You are on page 1of 15

MAKALAH

Proses Pembuatan Biogas dari Limbah Cair Industri Tahu dengan Fermentasi Anaerob

Oleh:

1. 2. 3. 4. 5.

Agus Supriyanto Dicky Adepristyan Yuwono Siti Chotimah Fella Ryanitha Astuti Herlanto Pandapotan

21030111150010 21030111150012 21030111150015 L2C009058 L2C009170

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2012

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Menipisnya cadangan minyak bumi serta pencemaran lingkungan merupakan isu global yang meresahkan manusia dalam kurun waktu beberapa dekade terakhir, hal ini berakibat naiknya harga minyak dunia yang memberikan dampak yang besar terhadap perekonomian dunia saat ini tak terkecuali negara berkembang seperti Indonesia. Kenaikan harga BBM secara langsung berakibat pada naiknya biaya transportasi, biaya produksi industri dan pembangkitan tenaga listrik. Pertambahan jumlah penduduk yang disertai dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat berdampak pada makin meningkatnya kebutuhan akan sarana transportasi dan aktivitas industri. Hal ini tentu saja menyebabkan kebutuhan akan bahan bakar cair juga akan semakin meningkat. Pada tahun 2007, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral menyatakan persediaan minyak bumi Indonesia bisa bertahan 11 tahun, gas bumi 30 tahun, dan batu bara 50 tahun lagi. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional, mentargetkan substitusi biofuel pada tahun 2024 adalah minimal 5% terhadap konsumsi energi nasional, serta Inpres Nomor 1 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain, menunjukkan keseriusan pemerintah dalam penyediaan dan pengembangan bahan bakar nabati. Salah satu bahan bakar nabati adalah biogas. Biogas merupakan gas yang dihasilkan oleh aktivitas anaerobik atau fermentasi dari bahan-bahan organik dalam kondisi anaerobik. Kandungan utama dalam biogas adalah metana dan karbon dioksida. Biogas dapat digunakan untuk bahan bakar alternatif atau untuk pembangkit listrik. Biogas dapat dibuat dari kotoran manusia dan hewan, limbah domestik (rumah tangga), sampah biodegradable atau setiap limbah organik yang biodegradable. Pada makalah ini difokuskan pada pembuatan biogas dari limbah industri tahu.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Biogas Biogas merupakan gas yang dihasilkan oleh aktivitas anaerobik atau fermentasi dari bahan-bahan organik termasuk diantaranya; kotoran manusia dan hewan, limbah domestik (rumah tangga), sampah biodegradable atau setiap limbah organik yang biodegradable dalam kondisi anaerobik. Kandungan utama dalam biogas adalah metana dan karbon dioksida (www.wikipedia.org). Biogas dihasilkan apabila bahan-bahan organik terurai menjadi senyawa-senyawa pembentuknya dalam keadaan tanpa oksigen (anaerob). Fermentasi anaerobik ini biasa terjadi secara alami di tanah yang basah, seperti dasar danau dan di dalam tanah pada kedalaman tertentu. Proses fermentasi adalah penguraian bahan-bahan organik dengan bantuan mikroorganisme. Fermentasi anaerob dapat menghasilkan gas yang mengandung sedikitnya 50% metana. Gas inilah yang biasa disebut dengan biogas. Biogas dapat dihasilkan dari fermentasi sampah organik seperti sampah pasar, daun daunan, dan kotoran hewan yang berasal dari sapi, babi, kambing, kuda, atau yang lainnya, bahkan kotoran manusia sekalipun. Gas yang dihasilkan memiliki komposisi yang berbeda tergantung dari jenis hewan yang menghasilkannya (Firdaus, 2009). Komposisi biogas ditunjukkan pada tabel 2.1. Tabel 2.1 Komposisi Biogas Komponen % Metana (CH4) 55-75 Karbon Dioksida (CO2) 25-45 Nitrogen (N2) 0-0,3 Hidrogen (H2) 1-5 Hidrogen Sulfida (H2S) 0-3 Oksigen (O2) 0,1-0,5 Sumber : www.wikipedia.org Sifat-sifat biogas antara lain sebagai berikut : 1. Tidak seperti LPG yang bisa dicairkan dengan tekanan tinggi pada suhu normal, biogas hanya dapat dicairkan pada suhu -178 C sehingga untuk menyimpannya dalam sebuah

tangki yang praktis mungkin sangat sulit. Jalan terbaik adalah menyalurkan biogas yang dihasilkan untuk langsung dipakai baik sebagai bahan bakar untuk memasak, penerangan dan lain-lain. 2. Biogas dengan udara (oksigen) dapat membentuk campuran yang mudah meledak apabila terkena nyala api karena flash point dari metana (CH4) yaitu sebesar -188 C dan autoignition dari metana adalah sebesar 595 C (www.encyclopedia.com). 3. Biogas tidak menghasilkan karbon monoksida apabila dibakar sehingga aman dipakai untuk keperluan rumah tangga. 4. Komponen metana dalam biogas bersifat narkotika pada manusia, apabila dihirup langsung dapat mengakibatkan kesulitan bernapas dan mengakibatkan kematian (Purnama, 2009). Secara garis besar proses pembentukan biogas dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu: 1. Tahap Hidrolisis (Hydrolysis) Pada tahap ini, bakteri memutuskan rantai panjang karbohidrat kompleks, protein, dan lipida menjadi senyawa rantai pendek. Contohnya polisakarida diubah menjadi monosakarida, sedangkan protein diubah menjadi peptide dan asam amino. 2. Tahap Asidifikasi (Acidogenesis dan Acetogenesis) Pada tahap ini, bakteri (Acetobacter aceti) menghasilkan asam untuk mengubah senyawa rantai pendek hasil proses hidrolisis menjadi asam asetat, hidrogen, dan karbon dioksida. Bakteri tersebut merupakan bakteri anaerob yang dapat tumbuh dan berkembang dalam keadaan asam. Bakteri memerlukan oksigen dan karbondioksida yang diperoleh dari oksigen yang terlarut untuk menghasilkan asam asetat. Pembentukan asam pada kondisi anaerobik tersebut penting untuk pembentukan gas metana oleh mikroorganisme pada proses selanjutnya. Selain itu bakteri tersebut juga mengubah senyawa berantai pendek menjadi alkohol, asam organik, asam amino, karbon dioksida, hidrogen sulfida, dan sedikit gas metana.Tahap ini termasuk reaksi eksotermis yang menghasilkan energi. C6H12O6 2C2H5OH + 2CO2 + 2 ATP (-118 kJ per mol) 3. Tahap Pembentukan Gas Metana (Methanogenesis) Pada tahap ini, bakteri Methanobacterium omelianski mengubah senyawa hasil proses asidifikasi menjadi metana dan CO2 dalam kondisi anaerob. Proses pembentukan gas metana ini termasuk reaksi eksotermis.

CH3COO- + H+

CH4 + CO2 (-36 Kj per mol) (www.wikipedia.org)

Tahapan pembentukan biogas dapat dilihat pada gambar 2.2.

Gambar 2.2 Diagram Tahap Pembentukan Biogas

Tahap-tahap reaksi pembentukan secara biologis dan kimia pada fermentasi anaerob dapat dilihat pada gambar 2.3.

Tahap Hidrolisis Bakteri Asam Asetat H2 CO2 Tahap Acidifikasi Asam Propionik Asam Butirik Alkohol Senyawa lain Bakteri

Tahap Pembentukan Metana Bakteri Gas Metana CO2

Bahan organik Karbohidat Lemak Protein

Bakteri

Asam Asetat

Bakteri Metanogenesis Bakteri fermentasi Bakteri Asetogenik Gambar 2.3 Tahapan Proses Pembentukan Biogas (Sufyandi, 2001) Proses pembuatan biogas dengan menggunakan biodigester pada prinsipnya adalah menciptakan suatu sistem kedap udara dengan bagian-bagian pokok yang terdiri dari tangki pencerna (digester tank), lubang input bahan baku, lubang output lumpur sisa hasil pencernaan (slurry) dan lubang penyaluran biogas yang terbentuk. Dalam digester terkandung bakteri metana yang akan mengolah limbah organik menjadi biogas. Ada beberapa jenis reaktor biogas yang sering digunakan antara lain : 1. Reaktor Kubah Tetap (Fixed Dome) Reaktor ini dibuat pertama kali di Cina sekitar tahun 1930-an, kemudian sejak saat itu reaktor ini berkembang dengan berbagai model. Reaktor ini memiliki dua bagian. Bagian pertama adalah digester sebagai tempat pencerna material biogas dan sebagai rumah bagi bakteri, baik bakteri pembentuk asam maupun bakteri pembentuk gas metana. Bagian ini dapat dibuat dengan kedalaman tertentu menggunakan batu, batubata atau beton. Strukturnya harus kuat karena menahan gas agar tidak terjadi kebocoran. Bagian kedua adalah kubah tetap (fixed dome). Dinamakan kubah tetap karena bentuknya menyerupai kubah dan bagian ini merupakan pengumpul gas yang tidak bergerak (fixed). Gas yang dihasilkan dari material organik pada digester akan mengalir dan disimpan di bagian kubah.

Gambar 2.4 Reaktor Kubah Tetap (Fixed Dome) Kelebihan dari reaktor ini adalah biaya konstruksi lebih murah daripada menggunakan reaktor terapung karena tidak memiliki bagian bergerak yang menggunakan besi. Sedangkan kekurangan dari reaktor ini adalah seringnya terjadi kehilangan gas pada bagian kubah karena konstruksi tetapnya. 2. Reaktor Terapung (Floating Drum Reactor) Reaktor jenis terapung pertama kali dikembangkan di India pada tahun 1937. Reaktor ini memiliki bagian digester yang sama dengan reaktor kubah-tetap. Perbedaannya terletak pada bagian penampung gas yang menggunakan drum yang bergerak. Drum ini dapat bergerak naik-turun yang berfungsi untuk menyimpan gas. Pergerakan drum mengapung pada cairan tergantung dari jumlah gas yang dihasilkan. Kelebihan dari reaktor ini adalah dapat melihat secara langsung volum gas yang tersimpan pada drum karena pergerakannya. Karena tempat penyimpanannya yang terapung maka tekanan gas konstan. Sedangkan kekurangannya adalah biaya material konstruksi dari drum lebih mahal. Faktor korosi pada drum juga menjadi masalah sehingga bagian pengumpul gas pada reaktor ini memiliki umur yang lebih pendek dibandingkan tipe kubah-tetap.

Gambar 2.5 Reaktor Terapung (Floating Drum Reactor) 3. Reaktor Balon (Balloon Reactor) Reaktor balon merupakan jenis reaktor yang banyak digunakan pada skala rumah tangga yang menggunakan bahan plastik sehingga lebih efisien dalam penanganan dan perubahan tempat biogas. Reaktor ini terdiri dari bagian yang berfungsi sebagai digester dan bagian penyimpan gas yang berhubungan tanpa sekat. Material organik terletak di bagian bawah karena memiliki berat yang lebih besar dibandingkan gas yang akan mengisi pada rongga atas.

Gambar 2.6 Reaktor Balon ( Balloon Reactor) Sumber : Pambudi, 2008

Biogas sebanyak 1000 ft3 (28,32 m3) mempunyai nilai pembakaran yang sama dengan 6,4 galon (1 US gallon = 3,785 liter) butana atau 5,2 gallon gasolin (bensin) atau 4,6 gallon minyak diesel. Untuk memasak pada rumah tangga dengan 4-5 anggota keluarga cukup 150 ft3 per hari (Perdana, 2011). 2.2 Limbah Tahu Limbah industri tahu pada umumnya dibagi menjadi 2 (dua) bentuk limbah, yaitu limbah padat dan limbah cair. Limbah padat pabrik pengolahan tahu berupa kotoran hasil pembersihan kedelai (batu, tanah, kulit kedelai, dan benda padat lain yang menempel pada kedelai) dan sisa saringan bubur kedelai yang disebut dengan ampas tahu. Limbah cair pada proses produksi tahu berasal dari proses perendaman, pencucian kedelai, pencucian peralatan proses produksi tahu, penyaringan dan pengepresan/pencetakan tahu. Sebagian besar limbah cair yang dihasilkan oleh industripembuatan tahu adalah cairan kental yang terpisah dari tahu yang disebut dengan air dadih (whey). Cairan ini mengandung kadar protein yang tinggi dan dapat segera terurai. Limbah ini sering dibuang secara langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu sehingga menghasilkan bau busuk dan mencemari lingkungan. Karakteristik buangan industri tahu meliputi dua hal, yaitu karakteristik fisika dan kimia. Karakteristik Fisika meliputi padatan total, padatan tersuspensi, suhu, warna, dan bau. Karakteristik kimia meliputi bahan organik, bahan anorganik dan gas. Suhu air limbah tahu berkisar 37-45C, kekeruhan 535-585 FTU, warna 2.225-2.250 Pt.Co, amonia 23,3-23,5 mg/1, BOD5 6.000-8.000 mg/1 dan COD 7.500-14.000 mg/1. Suhu limbah cair tahu pada umumnya 40-46 C. Senyawa-senyawa organik yang terdapat dalam limbah tahu dapat berupa protein, karbohidrat, lemak dan minyak. Gas-gas yang biasa ditemukan dalam limbah tahu adalah gas nitrogen (N2). Oksigen (O2), hidrogen sulfida (H2S), amonia (NH3), karbondioksida (CO2) dan metana (CH4). Gas-gas tersebut berasal dari dekomposisi bahanbahan organik yang terdapat di dalam air buangan (Herlambang, 2002). Komposisi kimia limbah cair tahu ditunjukkan pada tabel 2.2.

Tabel 2.2 Komposisi Kimia Limbah Cair Tahu


Komposisi % Karbohidrat 1,94 Lemak 0,01 Protein 0,05 Asam asetat 5,00 Air 93,00 Sumber : Pambudi, 2008

2.3

Pengolahan Limbah Cair Tahu Pengolahan limbah cair tahu dilakukan dengan proses anaerobik. Proses anaerobik pada hakikatnya adalah proses yang terjadi karena aktivitas mikroba yang dilakukan pada saat tidak terdapat oksigen bebas. Pertimbangan yang dilakukan adalah mudah, murah dan hasilnya bagus. Proses biologi anaerobik merupakan salah satu sistem pengolahan air limbah dengan memanfaatkan mikroorganisme yang bekerja pada kondisi anaerob. Kumpulan mikroorganisme, umumnya bakteri, terlibat dalam transformasi senyawa komplek organik menjadi metana. Ada tiga tahapan dasar yang termasuk dalam keseluruhan proses pengolahan limbah secara oksidasi anaerobik, yaitu : hidrolisis, fermentasi (yang juga dikenal dengan sebutan asidogenesis), dan metanogenesis (Metcalf and Eddy, 2003). Selama proses hidrolisis, bakteri fermentasi merubah materi organik kompleks yang tidak larut, seperti selulosa menjadi molekul-molekul yang dapat larut, seperti asam lemak, asam amino dan gula. Materi polimer komplek dihidrolisa menjadi monomer-monomer, contoh : selulosa menjadi gula atau alkohol. Molekul-molekul monomer ini dapat langsung dimanfaatkan oleh kelompok bakteri selanjutnya. Hidrolisis molekul kompleks dikatalisasi oleh enzim ekstra seluler seperti selulase, protease, dan lipase. Pada proses fermentasi (asidogenesis), bakteri asidogenik (pembentuk asam) merubah gula, asam amino, dan asam lemak menjadi asam-asam organik (asam asetat, propionate, butirat, laktat, format) alkohol dan keton (etanol, methanol, gliserol dan aseton), asetat, CO 2 dan H2. Produk utama dari proses fermentasi ini adalah asetat. Hasil dari fermentasi ini bervariasi tergantung jenis bakteri dan kondisi kultur seperti pH dan suhu. Proses metanogenesis dilaksanakan oleh suatu kelompok mikroorganisme yang dikenal sebagai bakteri metanogen. Ada dua kelompok bakteri metanogen yang dilibatkan dalam proses produksi metan. Kelompok pertama, aceticlastic methanogens, membagi asetat

ke dalam metan dan karbondioksida. Kelompok kedua, hidrogen memanfaatkan metanogen, yaitu menggunakan hidrogen sebagai donor elektron dan CO2 sebagai aseptor elektron untuk memproduksi metan. Bakteri di dalam proses anaerobik, yaitu bakteri acetogens, juga mampu menggunakan CO2 untuk mengoksidasi dan bentuk asam asetat. Dimana asam asetat dikonversi menjadi metan. Sekitar 72% metan yang diproduksi dalam digester anaerobik adalah formasi dari asetat. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses anaerobik adalah suhu, pH, waktu tinggal, rasio karbon dan nitrogen (C:N), dan mixing. Dengan sistem anaerobik, gas yang dihasilkan tergantung pada kandungan protein, lemak dan karbohidrat yang terkandung dalam limbah, lamanya waktu pembusukan minimal 30 hari karena semakin lama pembusukan semakin sempurna prosesnya, suhu di dalam digester yaitu 15-35 C, kapasitas kedelai minimal untuk dapat menghasilkan biogas adalah 400 kg, untuk produksi tahu dengan kapasitas kedelai 700 kg/hari dihasilkan tidak kurang dari 10.500 liter gas bio per hari, kebutuhan satu rumah tangga dengan 4-5 orang anggota 1.200-2.000 liter gas bio per hari (KLH, 2006).

BAB III PROSES PEMBUATAN


3.1 Proses Pembuatan Diagram alir pembuatan biogas dari limbah cair industri tahu dapat dilihat pada gambar 3.1. Limbah cair industri tahu Bar screen 0,6 x 0,6 x 0,6 m Bak penampung (kolam equalisasi) 10,8 x 6 x 3 m

Bak anaerob 25,6 x 10,8 x 7,62 m

Biogas

Pipa sirkulasi lumpur

Bak pengendap (settling tank) 2,5 x 0,7 x 6 m

Kolam aerasi 10,8 x 6,8 x 0,7 m

Pipa penguras lumpur

Bak pengendap (settling tank) 9,8 x 1,5 x 1,5 m

Sungai Gambar 3.1 diagram alir pengolahan limbah cair industri tahu menjadi biogas Sumber : Kaswinarni, 2007

3.2

Diskripsi Proses Air limbah sisa proses produksi mengalir melalui parit atau selokan yang dibuat di dalam pabrik menuju ke bak equalisasi (bak penampungan), disini air limbah melalui penyaringan (bar screen) terlebih dahulu untuk memisahkan kotoran-kotoran yang terikut, sehingga tidak mengganggu proses selanjutnya. Bak penampungan ini mempunyai ukuran bak : 10,8 x 6 x 3 m, dan waktu tinggal yaitu 31 jam. Dengan adanya jeda waktu produksi tiap harinya bak ini secara teknis dapat menjadi tempat berlangsungnya proses asidifikasi. Air limbah selanjutnya memasuki bak anaerob, di dalam bak anaerob ini terjadi penguraian materi organik (fermentasi). Bak anaerob ini mempunyai ukuran 25,6 x 10,8 x 7,62 m dan waktu tinggal 14 hari. Bak Anaerob ini merupakan tempat berlangsungnya proses anaerob dan pengambilan biogas. Bentuk dari bak ini adalah lingkaran dan tutup setengah bola (dome). Bak disekat menjadi 2 bagian dengan bagian akhir dipasang media filter (dengan botol kemasan air minum). reaktor biogas yang digunakan merupakan reaktor biogas jenis fixed dome digester (digester permanen), model ini juga dikenal dengan model Cina. Jenis reaktor ini memiliki volume tetap sehingga produksi gas akan meningkatkan tekanan di dalam reaktor. Teknologi biogas pada umumnya memanfaatkan proses pencernaan yang dilakukan oleh bakteri metanogen yang produknya berupa gas metana (CH4). Gas metana hasil pencernaan tersebut bisa mencapai 60% dari keseluruhan gas hasil reaktor biogas, sedangkan sisanya didominasi oleh CO2. Bakteri ini bekerja pada lingkungan yang hampa udara (anaerob), sehingga proses ini disebut juga dengan pencernaan anaerob (anaerob digestion). Dalam digester permanen, gas ditampung pada bagian atas dari kubah bangunan digester. Proses produksi biogas dimulai dalam waktu 3-5 hari. Untuk memanfaatkan biogas tersebut pada saluran bagian atas bak penampungan tersebut diberi saluran (dibuat dari pipa PVC) kemudian gas akan keluar melalui saluran tersebut. Pipa ini diberi kran sehingga bila dibutuhkan bisa dibuka. Sedangkan bila tidak dipakai bisa ditutup kembali sehingga gas tetap berada dalam penampungan. Keberhasilan proses pencernaan bergantung pada kelangsungan hidup bakteri metanogen dalam reaktor, sehingga beberapa kondisi yang mendukung berkembangbiaknya bakteri ini d dalam reaktor perlu diperhatikan, misalnya temperatur, keasaman, dan jumlah materi organik yang akan dicerna. Di dalam reaktor biogas, terdapat dua jenis bakteri yang sangat berperan, yakni bakteri asam dan bakteri methan. Kedua jenis bakteri ini perlu ada dalam jumlah

yang berimbang. pH di dalam digester berkisar antara 6,5 s/d 8. Bakteri methan ini cukup sensitif terhadap temperatur. Temperatur 35C diyakini sebagai temperatur optimum untuk perkembangbiakan bakteri methan. Setelah melalui proses anaerobik, kemudian air limbah masuk ke bak pengendap (Settling Tank) dengan ukuran bak : 2,5 x 0,7 x 6 m, volume 10,5 m 3, dan waktu tinggal 8,2 jam. Bak pengendap ini berfungsi untuk mengurangi partikel-partikel padat dalam air limbah dengan cara mengendapkan selama waktu tertentu sehingga terendapkan sekaligus mengurangi kekeruhan. Sebagian partikel kasar akan mengendap di dalam bak, sedangkan partikel yang halus terikut bersama dengan air. Apabila jumlah lumpur pada unit ini terlalu banyak, maka dilakukan pengembalian lumpur ke dalam bak anaerob melalui saluran resirkulasi lumpur. Tahap selanjutnya air limbah yang sudah melalui proses anaerobik dan bak pengendap kemudian masuk ke unit kolam aerasi, disini air limbah memasuki tahap pengolahan aerobik. Kolam aerasi ini mempunyai ukuran 10,8 x 6,8 x 0,7 m, volume 51,4 m3 dan waktu tinggal 8,2 jam. Kadar oksigen terlarut air limbah yang sudah melalui proses anaerobik adalah nol. Oleh karena itu dialirkan menuju ke kolam aerasi untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut. Aerator yang bekerja pada kolam akan memberikan udara. Semakin banyak kontak oksigen dengan air, maka semakin banyak air limbah akan menyerap oksigen. Aerasi ini efektif untuk mengurangi bahan-bahan kimia yang menyebabkan bau seperti H2S. Selain itu juga dapat melepaskan karbondioksida terlarut dari air. Proses selanjutnya air limbah masuk ke bak sedimentasi. Bak sedimentasi ini mempunyai ukuran 9,8 x 1,5 x 1,5 m, volume 22,05 m3 dan waktu tinggal 3,5 jam. Proses dalam bak ini diharapkan dapat menurunkan kekeruhan. Selanjutnya air limbah dapat dibuang ke lingungan (peairan).

DAFTAR PUSTAKA
Anonim ,2009, Gas Encyclopaedia , http://www.airliquide.com/GasEncyclopaedia.html Anonim ,2012, Biogas , http://id.wikipedia.org/wiki/biogas Firdaus, I.U., 2009, Energi Alternatif Biogas, http://www.migas-indonesia.com/index.php Kaswinarni, Fibria., 2007, Kajian Teknis Pengolahan Limbah Padat Dan Cair Industri Tahu, Universitas Diponegoro, Semarang. Pambudi, A., 2008, Pemanfaatan Biogas Sebagai Eenrgi Alternatif, http://www.dikti.org/ ? q=node/99 Perdana, Hendrik., 2011, Pengolahan limbah tahu menjadi biogas, http://www.hendrikperdana.web.id/artikel/umum/333-pengolahan-limbah-tahu-menjadi-biogas/ Purnama, C., 2009, Penelitian Pembuatan Prototipe Pengolahan Limbah Menjadi Biogas, http://www.sttal.ac.id/index.php/lppm/64-biogas Sufyandi, A., 2001, Informasi Teknologi Tepat Guna untuk Pedesaan Biogas, Bandung.

You might also like