You are on page 1of 45

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Menurut definisi WHO, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler (WHO, 2005). Stroke merupakan penyakit utama yang menyebabkan kematian di seluruh dunia dan penyebab utama ketiga kematian di Amerika Serikat, di belakang penyakit jantung dan semua kanker. Meskipun terjadi perbaikan di tingkat kematian stroke dipertengahan abad kedua puluh, stroke terjadi pada lebih dari 700.000 orang per tahun dan menyebabkan kematian 150.000. Akhir-akhir ini terjadi kemajuan dalam pengetahuan tentang patofisiologi stroke yang memberikan rekomendasi berdasarkan bukti-pengelolaan pasien stroke (Dipiro, 2005). Stroke merupakan penyakit serebrovaskular yang semakin sering dijumpai. Di Amerika Serikat, stroke merupakan penyebab kematian terbesar ketiga, dan menyebabkan kematian 90.000 wanita dan 60.000 pria setiap tahun. Selain menyebabkan kematian, stoke juga merupakan penyebab utama kecacatan dan penyebab seseorang dirawat di rumah sakit dalam waktu lama. Di samping itu stroke merupakan penyebab tersering kedua kepikunan setelah penyakit Alzheimer. Pada tahun 2000, penderita stroke di Amerika Serikat menghabiskan biaya sebesar 30 milyar dolar Amerika untuk perawatan (Adam, et al., 2000). Stroke merupakan penyebab ketiga angka kematian di dunia dan penyebab pertama kecacatan. Angka morbiditas lebih berat dan angka mortalitas lebih tinggi pada stroke hemoragik dibandingkan dengan stroke iskemik. Hanya 20% pasien yang dapat melakukan kegiatan mandirinya lagi. Angka mortalitas dalam bulan pertama pada stroke hemoragik mencapai 40-80%. Dan 50% kematian terjadi dalam 48 jam pertama (Nassisi, 2010). Hiperlipidemia (Hyperlipoproteinemia) adalah tingginya kadar lemak (kolesterol, trigliserida maupun keduanya) dalam darah. Lemak (disebut juga lipid) adalah zat yang kaya energi, yang berfungsi sebagai sumber energi utama untuk

proses metabolisme tubuh. Lemak diperoleh dari makanan atau dibentuk di dalam tubuh, terutama di hati dan bisa disimpan di dalam sel-sel lemak untuk digunakan di kemudian hari. Sel-sel lemak juga melindungi tubuh dari dingin dan membantu melindungi tubuh terhadap cedera. Lemak merupakan komponen penting dari selaput sel, selubung saraf yang membungkus sel-sel saraf serta empedu (Balai Informasi Teknologi Lipi, 2009). B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana klasifikasi stroke dan hiperlipidemia?

2. Bagaimana patofisiologi stroke dan hiperlipidemia? 3. Bagaimana etiologi stroke dan hiperlipidemia? 4. Bagaimana tata laksana terapi bagi penyakit stroke dan hiperlipidemia? C. Tujuan 1. Mengetahui klasifikasi stroke dan hiperlipidemia 2. Mengetahui patofisiologi stroke dan hiperlipidemia 3. Mengetahui etiologi stroke dan hiperlipidemia 4. Mengetahui tata laksana terapi bagi penyakit stroke dan hiperlipidemia

BAB II STROKE A. Klasifikasi Stroke 1. Berdasarkan kelainan patologis a. Stroke hemoragik 1) Perdarahan intra serebral Perdarahan intraserebral adalah perdarahan dari salah satu arteri otak ke dalam jaringan otak. Lesi ini menyebabkan gejala yang terlihat mirip dengan stroke iskhemik. Diagnosis perdarahan intraserebral tergantung pada neuroimaging yang dapat dibedakan dengan stroke iskhemik. Stroke ini lebih umum terjadi di negara-negara berkembang daripada negara-negara maju, penyebabnya masih belum jelas namun variasi dalam diet, aktivitas fisik, pengobatan hipertensi, dan predisposisi genetik dapat mempengaruhi penyakit stroke tersebut (WHO, 2005). 2) Perdarahan ekstra serebral (subarakhnoid) Perdarahan subarachnoid dicirikan oleh perdarahan arteri di ruang antara dua meningen yaitu piameter dan arachnoidea. Gejala yang terlihat jelas penderita tiba-tiba mengalami sakit kepala yang sangat parah dan biasanya terjadi gangguan kesadaran. Gejala yang menyerupai stroke dapat sering terjadi tetapi jarang. Diagnosis dapat dilakukan dengan neuroimaging dan lumbal puncture (WHO, 2005).

Gambar 1. Stroke hemoragik intra serebral dan ekstra serebral (subarachnoid). b. Stroke non-hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan) 1) Stroke akibat trombosis serebri Stroke trombotik yaitu stroke yang disebabkan karena adanya penyumbatan lumen pembuluh darah otak karena thrombus yang makin lama makin menebal, sehingga aliran darah menjadi tidak lancar. Penurunan aliran darah ini menyebabakan iskemik (Japardi, 2002). Trombosis serebri adalah obstruksi aliran darah yang terjadi pada proses oklusi satu atau lebih pembuluh darah lokal (Caplan, 2000). 2) Emboli serebri Selain oklusi trombotik pada tempat aterosklerosis arteri serebral, infark iskemik dapat diakibatkan oleh emboli yang timbul dari lesi atheromatus yang terletak pada pembuluh yang lebih distal. Gumpalangumpalan kecil dapat terlepas dari trombus yang lebih besar dan dibawa ke tempat-tempat lain dalam aliran darah. Bila embolus mencapai arteri yang terlalu sempit untuk dilewati dan menjadi tersumbat, aliran darah fragmen distal akan berhenti, mengakibatkan infark jaringan otak distal

karena kurangnya nutrisi dan oksigen. Emboli merupakan 32% dari penyebab stroke (Anonim, 2010).

Gambar 2. Stroke Trombotik dan Stroke Emboli. 3) Hipoperfusi sistemik Pengurangan perfusi sistemik dapat mengakibatkan kondisi iskemik karena kegagalan pompa jantung atau proses perdarahan atau hipovolemik (Caplan, 2000). Berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh karena adanya gangguan denyut jantung. 2. Berdasarkan waktu terjadinya a. Transient Ischemic Attack (TIA) Serangan iskemik transient sering disebut TIA atau stroke mini kadang-kadang. Gejala tersebut sangat mirip dengan stroke tetapi tidak bertahan lama. Pada gejala TIA tergantung pada tersumbatnya pembuluh darah ke otak dan bagian mana dari otak yang kekurangan darah. Gejala umum yang sering terjadi contohnya serangan singkat, seperti mati rasa atau kesemutan dari wajah, lengan atau kaki pada satu sisi tubuh, slurring pembicaraan atau kesulitan menemukan kata-kata atau, jika pembuluh darah di mata terpengaruh, kehilangan penglihatan singkat dalam salah satu atau kedua mata. TIA biasanya tidak menyebabkan pingsan atau kehilangan kesadaran (Denns, 2010).

b. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND) Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND) terjadi selama lebih dari 24 jam, tetapi dapat sembuh setelah 2 minggu tanpa ada gejala stroke yang tertinggal (Sunaryo, 2007). c. Stroke In Evolution (SIE) / Progressing Stroke Stroke bisa menjadi bertambah buruk dalam beberapa jam sampai 1-2 hari akibat bertambah luasnya jaringan otak yang mati (stroke in evolution). SIE merupakaan perjalanan stroke berlangsung perlahan meskipun akut. Stroke dimana deficit neurologisnya terus bertambah berat (Gautier, 2001). d. Completed stroke Completed Stroke merupakan kelainan neurologis yang sudah menetap dan tidak berkembang lagi (Junaidi, 2006). 3. Berdasarkan lokasi (system pembuluh darah) a. System karotis Otak diperdarahi oleh 4 pembuluh darah besar yang sepasang arteri karotis interna dan arteri vertobralis yang di daerah basis cranii akan membentuk circulus Wallisi. Arteri karotis interna masuk ke dalam rongga tengkorak melalui canalis karotikus dan setinggi chiasma opticus akan bercabang menjadi arteri cerebri media dan anterior, dan biasa disebut sistem anerior atau sistem karotis. Sistem karotis akan memperdarahi 2/3 bagian depan serebrum termasuk sebagian besar ganglia basalis dan capsula interna (Japardi, 2002). b. System vertebrobasiler Otak diperdarahi oleh 4 pembuluh darah besar yang sepasang arteri karotis interna dan arteri Vertobralis yang di daerah basis cranii akan membentuk circulus Wallisi. Arteri vertebralis memasuki rongga tengkorak melalui foramen megnum dan bersatu di bagian ventral batang otak membentuk A. basilaris. Sistem ini biasa disebut sistem vertebrobasiler. Sistem ini memperdarahi cerebellum, batang otak, sebagian besar thalamus dan 1/3 bagian belakang cerebrum (Japardi, 2002).
6

B. Patofisiologi stroke 1. Berdasarkan kelainan patologis a. Stroke hemoragik 1) Perdarahan intra serebral Pada perdarahan intraserebral (ICH), perdarahan terjadi secara langsung ke dalam parenkim otak. Mekanisme yang biasa terjadi dianggap sebagai kebocoran dari arteri intraserebral kecil yang rusak oleh hipertensi kronis. Mekanisme lainnya termasuk diatesis pendarahan, antikoagulasi iatrogenik, amiloidosis otak, dan penyalahgunaan kokain. Perdarahan intraserebral terjadi di beberapa lokasi dalam otak, termasuk talamus, putamen, otak kecil, dan batang otak. Selain daerah otak yang terluka oleh pendarahan, daerah sekitar otak dapat rusak oleh tekanan yang dihasilkan oleh efek gumpalan hematoma. Kenaikan umum dalam tekanan intrakranial dapat terjadi (Aini, 2007). Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya mikroaneurisma (Berry aneurysm) akibat hipertensi maligna. Hal ini paling sering terjadi di daerah subkortikal, serebelum, dan batang otak. Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola berdiameter 100 400 mikrometer mengalami perubahan patologi pada dinding pembuluh darah tersebut berupa lipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Pada kebanyakan pasien, peningkatan tekanan darah yang tiba-tiba menyebabkan rupturnya penetrating arteri yang kecil. Keluarnya darah dari pembuluh darah kecil membuat efek penekanan pada arteriole dan pembuluh kapiler yang akhirnya membuat pembuluh ini pecah juga. Hal ini mengakibatkan volume perdarahan semakin besar (Caplan, 2000). 2) Perdarahan ekstra serebral (subarakhnoid) Perdarahan subarachnoid (PSA) terjadi akibat pembuluh darah disekitar permukaan otak pecah, sehingga terjadi ekstravasasi darah ke ruang subarachnoid. Perdarahan subarachnoid umumnya disebabkan oleh rupturnya aneurisma sakular atau perdarahan dari arteriovenous malformation (AVM) (Caplan, 2000).

Mekanisme perdarahan karena aneurisma, terdapatnya bagian lemah pada dinding arteri. Pada saat tertentu bagian tersebut meregang atau menggembung pada tekanan darah yang tinggi. Ballooning aneurisma dinding arteri ini dapat mengalami rupture dan darah keluar ke ruang di sekitar sel-sel otak (Harjono Putro, 2004). b. Stroke non-hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan) 1) Stroke akibat trombosis serebri Trombosis diawali dengan adanya kerusakan endotel, sehingga tampak jaringan kolagen dibawahnya. Proses trombosis terjadi akibat adanya interaksi antara trombosit dan dinding pembuluh darah, akibat adanya kerusakan endotel pembuluh darah. Endotel pembuluh darah yang normal bersifat antitrombosis, hal ini disebabkan karena adanya glikoprotein dan proteoglikan yang melapisi sel endotel dan adanya prostasiklin (PGI2) pada endotel yang bersifat vasodilator dan inhibisi platelet agregasi. Pada endotel yang mengalami kerusakan, darah akan berhubungan dengan serat-serat kolagen pembuluh darah, kemudian akan merangsang trombosit dan agregasi trombosit dan merangsang trombosit mengeluarkan zat-zat yang terdapat di dalam granula-granula di dalam trombosit dan zat-zat yang berasal dari makrofag yang mengandung lemak. Akibat adanya reseptor pada trombosit menyebabkan perlekatan trombosit dengan jaringan kolagen pembuluh darah. Otak yang hanya merupakan 2% dari berat badan total, menerima perdarahan 15% dari cardiac output dan memerlukan 20% oksigen yang diperlukan tubuh manusia, sebagai energi yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan neuronal. Energi yang diperlukan berasal dari metabolisme glukosa, yang disimpan di otak dalam bentuk glukosa atau glikogen untuk persediaan pemakaian selama 1 menit, dan memerlukan oksigen untuk metabolism tersebut, lebih dari 30 detik gambaran EEG akan mendatar, dalam 2 menit aktifitas jaringan otak berhenti, dalam 5

menit maka kerusakan jaringan otak dimulai, dan lebih dari 9 menit, manusia akan meninggal. Bila aliran darah jaringan otak berhenti maka oksigen dan glukosa yang diperlukan untuk pembentukan ATP akan menurun, akan terjadi penurunan Na-K ATP ase, sehingga membran potensial akan menurun. K+ berpindah ke ruang CES sementara ion Na dan Ca berkumpul di dalam sel. Hal ini menyebabkan permukaan sel menjadi lebih negatif sehingga terjadi membrane depolarisasi. Saat awal depolarisasi membran sel masih reversibel, tetapi bila menetap terjadi perubahan struktural ruang menyebabkan kematian jaringan otak. Keadaan ini terjadi segera apabila perfusi menurun dibawah ambang batas kematian jaringan, yaitu bila aliran darah berkurang hingga dibawah 0,10 ml/100 gr.menit. Akibat kekurangan oksigen terjadi asidosis yang menyebabkan gangguan fungsi enzim-enzim, karena tingginya ion H. Selanjutnya asidosis menimbulkan edema serebral yang ditandai pembengkakan sel, terutama jaringan glia, dan berakibat terhadap mikrosirkulasi. Oleh karena itu terjadi peningkatan resistensi vaskuler dan kemudian penurunan dari tekanan perfusi sehingga terjadi perluasan daerah iskemik (Japardi, 2002). 2) Emboli serebri Stroke emboli dapat diakibatkan dari embolisasi dari arteri di sirkulasi pusat dari berbagai sumber. Selain gumpalan darah, agregasi trombosit , fibrin, dan potongan-potongan plak atheromatous, bahan-bahan emboli yang diketahui masuk ke sirkulasi pusat termasuk lemak, udara, tumor atau metastasis, bakteri, dan benda asing. Tempat yang paling sering terserang embolus sereberi adalah arteria sereberi media, terutama bagian atas (Shah, 2005). Emboli akan lisis, pecah atau tetap utuh dan menyumbat pembuluh darah sebelah distal, tergantung pada ukuran, komposisi, konsistensi dan umur plak tersebut, dan juga tergantung pada pola dan kecepatan aliran darah. Sumbatan pada pembuluh darah tersebut (terutama
9

pembuluh darah di otak) akan meyebabkan matinya jaringan otak, dimana kelainan ini tergantung pada adanya pembuluh darah yang adekuat (Japardi, 2002).

Gambar 3. Trombus dan Emboli. Dua sumber yang paling umum emboli adalah: bilik-bilik sisi kiri jantung dan arteri besar, (misalnya "arteri ke arteri" emboli bahwa hasil dari thrombus dari arteri karotid internal di lokasi dari plak ulserasi). Hasil neurologis dari stroke emboli tidak hanya bergantung pada wilayah vaskular tetapi juga pada kemampuan embolus menyebabkan vasospasm dengan bertindak sebagai iritan vaskular. Vasospasm cenderung terjadi pada pasien yang lebih muda, mungkin karena pembuluh lebih lentur dan kurang aterosklerotik (Shah, 2005). 2. Berdasarkan waktu terjadinya a. Transient Ischemic Attack (TIA) Pada prinsipnya patofisiologi TIA dapat ditinjau dari 4 sudut, yaitu : 1. Penurunan aliran darah ke otak Jantung sebagai pompa akan menghasilkan tekanan darah arteri rata rata yang merupakan tekanan darah perfusi ke otak, hal ini disebabkan karena tekanan vena maupun tekanan intracranial dapat diabaikan. Cerebral Blood Flow adalah hasil pengurangan tekanan perfusi dengan resistensi vaskular. 2. Pembentukan thrombus arterial

10

Trombus adalah pembentukan bekuan platelet atau fibrin di dalam darah yang dapat menyumbat pembuluh vena atau arteri dan menyebabkan iskemia dan nekrosis jaringan lokal. Trombus ini bisa terlepas dari dinding pembuluh darah dan disebut tromboemboli. Trombosis dan tromboemboli memegang peranan penting dalam pathogenesis stroke iskhemik, termasuk TIA. Lokasi thrombosis sangat menentukan jenis gangguan yang ditimbulkannya, misalnya thrombosis arteri dapat mengakibatkan infark jantung, stroke (TIA), maupun claudicatio intermitten, sedangkan thrombosis vena dapat menyebabkan emboli paru. Trombosis merupakan hasil perubahan dari satu atau lebih komponen utama hemostasis yang meliputi faktor koagulasi, protein plasma, aliran darah, permukaan vaskuler, dan konstituen seluler, terutama platelet dan sel endotel. Trombosis arteri merupakan komplikasi dari aterosklerosis yang terjadi karena adanya plak aterosklerosis yang pecah. 3. Autoregulasi otak Yaitu kemampuan darah arterial otak untuk mempertahankan ADO tetap meskipun terjadi perubahan pada tekanan perfusi otak. Dalam keadaan fisiologis, tekanan arterial rata rata adalah 50 150 mmHg pada penderita normotensi. Pembuluh darah serebral akan berkontraksi akibat peningkatan tekanan darah sistemik dan dilatasi bila terjadi penurunan. Keadaan inilah yang mengakibatkan perfusi otak tetap konstan. Autoregulasi masih dapat berfungsi baik, bila tekanan sistolik 60 200 mmHg dan tekanan diastolic 60 120 mmHg. Dalam hal ini 60 mmHg merupakan ambang iskhemik, 200 mmHg merupakan batas sistolik dan 120 mmHg adalah batas atas diastolic. Respon autoregulasi juga berlangsung melalui reflex miogenik intrinsic dari dinding arteriol dan melalui peranan dari system saraf otonom. 4. Metabolisme otak

11

Otak dapat berfungsi dan bermetabolisme tergantung dengan pemasukan oksigen. Pada individu yang sehat pemasukan oksigen sekitar 3,5 ml/100 gr/menit dan ADO sekitar 50 ml/100 gram/menit. Glukosa merupakan sumber energy yang dibutuhkan otak, bila dioksidasi maka akan dipecah menjadi CO2 dan H2O. Secara fisiologis 90% glukosa mengalami metabolism oksidatif secara komplit, 10% yang diubah menjadi asam piruvat dan asam laktat ( metabolism anaerob ). Bila ADO turun menjadi 20 25 ml/100 gr otak/ menit maka akan terjadi kompensasi berupa peningkatan ekstraksi ke jaringan otak sehingga fungsi fungsi neuron dapat dipertahankan (Marpaung, 2003). b. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND) Patofisiologi sama seperti stroke iskhemik pada umumnya, namun yang membedakan dengan stroke yang lain Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND) terjadi selama lebih dari 24 jam, tetapi dapat sembuh setelah 2 minggu tanpa ada gejala stroke yang tertinggal (Sunaryo, 2007). c. Stroke In Evolution (SIE) / Progressing Stroke Patofisiologi sama seperti stroke iskhemik pada umumnya, namun yang membedakan dengan stroke yang lain Stroke In Evolution (SIE) merupakan kelainan atau defisit neurologis yang berlangsung secara bertahap dari yang ringan sampai menjadi berat (Junaidi, 2006). d. Completed stroke Patofisiologi sama seperti stroke iskhemik pada umumnya, namun yang membedakan dengan stroke yang lain Completed Stroke merupakan kelainan neurologis yang sudah menetap dan tidak berkembang lagi (Junaidi, 2006). 3. Berdasarkan lokasi (system pembuluh darah) a. System karotis Arteri karotis adalah arteri utama yang memasok darah ke otak. Mereka membawa darah dari jantung di kedua sisi bagian depan leher. Ketika arteri karotid menjadi menyempit atau tersumbat oleh plak lemak
12

seperti kolesterol, kondisi yang dikenal sebagai arteriosclerosis, atau "pengerasan arteri," hasilnya. Sementara kebanyakan orang berpikir dari arteriosclerosis sebagai penyakit koroner yang dapat menyebabkan serangan jantung, kurang menyadari bahwa itu juga merupakan penyebab utama stroke. Stroke terjadi ketika salah satu atau kedua arteri karotis tersumbat dan aliran darah ke otak terganggu, mengambil pasokan oksigen otak. Kurangnya oksigen dapat merusak atau membunuh sel-sel otak, menyebabkan berbagai cacat fisik dan mental atau kematian. Stroke berdasarkan lokasi sistem karotis merupakan akibat dari perubahan proses hemodinamik dimana tekanan perfusi sangat menurun karena sumbatan di bagian proksimal pembuluh arteri karotis.

Gambar 4. Arteri carotid. Plak yang dapat menumpuk di arteri karotid, menciptakan puingpuing atheroembolic, dan potongan plak dapat menjadi bersarang di arteri kecil di dalam otak. Otak menerima sekitar 25% dari suplai darah tubuh, tetapi tidak dapat menyimpan oksigen. Sel-sel otak membutuhkan pasokan konstan oksigen agar tetap sehat dan berfungsi dengan baik. Ketika aliran darah ke otak terganggu dan pasokan oksigen otak berkurang bahkan untuk jangka waktu yang singkat, jaringan otak dapat menjadi rusak dan daerah kecil kematian otak dapat terjadi. Kondisi ini, yang dikenal sebagai stroke,
13

dapat mengakibatkan berbagai gangguan motorik, visual, fungsi berbicara dan kognitif (Anonim, 2010). Seperti kita ketahui, daerah otak yang mendapat darah dari arteri karotis interna terutama lobus frontalis, parietalis, basal ganglia, dan lobus temporalis. Gejala-gejalanya timbul mendadak berupa hemiparesis, hemihipestesi, bicara pelo, dan lain-lain. Kesadaran biasanya kompos mentis kecuali pada stroke yang luas karena struktur anatomi yang menjadi substrat kesadaran (formasio reticularis) di garis tengah dan sebagian besar terletak dalam fossa posterior. Tekanan darah bisaanya tinggi karena hipertensi merupakan factkor resiko stroke pada lebih dari 70% penderita. Fungsi vital lain umumnya baik. Gangguan saraf otak yang sering adalah paresis nervus fasialis (mulut mencong) dan nervus hipoglosus (bicara pelo disertai deviasi lidah bila dikeluarkan dari mulut). Hampir selalu terjadi kelumpuhan sebelah anggota badan

(hemiparesis). Jika ada perbedaan kelumpuhan yang nyata antara lengan dan tungkai hampir dapat dipastikan bahwa kelainan aliran darah otak berasal dari daerah kortikal, sedangkan jika kelumpuhan sama berat maka gangguan aliran darah terjadi di subkortikal atau daerah vertebrobasiler. Karena bangunan anatomic yang terpisah, gangguan motorik berat dapat disertai gangguan sensorik ringan atau sebaliknya (hemisensoris tubuh). Pada fase akut reflex fisiologis pada sisi tubuh yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari reflex patologis. Kelainan yang sering tampak adalah disfasia campuran, agnosia, apraksia, dan lain-lain (Yulinda, 2009). Gangguan pada sistim karotis menyebabkan (Mangunsong dan Hadinoto, 1992): Gangguan penglihatan, seperti : amaurosis fugax, hemianopsi homonim. Gangguan bicara, seperti : disfasia, afasia

14

Gangguan motorik, seperti : hemiplegi, hemiparesis kontralateral. Gangguan sensorik, seperti : hemihipestesia b. System vertebrobasiler Perubahan akibat proses hemodinamik dimana tekanan perfusi sangat menurun karena sumbatan tiga bagian: Cabang-cabang panjang, misalnya arteri serebelar inferior yang jika tersumbat akan memberikan gejala-gejala sindrom Wallenberg, yaitu infark di daerah bagian dorsolateral tegmentum medulla oblongata. Cabang-cabang paramedian, menimbulkan sindrom Weber, hemiparesis alternans dari berbagai saraf cranial dari mesensepfalon atau pons.

di bagian proksimal pembuluh

arteri

vertebrobasilar. Secara anatomic percabangan arteri basilaris digolongkan

Cabang-cabang tembus (perforating branches) memberi gejala-gejala sangat fokal seperti internuclear ophtalmoplegie. Cara mendiagnosis kelainan system vertebrobasiler adalah:

o Penurunan kesadaran yang cukup berat. o Kombinasi berbagai saraf otak yang terganggu disertai vertigo, diplopia, gangguan bulbar. o Kombinasi beberapa gangguan saraf otak dan gangguan long-tract signs: vertigo, parestesi keempat anggota gerak (ujung-ujumg distal). Jika ditemukan long tract signs kedua sisi hamper pasti stroke vertebrabasiler. o Gangguan bulbar juga hampir pasti disebabkan stroke vertebra-basiler. (Yulinda, 2009) Gangguan pada sistem vertebrobasilar menyebabkan : Gangguan penglihatan, seperti : pandangan kabur, buta.

15

Gangguan nervus kranialis bila mengenai batang otak. Gangguan motorik, seperti: hemiparesis kontralateral. Gangguan koordinasi. Gangguan sensorik, seperti: hemianestesia kontralateral. Gangguan kesadaran. Kombinasi. (Mangunsong dan Hadinoto, 1992).
C. Etiologi Stroke

1. Berdasarkan kelainan patologis a. Stroke hemoragik 1) Perdarahan intra serebral Perdarahan intraserebral selalu disebabkan oleh pecahnya arteri arteriosklerotik kecil yang menyebabkan melemahnya pembuluh darah, terutama oleh hipertensi arterial kronik. Perdarahan lazimnya besar, tunggal, dan merupakan bencana. Penggunaan kokain atau kadangkadang obat simptomatik lainnya dapat menyebabkan hipertensi singkat yang parah yang menyebabkan perdarahan. Perdarahan intraserebral akibat dari aneurisma kongenital, arteriovenosa atau kelainan vaskular lainnya, trauma, aneurisma mycotic, infark otak (infark hemoragik), primer atau metastasis tumor otak, antikoagulasi berlebihan, dyscrasia darah, perdarahan atau gangguan vasculitic jarang terjadi. (WHO, 2005) 2) Perdarahan ekstra serebral (subarakhnoid) Stroke hemorage subaraknoid sering disebabkan oleh kelainan arteri yang berada di pangkal otak, yang dinamakan aneurisma serebral. Perdarahan subarachnoid secara spontan sering berkaitan dengan pecahnya aneurisma (85%), kerusakan dinding arteri pada otak. Dalam banyak kasus PSA merupakan kaitan dari pendarahan aneurisma. Penelitian membuktikan aneurisma yang lebih besar kemungkinannya bisa pecah. Selanjunya 10% kasus dikaitkan dengan non aneurisma perimesencephalic hemoragik, dimana darah dibatasi pada daerah otak tengah. Aneurisma tidak ditemukan secara umum. 5% berikutnya
16

berkaitan dengan kerusakan rongga arteri, gangguan lain yang mempengaruhi vessels, gangguan pembuluh darah pada sumsum tulang belakang dan perdarahan berbagai jenis tumor (Irga, 2010). b. Stroke non-hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan) Stroke iskemik dapat dikarenakan oleh pembentukan trombus lokal atau fenomena embolic, mengakibatkan oklusi dari arteri otak. Aterosklerosis, terutama dari vaskular serebral, merupakan faktor penyebab pada kebanyakan kasus stroke iskemik, walaupun 30% adalah kriptogenik. Emboli bisa muncul baik dari arteri intra-atau ekstrakranial (termasuk lengkungan aorta) atau, seperti yang terjadi dalam 20% dari semua stroke iskemik, hati. Emboli kardiogenik dianggap telah terjadi jika pasien bersamaan menderita fibrilasi atrium, penyakit jantung katup, atau berbagai kondisi lain dari jantung yang dapat menyebabkan pembentukan gumpalan. Membedakan antara emboli kardiogenik dan penyebab lain dari stroke iskemik adalah penting dalam menentukan jangka panjang farmakoterapi pada pasien yang diberikan (Dipiro, 2005). 2. Berdasarkan waktu terjadinya a. Transient Ischemic Attack (TIA) Faktor resiko medis, antara lain Hipertensi (penyakit tekanan darah tinggi), Kolesterol, aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah), gangguan jantung, diabetes, riwayat stroke dalam keluarga, migrain. Faktor resiko perilaku, antara lain merokok (aktif & pasif), makanan tidak sehat (junk food, fast food), alkohol, kurang olahraga, mendengkur, kontrasepsi oral, narkoba, obesitas. 80% pemicu stroke adalah hipertensi dan arteriosklerosis, Menurut statistik. 93% pengidap penyakit trombosis ada hubungannya dengan penyakit tekanan darah tinggi. Pemicu stroke pada dasarnya adalah, suasana hati yang tidak nyaman (marah-marah), terlalu banyak minum alkohol, merokok dan senang mengkonsumsi makanan yang berlemak. b. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)

17

RIND disebabkan oleh Aterosklerosis, Emboli, Obatobatan, Infeksi dan Hipotensi. c. Stroke In Evolution (SIE) / Progressing Stroke Etiologi SIE terdiri dari:
1. Penyebaran trombus secara progresif lokasi asal dalam arteri primer

sehingga mengganggu sirkulasi anastomotic dan memperluas wilayah kerusakan jaringan


2. Keterlibatan maximal atherosclerotic dengan atau tanpa ulkus dan /

atau stenosis, awalnya ada trombus cukup untuk menghasilkan penyumbatan lama kelamaan akan menambahkan daerah iskemia otak.
3. Edema otak yang tersebar di mode konsentris dan semakin

mengurangi fungsi klinis tanpa perluasan daerah infark asli.


4. Kondisi umum pasien (kardiorespirasi, perubahan regulasi cairan dan

elektrolit, keseimbangan asam-basa, atau akuisisi infeksi sistemik) dapat memperluas daerah infark. d. Completed stroke Pada dasarnya etiologi completed stroke sama seperti stroke tipe yang lain hanya berbeda pada waktu terjadinya stroke tersebut menetap. D. Tatalaksana Terapi Stroke 1. Tatalaksana terapi stroke hemoragik a. Tujuan terapi: Mengatasi penyebab dari stroke hemoragik jadi terapi diberikan sesuai dengan penyebabnya Mengatasi perdarahan (Ikawati, 2009). Penyebab stroke hemoragik Perdarahan Kendalikan tekanan darah tinggi (hipertensi) b. Sasaran terapi:

c. Terapi non farmakologi:

18

Mengurangi asupan kolesterol dan lemak jenuh. Tidak merokok Kontrol diabetes dan berat badan Olah raga teratur dan mengurangi stress Konsumsi makanan kaya serat Pembedahan: Untuk lokasi perdarahan dekat permukaan otak (Dipiro, 2005)

d. Terapi farmakologi 1) Vitamin K Mekanisme kerja dengan meningkatkan biosintesis beberapa factor pembekuan darah yaitu protombin, factor VII, IX, X di hepar. Aktivasi X menjadi Xa oleh factor VIIa, TF dan Ca2+ dari jalur ekstrinsic dan factor IXa, VIIIa dan Ca2+ dari jalur intrinsic. Kemudian Faktor Xa dibantu oleh Ca2+ dan factor Va akan mengaktifkan protombin menjadi thrombin. Trombin kemudian mengaktivasi factor XIII menjadi XIIIa perubahan fibrinogen menjadi fibrin. . Faktor-faktor pembekuan darah mekanisme kerja : - aktivasi tomboplastin - pembentukan trombin dari protrombin - pembentukan fibrin dari fibrinogen. Vitamin K ada 2 jenis: Menadiol Sodium Fosfat yyang bersifat larut dalam air dan Fitomenadion (vitamin K1) yang larut dalam lemak. 1. Menadiol Sodium Fosfat yang akan mengkatalisis

19

o Indikasi: defisiensi vitamin K (misalnya pada sumbatan empedu atau penyakit hati) o Kontra Indikasi: neonatus, bayi, hamil tua o Dosis: 1-12 tahun 5-10 mg per hari, 12-18 tahun 10-20 mg per hari, ewasa 10-40 mg per hari. o Sediaan: tablet 10 mg o Interaksi: vitamin K melawan efek antikoagulan coumarin dan fenindion 2. Vitamin K1 o Indikasi: mencegah perdarahan pada neonatus o Perhatian: injeksi intravena harus diberikan secara sangat perlahan. Hati-hati pada kehamilan. o Dosis: dosis tunggal 1 mg intramuskular saat lahir. o Sediaan: tablet 10 mg, injeksi 10 mg/ml. o Interaksi: vitamin K melawan efek antikoagulan coumarin dan fenindion

2) Protamin

Dosis: Injeksi intravena (kecepatan tidak lebih dari 5 mg/menit), 1 mg menetralkan 80-100unit heparin bila diberikan dalam waktu 15 menit setelah heparin; jika jangka waktunya lebih panjang, diperlukan protamin lebih sedikit karena heparin diekskresi dengan cepat ; maksimal 50 mg

Indikasi: Digunakan untuk mengatasi over dosis heparin, namun jika digunakan berlebihan memiliki efek antikoagulan. Jika perdarahan yang terjadi saat pemberian heparin hanya ringan, protamin sulfat tidak perlu diberikan karena penghentian heparin biasanya akan menghentikan perdarahan dalam beberapa jam.

Kontraindikasi: Hipersensitif terhadap protamin.

20

Efek samping: Mual, muntah, muka merah, hipotensi, bradikardi, dispnea, reaksi hipersensitif (termasuk angiodema, anafilaksis) pernah dilaporkan.

Mekanisme kerja: Protamin sulfat merupakan basa kuat, bekerja sebagai antagonis heparin pada in vitro dan in vivo dengan cara membentuk kompleks bersama heparin yang bersifat asam kuat menjadi bentuk garam stabil. Kompleks heparin dan protamin tidak mempunyai efek antikoaulan (Daniel,2006).

Bentuk sediaan: Injeksi Intravena. Indikasi: Asam traneksamat adalah obat antifibrinolitik yang menghambat pemutusan benang fibrin. Asam traneksamat digunakan untuk profilaksis dan pengobatan pendarahan yang disebabkan fibrinolisis yang berlebihan dan angiodema hereditas.

3). Asam traneksamat

Mekanisme Kerja : asam traneksamat kompetitif menghambat aktivasi plasminogen sehingga mengurangi konversi plasminogen menjadi plasmin (fibrinolisin), enzim yang dapat mendegradasi gumpalan fibrin, fibrinogen, dan protein plasma lainnya, termasuk faktor prokoagulan V dan VIII. Oleh karena itu dapat membantu mengatasi perdarahan berat akibat fibrinolisis yang berlebihan (Anonim, 2009).

Dosis: Dosis oral : 1-1.5 gram (atau 15-25 mg/kg) 2 sampai 4 kali sehari. Dosis injeksi intravena perlahan : 0.5 -1 g (atau 10 mg/kg) 3 kali sehari. Dosis infus kontinyu : 25-50 mg/kg setiap hari. Dosis anak : 25 kg/mg melalui oral atau 10 mg/kg melalui intra vena setiap 2 atau 3 kali sehari.

Efek samping: Sakit dada, vasospasmus, syok hemoragi, demam, sakit kepala, kedinginan,urtikaria, alopesia, dysesthesia pedis, purpura, ekzema, nekrosis kutan, mual, plak erithemathosus, konstipasi, hiperkalemia, hiperlipidemia, muntah,

21

hemorage, ditemukan darah pada urin, epistaksis, hemoragi adrenal, hemoragi retriperitonial, trombositopenia, peningkatan enzim SGOT, SGPT, ulserasi, nekrosis kutan yang disebabkan oleh injeksi sub kutan, neuropati perifer, osteoporosis, konjungtivitis, hemoptisis, hemoragi pulmonari, asma, artritis, rinitis, bronkospasma, reaksi alergi, reaksi anafilaktik.

Interaksi: Dengan Obat Lain : Obat yang berfungsi untuk menjaga hemostasis tidak diberikan bersamaan dengan obat antifibrinolitik. Pembentukan trombus akan meningkat dengan adanya oestrogen, atau mekanisme antifibrinolitk diantagonis oleh senyawa trombolisis.

Mekanisme kerja: Asam traneksamat bekerja dengan cara memblok ikatan plasminogen dan plasmin terhadap fibrin ; inhibisi terhadap plasmin ini sangat terbatas pada tingkat tertentu.

Bentuk: sediaan Kapsul 250 mg, Tablet 500 mg, Injeksi 50 ml.

4). Calsium Chanel Blocker : Nimodipin Indikasi : Merupakan Ca Chanel Blocker dengan aktivitas serebrovaskular preferensial. Hal ini ditandai efek dilatasi dan menurunkan tekanan darah pada serebrovaskuler.

Mekanisme Kerja : Nimodipine milik kelas agen farmakologis sebagai Calcium Channel Blockers. Nimodipine dengan untuk peningkatan hasil neurologis

dikenal

diindikasikan

mengurangi insiden dan keparahan defisit iskemik pada pasien dengan perdarahan subarachnoid dari pecahnya aneurisma. Proses kontraktil sel-sel otot polos tergantung pada ion kalsium, yang masuk sel selama depolarisasi sebagai memperlambat arus transmembran ion. Nimodipine menghambat transfer ion kalsium ke dalam sel dan dengan demikian menghambat kontraksi otot polos vaskular. Dalam percobaan binatang, nimodipine memiliki efek lebih besar pada arteri cerebral dari pada arteri di tempat lain dalam tubuh mungkin karena sangat lipofilik, yang

22

memungkinkan untuk melintasi blood brain barrier (Anonim, 2009).

Dosis : PO / nasogastrik 60 mg/4 jam selama 21 hari berturut-

turut. Memulai terapi dalam waktu 96 jam perdarahan subarachnoid. 5). Terapi suportif: Infus manitol
Indikasi : Menurunkan tekanan intrakranial yang tinggi karena

edema serebral.
Mekanisme Kerja : Kenaikan tekanan intrakranial dan adanya

edema serebral pada hemoragik dapat terjadi karena dari efek gumpalan hematoma. Manitol bekerja untuk meningkatkan osmolalitas plasma darah, mengakibatkan peningkatan aliran air dari jaringan, termasuk otak dan cairan cerebrospinal, ke dalam cairan interstisial dan plasma. Akibatnya, edema otak, peningkatan tekanan intrakranial, serta volume dan tekanan cairan serebrospinal dapat dikurangi (Anonim, 2009).

Dosis, cara dan lama pemberian : Tekanan intracranial ; edema

serebral ; 0, 1.5-2 g/kg dosis I.V dalam 15, 20, atau 25% larutan selama 30-60 menit , pertahankan osmolalitas serum 310 sampai <320 mOsm/kg (AHFS, 2004).

2. Tatalaksana terapi stroke iskhemik a. Tujuan terapi:

Melancarkan aliran darah otak dengan menghilangkan sumbatan/clots, Menghentikan kerusakan seluler yang berkaitan dengan iskemik/hipoksia (Ikawati, 2009).

b. Sasaran terapi:

Sumbatan aliran darah Kerusakan seluler


23

c. Terapi non farmakologi: Kendalikan tekanan darah tinggi (hipertensi) Mengurangi asupan kolesterol dan lemak jenuh. Tidak merokok Kontrol diabetes dan berat badan Olah raga teratur dan mengurangi stress Konsumsi makanan kaya serat Pembedahan (surgical therapy): Carotid endarterectomy (baik untuk pasien dgn stenosis 70%) (Dipiro, 2005). d. Terapi farmakologi: Dewan Stroke dari American Stroke Association telah menciptakan dan menerbitkan panduan yang membahas pengelolaan stroke iskemik akut . Secara umum, hanya dua agen farmakologis direkomendasikan yaitu plasminogen aktivator (tPA) dalam waktu 3 jam onset dan aspirin dalam 48 jam onset. 1) Tissue Plasminogen Activator (tPA)
Indikasi : tPA sebagai obat untuk menghilangkan bekuan darah

untuk memecahkan bekuan darah penyebab stroke. Awal reperfusi (<3 jam dari onset) dengan tPA intravena mengurangi kecacatan utama karena iskemik stroke.
Mekanisme

telah terbukti

Kerja

Adanya

mekanisme

tubuh

untuk

menghancurkan fibrin atau thrombus yang ada didalam tubuh dikenal sebagai fibrinolysis atau trombolisis , komponen utama dari trombolisis ini adalah plasminogen yang kemudian diaktifkan dan dikenal sebagai plasmin oleh tissue plasminogen activator (t-PA).

24

Adanya

kerusakan

jaringan

/endothel

disamping

akan

mengaktifkan proses thrombosis juga terjadi pengeluaran t-PA dari endothel dan jaringan sekitar , t-PA mengaktifkan plasminogen menjadi plasmin dan selanjutnya plasmin akan merusak fibrin yang ada pada bekuan darah sehingga bekuan darah itu menjadi lysis. Plasmin disamping merusak fibrin juga menurunkan factor pembekuan darah lain seperti fibrinogen, factor V, factor VIII dan menimbulkan gangguan fungsi trombosit ( platelet dysfunction ). Adanya t-PA dan plasmin dalam sirkulasi akan secepatnya diantisipasi oleh tubuh dengan mengeluarkan plasminogen activator inhibition ( PAI-1) yang akan menghambat tissue plasminogen activator atau t-PA dan 2-antiplasmin (2-AP) agar aktipitas kedua zat tersebut dapat berhenti karena dapat menimbulkan gangguan pada sistim pembekuan darah apabila terus berada didalam aliran darah (Anonim, 2008).
Dosis : tPA 0,9 mg/kg lebih dari 1 jam, dengan 10% diberikan

sebagai bolus awal lebih dari 1 menit Perhatian harus dilakukan bila menggunakan terapi ini, dan kepatuhan terhadap protokol yang ketat sangat penting untuk mencapai outcomes positif. yang penting dari protokol perawatan dapat diringkas sebagai (1) stroke tim aktivasi, (2) timbulnya gejala dalam waktu 3 jam, (3) CT scan untuk menyingkirkan perdarahan, (4) menemukan inklusi dan kriteria pengecualian (5) mengelola tPA 0,9 mg/kg lebih dari 1 jam, dengan 10% diberikan sebagai bolus awal lebih dari 1 menit, (6) menghindari antithrombotik (antikoagulan atau antiplatelet) untuk terapi 24 jam, dan (7) memantau respon pasien (Dipiro, 2005).
2) Antiplatelet a) Aspirin

25

lndikasi digunakannya aspirin yaitu untuk menurunkan resiko TIA atau stroke berulang pada penderita yang pernah menderita iskemi otak yang diakibatkan embolus. Menurunkan resiko menderita stroke pada penderita resiko tinggi seperti pada penderita tibrilasi atrium non valvular yang tidak bisa diberikan anti koagulan. Mekanisme kerja aspirin yaitu sebagai anti platelet dengan menghambat secara irreversibel siklooksigenase sehingga mencegah konversi asam arakhidonat menjadi tromboxan A2 yang merupakan vasokonstriktor kuat dan stimulator agregasi platelet, maka aspirin dapat menurunkan agregasi platelet sehingga dapat mencegah terjadinya penyumbatan aliran darah ke otak yang merupakan penyebab penyakit stroke (Rambe, 2004; Koda-Kimble, 2009). Awal terapi aspirin juga telah terbukti mengurangi kematian dan kecatatan tetapi tidak boleh diberikan dalam waktu 24 jam administrasi tPA karena dapat meningkatkan risiko pendarahan pada pasien. Jelas bahwa terapi antiplatelet merupakan hal terpenting dalam pencegahan sekunder stroke iskemik dan harus digunakan dalam noncardioembolic stroke. Penggunaan aspirin dini untuk mengurangi kematian jangka panjang dan cacat stroke iskemik karena didukung oleh dua uji klinis acak. Pada International Stroke Trial (IST), aspirin 300 mg/hari secara signifikan dapat mengurangi kekambuhan stroke dalam 2 minggu pertama tanpa berpengaruh terhadap kematian dini, menghasilkan penurunan kematian signifikan dan ketergantungan pada 6 bulan. Dalam Chinese Acute Stroke Trial (Cast), aspirin 160 mg/hari dapat mengurangi risiko kekambuhan dan kematian dalam 28 hari pertama, namun jangka panjang kematian dan cacat tidak berbeda dibandingkan dengan plasebo. Dalam kedua percobaan, kecil tapi signifikan menunjukkan peningkatan transformasi hemoragik dari infark itu. Secara keseluruhan, efek menguntungkan aspirin awal telah diadopsi ke dalam pedoman klinis (Dipiro, 2005).

26

b) Dipiridamol

Dipiridamol digunakan sebagai terapi tambahan atau kombinasi dengan aspirin dalam bentuk extended release. Mekanisme kerjanya dengan menghambat pengeluaran asam arakhidonat dari membrane fosfolipid dan mengurangi aktivitas tromboksan A2 sehingga menurunkan terjadinya agregasi platelet yang dapat menyumbat aliran darah ke otak yang merupakan penyebab penyakit stroke. Efek samping yang kadang menyebabkan obat harus dihentikan adalah efek pada gastrointestinal dan sakit kepala (AHFS, 2004). Pada Eropa Stroke Prevention Study 2 (ESPS-2), aspirin 25 mg dan dipiridamol extended release (ERDP) 200 mg dua kali sehari dibandingkan sendirian dan dalam kombinasi dengan plasebo untuk melihat kemampuannya dalam mengurangi kekambuhan stroke lebih dari 2 tahun. Dalam total lebih dari 6.600 pasien, ketiga kelompok perlakuan yang akan ditampilkan secara unggul plasebo-aspirin sendiri, 18% RRR (relative risk reduction); ERDP sendirian, 16 RRR %; dan kombinasi, 37% RRR. Yang penting dalam penelitian ini adalah yang pertama menunjukkan manfaat yang signifikan dari terapi kombinasi antiplatelet dalam pencegahan stroke, dengan kombinasi menunjukkan keuntungan yang signifikan atas kelompok aspirin sendiri (23 RRR%; p = 0,006) dan kelompok ERDP sendiri (24 RRR %; p = 0,002). Sakit kepala yang mengakibatkan penghentian terjadi pada sekitar 15% dari kelompok ERDP (empat kali lebih umum daripada pada kelompok plasebo), dan pasien yang diobati aspirin, bahkan pada dosis rendah 50 mg / hari, jauh lebih beresiko pendarahan daripada kelompok lain. Kombinasi aspirin 25 mg dan ERDP 200 mg dua kali sehari adalah perawatan yang sangat efektif untuk mencegah kekambuhan pada pasien dengan stroke atau TIA (Dipiro, 2005).

27

c) Klopidogrel

Klopidogrel

merupakan

agen

antiplatelet

struktural

dan

farmakologis mirip dengan Tiklopidine, digunakan untuk menurunkan kejadian aterosklerosis seperti stroke. Mekanisme kerjanya dengan mencegah pengikatan adenosin difosfat (ADP) pada reseptor platelet nya, mempengaruhi aktivasi ADP-mediated dari glikoprotein GPIIb / IIIa kompleks. Sebagai glikoprotein, komplek GPIIb / IIIa adalah reseptor utama untuk fibrinogen, gangguan aktivasi fibrinogen mencegah pengikatan trombosit dan menghambat agregasi trombosit. Dengan menghalangi amplifikasi aktivasi platelet oleh ADP dirilis, agregasi platelet diinduksi oleh agonis selain ADP juga dihambat oleh metabolit aktif klopidogrel. Klopidogrel merupakan golongan tienopiridin seperti tiklopidin dengan efek samping yang lebih rendah. Dosis lazim 75 mg/hari memiliki efikasi yang sama dengan aspirin 325 mg dengan efek pendarahan GIT yang lebih sedikit. Klopidogrel memerlukan

28

biotransformasi oleh hati menjadi metabolit aktif menggunakan enzim sitokrom P450 3A4 (CYP3A4). Efek samping klopidogrel adalah diare dan rash, dan tidak menyebabkan neutropenia (Dipiro, 2005).
d) Tiklopidin

Tiklopidin adalah produk tienopiridin. Cara kerjanya dengan menghambat jalan adenosine difosfat (ADP) pada agregasi platelet dan menghambat factor-faktor yang diketahui merupakan stimuli agregasi platelet. Dosis 250mg 2x sehari dapat digunakan sebagai alternative antiplatelet pada pasien yang mengalami intoleransi aspirin. Efek sampingnya lebih besar daripada klopidogrel yaitu menekan sumsum tulang yang menyebabkan neutropenia, rash, diare dan kenaikan serum kolesterol. Ticlopidine merupakan pertahanan ketiga dalam pencegahan stroke efek sampingnya yang merugikan (Dipiro, 2005).

3) Antikoagulan

Fungsi antikoagulan dalam terapi stroke yaitu:


Antikoagulan digunakan untuk mencegah perluasan thrombus yang

menyebabkan

bertambahnya

deficit

neurologic

dan

untuk

mencegah kambuhnya episode gangguan serebrovaskular


Antikoagulan oral diindikasikan pada kelompok resiko tinggi untuk

emboli otak berulang (fibrilasi atrium non valvuler, katup jantung buatan, thrombus mural dalam ventrikel, infark miokard baru).
a) Warfarin

Warfarin merupakan antikoagulan yang efektif mencegah stroke pada pasien dengan atrial fibrilasi. Warfarin juga digunakan untuk terapi sekunder mencegah kardioembolik stroke. Warfarin menghambat reduktase vitamin K maupun epoksidanya sehingga

29

karboksilasi residu glutamat menjadi gamakarboksiglutamat (Gla) yang tergantung dari vitamin K terhambat dan hal ini meyebabkan modifikasi factor VII, IX, X dan protombin (II) (Neal Michael J., 2005). Warfarin diberikan sampai tercapai target INR (International Normalized Ratio) = 2,5 (2,0 3,0) dengan dosis pemeliharaan 5 mg/hari. Monitor harus dilakukan karena resiko pendarahan.
b) Heparin

Heparin adalah asam mukopolisakada dengan berat molekul (4,000-40,000 daltons) yang pertama kali diambil dari hati. Ketika terjadi trombolisis biasanya digunakan untuk mencegah pembekuan darah daripada melisis pembekuan darah yang sudah terbentuk. Jenis heparin adalah Low Molecular Weight Heparins (LMWH) dan Unfractionated Heparin. Heparin berat molekul rendah memunyai waktu paruh lebih panjang daripada heparin standar Heparin ini mempunyai keuntungan karena hanya membutuhkan dosis tunggal harian melalui suntikan subkutan dan dosis profilaktif tidak membutuhkan pemantauan. (Pirmin et al, 2009). Heparin bekerja dengan mempercepat pembentukan kompleks thrombin-antitrombin III sehingga menginaktivasi thrombin. Selain itu juga heparin menghambat pembentukan factor Xa dan factor lainnya yang penting dalam pembekuan darah (Neal Michael J., 2005). LMWH merupakan hasil fraksinasi atau depolimerisasi heparin. Perubahan berat molekul mengakibatkan beberapa perubahan farmakodinamik bila dibanding dengan perdarahan akibat heparin standar. Dibandingkan heparin standar, LMWH lebih aman, lebih efektif, tidak/jarang menibulkan heparin standar serta mudah cara pemberiannya dan tidak perlu pemantauan laboratorium.LMWH lebih aman penggunaannya daripada heparin standar atau tak tefraksinasi dilihat dari kenaikan komplikasi pendarahan (Pirmin et al, 2009).

30

Penggunaan heparin dosis penuh pada periode stroke akut belum pernah terbukti positif mempengaruhi hasil stroke, dan secara signifikan meningkatkan risiko intraserebral hemorrhage. Uji dari heparin berat molekul rendah atau heparinoids telah banyak negatif dan tidak mendukung penggunaan rutin pada pasien stroke. Walaupun heparin mampu mencegah stroke berikutnya tetapi efek pendarahan intracranial meningkat sehingga tidak direkomendasikan pada periode akut serangan stroke (Dipiro, 2005). Tabel 1. Rekomendasi Farmakoterapi Stroke Iskhemik.

3. Tatalaksana terapi Transient Ischemic Attack (TIA) a. Terapi non farmakologi:

Menghentikan merokok, harus berhenti sama sekali Diet sehat untuk pasien yang memiliki tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi atau kadar gula dalam darah tinggi.

31

Pembedahan: direkomendasikan carotid enderectomy karena TIA disebabkan oleh penyempitan pembuluh darah di leher.

b. Terapi Farmakologi: Aspirin untuk mengurangi risiko stroke dan

serangan jantung

BAB III HIPERLIPIDEMIA A. Klasifikasi Hiperlipidemia 1. Hipelipidemia Hiperlipidemia (Hyperlipoproteinemia adalah tingginya kadar lemak (kolesterol, trigliserida maupun keduanya) dalam darah. Hal ini berkaitan dengan intake lemak dan karbohidrat dalam jumlah yang berlebihan dalam tubuh (Balai Informasi Teknologi Lipi, 2009). Hiperlipidemia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan

konsentrasi setiap atau semua lipid dalam darah. Sekarang ini pola hidup masyarakat cenderung mengkonsumsi makanan kaya lemak dan rendah serat yang berdampak buruk bagi kesehatan, terutama kesehatan jantung dan pembuluh darah (Dorland, 2000).

2. Hiperlipidemia herediter Hiperlipidemia Herediter (Hiperlipoproteinemia) adalah kadar kolesterol dan trigliserida yang sangat tinggi, yang sifatnya diturunkan. Hiperlipidemia herediter mempengaruhi sistem tubuh dalam fungsi metabolisme dan membuang lemak (Balai Informasi Teknologi Lipi, 2009).

32

B. Patofisiologi Hiperlipidemia

Lemak (disebut juga lipid) adalah zat yang kaya energi yang berfungsi sebagai sumber energi utama untuk proses metabolisme tubuh. Lemak diperoleh dari makanan dan dibentuk di dalam tubuh, terutama di hati. Lemak disimpan dalam selsel lemak tubuh, sehingga dapat digunakan di kemudian hari. Lipid yamg disimpan berfungsi untuk melindungi tubuh dari dingin dan membantu melindungi tubuh terhadap cedera. Lemak merupakan komponen penting dari selaput sel, selubung yang membungkus sel-sel saraf serta eksresi empedu. Makanan kaya lipid yang kita makan terdiri atas kolesterol dan trigliserid. Selain koleterol yang berasal dari makanan, dalam usus juga terdapat kolesterol dari hati yang dieksresi bersama empedu ke usus halus. Kolesterol dan trigliserid dalam usus halus akan diserap ke dalam enterosit mukosa usus halus. Trigliserid akan diserap sebagai asam lemak bebas. Kolesterol akan diserap sebagai kolesterol. Dalam mukosa usus halus asam lemak bebas akan diubah lagi menjadi trigliserid dan kolesterol akan mengalami esterifikasi menjadi kolesterol ester. Lipid dalam darah terdiri atas kolesterol, kolesterol ester, trigliserid, fosfolipid, dan asam lemak bebas. Kolesterol adalah suatu jenis lemak yang ada dalam tubuh dan dibagi menjadi LDL, HDL, total kolesterol dan trigliserida. Dari hati, kolesterol diangkut oleh lipoprotein yang bernama LDL (Low Density Lipoprotein) untuk dibawa ke sel-sel tubuh yang memerlukan, termasuk ke sel otot jantung, otak dan lain-lain agar dapat berfungsi sebagaimana mestinya. HDL (high density lipoprotein) adalah bentuk LP yang memiliki komponen kolesterol paling sedikit. Dibentuk di usus dan hati, HDL ini akan menyerap kolesterol bebas dari pembuluh darah, atau bagian tubuh lain seperti sel makrofag, kemudian membawanya ke hati. VLDL (very low density LP) adalah LP yang dibentuk di hati yang kemudian akan diubah di pembuluh darah menjadi LDL (low density LP). Bentuk LP ini memiliki komponen kolesterol paling banyak dan akan membawa kolesterol tersebut ke jaringan seperti dinding pembuluh darah (Jeffry Tenggara, 2008). Kelebihan kolesterol akan diangkut kembali oleh lipoprotein yang disebut HDL (High Density Lipoprotein) untuk dibawa kembali ke hati yang selanjutnya

33

akan diuraikan lalu dibuang ke dalam kandung empedu sebagai asam (cairan) empedu. LDL mengandung lebih banyak lemak daripada HDL sehingga ia akan mengambang di dalam darah. Protein utama yang membentuk LDL adalah Apo-B (apolipoprotein-B). LDL dianggap sebagai lemak yang "jahat" karena dapat menyebabkan penempelan kolesterol di dinding pembuluh darah. Sebaliknya, HDL disebut sebagai lemak yang "baik" karena dalam operasinya ia membersihkan kelebihan kolesterol dari dinding pembuluh darah dengan mengangkutnya kembali ke hati. Protein utama yang membentuk HDL adalah Apo-A (apolipoprotein). HDL ini mempunyai kandungan lemak lebih sedikit dan mempunyai kepadatan tinggi sehingga lebih berat. Konsentrasi kolesterol pada High-Dendity Lipoprotein (HDL) dan LowDensity (LDL)/Very-Low-Density (VLDL) Lipoprotein adalah predictor kuat untuk penyakit jantung koroner. HDL fungsional menawarkan perlindungan dengan cara memindahkan kolesterol dari sel dan atheroma. Konsentrasi tinggi dari LDL dan konsentrasi rendah dari HDL fungsional sangat terkait dengan penyakit kardiovaskular karena beresiko tinggi terkena ateroklerosis. Keseimbangan antara HDL dan LDL semata-mata ditentukan secara genetikal, tetapi dapat dirubah dengan pengobatan, pemilihan makanan dan factor lainnya (Anonim, 2008). Kadar laboratorium : Kolesterol total: <200 : optimal 200-239 : diinginkan >240 : tinggi LDL <100 : optimal 100-129 : mendekati optimal >130 : tinggi HDL >40/>50 : optimal (pria/wanita) Trigliserida

34

<150 : optimal 150-200 : medekati optimal >200 : tinggi Seperti yang telah disebutkan di atas lipid memiliki banyak manfaat bagi tubuh. Namun, apabila terjadi keadaan hiperlipidemia, akan menyebabkan kelainan metabolisme lipid. Kelainan metabolisme lipid pada keadaan hiperlipidemia dapat terjadi pada tapak-tapak produksi atau penggunaan lipoprotein yang menyebabkan keadaan hipolipoproteinemia atau hiperlipoproteinemia (Murray, 2003). Patofisiologi hubungan hiperlipidemia dengan stroke terdiri dari 2 yaitu pertama, ketika arteri karotid menjadi menyempit atau tersumbat oleh plak lemak seperti kolesterol, kondisi yang dikenal sebagai arteriosclerosis, atau "pengerasan arteri," hasilnya. Sementara kebanyakan orang berpikir dari arteriosclerosis sebagai penyakit koroner yang dapat menyebabkan serangan jantung, kurang menyadari bahwa itu juga merupakan penyebab utama stroke. Proses selanjutnya sama seperti stroke system karotis. Kedua, Sesaat setelah terjadinya peningkatan kadar LDL dan atau kolesterol, sejumlah monosit akan melekat pada permukaan endotel arteri dan selanjutnya melakukan migrasi kedalam ruangan subendotel. Setelah berbulan-bulan akan terjadi penumpukan kolesterol dan makrofag dalam ruangan subendotel ini dan disebut foam cell. Foam sell yang bertumpuk kemudian akan menimbulkan fatty streak. Sejalan dengan peningkatan kadar kolesterol, sejumlah sel otot halus muncul pada permukaan subendotel. Sel otot halus ini kemudian secara progresif memproduksi kolagen dan membentuk fibrous cap di atas inti lemak dari lesi. Kolagen yang terbentuk secara terus menerus kemudian menimbulkan bentuk athresclerotik yang disebut fibrous plaque. Kestabilan plaque sangat menentukan apakah lesi aterosklerosis ini akan menimbulkan kelainan kardiovaskuler. Plaque yang stabil merupakan hasil langsung dari kemampuan sel otot halus untuk memproduksi kolagen dan membentuk fibrous cap. Plaque yang stabil adalah plaque yang memiliki fibrous cap yang tebal yang menghalangi inti lemak kontak dengan darah. Sedangkan plaque yang tidak stabil adalah plaque yang mengandung inti lemak yang tebal atau banyak ditutupi oleh fibrous cap yang tipis. Adanya flow shear stress, hipertensi dan

35

hiperlipidemia akan mengiritasi atau menimbulkan fissura/rupture dari plaque yang ada dan selanjutnya menimbulkan kondisi aterogenik berupa aggregasi platelet dan trombus. Keadaaan ini menimbulkan sumbatan atau obstruksi yang signifikan terhadap vaskularisasi koroner dan menimbulkan manifestasi klinis penyakit kardiovaskuler (Chien, 2003). Kadar kolesterol total > 220 mg/dl meningkatkan risiko stroke antara 1,31 2,9 kali (Junaidi, 2003). Kadar kolesterol total yang ideal adalah 140-200 mg/dL atau kurang. Idealnya, kadar kolesterol LDL tidak boleh lebih dari 130 mg/dL dan kadar kolesterol HDL tidak boleh kurang dari 40 mg/dL. Kadar trigliserida ideal 10160 mg/dL darah (Balai Informasi Teknologi Lipi, 2009).
C. Etiologi Hiperlipidemia

Hiperlipidemia biasanya disebabkan oleh: Riwayat keluarga dengan hiperlipidemia Obesitas Diet kaya lemak Kurang melakukan olah raga Penggunaan alkohol Merokok sigaret Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik Kelenjar tiroid yang kurang aktif. Sebagian besar kasus peningkatan kadar trigliserida dan kolesterol total bersifat sementara dan tidak berat, dan terutama merupakan akibat dari makan lemak. Pembuangan lemak dari darah pada setiap orang memiliki kecepatan yang berbeda. Seseorang bisa makan sejumlah besar lemak hewani dan tidak pernah memiliki kadar kolesterol total lebih dari 200 mg/dL, sedangkan yang lainnya menjalani diet rendah lemak yang ketat dan tidak pernah memiliki kadar kolesterol total dibawah 260 mg/dL. Perbedaan ini tampaknya bersifat genetik dan secara luas berhubungan dengan perbedaan kecepatan masuk dan keluarnya lipoprotein dari aliran darah (Balai Informasi Teknologi Lipi, 2009).
D. Tatalaksana Terapi Hiperlipidemia

1. Terapi non farmakologi:

36

Diet rendah kolesterol dan rendah lemak jenuh akan mengurangi kadar LDL. Olah raga bisa membantu mengurangi kadar kolesterol LDL dan menambah kadar kolesterol HDL. Biasanya pengobatan terbaik untuk orangorang yang memiliki kadar kolesterol atau trigliserida tinggi adalah : Menurunkan berat badan jika mereka mengalami kelebihan berat badan. Berhenti merokok. Mengurangi jumlah lemak dan kolesterol dalam makanannya. Menambah porsi olah raga. Mengkonsumsi obat penurun kadar lemak (jika diperlukan). Jika kadar lemak darah sangat tinggi atau tidak memberikan respon terhadap tindakan diatas, maka dicari penyebabnya yang spesifik dengan melakukan pemeriksaan darah khusus sehingga bisa diberikan pengobatan yang khusus (Balai Informasi Teknologi Lipi, 2009).. 2. Terapi farmakologi: Tabel 2. Jenis Obat Hiperlipidemia. Jenis obat Penyerap asam empedu Contoh Kolestiramin Kolestipol Cara kerja Mengikat asam empedu di usus Meningkatkan Penghambat sintesa protein Niasin pembuangan LDL dari aliran darah Mengurangi kecepatan pembentukan VLDL (VLDL merupakan prekursos dari Penghambat koenzim A reduktase Derivat asam fibrat adrenalin, fluvastatin Lovastatin Pravastatin Simvastatin Klofibrat Fenofibrat LDL) Menghambat kolesterol Meningkatkan pembuangan LDL dari aliran darah meningkatkan pemecahan lemak pembentukan

Gemfibrosil (Balai Informasi Teknologi Lipi, 2009). a. Penyerap Asam Empedu


37

Termasuk golongan ini adalah Kolesteramin dan Kolestipol. Mekanisme kerja : obat ini merupakan resin (damar) penukar ion yang bersifat basa, yang mempunyai afinitas tinggi terhadap asam empedu. Asam empedu akan diikat oleh resin ini, membentuk senyawa yang tidak larut dan tak dapat direabsorbsi untuk selanjutnya diekskresi melalui feses. Dengan demikian ekskresi asam empedu yang biasanya sedikit akibat peredaran darah enterohepatik, dapat ditingkatkan hampir 10 kalinya. Kekurangan asam empedu didapat dari sintesis baru dari kolesterol (yang terdapat dalam LDL), dengan demikian kadar LDL plasma menurun. Penggunaan : obat ini (yang biasa dikombinasi dengan diet atau niasin) adalah obat-obat pilihan dalam mengobati hiperlipidemia tipe IIa dan IIb.

38

Efek samping : 1. (flatulen) 2. Gangguan absorbsi : mengganggu absorbsi vitamin larut Efek gastrointestinal : konstipasi, mual dan kembung

lemak (A,D,E,K) pada resin dosis tinggi. Interaksi obat : berinteraksi dengan Tetrasiklin, Fenobarbital, Digoksin, Warfarin, Pravastatin, Fluvastatin, Aspirin dan Diuretik Tiazid dengan mengganggu absorbsinya dalam usus. Karena itu, obat-obat tersebut harus diminum 1-2 jam sebelum atau 4-6 jam setelah obat resin pengikat empedu diminum.
b. Penghambat Sintesa Protein / Niasin

Obat ini mempunyai kemampuan menurunkan lipid yang luas, tetapi penggunaan dalam klinik terbatas karena efek samping yang tidak menyenangkan Mekanisme kerja : menghambat lipolisis trigiliserida menjadi asam lemak bebas. Di hati, asam lemak bebas digunakan sebagai bahan sintesis trigliserida yang selanjutnya senyawa ini diperlukan untuk sintesis VLDL. VLDL selanjutnya digunakan untuk sintesis LDL. Dengan demikian obat ini dapat menurunkan kadar trigiliserida (dalam VLDL) dan kolesterol (dalam VLDL dan LDL). Penggunaan : berdasarkan atas kemampuannya menurunkan kadar plasma kolesterol dan trigliserida, maka digunakan pada hiperlipoproteinemia tipe IIb dan IV dengan VLDL dan LDL yang meningkat. Niasin juga merupakan obat antihiperlipisemia paling poten untuk meningkatkan kadar HDL plasma. Efek samping : kemerahan pada kulit (disertai perasaan

39

panas) dan pruritus (rasa gatal pada kulit), pada sebagian pasien mengalami mual dan sakit pada abdomen, dengan meningkatkan kadar asam urat (hiperurikemia) menghambat sekresi tubular asam urat, toleransi glukosa dan hepatotoksik. c. Penghambat Koenzim A Reduktase Termasuk golongan ini adalah Lovastatin, Pravastatin, Simvastatin dan Fluvastatin. Mekanisme kerja : menghambat enzim HMG Co A reduktase dalam sintesis kolesterol, dengan demikian akan meningkatkan penguraian kolesterol intrasel sehingga mengurangi simpanan kolesterol intrasel. Penggunaan : efektif untuk menurunkan kadar kolesterol plasma pada semua jenis hiperlipidemia. Efek samping : kelainan biokimiawi fungsi hati dan gangguan oto (miopati) Interaksi obat : meningkatkan kadar Kumarin (antikoagulan) sehingga meningkatkan risiko pendarahan. Kontra indikasi : ibu hamil dan menyusui, anak-anak dan remaja. d. Derivat Asam Fibrat Termasuk golongan ini adalah Fibrat-Klofibrat-Bezafibrat dan Gemfibrozil yang menurunkan kadar trigliserida darah. Obat ini sedikit menurunkan kadar kolesterol. Digunakan terutama untuk menurunkan VLDL pada hiperlipidemia tipe IIb, III dan V.

40

Mekanisme kerja : memacu aktivitas lipase lipoprotein, sehingga menghidrolisis trigliserida pada kilomikron dan VLDL. Efek samping : 1. 2. 3. Efek gastrointestinal : gangguan pencernaan ringan Litiasis : pembentukan batu empedu Keganasan : terutama Klofibrat yang dapat menyebabkan keganasan terkait dengan kematian

BAB IV SIMPULAN Penjelasan di atas dapat disimpulkan, bahwa: 1. Stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. Hiperlipidemia (Hyperlipoproteinemia adalah tingginya kadar lemak (kolesterol, trigliserida maupun keduanya) dalam darah.
2. Stroke

diklasifikasikan, berdasarkan kelainan patologis yaitu Stroke

hemoragik (Perdarahan intra serebral dan Perdarahan ekstra serebral) dan Stroke Iskhemik (Stroke akibat trombosis serebri, Emboli serebri dan Hipoperfusi

41

sistemik), berdasarkan waktu terjadinya yaitu Transient Ischemic Attack (TIA), Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND), Stroke In Evolution (SIE) / Progressing Stroke, Completed stroke. Berdasarkan lokasi (system pembuluh darah) yaitu System karotis dan System vertebrobasiler. Hiperlipidemia diklasifikasika menjadi Hipelipidemia dan Hiperlipidemia herediter.
3. Etiologi stroke terdiri atas beberapa penyebab antara lain kelainan patologis

dan berdasarkan waktu terjadinya. Berdasarkan kelainan patologis antara lain perdarahan intra serebral, perdarahan ekstra serebral, dan stroke iskemik, infark otak, penyumbatan untuk stoke non hemoraige. Berdasarkan watu terjadinya dibagi menjadi Transient Ischemic Attack ,Reversible Ischemic Neurologic Deficit, Stroke In Evolution / Progressing Stroke dan Completed stroke. Sedangkan etiologi hiperlipidemia antara lain obesitas, diet kaya lemak, kurang melakukan olah raga, penggunaan alcohol, merokok sigaret, diabetes yang tidak terkontrol dengan baik dan kelenjar tiroid yang kurang aktif.
4. Tatalaksana terapi untuk stroke menggunakan Vitamin K, protamin, asam

traneksamat, Calsium Chanel Blocker Nimodipin, infus manitol sedangkan tataklasana terapi untuk hiperlipidemia menggunakan penyerap asam empedu, penghambat sintesa protein, penghambat koenzim A , reduktase, derivat asam fibrat. DAFTAR PUSTAKA Adams HP Jr, del Zoppo GJ, von Kummer R. 2000. Management of Stroke: A Practical Guide for the Prevention, Evaluation and Treatment of Acute Stroke. 1st ed. Caddo US: Professional Communications Inc. American Society of Health-System Pharmacist. 2004. AHFS Drugs Information. USA : American Society of Health-System Pharmacist. Anonim. 2010. Cerebral Embolism Diakses pada Formation. tanggal 8

http://www.strokecenter.org/education /aispathogenesis/14_cerebral_embolism.htm. September 2010.

42

Anonim. 2010. Carotid Artery Disease. http://cvi.med.nyu.edu/conditions-wetreat/conditions/carotid-artery-disease#A. Diakses pada tanggal 15 September 2010. Anonim. 2008. Manfaat Antitrombosis dan Trombolisis. http://perdossijaya.org/perdossijaya/index.php?view=article&id=71:manfaatobat-antitrombosis-dan-trombolisis&option=com_content&Itemid=63. Diakses pada tanggal 24 September 2010. Anonim. 2009. Mannitol. http://www.drugbank.ca/drugs/DB00742. Diakses pada tanggal 24 September 2010. Anonim. 2009. Nimodipine. http://www.drugbank.ca/drugs/DB00393. Diakses pada tanggal 24 September 2010. Anonim. 2009. Tranexamic Acid. http://drugbank.ca/drugs/DB00302. Diakses pada tanggal 24 September 2010. Caplan LR. 2000. Stroke a Clinical Approach. 3rd ed. Boston: ButterworthHeinemann. Chien PC,Frishman WH:Lipid disorder in Current diagnosis and treatment in cardiology.2nd edition,ed.Crawford M.Lange medical book,New York 2003. Daniel, L.K. 2006. Blood Coagulation : reaction Leading to Protrombin Activation. Departement of Physiology, Yale University School of Medicine. Vol. 27:285-306. Denns, Martin MD MRCP. 2010. Senior Lecturer in Stroke Medicine, University of Edinburgh. Reproduced with permission from The Stroke Association (U K)) http://stroke.org.au/pdf/TIA.pdf. Diakses pada tanggal 8 September 2010. Dipiro, Joseph T, Robert L Talbert.,dkk. 2005 . Pharmacotheraphy a Pathophysiologic Approach 1 Fifth Edition. United States of America : McGraw-Hill Companies, Inc. Dorland W. A. Newman. Hartanto Huriawati dkk, editor. Kamus kedokteran Dorland. 29th ed. Jakarta : EGC. 2000. p.1045,1242 Gautier, JC . 2001.Stroke in Evolution. American Heart Association. Journal Vol 16, 729-733. http://stroke.ahajournals.org/cgi/content/abstract/16/4/729. Diakses pada tanggal 8 September 2010.

43

Harjono Putro, Yunanto. 2004. Hubungan antara Kerusakan Otak pada Stroke Akut dengan Peningkatan Creatine Phosphokinase. Tesis Fakultas Kedokteran UNDIP Semarang. Irga. 2010. september 2010. Japardi, Iskandar, Dr. 2002. Patofisiologi Stroke Infark Akibat Tromboemboli. http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20 Diakses pada tanggal 8 September 2010. Japardi, Iskandar, Dr. 2002. Patomekanisme Stroke Infark Aterotrombotik. http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi35.pdf pada tanggal 15 September 2010. Junaidi, I., 2003. Panduan Praktis Pencegahan Dan Pengobatan Stroke, Bhuana Ilmu Populer, Kelompok Gramedia, Jakarta. Marpaung, Edison. 2003. Hubungan Kadar fibrinogen dengan factor risiko pada stroke iskhemik. Tesis Dokter Spesialis saraf. Universitas Dipenogoro. Murray Robert K, Granner Daryl K, Mayes Peter A, Rodwell Victor W. Bani Anna P, Sikumbang Tiara M. N, editor. Biokimia Harper. 25th ed. Jakarta : EGC. 2003. p.254-281 Nassisi D., 2010. Stroke, Hemorrhagic. Departement of Emergency Medicine, Mount Sinai Medical Center. Qureshi, Adnan I., Tuhrim, Stanley., Broderick, Joseph P., Batjer, H Hunt., Hondo, Hiteki., Hanley, Daniel F.,. 2001. Spontaneous Intracebral Hemorrhage. N Engl J Med , 344: 19 Rambe, Adly. 2004. Obat-obat Penyakit Serebrovaskular. http://repository .usu.ac.id/handle/123456789/3458. Diakses pada tanggal 24 September 2010. Shah, Sid, MD. 2005. Pathophysiology of Stroke. http://www.uic.edu/com/ ferne/pdf/pathophys0501.pdf. Diakses pada tanggal 8 September 2010. Schmida Pirmin, Fischerb Andreas G. Wuillemina Walter. 2009. Low-MolecularWeight Heparin in Patients with Renal Insufficiency . SWISS MED WKLY Vol. 1 3 9 ( 3 1 3 2 ) : 4 3 8 4 5 2. http://www.anestesiadolor.org/repositorio/Farmacologia/Heparina%20de%20bajo%20peso
44

Subarachnoid

Hemorrhage Diakses

Stroke pada

Centre. tanggal 8

http://www.strokecenter.org/patients/sah.htm.

japardi31.pdf.

Diakses

%20molecular%20en%20falla%20renal.pdf. September 2010.

Diakses

pada

tanggal

24

Yulinda, Wina. 2009. Pengaruh Empat Minggu Terapi Latihan Kemampuan Motorik Penderita Stroke Iskemia di RSUP H. Adam Malik Medan. http: //repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14271/1/10E00027.pdf. pada tanggal 15 September 2010. Diakses

45

You might also like