You are on page 1of 8

HUKUM PIDANA LANJUTAN

PERBARENGAN TINDAK PIDANA (CONCURSUS atau SAMENLOOP)

Oleh: Therisya Karmila Audhyta viranty Sri Suartini Nicky Novita (1103005101) (1103005096) (1103005106) (1103005086)

FAKULTAS HUKUM REGULER UNIVERSITAS UDAYANA 2012

A. Pendahuluan Ketika seseorang melakukan beberapa perbuatan sekaligus sehingga menimbulkan masalah tentang penerapannya. Kejadian yang sekaligus atau serentak tersebut disebut samenloop yang dalam bahasa Belanda juga disebut samenloop van strafbaar feit atau concursus. Perbarengan merupakan terjemahan dari samenloop atau concursus. Ada juga yang menerjemahkannya dengan gabungan. Dalam pembahasan kali ini yang menjadi sorotan adalah perbarengan dua atau lebih tindak pidana yang dipertanggungjawabkan kepada satu orang atau beberapa orang dalam rangka penyertaan. Tindak pidana-tindak pidana yang telah terjadi itu sesuai dengan yang dirumuskan dalam perundang-undangan. Sedangkan kejadiannya sendiri dapat merupakan hanya satu tindakan saja, dua/lebih tindakan atau beberapa tindakan secara berlanjut. Dalam hal dua/lebih tindakan tersebut masing-masing merupakan delik tersendiri, dipersyaratkan bahwa salah satu di antaranya belum pernah diadili. Ajaran mengenai samenloop ini merupakan salah satu ajaran yang tersulit di dalam ilmu pengetahuan hukum pidana, sehingga orang tidak akan dapat memahami apa yang sebenarnya dimaksud dengan samenloop van strafbaar feit itu sendiri. Secara umum Concursus adalah gabungan tindak pidana. yaitu apabila orang /

seseorang yang melakukan tindak pidana lebih dari satu kali dan diantara tindak pidana itu belum ada yang diputus oleh pengadilan dan semua diajukan sekaligus. Menurut Moeljatno menyebut samenloop adalah perbarengan tindak pidana, sedangkan satochid karetanegara menyebut samenloop sebagai suatu gabungan tindak pidana, istilah samenloop sebagai suatu gabungan tindak pidana juga diikuti oleh R. Soesilo. Samenloop diatur dalam bab VI K.U.H.P tentang gabungan perbuatan yang dapat di hukum.Pasal 63: (1) jika sesuatu perbuatan termasuk dalam beberapa ketentuan pidana, maka hanyalah dikenakan satu dari ketentuan itu; jika hukuman nya berlainan maka yang dikenakan ialah ketentuan yang terberat hukuman pokoknya (KUHP 69) (2) jika bagi suatu perbuatan yang terancam oleh ketentuan pidana umum pada ketentuan pidana yang istimewa, maka ketentuan pidana istimewa itu saja yang akan digunakan. permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam ajaran tersebut, apabila orang itu tidak mengikuti perkembangan paham-paham mengenai perkataan feit yang terdapat di dalam rumusan pasal-pasal yang mengatur masalah samenloop itu sendiri.

Perkembangan paham-paham mengenai perkataan feit yang terdapat di dalam rumusan pasalpasal yang mengatur masalah samenloop itu sendiri, khususnya yang terdapat didalam rumusan pasal 63 ayat (1) KUHP, terjemahan perkataan feit di pasal ini dengan perkataan perbuatan menunjukkan bahwa team penerjemah Departemen Kehakiman R.I. (sekarang Departemen Hukum dan HAM) Secara resmi telah menafsirkan perkataan feit di dalam rumusan pasal 63 ayat (1) KUHP itu sebagai suatu perbuatan yang nyata, yakni suatu penafsiran yang oleh Hoge Raad (HR) sendiri telah ditinggalkan sejak lebih dari setengah abad yang lalu. Kiranya tim penerjemah Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman itu juga tidak akan menerjemahkan perkataan feit di dalam rumusan pasal 63 ayat (1) KUHP itu dengan perkataan perbuatan, seandainya tim tersebut mengetahui bahwa sudah sejak setengah abad yang lalu terdapat keberatan-keberatan terhadap penggunaan perkataan perbuatan itu sendiri.

B. Pembahasan 1. Jenis Jenis samenloop Samenloop di bagi menjadi 3 bagian di khususkan pada perbuatan/perkara yang berbeda yaitu a. Een Daadse Samenloop (Concursus Idealis) b. Voor Gezette Handeling (Perbuatan Berlanjut) c. Meer Daadse Samenloop (Concurcus Realis) a. Een Daadse Samenloop (Concursus Idealis) Adalah suatu tindakan / perbuatan terlanggar lebih dari satu pasal KUHP / pasal lain. Sistem pemberian pidana dalam concursus idealis adalah Absorbsi, yaitu hanya dikenakan pidana pokok yang terberat, Contohnya : 1) Orang yang membunuh tembak seseorang yang terhalangi kaca dan menyebabkan kaca tersebut pacah / hancur, maka pecahnya kaca tersebut melanggar pasal 406 KUHP dengan ancaman hukuman 2,8 tahun penjara, sedangkan terbunuhnya orang itu melanggar pasal 338 KUHP dengan ancaman pidana setinggi-tingginya 15 tahun penjara. Jadi dari beberapa tindak pidana tersebut hanya dikenakan hukuman yang terberatnya saja.

2) Terjadi pemerkosaan dijalan umum, maka pelaku dapat diancam dengan pidana penjara 12 tahun menurut pasal 285, dan pidana penjara 2 tahun 8 bulan menurut pasal 281. Dengan sistem asorbsi maka yang dijatuhkan pidana adalah pasal 285, yaitu 12 tahun.. Namun ketika terjadi perbedaan pada jenis pidana pokoknya, maka di ambil jenis pidana pokok yang terberat menurut pasal 10 KUHP. Selanjutnya didalam pasal 63 ayat (2) terkandung adagium (Lex specialis derogate legi generali) atau aturan undang-undang yang khusus meniadakan UU yang umum. Jadi ketika ada perbedaan antara aturan yang umum dan yang khusus maka diambil yang khusus. b. Voor Gezette Handeling (Perbuatan Berlanjut) Pengertian dari concursus berlanjut adalah suatu perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang atau berangsur-angsur dimana perbuatan itu sejenis berhubungan dan dilihat dalam satu perbuatan. Dalam MvT (Memorie van Toelichting), kriteria perbuatan-perbuatan itu ada hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut adalah :

Harus ada satu keputusan kehendak Masing- masing perbuatan harus sejenis Tenggang waktu antara perbuatan-perbuatan itu tidak terlalu lama

Batasan waktu yang terciri dalam concursus berlanjut adalah dibatasi pada putusan hakim (in kracht). Sistem pemberian pidana bagi perbuatan berlanjut menggunakan sistem absorbs, yaitu hanya dikenakan ancaman terberat. Dan apabila berbeda-beda, maka dikenakan ketentuan pidana pokok yang terberat. c. Meer Daadse Samenloop (Concurcus Realis) Pengertian concursus realis adalah seseorang melakukan beberapa perbuatan, dan masingmasing perbuatan itu berdiri sendiri. Sebagai suatu tindak pidana (tidak perlu sejenis dan tidak perlu berhubungan). Sistem pemberian pidana bagi concursus realis ada beberapa macam :

Absorbsi dipertajam yaitu Pengertian, apabila diancam dengan pidana pokok sejenis maka hanya dikenakan satu pidana dengan ketentuan bahwa jumlah maksimum pidana tidak boleh lebih dari jumlah maksimum terberat ditambah sepertiga.

Kumulatif diperlunak yaitu Apabila diancam dengan pidana pokok yang tidak sejenis maka setiap pidana pokok akan dikenakan dengan ketentuan jumlahnya tidak boleh melebihi jumlah pidana pokok terberat ditambah sepertiga.

Apabila concursus realis berupa pelanggaran, maka menggunakan sistem hukum kumulitf (Jumlah), Jumlah semua pidana yang diancamkan. Maksimum 1 tahun 4 bulan

Apabila concursus realis berupa kejahatan-kejahatan ringan, maka digunakan sistem pemberian pidana kumulatif, Maksimum pidana penjara 8 bulan.

2. Stelsel Pemidanaan Ada beberapa stelsel pemidanaan diantaranya sebagai berikut : a. stelsel pidana minimum secara umum ( algemene straftminima) yaitu ditentukan secara umum pidana terendah yang berlaku setiap pidana. Dalam KUHP : - pidana penjara terpendek adalah satu hari (pasal 12) - pidana kurungan terpendek adalah satu hari (pasal 18) - pidana denda paling sedikit adalah 25 sen (pasal 30) b. Stelsel pidana maksimum secara umum ( algemene strafmaxima) yaitu ditentukannya secara umum pidana tertinggi yang berlaku untuk setiap tindak pidana dengan pengecualian apabila ada hal hal yang memberatkan. Dalam KUHP :

Pidana penjara maximum 15 tahun berlanjut kecuali dalam hal tersebut pada pasal 12 ayat 3 Pidana kurungan maximun 1 tahun kecuali dalam hal tersebut mengandung unsur di pasal 18 ayat 2

c. Stelsel pidana maksimum secara khusus (speciale srafmaxima) yaitu ditentukan khusus untuk suatu tindak pidana maksimum acaman tindak pidananya atau jika di atur di luar kuhp ditentukan maksimum pidananya untuk suatu pasal atau beberapa pasal pada undang undang yang bersangkutan. Untuk stelsel pemidanaan samenloop ada beberapa stelsel pemidanaan yaitu : a. Commulatie Stelsel yaitu Apabila seseorang melakukan beberapa kali perbuatan pidana yang merupakan beberapa delik yang diancam dengan pidana sendiri-sendiri. Maka menurut sistem ini, tiap-tiap pidana yang diancamkan kepada tiap-tiap delik yang dilakukan oleh orang itu dijumlahkan. b. Absorptie Stelsel yaitu Apabila seseorang melakukan beberapa delik yang masingmasing diancam dengan pidana yang berlain-lainan, maka menurut sistem ini hanya dijatuhi satu hukuman saja, yaitu pidana yang terberat walaupun orang tersebut melakukan beberapa delik. c. Apabila seseorang melakukan perbuatan yang merupakan beberapa jenis delik yang diancam dengan pidana yang berlain-lainan. Menurut stelsel ini, pada hakikatnya hanya dijatuhi satu pidana yaitu pidana terberat akan tetapi ditambah 1/3 nya. d. Commulatie sedang yaitu Apabila seseorang melakukan beberapa jenis delik yang masing-masing diancam dengan pidana sendiri-sendiri, maka menurut sistem ini, semua pidana yang diancamkan oleh masing-masing delik dijatuhkan semuanya. akan tetapi, jumlah dari pidana itu harus dikurangi, yaitu jumlahnya tidak boleh melebihi dari pidana yang terberat ditambah 1/3.

C. Penutup 1) Ajaran perbarengan perbuatan pidana (concursus atau samenloop) membahas perbuatan seseorang yang melakukan beberapa perbuatan pidana sekaligus, atau melakukan satu perbuatan yang diatur dalam beberapa ketentuan pidana. 2) KUHP mengatur perbarengan peraturan, perbuatan berlanjut dan perbarengan perbuatan pidana dalam buku kedua bab VI pasal 63-71. 3) Concursus terbagi menjadi tiga bentuk, yaitu: Concursus Idealis (eendaadsche samenloop) Concursus realis (meerdaadsche samenloop)

Perbuatan lanjutan (voortgezette handeling)

Secara garis besar, akibat hukum yang timbul dari concursus adalah sebagai berikut: : Untuk concursus idealis, sanksi pidana yang dikenakan terhadap pelakunya adalah hukuman pidana pokok yang paling berat. Untuk concursus realis, jika hukuman pokoknya sejenis, maka satu hukuman saja yang dijatuhkan. Sedangkan apabila hukuman pokoknya tidak sejenis, maka setiap hukuman dari masing-masing perbuatan pidana itu dijatuhkan. Untuk perbuatan berlanjut, dikenai ancaman pidana yang terberat atau yang mengandung ancaman hukuman yang lebih berat. Harapan untuk penegak hukum agar selalu mempertimbangkan dan menganalisis suatu permasalahan dengan menyeluruh sehingga mendapatkan suatu penafsiran yang tidak salah, terutama Hakim. Selain itu, suatu pelatihan mengenai teori-teori hukum pidana diperlukan oleh para penegak hukum, agar kesalahan dalam praktek hukum bisa berkurang. Pemahaman ataupun konsep yang salah akan menimbulkan permasalahan yang berlarut-larut dan kontroversial. Dengan demikian, teori-teori gabungan tindak pidana hendaknya tidak ditafsirkan secara leterlijk saja yaitu yang berdasar pada undang-undang, tetapi juga sumber hukum tidak terbatas dari perundang-undangan, akan tetapi meliputi juga doktrin, yurisprudensi hakim dan lain-lain

DAFTAR PUSTAKA Kanter, E.Y. dan S.R. Sianturi. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya. Jakarta: Penerbit Storia Grafika, 2002 Lamintang, P.A.F.. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia , (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,1997). Loqman, Loebby. Percobaan, Penyertaan, dan Gabungan Tindak Pidana. (Jakarta: UniversitasTarumanegara, 1996). Marpaung, Leden .Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, (Jakarta : Sinar Grafika, 2005). Sianturi, S.R.. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, (Jakarta: Rineka Cipta,1985). Simons, Leerboek van het Nederlandsee Straftrecht, P. Noordhoff N. V. (Groningen: Batavia,1937).

You might also like