You are on page 1of 7

DEFINISI Ileus paralitik (adynamic ileus) sering diidentikkan dengan ileus yang terjadi lebih dari tiga hari

(72 jam) sesudah suatu tindakan operasi dan merupakan salah satu spektrum disfungsi traktus gastro intstinal postoperatif. Namun demikian sering juga salah disebut sebagai keadaan pseudoobstroction (ogilvie syndrome) karena sebenarnya berbeda, dimana ileus paralitikus melibatkan semua bagian usus sedangkan pseudo-obstruction hanya terbatas pada kolon (ileus kolonik). Keadaan batas pada kolon (ileus kolonik). Keadaan ileus paralitik terjadi karena adanya hipomotilitas usus tanpa disertai adanya obstruksi mekanik dan keadaan paralitik pasca operasi umumnya membaik setelah 24 jam pada usus halus, 24-48 jam pada lambung, dan 48-72 jam pada kolon. ETIOLOGI Meskipun ileus paralitik mempunyai banyak kemungkinan etiologi, tetapi pasca operasi merupakan penyebab tersering dan tidak harus berupa operasi intra peritoneal, dapat retroperitoneal maupun operasi selain di abdomen. Penyebab lain dari ileus paralitik antara lain, sepsis, obat-obatan (seperti opioid,anti depresan, antasida), metabolik (hipokalemi, hipomagnesemia, hiponatremia, anemia, dan hipoosmolalitas), infark miokard, pneumonia, komplikasi diabetes, trayma (misal, fraktur spinal), kolik bilier, kolik renal, trauma kepala atau prosedur-prosedur bedah saraf, inflamasi intraabdominal dan peritonitis, dan gematoma retroperitoneal. PATOGENESIS Mengetahui fungsi-fungsi usus halus dan kolon mungkin membantu memahami patogenesis dari ileus paralitikus (Tabel 1). Fungsi dari usus halus adalah absorpsi dengan adanya villi dan microvilli yang membuat permukaan absorpsi hampir seluas lapangan tenis dan kurang melibatkan enzim-enzim pencernaan. Pada keadaan makan terjadi gerakan mencampur dan propulsi dari usus halus. Gerakan mencampur memberi kesempatan makanan untuk kontak dengan villi, sedangkan gerakan propulsi merupakan gerakan yang lemah namun lebih kuat pada bagian proksimal daripada distal. Pada keadaan puasa terjadi gerakan yang lambat, ritmik, mengalir yang disebut migrating motor complex dan hanya terjadi pada lambung dan

usus halus. Kolon berperan mengabsorbsi air dan elektrolit dan menahan feses hingga siap dikeluarkan. Terjadi gerakan mencampur dan propulsi dengan gerakan mencampur lebih dominant pada bagian kolon proksimal, sedangkan gerakan propulsi didominasi kolong bagian distal. Patogenesis ileus paralitik kompleks dan multifaktorial (Tabel 2). Traktus gastrointestinal merupakan satu tube muskuler yang panjang dimana gerakan peristaltik dan segmental menyebabkan makan bergerak dari oral ke ujung anus dan mempercepat pencampuran nutrien-nutrien yang tercerna dengan enzim-enzim dan cairan-cairan pencerna. Aktivitasaktibitas sekretorik dan motorik traktus gastrointestinal dikendalikan oleh berbagai sistem hormonal dan neural, dan banyak aktivitas tersebut dikendalikan oleh refleks-refleks gastro intestinal lokal yang diawali oleh sejumlah stimuli luminal, seperti distensi, osmolaritas, pH, dan konsentrai produk-produk digestif tertentu. Stimuli-stimuli ini bekerja pada reseptorreseptor di dinding traktus gastrointestinal dan memicu refleks-refleks yang mempengaruhi otot-otot polos dan kelenjar-kelenjar endokrin dan eksokrin. Pengendalian neural dapat bersifat eksitatorik atau inhibitorik. Tiga sistem saraf berperan dalam mengatur motilitas gastrointestinal yaitu sistem saraf simpatik dan parasimpatik yang mengatur motilitas dan sistem saraf intrinsik. Saraf parasimpatik meningkatkan motilitas dan saraf simpatik menghambat nya. Ileus paralitik mungkin terjadi karena peningkatan aktivitas saraf simpatik yang berkepanjangan. Hormon-hormon dapat bekerja lokal atau melakukan fungsinya dari jauh melalui aliran darah. Kerusakan atau gangguan pada refleks-refleks neural yang menentukan motilitas usus yang terkoordinir dan atau kejadian inflamasi otot-otot intestinal dianggap merupakan pusat dari patogenesis ileus yang dipicu tindakan manipulasi usus, sedangkan yang diakibatkan bukan oleh manipulasi mungkin jauh lebih kompleks. Kadar seotonin plasma yang tinggi ditemukan pada kasus obstruksi mekanik akut yang berhubungan dengan iskemik usus yang diduga berkaitan dengan kongesti vaskular, tetapi tidak dijumpai pada kasus ileus paralitik maupun pseudoobstruction kronis. Studi pada tikus menunjukkan adanya aktivitas endocannabinoid pada kejadian ileus paralitik dimana penurunan motiliras usus yang dipicu ileus paling tidak sebagian disebabkan oleh peningkatan kadar anandamide usus halus yang bekerja pada reseptor cannabinoid.

CB, yang terekspresi berlebihan.l faktor lain yang berperan pada terjadinya ileis paralitikus pasca operasi adalah obat-obatan anestesi, terutama agonis opioid dan manipulasi usus selama operasi.

Tabel 1. Perbandingan Fungsi Usus Halus dengan Usus Besar Variabel Fungsi umum Usus halus Absorbsi, digesti Usus besar Absorbsi air dan elektrolit, menyimpan fese Absorbsi diperlukan Waktu yang Hanya sebentar untuk 48-72 jam

mengembalikan fungsinya setelah operasi Saraf Parasimpatik (SP) Regulasi ekstrinsik(meningkatkan motilitas) Saraf Simpatik (SS) Terdapat adanya gap junction Tidak dijumpai adanya gap junction Struktur Intrinsik Ketergantungan saraf Gerakan, saat makan Mencampur, syncytium Gerakan, saat puasa Migrating (MMC) motor ritmik, dan Mencampur menggerakkan massa complex Tidak ada MMC dan Sistem Saraf SSI, SS, SSP (SSI) sistem SS, SP Reulasi ekstrinsik

(meningkatkan motilitas)

Tabel. 2 Kemungkinan Mekanisme Ileus Paralitikus Pasca Operasi Mekanisme Sistem Saraf Otonom Sistem Saraf Usus Hormon-hormon neuropeptida Inflamasi Faktor-faktor yang terlibat Jalur inhibisi simpatik Substansi P, Nitric oxide dan Vasoactive intestinal peptide;corticotropin releasing factors ligand;calcitonin gene-related peptid ligand Makrofag dan infiltrasi netrofil;sitokin-sitokin, mediator inflamasi lain Anestesi Narkotika Anestesi umum Opioid

MANIFESTASI KLINIK Konsekuensi klinis ileus paralitik pasca operatif cukup besar, karena akan menimbulkan keluhan-keluhan nyeri dan rasa tak nyaman di perut, dengan atau tanpa muntah, katabolisme yang meningkat karena nutrisi oral terbatas, imobilasi, komplikasi pulmoner yang meningkat, dan kebutuhan rawat inap yang lebih lama. Spektrum klinis ileus meliputi distensi abdomen, suara usus minimal atau negatif, pasase feses atau flatus yang terlambat. Pemeriksaan laboratorium hanya untuk mengevaluasi proses infeksi, gangguan metabolik dan elektrolit yang menyertai. Foto polos abdomen akan menunjukkan gambaran ileus yang berupa dilatasi usus halus dan kolon karena gas dalam usus yang berlebihan. Dengan enteroklisis zat kontras pada ileus paralitik harus mencaoai caecum dalam 4 jam. Apabila melebihi waktu tersebut perlu dicurigai adanya ileus obstruksi mekanik. (lihat Tabel 3). Dspst juga dilakukakan Foto abdomen 3 posisi. Tampak dilatasi usus menyeluruh dari gaster sampai rektum. Penebalan dinding usus halus yang dilatasi memberikan gambaran herring bone appearance (gambaran seperti tulang ikan), karena dua dinding usus halus yang menebal dan menempel membentuk gambaran

vertebra dan muskulus yang sirkuler menyerupai kosta dan gambaran penebalan usus besar yang juga distensi tampak di tepi abdomen. Tampak gambaran air fluid level pendek-pendek berbentuk seperti tangga yang disebut step ladder appearance di usus halus dan air fluid level panjang-panjang di kolon.

PENATALAKSANAAN Sebagian besar kasus ileus postoperatif membaik hanya dengan terapi suportif saja. Obat-obat prokinetik juga tidak menunjukkan bukti perbaikan ileus. Pemberian cairan elektrolit untuk hidrasi perlu diberikan, sedangkan pemasangan nasogastric tube tidak didukung data-data penelitian yang menunjukkan bahwa pemasangan nasogastric tube mempercepat perbaikan ileus, sehingga hanya dilakukan pada kasus-kasus yang selektif saja, seperti distensi abdomen yang berlebihan atau muntah yang terus menerus. Keadaan sepsis yang menyertai dengan gangguan elektrolit yang terjadi atau seperti hipokalemia, hiponatremia, atau hipomagnesemia harus diatasi. Pemakaian narkotika pasca operasi sebaijnya digantikan dengan obat-obatantiinflamasi non sterois. Penelitian menunjukkan bahwa resolusi ileus lebih cepar pada pasien yang diberikan ketorolac daripada morfin. Tidak ada parameter klinik yang bisa dipakai sebagai tanda pasti resolusi ileus, sehingga seorang klinisi dituntut menilai status pasien secara keseluruhan meliputi penilaian fungsi usus dan kebutuhan nutrisi yang operasi adalah dengan memberikan diet enteral seawal mungkin pada periode pasca operasi yang akan mempercepatperbaikan ileus yang terjadi, meskipun tidak semua pasien bisa mengakomodasi diet ini. Gum chewing pasca operatif juga menunjukkan percepatan perbaikan ileus pasca operasi, yang diduga melaluimekanisme cephalic-vaga. Laporan pasien bahwa dia sudah flatus, ada suara usus dan buang air besar, bisa membantu tetapi perlu dievaluasi secara klinik karena belum tentu merupakan tanda perbaikan. Tabel 3. Perbandingan Manifestasi Klinis Tiga Tipe Ileus Ileus paralitik Simptom Pseudo-obstruction Obstruksi mekanik perut, mual,

Nyeri perut ringan, Kram kembung, mual, konstipasi,

perut, Kram mual, konstipasi,

muntah, konstipasi

muntah , anoreksia

muntah, anoreksia

Pemeriksaan fisik

Suara (silent

usus

negatif Borborymi, timpanik, Borborygmi,

abdomen), gelombang peristaltik, gelombang peristaltik, suara usus hipoaktif suar-suara atau hiperaktif, tinggi ususpitch (metallic

distensi, timpanik

distensi, nyeri lokal

sound), distensi, nyeri lokal

Foto polos rontgen

Dilatasi dan

usus

halus Dilatasi terbatas pada Loop-loop

seperti

besar,

elevasi usus besar, diafragma busur berpola seperti meninggi tangga, sedikitnya gas pada kolon distal dari lesi, diafragma

diafragma

meninggi sedikit, air fluid level

- Pengobatan dan Terapi Medis a. Pemberian anti obat antibiotik, analgetika,anti inflamasi b. Obat-obatan narkose mungkin diperlukan setelah fase akut c. Obat-obat relaksan untuk mengatasi spasme otot d. Bedrest - Konservatif Penderita dirawat di rumah sakit. Penderita dipuasakan Kontrol status airway, breathing and circulation. Dekompresi dengan nasogastric tube. Intravenous fluids and electrolyte Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan Operatif Ileus paralitik tidak dilakukan intervensi bedah kecuali disertai dengan peritonitis. Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastric untuk mencegah sepsis sekunder atau rupture usus. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil explorasi melalui laparotomi. Laparatomi

Adanya strangulasi ditandai dengan adanya lokal peritonitis seperti takikardia, pireksia (demam), lokal tenderness dan guarding, rebound tenderness. Nyeri lokal, hilangnya suara usus lokal, untuk mengetahui secara pasti hanya dengan tindakan laparatomi.

(sumber : Rani, Aziz. Buku ajar Gastroenterohepatologi Edisi I. 2011. Jakarta pusat: Interna Publishing www. Medicastore.com )

You might also like