You are on page 1of 16

BAB I PENDAHULUAN Dalam kehidupan manusia tidak bisa terlepas dari yang namanya Evaluasi, manusia setiap harinya

selalu memikirkan apa yang telah diperbuat dari mulai bangun sampai tidur kembali. Apakah keinginan dan cita-cita sudah tercapai, atau belum ? dan seterusnya. Begitupun dalam dunia pendidikan setelah melakukan Proses Belajar Mengajar maka sudah menjadi keharusan untuk mengevaluasi siswanya apakah tujuan pembelajaran dapat tercapai atau tidak. Karena dalam dunia pendidikan ada tempat unsur utama dalam PBM, yakni tujuann bahan, metode dan alat serta penilaian. Pada unsur utama yang keempat disebutkan adanya penilaian, disini penilaian dilakukan sebagai upaya atau tindakan untuk mengetahui sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan tercapai atau tidak. Dengan kata lain, penilaian berfungsi sebagai alat untuk mengetahui keberhasilan proses dan hasil belajar siswa. Benyamin Bloom membagi hasil belajar pada tiga ranah, yaitu ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Pada makalah yang anda pegang ini akan membahas evaluasi hasil belajar ranah kognitif dan ranah psikomotor. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan (ingatan), pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan Evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. Untuk mengukur keberhasilan siswa yang berdimensi kognitif dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik dengan tes tertulis maupun tes lisan dan perbuatan. Ranah psikomotor berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotor, yaitu (a) gerakan refleks (b) keterampilan gerakan dasar (c) kemampuan perseptual (d) keharmonisan atau ketepatan (e) gerakan keterampilan kompleks dan (f) gerakan ekspresif dan interprestatif. Cara yang dianggap tepat untuk mengevalusi keberhasilan belajar yang berdimensi ranah psikomotor (ranah karsa) diantaranya adalah dengan observasi.

BAB II EVALUASI BELAJAR RANAH KOGNITIF DAN PSIKOMOTORIK 2.1 Evaluasi Ranah Kognitif Penilaian (evaluasi) merupakan salah satu dari tiga inti dalam PBM yang meliputi tujuan pengajaran, metode megajar, dan evaluasi hasil pengajaran. (Oemar Hamalik, 1980 : III) Tujuan pengajaran sebagai arah dari PBM yang pada hakikatnya merupakan rumusan tingkah laku yang di harapkan dapat dikuasai oleh siswa setelah menerima atau menempuh pengalaman belajarnya. Metode sebagai cara atau tekhnik yang digunaklan dalam mencapai tujuan, sedangkan penilaian adalah upaya atau tindakan untuk mengetahui sejauh mana tinjauan yang telah ditetapkan itu tercapai atau tidak. Jadi, evaluasi berfungsi sebagai alat untuk mengetahui keberhasilan proses dan hasil belajar siswa. Dalam literature lain ditambahkan bahwa tidak hanya tujuan metode dan penilaian, termasuk juga bahan dan alat mengajar. Bahan sebagai seperangkat pengetahuan ilmiah yang dijabarkan dari kurikilum untuk disampaikan atau dibahas dalam proses belajar mengajar agar sampai pada tujuan yang telah disampaikan. (Nana Sudjana, 2002 : 22). Belajar merupakan proses aktivitas yang memiliki keterukuran secara jelas, sedangkan hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Ukuran keberhasilan belajar dalam pengertian yang opraasional adalah penguasaan suatu bahan ajar yang dinyatakan TPK dan memiliki kontribusi bagi tujuan diatasnya ( Pupuh Fathurrahman, 2001 : 83) Dalam sistem pendidikan Nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom. Tujuan (goals) adalah rumusan yang luas mengenai hasil-hasil pendidikan yang diinginkan. Tujuan merupakan dasar untuk mengukur hasil pembelajaran dan juga menjadi landasan untuk menentukan isi pelajaran dan metode mengajar, karena itu perlu disusun suatu deskripsi tentang cara mengukur tingkah laku. Deskripsi itu disusun dalam bentuk deskripsi pengukuran tingkah

laku yang dapat diukur atau tingkah laku yang tidak dapat diamati secara langsung. Taksonomi tujuan pendidikan merupakan suatu kategori tujuan pendidikan secara umumnya digunakan sebagai dasar untuk merumuskan tujuan kurikulum dan tujuan pembelajaran dan taksonomi yang digunakan dalam sisdiknas adalah taksonomi Bloom. Ada beberapa prinsip yang digunakan oleh Bloom dan Krathwohl, yakni aplikasi adalah abilited untuk menggunakan bahan yang telah dipelajari kedalam situasi baru yang nyata, melipiti : aturan, metode, konsep, prinsif, hukum, teori. Sisiwa dituntut memiliki kemampuian untuk menyeleksi/memilih suatu abstraksi tertentu.( Oemar, Hamalik, 1995:80). Bloom membedakan delapan tipe aplikasi dalam rangka menyusun item tes tentang aplikasi, yaitu : Dapat menetapkan prinsip generalisasi yang sesuai untuk situasi baru yang dihadapi. Dapat menyusun kembali problemnya sehingga dapat menetapkan prinsip/generalisasi yang sesuai. Dapat memberikan spesipikasi batas-batas relevasi suatu prinsip/generalisasi. Dapat mengenali hal-hal khusus yang terpampang dari prinsip dan generlisasi tertentu. Bentuk yang banyak dipakai adalah melihat hubungan sebab-akibat, dapat menanyakan proses terjadinya kondisi yang mungkin berperan bagi terjadinya gejala. Dapat meramalkan sesuatu yang akan terjadi berdasarkan prinsip dan generalisasi. Dapat meentukan tindakan/keputusan tertentu dalam menghadapi situasi baru dengan menggunakan prinsip dan generalisasi yang relevan. Dapat menjelaskan alasan menggunakan prinsip dan generalisasi bagi situasi baru yang dihadapi.

Prinsip metodologis, perbedaan-perbedaan yang besar telah merefleksi kepada cara-cara guru dalam mengajar Prinsip psikologis, taksonomi hendaklah dikembangkan secara logis dan konsisten dengan fenomena kejiwaan yang ada sekarang Prinsip logis, taksonomi hendaknya dikembangkan secara logis dan konsisten Prinsip tujuan, tiap-tiap jenis tujuan pendidikan hendaknya menggambarkan corak yang netral. Atas dasar prinsip ini, maka taksonomi disusun menjadi suatu tingkatan yang menunjukan tingkatan kesulitan. Pada mulanya taksonomi Bloom terdiri dari dua bagian yaitu kognitif domain dan afektif domain. Dan simpson lah yang melengkapi dua domain yang ada dengan psikomotor. Sebenarnya taksonomi Bloom yang terkenal saat ini merupakan hasil kelompok penilai dari universitas yang terdiri dari B.J. Bloom Editor M.D. Engelhart, E. Furst, W.H. Hill, D.R. Krath Wahl dan Ralp W. Tyler ( Viviane De Landsheere, 1977 :100) Secara garis besar, Bloom dkk. merumuskan tujuan-tujuan pendidikan pada tiga tingkatan : Kategori tingkah laku yang masih verbal Perluasan kategorimenjadi sederetan tujuan Tingkah laku konkrit yang terdiri dari tugas-tugas dalam pertanyaanpertanyaan sebagai ujian dan butir-butir soal. Ada tiga ranah / domain besar yang terletak pada tingkatan ke-2, yaitu : ranah kognitif, afektif dan psikomotorik yang mana menjadi objek penilaian hasil belajar. Dan diantara ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai karena berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menguasai isi bahan pelajaran. Untuk domain ranah kognitif, Bloom dkk membaginya menjadi enam daerah, yakni : (Ahmad Tafsir, 1999 :50) a. Pengenalan ( Knowledge / Recognition )

Daerah ini berisi kemampuan mengingat (recall), konsep-konsep yang umum dan khusus; metode dan proses; pattern dan pola struktur. Daerah (matra) ini menitik beratkan pada proses Intelektual. Pengetahuan merupakan pengingatan bahan-bahan yang telah dipelajari, mulai dari fakta sampai keteori yang menyangkut informasi yang bermanfaat. Contoh : Hasil bumi yang terkenal di daerah Temanggung adalah : a) Padi b) Tebu c) Tembakau. Dilihat dari segi proses belajar, istilah-iatilah tersebut perlu dihapal sebagai dasar bagi pemahaman konsep-konsep lainnya. Tipe hasil belajar ini menjadi prasyarat bagi tipe hasil belajar selanjutnya, misalnya kata-kata akan memudahkan kalimat. Dilihat dari dari segi bentuknya, tes yang paling banyak dipakai untuk mengungkapkan aspek pengetahuan adalah tipe melengkapi, tipe iman, tipe benar-salah. Karena kurang dipersiapkan dengan baik, banyak item tes yang tertulis secara tergesa-gesa sehingga terperosok kedalam pengungkapan pengetahuan hapalan saja, siswa hanya dituntut kesanggupan mengingatnya sehingga jawabannya mudah ditebak. b. Pemahaman (Comprehension) Pemahaman adalah abilited untuk menguasai pengertian, dengan pemahaman siswa diminta untuk membuktikan bahwa ia memahami hubungan yang sederhana diantara fakta-fakta/konsep, misalnya : memberi contoh lain dari yang telah dicontohkan, diumpamakan ada tiga gambar segi tiga. Pertanyaannya, diantara gambar-gambar berikut mana yang termasuk segi tiga siku-siku, maka ia harus menghubungkan konsep segitiga dan siku-siku. Ada tiga kategori pemahaman, yaitu : Pemahaman terjemahan, misalnya mengartikan Bhineka Tunggal Ika. Pemahaman penafsiran, yakni menghubungkan bagia-bagian terdahulu dengan yang diketahui berikutnya menghubungkan pengetahuan dengan

konjugasi kata kerja, subjek dan possesive pronoun sehingga tahu menyusun kalimat, membedakan yang pokok dan yang bukan pokok. Pemahaman ekstrapolasi, dengan pemahaman ekstrapolasi diharapkan seseorang mampu melihat di balik yang tertulis, dapat memperluas persepsi dan dapat membuat ramalan. Karakteristik soal-soal seperti pengungkapan tema/masalah yang sama dengan yang pernah dipelajari tetapi materinya berbeda. Sebagian item pemahaman dapat disajikan dalam gambar, denah, diagram/grafik, tipe pilihan ganda benar salah. c. Penerapan (Aplication) Aplikasi adalah abilited untuk menggunakan bahan yang telah dipelajari kedalam situasi baru yang nyata, meliputi : aturan, metode, konsep, prinsip, hukum dan teori. Siswa dituntut memiliki kemampuan untuk menyeleksi/memilih suatu abstraksi tertentu.( Oemar Hamalik, 1995:80). Bloom membedakan delapan tipe aplikasi dalam rangka menyusun item tes tentang aplikasi, yaitu : Dapat menetapkan prinsip generalisasi yang sesuai untuk situasi baru yang dihadapi. Dapat menyusun kembali problemnya sehingga dapat menetapkan prinsip/generalisai yang sesuai. Dapat memberikan spesipikasi batas-batas relevasi suatu prinsip/generalisasi. Dapat mengenali hal-hal khusus yang terpampang dari prinsip dan generlisasi tertentu. Bentuk yang banyak dipakai adalah melihat hubungan sebab-akibat. Dapat menanyakan proses terjadinya kondisi yang mungkin berperan bagi terjadinya gejala. Dapat meramalkan sesuatu yang akan terjadi berdasarkan berdasarkan prinsip dan generalisasi.

Dapat mentukan tindakan/keputusan tertentu dalam menghadapi situasi baru dengan menggunakan prinsip dan generalisasi yang relevan. Dapat menjelaskan alasan menggunakan prinsip dan generalisasi bagi situasi baru yang dihadapi. d. Pengkajian (Analysis) Analisis adalah abilited unutk merinci bahan menjadi bagian-bagian supaya struktur organisasinya mudah dipahami, atau bisa juga diartikan usaha memilih seuatu integritas menjadi unsur-unsur sehingga jelas hirarkinya (susunannya). Ananlisis meliputi indentifikasi bagian-bagian : mengkaji hubungan antara bagian-bagian, mengenali prinsip prinsip organisasi. Dalam tugas analisis siswa dituntut untuk menganalisis suatu hubungan/situasi yang komplek atas konsep-konsep dasar. Contoh: Siswa disuruh menerangkan apa sebab pada waktu mendung dan ada angin kencang, tidak segera turun hujan . Untuk membuat item tes kecakapan analisis perlu mengenal berbagai kecakapan yang termasuk klasipikasi analisis, yakni : Dapat mengklasifikasikan kata-kata fase-fase atau pertanyaan dengan menggunakan kriteria analisis tertentu. Dapat meramalkan sifat-sifat khusus tertentu yang tidak disebutkan secara jelas. Dapat meramalkan kualitas, asumsi atau kondisi yang implisit yang perlu ada berdasarkan kriteria dan hubungan materinya. Dapat mengetengahkan pola, tata, pengaturan materi dengan menggunakan kriteria semacam relevansinya, sebab akibat dan lain-lain. Dapat mengenal organisasi, prinsip-prinsip organisasi, dan pola-pola materi yang dihadapinya. Dapat meramalkan sudut pandangan, kerangka acuan, dan tujuan materi yang dihadapi. e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis adalah abilited mengkombinasikan bagian-bagian menjadi keseluruhan baru, yang menitikberatkan pada tingkah laku kreatif dengan cara memformulasikan pola dan struktur baru. Kemampuan ini melibatkan proses menyusun, menggulungkan bagian-bagian untuk dijadikan suatu keseluruhan. Berfikir sintesis adalah berfikir difergen, artinya pemecahan atau jawabannya belum dapat dipastikan. Kecakapan sintesis dapat diklarifikasikan menjadi beberapa tipe, yaitu : a. Kemampuan menemukan hubungan yang unit. Artinya menemukan hubungan unit-unit yang tak berarti dengan menambahkan satu unsur tertentu; kemampuan mengkomunikasikan gagasan, perasaan dan pengalaman dalam bentuk tuliasan, gambar dan lain sebagainya, misalnya kemampuan mengarang b. suatu Kemampuan menyusun rencana atau langkah-langkah operasi dari tugas yang diketengahkan, misalnya seorang anggota rapat

mengusulkan langkah-langkah urutan atau tahapan pembahasan dan penyelesaiannya c. lain-lain. f. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi adalah pemberian keputusan tentang nilai sesuatu yang mungkin dilihat dari tujuan, gagasan, cara bekerja, pemecahan, metode, dan lain-lain. Dilihat dari segi tersebut, maka dalam evaluasi perlu adanya suatu kriteria atau standar tertentu. Kecakapan evaluasi seseorang dapat dikatagorikan kedalam enam tipe, yaitu: a. b. dan c. Dapat memberikan evaluasi tentang ketepatan karya atau dokumen Dapat memberikan evaluasi satu sama lain antara asumsi, evidensi kesimpulan juga keajegan logika Dapat memahami nilai serta sudut pandang yang dipakai orang Kemampuan mengabstraksikan, proporsional, hipotesis, skema dan

dalam mengambil suatu keputusan

d. e. f.

Dapat mengevaluasi suatu karya dengan memperbandingkan Dapat mengevaluasi suatu karya dengan Dapat memberikan evaluasi tentang menggunakan kriteria suatu karya dengan

dengan karya lain yang revelan yang telah ditetapkan menggunakan sejumlah kriteria yang eksplisit. Mengevaluasi dalam aspek kognitif menyangkut masalah besar atau kecil yang didasarkan oleh dalil, hukum dan prinsip pengetahuan.

Struktur hipotesis oleh Bloom Evaluasi Sintesis Analisis Aplikasi Pemahaman Ingatan Inteaksi

Struktur yang ditemukan oleh Madaus dkk Evaluasi Analisis Sintesis

Aplikasi Pemahaman Ingatan

yang sifatnya linearInteraksi yang tidak seluruhnya linear Dengan memperhatikan aspek kejiwaan, ingatan, pemahaman dan aplikasi cocok diterapkan di SD, sedangkan analis dan sintesis baru dapat di tetapkan di SLTP SMU dan Perguruan Tinggi secara bertahap (Suharsini Arikunto, 2003:116121). 2.2 Evaluasi Hasil Belajar Ranah Psikomotorik Hasil belajar psikomotorik tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Ada enam tingkatan keterampilan, yakni :

a. Gerakan refleks (keterampilan pada gerakan yang tak sadar). b. Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar. c. Kemapuan perseptual, termasuk didalamnya membedakan audio dan visual d. Kemapuan dibidang fisik, misal kekuatan keharmonisan dan ketepatan e. Gerakan-gerakan skill mulai dari keterampilan sederhana sampai pada keterampilan yang kompleks f. Kemampuan yang berkenan dengan komunikasi non decursive seperti gerakan ekspresif. Hasil belajar yang dikemukakakan diatas sebenarnya tidak berdiri sendiri, tetapi selalu berhubungan satu sama lain, bahkan ada dalam kebersamaan seseorang yang berubah tingkat kognisinya. Sebenarnya dalam kadarnya tertentu telah berubah pula sikap dan prilalkunya. Carl Rogers berpendapat bahwa seseorang yang telah menguasai tingkat kognitif prilakunya sudah bisa diramalkan, ranah prilaku psikomotor dengan jenjang : 1. Persepsi, dengan kata kerja memulai melukiskan, mendeteksi, membedakan, mengenal, memisahkan dan memilih. 2. Kesiapan, dengan kata kerja memulai mempertentangkan, menjelaskan, memindahkan, bersukaria. 3. Respon terarah, dengan kata kerja memasang, mendirikan, menyesuaikan, membangun, membongkar, mempertontonkan, membedah, mengingatkan, membetulkan, menggiling dan memanaskan. 4. Mekanisme dan respon nyata yang kompleks. 5. Adaptasi, misal menyesuaikan, mengolah, mengatur kembali dan merevisi 6. Organisasi, penciptaan yang baru misalnya mengatur, mengkombinasikan, merancang dan memulai. Dalam proses belajar mengajar disekolah saat ini, tipe hasil belajar kognitif lebih dominan jika dibandingkan dengan tipe hasil belajar bidang afektif dan psikomotorik. meneruskan, menjawab, menunjukan, melalui dan

10

Jadi persoalannya bagaimana menjabarkan tipe hasil belajar sehingga jelas apa yang seharusnya dinilai. Tipe belajar ranah afektif berkenaan dengan perasaan, minat dan perhatian, keinginan, penghargaan dan lain-lain. Manakala seseorang dianggaap kepada objek tertentu, misal bagaimana sikap siswa pada waktu belajar disekolah, terutama pada waktu guru mengajar, sikap tersebut dapat dilihat dalam : Kemampuan untuk menerima pelajaran dari guru Perhatiannya terhadap apa yang dijelaskan oleh guru Keinginan untuk mendengarkan dan mencatat uraian guru Penghargannya terhadap guru itu sendiri Hasrat untuk bertanya kepada guru Sedangkan sikap setelah pelajaran selesai dapat dilihat dalam : Kemampuannya mempelajari bahan pelajaran lebih lanjut Kemampuannya untuk menerapkan hasil pelajaran yang dapat diberikannya Kondisi dan karakteristik diatas merupakan ciri dari hasil dan hasil belajar ranah afektif. Tipe hasil belajar ranah psikomotorik berkenaan dengan keterampilan belajar tertentu. 2.3 Pengembangan Evaluasi Kognitif Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni kognitif, afektif dan psikomotorik. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni : a. Pengetahuan atau ingatan (knowladge) b. Pemahaman (comprehension) c. Aplikasi (application) d. Analisis (analysis) atau kemampuan bertindak setelah ia menerima pengalaman

11

e. Sintesis (synthesis) f. Evaluasi (evaluation) Pada umumnya sistem penilaian (evaluasi) di sekolah-sekolah, kita sering terjebak hanya pada dua aspek pertama saja, yaitu pengetahuan dan pemahaman. Jarang sekali menyentuh aspek lainnya, hal tersebut yang membuat semacam kejenuhan pada siswa ketika melakukan tes. Masalah yang ditimbulkan ketika hanya menggunakan penilaian (evaluasi) kognitif hanya pada dua aspek tersebut saja, adalah kurang menyeluruhnya proses penilaian aspek kognitif anak didik. Sehingga tujuan awal yang ingin dicapai dari proses pendidikan itu kurang tercapai secara maksimal.

Kita dapat melakukan evaluasi (penilaian) terhadap ranah kognitif melalui beberapa cara diantaranya : 1. Tes lisan 2. Pilihan ganda 3. Uraian objektif 4. Uraian non objektif 5. Jawaban singkat 6. Menjodohkan 7. Portopolio Diantara beberapa macam tes evaluasi kognitif diatas, mungkin yang masih asing dalam telinga kita adalah penilaian portopolio. Adapun yang dimaksud dengan penilaian portopolio adalah penilaian dengan metode pengumpulan impormasi atau data secara sistematik atas hasil pekerjaan seseorang (Pophan, 1994). Portopolio merupakan kumpulan hasil belajar atau karya siswa (hasil-hasil tes, tugas perorangan dan praktikum) yang dinilai proses kemajuannya baik secara analitik, holistik atau kombinasi keduanya. Berfungsi sebagai alat untuk mengetahi kemajuan (progress) tentang kompetensi yang telah dicapai dan untuk mendiagnosis kesulitan belajar sebagai pengembangan evaluasi ranah kognitif, maka penilaian portopolio sebaiknya kita gunakan disamping tes-

12

tes yang sudah lazim digunakan, agar penilaian terhadap aspek kognitif anak didik itu dapat tercapai secara menyeluruh. 2.4 Pengembangan Evaluasi Psikomotorik Aspek psikomotorik adalah salah satu dari tiga ranah yang menjadi sasaran proses belajar mengajar. karena ini sering disebut sebangai sebuah aspek yang menunjukan keberhasilan seoarang siswa karena tatarannya tidak lagi berupa penghapalan teori-teori (kognisi) atau simpatik tidak simpatik dalam menggapi sebuah persoalan atau fenomena yang ia hadapi, tetapi lebih jauh siswa telah dapat menunjukan atau mengpraktekkan apa yang dia rasakan (efektirf) dan apa yang dia hafal dalam sebuah karya nyata. Inilah kiranya yang menjadi salah satu dasar pertimbangan di berlakukannya kurikulum berbasis kompetensi yang pada kenyataannya sangat memperhatikan penguasaan siswa terhadap materi yang disajikan dapat mengamalkan nilai-nilai (afektif) dan teori-teori (kognitif). Belajar hakikatnya adalah perubahan. Proses perubahan itu sendiri secara sederhana dapat dicapai dengan harapan tahu, ingin dan melakukan. Pada masa yang telah lampau perubahan sisi kognitif dianggap sebagai tolak ukur keberhasilan belajar seiring dengan tantangan zaman dan penelitian para ahli pendidikan, ternyata pengembangan kognisi (pengetahuan) merupakan suatu langkah awal yang paling dasar. Contohnya, ketika seorang siswa mengetahui bagaimana dalil Naqli dan dalil Aqli mengenai sifat Alloh SWT. Dengan pengetahuan secara jelas, misalnya guru menunjukkan laba-laba yang diam tetapi tetap mendapatkan rizqi walaupun makanannya adalah binatang yang punya ruangan besar untuk berkeliaran bahkan punya sayap (baca: serangga) sehingga menurut akal sanagat mungkin bagi serangga untuk melarikan diri dari laba-laba atau menghindari perangkapnya, tetapi tetap ada saja rizqinya, apalagi manusia yang punya akal dan kesempatan yang lebih besar daripada makhluk lain, hanya sejauh mana akal dan kesempatan itu dimanfaatkan. secara riil dalam arti siswa di anggap bisa menguasai materi ketika benar-benar ia telah

13

Setelah siswa mengalami, maka tahapan selanjutnya sangat mungkin sisi afektif siswa dijamah oleh guru. Contohnya dengan mengajarkan bahwa dari pelajaran laba-laba dapat diambil hikmah yaitu seorang sabar dan tawakal pasti dijamin oleh Allah, sikap sabar ditunjukkan dengan usaha yang maksimal dan doa. Penamaan nilai sebagaimana diakuai para praktisi pendidikan adalah tingkatan yang lebih sulit dalam arti transfer ilmu belaka. Seorang siswa yang telah melewati dua proses yaitu sudah tahu dan ingin tahu, maka ia telah memiliki potensi dasar (motivasi intrinsik) yang tumbuh dari hasil pembelajaran. Tidak menutup kemungkinan seorang siswa yang kuat akan mudah menuangkannya dalam langkah-langkah dan kebijakkannya. Berkenaan dengan kemampuan psikomotorik sebagai tolak ukur keberhasilan belajar siswa dan guru, sekolah. Evaluasi dengan diperlukan sebagai bagian dari usaha mengetahui secara objektif demi menentukan kebijakan dalam usaha mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kita mafhum bahwa evaluasi psikomotorik akan berbeda dengan evaluasi kognitif atau afektif. Hal ini dikarenakan objeknya yang berbeda, namun tetap dikalkulasikan dalam bentuk penilaian angka-angka. Evaluasi sisi kognitif diantaranya dilakukan dengan test sumatif atau test lisan seperti post test. Maka evaluasi psikomotorik dilakukan cara merealisasikan materi seperti Micro Teaching, PPL, KKN, dan lain-lain. Semuanya ditujukan untuk mengetahui aplikasi dari dalam menerapkan kemampuan afektif dan kognitif dengan standarisasi yang telah ditentukan contoh insrument untuk mengamati ketrampilan praktek memasak. Contoh : Nama : Asep Kelas : V. B No 1 2 3 keterangan Terampil menyiapkan alat Tekun dalam bekerja Menggunakan waktu sangat efektif 1 2 Skor 3 4 5 6

14

4 5 6 7

Mampu bekerja sama Memeperehatikan keserlamatan bekerja Memperhatikan keberhasilan Hasil masakan enak Keseluruhan hasil sesuai dengan skor yang diperoleh untuk Asep ini

adalah : 5+3+2+3+3+5+4 = 25 =3,37 7 7

DAFTAR PUSTAKA Arikanto,Suharsimi,2003.Dasar-dasar evaluasi Pendidikan.Jakarta:Bumi Aksara Faturahman, Pupuh,2001.Sistem Belajar Mengajar.Bnandung:Tunas Nusantara Hamalik,Oemar,1980, Mengajar,Asas, Metode, Teknik jilid 2.Bandung:Pustaka Martiana Hamalik Oemar,1995, Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta:Bumi Aksara Sujana,Nana,2002. Penilaian Hasil PBM. Bandung : Rosda Karya Tafsir,Ahmad,1999.Metodologi Pengajaran Agama Islam.Bandung:Rosda Karya

15

16

You might also like