You are on page 1of 12

REVIEW: Pengaruh Prosesing Bahan Pakan Terhadap Kandungan Nutrisi dan Nilai Kecernaan pada Ternak

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO 2011

Jurnal Ilmu Ternak, Desember 2007, Vol. 7 No. 2 Hlm, 81 -86.

EFEK PENGOLAHAN LIMBAH SAYURAN SECARA MEKANIS TERHADAP NILAI KECERNAAN PADA AYAM KAMPUNG SUPER JJ-101 MASALAH : Limbah sayuran berpotensi untuk dijadikan bahan pakan altematif, khususnya ayam kampong super JJ-101. Namun secara fisik, limbah sayuran mudah busuk karena berkadar air tinggi. Disisi lain limbah sayuran mengandung protein, serta vitamin dan mineral serta serat kasar yang relatif tinggi. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengolahan selain untuk merenggangkan ikatan lignoselulosa juga untuk meningkatkan nilai kecernaan dari limbah sayuran. SOLUSI : Dilakukan pengolahan secara mekanis melalui pengukusan, perebusan, dan penjemuran. Percobaan dilakukan pada ayam kampung super JJ-101 untuk mengetahui kualitas produk pengolahan melalui pengukuran terhadap nilai kecernaan bahan kering dan protein. Prosedur pengolahan limbah sayuran adalah sebagai berikut: 1. Pengeringan langsung (dikeringkan kemudian digiling menjadi tepung). 2. Perebusan 10 menit dalam air mendidih 100 C, kemudian dikeringkan dan digiling. 3. Pengukusan 10 menit dalam air mendidih: 100 C, kemudian dikeringkan dan digiling. 4. Hasil pengolahan dianalisis kandungan nutrisi dan energinya untuk mengetahui komposisi kimiawi. KESIMPULAN : 1. Pengolahan limbah sayuran secara mekanis melalui pengukusan selama 10 menit dengan suhu 100 C, menghasilkan nilai kecernaan bahan kering dan protein paling tinggi pada ayam kampung super JJ-101, yaitu sebesar 74,91 persen dan 70,22 persen. 2. Limbah sayuran produk pengukusan dapat dijadikan bahan pakan alternatif dalam penyusunan ransum unggas, khususnya ayam kampung super, dan dapat ditambahkan sebanyak 15 persen ke dalam ransum.

Dept Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan IPB, 2009

PENGARUH PENGGUNAAN PEREKAT SINTETIS TERHADAP KUALITAS FISIK RANSUM AYAM BROILER MASALAH : Pellet merupakan pakan yang dipadatkan/dikompakkan melalui proses mekanik. Permasalahan yang banyak dijumpai pada pakan berbentuk pelet adalah tekstur cepat rusak, pecah maupun patah selama produksi, pengangkutan dan penyimpanan. Salah satu yang mempengaruhi kondisi tersebut adalah bahan perekat. Disisi lain ketahanan benturan pakan juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu ukuran partikel, komposisi bahan, kadar bahan perekat dan teknik pengolahan. Dengan demikian, perlu adanya teknik pengolahan bahan perekat pada pellet untuk meningkatkan kualitas dan ketahanan bentuk pellet. SOLUSI : Untuk meningkatkan ketahanan bentuk pellet diperlukan bahan perekat, yakni bahan yang mempunyai fungsi mengikat komponen-komponen pakan dalam bentuk pelet. Penambahan perekat lignosulfonat dan bentonit dan proses pengolahan diduga dapat meningkatkan sifat fisik ransum ayam broiler bentuk pelet. Selain itu, diperlukan pula teknik pengolahan pellet dalam penambahan bahan perekat guna mempertahankan sifat fisik bahan pakan yang banyak dipengaruhi kadar air dan ukuran partikel dari suatu bahan. KESIMPULAN : 1. Penambahan perekat lignosulfonat dan bentonit mampu meningkatkan ukuran partikel dan ketahanan benturan 2. Proses pengolahan pemanasan autoclave 45 menit dan penambahan lignosulfonat dan bentonit dapat meningkatkan sifat fisik bahan pakan meliputi ukuran partikel kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, berat jenis, sudut tumpukan, ketahanan benturan 3. Lama penyimpanan berpengaruh terhadap kualitas fisik pellet, baik kadar air, aktivitas air, faktor higroskopis, ukuran partikel, kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan maupun ketahanan benturan.

Jurnal Teknologi Pertanian, April 2010, Volume 1 (6), Hal 15-19

APLIKASI TEKNOLOGI PENGOLAHAN PAKAN KONSENTRAT TERNAK RUMINANSIA DENGAN METODE PENGUKUSAN UNTUK MENINGKATKAN TINGKAT KECERNAAN PAKAN DAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN HARIAN MASALAH : Pakan mempunyai peranan yang sangat penting didalam kehidupan ternak. Pakan konsentrat merupakan sumber nutrisi utama selain serat kasar bagi pertumbuhan domba. Permasalahan yang terjadi yakni tingkat kecernaan pakan ruminansia domba local masih rendah. SOLUSI : Peningkatan nilai kecernaan pakan konsentrat dilakukan dengan menggunakan teknik pengolahan pakan melalui metode pengukusan. Pengukusan mempunyai tujuan untuk memecahkan ikatan-ikatan kimia dalam pakan menghambat kerja kuman dan mikroorganisme yang merugikan, dan menjaga kestabilan kandungan vitamin A,K, dan C dalam pakan. KESIMPULAN : Pemberian konsentrat yang dikukus dapat meningkatkan kinerja ternak domba lokal jantan yang dapat dilihat dari ADG yang lebih tinggi, menurunnya konversi pakan dan konsumsi nutrien pakan serta meningkatnya kecernaan nutrien pakan.

Media Peternakan, Desember 2008, Vol. 31 No. 3, hlm. 178-185

SIFAT KIMIA DAN NILAI BIOLOGIS KONSENTRAT PROTEIN BUNGKIL INTI SAWIT HASIL EKSTRAKSI KOMBINASI FISIK-KIMIAWI MASALAH : Bungkil inti sawit merupakan salah satu potensi sumber pakan lokal yang diperoleh dari hasil samping pemerasan daging buah inti sawit. Bungkil inti sawit tinggi akan serat kasar (36%) dan protein (12-16%). Limbah ini sering dimanfaatkan pada ternak rumiansia sebagai sumber energy atau protein. Namun untuk pakan unggas masih terbatas karena tingginya kadar serat kasar, kandungan polisakarida bukan pati (PBP) dan adanya protein yang berikatan dengan karbohidrat serta rendahnya kadar dan kecernaan asam amino. Dengan demikian, diperlukan adanya teknik pengolahan Bungkil Inti Sawit guna meningkatkan nilai kecernaan pada ternak unggas. SOLUSI : 1. Menggunakan metode ekstraksi terbaik dalam menghasilkan konsentrat protein dari bungkil inti sawit (BIS). 2. Menentukan titik isoelektrik untuk mengendapkan konsentrat protein BIS. 3. Melakukan evaluasi kualitas protein bungkil inti sawit (KPBIS) secara kimiawi dan biologis. KESIMPULAN : Metode ekstraksi dengan kombinasi fisik dan kimiawi menggunakan 0,05 N asam asetat dan diikuti dengan perendaman dengan NaOH 1 N teknis (E3) merupakan metode terbaik untuk menghasilkan protein konsentrat berkualitas tinggi yang menyamai nilai retensi protein bungkil kedelai.

Animal Production, 2007, Vol 9. No 1, Hlm. 14 17

PENGARUH PENAMBAHAN ARAS MINERAL PADA FERMENTASI SORGHUM DENGAN RAGI TEMPE TERHADAP KECERNAAN NUTRIEN PADA AYAM PETELUR MASALAH : Sorghum (Sorghum bicolor (L) Moenclz) merupakan salah satu hasil pertanian yang tumbuh relatif cepat dan tahan terhadap kelceringan. Tanaman Sorghum ditopang oleh perakaran yang halus dan dapat tumbuh agak dalam di bawah tanah serta dapat dipanen pada umur 120 hari. Kendala yang dihadapi dalam pengunaan biji sorghum sebagai pakan yaitu kandungan taninnya yang dapat menghambat kerja enzim tripsin, lipase, amilase, protease sehingga berpengaruh terhadap kecernaan nutrien. Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk meningkatkan tingkat kecernaan nutrient. SOLUSI : Pengolahan terhadap biji sorghum melalui proses pembuatan tempe sorghum dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan kecernaan nutrient sorghum. Fermentasi biji sorghum dilakukan dengan menggunakan milcroorganisme yang berupa kapang Rhizopus sp kemudian ditambah dengan mineral ramos yang terdiri dari (NH& Sod, urea, NaH2P04., MgS04,7 H20, KC1, FeS04, dan CaC12, (Ramos et al., 1983). Perlakuan yang diterapkan adalah penambahan formula Ramos untuk T1, T2 dan T3 masing-masing sebanyak 40, 50 dan 60% dari total formula Ramos untuk 1 Kg sorghum serta tanpa penambahan mineral sebagai kontrol (T0). Data hasil penelitian dianalisis menggunakan sidik ragam dan apabila terdapat pengaruh nyata (P<0,05) dengan uji wilayah ganda Duncan pada taraf 5% (Steel dan Torrie, 1980). KESIMPULAN : Pengaruh penambahan aras mineral pada fermentasi sorghum dengan ragi tempe yang diduga mampu meningkatkan kecernaan nutrien pada ayam petelur, ternyata belum mampu meningkatkan kecernaan protein, lemak dan serat kasar secara signifikan.

Jurnal Peternakan dan lingkungan, Vol. 10 No. 1

PENGARUH LAMA PEMANASAN DAN LAMA FERMENTASI TERHADAP KANDUNGAN SERAT KASAR, SELULOSA, DAN TANIN ISI RUMEN SAPI MASALAH : Isi rumen sapi merupakan limbah dari sisa hasil pemotongan sapi di RPH yang melimpah. limbah isi rumen hingga kini masih menjadi permasalahan utama yang belum termanfaatkan. Meski demikan, limbah isi rumen juga memiliki potensi yang sama untuk dikembangkan sebagai pakan ternak. Isi rumen sapi memiliki kandungan asam amino yang tinggi, vitamin B-komplek dan mineral. Tetapi pemanfaatan isi rumen sapi sebagai bahan pakan masih terbatas karena disamping memiliki nilai gizi yang baik, ternyata tinggi kadar serat kasar, selulosa, dan tanin yang dapat menganggu pencernaan zat makanan lainnya. Oleh karena itu, perlu adanya pengolahan isi rumen sapi guna meningkatkan nilai kecernaannya. SOLUSI : Rumen sapi dapat ditingkatkan nilai kecernaannya dengan menurunkan kandungan serat kasar, selulosa, dan tannin melalui fermentasi menggunakan Trichoderma viride. Trichoderma viride merupakan mikroorganisme yang dapat menguraikan serat kasar. KESIMPULAN : 1. Proses fermentasi dapat menurunkan kandungan serat kasar, selulosa, dan tanin isi rumen sapi. 2. Proses pemanasan dan interaksi antara lama fermentasi tidak mempengaruhi kandungan serat kasar, selulosa, dan tanin isi rumen sapi. 3. Lama pemanasan terbaik pada fermentasi limbah isi rumen adalah 45 menit. Perlakuan tersebut mampu meningkatkan kandungan serat kasar, selulosa, dan tanin isi rumen menjadi 36,12%, 12,40% dan 0,28%.

Jurnal Peternakan dan Lingkungan, Juni 2000, Vol. 6 No. 02

PENGARUH PENAMBAHAN DEDAK DAN GARAM TERHADAP KANDUNGAN HCN DAN NUTRISI DAGING BIJI BUAH PUCUNG (Pangium edule) HASIL FERMENTASI MASALAH : Pakan merupakan biaya terbesar dari total biaya produksi, karena hampir 2/3 biaya produksi berasal dari pakan. Sehingga dibutuhkan alternative pakan lain guna menekan biaya produksi dari penggunaan pakan. Pakan konvensional seperti Biji pucung memiliki peranan penting sebagai pakan alternative karena memiliki kandungan protein kasar yang tinggi yang baik untuk ternak. Namun, selain memiliki protein kasar yang tinggi, Biji pucung juga mengandung HCN yang cukup tinggi, yakni 632.5 ppm. Dimana konsumsi HCN dalam jumlah yang besar mampu memicu terjadinya keracunan pada ternak. Oleh sebab itu, diperlukan teknik pengolahan Biji pucung untuk mengurangi kandungan HCN pada biji pucung. SOLUSI : Pengolahan biji pucung melalui fermentasi dengan menambahkan dedak dan garam dapat dijadikan pakan alternative yang memiliki kandungan protein kasar tinggi. KESIMPULAN : 1. Fermentasi daging biji pucung dengan menambahkan dedak dan garam mampu menurunkan kadar HCN dan meningkatkan protein pada daging biji pucung. 2. Formulasi fermentasi daging biji pucung paling optimal yakni dengan menambahkan dedak sebanyak 15% dan garam sebanyak 5%

Media Peternakan, Agustus 2006, Vol. 29 No. 2, hlm. 70-75

PENGARUH PENGGILINGAN DAN PEMBAKARAN TERHADAP KANDUNGAN MINERAL DAN SIFAT FISIK KULIT PENSI (CORBICULLA SP) UNTUK PAKAN MASALAH : Pensi (Corbicula sp) (sejenis kijing, tetapi ukuran tubuh lebih kecil) merupakan istilah yang populer untuk kerang air tawar di Sumatera Barat. Rendemen kulit pensi dalam bentuk kering berkisar antara 40- 59% dari bobot utuh dan jika diolah menjadi tepung, maka diperoleh angka rendemen tepung antara 39-62% dari bobot utuh, dengan kandungan mineral Ca berkisar antara 26-30% BK (Khalil, 2003). Bahan pakan sumber mineral dapat digunakan dalam ransum atau dijual dalam bentuk gilingan kasar (grit), tepung mentah atau tepung hasil proses pembakaran. Proses penggilingan dan pembakaran akan berpengaruh terhadap karateristik produk, seperti ukuran dan bentuk partikel, berat jenis dan lainnya. Perubahan karakteristik ini akan berpengaruh terhadap efisiensi proses penanganan, penyimpanan dan pengolahan produk lebih lanjut (Ruttloff, 1981). Oleh karena itu, disamping kandungan mineral, juga penting diketahui perubahan sifat fisik yang terjadi pada produk hasil proses penggilingan dan pembakaran. SOLUSI : Produk diproses menjadi Grit mentah, Tepung mentah dan Tepung bakar. Pensi diambil dari 4 danau yang berbeda, danau Maninjau (Kabupaten Agam), Singkarak (Kab. Tanah Datar), Diatas dan Dibawah (Kab. Solok), masing-masing sebanyak kurang lebih 3 kg. Produk diproses menjadi Grit mentah, Tepung mentah dan Tepung bakar. Setiap produk dianalisa kandungan bahan kering (BK), abu, kalsium (Ca) dan fosfor (P) menurut metode AOAC (1995). Sifat fisik yang diukur mencakup : sudut tumpukan (angle of response), kerapatan tumpukan (bulk density), kerapatan pemadatan tumpukan (compacted bulk density) dan berat jenis (spesific density). Pengukuran sifat fisik dilakukan menurut metode yang digunakan Khalil (1999a, 1999b). KESIMPULAN : Proses penggilingan dan pembakaran kulit pensi tidak berpengaruh terhadap berat jenis dan kandungan mineral Ca dan P, tetapi dapat menurunkan rendemen dan kerapatan tumpukan dan sebaliknya meningkatkan sudut tumpukan mdan kerapatan pemadatan tumpukan.

Poultry Science, 2007, Vol. 86, hlm. 26242630

NUTRITIONAL CHARACTERISTICS OF CORN DISTILLERS DRIED GRAINS WITH SOLUBLES AS AFFECTED BY THE AMOUNTS OF GRAINS VERSUS SOLUBLES AND DIFFERENT PROCESSING TECHNIQUES. MASALAH : Produksi etanol dari bijian kering di USA mengalami peningkatan setiap tahunnya. Bijian kering ini diperoleh dari tanaman jagung kering yang kemudian diproses menjadi etanol. Pada proses pembuatan etanol, jagung yang digiling dicampur dengan air kemudian dilakukan pengadukan. Setelah proses pengadukan (mixing), dilanjutkan proses hidrolisis dan kemudian difermentasi menjadi etanol. Daris erangkaian panjang pembuatan etanol, terdapat beberapa komponen yang tidak terfermentasi seperti germ, fiber dan protein. Komponen ini kemudian diproses menjadi DDGS. SOLUSI : 1. Quick Germ Quick Fiber (QGQF) 2. Dry degerm defiber (3D) 3. Elusieve KESIMPULAN : Teknologi pengolahan dapat digunakan untuk menghilangkan serat dan germ akan menghasilkan variasi yang lebih besar dalam komposisi dan nilai nutrisi DDGS

Jurnal Peternakan dan Lingkungan, Februari 2001, Vol. 07 No. 1

BIOKONVERSI KULIT UMBI UBIKAYU DENGAN Rhizopus Oligosporus SEBAGAI PAKAN TERNAK MASALAH : Kulit umbi ubikayu merupakan limbah industri pertanian yang sangat potensial untuk dijadikan sebagai bakan pakan alternative. Selain tersedia cukup melimpah, kulit umbi ubikayu memiliki zat anti nutrisi HCN yang memicu terjadinya keracunan pada ternak jika diberikan secara langsung. Dengan demikian, diperlukan adanya proses pengolahan kulit umbi ubikayu untuk meningkatkan kandungan nutrient dan menurunkan kandungan zat anti nutrisi HCN sehingga dapat dikonsumsi sebagai pakan ternak alternative. SOLUSI : Biokonversi melalui pemanfaatan mikroba, kapang (Rhizopus oligosporus) adalah salah satu cara pengolahan yang mampu meningkatkan manfaat kulit umbi ubikayu. Untuk memperoleh hasil fermentasi yang baik diperlukan kondisi fermentasi yang optimum. Untuk itu perlu suhu fermentasi tertentu, pH substrat, kepekatan substrat dan kecukupan sumber makanan untuk tumbuhnya Rhizopus oligosporus. KESIMPULAN : 1. Biokonversi kulit umbi ubikayu melalui fermentasi dengan kapang Rhizopus oligosporus mampu memberikan perubahan nilai menjadi lebih baik dan dapat digunakan sebagai pakan ternak. 2. Penggunaan kapang Rhizopus oligosporus mampu meningkatkan kadar protein kasar dari 5.64 % menjadi 18.78 % dengan kandungan HCN 19.4 ppm

Biodiversitas, April 2006, Vol.7 No.2, hlm. 131-134

PENGARUH INOKULUM LACTOBACILLUS PLANTARUM 1A-2 DAN 1BL-2 TERHADAP KUALITAS SILASE RUMPUT GAJAH (Pennisetum Purpureum) MASALAH : Pemberian pakan ternak yang seadanya sangat mempengaruhi produktivitas ternak, terlihat dari lambatnya pertumbuhan atau minimnya peningkatan berat badan (BB) bahkan sampai mengalami sakit. Pembuatan silase merupakan salah satu cara untuk tetap menggunakan materi tanaman dengan kualitas nutrisi yang tinggi sebagai pakan ternak di sepanjang waktu, tidak hanya untuk musim kemarau. Namun demikian, teknik pembuatan silase konvensional juga belum cukup untuk mendongkrak kualitas nutrient dari silase. Sehingga selain mampu mengawetkan hijauan segar juga diperlukan mikroba lain yang mampu menigkatkan kualitas silase guna memperoleh kualitas pakan yang optimal. SOLUSI : Pengawetan hijauan segar (silase) diharapkan dapat mengatasi permasalahan kekurangan hijauan segar terutama pada musim kemarau yang selanjutnya dapat memperbaiki produktivitas ternak. Prinsip pembuatan silase adalah fermentasi hijauan oleh bakteri asam laktat secara anaerob. Bakteri asam laktat akan menggunakan karbohidrat yang terlarut dalam air (water soluble carbohydrate, WSC) dan menghasilkan asam laktat. Asam ini akan berperan dalam penurunan pH silase. Bakteri asam laktat dapat diharapkan secara otomatis tumbuh dan berkembang pada saat dilakukan fermentasi secara alami, tetapi untuk menghindari kegagalan fermentasi dianjurkan untuk melakukan penambahan inokulum bakteri asam laktat (BAL) yang homofermentatif, agar terjamin berlangsungnya fermentasi asam laktat. Inokulum Lactobacillus plantarum 1A-2 dan 1BL-2 diharapkan dapat meningkatkan kualitas silase. KESIMPULAN : Penggunaan inokulum Lactobacillus plantarum 1A-2 dan Lactobacillus plantarum 1BL-2 dengan berbagai variasi dan konsentrasi memberikan berpengaruh cukup baik terhadap kualitas silase sebagai pakan ternak. Inokulum tunggal 1A-2 menghasilkan pH yang lebih rendah (3,67- 4,18) dan kandungan asam laktat 0,300,34 mg mL-1. Penggunaan inokulum pada pembuatan silase sangat dianjurkan pada konsentrasi paling kecil yaitu 0,1% v/w.

You might also like