You are on page 1of 3

PENTINGNYA NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL DALAM PENGELOLAAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN

Oleh : Cocon, S.Pi*)

Selama hampir 50 tahun proses pembangunan yakni mulai periode orde lama (20 tahun) dan orde baru (32 tahun), pendekatan pembangunan ekonomi hanya terpusat pada pengembangan wilayah daratan (land based development), namun sejak lahirnya gagasan pembentukan Departemen Eksplorasi Laut dan Perikanan di era kepemimpinan Gusdur, maka sejak itu pula terjadi pergeseran paradigma pembangunan nasional ke arah pengembangan pusat-pusat pertumbuhan kawasan ekonomi berbasis kelautan dan perikanan (marine base development). Bukan tanpa alasan Gusdur menuangkan gagasan tersebut, Indonesia sebagai Negara Kepulauan terbesar dengan 70% merupakan wilayah laut dan pesisir, mempunyai potensi ekonomi yang sangat besar, sehingga sektor ini mempunyai peran yang strategis dalam mendorong perekonomian nasional. Menurut hitungan para pakar bahwa sebagai gambaran potensi ekonomi laut Indonesia sekitar 1,2 triliun dolar AS per tahun, atau setara dengan 10 kali APBN Negara pada tahun 2012, sungguh luar biasa... Satu hal yang perlu dicatat bahwa pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan hendaknya dilakukan berdasarkan prinsip keberlanjutan demi sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat. Pemanfaatan terhadap Sumberdaya alam (SDA) seharusnya didasari pada tujuan jangka panjang, sehingga anugerah SDA tersebut tidak dipandang sebagai kenikmatan sesaat. Namun itulah yang saat ini terjadi sangat ironis memang jika potensi yang begitu besar tersebut dengan cepatnya tergerus akibat pola pengelolaan yang tidak mengindahkan prinsip-prinsip keseimbangan (Principle of harmony) dan nilai-nilai lestari (sustainable values). Faktanya, pada sub-sektor perikanan tangkap misalnya, menunjukan bahwa stok ikan dibeberapa wilayah perairan laut seperti Selat Malaka, Laut Jawa, Pesisir Selatan Sulawesi, Selat Bali dan Laut Arafura telah mengalami tangkap jenuh (over fishing), inilah akibat dari pengelolaan yang telah mengindahkan prinsip keberlanjutan (sustainable), sehingga dikhawatirkan jika tidak ada pengelolaan yang arif, maka eksploitasi terhadap sumberdaya ikan akan melebihi produksi potensi lestari (Maximum Sustainable Yield/MSY). Sebagai gambaran total MSY sumberdaya ikan laut Indonesia saat ini sebesar 6,5 juta ton/tahun. Kasus lain pada sub-sektor perikanan budidaya yaitu ambruknya masa keemasan udang windu sejak beberapa dekade yang lalu dan sampai saat ini masih menyisakan masalah jangka panjang. Kenapa ini terjadi..? karena pola pengelolaan yang hanya mengejar kapasitas produksi yang tak terukur dengan input teknologi yang tidak terkontrol tanpa mempertimbangkan kemampuan daya dukung lahan (carrying capacity), dan kelangsungan ekosistem pada kenyataannya telah memicu terjadinya degradasi lahan dan merebaknya virus WSSV yang sampai saat ini menjadi momok menakutkan bagi pembudidaya. Belum lagi, kerusakan terhadap

ekosistem pesisir sebagai akibat eksploitasi yang tidak dilakukan secara arif, padahal ekosistim pesisir adalah tempat pemijahan (nursery ground), asuhan, mencari makan dan membesarkan diri jenis ikan dan biota laut lainnya. Ada hal yang mendasar yang sesungguhnya telah kita abaikan keberadaannya,.. nilai luhur tersebut adalah Kearifan Lokal (local wisdom). Namun sayang, nilainilai luhur yang telah melekat pada masyarakat ini seolah tergerus, entah karena telah terjadi pergeseran pola pikir masyarakat seiring perubahan jaman dan pengaruh budaya pola pikir modern atau karena pemerintah sendiri yang tidak tanggap bahwa kearifan lokal sebagai sesuatu yang harus dipertahankan dan dapat dijadikan sebagai acuan bagi terciptanya pola pengelolaan SDA secara berkelanjutan. Perlu kita ketahui bahwa kearifan lokal merupakan suatu bentuk kearifan lingkungan yang ada dalam kehidupan bermasyarakat di suatu tempat atau daerah. Kearifan lokal merupakan tata nilai atau perilaku hidup masyarakat lokal dalam berinteraksi dengan lingkungan tempatnya hidup secara arif. (Putu Oka Ngakan dalam Andi M. Akhmar dan Syarifudin (2007). Selanjutnya Francis Wahono (2005) menjelaskan bahwa kearifan lokal adalah kepandaian dan strategi-strategi pengelolaan alam semesta dalam menjaga keseimbangan ekologis yang sudah berabad-abad teruji oleh berbagai bencana dan kendala serta keteledoran manusia. Kearifan lokal tidak hanya berhenti pada etika, tetapi sampai pada norma dan tindakan dan tingkah laku, sehingga kearifan lokal dapat menjadi seperti religi yang memedomani manusia dalam bersikap dan bertindak kususnya dalam pengelolaan sumberdaya alam. Keanekaragaman pola-pola adaptasi terhadap lingkungan hidup yang ada dalam masyarakat Indonesia yang diwariskan secara turun temurun menjadi pedoman dalam memanfaatkan sumberdaya alam. Jika kesadaran tersebut dapat ditingkatkan, maka hal itu akan menjadi kekuatan yang sangat besar dalam pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan. Sudah tidak dapat disangkal lagi bahwa permasalahan dalam pemanfaatan SDA kelautan dan Perikanan sesungguhnya karena telah mengindahkan nilai-nilai moral yang terkandung dalam prinsip kearifan lokal. Nilai-nilai moral yang terkandung dalam prinsip kearifan lokal sudah seharusnya menjadi dasar bagi pengelolan perikanan budidaya yang berkelanjutan (sustainable aquaculture). Prinsip sustainable saat ini telah menjadi syarat mutlak pada tataran perdagangan global, sehingga apapaun bentuknya usaha perikanan sudah seharusnya memegang prinsip nilai-nilai lestari (sustainable values), ramah lingkungan (pro-enviroment), ecologycal awareness, dan social awareness. Pola pengelolaan budidaya harus dilihat sebagai pola pengelolaan ekosistim secara utuh, karena pada hakekatnya di alam ada interaksi alamiah yang tidak terpisahkan satu sama lain, inilah yang disebut keseimbangan. Intensifikasi perikanan budidaya sudah saatnya memegang teguh prinsip kesimbangan dan nilainilai lestari dengan mengadopsi prinsip-prinsip kearifan lokal. Perekayasaan teknologi budidaya sudah saatnya tidak hanya mempertimbangkan parameter bagaimana meningkatkan produktivitas setinggi-tingginya, namun harus mampu menjamin berjalannya siklus dalam suatu ekosistem sehingga mampu berjalan secara alamiah, pemaksaan terhadap penerapan teknologi yang tidak didasari prinsip ramah lingkungan (pro-enviroment) dan kepedulian terhadap ekologi (ecologycal awareness) sama saja memusuhi alam, sehingga hanya akan menyisakan permasalahan jangka panjang, tentunya kita tidak mau terjerumus ke lubang yang sama,...

Disamping itu, pengelolaan budidaya perikanan berbasis kearifan lokal sudah saatnya memberikan wewenang, tanggungjawab dan kesempatan sebesar-besarnya kepada peran serta masyarakat melalui pola pengelolan sumberdaya perikanan berbasis masyarakat. Nilai-nilai kearifan lokal yang ada dalam masyarakat perlu didukung, diperkuat dan difasilitasi agar tetap berjalan secara berkelanjutan. Contoh kearifan lokal yang telah berjalan dalam pengelolaan SDA seperti : Tradisi adat laot di Aceh, Tradisi Awig-awig di Lombok Barat, tradisi adat sasi di Maluku, pengelolan budidaya silvo fishery (Wana Mina) di Subang merupakan contoh sebagian kecil bagaimana Kearifan lokal dalam pengelolaan sumberdaya perikanan telah secara nyata mampu memberikan manfaat jangka panjang karena mampu menjamin keseimbangan sumberdaya yang ada. Semoga nilai-nilai luhur kearifan lokal tersebut menjadi dasar bagi pengelolaan sumberdaya perikanan budidaya yang berkelanjutan, sehingga kelak anak cucu kita masih mampu merasakan angugerah Tuhan yang begitu besar ini. Pada akhirnya, Revitalisasi perikanan budidaya tidak hanya terletak bagaimana me-revitalisasi secara fisik, tapi ada hal yang lebih penting yaitu me-revitalisasi pola pikir dan kesadaran pelaku usaha budidaya untuk kembali ke khitah yaitu pengelolaan budidaya perikanan secara arif dan bertanggungjawab dengan menjungjung tinggi nilai-nilai lestari.
*)

Analis Budidaya Perikanan, Direktorat Produksi Perikanan Budidaya

You might also like