You are on page 1of 16

PROPOSAL PENELITIAN TINDAKAN KELAS UPAYA MENINGKATKAN PEMAHAMAN MATERI IPA TENTANG CAHAYA PADA SISWA KELAS V SDN

GUNUNGSARI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY

Disusun Oleh :

Nama NIM

: Febri Busianto : 09141081

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN IKIP PGRI MADIUN 2012

KATA PENGANTAR Doa dan puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah serta inayah-Nya sehingga saya dapat menulis Proposal Penelitian Tindakan Kelas yang berjudul Upaya Meningkatkan Pemahaman Materi IPA Tentang Cahaya Pada Siswa Kelas V SDN Gunungsari Melalui Model Pembelajaran Discovery, dengan lancar. Proposal ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Penelitian Tindakan Kelas.Saya menyusun proposal ini berpanduan pada berbagai sumber yang telah saya peroleh dari buku dan internet. Penyusun dengan rendah hati menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tidak lepas dari kesalahan atau kekurangan bahkan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dan demi terwujudnya perbaikan dan penyempurnaan makalah ini dimasa akan datang. Besar harapan penyusun agar laporan ini dapat pengembangan ilmu pengetahuan. bermanfaatnya dalam

Madiun,10 November 2012

Penyusun

DAFTAR ISI
Halaman Judul ................................................................................................. i Kata Pengantar ................................................................................................ ii Daftar Isi ......................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ..................................................................................... 1 B. Identifikasi Masalah ............................................................................. 2 C. Analisis Masalah .................................................................................. 3 D. Rumusan Masalah ................................................................................ 3 E. Tujuan Penelitian .................................................................................. 3 F. Manfaat Penelitian ................................................................................ 3 BAB II KAJIAN TEORI 1. Landasan Teori ..................................................................................... 5 2. Kerangka Berfikir ................................................................................. 8 3. Hipotesis ............................................................................................... 9 BAB III METODE PENELITIAN A. Subyek Penelitian ................................................................................. 10 B. Rancangan Penelitian ........................................................................... 10 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 13

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Setiap warga Negara Indonesia mempunyai hak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran. Pendidikan yang diperoleh dapat terjadi baik secara formal, informal maupun non formal. Pendidikan yang terjadi dalam lingkungan sekolah sering disebut dengan pendidikan formal, sebab sudah memiliki rancangan pendidikan berupa kurikulum tertulis yang tersusun secara jelas dan rinci. Pendidikan di sekolah sebagian besar terjadi dalam kelas dan lingkungan sekolah, dan sebagian kecil terjadi di lingkungan masyarakat. Dalam pendidikan terdapat beberapa komponen penting. Dimana komponen-komponen tersebut saling berkaitan antara komponen satu dengan komponen yang lainnya. Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang memungkinkan terjadinya interaksi antara pendidik, peserta didik, alat / media dan lingkungan belajar. Dengan adanya interaksi yang baik antara pendidik, peserta didik, alat / media dan lingkungan belajar, maka tujuan pembelajaran akan tercapai secara optimal. Dalam hal ini guru dituntut aktif, kreatif dan inovatif serta mempunyai kemampuan untuk merencanakan dan melaksanakan program pembelajaran. Pembelajaran IPA dianggap mempunyai materi yang sulit karena

terdapat banyak istilah latin. Sebagian besar guru dalam menyajikan pelajaran IPA kepada siswa menggunakan model pembelajaran dan metode yang monoton, tidak bervariasi. Padahal pembelajaran IPA seharusnya menarik dan memyenagkan bagi siswa, karena sebagian besar materi IPA terdapat disekitar siswa. Misalnya materi tentang tumbuhan, perkembangbiakan, gaya, magnet, lingkungan, panas dan lain sebagainya. Selain itu alat peraga / media pembelajaran IPA juga dapat ditemukan disekitar siswa. Kegiatan pembelajaran IPA dapat diikuti secara aktif oleh siswa melalui eksperimen, pengamatan bahkan dengan penemuan. Disini bukan guru yang berceramah, bercerita, dan mendominasi kegiatan belajar, sehingga mampu menumbuhkan motivasi siswa untuk belajar. Dengan demikian tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal.

Tolok ukur keberhasilan guru adalah apabila siswa mampu memahami dan menguasai materi yang disampaikan yang diukur dari hasil tes baik tertulis maupun lisan untuk mendapatkan informasi dari hasil pembelajaran Seorang guru akan melaksanakan tindak lanjut setelah melaksanakan evaluasi baik pengayaan maupun remedial. Hal ini bertujuan untuk mencapai tujuan pembelajaran secara optimal. Dari hasil tes formatif mata pelajaran IPA kelas V tentang cahaya, hanya 9 dari 26 siswa yang mencapai ketuntasan belajar hanya 70 %. Berdasarkan data di atas penulis ingin meningkatkan pemahaman siswa tentang materi pelajaran dengan melakukan perbaikan pembelajaran melalui PTK ( Penelitian Tindakan Kelas ) yang dilaksanakan dengan teman sejawat dan supervisor.

B. Identifikasi Masalah. Dari hasil tes formatif mata pelajaran IPA kelas V tentang cahaya hanya 9 siswa dari 26 siswa yang mencapai tingkat pemahaman dan penguasaan materi 70 % keatas. Dari data tersebut ternyata selama proses pembelajaran berlangsung terlihat siswa kurang memperhatikan, kurang termotivasi untuk belajar, tidak mau bertanya pada guru dan sulit menangkap pelajaran. Berdasarkan data yang diperoleh diatas tersebut, peneliti akan

memperbaiki proses pembelajaran melalui PTK untuk + meningkatkan pemahaman materi dan motivasi serta hasil belajar siswa. Untuk mengidentifikasi permasalahan dari proses pembelajaran yang dilaksanakan, peneliti minta bantuan teman sejawat dan supervisor. Dari hasil pengamatan teman sejawat dan supervisor ditemukan beberapa permasalahan yaitu : 1. Kurangnya motivasi siswa untuk belajar. 2. Siswa kurang memperhatikan penjelasan guru. 3. Siswa tidak mau bertanya kepada guru. 4. Siswa sulit menangkap materi pelajaran. 5. Pemahaman dan penguasaan siswa terhadap materi rendah.

C. Analisis Masalah Dari beberapa permasalahan yang teridentifikasi, peneliti tertarik pada pemahaman dan penguasaan siswa terhadap materi dan hasil belajar siswa yang rendah. Peneliti dan teman sejawat serta supervisor berdiskusi dan ditemukan bahwa penyebab pemahaman dan hasil belajar rendah adalah 1. Guru hanya bercerita. 2. Guru kurang variatif dan monoton dalam menyampaikan materi. 3. Tidak digunakannya alat peraga / media. 4. Guru tidak memotivasi siswa. 5. Siswa merasa bosan. 6. Siswa tidak aktif dalam pembelajaran dan hanya sebagai pendengar setia. 7. Guru tidak memberikan kesempatan pada siswa untuk bertanya. 8. Siswa merasa takut dalam menyampaikan ide.

D. Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah dan hasil analisis yang dilakukan peneliti serta masukan teman sejawat dan bantuan supervisor maka ditemukan rumusan masalahnya yaitu Apakah dengan model pembelajaran discovery dapat meningkatkan pemahaman materi IPA tentang cahaya pada siswa kelas V SDN Sigedong Semester II tahun pelajaran 2008 / 2009 ?

E. Tujuan Penelitian Peneliti melaksanakan perbaikan pembelajaran yang merupakan tindak lanjut setelah pelaksanaan proses pembelajaran. Hal ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran discovery terhadap peningkatan pemahaman siswa.

F. Manfaat Penelitian Penelitian ini memberikan manfaat baik bagi peneliti, siswa maupun sekolah. 1. Manfaat bagi peneliti : a. Dapat memperbaiki proses pembelajaran yang dikelolanya.

b. Dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. c. Dapat memperbaiki kinerja. d. Dapat menambah rasa percaya diri. 2. Manfaat bagi siswa : a. Motivasi belajar siswa meningkat. b. Meningkatkan keaktifan siswa dalam belajar. c. Meningkatkan pemahaman dan penguasaan materi pelajaran. d. Merangsang siswa untuk mengungkapkan ide. e. Prestasi belajar siswa meningkat. 3. Manfaat bagi sekolah : a. Memotivasi guru lain untuk melaksanakan model pembelajaran yang bervariasi. b. Meningkatkan mutu pendidikan di sekolah. c. Meningkatkan proses pembelajaran di sekolah.

BAB II KAJIAN TEORI

A. Landasan Teori Seiring terdengar keluhan dari para guru di lapangan tentang materi yang terlalu banyak dan kekurangan waktu untuk mengajarkannya semua, apalagi menerapkan inovasi-inovasi dalam pembelajaran bidang studi dalam kelas. Keadaan ini berlaku juga dalam pembelajaran IPA. IPA SD bukan hanya sekedar mengetahui materi IPA yang bersifat hafalan, tetapi pengajaran yang memberikan konsep dalam mengembangkan cara berfikir yang sehat berdasarkan kaidah-kaidah IPA. Dalam mempelajarinya tidaklah semua dapat dijelaskan dengan kalimat namun harus melalui kegiatan pengolahan informasi yang menemukan kebutuhan-kebutuhan untuk mengenal dan menjelaskan gejala yang ada di lingkungan sekitar. Kegiatan ini meliputi pembentukan konsep-konsep yang dihasilkan melalui pengabstraksian dari kesamaan kejadian-kejadian dan pengalaman-pengalaman. Peran guru dalam upaya membangun konsep peserta didik sangat diperlukan untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Untuk dapat menciptakan out put yang cakap dan handal, profesi guru harus mau menggali dan mengimplementasikan model pembelajaran. Model pembelejaran harus mampu melibatkan peran aktif siswa dalam mengkonstruksi

pengetahuannya sendiri secara bermakna, menunjukkan keterkaitan konsep konsep atau gagasan-gagasan antar siswa dalam mengkonstruksikan pengetahuan dan mengaitkan gagasan siswa, hal tersebut sesuai dengan pandangan konstruktivisme. Menurut rujukan konstruktivisme, setiap orang yang belajar sesungguhnya membangun pengetahuannya sendiri. Keberhasilan belajar siswa tidak hanya bergantung pada lingkungan atau kondisi belajar, tetapi juga pada pengetahuan awal siswa. Dalam belajar melibatkan pembentukan makna oleh siswa dari apa yang mereka lakukan, lihat dan dengar. ( West dan Pines, 1985 ). Pengetahuan tidak dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke siswa, namun secara aktif dibangun siswa melalui pengalaman nyata mereka. Senada

dengan pernyataan ini, belajar IPA merupakan proses konstruktif yang menghendaki partisipasi aktif dari siswa ( Piaget dalam Dohar,1996 ), sehingga pesan guru berubah, dari sumber dan pemberi informasi menjadi pendiagnosis dan fasilitator belajar siswa. Pembelajaran IPA harus dirancang sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai secara maksimal. Rancangan pembelajaran disebut juga model pembelajaran. Model pembelajaran dapat digunakan sebagai suatu rencana atau kerangka untuk merancang mekanisme pengajaran yang bermakna. Pembentukan makna merupakan suatu proses aktif yang terus berlanjut.Maka agar pembelajaran IPA menjadi bermakna, diperlukan adanya konteks ekologi konsepsi yang sesuai, misalnya rasa tidak puas pada anak atas gagasan yang dimilikinya, gagasan baru yang dapat dimengerti ( intelligible), konsepsi baru yang masuk akal (phosible) dan konsepsi baru yang bermanfaat ( fruitfull). Seperti tertulis pada awal paragraf bahwa, dalam proses belajar anak membangun pengetahuannya sendiri dan memperoleh banyak pengetahuan di luar sekolah ( Dohar, 1986:160 ). Oleh karena itu, setiap siswa akan membawa konsepsi awal mereka yang diperoleh selama berinteraksi dengan lingkungan dalam kegiatan belajar mengajar. Dalam beberapa penelitian ditemukan bahwa seseorang akan mengingat dan menggunakan kembali pengetahuan yang diperoleh, apabila pengetahuan tersebut dari upaya mengkonstruksi sendiri. ( Mc Namara dan Healy, 1995 ). Belajar melalui pengalaman ( learning by doing ) dalam bentuk eksplorasi dan memanipulasi akan menjadikan sesuatu yang dipelajari diingat untuk waktu yang lama (Long term memory). Dan khususnya bagi anak-anak usia sekolah dasar, sesuai dengan tahap perkembangannya. Mereka lebih mudah memahami sesuatu fenomena melalui pengalaman kongkrit, dibandingkan hanya mendengar dari guru atau membaca materi pelajaran. Dari beberapa uraian di atas peneliti berpendapat bahwa untuk lebih memudahkan pemahaman siswa dalam pelajaran IPA, peneliti menggunakan model pembelajaran penemuan ( Discovery learning ). Adapun pengertian model pembelajaran penemuan ialah suatu rencana atau kerangka yang dapat digunakan untuk merancang mekanisme pengajaran yang bermakna dalam mengkonstruksi

pengetahuan siswa itu sendiri.Agar belajar siswa menjadi bermakna maka, diperlukan adanya konteks ekologi konsepsi yang sesuai, misalnya rasa tidak puas pada anak atas gagasan yang dimilikinya, gagasan baru yang dapat dimengerti ( intelligible), konsepsi baru yang masuk akal (phosible) dan konsepsi baru yang bermanfaat ( fruitfull). Model pembelajaran menemukan ( Discovery Learning ) memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dengan lingkungan fisik ataupun sosialnya. Siswa berkesempatan untuk mengungkapkan gagasannya secara eksplisit dengan menggunakan bahasa siswa sendiri, berbagai gagasan dengan temannya, dan mendorong siswa memberikan penjelasan tentang gagasannya. Melalui pengalamannya siswa dapat berpikir kreatif, imajinatif, mendorong refleksi teori dan modul, dan mengenalkan gagasan-gagasan SAINS pada saat yang tepat. Kegiatan mencoba-coba gagasan baru dapat mendorong siswa untuk memperoleh kepercayaan diri dengan menggunakan berbagai konteks baik yang telah dikenal maupun yang baru, hingga akhirnya memotivasi siswa untuk menggunakan berbagai strategi belajar secara mandiri. Disamping itu, lingkungan belajar yang kondusif dapat mendorong siswa mengungkapkan gagasan, saling menyimak dan menghindari kesan selalu ada satu jawaban yang benar. Jadi dengan model pembelajaran discovery ini guru hanya membantu siswa dan bertugas menciptakan suatu konflik terhadap siswa untuk mengungkapkan atau mengemukakan gagasannya, dan memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan eksperimen, observasi atau membaca melalui interaksi sosial. Adapun menurut Brunner model pembelajaran penemuan dianggap sesuai dengan hakiki manusia yang mempunyai sifat untuk selalu ingin mencari ilmu pengetahuan secara aktif, memecahkan masalah dan informasi yang diperolehnya, serta akhirnya akan mendapatkan pengetahuan yang bermakna. Model pembelajaran penemuan dipandang sebagai suatu proses pembelajaran yang terjadi apabila siwa tidak diberikan dengan konsep atau teori, melainkan siswa sendiri yang harus mengelola dan melakukan penemuan sehingga dapat menemukan konsep atau teori itu.Hal ini mensyaratkan siswa untuk menemukan hubungan-hubungan diantara informasi yang ada. Menurut Brunner, tujuan pembelajaran penemuan bukan hanya untuk memperoleh

pengetahuan saja melainkan untuk memberikan motivasi kepada siswa, melatih kemampuan berpikir intelektual, dan merangsang keingin tahuan siswa. Brunner mengemukakan bahwa proses pembelajaran di kelas bukan untuk menghasilkan perpustakaan hidup untuk suatu subyek keilmuwan tetapi untuk melatih siswa berpikir secara kritis untuk dirinya, mempertimbangkan halhal yang ada disekelilingnya, dan berpartisipasi secara aktif didalam proses

mendapatkan pengetahuan. Disini jelas bahwa proses pembelajaran yang dianjurkan oleh Brunner merupakan proses pembelajaran dimana siswa secara aktif mencari sendiri pengetahuan yang diinginkan. Satu ciri utama dari proses pembelajaran penemuan ini adalah keterlibatan guru yang jauh lebih sedikit dibandingkan dengan metode pembelajaran lainnya. Tetapi hal ini tidak berarti bahwa seorang guru terbebas dari pemberian bimbingan terhadap siswa saat diberikan masalah yang harus dipecahkan. Secara singkat, Brunner memberikan tiga ciri utama pembelajaran penemuan, yaitu : a. Keterlibatan siswa dalam proses belajar. b. Peran guru adalah sebagai seorang penunjuk dan pengarah bagi siswanya yang mencari informasi. Jadi guru bukan sebagai penyampai informasi. c. Umumnya dalam proses pembelajaran digunakan barang-barang nyata. Dengan demikian, melalui model pembelajaran menemukan ( Discovery learning ) proses belajar mengajar dapat terjadi secara baik. Dalam proses pembelajaran menemukan ini, akan terjadi interaksi antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, maupun siswa dengan lingkungan secara aktif. Oleh karena itu, pemahaman siswa lebih optimal dan tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan maksimal.

B. Kerangka Berpikir Dari kajian teori yang peneliti paparkan di atas,dapat peneliti garis bawahi bahwa untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran IPA model pembelajaran yang sesuai adalah model pembelajaran penemuan ( Discovery Learning ). Dalam proses pembelajaran penemuan dapat

terjadi interaksi yang baik antara pendidik, peserta didik dan lingkungan. Dengan demikian pemahaman siswa dapat meningkat dan tujuan pembelajaran tercapai. Hal ini dikarenakan siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran, memecahkan masalah dan memperoleh informasi yang diinginkan, serta akhirnya akan mendapatkan pengetahuan yang bermakna.

C. Hipotesis. Setelah melalui kajian teori dan kerangka berpikir diatas, dapat peneliti rumuskan bahwa penggunaan model pembelajran penemuan ( Discovery Learning ) dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang cahaya pada materi pembelajaran IPA. Hal ini dikarenakan dalam pembelajaran penemuan terjadi interaksi aktif antar komponen pendidikan dalam proses pendidikan.

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

A. Subyek Penelitian Tempat Mata Pelajaran Kelas Karakter Siswa : SDN Gunungsari Madiun : Ilmu Pengetahuan Alam : V ( lima ) : Siswa Laki-laki 10 siswa Siswa Perempuan 16 siswa

B. Rancangan Pembelajaran 1. Siklus I a. Perencanaan Tindakan. 1. Mengidentifikasi dan merumuskan masalah. 2. Merancang dan menyusun Rencana Pembelajaran Perbaikan I yang dapat memotivasi siswa. 3. Menyusun alat evaluasi. 4. Menyiapkan perangkat observasi baik untuk guru maupun siswa.

b.

Pelaksanaan Tindakan. Dalam pelaksanaan perbaikan pembelajaran ini, peneliti bekerjasama

dengan Bp Sukatman S.Pd selaku guru pembimbing untuk mengamati dan mengumpulkan data tentang pelaksanaan pembelajaran. Adapun langkah-langkah yang ditempuh adalah : 1. Guru mengawali pelajaran dengan mengucap salam, mengabsen siswa dan memberi apersepsi untuk memotivasi siswa. 2. Guru menjelaskan tujuan yang akan dicapai setelah pembelajaran. 3. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok. 4. Guru memberi penjelasan dan pengarahan terhadap siswa tentang tugas yang akan dikerjakan. 5. Siswa melaksanakan tugas dalam kelompok untuk berdiskusi. 6. Tiap kelompok menulis hasil pengamatan dipapantulis.

7. Tiap kelompok diberi kesempatan untuk memberikan tanggapan terhadap hasil pengamatan kelompok lain. 8. Guru membimbing siwa untuk menarik kesimpulan dari hasil percobaan. 9. Guru memberikan kesempatan siswa umtuk bertanya. 10. Guru melakukan pemantapan materi dan evaluasi. 11. Hasil evaluasi dianalisis bersama teman sejawat. Perbaikan pembelajaran dilaksanakan sesuai dengan masalah yang dihadapi yaitu rendahnya pemahaman siswa terhadap materi pelajaran IPA tentang cahaya. Kegiatan yang menjadi perhatian dalam perbaikan pembelajaran adalah mengusahakan agar siswa aktif terlibat langsung dalam pembelajaran dengan melakukan percobaan. Hal ini untuk memberi kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan, ide dan menyimpulkan hasil percobaannya sendiri. Dengan demikian pemahaman siswa meningkat dan daya ingat siswa tertanam dalam waktu yang lama. Berkaitan dengan hal tersebut, peneliti meminta bantuan teman sejawat untuk mengamati tindakan perbaikan yang sedang

dilaksanakan guna memperoleh data sehingga dapat diketahui berhasil atau tidaknya tindakan kelas yang dilaksanakan. c. Observasi Berdasarkan masalah dalam pembelajaran bahwa tingkat pemahaman materi rendah, maka tindakan untuk mengatasinya adalah dengan kegiatan untuk mengaktifkan siswa dalam pembelajaran melalui model pembelajaran penemuan. Siswa diberi kesempatan untuk menemukan sendiri masalah yang dihadapi melalui percobaan. Sebagai indikator keberhasilan perbaikan pembelajaran pada siklus I adalah : 1. 2. 3. 4. 5. Siswa aktif dalam proses pembelajaran. Siswa senang mengikuti pelajaran. Siswa termotivasi untuk belajar. Siswa berani untuk menyampaikan ide-idenya. Siswa dapat mengerjakan tugas.

d.

Refleksi. Berdasarkan data yang diperoleh dan diskusi dengan teman sejawat,

pelaksanaan perbaikan pada siklus I sudah mengalami beberapa kemajuan dengan siswa aktif dalam pembelajaran dan pemahaman materi meningkat dengan tercapainya nilai rata-rata 7.4. Nilai rata-rata perbaikan pembelajaran siklus I. Setelah diadakan perbaikan pembelajaran siklus I pada siswa, ternyata masih ada kekurangan diantaranya : 1. 2. 3. Masih ada siswa yang pasif dalam pembelajaran. Beberapa siswa belum dapat menjawab pertanyaan dari guru. Ada 4 siswa yang belum mencapai nilai ketuntasan yaitu 7.0.

DAFTAR PUSTAKA
Andayani, dkk (2008) . Pemantapan Kemampuan Professional. Jakarta:

Universitas terbuka. Depdiknas, (2006) . KTSP Kelas V. Jakarta ; Depdiknas. Depdiknas. (2006) . Silabus SD Kelas V . Temanggung: Depdiknas. Nasution Noehi, dkk. (2004). Pendidikan IPA di SD. Jakarta: Universitas Terbuka. Sutarno Nomo, dkk. (2008). Materi dan Pembelajaran IPA SD. Jakarta:

Universitas Terbuka. Taufik Agus, dkk. (2007). Pendidikan Anak SD. Jakarta: Universitas Terbuka.

You might also like