You are on page 1of 17

STRATEGI PROGRAM KEAKSARAAN FUNGSIONAL SEBAGAI SALAH SATU MODEL PEMBERANTASAN BUTA AKSARA

A. Latar Belakang
Salah satu aspek penentu dalam keberhasilan pembangunan suatu bangsa adalah dilihat dari tingkat keaksaraan penduduknya, yaitu dimana kebutahurupan merupakan salah satu indikator untuk menetapkan tingkat pembangunan sumber daya manusia/Indek Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Indeks (HDI). Berdasarkan hasil penilaian program pembangunan PBB (UNDP) pada tahun 2002, bahwa Indonesia tingkat HDI/IPMnya menduduki peringkat ke 110 di bawah Vietnam (109), Cina (96), Filipina (77), Thailand (70), dan Malaysia (59). Ini artinya di kawasan Asia Tenggara saja bangsa Indonesia menduduki peringkat terakhir dari negara-negara yang di survey oleh badan dunia tersebut. Hal tersebut sesuai berdasarkan hasil survey Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2000 bahwa penduduk Indonesia yang masih menyandang buta huruf ada sejumlah 18.682.765 orang, dimana sebanyak 5.956.462 orang berusia 10 44 tahun dan diantara angka tersebut 64,07 % adalah perempuan. Sebetulnya jumlah orang yang buta huruf tersebut merupakan modal potensial pembangunan bangsa, apabila dibina dan dididik atau dibelajarkan melalui program Keaksaraan Fungsional. Hal ini bukan berarti pemerintah dan masyarakat tidak memberikan pelayanan pendidikan pada mereka. Banyal hal yang mempengaruhi mengapa timbulnya sebagian masyarakat yang buta huruf, diantaranya : a. Tiap tahun masih banyak anak yang putus sekolah dasar kelas I, II dan III sehingga menjadi buta huruf kembali. b. Masih ada warga masyarakat yang karena berbagai hal, tidak dapat mengikuti sekolah terutama dikarenakan faktor ekonomi dan geografis. c. d. Adanya sebagian masyarakat yang buta huruf kembali dikarenakan kurang intensif dalam pemeliharaan keaksaraannya. Akibat resesi ekonomi yang melanda negara kita, mengakibatkan jumlah penduduk miskin bertambah jumlahnya, kemiskinan akan menimbulkan kebodohan dan rendahnya kedewasaan dalam berfikir dan bertindak, sehingga manfaat dan keyakinan akan pentingnya pendidikan (khususnya dalam membaca, menulis dan berhitung) terabaikan.

B. Dasar
1. Undang Undang Nomor 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2. Undang Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintag Daerah (Lembaga Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839). 3. Undang Undang Nomor 25 Tahun 1999, tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah (Pusat) dan Daerah (Lembaran Nedara Nomor 206) 4. Peraturan Pemerintah Nomor 73 tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Sekolah 4. Keputusan Mendikbud Nomor 055/U/2001, tentang Penyusunan Standar Pelayanan Minimal Penyelenggaraan Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda. 5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonomi (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952) C. Sasaran dan Masalah di lapangan Sebagaimana diketahui sasaran pokok program keaksaraan fungsional adalah masyarakat yang buta huruf murni, drop out SD kelas I, II dan III, Usia diprioritaskan antara 10 sampai 44 tahun, terbelakang dan masyarakat miskin. Botkin (1984) seperti dikutif dari D. Sudjana (2000) mengkatagorikan masyarakat buta huruf masuk ke dalam dunia kelima setelah masyarakat miskin (dunia ke-4) dan masyarakat yang sedang berkembang (dunia ke-3). Permasalahan yang sering dihadapi masyarakat tersebut diatas, adalah : (1) ketidakpahaman tentang pentingnya pendidikan untuk kemajuan kehidupan (baik dibidang kesehatan, HAM, demokratisasi, lingkungan hidup dan lain-lain) dan (2) penyelenggara program kesulitan untuk menarik perhatian dan melibatkan mereka dalam pelaksanaan program. Bertolak dari permasalahan diatas, penyelesaian buta huruf tersebut mutlak harus dituntaskan dan diprioritaskan. Karena buta huruf erat kaitannya dengan masalah kebodohan, kemiskinan, keterbelakangan dan ketidakberdayaan. Agar pelaksanaan pemberantasan buta akasara ini dapat memenuhi hasil yang diharapkan, maka perlu dibentuk suatu program baru yang mampu menjembatani antara kebodohan (buta huruf) dan kemiskinan menjadi mampu baca, tulis, hitung dan sekaligus mampu berusaha mencari nafkah minimal untuk kehidupan dirinya dan keluarganya, yaitu Program Keaksaraan Fungsional.

D. Pengertian Program Keaksaraan Fungsional


Keaksaraan Fungsional adalah merupakan suatu pendekatan atau cara untuk mengembangkan kemampuan warga belajar dalam menguasai dan menggunakan keterampilan menulis, membaca, berhitung, berfikir, mengamati, mendengar, dan berbicara yang berorientasi pada kehidupan sehari-hari dengan memanfaatkan potensi yang ada dilingkungan sekitar warga belajar.

E. Tujuan
Melalui program keaksaraan fungsional ini, diharapkan warga belajar dapat : 1. Meningkatkan pengetahuan membaca, menulis dan berhitung serta keterampilan fungsional untuk meningkatkan tarap hidup warga belajar 2. Menggali potensi dan sumber-sumber kehidupan yang ada di lingkungan sekitar warga belajar, untuk memecahkan masalah keaksaraannya. Berdasarkan keterangan diatas, maka disini akan dibahas beberapa perbedaan penyelenggraan antara program paket A PBH dengan program Keaksaraan Fungsional. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

PERBANDINGAN PENDEKATAN PROGRAM PAKET A PBH DENGAN KEAKSARAAN FUNGSIONAL


NO ASPEK PAKET A PBH 1 Asumsi tentang Dianggap BH WB WB Pasif 2 Orientasi pelaksanaan KEAKSARAAN FUNGSIONAL Memiliki pengetahuan,pengalaman, ide dan informasi WB lebih aktif Berpusat pada buku & tutor Pemenuhan minat dan kebutuhan belajar WB WB hanya menerima informasi Tidak berorientasi pada pemecahan Program dilaksanakan berdasarkan ide, pengalaman,pengetahuan, cita-cita, masalah WB

4 5

8 9 10 11 12

Ide dan minat WB tidak tersalurkan minat, kebutuhan dan belajar mencari Menyalin informasi dari buku Paketsumber-sumber pemechan sendiri WB menulis informasi dari pengalaman A sendiri Bahan belajar Modul Paket A 1 s.d A 100 Dari kehidupan sehari-hari Dari TBM/perpustakaan dan dari dinas instansi Daripengalaman/permasalahan/ucapan/ tulisan WB sendiri Kurikulum Tersedia pada program (bukuBerdasarkan minat dan kebutuhan WB pelajaran) Dibuat bersama antara WB dan tutor Kegiatan menulis Menyalin tulisan tutor / dari Menulis dari pikiran sendiri buku modul Menulis sesuai dengan kegiatan seharihari Kegiatan membaca Dimulai dari abjad-suku kata- Dimulai dari informasi yang berasal kata-kalimat dari WB, kemudian membelajarkan membaca kalimat-letak kata-suku katahuruf Kegiatan berhitung Sesuai yang ada di buku modul Disesuaikan dengan kegiatan seharihari ( dipasar, disawah, dikebun, di pudkesmas dll) Kegiatan Terpisah dengan kegiatan Keterampilan integral dengan keterampilan calistung calistung Jumlah 30-40 orang Maksimal 10 orang/kelompok WB/kelompok Sistem pelaksanaan Top Down Bottom-Up Tutor Dilatih selama 3 hari Dilatih selama 5 hari Tugas tutor mengajar Tugas tutor menjadi fasilitator Evaluasi Keterampilan calistung Keterampilan calistung (berdasarkan pada buku paket ) Kemampuan fungsional Evauasi dilaksanakan sebelum, selama dan setelah proses

Dari uraian perbedaan tersebut diatas, dapat dilihat keunggulan dari program keaksaraan fungsional, sehingga diharapkan dapat mempercepat penuntasan buta huruf dan tidak akan terjadi masyarakat yang kembali buta huruf karena tidak memfungsikan keaksaraannya pada kehidupan sehari-hari.

F. Tingkat Keaksaraan Fungsional


Ada tiga tingkatan dalam Keaksaraan Fungsional, yaitu : 1. Tingkat Keaksaraan Dasar / Tingkat Pemberantasan

Cirinya adalah bahwa WB belum mengenal semua huruf, belum bisa merangkai kata dengan lancar dan belum mengerti arti sebuah kalimat (buta hurup murni). Tapi sudah mempunyai pengetahuan dan pengalaman dalam kegiatan pembelajaran. 2. Tingkat Keaksaraan Lanjutan / Tingkat Pembinaan WB sudah bisa menulis dan membaca secara sederhana tetapi belum lancar dikarenkan jarang digunakan pada kehidupan sehari-harinya.

3. Tingkat Keaksaraan Mandiri / Tngkat Peletarian WB sudah mempunyai sikap untuk terus belajar secara mandiri.Dapat memecahkan masalah keaksaraannya yang dihadapi dan dapat mencari informasi serta nara sumber sendiri untuk mengembangkan kemampuannya.

G. Prinsip Keaksaraan Fungsional


Ada 4 prinsip utama dalam pendekatan pembelajaran melalui keaksaraan fungsional yaitu : 1. Kontek lokal : artinya kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan, berdasarkan pada minat dan kebutuhan warga belajar berkaitan dengan potensi yang ada di sekitarnya. Untuk mengetahui konteks lokal tersebut di atas, perlu dilakukan observasi lingkungan keaksaraan. Tutor dan warga belajar perlu mengobservasi lingkungan sekitarnya, guna mencari dan mengumpulkan informasi untuk kegiatan belajarnya. Observasi lingkungan keaksaraan bertujuan untuk mencari potensi, masalah-masalah, dan sumber-sumber pemecahannya yang berkaitan dengan situasi, kondisi, warga belajar. Kegiatan ini dapat dilakukan dalam bentuk; 1) tutor dan warga belajar mengunjungi masyarakat sekitar, 2) mengujungi, memanfaatkan Taman Bacaan Masyarakat sekitar, 3) mengunjungi instansi, organisasi atau kantor-kantor terkait, 4) mengunjungi dan memanfaatkan perpustakaan keliling, 5) mengunjungi Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) dan 6) memanfaatkan bahan bacaan yang ada di rumahnya sendiri (Depdikbud, 1998:13). 2. Desain lokal : penetapan kurikulum sendiri, tutor dalam merancang proses pembelajaran berdasarkan desain lokal yang bersumber dari minat, kebutuhan, masalah kenyataan yang ada pada warga belajar, tutor bersama warga belajar membuat kurikulum sendiri yang mudah dan

fleksibel berdasarkan kesepakatan bersama. Kurikulum dalam program keaksaraan fungsional adalah semacam rencana belajar, yang intinya adalah bagaimana membantu warga belajar dan tutor mencari dan menulis informasi untuk menyusun, menetapkan dan melaksanakan kegiatan belajar berdasarkan kebutuhan lokal. Proses kegiatan ini dapat dilakukan melalui kegiatan diskusi antara warga belajar dan tutor untuk menetapkan :1) pokok bahasan yang ingin dipelajari, prioritas pokok bahasan yang diinginkan, 2) cara atau strategi pembelajaran yang akan digunakan, 3) langkah-langkah kegiatan yang perlu dilakukan, 4) jadwal kegiatan pembelajaran, dan 5) kesepakatan belajar mengajar antara tutor dan warga belajar (Depdikbud, 1998:14). 3. Proses partisipatif : dalam proses pembelajaran harus melibatkan warga belajar untuk berpartisipasi secara aktif. maksudnya adalah bagaimana cara melibatkan warga belajar berpartisipasi secara aktif dalam mengumpulkan, menganalisis, menyimpulkan, dan memformulasikan ide atau informasi yang telah dimiliki warga belajar. Kegiatan ini dapat dilakukan oleh tutor dengan merangsang warga belajar untuk diskusi dengan cara: 1) membuat pertanyaan, 2) melakukan tanya jawab tentang pengalaman warga belajar, 3) menulis cerita atau pengetahuan lokal, 4) membuat peta masalah lingkungan 5) membuat tabel tentang kegiatankegiatan warga belajar dan sebagainya. Kesimpulan yang dibuat warga belajar merupakan gambaran dari kebutuhan, keinginan dan minat warga belajar itu sendiri. Oleh karena itu hasil kegiatan diskusi ini harus dijadikan dasar dalam menyusun rencana belajar. Dalam hal ini, tutor perlu membantu dan membimbing warga belajar dalam berdiskusi 4. Penerapan hasil belajar : kriteria utama dalam menentukan keberhasilan pendekatan membelajaran keaksaraan fungsional dengan cara meningkatkan kemampuan dan keterampilan setiap warga belajar dalam memanfaatkan dan memfungsikan keaksaraan atau hasil belajarnya dalam kegaitan sehari-hari. Dari hasil belajar, mereka diharapkan dapat menganalisis dan memecahkan masalah untuk meningkatkan taraf hidupnya.

H. Strategi Keaksaraan fungsional


Dalam keaksaraan fungsional dikenal lima strategi pembelajaran yaitu :

1. Diskusi BDPS (Belajar dari Pengalaman Sendiri) : Tutor dan warga belajar berdiskusi dengan menggunakan beberapa teknik seperti melalui pembuatan tabel, peta, garis waktu dan Kalender kegiatan dengan tujuan untuk merangsang ide, pengetahuan, pengalaman yang sudah dimiliki warga belajar dan permasalahan yang ada di warga belajar, sehingga dapat diungkapkan dengan baik. 2. Membaca : Tutor membantu warga belajar meningkatkan keterampilan membaca yang bertepatan, kelancaran dan pemahaman. Warga belajar yang buta huruf murni, belajar melalui teknik pendekatan pengalaman berbahasa untuk membuat bahan bacaan berdasarkan ucapan warga belajar sendiri.

3. Menulis : Tutor membantu warga belajar menulis berdasarkan pikiran / ide sendiri
4. Berhitung : Tutor membantu warga belajar meningkatkan keterampilan berhitung disesuaikan dengan kebiasaan di daerahnya dalam cara menghitung/usaha/jual beli yang disesuaikan dengan perhitungan modern (perkembangan jaman sekarang) dan membuat pembukuan sederhana. 5. Penerapan dalam kegiatan (Aksi) : Tutor membantu warga belajar meningkatkan keterampilan, seperti memasak, menjahit, menanam, usaha dan lain-lain yang diminati warga belajar juga menerapkan pengetahuan dan informasi baru dalam memperbaiki situasi di rumah dan lingkungan.

I. Kesimpulan
Upaya pemberdayaan potensi masyarakat melalui program keaksaraan fungsional, khususnya di Kabupaten Majalengka kiranya terdapat hubungan yang signifikan dengan berbagai kekhawatiran masa depan yang mengancam kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Langsung atau tidak langsung upaya tersebut mengandung kaitan dengan fenomena yang terjadi selama ini, maka hal ini merupakan upaya antisipasi sekaligus menggali investasi dengan mencerdaskan masyarakat yang tertinggal baik di bidang pendidikan maupun di bidang usaha. Program keaksaraan fungsional berfokus pada bagaimana cara masyarakat untuk menggunakan keaksaraan dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat tidak hanya membaca informasi yang bersifat fungsional, tetapi mereka juga perlu meningkatkan kemampuan untuk mendapatkan informasi dari bahan cetakan, menganalisa dan menulis pengalaman mereka sendiri serta menulis rencana cara pembuatan proposal untuk mengajukan dana bantuan sebagai tambahan di bidang usahanya. Dengan program keaksaraan fungsional merupakan perwujudan dari pemberdayaan masyarakat dalam mengoptimalkan berbagai sumber yang kita miliki, pada saatnya dapat

menjadi paradigama baru dalam mengantisipasi pemberdayaan perekonomian nasional dan meningkatkan derajat bangsa dengan terkikisnya masyarakat yang buta huruf. Suatu paradigma yang menawarkan alternatif investasi pengetahuan dan keterampilan melalui proses pembelajaran masyarakat dengan cara sistematis dan berkesinambungan. Dengan cara demikian diharapkan dapat mengeliminasi angka dan jumlah masyarakat yang buta huruf baik dikota maupun di pedesaan. Hingga pada saatnya dapat meningkatkan potensi masyarakat bangsa dalam menghadapi perjuangan kehidupan masa depan yang diprediksi akan semakin berat dan penuh tantangan. Semoga. Akhirnya syarat utama dan paling mendasar dari program keaksaraan fungsional ini, adalah antara lain harus adanya dukungan, partisipasi, kesadaran dari berbagai pihak khususnya masyarakat sekitar dimana kelompok belajar keaksaraan fungsional dibentuk, serta kebijakan pemerintah untuk terselenggaranya program keaksaraan fungsional di berbagai tempat (yang dianggap rawan / kantong buta huruf) sekaligus mengakomodasi out come hasil pendidikan tersebut sebagai manfaatnya.

DAFTAR PUSTAKA

Pedoman Pelatihan Tutor Keaksaraan Fungsional (1998). Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktur Jendral Pendidikan Luar Sekolah Pemuda dan Olahraga. Direktorat Pendidikan Masyarakat. Wasliman Iim (2003}. Pelaksanaan Pemberantasan Buta Aksara melalui Program Kegiatan Kejar Paket A Keaksaraan Fungsional pada Lokasi Raksa Desa. Pemerintah Propinsi Jawa Barat Dinas Pendidikan Subdinas Pendidikan Luar Sekolah. Sudjana, H. Djudju; SP., M.Pd., Ph.D. (1992). Pengantar Manajemen Pendidikan Luar Sekolah. Bandung. Nusantara Press. Sihombing, Umberto, DR. (1999). Pendidikan Luar Sekolah Kini dan Masa Depan. PD Mahkota.

Sudjana, H. Djudju S. S.Pd. M.Ed. Ph.D (2004). Pendidikan Nonformal. Bandung. Falah Production. Fattah,Nanang, DR (2002). Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan. Bandung. PT Remaja Rosdakarya

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Illahi Robbi yang telah memberikan kekuatan dan kemampuan, sehingga dapat menyelesaikan artikel yang berkaitan dengan Kebijakan dan Perencanaan Sisitem Pendidikan baik di bidang Makro, Meso maupun Mikro yang berjudul Strategi Program Keaksaraan Fungsional Sebagai Salah Satu Model Pemberantasan Buta Huruf. Ada dua alasan mengapa tulisan ini penyusun angkat kepermukaan, Kesatu tulisan ini dikatakan sebagai salah satu model , karena sudah banyak program tentang cara pemberantasan buta huruf yang sudah dilaksanakan baik pada program Paket A PBH (Pemberantasan Buta Huruf) ataupun program Paket A OBAMA (Operasi Bakti Manunggal ABRI ). Namun program yang ini lain dari dua program diatas baik dilihat dari cara pembelajarannya maupun metode / strateginya. Kedua, sesuai dengan basic dan latar belakang penyusun yang bergelut di dunia pendidikan non formal, dimana salah satu programnya adalah melaksanakan program keaksaraan fungsional.

Mudah-mudahan tulisan ini ada guna dan manfaat khususnya bagi penyusun umumnya bagi khalayak pembaca yang peduli terhadap pendidikan. Penyusun menyadari, dalam tulisan ini masih banyak kekurangannya. Untuk itu saran dan pendapat sangat diharapkan guna perbaikan tulisan ini.

Majalengka, Agustus 2004 Penyusun,

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI ii A. Latar Belakang B. Dasar

1 1 2 2 3 3 4 4 5

C. Sasaran dan Masalah dilapangan D. Pengertian E. Tujuan

F. Tingkat Keaksaraan Fungsional G. Prinsip Keaksaraan Fungsional H. Strategi Keaksaraan Fungsional I. Kesimpulan

ii

Contoh Panjar Aksi

Lampiran 1

KETERAMPILAN KERIPIK SINGKONG (topik)


Sub Topik :

Jenis Singkong dan Macam-macam Olahan Dari Bahan Singkong

TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah materi ini disajikan diharapkan warga belajar dapat : 1. Mengungkapkan jenis-jenis singkong yang tersedia di sekitar lingkungan warga belajar. 2. Mengungkapkan macam olahan makanan terbuat dari bahan singkong 3. Menghitung jumlah jenis singkong dan macam makanan terbuat dari singkong 4. Menulis dan membaca jenis singkong dan macam olahan makanan terbuat dari bahan singkong 5. Menunjukkan contoh jenis singkong dan macam-macam olahan makanan terbuat dari singkong WAKTU : 1 kali pertemuan 2 jam @ 60 menit (120 menit)

LANGKAH LANGKAH PEMBELAJARAN

1. Diskusi
a. Warga belajar mendiskusikan jenis-jenis singkong yang tersedia di lingkungan

warga belajar Ajukan pertanyaan kunci : Jenis singkong apa saja yang ada disekitar kita ?
b. Ajak warga belajar untuk mempetakan, mengungkapkan letak pohon singkong

dan pemiliknya dengan menggunakan BDPS melalui teknik peta Ajukan pertanyaan kunci : Dimana saja pohon singkong yang ada ? milik siapa ? 2. Berhitung a. Warga belajar diminta untuk mengisi nama warga belajar dan jenis singkong serta jumlahnya pada tabel tentang jenis singkong yang dimilikinya. Contoh : JUMLAH JENIS SINGKONG YANG DIMILIKI WARGA BELAJAR NO 1 2 3 NAMA WARGA BELAJAR Bu Tuti Bi Tisna Bu Jurminah Jumlah Manihot JENIS SINGKONG JUMLAH

b. Warga belajar diminta untuk menyebutkan jenis olahan makanan terbuat dari singkong dan menghitung jumlahnya.

3. Menulis

Tugaskan warga belajar untuk menuliskan jenis singkong dan jenis makanan olahan yang terbuat dari singkong (catatan : bila ada warga belajar yang sama sekali belum mampu menulis , tugaskan warga belajar lain untuk membimbingnya) 4. Membaca Tugaskan kepada setiap warga belajar untuk membacanya secara bergantian dengan suara yang nyaring . 5. Aksi / Penerapan Tugaskan warga belajar untuk membaca contoh-contoh jenis-jenis singkong dan contoh-contoh olahan makanan yang terbuat dari singkong Pada peretemuan berikutnya praktek membuat kripik yang terbuat dari singkong.

Rajagaluh, .. 200 Mengetahui, Tutor,

Penyelenggara, --------------------------

Lampiran 2 o PENILAIAN KEMAMPUAN AWAL WB

TUJUAN : Tutor memahami tentang konsep penilaian kemampuan WB. Sebelum KBM dan memiliki kemampuan untuk menilai keterampilan dasar dan kemampuan fungsional. EP POKOK : Kemampuan WB. Pada awal masuk kejar tidak sama. Untuk itu tutor perlu menilai kemampuan awal setiap satu kejar DUA ASPEK YANG DINILAI : 1. Keterampilan Dasar Kemampuan Calistung WB. 2. Kemampuan Fungsional WB dapat menggunakan keterampilan calistung dalam kehidupan sehari-hari Contoh : Menulis/mengisi kwitansi, mengisi formulir, membaca petunjuk, menulis surat dll. TINGKAT KEMAMPUAN WB. WB. Dalam

1. -

Tingkat Pemberantasan

WB masih buta huruf Keterampilana dasar belum ada 2. Tingkat Pembinaan

WB sudah bisa baca tulis hitung (calistung) secara sederhana Perlu peningkatan 3. Tingkat Pelestarian

Mampu calistung tanpa bantuan dari orang lain Diterapkan pada kehidupan sehari-hari Dapat melatih WB lain.

Lampiran 3

PENILAIAN AWAL KEAKSARAAN FUNGSIONAL


1. Nama Warga Belajar : . : . : . : . : . : . : . .. . 10.Harapan atau cita-cita setelah masuk kelompok belajar Keaksaraan Fungsional : . Rajagaluh, Juli 2006 Warga Belajar,

lamin

Anak

pilan yang Dimiliki : ..

pilan yang Diminati : .

You might also like