You are on page 1of 14

PENGANTAR ARSITEKTUR

NAMA NIM

: HARI PURWANTO : 03091006049

DOSEN PEMBIMBING : Hj.MEIVIRINA HANUM .ST

UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2009

KATA PENGANTAR

Puji dan sukur kami ucapkan atas allah SWT . karna hanya dengan rahmat-Nya lah saya dapat menyelesaikan makalah tentang Pengantar Arsitektur ini . dan juga saya sampaikan terima kasih kepada Hj. Meivirina Hanum . st selaku guru pembimbing saya . saya harapkan makalah ini dapat diterima bagi ibu . Akhir kata demikianlah makalah ini saya sampaikan. Saya ucapkan terima kasih

Palembang, Desember 2009

DAFTAR ISI

Halaman Judul...............................................................................................................

Kata Pengantar............................................................................................... ii Daftar Isi........................................................................................................ iii BABI PENDAHULUAN A. Latar Belakang .....................................................................1

BAB II

PEMBAHASAN A. B. C. D. E. F. Pengertian Arsitektur.............................................................3 Ruang Lingkup dan Keinginan..............................................3 Teori dan Praktek...................................................................3 Sejarah....................................................................................4 Fungsi Arsitektur....................................................................6 Pengertian Arsitek..................................................................8

BAB III

KESIMPULAN A. Kesimpulan............................................................................10

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................11

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Arsitektur pada umum nya dibayangkan-dirancang-dan diwujudkan-dibangun-dalam menanggapi suatu kondisi yang ada. Kondisi ini-kondisi ini bisa bersifat murni fungsional, tapi bisa juga mencerminkan iklim politik, ekonomi dan sosial budaya dalam tingkatan berfariasi. Dalam segala hal, di asumsikan bahwa kondisi yang ada masalah-adalah kurang memuaskan dan bahwa suatu kondisi baru-pemecahan/solusi-sangat diinginkan. Oleh karena itu, kegiatan menciptakan arsitektur adalah proses pemecahan masalah atau proses perancangan . Tahap awal proses perancangan apapun adalah pengenalan suatu kondisi bermasalahdan pengambilan keputusan untuk menumui masalahnya. Pada dasar merancang adalah sebuah tindakan yang didasarkan atas keamauan, sebuah usaha dengan tujuan tertentu. Seorang pe rancang pertama-tama harus membuat dokumentasi mengenai kondisi-kondisi dari suatu masalah, merumuskan lingkup permasalahannya, dan mengumpulkan data-data yang relevan untuk dicerna dan dianalisa. Ini adalah tahap penting dalam proses desain karna sifat dari suatu pemecahan masalah itu, dilihat didefenisikan, dan diklarifikasikan. Piet hein, ilmuan inggris dan ilmuan terkenal denmark, menyatakan , seni adalah pemecahan masalah-maslah yang tidak dapat dipecahkan. Penyusunan pertanyaan adalah bagian dari jawaban. Perancang mau tidak mau dan secara instingtif meramalkan pemecacahan dari berbagai masalah yang merongrong mereka, namun kedalaman dan jangkauan perbendaharaan desain yang mereka miliki mempengaruhi perpepsi mereka terhadap sebuah pertanyaan maupun bentuk jawabannya, jika pemahaman seseorang terbatas ,maka jangkauan atas solusi masalah tersebut akan terbatas juga. Sebagai suatu seni , arsitektur lebih dari sekedar memuaskan kebutuhan kebutuhan fungsional dari murni suatu progam pembangunan. Secara mendasar , manifestasimanifestasi fisik dari arsitektur mengakomodasi aktifitas manusia. Bagaimanapun juga, pengaturan dan penataan bentuk ruang menentukan bagaimana arsitektur dapat mempromosikan usaha , memperoleh tanaggapan dan mengkomunikasikan makna. Maka , walaupun studi ini terfokus pada studi bentuk ruang , buku ini tidak juga mengurangi pentingnya aspek-aspek politik sosial , poltik, maupun ekonomi arsitektur. Bentuk dan ruang disajikan bukan sebagai akhir, melainkan suatu alat untuk memecahkan sebuah masalah dan mengembangkan pembendaharaanya. 1

Dengan begitu seseorang mampu mengenal unsur-unsur dasar dari bentuk dan ruang disamping memahami unsur-unsur itu dapat dimanipulasikan dan diorganisir dalam pembuatan sebuah konsep desain, sebelum membicarakan topik yang lebih vital dari makna dalam arsitektur. Demi menempatkan studi ini pada konteks yang tepat, berikut ini diberikan pandangan sekilas mengenai unsur-unsur, sistem, dan tatanan dasar yang membentuk sebuah karya arsitektur. Semua unsu pokok ini dapat dilihat dan dialami. Beberapa diantaranya dapat dilihat lansung terlihat, dan beberapa lainnya lebih habrur diangkap oleh kecerdasan dan indra kita. Beberapa mendominasikan, yang lainnya hanya memainkan peran sekunder dalam oganisasai sebuah bangunan. Beberapa dapat menyampaikan kesan dan makna, yang lainnya berperan sebagai pemberi sifat atau penentu sifat ini. Dalam semua kasus, bagaimana pun juga, unsur sistem ini harus terkait untuk membentuk sebuah kesatuan intregasi yang memiliki suatu struktur yang koheren atau penyatu. Tatanan arsitektur diciptakan ketika organisasi bagian-bagian memperlihatkan hubungan mereka satu sama yang lain dan struktur nya sebagai kesatuaan. Ketika hubungan ini dilihat sebagai hubungan satu sama lain dan juga memberi sumbangsih pada sifat tunggaldari suatu kesatuan, maka muncul basis konseptual sebuah tatanan yang dapat lebih tahan lama daripada visi perpepsi sementara.

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian arsitektur
Arsitektur adalah seni dan ilmu dalam merancang bangunan. Dalam artian yang lebih luas, arsitektur mencakup merancang dan membangun keseluruhan lingkungan binaan, mulai dari level makro yaitu perencanaan kota, perancangan perkotaan, arsitektur lansekap, hingga ke level mikro yaitu desain bangunan, desain perabot dan desain produk. Arsitektur juga merujuk kepada hasil-hasil proses perancangan tersebut.

B. Ruang lingkup dan keinginan


Menurut Vitruvius di dalam bukunya De Architectura (yang merupakan sumber tertulis paling tua yang masih ada hingga sekarang), bangunan yang baik haruslah memilik Keindahan / Estetika (Venustas), Kekuatan (Firmitas), dan Kegunaan / Fungsi (Utilitas); arsitektur dapat dikatakan sebagai keseimbangan dan koordinasi antara ketiga unsur tersebut, dan tidak ada satu unsur yang melebihi unsur lainnya. Dalam definisi modern, arsitektur harus mencakup pertimbangan fungsi, estetika, dan psikologis. Namun, dapat dikatakan pula bahwa unsur fungsi itu sendiri di dalamnya sudah mencakup baik unsur estetika maupun psikologis. Arsitektur adalah bidang multi-dispilin, termasuk di dalamnya adalah matematika, sains, seni, teknologi, humaniora, politik, sejarah, filsafat, dan sebagainya. Mengutip Vitruvius, "Arsitektur adalah ilmu yang timbul dari ilmu-ilmu lainnya, dan dilengkapi dengan proses belajar: dibantu dengan penilaian terhadap karya tersebut sebagai karya seni". Ia pun menambahkan bahwa seorang arsitek harus fasih di dalam bidang musik, astronomi, dsb. Filsafat adalah salah satu yang utama di dalam pendekatan arsitektur. Rasionalisme, empirisisme, fenomenologi strukturalisme, post-strukturalisme, dan dekonstruktivisme adalah beberapa arahan dari filsafat yang mempengaruhi arsitektur.

C. Teori dan praktek


Pentingnya teori untuk menjadi rujukan praktek tidak boleh terlalu ditekankan, meskipun banyak arsitek mengabaikan teori sama sekali. Vitruvius berujar: "Praktek dan teori adalah akar arsitektur. Praktek adalah perenungan yang berkelanjutan terhadap pelaksanaan sebuah proyek atau pengerjaannya dengan tangan, dalam proses konversi bahan bangunan dengan cara yang terbaik. Teori adalah hasil pemikiran beralasan yang menjelaskan proses konversi bahan bangunan menjadi hasil akhir sebagai jawaban terhadap suatu persoalan. 3

Seorang arsitek yang berpraktek tanpa dasar teori tidak dapat menjelaskan alasan dan dasar mengenai bentuk-bentuk yang dia pilih. Sementara arsitek yang berteori tanpa berpraktek hanya berpegang kepada "bayangan" dan bukannya substansi. Seorang arsitek yang berpegang pada teori dan praktek, ia memiliki senjata ganda. Ia dapat membuktikan kebenaran hasil rancangannya dan juga dapat mewujudkannya dalam pelaksanaan".

D. Sejarah
Arsitektur lahir dari dinamika antara kebutuhan (kebutuhan kondisi lingkungan yang kondusif, keamanan, dsb), dan cara (bahan bangunan yang tersedia dan teknologi konstruksi). Arsitektur prasejarah dan primitif merupakan tahap awal dinamika ini. Kemudian manusia menjadi lebih maju dan pengetahuan mulai terbentuk melalui tradisi lisan dan praktek-praktek, arsitektur berkembang menjadi ketrampilan. Pada tahap ini lah terdapat proses uji coba, improvisasi, atau peniruan sehingga menjadi hasil yang sukses. Seorang arsitek saat itu bukanlah seorang figur penting, ia semata-mata melanjutkan tradisi. Arsitektur Vernakular lahir dari pendekatan yang demikian dan hingga kini masih dilakukan di banyak bagian dunia. Permukiman manusia di masa lalu pada dasarnya bersifat rural. Kemudian timbullah surplus produksi, sehingga masyarakat rural berkembang menjadi masyarakat urban. Kompleksitas bangunan dan tipologinya pun meningkat. Teknologi pembangunan fasilitas umum seperti jalan dan jembatan pun berkembang. Tipologi bangunan baru seperti sekolah, rumah sakit, dan sarana rekreasi pun bermunculan. Arsitektur Religius tetap menjadi bagian penting di dalam masyarakat. Gaya-gaya arsitektur berkembang, dan karya tulis mengenai arsitektur mulai bermunculan. Karya-karya tulis tersebut menjadi kumpulan aturan (kanon) untuk diikuti khususnya dalam pembangunan arsitektur religius. Contoh kanon ini antara lain adalah karya-karya tulis oleh Vitruvius, atau Vaastu Shastra dari India purba. Di periode Klasik dan Abad Pertengahan Eropa, bangunan bukanlah hasil karya arsitekarsitek individual, tetapi asosiasi profesi (guild) dibentuk oleh para artisan / ahli keterampilan bangunan untuk mengorganisasi proyek. Pada masa Pencerahan, humaniora dan penekanan terhadap individual menjadi lebih penting daripada agama, dan menjadi awal yang baru dalam arsitektur. Pembangunan ditugaskan kepada arsitek-arsitek individual - Michaelangelo, Brunelleschi, Leonardo da Vinci - dan kultus individu pun dimulai. Namun pada saat itu, tidak ada pembagian tugas yang jelas antara seniman, arsitek, maupun insinyur atau bidang-bidang kerja lain yang berhubungan. Pada tahap ini, seorang seniman pun dapat merancang jembatan karena penghitungan struktur di dalamnya masih bersifat umum. Bersamaan dengan penggabungan pengetahuan dari berbagai bidang ilmu (misalnya engineering), dan munculnya bahan-bahan bangunan baru serta teknologi, seorang arsitek menggeser fokusnya dari aspek teknis bangunan menuju ke estetika.

Kemudian bermunculanlah "arsitek priyayi" yang biasanya berurusan dengan bouwheer (klien)kaya dan berkonsentrasi pada unsur visual dalam bentuk yang merujuk pada contoh-contoh historis. Pada abad ke-19, Ecole des Beaux Arts di Prancis melatih calon-calon arsitek menciptakan sketsa-sketsa dan gambar cantik tanpa menekankan konteksnya. Sementara itu, Revolusi Industri membuka pintu untuk konsumsi umum, sehingga estetika menjadi ukuran yang dapat dicapai bahkan oleh kelas menengah. Dulunya produk-produk berornamen estetis terbatas dalam lingkup keterampilan yang mahal, menjadi terjangkau melalui produksi massal. Produk-produk sedemikian tidaklah memiliki keindahan dan kejujuran dalam ekspresi dari sebuah proses produksi. Ketidakpuasan terhadap situasi sedemikian pada awal abad ke-20 melahirkan pemikiran-pemikiran yang mendasari Arsitektur Modern, antara lain, Deutscher Werkbund (dibentuk 1907) yang memproduksi obyek-obyek buatan mesin dengan kualitas yang lebih baik merupakan titik lahirnya profesi dalam bidang desain industri. Setelah itu, sekolah Bauhaus (dibentuk di Jerman tahun 1919) menolak masa lalu sejarah dan memilih melihat arsitektur sebagai sintesa seni, ketrampilan, dan teknologi. Ketika Arsitektur Modern mulai dipraktekkan, ia adalah sebuah pergerakan garda depan dengan dasar moral, filosofis, dan estetis. Kebenaran dicari dengan menolak sejarah dan menoleh kepada fungsi yang melahirkan bentuk. Arsitek lantas menjadi figur penting dan dijuluki sebagai "master". Kemudian arsitektur modern masuk ke dalam lingkup produksi masal karena kesederhanaannya dan faktor ekonomi. Namun, masyarakat umum merasakan adanya penurunan mutu dalam arsitektur modern pada tahun 1960-an, antara lain karena kekurangan makna, kemandulan, keburukan, keseragaman, serta dampak-dampak psikologisnya. Sebagian arsitek menjawabnya melalui Arsitektur Post-Modern dengan usaha membentuk arsitektur yang lebih dapat diterima umum pada tingkat visual, meski dengan mengorbankan kedalamannya. Robert Venturi berpendapat bahwa "gubuk berhias / decorated shed" (bangunan biasa yang interior-nya dirancang secara fungsional sementara eksterior-nya diberi hiasan) adalah lebih baik daripada sebuah "bebek / duck" (bangunan di mana baik bentuk dan fungsinya menjadi satu). Pendapat Venturi ini menjadi dasar pendekatan Arsitektur Post-Modern. Sebagian arsitek lain (dan juga non-arsitek) menjawab dengan menunjukkan apa yang mereka pikir sebagai akar masalahnya. Mereka merasa bahwa arsitektur bukanlah perburuan filosofis atau estetis pribadi oleh perorangan, melainkan arsitektur haruslah mempertimbangkan kebutuhan manusia sehari-hari dan menggunakan teknologi untuk mencapai lingkungan yang dapat ditempati.

Design Methodology Movement yang melibatkan orang-orang seperti Chris Jones atau Christopher Alexander mulai mencari proses yang lebih inklusif dalam perancangan, untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Peneilitian mendalam dalam berbagai bidang seperti perilaku, lingkungan, dan humaniora dilakukan untuk menjadi dasar proses perancangan. Bersamaan dengan meningkatnya kompleksitas bangunan,arsitektur menjadi lebih multi-disiplin daripada sebelumnya. Arsitektur sekarang ini membutuhkan sekumpulan profesional dalam pengerjaannya. Inilah keadaan profesi arsitek sekarang ini. Namun demikian, arsitek individu masih disukai dan dicari dalam perancangan bangunan yang bermakna simbol budaya. Contohnya, sebuah museum senirupa menjadi lahan eksperimentasi gaya dekonstruktivis sekarang ini, namun esok hari mungkin sesuatu yang lain.

E. Fungsi arsitektur
Fungsi arsitektur adalah untuk menetapkan bentuk teraga dari nilai-nilai pengisinya. Dengan kata lain, pengisinya menggunakan arsitektur bukan hanya sebagai naungan tetapi juga sebagai perwujudan kekuatan mereka dalam rupa yang teraga. Arsitektur mengingatkan kita pada guna bangunan yaitu mewujudkan perbuatan manusia terhadap dunianya. Arsitektur menunjukkan siapa pengisi, namun ia bukan perwakilan pengisinya. Betsky & Adigard mengemukakan bahwa arsitektur dan pengisinya serupa dan selaras. Untuk mengembalikan makna kepada pengalaman manusia, perancang harus menciptakan bentuk dengan hubungan-hubungan yang terekspresikan dan permukaan yang menyenangkan. Dengan demikian raga dapat kembali ke kehidupan manusia dimana raga tersebut seperti manusia namun baru, tak dikenal dan aneh. Geometri menyediakan arsitektur bentuk, sehingga arsitektur dapat menunaikan tugasnya untuk memberi wujud nyata. Dengan ini geometri baru saja menyelamatkan arsitektur dari ancaman kemayaan, keadaan dimana arsitektur tidak bisa dialami. Bentuk dan segala penyebab bentuk terjadi merupakan hal yang penting untuk mengekang arsitektur dari pemahaman yang liar. Bentuk membantu menampilkan muatan. Akan menjadi konyol memikirkan arsitektur tanpa bentuk. Muatan bentuk adalah ruang, namun bentuk ruang tidak perlu sama dan sebanding dengan bentuk pemuatnya. Ruang dalam ranah arsitektur ada bila ia telah atau dapat dialami secara nyata oleh tubuh manusia. Pada mulanya manusia menciptakan bangunan untuk perlindungan. Membuat tempat ditujukan untuk melindungi dari pengaruh luar yang membahayakan ataupun diluar batas kemampuan untuk menahan.

Rapoport (1969: 18-45) mengatakan bahwa bentuk disesuaikan dengan iklim, bahan, teknologi, tapak, ancaman serta agama dan kepercayaan. Semua rumah pada lokasi yang sama bentuknya sama, beberapa berbeda sesuai dengan sistem hirarki tertentu. Keadaan hari per hari cenderung sama. Betsky mengemukakan bahwa sekarang dunia sedang berubah secara terus menerus. Membuat sebuah hal yang diam, kaku dan tetap nampak tidak sesuai dan tidak menanggapi masukan yang dinamis. Kini semakin banyak orang menawarkan solusi untuk menjawab ketidak mampuan bangunan masa kini mengikuti perubahan. Beberapa berusaha mengembangkan teknologi yang membuat bangunan mampu berubah sesuai dengan masukan informasi yang diterimanya, dengan demikian mampu menanggapi gejalagejala terkiwari. Namun ada juga yang tega menciptakan sistem hyperlink dimana arsitektur merupakan hubungan-hubungan antar perintah. Pengolahan informasi akan perubahan memang terjadi, namun ruang sendiri tidak disajikan. Alhasil, apalah maknanya? Tak ada manusia yang dapat mengalaminya, tak ada rupa maupun bentuk. Kecuali dunia adalah piranti lunak, tak ada satupun benda dapat mendiaminya. Lalu, ada pula dunia maya yang dicitrakan sehingga dapat dilihat. Sebuah dunia yang menyerupai dunia ini. Dunia yang diatur sedemikian rupa sehingga dapat memuat satu ataupun sejumlah pengguna yang disebut sebagai dunia simulasi dan Massively Multiplayer Online Role Playing Game atau MMORPG. Ini merupakan sebuah tempat yang bisa dialami oleh pengguna dimana pengguna memiliki ruang untuk ditempati. Pengguna berusaha bertahan hidup melalui berbagai cara dan sarana yang disediakan. Namun lagi-lagi ia tak teraga. Segala bentuk dan ruang yang ada di dalamnya hanya sekedar tulisan dengan hitungan bit, dimengerti dan diterjemahkan oleh bahasa program tertentu melalui piranti lunak tertentu. Pengisinya hanyalah perwakilan manusia nyata, hanyalah satuan yang diciptakan melalui piranti lunak. Virtual Reality menawarkan kita pilihan baru dalam mengalami ruang yang tidak benar-benar ada. Kenyataan semu ini awalnya hanya menyajikan tampilan visual, namun perkembangan teknologi menuntutnya untuk mempersembahkan lebih. Suara dan getaran sudah bisa diperoleh, menjadikannya lebih dapat dipercaya. Namun ruang tersebut masih belum nyata, hanya indra kita yang dipermainkan sementara diri secara hakiki tidak ada di sana. Di masa depan nanti bukan tidak mungkin dapat diciptakan simulasi penuh, dimana tidak diperlukan alat pencipta citra dan suara, dimana diri akan secara penuh berada dalam simulasi, dimana simulasi itu dilakukan dengan dan pada ruang yang dapat berubah-ubah. Ruang bertema merupakan contoh kenyataan semu yang diam dan tetap dimana ruang tidak bisa berubah-ubah dengan sendirinya. Ruang demikian memberikan contoh-contoh tiruan dari sesuatu yang kerap tidak pada tempatnya. Seperti membuat Hogwarts di Universal Studio, atau membuat tiruan Gurun Sahara di Greenland. Hal ini seperti meletakkan manusia pada diorama. Peletakan sebuah tempat pada ruang yang bukan padanannya hanyalah wisata, tak dapat dinilai lebih karena tidak selaras dengan kenyataan lingkungannya. Setara dengan Virtual Reality menyeluruh, semua bisa dilakukan dalam mewujudkan ruang bertema. Membuat kayu dari styrofoam, kaca dari acrylic, batu dari semen, dan lain-lain. Dengan demikian material menjadi tidak jujur, bukan dirinya. Manusia dipaksa mengalami ruang yang sama dengan pengalaman yang sengaja diarahkan. Manusia mengalami kepalsuan belaka. 7

Simulasi kenyataan juga terjadi pada tingkat yang lain. Dewasa ini, bangunan mulai menyerupai alam, menyerupai batu, menyerupai laut, menyerupai pohon, dan lain-lain. Menyerupai yang dimaksud bukan sekedar penampilan yang mirip namun menyangkut hal lain. Sebuah batu kecil dihasilkan melalui proses yang panjang dengan berbagai peristiwa yang ditimpakan kepadanya melalui serangkaian hubungan-hubungan yang rumit. Sebuah batu tercipta dari muntahan lava yang membeku, terkena erosi, pengikisan oleh udara dan air, dilubangi oleh ulah makhluk hidup dan segala daya lain yang diterimanya. Hal-hal ini berkaitan dengan arsitektur yakni menciptakan geometri yang alamiah tanpa meniru alam itu Menciptakan kenyataan buatan adalah kuncinya, bukan menciptakan kenyataan semu. Kenyataan buatan hasilnya nyata sementara kenyataan semu hasilnya semu. Tak perlu membuat sebongkah massa bangunan yang terlihat begitu hitam dan padat dengan tekstur yang halus dengan sedikit lubang untuk menciptakan sebuah bangunan yang menyerupai batu. Yang dibutuhkan bukan kemiripan teraga melainkan kekayaan yang terkandung. Perlambang yang diwujudkan dalam suatu cara hanya berujung pada peragaan metafora dangkal. Arsitektur adalah persatuan material, faedah dan penciptaan bentuk. Dengan membuat bangunan sehingga menjadi peka terhadap tindak penyatuan berbagai material, maka kita dapat memahami arsitektur sebagai kondensasi dan materialisasi kecerdasan manusia dan sumber daya alam yang menjadi obyek yang bertalian secara masuk akal. Dikemukakan pula oleh Herzog bahwa arsitektur adalah pengalaman kenyataan, bukan pengalaman buatan. Jika tidak, ia hanyalah sebuah simulacrum

Ruang adalah trimatra dan waktu adalah dimensi keempat, sementara itu geometri bebas berdimensi. Terapan geometri pada arsitektur kerap tidak terikat pada geometri berdimensi 4 saja. Pada mulanya manusia merancang mulai dari sebuah bidang yang digambar, artinya dahulu perancangan adalah proses dwimatra. Perancangan berkutat pada menciptakan denah, tampak dan potongan yang menarik. Seiring dengan berjalannya waktu, manusia sudah menggunakan model dalam merancang. Alat peraga demikian mendukung peningkatan kesesuaian

F. Pengertian arsitektur

Seorang arsitek, adalah seorang ahli di bidang ilmu arsitektur, ahli rancang bangun atau ahli lingkungan binaan. Istilah arsitek seringkali diartikan secara sempit sebagai seorang perancang bangunan, adalah orang yang terlibat dalam perencanaan, merancang, dan mengawasi konstruksi bangunan, yang perannya untuk memandu keputusan yang mempengaruhi aspek bangunan tersebut dalam sisi astetika, budaya, atau masalah sosial.

Definisi tersebut kuranglah tepat karena lingkup pekerjaan seorang arsitek sangat luas, mulai dari lingkup interior ruangan, lingkup bangunan, lingkup kompleks bangunan, sampai dengan lingkup kota dan regional. Karenanya, lebih tepat mendefinisikan arsitek sebagai seorang ahli di bidang ilmu arsitektur, ahli rancang bangun atau lingkungan binaan. Arti lebih umum lagi, arsitek adalah sebuah perancang skema atau rencana. "Arsitek" berasal dari Latin architectus, dan dari bahasa Yunani: architekton (master pembangun), arkhi (ketua) + tekton (pembangun, tukang kayu). Jadi Arsitek adalah sebuah profesi yang bergerak di bidang desain, yang merancang ruang untuk dihuni oleh manusia seperti sebuah rumah atau bahkan yang skalanya lebih besar dari itu. Di sini kaitan manusia dan ruang ataupun manusia dengan manusia dalam ruang menjadi sangat penting. Konsep everyday penting untuk dipahami dalam menghasilkan sebuah karya arsitektur yang lebih humanis. Manusia dilihat sebagai penghuni, dan banyak terdapat hal-hal yang berkaitan dengannya seperti aspek sosial, budaya, religi, dan norma-norma yang berlaku di tempat tinggalnya. Selain itu, terdapat pemahaman-pemahaman dan perkembangan pengetahuan yang dimiliki oleh manusia sebagai penghuni. Mungkin timbul pertanyaan mengapa hal ini menjadi sangat penting. Untuk itu kita perlu mengingat kembali tentang peruntukan dari arsitektur, yaitu ditujukan kepada manusia. Dalam penerapan profesi, arsitek berperan sebagai pendamping, atau wakil dari pemberi tugas (pemilik bangunan). Arsitek harus mengawasi agar pelaksanaan di lapangan/proyek sesuai dengan bestek dan perjanjian yang telah dibuat. Dalam proyek yang besar, arsitek berperan sebagai direksi, dan memiliki hak untuk mengontrol pekerjaan yang dilakukan kontraktor. Bilamana terjadi penyimpangan di lapangan, arsitek berhak menghentikan, memerintahkan perbaikan atau membongkar bagian yang tidak memenuhi persyaratan yang disepakati. Seorang arsitek dikatakan berhasil apabila karyanya dapat digunakan dengan baik oleh penghuninya, serta nyaman secara mental dan fisik bagi mereka. Dalam mencari sebuah kenyamanan seharusnya arsitek dapat membaca sebuah skenario yang berlaku pada suatu tempat atau konsep dari tempat tersebut. Sehingga dalam berkarya arsitek tidak menghasilkan sesuatu yang bersifat alien di tempat tersebut yang pada akhirnya berujung pada suatu kesia-siaan. Untuk itu perlu kita pahami everyday sebagai sebuah skenario atau konsep yang umumnya ada pada semua tempat dengan keunikan masing-masing didalamnya.

BAB III KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Bangunan adalah produksi manusia yang paling kasat mata. Namun, kebanyakan bangunan masih dirancang oleh masyarakat sendiri atau tukang-tukang batu di negara-negara berkembang, atau melalui standar produksi di negara-negara maju. Arsitek tetaplah tersisih dalam produksi bangunan. Keahlian arsitek hanya dicari dalam pembangunan tipe bangunan yang rumit, atau bangunan yang memiliki makna budaya / politis yang penting. Dan inilah yang diterima oleh masyarakat umum sebagai arsitektur. Peran arsitek, meski senantiasa berubah, tidak pernah menjadi yang utama dan tidak pernah berdiri sendiri. Selalu akan ada dialog antara masyarakat dengan sang arsitek. Dan hasilnya adalah sebuah dialog yang dapat dijuluki sebagai arsitektur, sebagai sebuah produk dan sebuah disiplin ilmu.

10

DAFTAR PUSTAKA

Ching, Francis D. K. 1996. Arsitektur : bentuk, ruang , dan tatanan (Edisi Kedua) Berbagai sumber informasi : Google.com Wikipedia.org

11

You might also like