You are on page 1of 53

http://lifestyle.kompasiana.com/urban/2011/06/20/dekadensi-moral374292.

html

DEKADENSI MORAL

Salah satu akibat terbesar pada hidup dan kehidupan manusia serta masyarakat, yang tidak peduli pada agama [dan TUHAN] adalah adanya suatu sikon yang oleh para praktisi pendidikan, sosiolog, dan kaum agamawan sebut sebagai dekadensi moral. Dekadensi berasal dari kata dekaden [keadaan merosot dan mundur] dan moral atau akhlak. Dengan demikian, dekadensi moral merupakan atau bermakna sikon moral yang merosot [jatuh] atau sementara mengalami [dalam keadaan] mundur atapun kemunduran; kemunduran dan kemorosatan yang terus menerus [sengaja atapun tidak sengaja] terjadi serta sulit untuk diangkat atau diarahkan menjadi seperti keadaan semula atau sebelumnnya. Di samping ketidakpedulian pada agama, sikon sosia-kultural masyarakat yang buruk; motivasi agar memperoleh kepuasan melalui banyak [adanya] harta benda; serta berbagai faktor dan kejahatan lainnya, mempunyai andil besar pada dekadensi moral masyarakat di banyak tempat dan pada berbagai bangsa. Karena paduan sikon yang buruk dan upaya mencapai semua keinginan hati, biasa membangun motivasi untuk memenuhinya dengan berbagai cara. Jika upaya pemenuhan itu tidak tercapai dengan hal-hal wajar, normal, baik dan benar, maka akan beralih melalui pelanggaran hukum, norma, etika, dan seterusnya. Dan ketika seseorang memasuki peralihan tersebut, maka ia telah terjerumus ke dalam dekadensi moral.

Dekadensi moral bukan lingkaran kekuatan ataupun lingkungan yang membentuk manusia agar bertindak negatif serta menabrak nilai-nilai standar kebaikan hidup dan kehidupan. Tetapi, sifat dan sikap negatif manusia lah yang menciptakan atau memperlihatkan dekadensi moral. Pada sikon tersebut, manusia telah menciptakan ketidakteraturan dengan cara mematahkan rambu-rambu moral dan teguran suci suara harinya, sehingga berdampak pada kerusakan sistem sosial-kultural dan hukum serta norma-norma, dan lain sebagainya yang berlaku dalam komunitas masyarakat. Akibatnya, hampir semua sistem dalam komunitas tersebut menjadi rusak dan mengalami degradasi serta dekadensi. Dan dalam sikon yang rusak tersebut, orang-orang beriteraksi di dalamnya, karena berbagai kepentingan, dipaksa dan terpaksa untuk mengikuti atau ikut terjerumus pada arus kerusakan. Mereka, secara bersama ataupun sendiri-sendiri, akan bersikap dan berperilaku yang sama; sama-sama memelihara kerusakan, pelanggaran norma, peraturan, dan undang-undang, serta ketidakteraturan lainnya agar dapat mencapai keuntungan lalu mampu memenuhi semua keinginan hatinya. Realitas hidup dan kehidupan manusia yang mencerminkan dekadensi moral dapat terlihat pada kata dan perilakunya sehari-hari. Dekadensi moral dapat dan mudah terjadi pada orang-orang tertentu, manusia secara individu, kelompok atau komunitas masyarakat, kumpulan atau pun institusi sosial, pemeritah, maupun keagamaan. Hal-hal itu, tercermin dengan adanya ketidaksidiplin, pelanggaran HAM, KKN, berbagai tindak manipulasi, penyalahgunaan kekuasaan dan jabatan, perselingkuhan, pelacuran, perampokan, pembunuhan, kriminalitas, serta berbagai kejahatan dan penyimpangan lainnya. Dekadensi moral ada pada masyarakat maju dan berpendidikan di perkotaan; namun bisa muncul pula pada masyarakat yang belum maju di pedesaan. Terjadi pada lingkungan rakyat biasa; ada juga pada tataran birokrat, politisi, pemegang kekuasaan, pemangku jabatan struktural maupun fungsional, bahkan keagamaan. Hal tersebut, juga bermakna bahwa setiap orang [dalam jabatan dan fungsional apapun] berpeluang terjerumus ke dalam sikon dekadensi moral. Dengan itu, dapat dipahami bahwa tidak sedikit tokoh-tokoh terkenal ataupun pemimpin yang mempunyai tampilan diri ganda, yang sebetulnya merupakan suatu kemunafikan.

Pada satu sisi, ia adalah sosok idola yang bersih, ramah-tamah, baik hati, suku menolong, dan lain sebagainya. Namun, di sisi lain, ia mempunyai sikap serta tindakan dan perilaku moral yang jauh dari kejujuran, kesetiaan dan ketaatan kepada TUHAN, ia penuh dengan kemunafikan, dan lain-lain. Manusia berwajah ganda seperti itu, ada di mana-mana; mereka menderita penyakit moral yang menyerang seluruh ekssitensi hidup dan kehidupannya, serta mudah menjangkiti orang lain.

http://hikmah.pelitaonline.com/news/2012/11/28/dekadensi-moral-dimasyarakat-barat#.UOrnneSR-HA Dekadensi Moral di Masyarakat Barat Tingkat kerusakan moral di Barat sudah cukup parah dan lebih dari setengah anak-anak lahir di luar poros keluarga. Rabu, 28 November 2012 13:10prn/irib|

Ilustrasi. (foto: la stampa) Dekadensi moral di tengah masyarakat Barat setiap harinya menemukan dimensi-dimensi baru. Seakan sedang berlangsung sebuah kompetisi untuk menanggalkan nilai-nilai moral dan mencampakkan keluarga. Mereka menyebut kompetisi yang menyalahi norma-norma itu dengan revolusi seks'. Sebuah revolusi yang secara ekstrim meruntuhkan pilar-pilar keluarga sebagai pondasi setiap masyarakat. Harian Lastampa cetakan Italia dalam laporannya, menyingkap sisi lain dari runtuhnya nilai-nilai moral di Negeri Pizza itu. Praktek pertukaran istri merupakan salah satu tren terbaru mengeksploitasi wanita sebagai alat pemuas kebutuhan seksual di samping sirnanya nilai-nilai moral dan kemanusiaan di gerejagereja Katolik. Lastampa lebih lanjut menulis, "Dalam sebuah aksi tidak manusiawi dan sulit dipercaya, masyarakat Italia meminjamkan istrinya kepada sesama untuk bersenang-senang." Ditambahkannya, "Pada setiap liburan musim panas, kebanyakan pria dan wanita Italia menerima undangan untuk berlibur di kawasan wisata Toscana di pusat kota Roma. Namun, mereka harus mempertimbangkan baik-baik sebelum menerima undangan menggiurkan itu. Alasannya, pria dan

wanita tersebut mungkin terpaksa harus menukar pasangan hidupnya dengan orang lain." Dalam sebuah laporan lainnya, koran Lastampa menyebutkan, "Di setiap liburan musim panas, sekitar lima ribu pasangan Italia menukar istrinya dengan pasangan-pasangan lain di club-club siang-malam di negara itu. Ribuan praktek pertukaran istri juga terjadi di tempat-tempat lain seperti, tempat parkir mobil, pantai, dan bahkan di sebagian tempat pemakaman." Laporan mengejutkan Lastampa menambahkan, "Data dan statistik itu diperoleh dari lembaga Vidar. Data yang dipublikasi hanya sekitar 500 ribu kasus, padahal faktanya jauh lebih besar dari jumlah itu dan diprediksikan mencapai sekitar dua juta kasus. Data menunjukkan bahwa usia rata-rata pria yang melakukan pertukaran istri sekitar 43 tahun dan wanita 35 tahun." Hal yang paling mengejutkan, koran Italia tersebut menginformasikan bahwa Mantan Perdana Menteri Silvio Berlusconi beberapa waktu lalu juga menginginkan pertukaran istrinya, Veronica Lario dengan istri rekannya dari Denmark, Anders Fogh Rasmussen. Beberapa media Eropa juga melaporkan bahwa anggota kelompok Keluarga Baru' di Belanda, Belgia, dan Inggris melakukan pertukaran istri dalam sebuah pesta pada malam minggu. Menurut media-media itu, para pejabat pengadilan Eropa sama sekali tidak menunjukkan reaksinya meskipun praktek tersebut akan menghancurkan keluarga. Pertukaran istri atau disebut juga hubungan berbarengan' ini merupakan sebuah tren yang berkembang secara luas di Eropa dan Amerika Serikat, terutama di tempat-tempat pesta khusus. Laporan koran Lastampa sungguh mengejutkan. Laporan itu menunjukkan runtuhnya nilai-nilai moral di Barat sudah tidak lagi memiliki arti dan makna. Pertukaran istri merupakan puncak keruntuhan nilai-nilai keluarga dan moralitas kemanusiaan. Di Barat, semua hal bercampur dengan syahwat dan masalah-masalah seks. Masyarakat Barat bahkan tidak bisa lagi membedakan antara perilaku baik dan perilaku buruk serta antara nilai-nilai positif dan negatif. Generasi muda, keluarga, dan masyarakat telah tenggelam dalam kerusakan. Di tengah masyarakat seperti itu, jika seseorang menentang perilaku menyimpang tersebut, dia akan dicap sebagai penentang kebebasan, diktator, dan ketinggalan zaman. Kerusakan moral di Barat sudah sangat parah dan para pemimpin gereja

hanya mengambil sikap hati-hati agar mereka tidak dituduh sebagai penentang kebebasan. Seorang ilmuwan Perancis, Charles Montesquieu percaya bahwa masyarakat akan menuju jurang kehancuran melalui dua cara. Pertama ketika aturan tidak dilaksanakan oleh warga dan gejala ini masih bisa diperbaiki. Kedua ketika aturan justru menyeret warga ke jurang kerusakan dan kehancuran. Fenomena ini tidak bisa disembuhkan, karena penyakit itu sendiri berasal dari obat penawar. Kondisi kebudayaan Barat saat ini sudah masuk kategori kerusakan yang tidak bisa disembuhkan. Kerusakan masyarakat Barat dimulai setelah mereka menghapus nilai-nilai moral dan agama dari undang-undang, mencampakkan prinsip dan nilainilai fitrah dan kemanusiaan serta menjauhkan diri dari agama. Tingkat kerusakan moral di Barat sudah cukup parah dan lebih dari setengah anak-anak lahir di luar poros keluarga. Dan secara perlahan keluarga bermoral sudah menjadi sebuah pengecualian di Barat. Di beberapa negara Barat, angka perceraian mencapai 80 persen. Pasangan yang hidup bersama selama bertahun-tahun akan dianggap sebagai sebuah pasangan yang sukses membina rumah tangga. Dari sisi lain, kerusakan moral dengan cepat menyebar luas dan tidak lagi dianggap aib. Ketabuan seks sebelum nikah dan gonta-ganti pasangan setelah nikah sepenuhnya telah hilang. Penyimpangan moral dan penyakit homoseksual di Barat telah menjadi sebuah praktek legal. Homoseksualitas di berbagai negara terang-terangan menuntut legalisasi penyimpangan mereka. Kebanyakan pemerintah Barat mengakui hak para penyimpang seksual ini untuk menikah secara resmi. Dekadensi moral di tengah masyarakat Barat adalah dampak dari dominasi penuh meterialistik dan rasa benci terhadap agama. Mereka telah melupakan tujuan penciptaan manusia dan pengutusan para Nabi as. Kenikmatan duniawi telah menjadi tujuan hidup dan akan dipenuhi dengan bermacam cara. Manusia hidup untuk mencari kenikmatan dan ini terus terulang hingga kematian, tanpa memikirkan nilai-nilai luhur kehidupan. Teori evolusi Darwin memiliki peran signifikan bagi kemunculan pemikiran materialistik di tengah masyarakat Barat. Menurut teori itu, manusia adalah produk dari proses-proses materi dan hewani, di mana mereka muncul berdasarkan seleksi alam dan generasi yang lebih sempurna dari makhluk sebelumnya. Teori

Darwin mendapat sambutan luas di Barat dan masyarakat juga mulai mengarah ke pemikiran materialistik, yaitu menyingkirkan seluruh nilai-nilai kemanusiaan dan moralitas. Teori evolusi Darwin menafikan keyakinan tentang penciptaan manusia, kemuliaan, dan kedudukan kemanusiaan manusia sebagaimana dijelaskan oleh alQuran. Teori itu juga mempertanyakan keberadaan Tuhan dan penciptaan alam semesta dan manusia oleh-Nya serta hari kiamat dan kenabian. Penerimaan luas Darwinisme di Barat bukan hanya sebuah gerakan ilmiah, tapi kebanyakan gerakan politik, sosial, ekonomi, dan pemikiran di Barat juga bangkit untuk mendukung pandangan tersebut. Salah satu faktor krisis moral di Barat adalah seks bebas yang telah meruntuhkan pilar-pilar keluarga. Seks bebas itu sendiri terpengaruh oleh pemikiran materialistik dan teori Darwin. Sebab, ketika manusia dianggap sebatas binatang, ia juga akan terlepas dari nilai-nilai moral dan selanjutnya sistem keluarga akan hancur. Di dunia seperti itu, film-film porno dan poster-poster telanjang beredar bebas di tengah masyarakat dan menjadi konsumsi publik. Hubungan legal melalui pernikahan dan pembentukan keluarga menjadi tidak menarik di tengah masyarakat seperti itu. Padahal, keluarga bukan hanya tempat untuk menyalurkan kebutuhan seks antara suami-istri, tapi juga poros untuk berbagi kasih sayang dan mendidik anak-anak. Meskipun seks termasuk dari kebutuhan-kebutuhan fitrah manusia, namun mereka juga memiliki banyak kebutuhan lain yang tidak kalah pentingnya untuk dipenuhi. Lebih jauh dari itu, manusia dapat menjadi khalifah Tuhan di muka bumi dan mencapai derajat spiritual yang tinggi. Oleh karena itu, pemenuhan kebutuhan materi dan seks semata, akan mencabut kesempatan dan potensi luar biasa manusia untuk mencapai kedudukan yang tinggi di sisi Tuhan.

http://telukbone.blogspot.com/2012/12/indonesia-dalam-dekadensi-moral.html Indonesia dalam Dekadensi Moral Admin Teluk Bone Publikasi 01 Desember, 2012 Dekadensi moral bangsa saat ini sungguh sangat memprihatinkan, terjadi di semua lapisan masyarakat baik rakyat jelata sampai penguasa. Di tengah semakin tingginya angka kemiskinan dan kebodohan, tingkat kriminalitas juga terus meningkat, seperti demo anarkis, penyalahgunaan narkoba, mafia hukum, terorisme, korupsi dan lainnya. Apakah agama mengajarkan terorisme dan anarkhisme? Apakah Pancasila penyebab kebodohan dan kemiskinan? Apakah budi pekerti menghalalkan korupsi dan tawuran? Jika tidak, lantas mengapa di negeri yang agamis dengan dasar Pancasila ini dekadensi moral dan kenakalan remaja semakin parah? Para pengamat memberikan ide dan para pejabat pemerintah menyelesaikan masalah dengan cara-cara lama dan tidak menyelesaikan akar masalah. Ketika terjadi tawuran antar pelajar, mahasiswa, masyarakat, agama selalu menggunakan cara mengumpulkan tokoh-tokoh, kemudian melakukan deklarasi. Hasilnya tawuran lagi. Sungguh aneh, yang tawuran siapa yang berdamai siapa. Akibatnya terjadi kasus yang berulang seperti kasus konflik horizontal yang disertai tindak anarkhisme dan kriminalisme. Termasuk upaya yang dilakukan Menteri Pendidikan Nasional M. Nuh yang mencoba menyelesaikan masalah tawuran SMA 70 dan SMA 6 dengan aksi damai dan deklarasi dengan melibatkan tokoh agama, pendidik, masyarakat, dan para pelajar itu sendiri.

Setelah deklarasi, M Nuh dengan meyakinkan tidak akan terjadi tawuran pelajar lagi. Eh, besoknya terjadi tawuran lagi dan memakan korban jiwa lagi. Setelah 7 tahun kami memberikan pelatihan motivasi kepada masyarakat, kami memiliki kesimpulan Indonesia tidak memiliki pendidikan mindset. Tanpa pendidikan mindset, Indonesia dalam bahaya. Mindset erat kaitannya dengan pikiran/otak. Dengan memahami mindset (cara berpikir), kita bukan hanya bisa mengubah mindset bangsa, tapi akan mampu mengantarkan masyarakat dan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang cerdas, mandiri, sejahtera, dan berbudi luhur. Pendidikan mindset bukan dogma tetapi menjelaskan tentang cara kerja otak dan pikiran ketika kita melihat atau mendengar informasi salah atau benar. Dengan menjelaskan cara kerja otak dan pikiran manusia bisa proses terjadinya tindakan, kebiasaan, perilaku dan nasib seseorang. Tidak adanya pelajaran mindset akan membuat kita tidak memahami bagaimana orang baik-baik bisa melakukan tindak kriminal seperti teroris, anarkhis, menganiaya dan membunuh. Jika pelajaran tentang mindset ini dapat kita pelajari sedini mungkin kita bisa memperbaiki mindset diri kita, keluarga kita dan rekan sebangsa sedini mungkin. Tidak saja itu, kita akan mampu memberdayakan 90% pikiran manusia yang masih tertidur. Saya dapat membuktikan bahwa pelajaran mindset akan bisa menyelesaikan banyak permasalahan bangsa. Selama pendidikan mindset ini tidak ada, maka siapa pun pemerintah di negeri ini akan pusing sendiri menghadapi rakyatnya. Bukan saja itu, Indonesia terancam dalam kondisi bahaya.

Dengan missi Indonesian Dream (menciptakan masyarakat yang cerdas, mandiri, sejahtera, dan berbudi luhur), kami telah mengujicobakan pelajaranpelajaran mindset ini kepada masyarakat, para pelajar/mahasiswa, pendidik, kalangan agamawan. Hasilnya mereka ingin pelajaran perubahan mindset ini bisa diajarkan ke sekolah, rumah ibadah, masyarakat, termasuk kepada para buruh/karaywan agar kita dapat mengendalikan pikiran kita untuk hal-hal yang benar dan positif. Keinginan itu telah kami teruskan dengan mengirimkan permohonan presentasi kepada presiden, anggota DPR, sebagian besar menteri negara (Khususnya Mendiknas, Menaker, Menpora), pimpinan Parpol, Ormas, Kapolri, dan seluruh Kapolda serta Gubernur di Sumatra, Jawa, dan Kalimantan. Saya sangat menyayangkan, Kementerian Pendidikan Nasional yang

seharusnya bisa mengakomodasi pelatihan ini 5 kali selama 5 tahun menolak kami untuk presentasi dengan alasan sibuk. Perhatikan apa yang diucapkan para pejabat dan para pengamat, seluruhnya bicara letak permasalahan keterpurukan bangsa ini ada pada 'mindset'. Bahkan SBY dalam pidato kenegaraannya tahun 2010 juga mengatakan bahwa bangsa ini tidak akan bisa melakukan transformasi besar tanpa perubahan mindset. Persoalannya bagaimana kita bisa mengubah mindset kalau kita tidak mengajarkan makanan apa mindset itu? Keliru kalau mengartikan pendidikan mindset itu adalah pelajaran agama atau Pancasila. Agama adalah pelajaran akidah bukan mindset, Pancasila adalah ideologi bukan mindset. Lalu di mana pendidikan mindset kita? Tidak ada. Perbaikan mindset bangsa selain tanggung jawab pemerintah juga tanggung jawab masyarakat dan dunia usaha. Demonstrasi yang merugikan perusahaan saat

ini juga adalah akibat ketidakpedulian banyaik perusahaan pada perbaikan mindset pada buruhnya. Melalui surat ini kami berharap, siapa pun yang masih perduli dengan perbaikan mindset bangsa dan tercapainya 'Indonesian Dream' untuk menyebarluaskan pelatihan mindset ini di lingkungan Anda. Saya bersedia membagikan ilmu ini untuk disebarluaskan di seluruh Indonesia, terutama untuk membantu mindset masyarakat bawah, kaum miskin dan termarjinalkan di Indonesia. Kita memang tidak bisa banyak berharap pada pemerintah, tapi mari kita berpikir apa yang bisa kita berikan kepada negara di masa kehidupan kita di dunia ini.

http://uliuzferdian.blogspot.com/2011/03/dekadensi-moral-di-sekitar-kita.html Dekadensi Moral Di Sekitar Kita melanjutkan pembicaraan sebelumnya .. pengertian dekadensi moral itu sendiri adalah kemunduran atau kemerosotan. disini tidak terjadi kemajuan bahkan stagnasi dan mundur. kita akan membahas mengenai dekadensi dalam moral. dekadensi moral akhir-akhir ini sudah sering kita dengar di telinga kita. saat familiar dan hangat di dengar. disana sini membahas soal dekadensi moral. semua yang terjadi di muka bumi ini bukan berarti tanpa sebab dan akibat. misalnya dengan kemajuan teknologi, aspek yang dikorbankan adalah peradaban dan gaya hidup yang berkembang di masyarakat. masyarakat secara tidak langsung menjadi korban peradaban dan teknologi manusia. untuk warga bangsa timur sendiri, eropa menjadi kiblat perkembangan teknologi. sehingga secara tidak langsung, gaya hidup dan peradaban disana pun turut di unduh dan ditiru bangsa yang masih berkembang. lama kelamaan budaya dan norma yang berlaku terdegradasi oleh kebudayaan barat yang pada dasarnya berbeda sekali dengan budaya bangsa timur. oleh sebab itu, akhir-akhir ini banyak sekali fenomenafenomena yang seharusnya tidak terjadi di bangsa timur seperti Indonesia. mulai dari pembunuhan, mutilasi, pemerkosaan, pelecehan seksual, dan masih banyak lagi lainnya. kita akan diskusikan satu persatu .. sering kita menonton di layar kaca bahwa tingkat kejahatan terus meningkat dari waktu ke waktu. dan jenis dari kejahatan itu pun semakin beragam. sangat miris ketika kita melihat kasus istri membunuh suaminya sendiri, anak memutilasi ayahnya sendiri, bahkan manusia yang dipotong-potong layaknya memotong ayam di tempat jagalan. apa sebenarnya yang membuat manusia sampai hati melakukan semua ini? apakah manusia memang sekejam ini? fenomena lain yang sering dipertontonkan muda-mudi saat ini adalah kemesraan yang tidak sewajarnya dipertontonkan secara vulgar. banyak ditemui hampir di setiap tempat, muda-mudi yang sedang di mabuk asmara saling memperlihatkan kemesraan mereka di depan publik. seakan-akan dunia milik berdua, yang lain ngontrak aja deh .. mereka seakan tidak mengerti lagi apa itu kesopanan dan

norma yang berlaku di tempat tinggal mereka. dengan memakai pakaian yang mini dan ketat, mereka seakan bangga menjadi demikian. tentu saja hal ini yang menjadi akar munculnya dekadensi dimana-mana. terbukti angka pemerkosaan yang semakin tinggi, fenomena hamil di luar nikah seakan menjadi hal yang tidak tabu lagi, angka aborsi pada kalangan muda-mudi terus bertambah, free sex, narkoba, minuman keras, dll. tidakkah mereka iba melihat bayi-bayi tidak berdosa yang dipaksa keluar dari rahim ibunya dalam kondisi yang mengenaskan? bukankah bayi-bayi itu ada karena perbuatan mereka sendiri? mengapa makhluk kecil yang tidak tahu apa-apa yang menjadi korbannya?? miris memang mengetahui hal-hal tersebut menjadi "trend" di kalangan anak muda jaman sekarang. seolah yang tidak berlaku demikian hanyalah orang-orang yang tidak gaul dan ketinggalan jaman. sebagai generasi muda yang beragama, seharusnya hal demikian dapat dihindari sehingga tidak ada kata dekadensi lagi yang terdengar di setiap sudut ruang yang kita tempati. lakukan yang hal lebih bermanfaat daripada melakukan hal yang tidak terpuji. semua yang terjadi disekitar kita juga berawal dari kata "iseng" yang akhirnya mendarah daging. terus berkarya untuk menjadi yang terbaik. jangan rusak citra anak muda Indonesia ...

http://news.detik.com/read/2012/05/22/100547/1921470/471/dekadensi-moralbuah-liberalisme Dekadensi Moral: Buah Liberalisme

Jakarta - Dekadensi moral kian menggerus bangsa ini. Tidak hanya menimpa kalangan bawah, akan tetapi juga sudah menjangkiti kalangan atas (baca: pejabat pemerintah). Kasus yang menimpa para politisi bangsa ini semakin memperjelas betapa bobroknya moral para pemimpin bangsa ini. Pada Desember 2006 lalu, Yahya Zaini terlibat kasus video mesum dengan penyanyi Maria Eva. Kemudian tahun 2008 muncul kasus Max Moein yang dituduh melakukan pelecehan seksual terhadap sekretaris pribadinya, Desy Firdiyanti. Selang beberapa tahun kemudian Arifinto tertangkap basah sedang membuka situs porno saat sidang paripurna berlangsung. Baru-baru ini, pemberitaan kembali digemparkan oleh kasus video mesum yang pemainnya mirip anggota DPR Komisi IX. Dekadensi moral kini sudah menjadi fenomena umum layaknya fenomena gunung es. Karena boleh jadi masih banyak kasus serupa yang belum terungkap. Ironisnya ada beberapa kasus yang sudah sangat jelas merusak moral bangsa malah mendapatkan legitimasi dari pihak Badan Kehormatan (BK) DPR, seperti kasus mabuk-mabukan. Hal ini senada dengan pernyataan anggota BK, Nudirman Munir bahwa mabukmabukan tidak melanggar peraturan dan tidak dapat dikenai sanksi selama ia tidak mengganggu kepentingan umum. Inilah potret Indonesia saat ini. Gaya hidup hedonis di kalangan elit politik tak lagi dipandang sebagai sebuah keganjilan, melainkan kewajaran yang sudah mendapat legitimasi sebagai sebuah keabsahan.

Kita pun semakin memahami bahwa standar benar dan salah saat ini relatif, tidak memiliki nilai mutlak. Wajar, jika benar dan salah tidak memiliki standar baku yang pasti. Karena penentuan benar atau salahnya pun diserahkan kepada rakyat yang memiliki tingkat pemahaman dan kepentingan yang berbeda. Dengan kata lain, pembuatan hukum diserahkan sepenuhnya kepada rakyat yang direperesentasikan oleh para wakil rakyat (kedaulatan berada di tangan rakyat). Kedaulatan berada di tangan rakyat merupakan konsep demokrasi yang tengah dianut Indonesia saat ini, dan dengan sistem pemerintahannya yaitu kapitalisme. Karena manusia yang memiliki kedaulatan, maka manusia memiliki kebebasan dalam segala hal termasuk membuat hukum. Paham kebebasan (liberalisme) inilah yang kemudian menjadikan kebenaran itu bersifat relatif, sehingga setiap orang memiliki standar perbuatannya masing-masing. Wajar, jika sesuatu yang melanggar norma pun masih dianggap 'tidak melanggar peraturan', seperti apa yang dikatakan Nudirman Munir. Selain itu dengan asasnya kapitalisme-sekulerisme, peraturan yang dibuat hanya berdasarkan asas-manfaat semata tanpa memperhatikan benar atau salah. Menjadi sebuah kelaziman pula jika saat ini lahir peraturan-peraturan yang menjamin dan memperbolehkan semua ekspresi kebebasan dengan batasan asal tidak melanggar kebebasan orang lain dan asal tidak mengganggu kepentingan umum. Slogan kebebasan ini nampaknya sudah merasuki pemikiran masyarakat hingga dekadensi moral pun tak dapat dibendung lagi. Apabila sudah seperti ini, akan berapa banyak lagi generasi yang rusak karenanya? Ironis, di negara yang mayoritasnya muslim seperti di Indonesia. Perilaku yang ditampakan kaum muslimnya sendiri sangat jauh dari sosok yang berkepribadian Islam. Islam kemudian ditanggalkan, dibiarkan terbungkus rapi dan tidak diaktualisasikan dalam kehidupan. Kini tidak dapat dihindari lagi eksistensi masyarakat dengan segala atribut kemanusiaanya tidak akan lagi terjaga.

Di sini perlu kiranya kita sama-sama memahami, merubah pola pikir kita dan menyatukan paradigma berpikir bahwasanya liberalisme merupakan penyakit yang sangat mematikan. Akankah kita diam membiarkan penyakit itu hingga imunitas kita terkikis karenanya? Sebuah penyakit tentu membutuhkan obat untuk menyembuhkannya, dan obat yang paling manjur yaitu mencabut sumber penyakitnya. Walhasil, liberalisme sebagai salah satu pilar sistem sekulerisme-kapitalisme dengan sistem politiknya yakni demokrasi harus segera ditanggalkan dan mengganti dengan sebuah sistem dengan peradabannya yang luhur dan agung. Sistem ini tiada lain adalah sistem pemerintahan Islam dalam bingkai Khilafah Islamiyyah. Khilafah yang kemudian akan menjaga moral warga negaranya dari ide-ide sepilis (sekulerisme-pluralisme-liberalisme) yang membahayakan. Selain itu tidak akan ada lagi standar kebenaran yang bersifat relatif, karena Islam meletakkan kedaulatan pada hukum Syara'. *Penulis adalah Mahasiswi Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia dan Aktivis Komunitas Muslimah Pembebas Generasi

http://amirulrosid.blogspot.com/2011/12/kemerosotan-moral-di-kalanganpara.html KEMEROSOTAN MORAL DI KALANGAN PARA REMAJA Saat ini, telah terjadi kemerosotan moral di kalangan para remaja, termasuk anak-anak sekolah. Karena itu, dibutuhkan peran aktif institusi sekolah untuk membangun moral yang lebih baik. Apabila kita amati, ada beberapa penyebab moral siswa kurang mendapatkan perhatian sebagian institusi sekolah. Di antaranya, sebagian kalangan beranggapan bahwa moralitas tidak bisa dipakai untuk mencari uang/pekerjaan. Yang bisa dipakai sebagai syarat untuk mencari pekerjaan/uang adalah gelar pendidikan, kemampuan berbahasa, kecakapan berkomputer, dan sebagainya sehingga muncul pemahaman bahwa mendidik moral tidak terlalu diperlukan. Itulah orientasi yang salah di kalangan masyarakat kita. Pendidikan moral di dalam sekolah dianggap kurang penting karena moralitas tidak menjadi penilaian kelulusan siswa. Ada pendapat bahwa pembangunan moral adalah tanggung jawab guru-guru informal atau guru-guru spiritual, seperti ulama, kiai, pendeta, biksu, dan yang lainnya. Urusan moral bukan tanggung jawab guruguru formal di sekolah. Ada pula anggapan bahwa urusan moral adalah urusan privasi seseorang dengan agama dan Tuhan sehingga masyarakat pada umumnya dan guru sekolah pada khususnya tidak berhak terlalu mencampuri urusan privasi tersebut. Sebenarnya, anggapan-anggapan seperti itu kuranglah tepat karena pembangunan moral generasi penerus bangsa ini menjadi tanggung jawab bersama. Baik pemerintah maupun masyarakat, baik sekolah maupun orang tua dan lingkungan di sekitarnya. Namun, sekolah seharusnya memosisikan diri sebagai ujung tombak karena mendapatkan amanat dari konstitusi negara mengenai sistem pendidikan nasional. Misalnya, ada seorang siswa yang nilai akademiknya bagus tapi dia sering membuat onar, mabuk-mabukan, bahkan mengutil/mencuri barang milik temannya, sepatutnya dia tidak naik kelas atau tidak diluluskan. Demikian juga siswa yang nilai akademiknya jelek. Meski siswa itu berperangai baik, sepatutnya tetap tidak diluluskan kalau memang tidak memenuhi standar nilai kelulusan. Itu semata-mata bertujuan untuk menjaga kualitas pendidikan.

Jadi, pembangunan moral siswa adalah tanggung jawab lintas mata pelajaran. Seandainya ada mata pelajaran khusus tentang moral, itu bukan tanggung jawab satu atau dua guru, tapi semuanya bertanggung jawab. Solosi Memperbaiki Moral Siswa a. Ada beberapa hal yang perlu dilakukan sekolah. Langkah pertama adalah reorientasi. Yakni, mengubah orientasi yang salah tentang pembangunan moral di sekolah. Anggapan-anggapan yang salah sebagaimana disebut di atas harus dibuang jauh. Setelah itu, menanamkan pemahaman bahwa mendidik moral siswa oleh sekolah sangat perlu dan penting (tidak berorientasi pada materi saja) dan menjadi tanggung jawab guru sekolah (bukan hanya tanggung jawab guru spiritual) serta tidak melanggar hak privasi siswa. b. Langkah selanjutnya, hendaknya persoalan moralitas siswa menjadi satu penilaian khusus dalam kegiatan belajar mengajar. Bahkan, kalau perlu, masalah moral dijadikan salah satu faktor pertimbangan kenaikan kelas dan kelulusan siswa. Hal itu sangat diperlukan untuk memacu siswa agar selalu memperbaiki akhlaknya. c. Melakukan komunikasi dan kerja sama antara guru dan wali murid untuk bersama-sama membangun budaya moral yang baik ketika ada di sekolah maupun di lingkungan tempat tinggal. Pembangunan moral harus dilakukan secara berkesinambungan kapan pun dan di mana pun. Hasil yang diraih tidak akan maksimal bila pendidikan moral hanya dilakukan di sekolah tanpa diteruskan di lingkungan rumah atau hanya dilakukan di rumah saja tanpa dilanjutkan di sekolah. d. Menyampaikan kepada siswa tentang manfaat-manfaat yang akan kita nikmati bila melakukan hal-hal positif di tengah masyarakat, dengan bukti-bukti yang mudah diterima pikiran mereka. e. Menyugesti jiwa anak didiknya bahwa kamu mampu berubah, kamu bisa meninggalkan perbuatan-perbuatan itu, dan kamu pasti bisa lebih baik, pasti bisa asal siswa mau. Pada akhirnya, harus diupayakan sekuat tenaga agar sedapatnya bisa memancing siswa menumbuhkan kesadaran sendiri untuk memperbaiki moral

http://pelajarnujogja.or.id/2011/02/dekadensi-moral-dan-prestasi-pelajarterhadap-dinamika-perkembangan-zaman/ DEKADENSI MORAL DAN PRESTASI PELAJAR TERHADAP DINAMIKA PERKEMBANGAN ZAMAN Posted by admin on February 17, 2011 Oleh : M. Izzudin asysyauqi * Pelajar merupakan salah satu status yang tidak semua orang menyandangnya, hal ini di karenakan bukan karena pelajar di khususkan untuk anak yang berdarah biru, bangsawan, konglomerat sampai pejabat, tapi hal ini di karenakan memang ada aturan khusus dari mendiknas bahwa usia pelajar di sekolah memang di batasi, itu terlihat ketika penerimaan siswa baru di sekolah-sekolah misalnya persyaratan pendaftaran siswa SMP/MTs umurnya tidak boleh lebih dar 17 tahun, dan juga permasalahan klasik yaitu harus membayar uang sumbangan pembangunan yang jumlahnya tidak terjangkau oleh masyarakat menengah kebawah akibatnya banyak masyarakat miskin yang tidak mampu membiayai sekolah anaknya dan juga mengurungkan niat untuk menyekolahkan anaknya dan akhirnya memilih menyuruh anaknya untuk kerja serabutan membantu mencari nafkah keluarga, dengan skill dan keterampilan yang minim anak di suruh mengais rizqi seperti menjadi kuli panggul di pasar, semir sepatu, mengamen, sampai mengais sisa-sisa makanan yang tercecer di pinggiran jalan sungguh tragis nasib yang di alami oleh generasi penerus bangsa ini, maka bersyukurlah kita yang bisa menikmati bangku sekolah sampai saat ini, banyaknya anak yang putus sekolah dan tidak bisa melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi seharusnya menjadi perhatian khusus dari pemerintah betapa tidak ? dana APBN 20 % yang di alokasikan untuk sektor pendidikan mana buktinya? Sekolah-sekolah tetap saja mahal, apalagi di tambah semakin banyaknya sekolah yang berambisi merintis sekolah bertaraf internasional atau yang lebih kita kenal (RSBI) dan setelah rintisan berjalan beberapa tahun akhirnya jadilah (SBI) sekolah bertaraf internasional, yang mana biaya untuk masuk di sekolah ini pun mahalnya melebihi perguruan tinggi, bisa kita katakan yang bersekolah disini adalah kalangan elit perkotaan, anak pejabat, konglomerat yang mana mereka mempunyai uang lebih untuk membiayai anak-anaknya untuk mengenyam pendidikan di sekolah yang faforit dan berkelas, hal itu tanpa di sadari

telah

memarginalkan

eksistensi

sekolah

sekolah

swasta

milik

instansi

kelembagaan ataupun organisasi masyarakat, betapa tidak hal itu secara otomatis akan menimbulkan deskriminasi dalam dunia pendidikan itu sendiri, karena hanya segelintir orang tertentu saja yang bisa menikmati pendidikan yang berkelas eksekutif, padahal dalam Undang-Undang Republik indonesia nomor 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional pasal 7 yang berbunyi :penerimaan seseorang sebagai peserta didik dalam suatu satuan pendidikan di selenggarakan dengan tidak membedakan jenis kelamin, agama, suku, ras, kedudukan sosial dan tingkat kemampuan ekonomi dengan tetap mengindahkan kekhususan satuan pendidikan yang bersangkutan. hal ini seakan menafikan keberadaan anak-anak jalanan yang tidak bisa sekolah karena persoalan ekonomi, jangankan di sekolah yang faforit dan bertaraf internasional di sekolah yang reguler biasa saja mereka tidak mampu untuk membayarnya, kalau kita cermati sebetulnya tidak ada perbedaan yang spesifik antara sekolah yang bertaraf internasional dengan sekolah reguler biasa atau yang lebih kita kenal dengan sekolah standar nasional (SSN) hanya terletak pada gedungnya yang megah bergaya luar negeri, pembelajaranya menggunakan multimedia, pengajaranya agak di tambahi bahsa inggris sedikit dalam pengantarnya dan tentunya dengan biaya yang tinggi, lalu bagaimana dengan kualitas gurunya? Siswanya? Materi pelajaranya? Apa bertaraf internasional? Hampir di pastikan bahwa gurunya kualifikasinya sama dengan guru yang ada di sekolah biasa, siswanya juga dari dalam negeri semua, materi yang di ajarkanya pun materi pelajaran yang biasa di ajarkan di banyak sekolah reguler, seharusnya sekolahsekolah yang memang bertaraf dan berkualitas internasional tidak seperti itu, diskripsinya diantara lain : pengajarnya yang profesional dan berkompeten dalam bidangnya, siswanya yang berasal dari berbagai kalangan baik dalam maupun luar negeri dengan berbagai latar belakang, materinya pun standar internasional yang diakui dalam dunia akademik, tidak di pungut biaya dalam proses pendidikanya, serta memberikan kontribusi pada khazanah intelektual dunia, kalau memang kemendiknas mempunyai program sekolah bertaraf internasional langkah pertama yang harus di lakukan adalah dengan mengentaskan kemiskinan dan anak-anak yang putus sekolah maupun tidak bisa sekolah untuk bisa bersekolah kembali, karena negara mempunyai kewajiban untuk memberikan pendidikan kepada warga negaranya seperti yang tertulis dalam Undang-Undang RI nomor 2 tahun 1989

tentang sistem pendidikan nasional pasal 5 yang berbunyi setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan.Adapun Langkah yang kedua adalah menekan biaya sekolah bertaraf internasional se minimal mungkin agar terjangkau oleh semua lapisan masyarakat, langkah ketiga adalah menyamakan persepsi kepada masyarakat tentang program pemerintah agar tidak terjadi mis understanding, dan yang terakhir adalah melakukan hubungan kerja sama diantara nagara negara maju agar terciptanya iklim pendidikan di indonesia yang progressif dan multikultural. Namun pelajar sekarang kurang memahami apa sebetulnya hakikat dan tugas seorang pelajar, mereka hanya berangkat pagi dapat uang saku kemudian berangkat sekolah setelah bel berbunyi tanda pelajaran sekolah telah usai kemudian bergegas pulang dan selesai. dengan tanpa belajar, tanpa memahami sopan santun dalam lingkungan sekitar apa itu realita potret pelajar zaman sekarang? Nampaknya pelajar mengalami dekadensi di semua elemen yang mempunyai relevansi denganya baik dari segi prestasi akademik, kurangnya sopan santun terhadap lingkungan di sekitarnya di tambah lagi persoalan Ujian Nasional yang setiap tahun mengalami perubahan dari standar minimal kelulusan sampai prosedur yang digunakan sering kali menuai protes dan kecaman dari berbagai pihak membuat pelajar terbebani dan kebingungan dalam menyikapinya, ada yang stress, depresi, bahkan ada yang sampai bunuh diri karena nantinya takut dan malu kalau tidak lulus. Hal ini nampaknya tidak berpengaruh pada kemendiknas untuk tidak merubah sistem yang ada maka tidak heran kalau mutu pendidikan di indonesia belum bisa di sejajarkan dengan negara-negara berkembang lainya seperti singapura, malaysia dan brunei darussalam. Di sisi lain dalam dinamika perkembangan zaman yang di sesaki dengan teknologi informasi berbasis multimedia seperti handpone dan laptop yang seakan wajib dimiliki oleh setiap pelajar, internet yang mudah di akses dimana-mana, membuat pelajar hanyut terbuai di dalamnya, sehingga tidak berlebihan kalau internet di ibaratkan seperti halnya pisau yang tajam, filosofi pisau itu tergantung yang memakainya, mau di gunakan untuk peralatan masak di dapur atau di gunakan untuk melukai seseorang tergantung yang memakai, sama halnya seperti internet kalau di gunakan untuk hal-hal positif juga besar manfaatnya namun sebaliknya kalau di gunakan untuk hal-hal negatif juga tidak kalah besar bahaya

dan dampaknya bagi generasi muda terutama pelajar,

betapa tidak pornografi

yang marak dimana-mana membuat pelajar penasaran dan ingin mengaksesnya karena memang jiwa remaja yang masih labil dan belum menemukan jatidirinya, teknologi mempermudah untuk melakukan hal tersebut dengan cara bluetooth dan di upload di internet pornografi pun secara cepat menyebar di seluruh penjuru nusantara. Hal ini membuat pemikiran pelajar tidak mengalami perkembangan otaknya sudah di penuhi ilustrasi yang mereka tonton, cara mengidentifikasi pelajar sudah terjangkit pornografi atau tidak, itu bisa di lihat dari perilaku dan tutur katanya sering berbicara jorok kepada teman sesamanya, sering menyendiri, melamun membayangkan sesuatu yang dia tonton, merubah kebiasaan yang sudah mengakar memang tidak semudah membalikan tangan, harus di dasari dengan pendekatan emosional dan kesadaran dari hati ke hati antar semua elemen yang berkaitan dari mulai orang tua di rumah memberi contoh kepada anak-anaknya yang baik, civitas akademika di sekolah berinovasi bagaimana upaya agar para pelajar antusias dalam mengikuti pembelajaran di sekolah, pemerintah memproteksi situs-situs porno dan menindak tegas bagi orang yang mengedarkan dan menyebarluaskan, kalau hal itu terpenuhi maka pernografi bisa teratasi dan tidak menjadi bumerang bagi pelajar. Di tengah problematika pendidikan yang sangat kompleks ini, urgensi peran pelajar sangat di butuhkan sekali oleh masyarakat oleh karena itu pelajar harus menunjukan perubahan yang signifikan terhadap diri mereka sendiri terutama dalam bidang moral akhlak, dan prestasi akademik karena yang di lihat dalam masyarakat selain prestasi akademik, perilaku dan akhlak mereka pun di dalam interaksi sosial juga dinilai sebagai norma-norma kesusilaan yang di junjung tinggi, oleh karena itu mari para generasi muda bangsa kita untuk bangun dari keterpurukan ini, karena masa depan bangsa ini ada di pundakmu., selaras dengan hadist nabi yang berbunyi tsubbanul yaum rijalun ghodyang artinya pemuda hari ini adalah pemimpin di masa yang akan datang.,mari kita raih dan wujudkan negara kita yang baldatun toyyibatun wa robbun ghofur negara yang bermartabat dan di ridhoi Allah Swt. Amin

http://pontianak.tribunnews.com/2012/10/11/kualitas-tontotan-pengaruhimental-siswa KUALITAS TONTOTAN PENGARUHI MENTAL SISWA TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, SINTANG - Kepala SMPN I Sintang Kalimantan Barat Hj Marthalena M Pd menilai terjadinya kasus seks bebas di kalangan remaja yang berimbas pada kasus aborsi satu di antaranya diakibatkan banyaknya tontonan yang disajikan yang kurang baik bagi pelajar. Termasuk aksi demo yang anarkis, dan kesenjangan sosial yang terlalu ditonjolkan. Sehingga siswa banyak yang ikutikutan. "Untuk mengatasi hal ini harus ada kerjasama dengan orangtua murid, sebab keterlibatan orangtua sangat penting untuk tauladan bagi anak-anaknya. Terkadang kita sedih juga melihat tayangan- tayangan di (11/10/2012). Guna menekan terjadinya dekadensi moral siswa, pendidikan karakter tetap ditanamkan terhadap siswa. Tak hanya itu pihaknya juga merancang beberapa kegiatan lain guna membimbing siswa agar lebih baik, karena bimbingan dan penyuluhan di sekolah belum dianggap cukup untuk pembinaan karakter. Selain itu pihak sekolah juga mengarahkan kegiatan- kegiatan ekstra kulikuler untuk pengembangan bakat dan minat siswa, sehingga tak banyak waktu luang untuk hal- hal yang tak diinginkan. "Selain itu kita juga menjalin kerjasama dengan pihak kepolisian untuk melakukan razia dan penyuluhan kepada siswa di sekolah," tutur Marthalena. Penulis : Susilawati Editor : Bowo Sumber : Tribun Pontianak media yang banyak

menampilkan hal- hal yang kurang baik untuk di contoh," ujar Marthalena, Kamis

http://nu2jelajah.wordpress.com/pemuda-dan-dekadensi-moral/ Pemuda dan Dekadensi Moral Sudah menjadi wacana umum, bahwa dekadensi moral yang terjadi pada kawula muda telah mencapai titik mengkhawatirkan. Terjadinya pelanggaran norma-norma sosial yang dilakukan oleh para muda-mudi merupakan masalah terpenting bangsa ini dalam rangka perbaikan sumber daya manusianya. Karena, ketika sebuah etika sosial masyarakat tidak diindahkan lagi oleh kaum muda, maka laju lokomotif perbaikan bangsa dan negara akan mengalami hambatan. Beberapa Contoh dekadensi Moral: Tawuran Sering sekali kita mendengar kasus tawuran antar pelajar, khususnya di kotakota besar seperti Jakarta, Medan, dan Surabaya. Hal itu seakan sudah menjadi kebiasaan di kalangan remaja kita. Bahkan ironisnya persoalan yang memicu terjadinya kontak fisik itu adalah hal-hal yang sangat remeh. Misalnya, karena minta rokok dan tidak diberi, atau karena ketersinggungan yang hanya bersifat dugaan semata. Hal-hal semacam itu berpotensi sekali untuk menyulut api bentrokan antar pelajar. Kontak fisik seolah menjadi solusi satu-satunya untuk menyelesaikan persoalan yang sedang dihadapi. Mereka tidak lagi memikirkan akibat yang akan diderita oleh berbagai pihak. Bahkan mereka tidak menghiraukan lagi kalau tindakan mereka itu akan menimbulkan kerugian yang sangat besar; baik bagi diri sendiri,keluarga, ataupun sosial. Miras Dan Narkoba Dari dua juta pecandu narkoba dan obat-obat berbahaya (narkoba), 90 persen adalah generasi muda, termasuk 25.000 mahasiswa. Karena itu, narkoba menjadi ancaman serius bagi kelangsungan hidup bangsa. Alwi Nurdin, Kepala Kanwil Depdiknas DKI mengatakan, Sebanyak 1.015 siswa di 166 SMU di Yogyakarta selama tahun 1999/2000 terlibat tindak penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan narkoba. Sedangkan 700 siswa sisanya ditindak dengan pembinaan agar jera, dan tidak mempengaruhi teman lain yang belum terkena sebagai pengguna narkoba. Para siswa penyalahgunaan narkoba tersebar di Jakarta-Utara (Jakut) sebanyak 248 orang dari 26 SMU, Jakarta-Pusat atau Jakpus (109) di 12 SMU, Jakarta-Barat atau

Jakbar (167) di 32 SMU, Jakarta-Timur atau Jaktim (305) di 43 SMU dan JakartaSelatan atau Jaksel (186) di 40 SMU, (kompas, 05 Februari 2001). Negara kita sedang mengalami ancaman badai yang sangat mengkhawatirkan. Peredaran minuman keras (miras) dan narkobapun semakin hari semakin mengarah pada peningkatan yang siknifikan. Tidak jarang kita baca, dengar, atau lihat dalam beberapa media cetak dan elektronik akan tindak kriminal yang bersumber dari penggunaan kedua jenis barang di atas. Kurva peningkatan peredaran miras dan narkoba itu tidak terlepas dari dampak negatif semakin mengguritanya tempattempat hiburan malam yang tersaji manis di hampir sudut kota-kota besar. Bahkan ironisnya, peredaran itu sekarang tidak hanya terbatas pada kalangan tertentu, namun sudah merebah kepada anak-anak yang dikategorikan masih di bawah umur. Ada beberapa dampak negatif atau kerugian bagi pecandu miras dan narkoba; Pergaulan Bebas (pornografi dan pornoaksi) Seiring dengan derasnya arus globalisasi, yang menjadikan dunia ini semakin sempit, maka di waktu yang sama hal itu akan membawa sebuah konsekwensi; baik positif atapun negatif. Kita tidak akan membicarakan mengenai konsekwensi positif dari globalisasi saat ini. Karena hal itu tidak akan membahayakan rusaknya moral generasi muda. Namun yang menjadi perhatian kita adalah efek atau dampak negatif yang dibawa oleh arus globalisasi itu sendiri yang mengakibatkan merosotnya moral para remaja saat ini. Diantara sekian banyak indikator akan rusaknya moral generasi suatu bangsa adalah semakin legalnya tempat-tempat hiburan malam yang menjerumuskan anak bangsa ke jurang hitam. Bahkan bukan merupakan hal yang tabu lagi di era sekarang ini, hubungan antar muda-mudi yang selalu diakhiri dengan hubungan layaknya suami-isteri atas landasan cinta dan suka sama suka. Sebuah fenomena yang sangat menyedihkan tentunya ketika prilaku semacam itu juga ikut disemarakkan oleh para muda-mudi yang terdidik di sebuah istansi berbasis agama. Namun itulah fenomena sosial yang harus kita hadapi di era yang semakin bebas dan arus yang semakin global ini. Dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih, akan semakin memudahkan para remaja untuk mengakses hal-hal yang mendukung terciptanya suasana yang serba bebas. Hal-hal yang dahulu di anggap tabu dan masih terbatas pada kalangan tertentu, kini seakan sudah menjadi konsumsi publik yang dapat

diakses di mana saja. Sebagai contoh konkrit adalah merebaknya situs-situs berbau pornografi dapat dengan mudah dikonsumsi oleh para pengguna internet. Memang di satu sisi tidak bisa dinafikan, bahwa internet memberikan kontribusi besar dalam perkembangan moral dan intelektual. Akan tetapi dalam waktu yang sama, internet juga dapat menghancurkan moral, intelektual dan mental generasi sebuah negara. berdasarkan penelitian tim KPJ (Klinik Pasutri Jakarta) saja, hampir 100 persen remaja anak SMA, sudah melihat media-media porno, baik itu dari situs internet, VCD, atau buku-buku porno lainnya, (Harian Pikiran Rakyat, minggu 06 juni 2004). Kesimpulan : Jadi banyak sebab yang menyebabkan generasi muda sekarang mengalami dekadensi moral dan penanggulangannya adlah dengan membentuk sistem keluarga yang kuat, membangun karakter building dan pengokohan ajaran moral atau ajaran agama.

http://simba-corp.blogspot.com/2012/03/skipsi-peranan-keluarga-dalammengatasi.html Skipsi Peranan Keluarga Dalam Mengatasi Dekadensi Moral Anak Di Desa Sungai Gading Kecamatan Selagan Raya Kabupaten Mukomuko BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan Syariat Islam memelihara kelangsungan keturunan atau Hifzh an-nasal melaui perkawinan yang sah menurut agama, dengan perkawinan yang sah menurut agama, pasangan suami istri tidak memiliki beban kesalahan atau dosa untuk hidup bersama, keyakinan ini sangat bermakna dalam membangun sebuah keluarga yang dilandasi nilai-nilai moral agama. Pada intinya lembaga keluarga terbentuk melalui pertemuan suami dan istri yang permanent dalam massa yang cukup lama sehingga berlangsung proses reproduksi. Dalam bentuknya yang paling umum dan sederhana, keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak (keluarga batin) (Fuaddudin, 1999: 5). Dua komponen yang pertama, ayah dan ibu, dapat dikatakan sebagai komponen yang sangat menentukan kehidupan anak, khususnya pada usia dini. Baik ayah maupun ibu, keduanya adalah pendidik pertama dan utama bagi anak. Didalam keluarga, pendidikan Islam harus diajarkan dan dijalankan, karena keluargalah tempat yang mula-mula dikenal oleh seorang anak, oleh karena itu disinilah pendidikan agama mulai diamalkan dan dilaksanakan. Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat sebagaimana penjelasan Langgulung mengatakan bahwa keluarga adalah suatu kesatuan masyarakat dari merupakan bentuk yang pertama. Dari keluargalah masyarakat itu terbentuk dan memegang peranan penting dalam membentuk watak, karakter dan keperibadian seseorang. Orang tua memegang peranan penting dalam membina dasar-dasar keagamaan terutama didalam mengarahkan, melatih dan membiasakan kelakuan-kelakuan yang baik (Langgulung, 1986: 21). Keluarga juga merupakan pusat kehidupan rohani bagi anak dan sebagai penyebab perkenalannya dalam alam (ekstern), maka setiap reaksi emosi anak dan pemikirannya dikemudian hari terpengaruh oleh sikap orang tuanya dipermulaan hidupnya dahulu (Aly, 2000: 23). Apa yang dicerna oleh anak tergantung pada kebiasaan yang diterimanya di rumah. Oleh karena itu, dalam lingkungan keluarga diharuskan memberikan pendidikan nilai-nilai agama yang akan menuntunnya ke jalan yang benar, menuntun untuk berbuat baik, kasih sayang, sopan santun dan lain-lain. Nilai-nilai dalam ajaran agama dalam

kehidupan seorang anak akan memberikan pengaruh yang positif dalam tabiat anak itu. Sebagaimana Allah SWT berfirman : Artinya : Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, diwaktu ia memberi pelajaran kepadanya: Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kedzaliman yang besar. (Depag, 2003: 329) Dengan demikian pendidikan dan pelajaran nilainilai agama pada anak dalam keluarga amatlah penting yang menjadi tanggung jawab orang tua, terutama hal-hal yang berhubungan dengan aqidah, akhlak, ibadah, yang mana akan menghindarkan manusia dari kedzaliman. Apabila seseorang anak sudah menerima pelajaran agama sejak kecil yang diberikannya dengan sabar dan teliti oleh orang tua atau keluarganya, maka hal ini berarti bahwa ia telah dilengakapi dengan sesuatu kekuatan untuk menghadapi pengaruhpengaruh anti agama yang dijumpainya dikemudian hari. Pendidikan tentang nilainilai agama adalah sebagai sumber jaminan kebahagian hidup manusia baik di dunia maupun di akherat, timbulnya suasana keagamaan itu berarti bahwa dalam setiap bentuk, sikap dan tindakan dalam kehidupan dan keluarga itu selalu diwarnai dengan pendidikan agama agar anak-anak menjadi soleh dan soleha, karena itu suasana keagamaan tersebut merupakan peragaan yang konkrit bagi usaha mendidik keperibadian anak sehingga menjadi pribadi yang luhur setelah anak menjadi dewasa. Oleh karena itu pendidikan agama sangat penting dan mempunyai peran didalam keluarga, Karena pendidikan agama yang diberikan didalam keluarga itu akan membentuk watak, karakter dan keperibadian seseorang dan juga pendidikan agama yang dilakukan dalam keluarga akan membuat seseorang itu bersifat sopan, berakhlak mulia dan dapat bergaul dengan lingkungan masyarakat sehingga anak dapat melakukan perbuatan yang baik dan meninggalkan yang buruk. Keluarga merupakan tempat lahirnya generasi penerus yang akan mengisi dan menentukan bentuk, corak, warna, serta situasi kehidupan masyarakat pada zaman yang akan datang sehingga orang tua sebagai penanggung jawab dalam kehidupan keluarga, berkewajiban untuk mendidik anak-anak yang soleh dan berbudi luhur bertakwa kepada Allah SWT. Pendidikan yang harus diberikan kepada anak agar dapat tercapai hal tersebut adalah pendidikan agama. Keluarga menjadi lembaga pendidikan Islam yang pertama dan utama, disamping hal-hal tersebut

diatas, keluarga merupakan tempat menanamkan dan mengamalkan agama antara lain aqidah, Syariah akhlak dan sosial serta keperibadian anak. Jika anak yang merupakan generasi penerus dan pewaris dari generasi sebelumnya mendapatkan didikan yang baik dalam rumah dan keluarga, maka akan baiklah perkembangan anak tersebut. Berkenaan dengan hal tersebut Zakiah Derajat (2002: 38) mengatakan bahwa memberikan pendidikan Islam merupakan tanggung jawab keluarga dengan cara : 1. Memelihara dan membesarkan anak. Ini adalah bentuk yang paling sederhana dan tanggung jawab setiap orang dan merupakan dorongan alami untuk mempertahankan kelangsungan hidup manusia. 2. Melindungi dan menjamin keselamatan baik jasmani maupun rohani dari berbagai gangguan penyakit dan penyelewengan kehidupan dari tujuan hidup sesuai dengan falsafah hidup dan agama yang dianutnya. 3. memberikan pengajaran dalam arti luas sehingga anak memperoleh peluang untuk memiliki pengetahuan dan kecakapan yang luas dan setinggi mungkin yang dapat dicapai Dengan demikian berarti orang tua adalah orang dewasa pertama yang memikul tanggung jawab pendidikan. Secara alami anak-anak pada masa kehidupan berada ditengah-tengah ayah dan ibunya. Sementara itu yang dikatakan keluarga ideal adalah keluarga yang mau memberikan dorongan yang kuat kepada anaknya, yaitu mendapatkan pendidikan agama. Keluarga adalah wadah pertama dan utama bagi pertumbuhan dan perkembangan anak, jika suasana dalam keluarga itu baik dan menyenangkan maka anak akan tumbuh dengan baik pula. Jika tidak tentu maka akan terhambatlah pertumbuhan anak tersebut. Berbahagialah anak yang dilahirkan oleh orang tua yang saleh, penyayang dan bijaksana. Karena pertumbuhan keperibadian anak terjadi seluruh pengalaman yang diterimanya sejak dalam kandungan sampai ia dilahirkan kedunia. Oleh karena itu tugas kedua orang tua memberikan pendidikan kepada anak-anak mereka, baik itu pendidikan formal maupun non formal serta takwa kepada Allah dan berbudi pekerti yang luhur karena anak adalah amanat dan amanat tersebut harus dijaga sebaik-baiknya. Apabila diperhatikan sekarang ini kemajuan dalam bidang IPTEK tidak saja membawa kemudahan akan tetapi juga membawa dampak yang negative terhadap anak-anak yang membawa kepada kejahatan dan rusaknya moralitas serangan kejahatan masuk melaui berbagai media televisi, film-film, majalah-majalah, buku bacaan yang akhirnya mendorong pergaulan lingkungan yang buruk. Dari pengamatan penulis kondisi anak-anak di

Desa sungai gading kecamatan Selagan Raya, kabupaten Mukomuko mengalami krisis nilai-nilai ke Islaman baik itu nilai-nilai keIslaman dari segi ibadah maupun dari nilai-nilai moral, yang mana nilai-nilai ibadah seperti Sholat, mengaji, puasa serta mengikuti kegiatan-kegiatan keagamaan lainnya masih sangat kurang bila dilihat dari pengalamannya. Dari segi moral anak-anak di Desa sungai gading kecamatan Selagan Raya, kabupaten Mukomuko juga mengalami krisis, banyak anak-anak yang cenderung melawan orang tuanya sendiri, berbuat mesum, perkelahian, yang sering terjadi dan bagi anak-anak yang perempuan, mereka enggan untuk menutup aurat mereka, sehingga dari segi berpakaian mereka lebih terbuka banyak faktor penyebabnya. Pemicu utama adalah situasi dan kondisi lingkungan keluarga dan orang tua yang kurang memperhatikan pergaulan anakanaknya. Dari uraian diatas penulis tertarik untuk mengadakan penelitian yang berjudul Peranan Keluarga dalam Mengatasi Dekadensi Moral Anak Di Desa Sungai Gading Kecamatan Selagan Raya Kabupaten Mukomuko B. Rumusan masalah 1. Bagaimana peranan keluarga dalam mengatasi dekadensi moral anak di Desa sungai gading kecamatan Selagan Raya, kabupaten Mukomuko ? 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi dekadensi moral anak di Desa sungai gading kecamatan Selagan Raya, kabupaten Mukomuko? C. Batasan masalah Agar tidak terjadi kesimpangsiuran dalam pembahasan ini, maka penulis membatasi penulisan ini. Yaitu: Peranan keluarga dalam mengatasi krisis moral anak di Desa Sungai Gading Kecamatan Selagan Raya, Kabupaten Mukomuko dan Faktor apa saja yang mempengaruhi dekadensi moral anak di Desa Sungai Gading Kecamatan Selagan Raya, Kabupaten Mukomuko. D. Tujuan dan kegunaan penelitian 1. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui peranan keluarga dalam mengatasi krisis dekadensi moral anak di Desa Sungai Gading Kecamatan Selagan Raya, Kabupaten Mukomuko b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi dekadensi moral anak di Desa Sungai Gading Kecamatan Selagan Raya, Kabupaten Mukomuko 2. Kegunaan Penelitian a. Secara Teoritis Hasil penelitian terhadap masalah-masalah diatas merupakan harapan bagi penulis untuk memahami dan mengerti secara jelas mengenai mengetahui peranan keluarga dalam mengatasi dekadensi moral anak di Desa Sungai Gading Kecamatan Selagan Raya, kabupaten Mukomuko b. Secara praktis 1) Sebagai bahan pertimbangan keluarga untuk menanamkan nilai-nilai keIslaman sejak dini pada anak. 2) Untuk menambah wawasan dan khazanah

keilmuan tentang peranan keluarga dalam mengatasi dekadensi moral anak. 3) Sebagai pedoman penelitian bagi peneliti selanjutnya. E. Sistematika Penulisan Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dan menyeluruh sistematika penyusunan skripsi, dapat penulis jelaskan sebagai berikut: Bab I, merupakan pendahuluan. Pendahuluan membahas tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, dan sistematika pembahasan. Bab II, merupakan bab landasan teori, yang berisikan pengertian keluarga, unsur, tujuan dan peranan serta fungsi keluarga, pengertian dekadensi moral dan pengertian anak. Bab III, merupakan bab metodologi penelitian, yang berisikan: jenis penelitian, sumber data, metode pengumpulan data, analisa data dan teknis keabsahan data. Bab IV, berisi tentang penyajian data dan pembahasan penelitian Bab IV, merupakan bab penutup yang berisikan tentang kesimpulan, dan saran-saran. BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian, unsur, tujuan dan peranan serta fungsi keluarga 1. Pengertian keluarga Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat terbentuk berdasarkan sukarela dan cinta yang asasi antara dua subjek manusia (suami istri). Berdasarkan atas cinta yang asasi ini lahirlah anak- sebagai generasi. Keluarga dengan cinta kasih yang luhur membina kehidupan sang anak. Ki. Hajar Dewantara Mengatakan bahwa supaya orang itu (sebagai pendidik) mengabdi kepada sang anak motivasi pengabdian keluarga (orang tua) ini semata-mata demi cinta kasih yang kodrati di dalam di dalam cinta, dan kemesraan inilah proses pendidikan berlangsung seumur anak itu dalam tanggung jawah keluarga (Amin, 2001: 79) Di dalam Surat Ani-Nisa ayat 1

Tuhan-mu yang Telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan Mengawasi kamu. (Depag RI, 2003: 61) Keluarga adalah lembaga yang sangat penting dalam proses pengasuhnn anak yang pada intinya bahwa lembaga keluarga terbentuk individual melalui pertemuan suami dan isteri dalam masa yang cukup

lama sehingga berlangsung proses produksi. Dalam bentuk yang paling umum dan sederhana baik ayah maupun ibu keduanya adalah pengasuh utama dan pertama bagi sang anak dalam lingkungan keluarga, baik karena alasan biologis maupun psikologis (Aly, 2000: 23). Keluarga juga merupakan suatu lembaga pendidikan yang berada diluar sekolah (formal), oleh karena itu keluarga merupakan kesatuan hidup bersama yang pertama dikenal oleh anak, oleh karena itu keluarga sangat berperan dalam pendidikan Islam. Pada masyarakat tradisional keluarga memegang peran utama dalam menyiapkan generasi muda untuk menjadi manusia mandiri (Satmoko, 1995: 163). Lembaga keluarga dalam kenyataannya bukan hanya sekedar tempat pertemuan antar komponen yang ada di dalamnya lebih dari itu keluarga juga memiliki fungsi reproduktif, religious, rekreatif, edukatif, sosial dan protektif. Pendidikan anak adalah perkara yang sangat penting di dalam Islam. Di dalam AlQuran kita dapati bagaimana Allah menceritakan petuah-petuah Luqman yang merupakan bentuk pendidikan bagi anak-anaknya. Begitu pula dalam hadits-hadits Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, kita temui banyak juga bentuk-bentuk pendidikan terhadap anak, baik dari perintah maupun perbuatan beliau mendidik anak secara langsung. Seorang pendidik, baik orangtua maupun guru hendaknya mengetahui betapa besarnya tanggung-jawab mereka di hadapan Allah azza wa jalla terhadap pendidikan putra-putri islam. Tentang perkara ini, Allah azza wa jalla berfirman: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. (At-Tahrim: 6) Dan di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Al-Imam Muslim, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, Setiap di antara kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban (H.R. Bukhari dan Muslim) 2. Unsur-unsur keluarga Keluarga itu ada dua jenis secara garis besarnya yakni yang keluarga inti atau Nuclear Family disebut juga "keluarga batin atau isomah" yakni terdiri dari suami (ayah), istri (ibu) dan anak-anak mereka. Ada juga yang disebut keluarga luas atau extended family, disebut juga kerabat sanak dan sebagainya, mereka sekelompok orang yang mempunyai hubungan darah atau "ikatan keturunan" dari nenek moyang yang sama (Soekanto, 1990: 1) 3. Tujuan membangun keluarga Kita harus tahu apa tujuan kita membangun keluarga agar kita punya perencanaan yang benar jika mengetahui cara mewujudkanya. Diantara

tujuan membangun keluarga adalah: a. Untuk mewujudkan rumah tangga muslim yang berdasarkan pengabdian kepada Allah. Keluarga yang didasarkan pada pengabdian kepada Allah adalah keluarga yang yang anggota-anggotanya menjalani hidup sesuai dengan atura-aturan Allah dan Rasul-Nya. Aturan-aturan yang harus di penuhi itu bukanlah untuk menyusahkan kepada manusia akan tetapi agar kehidupan manusia menjadi teratur, terarah dan benar. Kehidupan manusia tidak sesat dunia, maupun sesat akhirat. Firman Allah SWT : menurunkan Al Quran Ini kepadamu agar kamu menjadi susah; Tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah), (Q.S. Thaha: 2-3). b. Memperoleh ketenangan jiwa Tujuan membangun keluarga menurut Islam adalah agar terwujudnya ketenangan atau ketentraman jiwa ketenangan jiwa adalah kebutuhan yang paling mendasar didalam kehidupan manusia, terutama di zaman modern ini bila anak merasakan rumah laksana neraka, lalu tidak pernah tinggal di rumah, selalu gelisah, tidak tenang, maka orang tua harus evaluasi, pasti ada yang salah dari cara mereka membangun keluarga itu, hanya keluarga yang ditegakkan berdasarkan tuntutan Allah dan Rasul yang bisa memberi ketenangan jiwa pada suami, istri dan anak-anak. c. Sebagai pendidik pertama dan utama Rumah keluarga muslim adalah benteng utama tempat anak-anak dibesarkan melalui pendidikan Islam. Demikian kata Abdurrahman An-Nahlawy orang tualah yang pertama-tama didapati anak waktu ia terlahir ke dunia ini. Sebelum memasuki sekolah, lingkungan keluargalah yang sepenuhnya memberikan pengaruh terhadap warna kepribadian anak. Demikian juga keluarga atau orang tua merupakan pendidik pertama dan utama bagi anak, bahkan ketika anak telah memasuki sekolah sebagai pendidikan formal peran pendidikan keluargapun masih sangat penting bagi perkembangan kepribadian anak (Soekanto, 1990: 33) 4. Peranan dan fungsi keluarga Wardiman Djojonegoro dalam kapasitasnya sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pernah mengatakan, bahwa Negara-negara maju (dimana peranan keluarga mengalami demafikasi. akhir-akhir ini ada kecenderungan dalam masyarakat untuk menjadikan keluarga sebagai basis pendidikan anak dibawah semboyan back to family keluarga dihidupkan kembali peranannya yang besar dalam pembentukan watak dan kepribadian anak. (Hasan, 2005: 49) Dengan demikian kembali kepada keluarga merupakan solusi yang praktis

dan juga strategis terhadap berbagai persoalan yang tidak mudah diatasi jika diserahkan sepenuhnya kepada institusi di luar keluarga. Al-Ghazali menilai peranan keluarga yang terpenting dalam fungsi didiknya adalah sebagai jalur pengembangan "Naluri agama secara mendasar pada saat anak-anak usia balita sebagai kesinambungan bawaan fitrah anak. dalam hadits disebutkan: ) ( Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci, maka kedua orang tuanyalah yang membuat Yahudi, Nasrani atau Majusi (H.R. Bukhari). (Fathan. 1992: 46) Mencermati hadist tersebut berarti kedua orang tua memiliki peranan yang sangat penting bagi masa depan anak yaitu kemampuan membina dan mengembangkan potensi dasar (fitrah) anak. Penafsiran kata abawaahu (kedua orang tua anak) dalam teks itu adalah dalam konteks di luar dari faktor eksternal, yang berarti disamping orang tua ada lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat. Pentingnya pendidikan orang tua kepada anak-anak sering kali digambarkan oleh nabi, Rasulullah SAW bersabda: : : ) ( Dari Umar bin Syuabin dari ayahnya dari kakeknya berkata: Rasulullah SAW bersabda: Suruhlah anak-anak kamu melakukan shalat ketika mereka telah berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka ketika mereka berumur sepuluh tahun. Dan pisahlah di antara mereka itu dari tempat tidurnya. (HR. Abu Daud) Secara metodologi mengasuh dan mendidik anak (perempuan dan laki-laki) khususnya di lingkungan keluarga memerlukan kiatkiat atau metode yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak namun ada beberapa metode yang patut dikembangkan antara lain: a. Pendidikan melalui pembiasaan Pengasuhan dan pendidikan di lingkungan keluarga lebih diarahkan kepada penanaman nilai-nilai moral keagamaan, pembentukan sikap dan perilaku yang diperlukan agar anak-anak mampu mengembangkan dirinya secara optimal. Penanaman nilai-nilai moral keagamaan ada baiknya diawali dengan pengenalan simbol-simbol agama, tata cara ibadah (shalat, bacaan Al-Quran, doa-doa dan seterusnya) Orang tua diharapkan membiasakan diri melaksanakan shalat, membaca AI-Qur'an dan mengucapkkan kalimat thayyibah. Pada saat shalat berjamaah anak-anak belajar, mengenal dan mengamati bagaimana shalat yang baik, apa yang harus dibaca, bagaimana membacanya, bagaimana menjadi makmum, imam, muadzin, salam dan seterusnya. karena dilakukan setiap hari,

anak-anak mengalami proses internalisasi, pembiasaan dan akhirnya menjadi bagian dan hidupnya, ketika shalat telah terbiasa dan menjadi bagian dari hidupnya, maka dimanapun mereka berada ibadah shalat tidak akan ditinggalkan. Karena al-Qur'an menegaskan perintah melaksanakan ibadah shalat. b. Pendidikan dengan keteladanan Anak-anak khususnya pada usia dini selalu meniru apa wng dilakukan orang disekitarnya. Apa yang dilakukan orang tua akan ditiru dan diikuti anak. Untuk menanamkan nilai-nilai agama, termasuk pengalaman agama, terlebih dahulu orang tua harus salat, bila perlu berjamaah. Untuk mengajak anak membaca al-Qur'an terlebih dahulu orang tua membaca al-Quran. Metode keteladanan memerlukan sosok pribadi yang secara visual dapat dilihat, diamati, dan dirasakan sendiri oleh anak, sehingga mereka ingin menirunya. Kalau orang tua akan mengajarkan cara makan yang baik, maka dapat melalui makan bersama, kemudian diajarkan membaca bismillahirrahmanirrahim sebelum makan, dan membaca alhamdulillah sesudah makan, dan seterusya. Penanaman nilai-nilai moral, kejujuran, tolong-menolong, disiplin, dan kerja keras, dapat dilakukan melalui tindakan nyata orang tua. Seperti tidak bertengkar dihadapan anak, tidak berbohong dan membohongi anak, dan sebagainya. c. Pendidikan melalui nasehat dan dialog Penanaman nilai-nilai keimanan, moral, agama atau akhlak serta pembentukan sikap dan perilaku anak merupakan proses yang sering menghadapi berbagai hambatan dan tantangan. Terkadang anak-anak merasa jenuh, malas, tidak- tertarik apa yang diajarkan, bahkan mungkin rnenentang dan membangkang. Orang tua sebaiknya memberikan perhatian, melakukan dialog, dan berusaha memahami persolan-persolan yang dihadapi anak. Orang tua diharapkan mampu menjelaskan, memberikan pemahaman yang sesuai dengan tingkat berpikir mereka. d. Pendidikan melalui pemberian penghargaan atau hukuman Penghargaan perlu diberikan kepada anak yang memang anak berhak untuk menerimanya. Metode ini secara tidak langsung juga menanamkan etika anak bahwa perlunya menghargai orang lain (Hasan, 2005: 30) Berikut ini ada beberapa catatan berkenaan dengan pembinaan karakter positif dalam diri anak antara lain : 1. Panggilah anak-anak dengan nama yang baik, jika ada anak yang namanya buruk dan tidak Islami panggilah dia dengan nama yang bagus dan Islami. 2. Atur jadwal kegiatan anak, misalnya dalam hal makan, tidur, buang air atau kegiatan lainnya. 3. Upayakan agar anak mau tidur lebih awal. Hindarkan tempat-tempat hiburan

yang membuat anak terlambat tidur atau hiburan yang merusak kepribadian anak. 4. Biasakan agar anak-anak bersikap jujur dan berani. 5. Biasakan agar anak-anak selalu menyisihkan uang jajannya, untuk didermakan kepada orang lain, Itu akan melatih anak untuk tidak kikir, dan membiasakan anak untuk beramal maruf. 6. Terapkanlah sikap amanah sejak dini kepada anak anak. Anak biasakan untuk menghormati milik orang lain misalnya dengan tidak mengambil mainan milik temannya. 7. Upayakan agar anakanak kita terbiasa meminta izin membuka tas orang lain, ketika akan memasuki kamar orang tua, atau sebelum memakai benda milik saudaranya. 8. Biasakan agar anak-anak tidak malas atau banyak tidur melebihi waktu yang semestinya. motivasilah agar anak tumbuh senantiasa ceria dan gembira. 9. Ingatkan anak-anak untuk tidak memainkan benda-benda yang, berbahaya dan tidak dikenalinya. 10. Pantaulah anak agar tidak meniru-niru orang dewasa yang merokok memakai kosmetik, merias wajah atau perbuatan orang dewasa lainnya. karena selain tidak pantas itu dapat menyebabkan kulit anak menjadi rusak dan merosotnya akhlak anak (Aly, 2000: 109). Dalam rangka kewajiban memelihara anak-anak dari dekadensi atau kemerosotan moral, maka langkah-langkah yang harus dilakukan antara lain: 1. Menyeleksi serta mengawasi tayangan-tayangan televisi yang ditonton oleh mereka mana yang boleh dan mana yang tidak boleh. 2. Melarang menonton film-film yang bukan untuk- usia mereka. 3. Mengawasi lingkungan pergaulan mereka, dengan siapa mereka berteman. 4. Melarang membaca bacaan-bacaan yang merusak. 5. Memperkokoh iman, akhlak dan ibadah mereka sebagai filter yang ampuh untuk menyeleksi kebaikan dan keburukan terutama yang datang dari luar. (Aly, 2000: 111). B. Pengertian dekadensi moral Secara Etimologi Dekadensi berasal dari bahasa Inggris Decadence yang berarti kemerosotan, sedangkan moral berasal dari 2 bahasa. Bahasa Latin yaitu Mores; Merupakan jamak dari kata Mos yang berarti adat kebiasaan, sedangkan di dalam kamus umum Bahasa Indonesia dikatakan bahwa Moral adalah baik buruk perbuatan dan perilaku. Pengertian moral ini secara tegas juga disampaikan oleh Imam Al-Ghazali, yaitu Budi Pekerti (moral/akhlak) ibarat dari perilaku yang sudah menetap dalam jiwa yang dapat melahirkan perbuatan yang mudah dan gampang tanpa perlu pemikiran dan pertimbangan. Dan apabila perilaku tersebut melakukan perbuatan baik atau terpuji, baik menurut akal akal maupun tuntunan agama. Maka perilaku tersebut dinamakan perilaku yang baik.

Apabila perbuatan yang dilakukan jelek maka budi pekerti tersebut dinamakan budi pekerti yang jelek (Noor, 1985: 75). Dasar Ajaran Moral/Akhlak dalam Islam adalah Al Quran dan hadits, serta hasil pemikiran para ulama, hukama dan filosof. Firman Allah dalam QS. Al Qolam ayat 4 yang artinya. dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar budi pekerti yang agung. Dengan demikian dekadensi moral berarti terjadinya suatu kemerosotan kerusakan tata nilai, moral/akhlak manusia. Dimana tingkah laku, sikap, perbuatan manusia sudah tidak sesuai lagi dengan norma-norma agama, masyarakat dan norma-norma lainnya yang mengatur kehidupan manusia untuk berperilaku baik. C. Anak Anak dalam perspektif Islam merupakan amanah dari Allah SWT dengan demikian, semua orang tua berkewajiban untuk mendidik anaknya agar dapat menjadi insan yang shaleh, berilmu dan bertaqwa. Anak adalah amanah yang dititipkan Allah maka akan murka pemberi amanah jika yang dititipi tidak menjaganya dengan baik. Dari pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Nabi sendiri menggambarkan bagaimana penting dan mulianya pengasuh dan mendidik anak. Melalui sabdanya : ) ( Kiranya lebih baik kalian mendidik anak anaknya dari kerusakan moral daripada bersedekah tiap hari satu Sha (H.R. Tarmidzi) (Fathan. 1992: 50). Orang tua mempunyai kewajiban memelihara anakanak dari kcrusakan moral, apa jadinya masa depan anak-anak jika moral mereka telah. rusak. Padahal merekalah generasi penerus, merekalah yang kita harapkan menjadi pemimpin masa depan. Aristoteles menggambarkan perkembangan individu, sejak anak sampai dewasa itu kedalam tiga tahapan. Setiap tahapan lamanya tujuh tahun, yaitu : Tahap I : dari 0,0 sampai 7,0 tahun (masa anak kecil atau masa bermain) Tahap 2: dari 7,0 sampai 14, tahun (masa anak, masa sekolah rendah) Tahap 3 : dari 14, sampai 21 tahun (masa remaja/pubertas, masa peralihan anak menjadi orang dewasa) (Yusuf, 2001: 20) Anak adalah makhluk sosial seperti juga orang dewasa. Anak membutuhkan orang lain untuk dapat membantu mengembangkan kemampuannya, karena anak lahir dengan segala kelemahan sehingga tanpa orang lain anak tidak mungkin dapat mencapai taraf kemanusiaan yang normal. yang Menurut berasal John dari Locke (Suryabrata, 2000: 21) Pengembangan Alat anak adalah pribadi yang masih bersih dan peka terhadap rangsangan-rangsangan lingkungan. Augustinus (dalam Suryabrata, 1987), yang dipandang sebagai peletak dasar permulaan psikologi

anak, mengatakan bahwa anak tidaklah sama dengan orang dewasa, anak mempunyai kecenderungan untuk menyimpang dari hukum dan ketertiban yang disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan pengertian terhadap realita kehidupan anak-anak lebih mudah belajar dengan contoh-contoh yang diterimanya dari aturan-aturan yang bersifat memaksa. Sobur (1988: 28), mengartikan anak sebagai orang yang mempunyai pikiran, perasaan, sikap dan minat berbeda dengan orang dewasa dengan segala keterbatasan. Haditono (dalam Damayanti, 1992: 34), berpendapat bahwa anak merupakan makhluk yang membutuhkan pemeliharaan, kasih sayang dan tempat bagi perkembangannya. Selain itu anak merupakan bagian dari keluarga, dan keluarga memberi kesempatan bagi anak untuk belajar tingkah laku yang penting untuk perkembangan yang cukup baik dalam kehidupan bersama. Kasiram (1994) mengatakan anak adalah makhluk yang sedang dalam taraf perkembangan yang mempunyai perasaan, pikiran, kehendak sendiri, yang kesemuannya itu merupakan totalitas psikis dan sifat-sifat serta struktur yang berlainan pada tiap-tiap fase perkembangannya. Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan mempunyai bahwa anak merupakan mahkluk sosial yang membutuhkan itu pemeliharaan, kasih sayang dan tempat bagi perkembangannya, anak juga perasaan, pikiran, kehendak tersendiri yang kesemuanya merupakan totalitas psikis dan sifat-sifat serta struktur yang berlainan pada tiaptiap fase perkembangan pada masa kanak-kanak (anak). Perkembangan pada suatu fase merupakan dasar bagi fase selanjutnya. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif (mendeskripsikan makna data atau fenomena yang dapat ditangkap oleh peneliti dengan menunjukkan bukti-bukti). Menggunakan model penelitian lapangan (field research) yaitu penelitian yang bermaksud memahami fenomena dalam suatu keadaan alamiah yang oleh subjek penelitian dengan suatu konteks khusus yang alamiah. (Moleong, 2009: 26) Penelitian ini dilakukan di Desa Sungai Gading Kecamatan Selagan Raya, kabupaten Mukomuko. B. Sumber data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dua macam yakni Primer dan Sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung langsung dari sumbernya, yakni orang tua dan anak. Sedangkan data Sekunder yang dimaksud adalah data penunjang yang dikumpulkan oleh penulis dari kepala desa, Imam Masjid dan ketua adat. C. Metode Pengumpulan data Untuk memperoleh data yang

konkrit dan akurat penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut: a. Observasi Observasi adalah pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti (Moleong, 2009: 174). Hal yang diobservasi adalah proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam sekaligus mengamati penerapan keluarga dalam mendidik moral anak di desa Sungai Gading Kecamatan Selagan Raya, kabupaten Mukomuko. b. Wawancara Wawancara adalah Tanya jawab lisan antara 2 orang atau lebih secara langsung (Moleong, 2009: 186). Dalam hal ini penulis langsung menanyakan atau bicara langsung dengan orang tua dan anak. c. Dokumentasi Dokumentasi adalah pengambilan data yang diperoleh melalui dokumentasi atau dokumen-dokumen. (Moleong, 2009: 216). Dalam hal ini penulis melihat data yang tersedia pada dokumentasi yang ada di Desa Sungai Gading Kecamatan Selagan Raya, kabupaten Mukomuko, seperti: sejarah berdirinya Desa Sungai Gading, letak geografisnya, keadaan masyarakat, keadaan ekonomi, keadaan pendidikan, struktur perangkat desa. D. Analisis data Teknik analisis data yang digunakan adalah secara kualitatif, yaitu uapaya dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dana menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari pada pola fikir induktif, deduktif dan komperatif. (Moleong, 2009: 248) Sebelum melakukan analisis data, dari data yang diperoleh terlebih dahulu melakukan langkah-langkah untuk menganalisis data selanjutnya. Data yang dikumpul dari semua responden disusun dan diolah secara sistematis agar data tersebut dapat memberikan informasi atau memberikan arti terhadap penelitian yang dilakukan. E. Uji keabsahan Data Dalam penelitian ini untuk mengetahui keabsahan data menggunakan teknik triangulasi yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Dalam penelitian ini menggunakan teknik triangulasi dengan sumber yaitu membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif, yaitu dengan jalan (a) membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara; (b) membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi; (c) membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu; (d) membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai

pendapat dan pandangan orang; (e) membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. (Moleong, 2009: 330-331) Dalam proses triangulasi ini peneliti melakukan perbandingan antara hasil observasi dengan hasil wawancara, kemudian hasil wawancara dibandingkan dengan apa yang ada dalam proses kehidupan yang masyarakat desa (yang diamati), dan terakhir adalah dengan membandingkan antara observasi, wawancara dan dokumentasi yang terkait dengan permasalahan. BAB IV PENYAJIAN DATA DAN HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Wilayah 1. Sejarah Desa Dari kajian sejarah desa yang dilakukan di desa Sungai Gading termasuk kategori desa yang sudah lama. Wilayah ini di tempati oleh masyarakat sejak tahun 1930-an dimana pada waktu itu ada sekelompok masyarakat penduduk tetap dengan mengambil hasil hutan dan sungai serta melakukan kegiatan pertanian dan perkebunan (ladang berpindah-pindah) perkembangan selanjutnya (1974-1979) mereka membentuk enam kelompok dusun yaitu Lubuk Saung, Surian Bengkal, Sei Jerinjing, Sungai Gading, Sungai Ipuh, Pondok Baru. Keenam dusun ini menyatu kembali membentuk sebuah dusun yang diberi nama Sungai Gading, ini diambil dari nama sungai dan terdapat di Hulu Sungai sebuah gading. 2. Letak dan Aksebilitas Letak Desa Sungai Gading adalah salah satu yang berada di Kecamata Selagan Raya di Kabupaten Mukomuko yang merupakan kabupaten baru. Secara biografis terletak pada posisi 030 10 15 LS dan 1010 41 45 BT dengan luas wilayah kurang lebih 11, 557 Ha yang terdiri dari hamparan karet, sawit, sawah, rawa, semak belukar, pemukiman dan persawahan. Dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: Sebelah Utara : Perkebunan Agromuko Sebelah Selatan : Perkebunan Masyarakat Sebelah Timur : Desa Sungai Ipuh Sebelah Barat : Desa Sei Jerinjing Secara administarasi pemerintah desa Sungai Gading dalam 6 dusun yaitu dusun I Lubuk Saung, dusun II Surian Bengkal, dusun III Sei Jerinjing, dusun IV Sungai Gading, dusun V Sungai Ipuh, dan dusun VI Pondok Baru. Jarak desa dengan kecamatan kurang lebih 3 km, sedangkan ke kabupaten kurang lebih 5 km, dan dari kabupaten ke Bengkulu 175 km dengan kondisi jalan ada yang bagus dan ada juga yang sudah hancur. 3. Demografi Berdasarkan dari hasil pendataan pada bulan Juni 2009, jumlah penduduk desa Sungai Gading berjumlah 3446, 1856 kepala keluarga yang terdiri dari 1727 laki-laki dan 1696 perempuan. Dan penduduk ini adalah penduduk asli melayu (pribumi) 4. Sarana dan trasportasi a. Transportasi Kondisi jalan penghubung dari desa Sungai Gading

ke kecamatan, kabupaten dan ibu kota provinsi serta desa sekitarnya sudah bagus yaitu berupa jalan aspal cor dan hotmix. Sarana dan transportasi kendaraan umum (mobil) yang lewat di desa ini ada setiap hari sehingga masyarakat dengan mudah mau ke kecamatan, kebupaten dan propinsi. b. Kesehatan Prasarana penduduk kesehatan seperti Puskesmas, Polindes, balai pengobatan sudah tersedia di desa ini. Keberadaannya memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar. c. Pendidikan dan sarana ibadah Di Desa Sungai Gading sudah ada prasarana sekolah, yakni SDN 02 Sungai Gading, sedangkan sarana ibadah terdapat 2 buah masjid dan 3 bangunan mushalla d. Sarana ekonomi Sarana ekonomi di desa Sungai Gading hanya sebatas Kios dan warung yang jumlahnya sebanyak 38 buah yang menjual kebutuhan seharihari masyarakat. Pasar terdekat adalah pasar sungai Ipuh yang dikenal dengan pasar Jumat. Pada umumnya masyarakat desa di Desa setempat yakni hasil dari penjualan karet dan sawit. B. Temuan Hasil Penelitan 1. Peranan Keluarga dalam mengatasi Dekadensi moral anak a. Apakah tanggapan anda tentang dekadensi moral pada anak? Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak Pahrudin (ketua LPM) dan ibu Ratna (warga desa Sungai Gading), mengatakan bahwa: Nilai-nilai Keislaman anak pada masa kini sangat memprihatinkan hal ini dilihat dari segi pergaulan ketaatan beribadah dan tingkah laku anak-anak dalam kehidupan harihari yang mana sering membantah apa yang diperintahkan oleh orang tua mereka" Hal senada juga diungkapkan oleh bapak Amdani, beliau mengatakan bahwa: nilai-nilai keislaman anak masa sekarang ini nampaknya memerlukan pembinaan yang lebih baik lagi karena hal ini bila dibiarkan nantinya semakin berdampak negatif terhadap perkembang anak-anak. Dengan demikian, berdasarkan hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa dekandensi moral pada anak perlu adanya pembinaan yang optimal, baik dari orang tuanya itu sendiri maupun dari guru dan masyarakat. b. Usaha apa yang anda lakukan untuk mengatasi dekadensi moral pada anak? Hasil wawancara dengan Bapak Aliamrin dan Ibu Ramain (Ketua Posyandu) mengatakan bahwa dalam mengatasi dekadensi moral pada anak yaitu dengan melakukan pembinaan tentang agama Islam yang mencakup seluruh aspek kehidupan orang muslim baik duniawi maupun ukhrawi, seperti, berperilaku sopan terhadap orang yang lebuh tua menyayangi sesama manusia dan makhluk lainnya, serta memberikan sesuatu yang bermanfaat terhadap orang lain. Disamping itu, wawancara dengan Ibu Darlina (anggota komite) menyatakan bahwa: pembinaan

tentang ajaran Agama Islam seperti shalat lima waktu dan mengaji merupakan upaya untuk membentuk perilaku atau tingkah laku dalam pergaulan sehari-hari yang sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam, sehingga dapat hidup rukun dan damai dengan berbudi pekerti, bertingkah laku atau berperilaku sesuai dengan ajaran Islam. Dengan demikian, dalam mengatasi dekadensi moral pada anak yaitu dengan melakukan pembinaan keagamaan yang sesuai dengan ajaran-ajaran Islam seperti halnya shalat lima waktu dan mengaji. Hal demikian menyangkut didalamnya segala aspek kehidupan, baik di dunia maupun di akhirat. c. Apakah anda selalu mengajak anak-anak untuk melakukan shalat berjamaah? Melalui wawancara yang dilakukan oleh penulis kepada salah satu orang tua ibu Ramayanti (Anggota Komite) diketahui bahwa cara menasehati anak tentang mengerjakan shalat lima waktu: "Saya memberikan nasehat dengan melakukan pendekatan, dari hati ke hati, dengan cara yang halus, sehingga dia dapat menerimanya dengan baik. Saya juga selalu memberikan bimbingan agar dia mau shalat berjamaah. Dari pernyataan diatas, dapat diketahui bahwa cara orang tua menasehati anak tentang mengerjakan shalat lima waktu yaitu dengan melakukan pendekatan dengan cara lemah lembut, sehingga anak tersebut dapat menerimanya dengan penuh kesadaran. Di samping itu, dalam mengatasi dekadensi moral pada anak, orang tua memberikan pengertian tentang pentingnya mengerjakan shalat berjamaah, melalui wawancara yang dilakukan oleh satu orang tua siswa Bapak Jendral (Kepala Kaum) menyatakan Saya selalu memberikan nasehat dengan mengatakan tentang penting dan hikmah shalat berjamaah, tujuan mengerjakan shalat. Dengan demikian maka akan menyadari tentang shalat lima waktu dalam berjamaah. Dari pernyatan di atas, dapat diketahui bahwa orang tua memberikan nasehat selalu dengan menjelaskan pentingnya mengerjakan shalat berjamaah. Dengan demikian, anak yang dinasehati dapat mengerti tentang pentingnya hikmah shalat berjamaah. Pada saat itu ia mentaati pada perintah itu, akan tetapi setelah itu dia terkadang tidak ingat apa yang disampaikan. d. Apakah anda menghukum bila anak tidak mau melakukan ibadah shalat, puasa dan mengaji? Melalui wawancara yang dilakukan oleh penulis kepada orang tua, Bapak Jamal (Pengurus Masjid) menyatakan bahwa: "Bila anak saya tidak melaksanakan shalat, puasa dan mengaji terlebih dahulu saya memberi nasehat dan teguran agar melakukannya. Tetapi bila sering kali nasehat tersebut tidak dihiraukan maka saya

memberikan hukuman, seperti menjewer telinganya, tidak memberi uang saku dan lain sebagainya. Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa orang tua memberikan hukuman kepada anaknya yang tidak mau melakukan ibadah shalat, puasa dan mengaji masih bersifat hukuman ringan, hal itu masih bersifat wajar. e. Apakah anda selalu menganjurkan anak-anak perempuan untuk memakai jilbab? Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu warga yaitu Ibu Yenni dan Bapak Makdir (warga Sungai Gading), mengatakan bahwa: Pemakaian jilbab terkadang diperintahkan pada anak perempuan kami untuk mengenakan jilbab bilamana ia akan bepergian atau keluar rumah. Hal senada juga diungkapkan oleh ibu Ramain (Ketua Posyandu) bahwa anak perempuannya terkadang diingatkan untuk memakai jilbab bila ia keluar rumah. Dengan dernikian bahwa dapat diketahui orang tua di Desa Sungai Gading terkadang memerintahkan anak perempuan mereka memakai jilbab bila mana bepergian atau keluar rumah. f. Apakah yang adik rasakan terhadap perintah orang tua yang menyuruh melaksanakan shalat puasa, mengaji, dan berbusana muslim? Dari hasil wawancara dengan Tika, Tatik, Rini, Kustela dan Dita, mengatakan bahwa: "Ketika orang tua memerintahkan memakai jilbab terkadang ada rasa tertekan karena, sebelumnya belum pernah memakai jilbab". Lain halnya yang dingkapkan oleh, Eka, Oga, Ali Martopo mengungkapkan bahwa "Ketika orang tua memerintahkan untuk melaksanakan shalat, puasa, dan mengaji, terkadang ada rasa dipaksa dalam melaksanakannya. Lain halnya yang diungkapkan oleh Dwito, bahwa "Dalam melakanakan kewajiban yang berkaitan dengan shalat, puasa, dan mengaji merupakan kesadaran saya sendiri untuk melaksanakannya". Dengan demikian sebagian anak di desa Sungai Gading mempunyai kesadaran untuk melaksanakan shalat, puasa, mengaji, tanpa menunggu perintah orang tua namun sebagian juga belum mempunyai kesadaran untuk melaksanakan perintah Agama Islam. g. Apakah Adik termotivasi setelah mendapatkan pembinaan tentang keislaman dari orang tua? Berdasarkan hasil wawancara dengan Dita, Kustela mengatakan bahwa : "Adanya rasa motivasi untuk melaksanakan nilai ajaran Islam setelah dibina dan dibimbing oleh orang tua di rumah". Oga salah seorang murid di SDN 02 Sungai Gading mengatakan bahwa: pembinaan yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya sangat membantu dan mendukung dalam mengamalkan ajaran agama Islam" Sebagaimana yang diungkapkan oleh Abdullah: "Selama mendapatkan bimbingan dan pembinaan

keagamaan dirumah saga selalu berusaha melaksanakan ajaran-ajaran Islam dengan baik". Dengan demikian dapat diketahui bahwa dengan adanya bimbingan dan pembinaan orang tua di desa Sungai Gading tentang ajaran Islam, anak anak mempunyai motivasi mengamalkan ajaran agama Islam dalam kehidupan seharihari. h. Dengan cara apa anda memberikan bimbingan tentang nilai-nilai agama pada anak anda? Dari hasil wawancara dengan Bapak Jendral (Kepala Kaum) mengungkapkan; bahwa: "Dalam memberikan bimbingan tentang nilai-nilai agama pada anak kami selalu mengunakan pemberian contoh (tauladan yang baik serta nasehat)". Di samping itu Bapak Makdir (warga) mengungkapkan bahwa "Dalam membimbing anak tentang keagamaan selalu memberikan nasehat agar anak mau menjalankannya bila mereka tidak mematuhi apa yang diperintahkan mereka di berikan hukuman non fisik". Hal Senada juga diungkapkan oleh Ibu Ramain bahwa: "Dalam membina anak tentang ajaran-ajaran agama maka dirumah selalu di berikan contoh yang baik dalam melaksanakan ajaran tersebut serta memberikan nasehat yang baik kepada anak-anak". Dari hasil beberapa wawancara di atas dapat diketahui pembinaan orang tua tentang nilai-nilai keislaman terhadap anak menggunakan beberapa metode diantarai vaitu: suri tauladan, nasehat dan hukuman. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi dekadensi moral pada anak di desa sungai gading a. Bagaimana menurut anda tentang pergaulan anak di desa Sungai Gading masa kini? Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak Amdani (warga), beliau mengatakan bahwa: "Pergaulan anak-anak masa kini sangat memprihatinkan, terutama di daerah ini, mereka sering kali melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan ajaran lslam seperti : Berbohong pada orang tua, melawan orang tua mnonton VCD Porno". Di samping itu Bapak Inol (penghulu) mengungkapkan bahwa: "Nilai-nilai keagamaan masa kini terjadi kemerosotan terutama dari segi moral dan akhlak". Dengan demikian, dari hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa nilai-nilai keislaman anak di Desa Sungai Gading memprihatinkan terutama dari segi perilaku anak sehari-hari. b. Bagaimana kondisi anak didalam keluarga dalam kaitan perilaku terhadap orang tua? Dari hasil wawancara dengan Ibu Erlina: "Moral anak di dalam keluarga kurang baik hal ini dibuktikan dengan kurangnya kepatuhan anak terhadap perintah orang tuanya yang mana larangan orang tua sering dilanggar serta kurang hormat terhadap orang tua". Hal Senada juga diungkapkan juga oleh oleh Bapak Pahrudin, beliau mengatakan:

perilaku anak sehari-hari didalam keluarga kurang baik karena anak-anak jarang mau melaksanakan ajaran agama serta sering melawan orang tua apabila keinginan mereka tidak terpenuhi". Berdasarkan hasil wawancara di atas perilaku anak di Kelurahan Pekan Sabtu dalam Keluarga bisa dikatakan kurang baik ini dapat dilihat dari tingkah laku anak yang sering melanggar Perintah orang tua serta mengabaikan nasehat yang disampaikan orang tua. c. Faktor apa yang sangat dominan yang mempengaruhi perilaku anak dalam keseharian? Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Darlina (anggota Komite) mengatakan bahwa: "pengaruh kemajuan teknologi yang sangat dominan mempengaruhi perilaku anak seperti tontonan orang, dewasa yang sering ditonton oleh anak-anak, handpone, Playstation, selain itu juga pengaruh dari pergaulan lingkungan sekitar". Selain itu ibu Ratna mengatakan bahwa: "terjadinya kemerosotan nilai-nilai keislaman anak sangat dipengaruhi oleh pergaulan anak-anak dengan teman-temannya tontonan yang ticlak layak serta bahan makanan atau minuman yang dilarang untuk dikonsumsi oleh ajaran Islam". Lain halnya yang diungkapkan oleh Bapak Inol (Penghulu) mengatakan.bahwa: "Perilaku dan akhlak anak itu disebabkan oleh kurangnya waktu orang tua untuk melalui Anak dalam pembinaan tentang ajaran Islam di dalam keluarga". Dengan demikian faktor yang mempengaruhi terjadinya dekadensi moral pada anak di Desa Sungai Gading adalah: faktor Internal yaitu kondisi keluarga anak itu sendiri dan faktor Eksternal yaitu kondisi di Lingkungan pergaulan sekitar mereka. C. Pembahasan Hasil Penelitian 1. Peranan Keluarga dalam upaya mengatasi dekadensi moral pada anak Hasil wawancara yang peneliti lakukan terhadap orang tua di desa Sungai Gading ditemukan bahwa dengan melakukan pembinaan tentang agama Islam yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh manusia, dcngan cara berpedoman kepada AlQuran dan Sunnah Rasul yang berkaitan dengan kebahagiaan yang ingin dicapai baik duniawi maupun ukhrawi yang merupakan kewajiban para orang tua. Sebagaimana diungkapkan oleh Arifin (1995: 164) bahwa "orang tua sebenarnya adalah tokoh ideal, pembawa norma dan nilai-nilai kehidupan masyarakat dan sekaligus pembawa cahaya terang bagi anak-anaknya dalam kehidupan Sesuai yang yang diungkapkan Aly (1999: 127) bahwa aktivitas pengamalan agama Islam adalah segala perbuatan manusia dalam kehidupan didasarkan atas nilai-nilai agama Islam yang diyakininya merupakan perwujudan dari rasa dan jiwa keagamaan

berdasarkan kesadaran dan pengalaman beragama, serta didikan dan bimbingan orang disekitar lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Di samping itu, upaya orang tua (keluarga) mengatasi dekadensi moral pada anak di Desa Sungai Gading merupakan upaya untuk membentuk perilaku atau tingkah laku dalam pergaulan di lingkungannya sehari-hari yang sesuai dengan norma-norma ajaran Islam, sehinggga dapat terwujud hidup yang rukun dan damai dengan berbudi pekerti, bertingkah laku sesuai dengan ajaran Islam. dengan kata lain, pembinaan nilai-nilai keislaman terhadap akhlak anak dengan tujuan untuk membentuk anak yang bertakwa dan berbudi pekerti dan berakhlakul karimah. Dan uraian diatas, ini juga senada dengan pendapat Zuharini (1983: 27) bahwa pembinaan nilai-nilai keislaman, adalah untuk membantu anak didik agar supaya mereka hidup sesuai dengan ajaran agama Islam. Dengan demikian, pembinaan nilai-nilai keislaman merupakan pembentukan pengamalan ajaran-ajaran Islam yang bisa ditetapkan didalam pergaulan. Dengan demikian, peranan keluarga dalam upaya mengatasi dekadensi moral pada anak adalah sebagai upaya yang mengandung nilai-nilai ajaran, perilaku dan tingkah laku agama Islam yang hendak dicapai dalam proses pendidikan dan pembinaan yang berdasarkan ajaran Islam, sehingga terbentuklah manusia yang paripuma yang berjiwa tawakkal secara total kepada Allah SWT. Jadi, jelaslah bahwa orang tua merupakan orang pertama yang orang bertanggung jawab menjadikan pendidikan yang utama didalam memelihara anak anaknya untuk kejalan yang baik sesuai dengan syariat agama yang dapat membentuk dan mengarahkan anak-anaknya. Disamping itu, dari hasil wawancara secara keselurahan, bahwa metode mengatasi dekadensi moral pada anak, yaitu diantaranya: a) Pembinaan dengan memberikan keteladanan kepada anak. Keteladanan yang diberikan kepada anak merupakan keteladanan yang dapat dijadikan alat untuk mengatasi dekadensi moral pada anak. Tujuannya adalah untuk merealisasikan tujuan pendidikan agama Islam dengan memberikan contoh keteladanan yang baik pada anak. b) Pembinaan dengan memberikan nasehat kepada anak Dalam mengatasi dekadensi moral pada anak akan menjadi suatu yang sangat besar dalam pendidikan keislaman. Dalam hal ini, membina anak tentang ajaran Islam memerlukan nasehat, nasehat yang lembut, halus. tetapi berbekas, yang biasa membuat anak didik menjadi baik dan tetap berakhlak mulia. Dengan demikian, nasehat amatlah penting dalam mengatasi dekedensi moral pada anak,

karena dengan nasehat dapat menyentuh perasaannya, sehingga ia akan mengikuti apa yang dikatakan kepdanya. c) Pembinaan dengan pemberian Hukuman Mengatasi dekadensi moral pada anak dengan menggunakan hukuman bertujuan untuk menyadarkan anak dari kesalahan-kesalahan yang ia lakukan. Dengan demikian, upaya dan cara orang tua mengatasi dekadensi moral pada anak di desa Sungai Gading tidak hanya menggunakan satu metode saja tetapi berbagai metode sesuai sesuai dengan kondisi dan tujuan pembinaan nilai-nilai keislaman yang diharapkan. Dari berbagai metode tersebut, yang paling dominan dilakukan adalah pemberian nasehat dan keteladanan orang tua terhadap anak. Penggunaan metode ini sangat selaras dengan yang diungkapkan oleh Quthb (1993: 211) bahwa nasehat yang berpengaruh, membuka jalannya kepada jiwa secara langsung melalui perasaan, sehingga dapat menjalankan isi pembinaan dan pendidikan dengan baik. Penggunaan metode tersebut, merupakan cara yang tepat digunakan dalam mengatasi dekadensi moral pada anak. Cara tersebut akan membuka ha anak untuk sadar tanpa melalui kekerasan yang bisa membuatnya tersakiti dalam melaksanakan nilai-nilai ajaran Islam. Sebagaimanaa diungkapkan oleh Arief. Bahwa metode pembinaan nilai-nilai ajaran Islam merupakan sebagai jalan yang dapat ditempuh untuk memudahkan membina dalam membentuk perilaku yang baik (akhlakul karimah) yang bedasarkan norma-norma Islam dan sesuai dengan ketentuaan-ketentuan yang digariskan oleh Al-Qur'an dan Hadis. 2. Fakor yang mempengaruhi dekadensi moral pada anak Dari hasil wawancara di lapangan, terjadinya dekadensi moral pada anak di desa Sungai Gading disebabkan adanya faktor yang mempengaruhinya adalah timbulnya perbuatan-perbuatan tertentu dari dirinya yang sudah menjadi kebiasaan, sehingga mudah dilakukan dan tanpa melakukan pemikiran. Faktor-faktor yang mempengaruhi dekadensi moral pada anak di Desa Sungai Gading adalah kurang adanya perhatian dan pembinaan orang tua terhadap anaknya dalarn keluarga, sehingga anak tersebut kurang mendapatkan kasih sayang dan perhatian yang disebut dengan faktor internal. Dengan keadaan ini, akhirnya anak mencari kesenangan dan kasih sayang dengan cara lain. Padahal orang tua merupakan faktor yang sangat menentukan terhadap keberhasilannya dalam melaksanakan tugas sebagai seorang pendidik. Mujib dan Mudzakir (2006: 124) menjelaskan bahwa yang terpenting baik bagi orang tua adalah memberikan contol sebagai keluarga yang ideal. Itulah yang akan

menentukan apakah ia menjadi orang tua dan Pembina yang baik bagi anaknya, ataukah menjadi perusak atau penghancur bagi masa depan anak terutama bagi anaknya yang masih kecil dan mereka yang mengalarni kegoncangan jiwa. Faktor yang lain adalah pengaruh lingkungan dalam pergaulan anak-anak sehari-hari yang dapat membawa anak kejalan atau berbuat hal-hal yang tidak terpuji, seperti teman-teman sebaya seringkali mempengaruhinya untuk melakukan perbuatan yang menyimpang dari nilai-nilai ajaran Islam, seperti mengambil barang-barang orang lain tanpa sepengetahuannya, bolos sekolah, berbohong kepada orang tua serta meminta sesuatu kepada orang dengan paksaan, Hal ini disebut faktor eksternal. Di samping itu, faktor lain yang mempengaruhi dekadensi moral pada anak adalah kurang adanya pengetahuan dan pengamalan keagamaan yang dimiliki sehingga terjadi tindakan dan perbuatan yang tidak mencerminkan nilai-nilai keislarnan. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari hasil penelian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa: Peranan keluarga dalam mengatasi dekadensi moral anak di Desa sungai gading kecamatan Selagan Raya, kabupaten Mukomuko adalah sebagai upaya yang mengandung nilai-nilai ajaran, perilaku dan tingkah laku agama Islam yang hendak dicapai dalam proses pendidikan dan pembinaan yang berdasarkan ajaran Islam, sehingga terbentuklah manusia yang paripuma yang berjiwa tawakkal secara total kepada Allah SWT. Dengan cara memberi pembinaan dengan memberika keteladanan kepada anak, memberikan nasehat yang baik kepada anak, dan memberi hukuman kepada anak. Faktor-faktor yang mempengaruhi dekadensi moral anak di Desa sungai gading kecamatan Selagan Raya, kabupaten Mukomuko adalah ada dua faktor yakni faktor internal dan faktor eskternal. Faktor internalnya adalah kurang adanya perhatian dan pembinaan orang tua terhadap anaknya dalarn keluarga, sehingga anak tersebut kurang mendapatkan kasih sayang dan perhatian. Dan faktor eksternalnya adalah pengaruh lingkungan dalam pergaulan anak-anak sehari-hari yang dapat membawa anak kejalan atau berbuat hal-hal ajaran yang Islam, tidak seperti terpuji, seperti teman-teman sebaya orang seringkali tanpa mempengaruhinya untuk melakukan perbuatan yang menyimpang dari nilai-nilai mengambil barang-barang lain sepengetahuannya, bolos sekolah, berbohong kepada orang tua serta meminta sesuatu kepada orang dengan paksaan B. Saran Diharapkan kepada orang tua untuk lebih meningkatkan atau memberi bimbingan dan suri tauladan yang baik kepada

anak-anaknya dalam mengontrol perkembangan anak selanjutnya, para orang tua jangan sampai memanjakan anak hingga berlebihan karena dengan cara yang demikian maka anak akan semakin menganggap remeh semuanya dan tanpa menghiraukan perkataan orang tua. Kemudian para anak hendaklah lebih meningkatkn ilmu pengetahuan baik ilmu di dunia maupun ilmu untuk akhirat agar apabila keduanya ini tercapai, insyaallah kita akan memperoleh kebahagian di dunia dan di akhirat. Peranan Keluarga Dalam Mengatasi Dekadensi Moral Anak Di Desa Sungai Gading Kecamatan Selagan Raya Kabupaten Mukomuko SKRIPSI Disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) Dalam ilmu Tarbiyah oleh: XXXXXXX NIM: XXXXXX PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM JURUSAN TARBIYAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) BEGKULU 2007-2008 PERSETUJUAN PEMBIMBING Bahwa Skripsi atas nama VENNY PIONITA, NIM: 207 321 4544 yang berjudul PERANAN ORANG TUA DALAM MENGATASI DEKADENSI MORAL DI DESA SUNGAI GADING KECAMATAN SELAGAN RAYA KABUPATEN MUKOMUKO, setelah memeriksa maka proposal skripsi ini telah memenuhi persyaratan Ilmiah dan untuk dapat diterbitkan Surat Izin Penelitian. Bengkulu, Juni 2009 Pembimbing I Pembimbing II Dr, Rusydi Sulaiman, M. Ag EVA DEWI, M.Ag NIP: 196601051997031001 NIP: 197505172003122003 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL i PERSETUJUAN PEMBIMBING ii DAFTAR ISI iii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah C. Batasan Masalah D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian E. Sistematika Penulisan BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian, unsur, tujuan dan peranan serta fungsi keluarga B. Pengertian dekadensi moral C. Anak BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian B. Sumber data C. Metode pengumpulan data D. Analisis data E. Uji keabsahan data DAFTAR PUSTAKA DAFTAR PUSTAKA Amin, Rusli. 2001. Rumahku Surgaku. Jakarta: Al-Mawardi Prima Dosen IKIP Nasional. 1988. Pengantar dasar-dasar Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional. Derajat, Zakiyah. 2002. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara Departemen Agama. 2003. Al-Quran dan Terjemahannya. Bandung: Dipenogoro. Langgulung. Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang. Aly, Hery Noer. 2000. Watak Pendidikan Islam. Jakarta: Granada Soekanto, Serjono. 1990. Sosiologi Keluarga. Jakarta: Rineka Cipta. Hasan, Tolhah. 2005. Islam dan Sumber daya Manusia. Jakarta: Lanta Bora Press. Sudarsono. 1999. Etika dalam Islam. Jakarta: Rineka Cipta. Pajar, Malik. 1999. Reorientasi pendidikan. Jakarta:

Fajar Dunia. Yusuf, Syamsu. 2001. Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosda Karya. Moleong, Lexy, J. 2009. Metodologi penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosda Karya. Hadi, Sutrisno. 2001. Metodologi Research. Yogyakarta: Andi Offsett. Sugiyono. 2008. Metode penelitian Kuantitatif, kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta. Arifin, Bey. 1992. Terjemah Sunan Abu Daud. Semarang: CV. Asy-Syifa. Abu Fathan. 1992. Panduan Wanita Sholehah,: Asaduddin Press. AnNabaa, Fitnah Dalam Perjuangan, 1992, edisi Shafar 1413 H Syah, Muhibbin. 2001. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, edisi Revisi. PT Remaja RosdakaryaBandung. PEDOMAN WAWANCARA Untuk orang tua 1. Apakah tanggapan anda tentang terjadinya dekadensi moral anak? 2. Usaha apa yang anda lakukan untuk mengatasi dekadensi moral pada anak? 3. Apakah anda selalu mengajak anak-anak untuk melakukan shalat berjamaah? 4. Apakah anda menghukum apabila anak tidak melakukan ibadah shalat, puasa? 5. Apakah anda selalu menganjurkan anakanak perempuan untuk memakai jilbab? 6. Apakah anda selalu menganjurkan anakanak perempuan untuk mengaji? 7. Dengan cara apa anda memberikan bimbingan tentang nilai keislaman dari orang tua? 8. Bagaimana menurut anda tentang pergaulan anak di desa Sungai Gading ini? 9. Bagaimana kondisi anak didalam keluarga dalam kaitan perilaku terhadap orang tua? 10. Faktor apa yang dominan yang mempengaruhi perilaku anak dalam keseharian? Untuk anak 1. Apakah yang adik rasakan terhadap perintah orang tua yang menyuruh melaksanakan shalat, puasa, mengaji dan berbusana muslim? Alasannya? 2. Apakah adik mengikutinya atau meninggalkannya? Alasannya? 3. Apakah adik sering melakukan shalat berjamaah dimasjid dan bagaimana suasana masjid adik saat ini? 4. Apakah adik pernah meninggalkan ibadah wajib? Alasannya? 5. Apakah adik termotivasi setelah mendapatkan pembinaan tentang ke-islaman dari orang tua? Alasannya? PEDOMAN OBSERVASI No Hari/tanggal Hal yang diobservasi Baik Sedang Kurang 1. 2 Orang tua - Mendidik anak - Memberi perintah shalat berjamaah kepada anaknya Mewajibkan puasa - Mewajibkan mengaji Anak - Pergaulan anak keseharian - Shalat jamaah anak di masjid - Anak mengaji

Beberapa hari terakhir ini, ada yang terus berputar di kepala saya. "Dekadensi moral". Banyak orang menggunakan itu dalam kalimatnya. Di koran. Di televisi. Kamu juga pasti pernah mendengar orang menggunakannya dalam kalimat. Entah kenapa, setiap mendengar atau membaca kata itu, saya selalu ingin tertawa. Mungkin karena kata "dekadensi moral" terdengar begitu mutakhir buat saya. Siapapun yang menulis atau mengucapkannya, buat saya seperti orang yang paling tahu soal moral. Merasa diri lebih suci. Dan yang jelas, pandai menyusun kalimat. Hehe. Saya sendiri belum pernah menggunakan "dekadensi moral" dalam tulisan. Baru kali ini. Penasaran. Saya ketik di google "dekadensi moral". Hasilnya 743 [0.03 detik]. Berikut saya masukan beberapa kutipan dari sana. Beginilah contoh bagaimana menggunakan "dekadensi moral" dalam kalimat: Pernah dikenal dengan 'salome' dan 'antriani', fantasi primitif itu menjangkiti prilaku sekelompok pria eksekutif terhormat. Bahkan melibatkan atasan bawahan, pasangan suami istri, dan industri pelesiran. Sekedar variasi, penyakit jiwa atau dekadensi moral? http://www.popular-maj.com/content/Preview/Liputankhusus/0299/ Jauhnya masyarakat Barat dari agama mereka telah menyebabkan dekadensi moral yang mengerikan. Homoseksual, nudisme, pengguguran janin, hubungan bebas di luar perkawinan, dan eksploitasi perempuan, merupakan perilaku yang dianggap biasa di Barat, dan bahkan dalam proses legalisasi oleh parlemen di sebagian negara. http://www.irib.com/worldservice/MelayuRadio/perspektif/2005/april2005/ paus.htm Karena secara fungsional, layanan telepon sex paling tidak dapat menjadi salah satu media bagi berkembang biaknya kemesuman --yang pada gilirannya

berdampak pada merebaknya dekadensi moral bangsa-- dan oleh karena itu bertentangan dengan ketentuan hukum dan nilai-nilai moral yang berlaku dalam masyarakat. http://www.idp.com/adsjakarta/returnedstudents/article82.asp Pada masa dua tahun terakhir ini dekadensi moral tidak lagi sekedar tawuran, tapi telah lebih parah lagi. Mahasiswa dan pelajar (sampai tingkat SD) telah dicekoki oleh narkoba. http://media.isnet.org/islam/Etc/Orientasi.html Daya saing pendidikan di Yogyakarta cenderung menurun karena terjadi dekadensi moral. Dekadensi moral itu misalnya berupa meningkatnya pengguna narkoba dan makin merebaknya generasi muda yang menganut aliran hidup bebas. http://www.suaramerdeka.com/harian/0501/10/x_ked.html Jika rendahnya tingkat apresiasi sastra di Indonesia memang dapat dikaitkan dengan maraknya kasus korupsi dan dekadensi moral lainnya (seperti penebangan liar yang menghancurkan ekosistem lingkungan), kita harus berani menuduh dengan tegas bahwa kurikulum pendidikan yang menjadi biangnya. http://www.sinarharapan.co.id/hiburan/budaya/2005/1210/bud2.html Pernikahan adalah upaya menghindari dekadensi moral. http://www.uika-bogor.ac.id/zkr04.htm PADA dasarnya, ada dua lapis dekadensi moral yang terjadi dalam konteks kasus the Black July itu, yang mampu memaparkan gradasi keparahan dekadensi moral dinamika kehidupan politik dan berbangsa di Tanah Air ini. http://kompas.com/kompas-cetak/0401/24/opini/795779.htm Kalau kita lihat koran atau televisi, seolah-olah telah terjadi sebuah dekadensi moral yang luar biasa. Bayang-kan, di koran ada iklan gigolo! swaramuslim.net/HIKAYAT/

Ada yang mengatakan mereka bermental bejat, komersiil, dekadensi moral, tak beriman, dan sebagainya. Semua ikut bicara: pendidik, agamawan, pakar, wartawan... neumann.f2o.org/sarlito/mhsw.html Dengan begini, kalau kamu ketik "dekadensi moral" di google. Tulisan saya yang ini, pasti akan ikut masuk dalam hasil pencarian. Hehe. Salam,

You might also like