tanpa mengabaikan kebutuhan generasi masa depan. Dengan pemahaman bahwa dunia bisnis memainkan peran kunci dalam penciptaan kerja dan kesejahteraan masyarakat, CSR secara umum dimaknai sebagai sebuah cara dengan mana perusahaan berupaya mencapai sebuah keseimbangan antara tujuan-tujuan ekonomi, lingkungan dan sosial masyarakat, seraya tetap merespon harapanharapan para pemegang saham (shareholders) dan pemangku kepentingan (stakeholders). Dalam bukunya Cannibals with Forks, the Tripple Bottom Line of Twentieth Century Bussiness John Elkington pada tahun 1997 mengembangkan konsep triple bottom line dalam istilah economic prosperity, environmental quality, dan social justice. Melalui konsep ini Elkington mengemukakan bahwa perusahaan yang ingin terus menjalankan usahanya harus memperhatikan 3P yaitu profit, people and planet. Perusahaan yang menjalankan usahanya tidak dibenarkan hanya mengejar keuntungan semata (profit), tetapi mereka juga harus terlibat pada pemenuhan kesejahteraan masyarakat (people), dan berpartisipasi aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet). Ketiga prinsip tersebut saling mendukung dalam pelaksanaan program CSR. Setelah World Summit di Johanesburg pada tahun 2002 yang menekankan pentingnya tanggung jawab sosial perusahaan, cetusan Elkington ini semakin bergulir kencang. Di wilayah Asia, konsep CSR berkembang sejak tahun 1998, tetapi pada waktu itu belum terdapat suatu pengertian maupun pemahaman yang baik tentang koknsep CSR. Sedangkan CSR sendiri dikenal di Indonesia pada tahun 2001 Penerapan Corporate Social Responsibilities di Indonesia Sebagaimana yang telah dikemukakan, bahwa konsep mengenai CSR mulai hangat dibicarakan di Indonesia sejak tahun 2001 dimana banyak perusahaan maupun instansiinstansi sudah mulai melirik CSR sebagai suatu konsep pemberdayaan masyarakat. Sampai saat ini, perkembangan tentang konsep dan implementasi CSR pun semakin meningkat, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Hal ini terbukti dari banyaknya perusahaan yang berlomba-lomba untuk melakukan CSR. Pelaksanaannya pun semakin beranekaragam mulai dari bentuk program yang dilaksanakan, maupun dari sisi dana yang digulirkan untuk program tersebut. Contoh kegiatan untuk program CSR yang dilakukan oleh perusahaan antara lain pemberian beasiswa, bantuan langsung bagi korban bencana, pemberian modal usaha, sampai pada pembangunan infrastruktur seperti pembangunan sarana olah raga, sarana ibadah maupun sarana umum lainnya yang dapat dimafaatkan oleh masyarakat.

Di Indonesia, istilah CSR semakin populer digunakan sejak tahun 1990-an. Beberapa perusahaan sebenarnya telah lama melakukan CSA (Corporate Social Activity) atau aktivitas sosial perusahaan. Walaupun tidak menamainya sebagai CSR, secara faktual aksinya mendekati konsep CSR yang merepresentasikan bentuk peran serta dan kepedulian perusahaan terhadap aspek sosial dan lingkungan. Melalui konsep investasi sosial perusahaan seat belt, sejak tahun 2003 Departemen Sosial tercatat sebagai lembaga pemerintah yang aktif dalam mengembangkan konsep CSR dan melakukan advokasi kepada berbagai perusahaan nasional. Pada awal perkembangannya, bentuk CSR yang paling umum adalah pemberian bantuan terhadap organisasi-organisasi lokal dan masyarakat miskin di seputar perusahaan. Pendekatan CSR yang berdasarkan motivasi karitatif dan kemanusiaan ini pada umumnya dilakukan secara ad-hoc, partial, dan tidaklembaga.CSR tataran ini hanya sekadar do good dan to look good, berbuat baik agar terlihat baik. Perusahaan yang melakukannya termasuk dalam kategori perusahaan impresif, yang lebih mementingkan tebar pesona (promosi) ketimbang tebar karya (pemberdayaan) (Suharto, 2008a). Perusahaan-perusahaan seperti PT Unilever, Freeport, Rio Tinto, Inco, Riau Pulp, Kaltim Prima Coal, Pertamina serta perusahaan BUMN lainnya telah cukup lama terlibat dalam menjalankan CSR. Dewasa ini semakin banyak perusahaan yang kurang menyukai pendekatan karitatif semacam itu, karena tidak mampu meningkatkan keberdayaan atau kapasitas masyarakat lokal. Pendekatan community development kemudian semakin banyak diterapkan karena lebih mendekati konsep empowerment dan sustainable development. Prinsip-prinsip good corporate governance, seperti fairness, transparency, acaountability, dan responbility kemudian menjadi pijakan untuk mengukur keberhasilan program CSR. Kegiatan CSR yang dilakukan saat ini juga sudah mulai beragam, disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat setempat berdasarkan need assesment. Mulai dari pembangunan fasilitas pendidikan dan kesehatan, pemberian pinjaman modal bagi UKM, social forestry, penakaran kupu-kupu, pemberian beasiswa, penyuluhan HIV/AIDS, penguatan kearifan lokal, pengembangan skema perlindungan sosial berbasis masyarakat dan seterusnya. CSR pada tataran ini tidak sekadar do good dan to look good, melainkan pula to make good, menciptakan kebaikan atau meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Model pelaksaan CSR juga bemacam-macam. Setidaknya terdapat empat model pelaksanaan CSR yang umum digunakan di Indonesia. Keempat model tersebut antara lain: 1. Terlibat langsung. Dalam melaksanakan program CSR, perusahaan melakukannya sendiri tanpa melalu perantara atau pihak lain. Pada model ini perusahaan memiliki satu bagian tersediri atau bisa juga digabung dengan yang lain yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan kegiatan sosial perusahaan termasuk CSR. 2. Melalui Yayasan atau organisasi sosial perusahaan. Perusahaan mendirikan yayasan sendiri dibawah perusahaan atau groupnya. Pada model ini biasanya perusahaan sudah menyediakan dana khusus untuk digunakan secara teratur dalam kegiatan yayasan. Contoh yayasan yang didirikan oleh perusahaan sebagai perantara dalam melakukan CSR antara lain; Danamon peduli, Samporna Foundation, kemudian PT. Astra International yang mendirikan Politeknik Manufaktur Astra dan Unilever peduli Foundation (UPF).

3. Bermitra dengan pihak lain. Dalam menjalankan CSR perusahaan menjalin kerjasama dengan pihak lain seperti lembaga sosial non pemerintah, lembaga pemerintah, media massa dan organisasi lainnya. Seperti misalnya Bank Rakyat Indonesia yang memiliki program CSR yang terintegrasi dengan strategi perusahaan dan bekerjasama dengan pemerintah mengeluarkan produk pemberian kredit untuk rakyat atau yang di kenal dengan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Contoh lain adalah kerjasama perusahan dengan lembaga-lembaga sosial seperti Dompet Dhuafa, Palang Merah Indonesia dan lain sebagainya. 4. Mendukung atau bergabung dengan suatu konsorsium. Perusahaan turut mendirikan, menjadi anggota atau mendukung lembaga sosial yang didirikan untuk tujuan sosial tertentu. Dalam melakukan CSR, tentunya perusahaan memiliki alasan diantaranya adalah: 1. Alasan Sosial. Perusahaan melakukan program CSR untuk memenuhi tanggung jawab sosial kepada masyarakat. Sebagai pihak luar yang beroperasi pada wilayah orang lain perusahaan harus memperhatikan masyarakat sekitarnya. Perusahaan harus ikut serta menjaga kesejahteraan ekonomi masyarakat dan juga menjaga lingkungan dari kerusakan yang ditimbulkan. 2. Alasan Ekonomi. Motif perusahaan dalam melakukan CSR tetap berujung pada keuntungan. Perusahaan melakukan program CSR untuk menarik simpati masyarakat dengan membangun image positif bagi perusahaan yang tujaan akhirnya tetap pada peningkatan profit. Asumsi ini nampaknya di dukung oleh hasil survey yang dilakukan oleh Environic International (Toronto), Conference Board (New York) dan Princes of Wales Busines Leader Forum (London) dimana dari 25.000 responden di 23 negara menunjukkan bahwa dalam membentuk opini perusahaan, 60 % mengatakan bahwa etika bisnis, praktek terhadap karyawan, dampak terhadap lingkungan, tanggung jawab perusahaan akan paling berperan, sedangkan 40 % menyatakan citra perusahaan dan brand image yang paling mempengaruhi kesan mereka. Lebih lanjut, sikap konsumen terhadap perusahaan yang dinilai tidak melakukan CSR adalah mereka ingin menghukum dan 50 % tidak akan membeli produk dari perusahaan yang tidak melakukan program CSR dan/atau bicara pada orang lain tentang kekurangan perusahaan tersebut. Sedangkan di Indonesia, data riset dari majalah SWA terhadap 45 perusahaan menunjukkan bahwa CSR bermanfaat dalam memelihara dan meningkatkan citra perusahaan (37,38 persen), hubungan baik dengan masyarakat (16,82 persen), dan mendukung operasional perusahaan (10,28 persen). Hal ini nampaknya mempengaruhi perusahaan untuk melakukan program CSR dan tidak heran jika saat ini kita melihat di media-media baik media cetak maupun elektronik banyak sekali berseliweran tayangan iklan-iklan program CSR dari beberapa perusahaan yang tujuannya adalah membangun image positif perusahaan. 3. Alasan Hukum. Alasan hukum membuat perusahaan melakukan program CSR hanya karena adanya peraturan pemerintah. CSR dilakukan perusahaan karena ada tuntutan yang jika tidak dilakukan akan dikenai sanksi atau denda dan bukan karena kesadaraan perusahan untuk ikut serta menjaga lingkungan. Akibatnya banyak perusahaan yang melakukan CSR sekedar ikut-ikutan atau untuk menghindari sanksi dari pemerintah. Hal ini diperkuat dengan dikeluarkannya Undang-undang
9

PT No. 40 pasal 74 yang isinya mewajibkan pelaksanaan CSR bagi perusahaanperusahaan yang terkait terhadap SDA dan yang menghasilkan limbah. Adapun isi dari pasal tersebut adalah : Ayat 1, dijelaskan bahwa perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Ayat 2 dijelaskan bahwa tanggung jawab sosial dan lingkungan itu merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memerhatikan kepatutan dan kewajaran. Ayat 3 menggariskan perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana Pasal 1 dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan adanya undang-undang ini nampaknya semakin membuat konsep CSR di Indonesia bias makna. CSR bukan lagi sebagai tanggungjawab sosial yang bersifat sukarela dari perusahaan untuk masyarakat sekitar tapi berubah menjadi suatu keterpaksaan bagi perusahaan. Apapun alasan dalam pelaksanaan CSR, hendaknya perusahaan tetap berpijak pada prinsip dasar dari CSR itu sendiri Manfaat CSR Apapun alasan atau motif perusahaan melakukan CSR, yang pasti CSR penting dilakukan. Sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa CSR merupakan tabungan masa depan bagi perusahaan untuk mendapatkan keuntungan. Keuntungan yang diperoleh bukan sekedar keuntungan ekonomi tapi, tetapi lebih dari itu yaitu keuntungan secara sosial dan lingkungan alam bagi keberlanjutan perusahaan. Perusahaan-perusahaan yang belum melakukan program CSR mungkin dapat mencontoh perusahaan lain yang telah lebih dulu melakukan program CSR dan menikmati manfaat yang ditimbulkan. Misalnya PT Unilever Indonesia telah melakukan program CSR melalui pendampingan petani kedelai. PT Unilever telah berhasil membina petani yang menggarap lebih dari 600 hektar kedelai hitam hingga mengkontribusikan sekitar 30 persen kebutuhan produksi Kecap Bango. Program semacam ini tentu saja bermanfaat bagi petani dan perusahaan. Bagi petani misalnya program ini bermanfaat untuk meningkatkan kualitas produksi dan juga menjamin kelancaran distribusi, sedangkan bagi perusahaan dapat menjamin kelancaran pasokan bahan baku untuk produk-produk yang menggunakan bahan dasar kedelai. Contoh lain perusahaan yang telah melakukan kegiatan CSR adalah Sinar Mas Group melalui Eka Tjipta Fondation. Organisasi ini merupakan organissi nirlaba yang didirikan untuk Meningkatkan kualitas kehidupan, kesejahteraan dan kemandirian masyarakat dalam aspek sosial, ekonomi dan lingkungan hidup. Kegiatan yang dilakukan meliputi Bidang Sosial Kemasyarakatan dan Budaya (melalui kegiatan pendidikan, seni budaya, olah raga, kesejahteraan sosial, keagamaan dan kesehatan), bidang Pemberdayaan dan Pembinaan Ekonomi Masyarakat (melalui kegiatan sosial kemitraan usaha kecil menengah serta pertanian terpadu), dan Bidang Pelestarian Lingkungan Hidup (melalui kegiatan sosial pemberdayaan lingkungan hidup dan konservasi). Kegiatan-kegiatan yang dilakukan CSR yang dilakukan oleh Eka Tjipta Foundation telah memberikan manfaat bagi perusahaan yaitu Sinar Mas sebagai berikut:

10

hubungan/interaksi yang positif dengan komunitas lokal, pemerintah, dan kelompok-kelompok lainnya etika yang baik Menunjukkan komitmen perusahaan, sehingga tercipta kepercayaan dan respek dari pihak terkait dengan masyarakat

loyalitas terhadap perusahaan akan berkembang

Manfaat-manfaat tersebut hendaknya dapat juga dirasakan oleh perusahaan lain yang telah melakukan program CSR. Melihat contoh diatas, dapat memberikan gambaran pada kita bahwa implementasi program CSR bukan hanya untuk mengejar keuntungan ekonomi tapi juga dapat menghindari terjadinya konflik dan menjaga keberlanjutan usaha secara konsisten. Apa yang telah dilakukan oleh PT Unilever dan Sinar Mas juga membuktikan bahwa sudah saatnya bagi setiap perusahaan maupun instansi untuk memperhatikan CSR karena banyak manfaat positif yang dapat diperoleh dalam pengaplikasiannya. Kesimpulan dan Penutup Corporate Social Responsibilities adalah sebuah konsep pembangunan berkelanjutan dimana suatu perusahaan tidak hanya mengejar keuntungan semata namun juga harus memperhatikan lingkungan dan juga kesejahteraan sosial masyarakat di sekitarnya. Meski di Indonesia konsep ini baru diterapkan secara wajib dengan UU Nomor 40 tahun 2007, namun sebenarnya konsep ini sudah ada jauh sebelum diundangkannya UU Nomor 40 tahun 2007. Dalam bukunya Cannibals with Forks, the Tripple Bottom Line of Twentieth Century Bussiness John Elkington pada tahun 1997 mengembangkan konsep triple bottom line dalam istilah economic prosperity, environmental quality, dan social justice. Melalui konsep ini Elkington mengemukakan bahwa perusahaan yang ingin terus menjalankan usahanya harus memperhatikan 3P yaitu profit, people and planet. Perusahaan yang menjalankan usahanya tidak dibenarkan hanya mengejar keuntungan semata (profit), tetapi mereka juga harus terlibat pada pemenuhan kesejahteraan masyarakat (people), dan berpartisipasi aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet). Ketiga prinsip tersebut saling mendukung dalam pelaksanaan program CSR. Program CSR yang berkelanjutan diharapkan dapat membantu menciptakan kehidupan dimsyarakat yang lebih sejahtera dan mandiri. Setiap kegiatan tersebut akan melibatkan semangat sinergi dari semua pihak secara terus menerus membangun dan menciftakan kesejahteraan dan pada akhirnya akan tercifta kemandirian dari masyarakat yang terlibat dalam program tersebut, sesuai dengan kemampuannya.

11

Memang jika dilihat CSR hanya akan merepotkan dan membuat keuntungan perusahaan menjadi berkurang. Namun anggapan tersebut adalah anggapan yang salah. Melalui CSR ini perusahaan dapat menaikkan citranya di hadapan para stakeholder sehingga nama baik perusahaan dapat terangkat. Memang tidak mudah untuk menjalankan CSR. Dibutuhkan kerjasama yang baik antara perusahaan, masyarakat sekitar, maupun para stakeholder.

12

You might also like