You are on page 1of 4

Kekuasaan Michel Foucault

Pemikiran Kekuasaan Michel Foucault


Kekuasaan bukanlah sesuatu yang sifatnya tunggal ataupun memiliki inti, tetapi kekuasaan adalah sesuatu yang terus berputar. Selanjutnya, Foucault juga menyebutkan bahwa kekuasaan mencakup semua aspek dalam kehidupan sosial, bentuknya pun beragam, terdapat dimana-mana dan sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari, hal ini ia utarakan untuk mengkritik pandangan masyarakat yang berpikiran bahwa ranah kekuasaan hanyalah yang berhubungan dengan kedisiplinan. Lebih lanjut, pemikiran Foucault tentang kekuasaan juga berusaha untuk menyadarkan bahwa selain sesuatu yang sifatnya represif, kekuasaan sebenarnya juga dapat berbentuk indoktrinasi nilai-nilai. Foucault membandingkan antara bentuk kekuasaan yang sifatnya klasik dengan kekuasaan modern. Jika pada kekuasaan klasik yang ditonjolkan adalah hukuman fisik baik yang ringan, berat, ataupun hukuman mati, bentuk kekuasaan modern lebih pada aturanaturan yang harus dipatuhi. Di sisi lain, Foucault juga beranggapan bahwa operasi kekuasaan, baik yang paling jelas ataupun yang paling sulit diidentifikasi, adalah sebuah diskursus (wacana). Foucault menyatakan bahwa apa yang dibahas dalam suatu wacana adalah selalu kehendak dan kekuasaan yang kemudian berdampak pada pembentukan suatu kebenaran. Bagi Foucault, kebenaran adalah sebuah obyek (yang sarat dengan fungsi kuasa) yang lahir dari suatu wacana. Pengetahuan dan kekuasaan adalah konsep Foucault yang menarik, karena Foucault mendefinisikan kuasa agak berbeda dengan para ahli yang lain. Kuasa oleh Foucault tidak diartikan kepemilikan. Kuasa menurut Foucault tidak dimiliki tetapi dipraktikkan dalam suatu ruang lingkup tertentu di mana ada banyak posisi yang secara strategis berkaitan satu sama lain (Eriyanto, 2001: 65). Bagi Foucault, kekuasaan selalu terakulasikan melalui pengetahuan, dan pengetahuan selalu punya efek kuasa. Konsep Foucault ini membawa konsekuensi untuk mengetahui bahwa untuk mengetahui kekuasaan dibutuhkan penelitian mengenai produksi pengetahuan yang melandasi kekuasaan (Eriyanto, 2001: 66). Karena setiap kekuasaan disusun dan dimapankan oleh pengetahuan dan wacana tertentu. Oleh karena itu, dalam menentukan kebenaran bagi Foucault tidak dipahami sebagai sesuatu yang datang begitu saja (konsep yang abstrak). Kebenaran menurut Foucault diproduksi oleh setiap kekuasaan. Kekuasaan menghasilkan pengetahuan. Kekuasaan dan

pengetahuan secara langsung saling memperngaruhitidak ada hubungan kekuasaan tanpa ada konstitusi korelatif dari bidang pengetahuannya (Michel Foucault, 1979: 27). Apa yang hendak dibongkar oleh Foucault adalah bagaimana orang- orang mengatur atau meregulasi diri mereka sendiri dan orang lain dengan menciptakan klaim kebenaran (sebuah pembakuan atau pemutlakan benar-salah, baik-buruk, indah-jelek) dapat dibuat teratur, tetap, dan stabil. Oleh karena itu, Foucault meyakini bahwa kuasa tidak bekerja melalui represi, tetapi melalui normalisasi dan regulasi. Kuasa tidak bekerja secara negatif dan represif, tetapi melainkan dengan cara positif dan produktif. Menurut Foucault, kuasa adalah nama yang diberikan kepada situasi strategis yang rumit dalam masyarakat tertentu (Foucoult, 1997). Dalam hubungan itu, kata Foucault, tentu saja ada pihak yang di atas dan di bawah, di pusat dan di pinggir, di dalam dan di luar. Tetapi ini tidak berarti kekuasaan terletak di atas, di pusat, dan di dalam. Sebaliknya, kekuasaan menyebar, terpencar, dan hadir di mana-mana seperti jejaring yang menjerat kita semua. Kekuasaan merasuki seluruh bidang kehidupan manyarakat modern. Kekuasaan berada di semua lapisan, kecil dan besar, laki-laki dan perempuan, dalam keluarga, di sekolah, kampus, dsb. Kekuasaan itu ialah kekuasaan untuk menjamin normalitas, regularitas, familiaritas. Negara memang penting, namun kekuasaan untuk menjamin normalitas ini lebih dari sekadar kekuasaan negara. Pertama, negara tak mencakup semua hubungan kekuasaan aktual. Kedua, negara hanya dapat beroperasi secara efektif berdasarkan relasi-relasi kekuasaan lain yang sudah ada, serangkaian jaringan kekuasaan beraneka yang sudah beroperasi pada berbagai hal, semisal teknologi, pengetahuan, puak dan marga, keluarga inti, bahkan tubuh dan seksualitas. Kekuasaan itu menyebar. Subjek, begitu pun institusi, adalah korban sekaligus penjelmaan dari kekuasaan. Konsep kuasa Foucault di atas menampilkan substansi (apa) dan operasi (bagaimana) fenomena kuasa dalam keseharian. Secara substansial Foucault menyatakan bahwa pelaksanaan kekuasaan terus-menerus menciptakan pengetahuan dan sebaliknya pengetahuan tak henti-hentinya menimbulkan efek-efek kekuasaan. Selain itu Foucault juga menunjukkan bahwa secara operasional kekuasaan adalah strategi yang menyebar, terpencar, dan hadir di mana-mana seperti jejaring yang menjerat siapapun. Pengetahuan dan kuasa saling mengandaikan. Kuasa menjelma ke dalam pengetahuan agar ia operatif dan efektif merasuki alam bawah sadar setiap orang melalui kebudayaan yang memikat, nilai-nilai yang memukau, dan kebijakan-kebijakan yang baik, sebagaimana juga melalui tekanan, sanksi, bayaran, suap. Jadi pengetahuan menghasilkan baik sumber-sumber kuasa lunak maupun kuasa keras.

Tujuan utama Foucault adalah mengkritik cara masyarakat modern mengontrol dan mendisiplinkan anggota-anggotanya dengan mendukung klaim dan praktik pengetahuan ilmu manusia: kedokteran, psikiatri, psikologi, kriminologi dan sosiologi. Ilmu manusia telah menetapkan norma-norma tertentu dan noram tersebut direproduksi serta dilegitimasi secara terus-menerus melalui praktik para guru, pekerja sosial, dokter, hakim, polisi dan petugas administrasi. Ilmu manusia menempatkan manusia menjadi subyek studi dan subyek negara. Terjadi ekspansi sistem administrasi dan kontrol sosial yang dirasionalkan secara terusmenerus (Sarup, 1993: 108-110). Memasukkan pemikiran Foucault tentang seksualitas dan kekuasaan sebagai amunisi penting untuk menganalisis tubuh dan kesehatan perempuan dalam relasi kuasa yang tidak seimbang, merupakan langkah-langkah strategis yang tak dapat dilepaskan dari pergerakan feminisme. Feminisme berusaha untuk membongkar diskursus atau wacana-wacana yang bersifat misoginis. Pembongkaran suatu wacana seringkali membutuhkan keajegan berpikir, koherensi dan semua ini menurut Arivia (2003:17) memerlukan refleksi filsafat. Melalui refleksi filsafat, akan ditinjau bagaimanakah diskursus tentang tubuh mempengaruhi kesehatan reproduksi dan kualitas hidup perempuan. Pemikiran filsafat tentang tubuh dan kesehatan perempuan belum banyak mendapat tempat dalam filsafat meanstream yang cenderung misoginis. Atas dasar itulah, dirasakan perlu dilakukan kajian secara mendalam tentang tubuh dan kesehatan perempuan dari perspektif filsafat feminis. Gagasan Foucault tentang kekuasaan yang tersebar memungkinkan kelompokkelompok marginal, termasuk kelompok perempuan untuk mengeksplorasi dan membongkar permasalahan yang membelenggu kehidupan mereka. Dikatakan bahwa pemikiran Foucault dapat digunakan menjadi alat picu kebangkitan kesadaran akan kolektivitas dan pluralitas peradaban. Pemikiran Foucault tentang kekuasaan menjadi pemikiran penting untuk membuat membongkar dan perubahan. Pemikirannya dapat digunakan untuk mendorong suatu perubahan paradigma dalam keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Mendorong perubahan paradigma di dalam ilmu pengetahuan dan dunia pendidikan, termasuk dalam pendidikan kedokteran, serta mendorong perubahan kebijakan dan program dalam berbagai bidang pembangunan lainnya. Daftar Pustaka

George Ritzer dan Douglas J. Goodman. 2010. Teori Sosiologi. Bantul: Kreasi Wacana http://jefasta.multiply.com/journal/item/4/Michael_Foucoult_Pemikiran_tentang_Kekuasaan

http://www.scribd.com/doc/26994716/Konsep-Kuasa-Michel-Foucault-untuk-AnalisisWacana-Kritis

You might also like