You are on page 1of 18

Aspek dan Indikator Kompetensi Pedagogik Guru Posted on 29 Januari 2012

Kompetensi Pedagogik merupakan salah satu jenis kompetensi yang mutlak perlu dikuasai guru. Kompetensi Pedagogik pada dasarnya adalah kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran peserta didik. Kompetensi Pedagogik merupakan kompetensi khas, yang akan membedakan guru dengan profesi lainnya dan akan menentukan tingkat keberhasilan proses dan hasil pembelajaran peserta didiknya.

Kompetensi ini tidak diperoleh secara tiba-tiba tetapi melalui upaya belajar secara terus menerus dan sistematis, baik pada masa pra jabatan (pendidikan calon guru) maupun selama dalam jabatan, yang didukung oleh bakat, minat dan potensi keguruan lainnya dari masing-masing individu yang bersangkutan.

Berkaitan dengan kegiatan Penilaian Kinerja Guru terdapat 7 (tujuh) aspek dan 45 (empat puluh lima) indikator yang berkenaan penguasaan kompetensi pedagogik. Berikut ini disajikan ketujuh aspek kompetensi pedagogik beserta indikatornya:

A. Menguasai karakteristik peserta didik. Guru mampu mencatat dan menggunakan informasi tentang karakteristik peserta didik untuk membantu proses pembelajaran. Karakteristik ini terkait dengan aspek fisik, intelektual, sosial, emosional, moral, dan latar belakang sosial budaya: Guru dapat mengidentifikasi karakteristik belajar setiap peserta didik di kelasnya, Guru memastikan bahwa semua peserta didik mendapatkan kesempatan yang sama untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran, Guru dapat mengatur kelas untuk memberikan kesempatan belajar yang sama pada semua peserta didik dengan kelainan fisik dan kemampuan belajar yang berbeda, Guru mencoba mengetahui penyebab penyimpangan perilaku peserta didik untuk mencegah agar perilaku tersebut tidak merugikan peserta didik lainnya, Guru membantu mengembangkan potensi dan mengatasi kekurangan peserta didik,

Guru memperhatikan peserta didik dengan kelemahan fisik tertentu agar dapat mengikuti aktivitas pembelajaran, sehingga peserta didik tersebut tidak termarjinalkan (tersisihkan, diolokolok, minder, dsb).

B. Menguasasi teori belajar dan prinsipprinsip pembelajaran yang mendidik. Guru mampu menetapkan berbagai pendekatan, strategi, metode, dan teknik pembelajaran yang mendidik secara kreatif sesuai dengan standar kompetensi guru. Guru mampu menyesuaikan metode pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik peserta didik dan memotivasi mereka untuk belajar: Guru memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menguasai materi pembelajaran sesuai usia dan kemampuan belajarnya melalui pengaturan proses pembelajaran dan aktivitas yang bervariasi, Guru selalu memastikan tingkat pemahaman peserta didik terhadap materi pembelajaran tertentu dan menyesuaikan aktivitas pembelajaran berikutnya berdasarkan tingkat pemahaman tersebut, Guru dapat menjelaskan alasan pelaksanaan kegiatan/aktivitas yang dilakukannya, baik yang sesuai maupun yang berbeda dengan rencana, terkait keberhasilan pembelajaran, Guru menggunakan berbagai teknik untuk memotiviasi kemauan belajar peserta didik, Guru merencanakan kegiatan pembelajaran yang saling terkait satu sama lain, dengan memperhatikan tujuan pembelajaran maupun proses belajar peserta didik, Guru memperhatikan respon peserta didik yang belum/kurang memahami materi pembelajaran yang diajarkan dan menggunakannya untuk memperbaiki rancangan pembelajaran berikutnya.

C. Pengembangan kurikulum. Guru mampu menyusun silabus sesuai dengan tujuan terpenting kurikulum dan menggunakan RPP sesuai dengan tujuan dan lingkungan pembelajaran. Guru mampu memilih, menyusun, dan menata materi pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik: Guru dapat menyusun silabus yang sesuai dengan kurikulum, Guru merancang rencana pembelajaran yang sesuai dengan silabus untuk membahas materi ajar tertentu agar peserta didik dapat mencapai kompetensi dasar yang ditetapkan,

Guru mengikuti urutan materi pembelajaran dengan memperhatikan tujuan pembelajaran, Guru memilih materi pembelajaran yang: (1) sesuai dengan tujuan pembelajaran, (2) tepat dan mutakhir, (3) sesuai dengan usia dan tingkat kemampuan belajar peserta didik, (4) dapat dilaksanakan di kelas dan (5) sesuai dengan konteks kehidupan seharihari peserta didik.

D. Kegiatan pembelajaran yang mendidik. Guru mampu menyusun dan melaksanakan rancangan pembelajaran yang mendidik secara lengkap. Guru mampu melaksanakan kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Guru mampu menyusun dan menggunakan berbagai materi pembelajaran dan sumber belajar sesuai dengan karakteristik peserta didik. Jika relevan, guru memanfaatkan teknologi informasi komunikasi (TIK) untuk kepentingan pembelajaran: Guru melaksanakan aktivitas pembelajaran sesuai dengan rancangan yang telah disusun secara lengkap dan pelaksanaan aktivitas tersebut mengindikasikan bahwa guru mengerti tentang tujuannya, Guru melaksanakan aktivitas pembelajaran yang bertujuan untuk membantu proses belajar peserta didik, bukan untuk menguji sehingga membuat peserta didik merasa tertekan, Guru mengkomunikasikan informasi baru (misalnya materi tambahan) sesuai dengan usia dan tingkat kemampuan belajar peserta didik, Guru menyikapi kesalahan yang dilakukan peserta didik sebagai tahapan proses pembelajaran, bukan sematamata kesalahan yang harus dikoreksi. Misalnya: dengan mengetahui terlebih dahulu peserta didik lain yang setuju/tidak setuju dengan jawaban tersebut, sebelum memberikan penjelasan tentang jawaban yamg benar, Guru melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai isi kurikulum dan mengkaitkannya dengan konteks kehidupan seharihari peserta didik, Guru melakukan aktivitas pembelajaran secara bervariasi dengan waktu yang cukup untuk kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan usia dan tingkat kemampuan belajar dan mempertahankan perhatian peserta didik, Guru mengelola kelas dengan efektif tanpa mendominasi atau sibuk dengan kegiatannya sendiri agar semua waktu peserta dapat termanfaatkan secara produktif,

Guru mampu audiovisual (termasuk tik) untuk meningkatkan motivasi belajar peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran. Menyesuaikan aktivitas pembelajaran yang dirancang dengan kondisi kelas, Guru memberikan banyak kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya, mempraktekkan dan berinteraksi dengan peserta didik lain, Guru mengatur pelaksanaan aktivitas pembelajaran secara sistematis untuk membantu proses belajar peserta didik. Sebagaicontoh: guru menambah informasi baru setelah mengevaluasi pemahaman peserta didik terhadap materi sebelumnya, dan Guru menggunakan alat bantu mengajar, dan/atau audiovisual (termasuk tik) untuk meningkatkan motivasi belajar pesertadidik dalam mencapai tujuan pembelajaran.

E. Pengembangan potensi peserta didik. Guru mampu menganalisis potensi pembelajaran setiap peserta didik dan mengidentifikasi pengembangan potensi peserta didik melalui program embelajaran yang mendukung siswa mengaktualisasikan potensi akademik, kepribadian, dan kreativitasnya sampai ada bukti jelas bahwa peserta didik mengaktualisasikan potensi mereka: Guru menganalisis hasil belajar berdasarkan segala bentuk penilaian terhadap setiap peserta didik untuk mengetahui tingkat kemajuan masingmasing. Guru merancang dan melaksanakan aktivitas pembelajaran yang mendorong peserta didik untuk belajar sesuai dengan kecakapan dan pola belajar masing masing. Guru merancang dan melaksanakan aktivitas pembelajaran untuk memunculkan daya kreativitas dan kemampuan berfikir kritis peserta didik. Guru secara aktif membantu peserta didik dalam proses pembelajaran dengan memberikan perhatian kepada setiap individu. Guru dapat mengidentifikasi dengan benar tentang bakat, minat, potensi, dan kesulitan belajar masing-masing peserta didik. Guru memberikan kesempatan belajar kepada peserta didik sesuai dengan cara belajarnya masing-masing. Guru memusatkan perhatian pada interaksi dengan peserta didik dan mendorongnya untuk memahami dan menggunakan informasi yang disampaikan.

F. Komunikasi dengan peserta didik. Guru mampu berkomunikasi secara efektif, empatik dan santun dengan peserta didik dan bersikap antusias dan positif. Guru mampu memberikan respon yang lengkap dan relevan kepada komentar atau pertanyaan peserta didik: Guru menggunakan pertanyaan untuk mengetahui pemahaman dan menjaga partisipasi peserta didik, termasuk memberikan pertanyaan terbuka yang menuntut peserta didik untuk menjawab dengan ide dan pengetahuan mereka. Guru memberikan perhatian dan mendengarkan semua pertanyaan dan tanggapan peserta didik, tanpamenginterupsi, kecuali jika diperlukan untuk membantu atau mengklarifikasi pertanyaan/tanggapan tersebut. Guru menanggapi pertanyaan peserta didik secara tepat, benar, dan mutakhir, sesuai tujuan pembelajaran dan isi kurikulum, tanpa mempermalukannya. Guru menyajikan kegiatan pembelajaran yang dapat menumbuhkan kerja sama yang baik antarpeserta didik. Guru mendengarkan dan memberikan perhatian terhadap semua jawaban peserta didik baik yang benar maupun yang dianggap salah untuk mengukur tingkat pemahaman peserta didik. Guru memberikan perhatian terhadap pertanyaan peserta didik dan meresponnya secara lengkap danrelevan untuk menghilangkan kebingungan pada peserta didik.

G. Penilaian dan Evaluasi. Guru mampu menyelenggarakan penilaian proses dan hasil belajar secara berkesinambungan. Guru melakukan evaluasi atas efektivitas proses dan hasil belajar dan menggunakan informasi hasil penilaian dan evaluasi untuk merancang program remedial dan pengayaan. Guru mampu menggunakan hasil analisis penilaian dalam proses pembelajarannya: Guru menyusun alat penilaian yang sesuai dengan tujuan pembelajaran untuk mencapai kompetensi tertentu seperti yang tertulis dalam RPP. Guru melaksanakan penilaian dengan berbagai teknik dan jenis penilaian, selain penilaian formal yang dilaksanakan sekolah, dan mengumumkan hasil serta implikasinya kepada peserta didik, tentang tingkat pemahaman terhadap materi pembelajaran yang telah dan akan dipelajari. Guru menganalisis hasil penilaian untuk mengidentifikasi topik/kompetensi dasar yang sulit sehingga diketahui kekuatan dan kelemahan masingmasing peserta didik untuk keperluan remedial dan pengayaan. Guru memanfaatkan masukan dari peserta didik dan merefleksikannya untuk meningkatkan pembelajaran selanjutnya, dan dapat membuktikannya melalui

catatan, jurnal pembelajaran, rancangan pembelajaran, materi tambahan, dan sebagainya. Guru memanfatkan hasil penilaian sebagai bahan penyusunan rancangan pembelajaran yang akan dilakukan selanjutnya.

======

Sumber:

Kementerian Pendidikan Nasional. Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan. 2010. Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kinerja Guru (PK Guru). Jakarta. www.bermutuprofesi.org

Kompetensi Kepribadian Guru Selasa, 19 Mai 2009 9:36 | Pendidikan | 1 Comment | Read 1753 Times

I. PRIBADI GURU.

Adalah sangat penting seorang guru memiliki sikap yang dapat mempribadi sehingga dapat dibedakan ia dengan guru yang lain. Memang, kepribadian menurut Zakiah Darajat disebut sebagai sesuatu yang abstrak, sukar dilihat secara nyata, hanya dapat diketahui lewat penampilan, tindakan, dan atau ucapan ketika menghadapi suatu persoalan, atau melalui atasannya saja.

Kepribadian mencakup semua unsur, baik fisik maupun psikis. Sehingga dapat diketahui bahwa setiap tindakan dan tingkah laku seseorang merupakan cerminan dari kepribadian seseorang, selama hal tersebut dilakukan dengan penuh kesadaran. Setiap perkataan, tindakan, dan tingkah laku positif akan meningkatkan citra diri dan kepribadian seseorang. Begitu naik kepribadian seseorang maka akan naik pula wibawa orang tersebut.

Kepribadian akan turut menetukan apakah para guru dapat disebut sebagai pendidik yang baik atau sebaliknya, justru menjadi perusak anak didiknya. Sikap dan citra negative seorang guru dan berbagai penyebabnya seharusnya dihindari jauh-jauh agar tidak mencemarkan nama baik guru. Kini, nama baik guru sedang berada pada posisi yang tidak menguntungkan, terperosok jatuh. Para guru harus mencari jalan keluar atau solusi bagaimana cara meningkatnya kembali sehingga guru menjadi semakin wibawa, dan terasa sangat dibutuhkan anak didik dan masyarakat luas. Jangan sebaliknya.

Guru sebagai teladan bagi murid-muridnya harus memiliki sikap dan kepribadian utuh yang dapat dijadikan tokoh panutan idola dalam seluruh segi kehidupannya. Karenanya guru harus selalu berusaha memilih dan melakukan perbuatan yang positif agar dapat mengangkat citra baik dan kewibawaannya, terutama di depan murid-muridnya. Disamping itu guru juga harus mengimplementasikan nilai-nilai tinggi terutama yang diambilkan dari ajaran agama, misalnya jujur dalam perbuatan dan perkataan, tidak munafik. Sekali saja guru didapati berbohong, apalagi langsung kepada muridnya, niscaya hal tersebut akan menghancurkan nama baik dan kewibawaan sang guru, yang pada gilirannya akan berakibat fatal dalam melanjutkan tugas proses belajar mengajar.

Guru yang demikian niscaya akan selalu memberikan pengarahan kepada anak didiknya untuk berjiwa baik juga. Hampir sulit ditemukan munculnya guru yang memiliki keinginan buruk terhadap muridnya. Dalam menggerakkan murid, guru juga dianggap sebagai partner yang siap melayani, membimbing dan mengarahkan murid, bukan sebaliknya justru menjerumuskannya. Djamarah dalam bukunya

Guru dan Anak didik Dalam Interaksi Edukatif menggambarkan bahwa : Guru adalah pahlawan tanpa pamrih, pahlawan tanpa tanda jasa, pahlawan ilmu, pahlawan kebaikan, pahlawan pendidikan, makhluk serba biasa, atau dengan julukan yang lain seperti artis, kawan, warga Negara yang baik, pembangun manusia, pioneer, terpercaya, dan sebagainya.

Lebih lanjut Djamarah mengisahkan bahwa guru memiliki atribut yang lengkap dengan kebaikan, ia adalah uswatun hasanah walau tidak sesempurna Rasul. Betapa hebat profesi guru, dan tidak dapat ditemukan dalam berbagai profesi lainnya. Karenanya berbagai bentuk pengabdian ini hendaknya dilanjutkan dengan penuh keikhlasan, dengan motivasi kerja untuk membina jiwa dan watak anak didik, bukan sekedar untuk mencari uang.

Guru yang professional adalah guru yang siap untuk memberikan bimbingan nurani dan akhlak yang tinggi kepada muridnya. Karena pendidikan dana bimbingan yang diberikan bersumber dari ketulusan hati, maka guru benar-benar siap sebagai spiritual fatner bagi muridnya. Guru yang ideal sangat meresa gembira bersama dengan muridnya, ia selalu berinteraksi kepada muridnya, ia merasa happy dapat memberikan obat bagi muridnya yang sedang bersedih hati, murung, berkelahi, malas belajar. Guru professional akan selalu memikirkan bagaimana memacu perkembangan pribadi anak didiknya agar tidak mengalami kendala yang biasa mengganggu.

Kemuliaan hati seorang guru diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Guru secara nyata dapat berbagi dengan anak didiknya. Guru tidak akan merasa lelah dan tidak mungkin mengembangkan sifat iri hati, munafik, suka menggunjing, menyuap, malas, marah-marah dan berlaku kasar terhadap orang lain, apalagi terhadap anak didiknya.

Guru sebagai pendidik dan murid sebagai anak didik dapat saja dipisahkan kedudukannya, akan tetapi mereka tidak dapat dipisahkan dalam mengembangkan diri murid dalam mencapai cita-citanya. Disinilah kemanfaatan guru bagi orang lain atau murid benar-benar dituntut, seperti hadits Nabi :Khoirunnaasi anfauhum linnaas, artinya adalah sebaik-baiknya manusia adalah yang paling besar memberikan manfaat bagi orang lain. ( Al Hadits ). II. STEREOTYPE GURU

Stereotype guru adalah hal-hal klise yang sering dilakukan oleh para guru. Yang berkembang dimasyarakat kita adalah adanya suatu anggapan bahwa yang stereotype selalu dianggap benar, sedangkan yang diluar stereotype dianggap salah, sakit, gila dan sebagainya. Banyak orang yang tidak setuju dengan stereotype, mengorbankan dirinya dengan pura-pura mengikuti stereotype supaya ia tidak dianggap menyimpang, aneh ataupun gila. Sebagai contoh stereotype yang dilakukan oleh guru TK. Sang guru berteriak kepada anak didiknya.

Ayo anak-anak mari kita menggambar pemandangan. Alkisah, begitulah seorang ibu guru TK atau SD sedang menyuruh anak didiknya untuk memulai menggambar sebuah pemandangan beberapa puluh tahun yang lalu. Sang ibu guru tadi pun memulai memberi contoh menggambar pemandangan. Ada dua buah gunung dengan bentuk segitiga lancip, kemudian ditengahnya terdapat matahari pagi yang mengintip diantara dua gunung tersebut, di atasnya ada awan-awan yang menggantung di angkasa, dan ada pula sekawanan burung yang terbang di angkasa berbentuk seperti angka 3 tidur. Ada juga jalan raya yang mungkin juga lengkap dengan tiang listriknya. Sawah berjajar berkotak-kotak di tepi jalan dengan tanaman padi yang berbentuk seperti huruf V berderet-deret, serta rumah mungil beserta pepohonan pun menghiasi coretan gambar pemandangan tersebut. Tak jarang terdapat aliran sungai yang berkelok-kelok. Sang murid pun dengan serta merta mengikuti pola gambaran pemandangan yang dibuat oleh sang ibu guru tersebut. Dan ajaibnya pola gambar pemandangan seperti ini awet dan senantiasa terjaga kelestariannya hingga saat ini.

Stereotype pemandangan seperti itu yang selalu tertancap erat di ingatan anakanak Indonesia ketika hendak disuruh mengambar pemandangan.

Pemandangan ya gambar dua buah gunung, ada matahari, jalan, sawah, rumah, awan, burung. Gambar dua gunung ya seperti itulah yang dinamakan dengan pemandangan.

Dalam metodologi pembelajaran, guru seringkali menggunakan metode ceramah untuk menyampaikan materinya karena muncul anggapan bahwa mengajar selalu identik dengan pemberian ceramah, sehingga metode-metode pembelajaran diluar metode ceramah dianggap sebagai sesuatu yang aneh dan sulit dilakukan.

Sebenarnya stereotype itu tidak sepenuhnya salah karena ada beberapa mata pelajaran yang memang akan berjalan efektif apabila disampaikan dengan cara ceramah, seperti pelajaran sejarah, PKn dan sebagainya, namun menganggap bahwa semua mata pelajaran biasa disampaikan kepada anak didik dengan metode ceramah adalah pembodohan terhadap anak didik itu sendiri. Sekarang ini, seorang guru harus berani meninggalkan stereotype dan berani menggunakan metodemetode modern yang sesuai dengan kebutuhan anak didiknya, agar tujuan pendidikan dapat tercapai dengan maksimal.

III. PROFESI GURU SEBAGAI PILIHAN

Sebelum kita menetapkan apakah mengajar merupakan tugas guru yang termasuk profesi atau tidak atau bahkan sekedar tergolong pekerjaan biasa, kiranya perlu kita ketahui persyaratan yang dibutuhkan dalam sebuah aktivitas termasuk profesi. Belakangan telah sedemikian meluas istilah profesi atau professional dikenal dalam masyarakat. Namun sering kali pemahamannya kurang tepat.

Kini sangat banyak yang menganggap bahwa setiap orang dapat mengerjakan suatu pekerjaan dengan baik, rapi, dan dapat memuaskan orang lain disebut telah melakukan pekerjaan secara professional. Sehingga dengan mudah masyarakat memberikan gelar professional hampir kepada siapa saja, asal dapat melakukan pekerjaannya dengan baik. Tak jarang kita dengar sebutan koruptor professional, pembantu professional, tukang batu professional, sopir professional dan seterusnya. Benarkah sebutan-sebutan tersebut.

Qomari Anwar mendefinisikan profesi adalah sebuah sebutan yang didapat seseorang setelah mengikuti pendidikan, pelatihan ketrampilan dalam waktu yang cukup lama, sehingga dia punya kewenangan memberikan suatu keputusan mandiri berdasarkan kode etik tertentu, yang harus dipertanggungjawabkan sampai kapanpun. Melakukan tugas profesi memperoleh posisi yang prestisius dan mendapat imbalan gaji yang tinggi. Karenanya tidak semua pekerjaan yang ditekuni oleh seseorang walaupun sudah cukup lama otomatis disebut sebagai tugas profesi.

Dalam hal jabatan guru, National Education Association (NEA) (1948) merumuskan bahwa jabatan profesi merupakan jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual, menekuni suatu batang tubuh ilmu tertentu, didahului dengan professional yang lama, memerlukan pelatihan jabatan yang kontinyu, menjanjikan karier bagi anggota secara permanent, mengikuti standar baku mutu tersendiri, lebih mementingkan layanan kepada masyarakat dibanding dengan mencari keuntungan sendiri, dan memiliki suatu organisasi professional yang kuat dan dapat melakukan control terhadap anggota yang melakukan penyimpangan. Dari beberapa pengertian yang disebutkan di atas kini muncul pertanyaan: Apakah tugas mengajar atau jabatan guru dapat termasuk jabatan profesi?

Bisa jadi pertanyaan di atas memicu adanya jawaban yang beraneka ragam berdasarkan kenyataan yang dialami oleh para guru di lapangan. Namun Stinnett menegaskan bahawa jabatan guru sudah dianggap memenuhi criteria jabatan professional, bahkan mengajar bisa disebut sebagai ibu dari segala profesi.

Apalagi setelah disahkannya undang-undang tentang guru dan dosen, maka jabatan guru tidak boleh dipandang sebelah mata oleh siapapun. Karena dengan diberlakukannya Undang-Undang tersebut, jabatan guru sudah merupakan jabatan profesi yang setara dengan jabatan-jabatan profesi lainnya seperti Dokter, Perawat dan lain sebagainya.

Kalau dulu menjadi guru adalah pilihan terakhir ketika pilihan-pilihan utama tidak dapat tercapai, maka dengan diperhatikannya kesejahteraan guru oleh pemerintah, menjadi guru adalah sebuah pilihan yang utama. Jabatan guru merupakan jabatan terhormat dimasyarakat disatu sisi juga menjanjikan masa depan yang lebih terjamin dibanding profesi-profesi lainnya.

IV. DILEMA

Menjadi seorang guru dewasa ini kadang menimbulkan dilema tersendiri, hal ini dikarenakan adanya perbedaan antara guru PNS dan Non PNS. Pemerintah terkesan menganak emaskan guru PNS, disisi lain menganak tirikan guru non PNS. Padahal kalau kita lihat bahwa mengajar disekolah-sekolah swasta jauh lebih sulit

dibandingkan dengan sekolah-sekolah negeri, secara administrasi guru-guru Non PNS dituntut secara professional sama dengan guru-guru PNS akan tetapi secara kesejahteraan terjadi kesenjangan yang cukup dalam. Guru PNS mendapatkan berbagai macam tunjangan dari pemerintah pusat atau daerah, sementara guruguru Non PNS tidak mendapatkan apa-apa.

Ironis memang, tuntutan mencerdaskan anak didik mutlak menjadi tanggung jawab semua guru tanpa kecuali namun dalam kesejahteraan terjadi tebang pilih.

Sehingga yang terjadi banyak guru yang terpaksa mencari pekerjaan sampingan guna menopang kehidupan keluarganya. Akibatnya mereka tidak lagi konsentrasi dalam mengajar anak didiknya namun lebih kepada bagaimana bisa menghidupi keluarganya.

V. Masalah Kesehatan Fisik dan Mental guru

Berdasarkan penelitian guru sangat rentan terhadap penyakit yang berhubungan dengan radang tenggorok sampai sariawan. Hal ini dikarenakan intensitas mengajar yang tinggi tanpa ditopang dengan asupan vitamin yang memadai, akhirnya yang terjadi system immune ( kekebalan ) menurun dan ia menjadi gampang terserang berbagai macam penyakit, terutama dua penyakit di atas.

Disamping factor kesehatan fisik yang terganggu, para guru juga mengalami banyak gangguan mentalnya. Ada kemungkinan, menurut pendapat sejumlah peneliti, bahwa tidak adanya hidup kekeluargaan yang normal dan frustasi dalam hubungan seks yang normal turut menambah gangguan mental guru-guru wanita yang tidak kawin. Guru pria dianggap mempunyai mental yang lebih stabil bila mereka mempunyai keluarga yang normal.

Berdasarkan penelitian itu dapat dibuktikan adanya guru yang mengalami gangguan mental, bahwa ada diantaranya yang memerlukan perawatan psikiater. Akan tetapi penelitian itu tidak menunjukkan apakah gangguan mental itu lebih

banyak terdapat di kalangan guru dibandingkan dengan profesi lain. Juga tidak diketahui apakah gangguan mental itu telah ada pada calon guru, nyata atau laten, sebelum ia melakukan profesinya ataukah gangguan mental itu timbul sebagai akibat pekerjaannya sebagai guru. Selanjutnya tidak diketahui hingga manakah gangguan mental itu merugikan murid dan proses belajar mengajar. DAFTAR BACAAN Anwar, Qomari, Reorientasi Pendidikan Dan Profesi Keguruan, Jakarta : Uhamka Press, 2002 S. Nasution, Prof.Dr, Sosiologi Pendidikan, Jakarta : Bumi Aksara, 1995 Ramayulis, Prof. Dr, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Kalam Mulia, 2002 Aspek dan Indikator Kompetensi Profesional Guru Bimbingan dan Konseling Posted on 2 Februari 2012

Dalam Permendiknas No. 27 tahun 2009 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor dinyatakan bahwa kompetensi yang harus dikuasai guru Bimbingan dan Konseling/Konselor mencakup 4 (empat) ranah kompetensi, yaitu: kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Keempat rumusan kompetensi ini menjadi dasar bagi Penilaian Kinerja Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor.

Jika diperbandingkan antara ekspektasi kinerja Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor dengan kinerja guru mata pelajaran. Guru mata pelajaran tampak lebih dominan dalam penguasaan ranah kompetensi pedagogik, sedangkan Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor lebih dominan dalam penguasaan ranah kompetensi profesional.

Dengan tidak bermaksud mengesampingkan ranah atau wilayah kompetensi lainnya, berikut ini disajikan aspek dan indikator kompetensi profesional yang harus dikuasai seorang Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor:

A. Menguasai konsep dan praksis penilaian (assessment) untuk memahami kondisi, kebutuhan, dan masalah konseli. Mendeskripsikan hakikat asesmen untuk keperluan pelayanan konseling, memilih teknik penilaian sesuai dengan kebutuhan pelayanan bimbingan dan konseling, menyusun dan mengembangkan instrumen

penilaian untuk keperluan bimbingan dan konseling, mengadministrasikan asesmen untuk mengungkapkan masalahmasalah peserta didik, memilih dan mengadministrasikan teknik penilaian pengungkapan kemampuan dasar dan kecenderungan pribadi peserta didik, memilih dan mengadministrasikan instrumen untuk mengungkapkan kondisi aktual peserta didik berkaitan dengan lingkungan, mengakses data dokumentasi tentang peserta didik dalam pelayanan bimbingan dan konseling, menggunakan hasil penilaian dalam pelayanan bimbingan dan konseling dengan tepat, menampilkan tanggung jawab profesional dalam praktik penilaian: Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor dapat mengembangkan instrumen nontes (pedoman wawancara, angket, atau format lainnya) untuk keperluan pelayanan Bimbingan dan Konseling. Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor dapat mengaplikasikan instrumen nontes untuk mengungkapkan kondisi aktual peserta didik/konseli berkaitan dengan lingkungan. Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor dapat mendeskripsikan penilaian yang digunakan dalam pelayanan Bimbingan dan Konseling yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik/konseli. Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor dapat memilih jenis penilaian (Instrumen Tugas Perkembangan/ITP, Alat Ungkap Masalah/AUM, Daftar Cek Masalah/DCM, atau instrumen non tes lainnya) yang sesuai dengan kebutuhan layanan bimbingan dan konseling. Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor dapat mengadministrasikan penilaian (merencanakan, melaksanakan, mengolah data) untuk mengungkapkan kemampuan dasar dan kecenderungan pribadi peserta didik/konseli. Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor dapat mengadministrasikan penilaian (merencanakan, melaksanakan, mengolah data) untuk mengungkapkan masalah peserta didik/konseli (data catatan pribadi, kemampuan akademik, hasil evaluasi belajar, dan hasil psikotes).

Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor dapat menampilkan tanggung jawab profesional sesuai dengan azas Bimbingan dan Konseling (misalnya kerahasiaan, keterbukaan, kemutakhiran, dll.) dalam praktik penilaian.

B. Menguasai kerangka teoretik dan praksis Bimbingan dan Konseling. Mengaplikasikan hakikat pelayanan bimbingan dan konseling,mengaplikasikan arah profesi bimbingan dan konseling, mengaplikasikan dasardasar pelayanan

bimbingan dan konseling, mengaplikasikan pelayanan bimbingan dan konseling sesuai kondisi dan tuntutan wilayah kerja, mengaplikasikan pendekatan/model/jenis pelayanan dan kegiatan pendukung bimbingan dan konseling, mengaplikasikan dalam praktik format pelayanan bimbingan dan konseling. Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor dapat mengaplikasikan hakikat pelayanan Bimbingan dan Konseling (tujuan, prinsip, azas, fungsi, dan landasan). Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor dapat menentukankan arah profesi bimbingan dan konseling (peran sebagai Guru Bimbingan dan Konseling/konselor). Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor dapat mengaplikasikan dasardasar pelayanan Bimbingan dan Konseling. Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor dapat mengaplikasikan pelayanan Bimbingan dan Konseling sesuai kondisi dan tuntutan wilayah kerja. Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor dapat mengaplikasikan pendekatan /model/jenis pelayanan dan kegiatan pendukung bimbingan dan konseling. Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor dapat mengaplikasikan praktik format (kegiatan) pelayanan Bimbingan dan Konseling.

C. Merancang Program Bimbingan dan Konseling. Menganalisis kebutuhan konseli, menyusun program bimbingan dankonseling yang berkelanjutan berdasar kebutuhan konseli secara komprehensif dengan pendekatan perkembangan, menyusun rencana pelaksanaan program bimbingan dan konseling, merencanakan sarana dan biaya penyelenggaraan program bimbingan dan konseling. Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor dapat menganalisis kebutuhan peserta didik/konseli. Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor dapat menyusun program pelayanan Bimbingan dan Konseling yang berkelanjutan berdasar kebutuhan peserta didik/konseli secara komprehensif dengan pendekatan perkembangan. Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor dapat menyusun rencana pelaksanaan program pelayanan Bimbingan dan Konseling. Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor dapat merencanakan sarana dan biaya penyelenggaraan program pelayanan Bimbingan dan Konseling.

D. Mengimplementasikan Program Bimbingan dan Konseling yang komprehensif. Melaksanakan program bimbingan dan konseling, melaksanakan pendekatan

kolaboratif dalam pelayanan bimbingan dan konseling, memfasilitasi perkembangan akademik, karier, personal, dan sosial konseli, mengelola sarana dan biaya program bimbingan dan konseling. Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor dapat melaksanakan program pelayanan Bimbingan dan Konseling. Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor dapat melaksanakan pendekatan kolaboratif dengan pihak terkait dalam pelayanan Bimbingan dan Konseling. Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor dapat memfasilitasi perkembangan akademik, karier, personal/ pribadi, dan sosial peserta didik/konseli. Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor dapat mengelola sarana dan biaya program pelayanan Bimbingan dan Konseling.

E. Menilai proses dan hasil kegiatan Bimbingan dan Konseling. Melakukan evaluasi hasil, proses, dan program bimbingan dan konseling, melakukan penyesuaian proses pelayanan bimbingan dan konseling, menginformasikan hasil pelaksanaan evaluasi pelayanan bimbingan dan konseling kepada pihak terkait, menggunakan hasil pelaksanaan evaluasi untuk merevisi dan mengembangkan program bimbingan dan konseling. Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor dapat melakukan evaluasi proses dan hasil program pelayanan Bimbingan dan Konseling. Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor dapat melakukan penyesuaian kebutuhan peserta didik/konseli dalam proses pelayanan Bimbingan dan Konseling. Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor dapat menginformasikan hasil pelaksanaan evaluasi pelayanan Bimbingan dan Konseling kepada pihak terkait. Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor dapat menggunakan hasil pelaksanaan evaluasi untuk merevisi dan mengembangkan program pelayanan Bimbingan dan Konseling berdasarkan analisis kebutuhan.

F. Memiliki kesadaran dan komitmen terhadap etika profesional. Memberdayakan kekuatan pribadi, dan keprofesionalan Guru Bimbingan dan Konseling/konselor, meminimalkan dampak lingkungan dan keterbatasan pribadi Guru Bimbingan dan Konseling/konselor, menyelenggarakan pelayanan sesuai dengan kewenangan dan kode etik profesional Guru Bimbingan dan Konseling/konselor, mempertahankan obyektivitas dan menjaga agar tidak larut dengan masalah peserta didik,

melaksanakan referal sesuai dengan keperluan, peduli terhadap identitas profesional dan pengembangan profesi, mendahulukan kepentingan peserta didik daripada kepentingan pribadi Guru Bimbingan dan Konseling/konselor. Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor dapat memberdayakan kekuatan pribadi, dan keprofesionalan Guru Bimbingan dan Konseling/konselor. Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor dapat meminimalisir dampak lingkungan dan keterbatasan pribadi Guru Bimbingan dan Konseling/konselor. Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor dapat menyelenggarakan pelayanan Bimbingan dan Konseling sesuai dengan kewenangan dan kode etik profesional Guru Bimbingan dan Konseling/konselor. Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor dapat mempertahankan objektivitas dan menjaga agar tidak larut dengan masalah peserta didik/konseli. Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor dapat melaksanakan layanan pendukung sesuai kebutuhan peserta didik/konseli (misalnya alih tangan kasus, kunjungan rumah, konferensi kasus, instrumen bimbingan, himpunan data) Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor dapat menghargai identitas profesional dan pengembangan profesi. Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor dapat mendahulukan kepentingan peserta didik/konseli daripada kepentingan pribadi Guru Bimbingan dan Konseling/konselor.

G. Menguasai konsep dan praksis penelitian dalam Bimbingan dan Konseling. Mendeskripsikan berbagai jenis dan metode penelitian, mampu merancang penelitian bimbingan dan konseling, melaksanakan penelitian bimbingan dan konseling, memanfaatkan hasil penelitian dalam bimbingan dan konseling dengan mengakses jurnal pendidikan dan bimbingan dan konseling. Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor dapat mendeskripsikan jenis dan metode penelitian dalam Bimbingan dan Konseling. Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor mampu merancang penelitian dalam Bimbingan dan Konseling. Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor dapat melaksanakan penelitian dalam Bimbingan dan Konseling. Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor dapat memanfaatkan hasil penelitian dalam Bimbingan dan Konseling dengan mengakses jurnal yang relevan.

Refleksi:

Berkaitan dengan Penilaian Kinerja Guru BK/Konselor, begitu banyak indikator yang harus dipenuhi. Untuk menguasai semuanya secara paripurna tentu hal yang tidak mudah atau mungkin bisa dibilang mustahil. Maka hal terpenting bagi kita, mari kita berusaha untuk menguasai indikator-indikator itu sebanyak mungkin. Semakin banyak Anda menguasai indikator, niscaya akan semakin lebih baik hasil kinerja Anda.

Yang menjadi pertanyaan, apa yang bisa Anda lakukan untuk memperbanyak penguasaan indikator-indikator tersebut? Mari kita berbagi di sini!

You might also like