You are on page 1of 14

BAB I PENDAHULUAN

Imunologi adalah ilmu yang mempelajari struktur dan fungsi imunitas. Imunologi berasal dari ilmu kedokteran dan penelitian awal akibat dari imunitas sampai penyakit. Sebutan imunitas yang pertama kali diketahui adalah selama wabah Athena tahun 430 SM. Thucydides mencatat bahwa orang yang sembuh dari penyakit sebelumnya dapat mengobati penyakit tanpa terkena penyakit sekali lagi. Observasi imunitas nantinya diteliti oleh Louis Pasteur pada perkembangan vaksinasi dan teori penyakit kuman. Teori Pasteur merupakan perlawanan dari teori penyakit saat itu, seperti teori penyakit miasma. Robert Koch membuktikan teori ini pada tahun 1891, untuk itu ia diberikan hadiah nobel pada tahun 1905. Ia membuktikan bahwa mikroorganisme merupakan penyebab dari penyakit infeksi. Virus dikonfirmasi sebagai patogen manusia pada tahun 1901 dengan penemuan virus demam kuning oleh Walter Reed. Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan membunuh patogen serta sel tumor. Sistem ini mendeteksi berbagai macam pengaruh biologis luar yang luas, organisme akan melindungi tubuh dari infeksi, bakteri, virus sampai cacing parasit, serta menghancurkan zat-zat asing lain dan memusnahkan mereka dari sel organisme yang sehat dan jaringan agar tetap dapat berfungsi seperti biasa. Deteksi sistem ini sulit karena adaptasi patogen dan memiliki cara baru agar dapat menginfeksi organisme. Untuk selamat dari tantangan ini, beberapa mekanisme telah

berevolusi yang menetralisir patogen. Bahkan organisme uniselular seperti

bakteri dimusnahkan oleh sistem enzim yang melindungi terhadap infeksi virus. Mekanisme imun lainnya yang berevolusi pada eukariota kuno dan tetap pada keturunan modern, seperti tanaman, ikan, reptil dan serangga. Mekanisme tersebut termasuk peptida antimikrobial yang disebut defensin, fagositosis, dan sistem komplemen. Mekanisme yang lebih berpengalaman berkembang secara relatif baru-baru ini, dengan adanya evolusi vertebrata. Imunitas vertebrata seperti manusia berisi banyak jenis protein, sel, organ tubuh dan jaringan yang berinteraksi pada jaringan yang rumit dan dinamin. Sebagai bagian dari respon imun yang lebih kompleks ini, sistem vertebrata mengadaptasi untuk mengakui patogen khusus secara lebih efektif. Proses adaptasi membuat memori imunologis dan membuat perlindungan yang lebih efektif selama pertemuan pada masa depan dengan patogen tersebut. Proses imunitas yang diterima adalah basis dari vaksinasi. Jika sistem kekebalan melemah, kemampuannya untuk melindungi tubuh juga berkurang, membuat patogen, termasuk virus yang menyebabkan penyakit. Penyakit defisiensi imun muncul ketika sistem imun kurang aktif daripada biasanya, menyebabkan munculnya infeksi. Defisiensi imun merupakan penyebab dari penyakit genetik, seperti severe combined immunodeficiency, atau diproduksi oleh farmaseutikal atau infeksi, seperti sindrom defisiensi imun dapatan (AIDS) yang disebabkan oleh retrovirus HIV. Penyakit autoimun menyebabkan sistem imun yang hiperaktif menyerang jaringan normal seperti jaringan tersebut merupakan benda asing. Penyakit autoimun yang umum termasuk rheumatoid arthritis, diabetes melitus tipe 1 dan lupus erythematosus. Peran penting imunologi tersebut pada kesehatan dan penyakit adalah bagian dari penelitian. Sedangkan sistem imun adalah semua mekanisme yangdigunakan badan untuk mempertahankan keutuhan tubuh sebagai perlindungan terhadapbahaya yang dapat ditimbulkan berbagai bahan dalam lingkungan hidup. Rangsangan terhadap sel-sel tersebut terjadi apabila ke dalam tubuh

masuk suatuzat yang oleh sel atau jaringan tadi dianggap asing, yaitu yang disebut antigen. Sistem imundapat membedakan zat asing (non-self) dari zat yang berasal dari tubuh sendiri (self). Dari beberapa keadaan patologik, sistem imun ini tidak dapat membedakan self dan non-self sehongga sel-sel dalam sistem imun membentuk zat anti terhadap jaringan tubuhnya sendiriyang disebut autoantibodi. Bila sistem imun terpapar pada zat yang dianggap asing, maka ada dua jenis responimun yang mungkin terjadi, yaitu respon imun non spesifik dan respon imun spesifik. Respon Imun : 1. Spesifik 2. Non Spesifik yang cedera) Mencakup Peradangan, interferon, sel NK dan sistem komplemen. Perbedaaan Sifat Respon Imun Spesifik dan Non Spesifik Resistensi Non spesifik Tidak Berubah infeksi Spesifitas Umumnya terhadap mikroorganisme Spesifik oleh Membaik oleh infeksi berulang efektif Spesifik utk : Menghancurkan senyawa asing yang sudah dikenalnya : Lini pertama terhadap sel sel atipikal (sel asing,mutan

semua mikroorganisme yang sudah mensensitisasi sebelumnya

Sel yang penting

Fagosit Sel NK

Limfosit

Molekul Penting

Sel K yang Lizosim Komplemen Interferon

Antibodi Sitokin

BAB II ISI Respon Imun Spesifik sistem imun spesifik mempunyai kemampuan untuk mengenal benda yang dianggap asing bagi dirinya. Benda asing yang pertama kali muncul dalam badan segera dikenal oleh sistem imun spesifik sehingga terjadi sensitasi sel-sel sistem imun tersebut. Bila sel sistem imun tersebut berpapasan kembali dengan benda asing yang sama, maka benda asing yang terakhir ini akan dikenal lebih cepat, kemudian dihancurkan olehnya. Oleh karena sistem tersebut hanya dapat menghancurkan benda asing yang sudah dikenal sebelumnya, maka sistm ini disebut spesifik. Sistem imun spesifik dapat bekerja tanpa bantuan sistem imun nonspesifik untuk menghancurkan benda asing yang berbahaya bagi badan, tetapi pada umumnya terjalin kerjasama yang baik antara antibodi-komplemen-fagosit dan antara sel T-makrofag. Sel-sel leukosit lain yang memegang peran penting dalam respon imun adalah limfosit, bahkan limfosit merupakan inti dalam proses respon imun spesifik karena sel-sel ini dapat mengenal setiap jenis antigen, baik antigen yang terdapat dalam intraseluler maupun ekstraseluler misalnya dalam cairan tubuh atau dalam darah. Antigen dapat berupa molekul yang berada pada permukaan unsure patogen atau dapat juga merupakan toksin yang di produksi oleh pathogen bersangkutan. Sebenarnya ada beberapa sub populasi limfosit-limfosit tetapi secara garis besar limfosit digolongkan dalam dua populasi yaitu limfosit T yang berfungsi dalam respon imun seluler dan limfosit B yang berfungsi dalam respon imunhumoral. Walaupun pada hakekatnya respon imun spesifik merupakan interaksi antara berbagai komponen dalam sistem imun

secara bersama-sama, respon imun spesifik dibagi dalam tiga golongan, yaitu respon imun seluler, respon imun humoral dan interaksi antara respon imun seluler dan humoral. Respon Imun Spesifik 1. Imunitas yang diperantarai oleh AB turunan limfosit B 2. Imunitas yang diperantarai oleh sel limfosit Antibodi atau Immunoglobulin Ada 5 kelas antibodi atau immunoglobulin yaitu: 1. IgG (immunoglobulin G) dengan proporsi 76% IgG memiliki rantai berat gamma, yang bedakan menjadi 4 subkelas yaitu IgG1, IgG2, IgG3 dan IgG4. IgG memiliki karakteristik sebagai berikut: a. Merupakan imunoglobulin terbanyak pada serum b. Merupakan imunoglobulin terbanyak pada daerah ekstravaskuler c. Transfer plasental. IgG adalah satu-satunya Ig yang dapat menembus barier plasenta menuju janin dan memberikan imunitas pada masamasa awal kehidupan bayi. d. Mengikat komplemen. e. Berikatan dengan sel. Makrofag, monosit, netrofil dan beberapa limfosit memiliki Fc reseptor yang berikatan dengan regio Fc pada IgG. Sel-sel yang terikat IgG akan lebih mengenal antigen. Ig menyiapkan antigen agar lebih mudah ditelan oleh fagosit. Opsonin merupakan substansi yang memicu fagositosis.

2. IgM (immunoglobulin G) dengan proporsi 8% IgM memiliki rantai berat Mu, dengan karakteristik sebagai berikut:

a. Merupakan imunoglobulin terbanyak ketiga dalam serum b. IgM adalah imunoglobulin yang dibuat pertama kali oleh fetus. Imunoglobulin pertama dibuat oleh sel B virgin saat distimulasi oleh antigen. c. Pengikat komplemen terbaik karena berstruktur pentamer. Oleh karena itu IgM sangat efisien untuk melisiskan mikroorganisme d. Memiliki fungsi aglutinasi terbaik karena berstruktur pentamer. Oleh karena itu IgM sangat membantu untuk menggumpalkan mikroorganisme untuk dikeluarkan e. Berikatan dengan beberapa sel f. Merupakan imunoglobulin pada permukaan sel B sebagai reseptor antigen.

3. IgA (immunoglobulin G) dengan proporsi 15% IgA memiliki rantai berat alfa, yang bedakan menjadi 2 subkelas yaitu IgA1 dan IgA2. IgA memiliki karakteristik sebagai berikut: a. b. c. d. Merupakan imunoglobulin terbanyak kedua dalam serum Merupakan imunoglobulin terbanyak pada sekresi (air mata, Tidak mengikat komplemen Berikatan dengan beberapa sel (netrofil dan limfosit)

saliva, kolostrum, mukus). IgA penting untuk imunitas lokal.

4. IgD (immunoglobulin G) dengan proporsi 1%

IgD memiliki rantai berat delta. Imunoglobulin D memiliki karakteristik sebagai berikut: a. Ditemukan dengan jumlah sedikit dalam serum b. Secara primer IgD ditemukan pada permukaan sel B sebagai reseptor antigen. c. Tidak mengikat komplemen

5. IgE (immunoglobulin G) dengan proporsi 0,002% IgE memiliki rantai berat epsilon. Imunoglobulin E memiliki karakteristik sebagai berikut: a. Paling sedikit terdapat dalam serum. Antibodi ini terikat sangat kuat dengan Fc reseptor basofil dan mast cell sebelum berinteraksi dengan antigen. b. Terlibat dalam reaksi alergi. Akibat terikat kuat dengan basofil dan mast cell, IgE terlibat dalam reaksi alergi. Pengikatan alergen ke IgE pada sel menimbulkan pelepasan berbagai mediator yang mengakibatkan gejala alergi. c. Berperan dalam melawan parasit cacing. Eosinofil berikatan dengan IgE kemudian menyelubungi cacing lalu membunuhnya. d. Tidak mengikat komplemen Limfosit T Sel T diaktifkan oleh antigen asing hanya apabila antigen tersebut membawa identitas individu yang bersangkutan Terdapat 3 sub populasi Sel T :
1. Sel T sitotoksik mengancurkan sel pejamu yang memiliki antigen asing

(contoh : virus, kanker)

2. Sel T penolong menaikkan perkembangan sel B aktif menjadi sel

plasma, Memperkuat sel T sitotoksik dan sel T penekan serta Mengaktifkan makrofag
3. Sel T penekan Menekan produksi antibody sel B dan aktifkan sel T

sitotoksik, sel T penolong Limfosit B

Sel

berikatan

dengan

antigen

sehingga

Sel

plasma

yang

menghasilkan antibodi.

Antibodi dikeluarkan ke dalam darah / limfe memperoleh akses ke darah dan menghasilkan Imunoglobulin.

Antibodi mengidentifikasi zat asing dan meningkatkan aktivitas berbagai sistem pertahanan melalui : 1. Pengaktifan sistem komplemen 2. Peningkatan fagositosis 3. Stimulasi sel pembunuh. Setiap antigen merangsang klon limfosit B yang berbeda untuk menghasilkan antibodi. Imunitas aktif : Pembentukan antibodi akibat pajanan ke suatu antigen Imunitas pasif : Imunitas yang diperoleh segera setelah menerima antibodi yang sudah dikenal.
Imunitas seluler

Imunitas selular adalah imunitas yang diperankan oleh limfosit T dengan atau tanpa bantuan komponen sistem imun lainnya. Limfosit T adalah limfosit yang berasal dari sel pluripotensial yang pada embrio terdapat pada yolk sac; kemudian pada hati dan limpa, lalu pada sumsum tulang. Dalam perkembangannya sel pluripotensial yang akan menjadi limfosit T memerlukan lingkungan timus untuk menjadi limfosit T matur.

Di dalam timus, sel prekusor limfosit T akan mengekspresikan molekul tertentu pada permukaan membrannya yang akan menjadi ciri limfosit T. Molekul-molekul pada permukaan membran ini dinamakan juga petanda permukaan atau surface marker, dan dapat dideteksi oleh antibodi monoklonal yang oleh WHO diberi nama dengan huruf CD, artinya cluster of differentiation. Secara garis besar, limfosit T yang meninggalkan timus dan masuk ke darah perifer (limfosit T matur) terdiri atas limfosit T dengan petanda permukaan molekul CD4 dan limfosit T dengan petanda permukaan molekul CD8. Sel limfosit CD4 sering juga dinamakan sel T4 dan sel limfosit CD8 dinamakan sel T8 (bila antibodi monoklonal yang dipakai adalah keluaran Coulter Elektronics). Di samping munculnya petanda permukaan, di dalam timus juga terjadi penataan kembali gen (gene rearrangement) untuk nantinya dapat memproduksi molekul yang merupakan reseptor antigen dari sel limfosit T (TCR). Jadi pada waktu meninggalkan timus, setiap limfosit T sudah memperlihatkan reseptor terhadap antigen diri (self antigen) biasanya mengalami aborsi dalam timus sehingga umumnya limfosit yang keluar dari timus tidak bereaksi terhadap antigen diri. Secara fungsional, sel limfosit T dibagi atas limfosit T regulator dan limfosit T efektor. Limfosit T regulator terdiri atas limfosit T penolong (Th = CD4) yang akan menolong meningkatkan aktivasi sel imunokompeten lainnya, dan limfosit T penekan (Ts = CD8) yang akan menekan aktivasi sel imunokompeten lainnya bila antigen mulai tereliminasi. Sedangkan limfosit T efektor terdiri atas limfosit T sitotoksik (Tc = CD8) yang melisis sel target, dan limfosit T yang berperan pada hipersensitivitas lambat (Td = CD4) yang merekrut sel radang ke tempat antigen berada. Pajanan antigen pada sel T

Umumnya antigen bersifat tergantung pada sel T (TD = T dependent antigen), artinya antigen akan mengaktifkan sel imunokompeten bila sel ini mendapat bantuan dari sel Th melalui zat yang dilepaskan oleh sel Th aktif. TD adalah antigen yang kompleks seperti bakteri, virus dan antigen yang bersifat hapten. Sedangkan antigen yang tidak tergantung pada sel T (TI = T independent antigen) adalah antigen yang strukturnya sederhana dan berulang-ulang, biasanya bermolekul besar. Limfosit Th umumnya baru mengenal antigen bila dipresentasikan bersama molekul produk MHC (major histocompatibility complex) kelas II yaitu molekul yang antara lain terdapat pada membran sel makrofag. Setelah diproses oleh makrofag, antigen akan dipresentasikan bersama molekul kelas II MHC kepada sel Th sehingga terjadi ikatan antara TCR dengan antigen. Ikatan tersebut terjadi sedemikian rupa dan menimbulkan aktivasi enzim dalam sel limfosit T sehingga terjadi transformasi blast, proliferasi, dan diferensiasi menjadi sel Th aktif dan sel Tc memori. Sel Th aktif ini dapat merangsang sel Tc untuk mengenal antigen dan mengalami transformasi blast, proliferasi, dan diferensiasi menjadi sel Tc memori dan sel Tc aktif yang melisis sel target yang telah dihuni antigen. Sel Tc akan mengenal antigen pada sel target bila berasosiasi dengan molekul MHC kelas I (lihat Gambar 3-2). Sel Th aktif juga dapat merangsang sel Td untuk mengalami transformasi blast, proliferasi, dan diferensiasi menjadi sel Td memori dan sel Td aktif yang melepaskan limfokin yang dapat merekrut makrofag ke tempat antigen. Limfokin Limfokin akan mengaktifkan makrofag dengan menginduksi

pembentukan reseptor Fc dan C3B pada permukaan makrofag sehingga mempermudah melihat antigen yang telah berikatan dengan antibodi atau komplemen, dan dengan sendirinya mempermudah fagositosis. Selain itu limfokin merangsang produksi dan sekresi berbagai enzim serta metabolit

oksigen yang bersifat bakterisid atau sitotoksik terhadap antigen (bakteri, parasit, dan lain-lain) sehingga meningkatkan daya penghancuran antigen oleh makrofag Aktivitas lain untuk eliminasi antigen Bila antigen belum dapat dilenyapkan maka makrofag dirangsang untuk melepaskan faktor fibrogenik dan terjadi pembentukan jaringan granuloma serta fibrosis, sehingga penyebaran dapat dibatasi. Sel Th aktif juga akan merangsang sel B untuk berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel plasma yang mensekresi antibodi (lihat bab tentang imunitas humoral). Sebagai hasil akhir aktivasi ini adalah eliminasi antigen. Selain eliminasi antigen, pemajanan ini juga menimbulkan sel memori yang kelak bila terpajan lagi dengan antigen serupa akan cepat berproliferasi dan berdiferensiasi.

Imunitas humoral
Imunitas humoral adalah imunitas yang diperankan oleh sel limfosit B dengan atau tanpa bantuan sel imunokompeten lainnya. Tugas sel B akan dilaksanakan oleh imunoglobulin yang disekresi oleh sel plasma. Terdapat lima kelas imunoglobulin yang kita kenal, yaitu IgM, IgG, IgA, IgD, dan IgE. Limfosit B juga berasal dari sel pluripotensial yang perkembangannya pada mamalia dipengaruhi oleh lingkungan bursa fabricius dan pada manusia oleh lingkungan hati, sumsum tulang dan lingkungan yang dinamakan gut-associated lymphoid tissue (GALT). Dalam perkembangan ini terjadi penataan kembali gen yang produknya merupakan reseptor antigen pada permukaan membran. Pada sel B ini reseptor antigen merupakan imunoglobulin permukaan (surface immunoglobulin). Pada mulanya imunoglobulin permukaan ini adalah kelas IgM, dan pada perkembangan

selanjutnya sel B juga memperlihatkan IgG, IgA dan IgD pada membrannya dengan bagian F(ab) yang serupa. Perkembangan ini tidak perlu rangsangan antigen hingga semua sel B matur mempunyai reseptor antigen tertentu. Pajanan antigen pada sel B

Antigen akan berikatan dengan imunoglobulin permukaan sel B dan dengan bantuan sel Th (bagi antigen TD) akan terjadi aktivasi enzim dalam sel B sedemikian rupa hingga terjadilah transformasi blast, proliferasi, dan diferensiasi menjadi sel plasma yang mensekresi antibodi dan membentuk sel B memori. Selain itu, antigen TI dapat secara langsung mengaktivasi sel B tanpa bantuan sel Th. Antibodi yang disekresi dapat menetralkan antigen sehingga infektivitasnya hilang, atau berikatan dengan antigen sehingga lebih mudah difagosit oleh makrofag dalam proses yang dinamakan opsonisasi. Kadang fagositosis dapat pula dibantu dengan melibatkan komplemen yang akan berikatan dengan bagian Fc antibodi sehingga adhesi kompleks antigenantibodi pada sel makrofag lebih erat, dan terjadi endositosis serta penghancuran antigen oleh makrofag. Adhesi kompleks antigen-antibodi komplemen dapat lebih erat karena makrofag selain mempunyai reseptor Fc juga mempunyai reseptor C3B yang merupakan hasil aktivasi komplemen. Selain itu, ikatan antibodi dengan antigen juga mempermudah lisis oleh sel Tc yang mempunyai reseptor Fc pada permukaannya. Peristiwa ini disebut antibody-dependent cellular mediated cytotoxicity (ADCC). Lisis antigen dapat pula terjadi karena aktivasi komplemen. Komplemen berikatan dengan bagian Fc antibodi sehingga terjadi aktivasi komplemen yang menyebabkan terjadinya lisis antigen. Hasil akhir aktivasi sel B adalah eliminasi antigen dan pembentukan sel memori yang kelak bila terpapar lagi dengan antigen serupa akan cepat berproliferasi dan berdiferensiasi. Hal inilah yang diharapkan pada imunisasi.

Walaupun sel plasma yang terbentuk tidak berumur panjang, kadar antibodi spesifik yang cukup tinggi mencapai kadar protektif dan berlangsung dalam waktu cukup lama dapat diperoleh dengan vaksinasi tertentu atau infeksi alamiah. Hal ini disebabkan karena adanya antigen yang tersimpan dalam sel dendrit dalam kelenjar limfe yang akan dipresentasikan pada sel memori sewaktu-waktu di kemudian hari.

BAB III KESIMPULAN

1. Yang dimaksud dengan sistem imun adalah semua mekanisme yang digunakanbadan untuk mempertahankan keutuhan tubuh sebagai perlindungan terhadap bahaya yangdapat ditimbulkan berbagai bahan dalam lingkungan hidup. 2. Bila sistem imun terpapar pada zat yang dianggap asing, maka ada dua jenis respon imun yang mungkin terjadi, yaitu respon imun nonspesifik dan respon imun spesifik.
3. Respon imun nonspesifik umumnya merupakan imunitas bawaan

(innate immunity)dalam arti bahwa respon zat asing dapat terjadi walaupun tubuh sebelumnya tidak pernah terpapar pada zat tersebut.
4. Respon imun spesifik merupakan respon didapat(acquired) yang timbul

terhadap antigen tertentu, terhadap bagian tubuh mana yangterpapar

sebelumnya. Perbedaan utama terhadap kedua jenis respon imun itu adalah dalam hal spesifisitas dan pembentukan
5. Memory terhadap antigen tertentu pada respon imun spesifik yang

tidak terdapat pada respon imun nonspesifik. Namun telah dibuktikan pula bahwa kedua jenis respon di atas saling meningkatkan efektifitas dan bahwa respon imun yang terjadi sebenarnya merupakan interaksi antara satu komponen dengan komponen lain yang dapat terdapat di dalam sistem imun. Interaksi tersebut berlangsung bersama-sama sedemikian rupa sehingga menghasilkan suatu aktifasi biologik yang seirama dan serasi. 6. Fungsi utama sistem imun spesifik seluler ialah untuk pertahanan terhadap bakteriyang hidup intraseluler, virus, jamur, parasit dan keganasan.

You might also like