You are on page 1of 12

BAB III MASUK AGAMA DAN KEDEWASAAN KELOMPOK AGAMA

Masalah Masuk Agama ini akan dibahas dalam langkah sebagai berikut. 1. Faktor-faktor pendorong masuk agama 2. Proses masuk agama 3. Kohesi kelompok keagamaan 4. Kesadaran kelompok agama tentang dirinya 5. Kedewasaan sikap-sikap keagamaan Alasan mengapa orang masuk agama, atau, pindah agama? Faktor-faktor mana yang mrndorong tindakan itu? Faktor-faktor pendorong masuk agama Menurut Max Henrich ada empat faktor yang mendorong orang masuk atau pindah agama. Secara ringkas yaitu. 1. Dari kalangan ahli teologi : faktor pengaruh ilahi. Seseorang atau kelompok masuk atau pindah agama karena didorong oleh karunia Allah. Tanpa adanya pengaruh khusus dari Allah orang tidak sanggup menerima kepercayaan yang sifatnya radikal mengatasi kekuatan insane. Dengan kata lain, untuk berani menerima hidup baru dengan segala

konsekuensinya diperlukan bantuan istimewa dari Allah yang sifatnya Cuma-Cuma. Komentar dari para ahli ilmu sosial sudah jelas, bahwa pengaruh ilahi (dari dunia supra-empiris) itu tak terjangkau oleh pengamatan sosial. Maka bidang tersebut tidak menjadi kompetensi ilmu-ilmu sosial. 2. Faktor kedua dating dari kalangan ahli psikologi : pembebasan dari tekanan batin. Tekanan batin itu sendiri timbul dari dalam diri seseorang

karena pengaruh lingkungan sosial. Orang lalu mencari jalan keluar dengan mencari kekuatan lain, yaitu masuk agama. 3. Faktor ketiga dikemukakan oleh kalangan ahli pendidikan : situasi pendidikan (sosialisasi) 4. Faktor keempat diketengahkan oleh kalangan ahli sosial : aneka pengaruh sosial. Pengaruh ilahi. Telah dijelaskan diatas bahwa masalah dari dunia supra-empiris itu bukanlah kompetensi ilmu-ilmu sosial untuk membicarakannya. Faktor lain adalah kemiskinan. Tetapi masalah ini tidak mungkin menjadi praalasan untuk berpindah agama. Heirich sendiri belum berkesempatan meneliti masalah tersebut. Memang didaerah misi sering dilontarkan tuduhan terhadap para misionaris dan para mubaligh bahwa mereka mencari anggota baru di kalangan kaum miskin. Namun belum terdapat argumentasi yang kuat bahwa golongan yang melarat itu berpindah agama karena tekanan kemiskinan. Dibicarakan pula bahwa cara yang ekstrem dalam arti paksaan fisik bukanlah suatu khayalan belaka. Terkenal pepatah yang berbunyi : Agama (tertentu) itu melebarkan sayapnya dengan pedang. Peristiwa demikian itu terjadi bersamaan dengan peperangan yang dilakukan raja dengan tentaranya menaklukkan penduduk di wilayah baru. Proses masuk atau pindah agama Bagaimana jalannya pertobatan itu dari titik awal hingga titik akhir? Bagaimana faktor-faktor pendorong yang telah kita ketahui dalam uraian sebelumnya yaitu mengerjakan pengaruhnya atas proses perubahan jiwa orang yang bertobat? sejauh mana agama baru yang dihubungi seseorang ikut berperan dalam prose situ? Aspek-aspek manakah yang menarik anggota baru sehingga ia mengambil keputusan untuk meninggalkan kepercayaan yang lama dan memasuki agama baru itu?

Untuk menjawab soal diatas dengan tuntas Sosiologi Agama menyadari sepenuhnya kekurangmampuannya karena masalah tersebut untuk sebagian menyangkut daerah tertentu yang tidak termasuk kompetensinya, ialah masalah kejiwaan (psikologis) dan masalah keimanan. Pengaruh apakah yang dapat menghancurkan realitas kejiwaan dasar dalam diri seseorang atau kelompok yang kemudian membangun realitas baru? Dalam proses konversi tersebut terdapat tiga pengaruh besar yang bekerja sama yaitu. 1. Kekuatan psikologis 2. Kekuatan sosiologis 3. Kekuatan Ilahi (rahmat tuhan) Dapat diketahui bahwa keterangan-keterangan yang digunakan dalam uraian ini berasal dari sampel-sampel kalangan Kristen. Maka kesimpulan-kesimpulan hendaknya tidak diberi daya laku luas. Proses psiko-sosiologis konversi religious Menurut M.T.L Penido yang dikutip H. Carrier, konversi religius mengandung dua aspek yaitu 1. Pertobatan batin (endogenos origin) 2. Pertobatan lahir (exogenous origin) Namun untuk memahami lebih lengkap keseluruhan proses batin itu perlu ditambahkan adanya kekuatan lain yang ikut berpengaruh yang dating dari luar. Apa yang disebut faktor luar tadi harus ditampilkan disini. Faktor itu tidak lain adalah komunitas religius. Agama sebagai suatu perkumpulan memainkan peranan penting proses konversi keseluruhannya. Hal ini merupakan sasaran yang menarik bagi Sosiologi Agama. H. Carrier membawa suatu kerangka proses pertobatan pada umumnya sebagai berikut
3

1. akibat krisis terjadilah desintegerasi seseorang.

sintesis kognitif dan motivasi

2. Reintegrasi keperibadian atas landasan religius baru lahirlah keperibadian baru 3. Penerimaan peran sosial bagi agama baru 4. Kesadaran atas panggilan baru itu sebagai karya Ilahi. Kesimpulan yang paling berharga untuk memahami kasus-kasus pertobatan pada umumnya ialah ditemukannya suatu proses yang tetap yaitu rasa berdosa bertibat lahir kembali. Proses pertobatan tidak berdiri sendiri tetapi dipengaruhi faktor-faktor luar yang disebut faktor-faktor sosiologis. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam pertobatan (konversi) terdapat pengaruh timbale balik antara kekuatan dalam (batin) dan kekuatan luar, antara faktor-faktor sodiologis dan psikologis. Manakahfaktor-faktor sosiologis itu? Dan bagaimana faktor-faktor itu memainkan peranan atas proses pertobatan itu? Untuk menjawab kedua soal ini maka ditampilkan dua kekuatan sosiologis : 1. Disorganisasi masyarakat 2. Keunggulan cultural kelompok agama baru Disorganisasi masyarakat Menyebutkan bahwa disatu sisi mereka kehilangan pemeluknya namun disisi lain mendapat anggota-anggota baru. Mengenai laju perkembangannya tidak terdapat ritme kecepatan yang sama untuk agama yang satu dengan yang lain pada tempat dan jaman yang tertentu dan tempat dan masa yang lain. Proses sosiologis ini ditimbulkan oleh dua kekuatan yaitu : disorganisasi sosial dan penampilan agama baru. Gambarannya adalah tantang perubahan sosial disintergrasi nilaiinilai cultural disorganisasi (anomi) dissolidaritas kelompok krisis sosial krisis batin mencari jalan keluar. Lalu masuk agama lain.

Keunggulan kultural kelompok agama baru Dari sekian banyak kasus perpindahan agama dapat ditarik kesimpulan bahwa kehadiran agama baru pada umumnya mempunyai daya tarik terhadap bangsa yang didatangi karena agama itu memiliki sistem nilai budaya yang lebih tinggi daripada sistem nilai budaya yang sudah ada. Keunggulan nilai budaya baru dapat diperinci menurut penglihatan subyektif bangsa yang bersangkutan sebagai berikut. 1. Ajaran agama yang lebih tinggi 2. Sarana-sarana rohani yang mengatasi kekuatan manusia 3. Keunggulan pengetahuan ilmiah pemeluk-pemeluknya. Contoh dari agama Kristen ialah pembebasan dari kejahatan dunia bagi semua manusia oleh seorang juru selamat yang datang dari dunia lain, ialah Yesus Kristus yang telah dibunuh sebagai korban namun hidup kembali. Ajaran keselamatan yang setinggi itu belum pernah mereka terima dari para filsuf seperti sokrates, Plato, Aristoteles atau guru-guru agama di daratan Eropa. Doktrin baru ini ternyata sanggup membuka perspektid yang sama sekali baru dan menimbulkan krisis batin. Pada masa kemudian ketika agama Kristen itu keluar dari daerah kekaisaran Romawi memasuki kawasan eropa tengah dan utara, penduduk itu terpesona oleh dua hal. Bukan hanya doktrin agama tetapi juga prestige kulturalnya. Masuknya agama islam dari Negara arab. Agama baru ini dinilai bangsa-bangsa yang masih memeluk agama adat maupun yang telah memeluk agama HinduBuddha sebagai memiliki nilai-nilai kultural yang lebih unggul sehingga mereka sebagian besar masuk agama baru itu. Keunngulannya antara lain adalah, 1. Islam mengajarkan seperangkat dogma yang bertumpu pada doktrin monoteisme 2. Ajaran syariat yang praktis
5

3. Tidak mengenal perbedaan kasta 4. Tiada pemisahan antara agama dan Negara 5. Filsafat islam klasik dan ilmu pengetahuan eksakta yang waktu itu tinggi Beberapa pengamat seperti Christopher Dowson dan H.O Taylor menemukan keterangan lain untuk peristiwa tersebut diatas. Mereka melihat kekuatan magis sebagai faktor dominan. BAB IV AGAMA SEBAGAI KATAGORI SOSIAL Para ahli sosiologi dengan pertimbangan metodisnya dalam mempelajari fenomena sosial masyarakat yang demikian luas terbiasa membuat pembagian fiktif sasaran itu dalam katagori-katagori tertentu.Misalnya,penduduk suatu daerah dibagi dalam katagori-katagori ,seperti:katagori usia muda,katagori usia dewasa,katagori yang sudah kawin dan belum kawin,katagori orang kaya dan orang miskin,dst,dan dengan cara ini diharapkan mendapat data lebih cermat dan mutu kesimpulan yang lebih tinggi.kalau langkah terakhir itu sudah selesai lalu diteliti katagori pemeluk yang aktif dan yang tidak aktif.Golongan-golongan sebagaimana dilukiskan diatas,disebut katagori sosial,dan bukan kelompok sosial.karena pengertian kelompok sosial menuntut sejumlah kriteria yang obyektifada pada kelompok itu,terlepas dari keinginan sepeneliti. 4.1.Demensi empiris agama Demensi empiris agama dapat dijelaskan pula dengan jalan lain.Bukan hanya karena agama itu merupakan katagori sosial saja.Agama menampilkan diri juga sebagai peristiwa yang sedang berjalan,suku bangsa dan bangsa,yang mempunyai warna kulit dan kebudayaan yang berbeda-beda.Contohnya,Bangsa Indonesia beragama islam;ungkapan tersebut harus diberi keterangan,bahwa disamping mayoritas penduduk yang beragama islam terdapat juga sejumlah kelompok minoritas yang tidak beragama islam,seperti umat hindu dan Buddha,umat Kristen prostestan dan Kristen katolik,penganut kepercayaan dan

penganut konfusianisme.Bahwa agama mempunyai dimensi empiris masih akan diterangkan dalam uraian berikut bahwa :aspek sosiologi agama 4.2.Aspek sosiologi agama Pertama:Agama adalah bagian dari kebudayaan manusia Kedua:Agama sebagai institusi sosial Aspek sosiologi agama dijabarkan demikian guna mencapai gambaran yang jelas,sebab bahan yang akan dibicarkan disini (kebudayaan dan institusi)sudah sering disinggung dalam pengkajian sebelumnya. 4.2.1.Agama adalah bagian dari kebudayaan manusia Agama sebagai suatu sistim sosial didalam kandungannya merangkum suatu pola kelakuan lahir dan batin yang ditaati penganut-penganutnya.Ungkapan iman seorang pemeluk agama yang (strict) pribadi pun dilakukan menurut pola-pola kebudayaan tertentu.Misalnya kalau seseorang berdoa.Dari cara berdoa yang tertentu itu pelakunya dapat dikenali dengan cepat,agama apa yang dipeluknya.Berdoa secara katolik mempunyai pola lain dari pola berdoa menurut agama islam.Meditasi Zen-Buddhanisme mengikuti pola lain lagi dari meditasi dalam agama Kristen. Ungkapan religious kolektif Ekspresi iman yang dilakukan bersama-sama tidak dapat dipisahkan dari konteks kebudayaan bangsa tertentu.Misalnya upacar kebaktian (liturgis) seperti perayaan ekaristi,perayaan inisiasi,perayaan sakramen perkawinan,pentahbisan imamat dari gereja katolik disusun menurut pola kebudayaan tertentu. Lambang_lambang keagamaan Dalam dunia perlambangan ada dua hal yang perlu diketahui.pertama sesuatu rohaniah (sakral) yang hendak dijelaskan.Kedua,benda lambing yang dipakai untuk menjalaskan.Dalam hubungan ini harus diakui bahwa suatu benda lambing

yang secara visual sama diberi arti berbeda,bahkan yang berlawanan.Jadi secara ringkas dapat dismpulkan bahwa membudayakan dan memanusiakan orang yang berkepentingan.pemanusiaan yang lengkap dan sempurna menurut keyakinan manusia beragama dapat diperoleh jika manusia dapat mengatur relasi sebaikbaiknya dengan sesame manusia (horizontal) dan berhubungannya dengan yang sakral (Tuhan) (Hubungan vertical).Hubungan vertical ini dimungkinkan dengan lambing-lambang religious yang berfungsi mengatur sikap-sikap dan pola-pola kelakuan lahir batin terhadap Yang Terakhir

4.3.Agama sebagai institusi sosial Persoalan apakah agama itu seyogyanya tidak berbentuk institusi;atau sebaliknya,harus berbentuk institusi bukanlah masalah utama dari

sosiologi.Masalah itu mungkin primer untuk teologi atau filsafat.Namun karena sosiologi agama menghadapi kenyataan konkret agama sebagai institusi sosial,maka ia wajib memberikan penerangan yang masuk akal dengan CARANYA SENDIRI mengapa hal yang demikian itu terjadi. BAB V AGAMA SEBAGAI INSTITUSI DALAM DILEMMA 5.1 Dampak dilemma relegius Kenyataan yang konkret yang menunjukkan bahwa situasi dan kondisi masyarakat sudah berubah,namun keadaan agama tetap sama dapat dijumpai dalam sejarah umat manusia dari segala Negara dan zaman.Berdasarkan kenyataan itu para ahli social mengatakan dengan istilah teknis,bahwa agama merupakan salah satu unsur kebudayaan yang mengalami kelambanan social (social lag). kelambanan yang besar yang menimbulkan dilemma sebagai contohnya ialah yang dialami oleh agama Kristen,dalam abad ke-16 yang disebut zaman reformasi dan abad ke-20 menjelang konsili vatikan II.contoh lain pada agama islam di iran.di bawah ini kita

akan melihat tampak dilemma yang dihadapi setiap agama yang telah menjelma dalam institusi: 1). jika agama mau mempertahankan kemurnian asli (otentik) pendirinya sepanjang zaman dari masa ke masa dalam pagar-pagar kepranataan yang tak tertembus oleh pengaruh pemikiran baru maka karisma itu tak akan tersentuh dan tak akan berkembang. 2). Agama dihadapkan pula dengan pilihan yang sulit berkenaan dengan masalah kekuasaan dan kepemimpinan,bila agama memilih bentuk kepemimpinan karismatik,pilihan itu mendatangkan kesulitan yang tidak kecil tetapi ada keuntungannya juga yaitu agama dapat berkembang dengan kepesatan yang luar biasa berkat karismayang dimiliki seorang pemimpin karismatis.kerugiannya kekuasaan seorang pemimpin karismatis akan dapat berubh menjadi kekuasaan sewenang-wenang,dictatorial dan mutlak.jika agama memilih bentuk pimpinan yang rasional ia tidak bebas pula dari kesulitan yang tidak kalah beratnya.namun juga ada keuntungannya yaitu kemungkinan tindak sewenang-wenang dari pemimpin agama sudah ditutup dengan peraturan rasional yang dibuat oleh wakil-wakil golongan yang ada dalam agama itu.kerugiannya bahwa agama yang berbentuk yuridis formal akan menjurus (dan kenyataannya memang) kerutinisasi,birokrasi,dan stagnasi. 3). Dilemma lain yang dihadapi agama ialah yang berkenaan dengan masalah uniformitas dan pluniformitas agama.jika agama mau menitik beratkan

perkembangannya dalam bentuk kesatuan (unifornitas) yang absolute. 4). Dilemma simbolisasi keagamaan.agama-agama berusaha untuk menjelasakan hal-hal yang rohaniah,yang abstrak dan supra empiris. 5). Disini masih dapat di kemukakan unsur-unsur keagamaan lain yang menimmbulkan dilemma yaitu peraturan peraturan moralistis yang di keluarkan berabad abad lalu namun masih berlaku untuk umat nya yang hidup dalam zaman modern misalnya larangan makan jenis daging hewan tertentu seperti daging babi untuk peluk agama islam,daging lembu untuk pemeluk hindu.
9

5.2. pengaruh sekularisasi terhadap agama Dalam arus besar proses social dan perubahan masyarakat dapat ditemukan satu jenis proses dan perubahan social yang mempunyai warna dan nada tersendiri,yang di sebut sekularisasi.studi yang lebih khusus mengenai sekularisasi menerangkan bahwa istilah dan kandungan sekularisasi mengalami perkembangan. Sejak abad lalu hingga dewasa ini terdapat dua macam sekularisasi yaitu sekularisme ekstrem ialah pandangan hidup atau ideology yang mencita-citakan otonomi nilai duniawi lepas dari campur tangan tuhan dan pengaruh agama.sekularisme moderat ialah pandangan hidup (idiologi) yang mencita-citakan otonomi nilai duniawi dengan mengikutsertakan tuhan dan agama. Sekularisasi ialah suatu gerakan (social) yang di arahkan kepada terwujudnya otonomi dunia dan nilai duniawi dengan mengikutsertakan agama

dan nilai-nilai keagamaan. 5.3. goyahnya kaidah keagamaan Agama pada umumnya selalu dipandang sebagai tempat

legitimasi.artinya,manusia baru merasa puas atas perbuatannya kalau ia mengetahui bahwa perbuatannya yang begini atau begitu dibenarkan (atau

disalahkan) oleh agama.agama membenarkan atau menyalahkan tindakan seseorang melalui suatu kompleks peraturan yang lazim disebut hokum agama. 5.4. krisis kewibawaan 5.4.1. krisis keibawaan pada umumnya tidak lain merupakan suatu bentuk proses sekularisasi menuju tercapainya otonomi (kedaulatan) manusia dengan melawan kekuasaan yang dipandang tidak adil. 5.4.2. proses awamisasi

10

Kalau

dalam

bidang

kemwsyarakatan

dan

kenegaraan

dipakai

istilah

demokrasi,maka dalam hal keagamaan dipakai istilah awamisasi.awamisasi dan demokrasi dua hal yang berbeda,tetapi keduanya mempunyai titik kebersamaan. 5.4.3. demokratisasi dalam masyarakat profane Khususnya dari sejarah Negara Kristen barat terbukti bahwa dalam perkembangan menuju cita-cita masyarakat yang dewasa mereka harus melewati tantangan berat dari pihak pengusa Negara. 5.4.4. demokratisasi (awamisasi) dalam kehidupan Walaupun dalam cita-citanya merasa dipanggil untuk membebaskan manusia (penganutnya) dari semua unsure tekanan yang tidak manusiawi,namun dalam kenyataan sejarah proses itu berjalan lamban dan tersendat-sendat,serta mengalami banyak ketegangan yang harus diatasi. Bentuk-bentuk reaksi terhadap kekuasaan agama khususnya dalam gereja Kristen,yang muncul dalam sejarah,dapat ditampilkan sebagai berikut; 1). Sebagaian dari umat beragama menjauhkan diri dari pengaruh kuasa agama (kereja). 2). Sebagian umat yang menyingkir dari kehidupan beragama lalu meninggalkan peraktek keagamaan disertai rasa dendam terhadap pimpinan agama (gereja). 3). Sebagian umat yang tidak mengikuti gerakan antiklerikalisme,menuntut supaya tugas-tugas pelayanan agama yang tidak memerlukan tahbisan imamat jabatan diserahkan kepada kaum awam. 5.5. jalan keluar Dari uraian diatas dapat dilihat adanya garis lurus dari gerakan sekularisasi disatu pihak,dan garis gerakan yang melawan dilain pihak.sekularisasi

11

memperanakkan paham demokrasi;proses demokratisasi bergerak dalam bidang kehidupan umum,dan awamisasi didalam kehidupan agama,khususnya agama Kristen. Jalan keluar yang disebut dibawah ini bukanlah serep eksak sebagai hasil penilitian ilmiah tetapi hanya berupa harapan-harapan. 1). Umat beragama endaknya meningkatkan kesadarannya akan nilai-nilai demokrasi. 2). Untuk membuktikan bahwa agama (khususnya gereja) memplopori perwujudan cita-cita demokrasi.ke dalam dan keluar hendaknya stuktur pemerintahan agama (hirarki) memberikan tempat sewajarnya kepada kaum awam dimana unsure awam mwmpunyai hak bersuara untuk ikut menentukan kehidupan agama (gereja). 3). tugas-tugas keagamaan yang sifatnya tidak memerlukan jabatan imamat khusus hendaknya diserahkan kepada kaum awam. 4).penanggulangan krisis kewibawaan melalui ilmu antara lain,kesedian pimpinan agamga untuk mendorong pengadaan penelitian mengenai masalah pengembalaan umatdari pandangan sosiologis dan menggunakan kesimpulan-kesimpulan yang dihasilkannya.

12

You might also like