You are on page 1of 38

BAB 1 PENDAHULUAN Hipertiroidisme adalah suatu keadaan klinik yang ditimbulkan oleh sekresi berlebihan dari hormon tiroid.

Didapatkan pula peningkatan produksi triiodotironin (T3) sebagai hasil meningkatnya konversi tiroksin (T4) di jaringan perifer. Pertama kali dilaporkan oleh Parry pada tahun 1825, kemudian Graves pada tahun 1835 dan disusul oleh Basedow pada tahun 1840. Dari berbagai penyebab hipertiroidisme, penyakit Graves atau penyakit Basedow atau penyakit Parry merupakan penyebab paling sering ditemukan.1 Penyakit Graves adalah suatu penyakti multisistemik yang karakteristik dengan adanya struma difusa, tirotoksikosis, oftalmopati infiltratif dan kadangkadang disertai dengan dermopati infiltratif. Penyakit Graves dikatakan merupakan penyakit autoimun kelenjar tiroid, hal ini didukung dengan adanya laporan-laporan tentang terdapatnya antibodi spesifik pada penderita penyakit Graves. Dikenal beberapa penyakit yang dapat menyebabkan hipertiroidi dengan penyebab tersering toxic diffuse goiter dan toxic nodular goiter, baik jenis multinoduler maupun soliter. Beberapa penyebab hipertiroidi yang lain dapat ditemukan pada tiroiditis subakuta, chronic autoimmune thyroiditis, karsinoma tiroid, struma ovarii, exogenous hyperthyroidism, hipertiroidi karena pemakaian yodium.1 Diagnosis hipertiroidisme didapatkan melalui berbagai pemeriksaan meliputi pengukuran langsung konsentrasi tiroksin bebas (dan sering triiodotironin) plasma dengan pemeriksaan radioimunologi yang tepat. Uji lain yang sering digunakan adalah pengukuran kecepatan metabolime basal, pengukuran konsentrasi TSH plasma, dan konsentrasi TSI.2 Pengobatan penderita hipertiroidi sangat komplek, dan masih banyak perbedaan pendapat dari para ahli tentang cara terbaik dalam pengobatan. Faktor sex, umur, berat ringannya penyakit, penyakit lain yang menyertainya, penerimaan penderita serta pengalaman dari pengelola hams dipertimbangkan.1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Hipertiroidisme adalah tirotoksikosis yang diakibatkan oleh kelenjar tiroid yang hiperaktif. Tirotoksikosis ialah manifestasi kelebihan hormon tiroid yang beredar dalam sirkulasi.2 2.2 Epidemiologi Jumlah penderita penyakit ini di seluruh dunia pada tahun 1960 diperkirakan 200 juta, 12 juta diantaranya terdapat di Indonesia. Angka kejadian hipertiroidisme yang didapat dari beberapa klinik di Indonesia berkisar antara 44,44%-48,93% dari seluruh penderita dengan penyakit kelenjar gondok. Insiden keseluruhan hipertiroidisme di Amerika Serikat diperkirakan antara 0,5% dan 1,3% dengan sebagian besar berupa keadaan subklinis. Sebuah studi berdasarkan populasi di Inggris dan Irlandia menemukan insiden sebesar 0,9 kasus per 100,000 anak berusia lebih muda dari 15 tahun, ini menunjukkan bahwa insiden penyakit meningkat dengan usia. Prevalensi hipertiroidisme kira-kira 5-10 kali lebih rendah daripada hipotiroidisme.1,3 Distribusi jenis kelamin dan umur pada penyakit hipertiroid sangat bervariasi. Perbandingan wanita dan laki-laki pada RSUP Palembang adalah 3,1:1, di RSCM Jakarta 6:1, di RS Soetomo 8:1 dan di RSHS Bandung 10:1. Sedangkan distribusi menurut umur di RSUP Palembang yang terbanyak adalah pada usia 21-30 tahun (41,73%) tetapi menurut beberapa penulis lain puncaknya antara usia 30-40 tahun.1

2.3 Etiologi Lebih dari 90% hipertiroidisme adalah akibat penyakit Graves dan nodul tiroid toksik.3

2.4 Kelenjar Tiroid 2.4.1 Anatomi Kelenjar Tiroid Kelenjar tiroid/gondok terletak di bagian bawah leher, kelenjar ini memiliki dua bagian lobus yang dihubungkan oleh ismus yang masing-masing berbetuk lonjong berukuran panjang 2,5-5 cm, lebar 1,5 cm, tebal 1-1,5 cm dan berkisar 10-20 gram. Kelenjar tiroid sangat penting untuk mengatur metabolisme dan bertanggung jawab atas normalnya kerja setiap sel tubuh. Kelenjar ini memproduksi hormon tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) dan menyalurkan hormon tersebut ke dalam aliran darah. Terdapat 4 atom yodium di setiap molekul T4 dan 3 atom yodium pada setiap molekul T3. Hormon tersebut dikendalikan oleh kadar hormon perangsang tiroid TSH (thyroid stimulating hormone) yang dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis. Yodium adalah bahan dasar pembentukan hormon T3 dan T4 yang diperoleh dari makanan dan minuman yang mengandung yodium. Gambar anatomi tiroid dapat dilihat di bawah ini.4

Gambar 2.1. Kelenjar Tiroid

2.4.2 Regulasi Hormon Tiroid Regulasi hormon tiroid adalah sebagai berikut.

Gambar 2.2 Regulasi Hormon Tiroid

Hipotalamus sebagai master gland mensekresikan TRH (Tyrotropine Releasing Hormone) untuk mengatur sekresi TSH oleh hipofisis anterior. Kemudian tirotropin atau TSH (Thyroid Stimulating Hormone) dari hipofisis anterior meningkatkan sekresi tiroid dengan perantara cAMP. Mekanisme ini mempunyai efek umpan balik negatif, bila hormon tiroid yang disekresikan berlebih, sehingga menghambat sekresi TRH maupun TSH. Bila jumlah hormon tiroid tidak mencukupi, maka terjadi efek yang sebaliknya.2

2.4.3 Fungsi dan Efek Hormon Tiroid Efek yang umum dari hormon tiroid adalah mengaktifkan transkripsi inti sejumlah besar gen. Oleh karena itu, di semua sel tubuh sejumlah besar enzim protein, protein struktural, protein transpor, dan zat lainnya akan disintesis. Hasil akhirnya adalah peningkatan menyeluruh aktivitas fungsional di seluruh tubuh. Hormon tiroid meningkatkan aktivitas metabolik selular dengan cara meningkatkan aktivitas dan jumlah sel mitokondria, serta meningkatkan transpor aktif ion-ion melalui membran sel. Hormon tiroid juga mempunyai efek yang umum juga spesifik terhadap pertumbuhan. Efek yang penting dari fungsi ini adalah meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan otak selama kehidupan janin dan beberapa tahun pertama kehidupan pascalahir.3 Efek hormon tiroid pada mekanisme tubuh yang spesifik meliputi peningkatan metabolisme karbohidrat dan lemak, peningkatan kebutuhan vitamin, meningkatkan laju metabolisme basal, dan menurunkan berat badan. Sedangkan efek pada sistem kardiovaskular meliputi peningkatan aliran darah dan curah jantung, peningkatan frekuensi denyut jantung, dan peningkatan kekuatan jantung. Efek lainnya antara lain peningkatan pernafasan, peningkatan motilitas saluran cerna, efek merangsang pada sistem saraf pusat (SSP), peningkatan fungsi otot, dan meningkatkan kecepatan sekresi sebagian besar kelenjar endokrin lain.3 2.5 Penyakit Graves Penyakit Graves (goiter difusa toksika) merupakan penyebab tersering hipertiroidisme adalah suatu penyakit otonium yang biasanya ditandai oleh produksi otoantibodi yang memiliki kerja mirip TSH pada kelenjar tiroid. Penderita penyakit Graves memiliki gejala-gejala khas dari hipertiroidisme dan gejala tambahan khusus yaitu pembesaran kelenjar tiroid/struma difus, oftamopati (eksoftalmus/ mata menonjol) dan kadang-kadang dengan dermopati.3,4,5 Penyakit Graves merupakan salah satu penyakit otoimun, dimana penyebabnya sampai sekarang belum diketahui dengan pasti. Penyakit ini mempunyai predisposisi genetik yang kuat, dimana 15% penderita mempunyai hubungan keluarga yang erat dengan penderita penyakit yang sama. Sekitar 50% dari keluarga penderita penyakit Graves, ditemukan autoantibodi tiroid didalam

darahnya. Penyakit ini ditemukan 5 kali lebih banyak pada wanita dibandingkan pria, dan dapat terjadi pada semua umur. Angka kejadian tertinggi terjadi pada usia antara 20 tahun sampai 40 tahun.1 Pada penyakit Graves, limfosit T mengalami perangsangan terhadap antigen yang berada didalam kelenjar tiroid yang selanjutnya akan merangsang limfosit B untuk mensintesis antibodi terhadap antigen tersebut. Antibodi yang disintesis akan bereaksi dengan reseptor TSH didalam membran sel tiroid sehingga akan merangsang pertumbuhan dan fungsi sel tiroid, dikenal dengan TSH-R antibody. Adanya antibodi didalam sirkulasi darah mempunyai korelasi yang erat dengan aktivitas dan kekambuhan penyakit. Mekanisme otoimunitas merupakan faktor penting dalam patogenesis terjadinya hipertiroidisme, oftalmopati, dan dermopati pada penyakit Graves. Sampai saat ini dikenal ada 3 otoantigen utama terhadap kelenjar tiroid yaitu tiroglobulin (Tg), thyroidal peroxidase (TPO) dan reseptor TSH (TSH-R). Disamping itu terdapat pula suatu protein dengan BM 64 kiloDalton pada permukaan membran sel tiroid dan sel-sel orbita yang diduga berperan dalam proses terjadinya perubahan kandungan orbita dan kelenjar tiroid penderita penyakit Graves. Sel-sel tiroid mempunyai kemampuan bereaksi dengan antigen diatas dan bila terangsang oleh pengaruh sitokin (seperti interferon gamma) akan mengekspresikan molekul-molekul permukaan sel kelas II (MHC kelas II, seperti DR4) untuk mempresentasikan antigen pada limfosit T.6 2.6 Manifestasi Klinis Pada hipertiroidisme, kelenjar tiroid dipaksa mensekresikan hormon hingga diluar batas, sehingga untuk memenuhi pesanan tersebut, sel-sel sekretoris kelenjar tiroid membesar. Gejala klinis pasien yang sering berkeringat dan suka hawa dingin termasuk akibat dari sifat hormon tiroid yang kalorigenik, akibat peningkatan laju metabolisme tubuh yang diatas normal. Bahkan, akibat proses metabolisme yang keluar jalur ini, terkadang penderita hipertiroidisme mengalami kesulitan tidur. Efek pada kepekaan sinaps saraf yang mengandung tonus otot sebagai akibat dari hipertiroidisme ini menyebabkan terjadinya tremor otot yang halus dengan frekuensi 10-15 kali perdetik, sehingga penderita

mengalami gemetar tangan yang abnormal. Nadi yang takikardi, atau diatas normal juga merupakan salah satu efek hormon tiroid pada sistem kardiovaskuler. Exopthalmus yang terjadi merupakan reaksi inflamasi autoimun yang mengenai daerah jaringan periorbital dan otot-otot ekstraokular, akibatnya bola mata terdesak keluar.6-9 Pada kebanyakan penderita tetapi biasanya ringan. Melemahnya kelopak mata atas sehingga mata tampak menurun, menggangguk onvergensi dan retraksi kelopak mata atas serta mungkin akan jarang berkedip. Kulit halus dan memerah dengan keringat berlebihan. Kelemahan otot adalah tidak lazim tetapi dapat cukup berat sehingga mengakibatkan jatuh. Takikardia, palpitasi, dispnea, dan insufisiensi serta pembesaran jantung menyebabkan ketidaknyamanan tatapi jarang membahayakan kehidupan penderita. Fibrillasi atrium merupakan komplikasi yang jarang. Regurgitasi mitral mungkin akibat dari disfungsi otot papillaris, merupakan penyebab bising sistolik apeks yang ada pada beberapa penderita. Tekanan darah sistolik dan tekanan nadi meningkat. Banyak temuan pada penyakit Graves akibat dari hiperaktivitas sistem syaraf simpatis.9-11

Gambar 2.2 Hipertiroidisme

Tabel 2. Gambaran Klinis Hipertiroidisme

Dikutip dari: Buku Ajar Ilmi Penyakit Dalam, FKUI hal: 768

2.7 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium yang digunakan untuk menegakkan diagnosis adalah:

Thyroid Stimulating Hormone (TSH)

Pemeriksaan TSH menggunakan metode IMA (immunometric assay) yang lebih sensitif 10 sampai 100 kali dari metode competitive binding assay-RIA sehingga hasil yang diperoleh disebut TSH sensitif (TSHs).11 Kadar TSH biasanya rendah pada penderita penyakit Graves dan semua bentuk tirotoksikosis.1,2,6 Perlu diperhatikan bahwa kadar TSHs subnormal dapat ditemukan pada beberapa keadaan berikut ini
11

: (1) penyakit hipofisis atau

hipotalamus, (2) semester pertama kehamilan, (3) penderita penyakit

nontiroid,

dan

atau

sedang

dalam

pengobatan

dengan

dopamin,

glukokortikoid, serta beberapa obat lainnya, (4) penyakit psikiatrik akut. Kadar TSH serum normal berkisar antara 0,4-4,8 U/ml.4 Tiroksin (T4) Kadar tiroksin serum total (TT4) dan T4 bebas (FT4) meningkat pada semua penderita dengan tirotoksikosis.1,2,6 Kadar T4 dan T3 (Triiodotironin) dalam darah sangat dipengaruhi oleh protein pengangkut seperti TBG (Thyroxine Binding Globulin) dan TBPA (Thyroxine Binding Prealbumin). Untuk mengoreksi pengaruh protein pengangkut, dilakukan pengukuran terhadap kadar T4 bebas.10 Kadar normal dari TT4 adalah sebesar 5-12 g/dl, sedangkan FT4 normal sebesar 2 ng/dl. Triiodotironin (T3) T3 meningkat pada semua penderita dengan tirotoksikosis kecuali penderita tersebut sakit akut atau kronis, malnutrisi atau menggunakan obat-obatan (Propylthiouracil) yang bekerja dengan menghambat konversi T4 menjadi T3 di perifer. T3 sedikit meningkat pada obesitas dan asupan berlebih. Kadar T3 lebih tinggi pada balita dibandingkan dengan anak yang lebih tua. Anak dengan resistensi pituitari terhadap hormon tiroid juga mengalami peningkatan kadar T3 dalam serum.9 Klirens T3 dalam darah lebih cepat dibandingkan dengan T4 sehingga penentuan kadar T3 yang dihasilkan kelenjar tiroid tidak begitu penting artinya dalam menilai fungsi.11 Kadar T3 serum total normalnya sekitar 80-200 ng/dl dan FT3 normal sebesar 0,4 ng/dl.4 Autoantibodi Tiroid Yang termasuk autoantibodi adalah (1) thyroglobulin antibody (Tg Ab), (2) thyroperoxidase antibody (TPO Ab), dan (3) TSH receptor antibody, baik yang stimulating (TSH-R Ab [stim]) atau blocking (TSH-R Ab [block]). Tg Ab dan TPO dengan Ab menggunakan teknik radoimmunoassay (RIA) ditemukan pada 97% penderita penyakit Graves dan tiroiditis Hashimoto. Tg Ab tinggi pada awal terjadinya tiroiditis Hashimoto dan kemudian menurun. TPO Ag biasanya terdeteksi seumur hidup penderita. Titer kedua antibodi tersebut akan menurun jika diberikan terapi T4 pada tiroiditis Hashimoto atau terapi antitiroid pada penyakit Graves. Hasil yang positif pada pemeriksaan

kedua antibodi tersebut merupakan indikasi kuat adanya penyakit autoimun tiroid tapi tidak spesifik untuk tipe penyakitnya, seperti hipertiroid, hipotiroid, atau goiter. TSH-R Ab [stim] diukur dengan teknik bioassay menggunakan sel tiroid manusia atau menggunakan sel ovarium hamster yang sudah dikenalkan dengan gen reseptor TSH manusia sebagai media kultur. Pada media kultur tersebut kemudian diinkubasikan serum atau IgG penderita penyakit Graves. Kemudian diukur peningkatan cAMP pada media kultur tersebut. Tes ini positif pada 80% sampai 100% penderita dengan penyakit Graves yang belum mendapat terapi dan tidak terdeteksi pada manusia sehat atau penderita tiroiditis Hashimoto (tanpa oftalmopati), nontoksik goiter, atau goiter nodular toksik. Tes ini sangat berguna untuk mendiagnosis penyakit Graves pada penderita dengan eutiroid oftalmopati atau untuk memprediksi penyakit Graves pada neonatus dari ibu dengan riwayat penyakit Graves atau yang masih aktif menderita penyakit Graves.1,2,9 Pemeriksaan TSH-R Ab dengan bioassay termasuk mahal dan tidak tersedia secara luas.5

Radioactive Iodine Uptake (RAIU)


131

Uji ini berdasarkan kemampuan kelenjar tiroid menangkap iodium radioaktif (123I atai I). Dengan mengukur persentase penangkapan iodium radioaktif pada waktu-waktu tertentu setelah pemberiannya maka dapat dinilai kinetik iodium intratiroid yang secara tidak langsung menggambarkan pula fungsi kelenjar tiroid.10 RAIU tinggi pada penyakit Graves, meningkat ringan atau normal pada multinodular toksik goiter, dan rendah pada tiroiditis.2,9 Alur pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis pada hipertiroidisme dapat dilihat pada gambar 1. Kombinasi dari peningkatan FT4 dan penurunan TSH digunakan untuk menegakkan hipertiroidisme. Jika terdapat tanda-tanda oftalmopati pada penderita maka diagnosis penyakit Graves dapat ditegakkan. Jika tanda-tanda oftalmopati tidak ada dan penderita hipertiroid dengan atau tanpa goiter, perlu dilakukan tes radioiodine uptake. Uptake yang meningkat merupakan diagnosis dari penyakit Graves atau goiter nodular toksik.1 Pemeriksaan TPO Ab berguna untuk diferensial diagnosis, tapi pemeriksaan TSHR Ab tidak selalu diperlukan.6

10

Gambar 1. Tes Laboratorium untuk Diagnosis Banding Hipertiroidisme1 Pemeriksaan Radiologis Di samping gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah dengan pemeriksaan radiologis (Thyroid scanning, USG, CT scan) dan histologis (FNAB): Thyroid scanning
131

Isotop yang sering digunakan untuk imaging tiroid adalah

I,

99m

Tc, dan

123

I.

Pada penilaian awal digunakan untuk mengevaluasi nodul goiter yang asimetrik, hipertrofi lobus yang menyebabkan tampaknya suatu nodul atau massa, dan menilai massa substernal. Scan tiroid juga digunakan untuk penilaian lanjutan pada penderita dengan penurunan TSH.12 Scan tiroid memberikan informasi tentang ukuran tiroid, dan distribusi geografik dari aktifitas fungsional kelenjar tiroid. Nodul tiroid yang berfungsi melebihi jaringan tiroid yang normal disebut dengan hot nodule dan yang tidak berfungsi disebut cold nodule. Warm nodule memiliki fungsi yang sama dengan jaringan tiroid normal.1,12 Tidak semua penderita dengan nodul tiroid
11

memerlukan scan tiroid, FNAB dapat digunakan untuk evaluasi awal suatu nodul tiroid.12 Indikasi scan tiroid adalah
11

: (1) evaluasi morfologik

fungsional nodul tiroid soliter, (2) evaluasi massa di mediastinum bagian atas, (3) membedakan penyakit Plummer dari penyakit Graves dengan komponen nodosa, (4) mendeteksi jaringan fungsional yang tersisa pasca tiroidektomi, (5) mendeteksi sisa jaringan tiroid atau metastase karsinoma tiroid berdiferensiasi baik, (6) evaluasi penyebab hipertiroidisme neonatal, (7) evaluasi massa di daerah leher atau jaringan tiroid ektopik.

Ultrasonografi (USG)

Dalam tirodologi kegunaan utama USG adalah untuk menentukan volume, besar, ukuran kelenjar, dan untuk membedakan apakah suatu nodul kistik atau padat. Suatu nodul yang secara klinis soliter, mungkin ditemukan multipel pada USG. USG dengan resolusi tinggi dan real time imaging, dapat pula divisualisasikan aliran vaskuler ke dan dari kelenjar tiroid. USG tidak dapat menentukan apakah suatu lesi tiroid jinak atau ganas.14

Computed Tomografi (CT) Scan dan Magnectic Resonance

Imaging (MRI) CT Scan biasanya dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya oftalmopati. Jika oftalmopati sudah jelas maka CT Scan digunakan untuk evaluasi pengobatan oftalmopati.9 CT scan mampu memvisualisasikan dengan baik hubungan kelenjar tiroid dengan organ sekitar, ukuran kelenjar, volume, serta kepadatan jaringan kelenjar tiroid. Manfaat MRI dalam tirodologi hampir sama dengan CT scan, namun MRI dapat mendeteksi kekambuhan karsinoma dan membedakannya dengan fibrosis. MRI dan CT scan juga tidak dapat membedakan apakah suatu lesi bersifat ganas atau tidak.14 Pemeriksaan Histologis Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB) pada kelenjar tiroid dilakukan untuk mengetahui adanya suatu keganasan pada suatu nodul tiroid. 12 Pemeriksaan histologi kelenjar tiroid penderita penyakit Graves didapatkan hiperplasia yang difus. Dapat terlihat hilangnya koloid tiroid normal dan kelenjar yang hiperemis. Terjadi pembentukan banyak folikel kecil baru, dan sel tiroid membentuk struktur kolumnar tinggi. Pembuluh darah lebih besar dari normal. Infiltrat limfosit

12

ditemukan di antara folikel dan dapat ditemukan hiperplasia limfoid. Sel T dan sel B dapat ditemukan.2 FNAB pada kelenjar tiroid jarang diindikasikan pada penyakit Graves.15 2.8 Diagnosis Diagnosis dapat ditegakkan pada penderita dengan tirotoksikosis yang telah dibuktikan secara biokimiawi, goiter yang difus pada palpasi, oftalmopati, TPO Ab positif, dan adanya riwayat pribadi atau keluarga terhadap adanya kelainan autoimun. Secara klinis juga dapat dihitung indeks Wayne untuk membuktikan apakah seseorang termasuk hipertiroid atau eutiroid.10 Indeks Wayne Subyektif Dyspneu on effort Palpitasi Capai/lelah Suka udara panas Suka udara dingin Banyak keringat Gelisah Nafsu makan meningkat Nafsu makan menurun Berat badan meningkat Berat badan menurun Nilai +1 +2 +2 -5 +5 +3 +2 +3 -3 -3 +3 Obyektif Ada Tidak Ada -3 -2 0 0 0 -2 -2 -1 0 0 0 0 0

Pembesaran kelenjar tiroid +3 Bruit di atas tiroid +2 Eksoftalmus +2 Lid retraction +2 Lid lag +1 Hiperkinesis +4 Tangan panas +2 Tangan basah +1 Tremor halus +1 Atrial fibrilasi +4 Nadi <80 kali/menit -3 Nadi 80-90 kali/menit Nadi >90 kali/menit +3 Interpretasi hasil penghitungan indeks Wayne adalah sebagai berikut : <10 10-20 > 20 : Eutiroid : Mungkin hipertiroid : Hipertiroid

2.9 Penatalaksanaan Sasaran terapi hipertiroidisme adalah 4: (1) menghambat sintesis hormon tiroid, (2) menghambat sekresi hormon tiroid, (3) menekan konversi T4 menjadi T3 di perifer, dan (4) mengurangi massa kelenjar tiroid. Saat ini pilihan terapi: (1) obat antitiroid, (2) iodin radioaktif, (3) pembedahan.
13

Pengobatan yang ideal untuk penyakit Graves bertujuan untuk menangani respon autoimun pada kelenjar tiroid dan orbita, namun belum ada pengobatan yang spesifik untuk mengatasi respon autoimun tersebut, sehingga tidak memungkinkan untuk menormalkan fungsi kelenjar tiroid dan menghilangkan oftalmopati.5 Obat Antitiroid Tujuan pemberian obat antitiroid adalah11: (1) sebagai terapi yang berusaha memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang menetap pada penderita muda dengan struma ringan sampai sedang dan tirotoksikosis, (2) sebagai obat untuk kontrol tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan atau sesudah pengobatan pada penderita yang mendapat yodium radioaktif, (3) sebagai persiapan untuk tiroidektomi, (4) untuk pengobatan penderita hamil dan lanjut umur, dan (5) penderita dengan krisis tiroid. Obat antitiroid yang sering digunakan untuk menangani penyakit Graves adalah golongan thionamide yang bekerja dengan menghambat oksidasi dan pengikatan iodida sehingga mengakibatkan defisiensi iodin intratiroid. Propylthiouracil (PTU) dapat menekan konversi T4 menjadi T3 pada jaringan perifer.16 Berikut obat golongan thionamide yang digunakan untuk terapi penyakit Graves 9,13: 1. Methimazole Merupakan obat pilihan kecuali pada krisis tiroid dan Tidak menghambat konversi perifer dari T4 menjadi T3 Tidak memiliki efek segera. Waktu paruh lebih lama dibandingkan PTU, maka dari itu obat Tidak berhubungan dengan hepatitis Memiliki hubungan yang lemah dengan aplasia kutis pada Dosis dewasa: dosis awal 10-15 mg per oral dua kali sehari pengobatan pada wanita hamil.

ini dapat diberikan dua kali sehari.

neonatal setelah terjadi paparan in utero. kemudian dilakukan titrasi cepat sampai setengah dosis awal setelah tercapai keadaan eutiroid.

14

Dosis anak-anak: dosis awal 15-20 mg/m2/hari per oral dibagi

dalam dua kali pemberian per hari kemudian dilakukan titrasi sampai tercapai dosis efektif terendah untuk mempertahankan keadaan eutiroid. Kontraindikasi pada hipersensitivitas, neutropenia, penyakit Interaksi: mempunyai aktivitas antivitamin K dan mungkin Monitor dengan melakukan pemeriksaan darah rutin, hitung hati, kehamilan, wanita menyusui, dan badai tiroid. meningkatkan aktivitas obat antikoagulan oral. jenis, dan tes fungsi hati. Juga perlu dilakukan tes fungsi tiroid agar dapat dilakukan penyesuaian dosis.

Efek samping berupa terjadinya rash pada kulit, artritis,

artralgia, kolestatik jaundice, neutropenia, dan agranulositosis. 2. Propylthiouracil (PTU) Merupakan obat pilihan pada keadaan krisis tiroid karena dapat menghambat konversi perifer T4 menjadi T3, serta pada laktasi dan kehamilan karena tidak melewati plasenta. Tidak dihubungkan dengan aplasia kutis pada fetus. Dosis dewasa: dosis awal 100-150 mg per oral tiga kali sehari kemudian dilakukan titrasi sampai tercapai dosis efektif terendah untuk mempertahankan keadaan eutiroid. Dosis anak-anak: dosis awal 5-7 mg/kgBB/hari per oral dibagi menjadi tiga kali pemberian kemudian dilakukan titrasi sampai tercapai dosis efektif terendah untuk mempertahankan keadaan eutiroid. Kontraindikasi pada hipersensitivitas, neutropeni, dan penyakit hati Interaksi: mempunyai aktivitas antivitamin K sehingga dapat meningkatkan aktivitas antikoagulan oral. Monitor dengan melakukan pemeriksaan darah rutin, hitung jenis, dan tes fungsi hati. Juga perlu dilakukan tes fungsi tiroid agar dapat dilakukan penyesuaian dosis.

Efek samping: terjadinya rash pada kulit, artritis, artralgia, hepatitis, neutropenia, dan agranulositosis.

15

Untuk pemantauan pemberian obat pada penderita rawat jalan, perlu dilakukan pemeriksaan tes fungsi tiroid, tes fungsi hati, dan pemeriksaan darah lengkap dalam interval waktu tiap 6 minggu sampai 3 bulan. Juga perlu dicari apakah ada efek samping obat yang potensial dapat timbul dengan mencari riwayat penyakit sebelumnya. Perbaikan klinis tergantung pada jumlah hormon tiroid yang tersimpan dalam kelenjar dan kecepatan sekresi kelenjar. Perbaikan ini biasanya terjadi dalam 3 minggu dan eutiroidisme dapat tercapai dalam 6-8 minggu.9,11 Algoritma terapi obat antitiroid pada penyakit Graves dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Algoritma Penggunaan Obat Antitiroid pada Penderita Penyakit Graves 13

16

Radioaktif Iodin Cara kerja obat ini adalah dengan mengonsentrasikan radioaktif iodin pada kelenjar tiroid sehingga menyebabkan kerusakan kelenjar tiroid tanpa membahayakan jaringan lain. Indikasi pengobatan dengan yodium radioaktif adalah: (1) penderita usia 35 tahun atau lebih, (2) hipertiroidisme yang kambuh sesudah dioperasi, (3) gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid, (4) tidak mampu atau tidak mau pengobatan antitiroid, (5) adenoma toksik dan goiter multinodular toksik. Pengobatan dengan yodium radioaktif ini dapat mengakibatkan terjadinya keadaan hipotiroidisme. Yang biasa digunakan adalah
131

I dengan dosis 5-12 mCi per oral. Dosis ini dapat mengendalikan tirotoksikosis

dalam 3 bulan, namun kira-kira sepertiga dari penderita akan menjadi hipotiroid dalam tahun pertama. Efek samping lain yang mungkin timbul adalah eksaserbasi hipertiroidisme dan tiroiditis.11 Terapi Pembedahan Tindakan pembedahan dapat dipilih apabila: (1) gondok sangat besar dengan/atau tanpa tirotoksikosis yang berat; (2) menunjukkan gejala penekanan, terutama gondok retrosternal; (3) tidak berhasil dengan obat antitiroid; (4) penderita tidak kooperatif meminum obat antitiroid; (5) ada reaksi dengan obat antitiroid; (6) karena keadaan geografi dan sosial ekonomi tidak memungkinkan dipantau secara teratur oleh dokter; (7) gondok nodular toksik terutama pada penderita muda.4,11 Subtotal tiroidektomi apabila terdapat multinodular goiter atau ukuran kelenjar yang besar. Pada subtotal tiroidektomi, jika terlalu banyak jaringan tiroid yang ditinggalkan maka akan terjadi relaps. Biasanya ahli bedah meninggalkan 23 g jaringan tiroid pada leher kanan dan kiri.1 Penyebab lain terjadinya kekambuhan oftalmopati.1 Sebelum operasi penderita disiapkan dengan pemberian obat antitiroid sampai tercapai keadaan eutiroid (kurang lebih selama 6 minggu).1 Biasanya penderita diberi cairan kalium iodida 100-200 mg/hari atau cairan lugol 10-15 adalah iodine uptake dan aktivitas imunologi penderita.9 Tiroidektomi total dilakukan apabila terdapat progresifitas yang cepat dari

17

tetes per hari selama 10 hari sebelum dioperasi untuk mengurangi vaskularisasi pada kelenjar tiroid.11 Pengobatan Tambahan Obat-obat lain yang biasa digunakan sebagai obat tambahan adalah 11: Penyekat beta-adrenergik. Dengan pemberian obat ini diharapkan gejala seperti palpitasi, tremor, berkeringat banyak, serta gelisah akan dapat berkurang. Obat ini juga dapat menurunkan kadar T3 dalam serum. Dosis yang dianjurkan sebesar 40-200 mg/hari yang dibagi atas 4 dosis. Yodium. Terutama digunakan untuk persiapan operasi, sesudah pengobatan dengan yodium radioaktif dan pada krisis tiroid. Dosisnya adalah 100-300 mg/hari. Ipodate. Bekerja dengan menurunkan konversi T4 menjadi T3 di perifer, mengurangi sintesis hormon tiroid dan mengurangi pengeluaran hormon dari tiroid. 2.10 Prognosis Hipertiroid yang bersifat permanen dan biasanya terjadi pada orang dewasa. Setelah kenormalan fungsi tiroid tercapai dengan obat-obat antitiroid, direkomendasikan untuk menggunakan iodin radioaktif sebagai terapi definitifnya. Pertumbuhan hormon tiroid kemungkinan akan terus bertambah perlahanlahan selama diterapi dengan obat-obat antitiroid. Namun prognosisnya akan jauh lebih baik setelah diterapi dengan iodin radioaktif.

18

BAB 3 KESIMPULAN Hipertiroidisme adalah tirotoksikosis yang diakibatkan oleh kelenjar tiroid yang hiperaktif. Tirotoksikosis ialah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang beredar dalam sirkulasi. Distribusi jenis kelamin dan umur pada penyakit hipertiroid sangat bervariasi. Penyebab hipertirodisme sebagian besar adalah penyakit Graves, goiter multinodular toksik dan mononodular toksik. Hipertiroidisme pada penyakit Graves adalah akibat antibodi reseptor TSH yang merangsang aktivitas tiroid, sedang pada goiter multinodular toksik ada hubungannya dengan autonomi tiroid itu sendiri. Gejala klinis pasien yang sering berkeringat dan suka hawa dingin termasuk akibat dari sifat hormon tiroid yang kalorigenik, akibat peningkatan laju metabolisme tubuh yang diatas normal Dasar diagnosis hipertiroidisme meliputi uji pengukuran langsung konsentrasi T3 dan T4 bebas (FT4 dan FT3), dan juga pengukuran konsentrasi TSH dan TSI plasma.

19

BAB 4 RESPONSI KASUS 4.1. IDENTITAS Nama Umur Jenis Kelamin Suku Agama Pendidikan Status Perkawinan Pekerjaan Alamat Tanggal MRS Tanggal Pemeriksaan 4.2. KELUHAN UTAMA Lemas badan 4.3 ANAMNESIS KHUSUS Pasien mengeluhkan lemas pada badannya sejak 14 hari SMRS. Lemas badan bermula secara mendadak tanpa ada penyebab yang diketahui. Lemas dirasakan pada seluruh tubuhnya hingga kakinya. Lemas tersebut dikatakan semakin parah sehingga tidak bisa berdiri ataupun beraktivitas. Lemas pasien tidak bertambah baik dengan beristirehat ataupun pertukaran posisi. Keluhan lemas ini tidak disertai dengan panas badan maupun nyeri pada otot. Selain itu, pasien mengeluh timbul benjolan di leher sejak 1 tahun yang lalu. Benjolan tersebut terletak di bagian kanan dan kiri leher. Awalnya, timbul benjolan di leher, yang besarnya kira-kira sebesar telur puyuh, dikatakan benjolan tersebut membesar, tidak nyeri, tidak berwarna kemerahan dan tidak terasa panas. Awalnya benjolan tersebut tidak dirasakan mengganggu. Namun lama-kelamaan : snk : 24 Tahun : Perempuan : Bali : Hindu : Tamat SMP : Belum menikah : Tidak bekerja : Br. Perang sari klod duda utara selat, Karangasem : 7 November 2010 : 9 November 2010

20

benjolan tersebut membesar kira-kira sebesar telur ayam dan mulai mengganggu penampilan pasien. Hal inilah yang membuat pasien memeriksakan dirinya ke RSUD Karangasem 1 tahun yang lalu. Saat dilakukan wawancara, benjolan tersebut masih tampak, dan masih dapat dirasakan. Pasien juga mengeluhkan kedua matanya yang menonjol sejak 1 tahun yang lalu, tiga bulan setelah keluhan benjolan di lehernya timbul. Pasien merasa kedua matanya tampak lebih menonjol dari sebelumnya namun tidak sampai mengganggu penglihatan. Saat ini kedua mata pasien masih menonjol dan tidak ada keluhan penglihatan kabur. Selain itu, pasien sering merasa jantungnya berdebar, tangannya gemetar dan berkeringat sejak 1 tahun yang lalu. Gejala ini terutama muncul ketika pasien berada dalam suasana udara yang panas atau melakukan aktivitas. Pasien juga mengatakan bahwa dirinya tidak tahan dengan udara yang panas sehingga pasien sering menyalakan kipas angin di rumahnya. Disamping itu pasien juga sering merasa cepat lelah saat beraktivitas dan mengalami kesulitan saat tidur di malam hari. Berat badan pasien dikatakan menurun sejak 6 bulan SMRS. Namun pasien tidak mengetahui pasti berapa banyak penurunan berat badannya. Nafsu makan pasien dirasakan meningkat sejak 6 bulan SMRS dengan frekuensi makan 3-4 kali perhari. Disamping itu rasa haus dirasakan juga agak meningkat dengan frekuensi minum air 5-6 gelas perhari. Sejak 6 bulan SMRS pasien dikatakan sering tertawa sendiri dan berbicara sendiri. Hal ini yang membuat keluarga pasien khawatir dan membawanya ke RSJ Bangli untuk berobat. BAK penderita dikatakan biasa, frekuensi berkemih sekitar 5-6 kali tiap harinya, kencing warna kuning jernih, tidak didapatkan adanya darah dan juga tidak berbuih. BAB penderita dikatakan biasa, frekuensi 1 kali tiap hari, warna kuning kecoklatan, konsistensi padat, tidak ada darah maupun lendir. RIWAYAT PENYAKIT SEBELUMNYA Pasien memeriksakan dirinya ke RSUD Karangasem dengan keluhan benjolan pada lehernya 1 tahun yang lalu. Saat itu pasien menolak untuk dirawat

21

inap dan memutuskan hanya rawat jalan. Pasien sempat menjalani pemeriksaan laboratorium dan dikatakan menderita hipertiroid dan mendapat pengobatan. Pasien juga sempat memeriksakan dirinya ke RSJ Bangli 6 bulan yang lalu dengan keluhan bicara sendiri. Disana pasien dikatakan menderita skizofrenia dan mendapatkan pengobatan rawat jalan. Kemudian pada tgl 24 Oktober 2010 pasien datang untuk kedua kalinya ke RSUD Karangasem dengan keluhan badan lemas, dan mendapatkan rawat inap selama 14 hari, kemudian setelah itu dirujuk ke RSUP Sanglah. Riwayat tekanan darah tinggi dan sakit jantung sebelumnya disangkal oleh pasien. RIWAYAT PENGOBATAN Pasien telah mendapat pengobatan berupa PTU 3 kali sehari dan Propanolol yang diminum 2 kali sehari. Disamping itu untuk pengobatan dari RSJ Bangli, pasien mendapat chlorpromazepine 1 kali sehari dan Haloperidol 2 kali sehari. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA Tidak ada anggota keluarga yang mempunyai keluhan yang sama dengan pasien. RIWAYAT PRIBADI DAN SOSIAL Pasien sudah berhenti sekolah sejak tamat SMP. Hingga sekarang pasien tidak bekerja dan hanya diam di rumah. Pasien tidak pernah merokok maupun mengkonsumsi minuman beralkohol. Sebelumnya pasien tidak pernah mendapat pengobatan radiasi atau terpapar sinar radiasi sebelumnya. Di lingkungan sekitar rumah pasien dikatakan tidak ada yang memiliki keluhan benjolan di leher seperti pasien. 4.4 ANAMNESIS UMUM ( 09 November 2010 ) A. KELUHAN UMUM : tidak ada : ada : menurun : menurun Perasaan nyeri Rasa lelah Faal umum Nafsu kerja

22

Berat badan Panas badan Bengkak Ikterus Nafsu makan Rasa lemas Cepat lapar Tidur

: menurun : tidak ada : tidak ada : tidak ada : menurun : ada : tidak ada : ada gangguan

B.

KELUHAN ALAT DI KEPALA : normal : normal : tidak ada : tidak ada : normal : normal : tidak ada - darah - ingus - nyeri : tidak ada : tidak ada : tidak ada : normal : normal : tidak ada : tidak ada

Penglihatan di waktu siang Penglihatan di waktu malam Berkunang-kunang Sakit pada mata Pendengaran Keseimbangan Kotoran telinga Hidung :

Lidah Gigi Gangguan bicara Gangguan menelan C. KELUHAN ALAT DI LEHER

Kaku kuduk Sesak di leher Pembesaran/nyeri kel. limfe Pembesaran/nyeri kel. tiroid Pembengkakan leher

: tidak ada : tidak ada : tidak ada : ada : tidak ada

23

Lain-lain D. KELUHAN ALAT DADA

: tidak ada

Sesak nafas Sesak nafas malam hari Sesak nafas kumat-kumatan Ortopnoe Nyeri waktu nafas Nafas berbunyi Nyeri daerah jantung Berdebar-debar Nyeri Retrosternal Batuk Riak Hemoptoe E. KELUHAN ALAT DI PERUT

: tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada

Membesar Mengecil Pembengkakan Nyeri spontan Nyeri tekan Nyeri bila : Makan Berak Lapar Mual Muntah Obstipasi Melena Feses Diare : : berair warna darah

: tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada : kuning kecoklatan : tidak ada

24

lendir Air kencing : Warna Frekuensi Jumlah Nokturia Inkontinensia alvi Inkontinensia urine F.

: tidak ada : kuning jernih : 5-6 kali sehari : 150 cc setiap kali kencing : ada : tidak ada : tidak ada

KELUHAN TANGAN DAN KAKI : tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada : ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada

Gerakan kaki terganggu Nyeri spontan Nyeri tekan Nyeri dalam Kesemutan Gerakan tangan terganggu Gangguan sendi Luka-luka Gangren Rasa mati Lebih kurus Oedema Nekrosis Kelainan kuku Kelainan kulit G. KELUHAN LAIN

Alat lokomotorik Tulang Otot Kel. limfe Keluhan hipertiroid Keluhan hipotiroid

: tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada : ada : tidak ada

25

Keluhan menstruasi Lain-lain 4.5 ANAMNESIS TAMBAHAN Makanan Intoksikasi Merokok Alkohol Candu Obat-obatan Keluarga : Penyakit menular Penyakit keturunan Penyakit venerik : Kualitas Kuantitas

: tidak ada : tidak ada

: cukup : menurun : tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada

Penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan : tidak ada

4.6 PEMERIKSAAN UMUM ( 09 November 2010) A. KESAN UMUM : sedang : 160 cm : 36,5oC : 48 kg : 1 bantal : bisa : normal : ada : tidak ada : tidak ada Kesadaran Keadaan gizi Anemia Ikterus Sianosis Oedema Keadaan kulit Afoni Afasia Anatria Tremor : E4V5M6 : kurang : tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada : normal : tidak ada : tidak ada : tidak ada : ada Kesan sakitnya Tinggi badan Suhu badan Berat badan Tidur dengan Tidur miring kiri Otot Tenang Tidak tenang Kejang B.

Tidur miring kanan : bisa

KEADAAN PEREDARAN DARAH : 130/70 mmHg Kelainan nadi

Tekanan

26

Nadi Isi Gelombang Irama nadi

: 91 x/menit : cukup : teratur : teratur

P. Different P. Paradok P. Magnus P. Parvus P. Alternan : tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada

: tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada

Kelainan pada arteri di lengan Kelainan nadi arteri femoralis Kelainan arteri abdominalis Lain-lain C. KEADAAN KULIT : tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada

Penyakit kulit Luka-luka Pigmentasi Anemia Ikterus Dermografi D. Tipe Frekwensi Teratur Ekspirasi Inspirasi Stridor

Petekie Hematom Oedem Dehidrasi Turgor

: tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada : normal

Elastisitas kulit : normal

PERNAFASAN : torako abdominal : 20 x/menit : ada : normal : normal : tidak ada Kelainan pernafasan Oligpnoe Polipnoe Ortopnoe Dispnoe : tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada

Tidak teratur : tidak ada

Nafas cuping hidung : tidak ada Pernafasan berbunyi : tidak ada

27

4.7

PEMERIKSAAN KHUSUS A. Tenggorokan Bentuk : normal eksoftalmus +/+, lid retraction +/+ Nyeri tekan Lain-lain Muka Kel. Kulit Otot Tumor Oedem Kakheksia Kel. Parotis Hidung Ingus Meatus Saddle nose Lidah Besar Bentuk Papil Frenulum Pergerakan Permukaan Faring Mucosa Tonsil Dinding : normal : T1/T1 : normal : tidak ada : normal : normal : normal : normal : normal : tidak ada : normal : tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada : normal : tidak ada : tidak ada Pergerakan Anemia Sianosis Ikterus Pupil Kornea Konvergensi Konjunctiva : N/N : -/: -/: -/: isokor : N/N : +/+ : N/N Mata Letak : simetris, KEPALA

Reflek cahaya : +/+

Kel. Lakrimalis : N/N Tek. Intraokuler : /(palpasi) Telinga Cairan Drumhead : -/: -/Pendengaran : N/N Pro mastoideus: N/N

28

Uvula Bibir Gigi & gusi B. Inspeksi Laring Lokalisasi Besarnya Palpasi JVP Kaku kuduk Tumor Kel. Tiroid

: normal : kering, pecah-pecah : normal LEHER : : normal : normal Pem.kel.Limpe : tidak ada Bendungan vena : tidak ada Denyutan : normal

Gerakan saat menelan : normal : PR + 0 cmH2O : tidak ada : tidak ada

Tulang Laring

: normal : normal

: terdapat pembesaran, konsistensi kenyal, permukaan rata, terfiksir, ikut bergerak saat menelan, bruit (-)

C. Kulit ketiak Tumor Kelenjar Pembuluh darah D. Inspeksi Fossa supraclavicula kanan kiri Vousure cardiac Simetri thorak Pergerakan waktu bernafas Pembuluh darah kulit : normal : normal : tidak ada : simetris : N/N : N/N : normal : tidak ada : tidak membesar : normal

KETIAK

THORAK DEPAN Klavikula Sternum Sela iga Kulit Mamma : N/N : normal : N/N : N/N : N/N

Lengkung sudut epigastrium : < 90o

Otot thorak : N/N Spider nevi : tidak ada

29

Denyutan ictus cordis Palpasi Pergerakan nafas Vokal fremitus Kulit Otot Tulang Mamma Perkusi Paru : Batas bawah kanan Batas bawah kiri Pergerakan Auskultasi Paru : Suara nafas Suara nafas tambahan Rhonki Bronkofoni Wheezing Wispered pectoriloque E. Inspeksi Bentuk Pergerakan Tulang Otot Kulit : Simetris : simetris : N/N : N/N : N/N : : -/: -/: -/: simetris : N/N : normal : normal : normal : N/N

: tidak tampak ictus cordis

Iktus cordis Lokalisasi Luasnya Irama Getaran/thriil Jantung :

: teraba : MCL kiri ICS IV : normal : teratur : tidak ada

Kuat denyutan : tidak kuat angkat

: ICS VI : ICS VII : N/N

Batas kanan : PSL D Batas kiri Batas atas : 2 jari MCLS ICS V : ICS II : ada

Perbandingan perkusi : Sonor/Sonor Pinggang Jantung :

: vesikuler +/+ Bunyi jantung :S1S2 tgl reg Murmur Kual/kuantitas Derajat :THORAK BELAKANG Palpasi Nyeri tekan Tulang Otot Kulit : -/: N/N : N/N : N/N Vokal Fremitus : N/N : tidak ada :: Punktum maksimum : -

: -/- Penyebaran

30

Perkusi Batas bawah kanan : Th IX Peranjakan Batas bawah kiri Peranjakan F. Inspeksi Bentuk Kulit Otot Pusar Auskultasi Suara usus Suara aliran dalam pembuluh darah Palpasi Dinding perut Nyeri Kandung empedu Ginjal Lien Acites Perkusi Shifting dullness Undulasi G. GENETALIA Lipatan paha : tidak ada : tidak ada : normal : tidak ada : tidak teraba : tidak teraba : tidak teraba : tidak ada : normal : normal : normal : normal : 1 jari : Th IX : 1 jari

Auskultasi Suara pernafasan Suara tambahan Bronkoponi : ves/ves : tidak ada : tidak ada

Wispered Pectoriloque : tidak ada ABDOMEN Epigastrium : Denyutan Sudut Pembuluh darah : normal : (-) : tidak ada : < 90o : normal

Pergerakan waktu nafas : normal

Hati teraba konsistensi permukaan tepi

: tidak teraba :: :-

Denyutan epigastrium : tidak ada

REGIO INGUINAL DAN : tidak diperiksa

31

Genetalia Sakrum Rektum H. Kulit Otot Tulang Nyeri tekan Nyeri spontan Oedem Tenaga Lain-lain I. Reflek lutut Achiles Dinding Abdomen Bisep Reflek Patologis Perasaan di tangan Perasaan di kaki Tes romberg Cara berjalan Ataksia Tes sensibilitas 4.8 : normal : normal : normal

: tidak diperiksa : (-) : (-) KAKI DAN TANGAN Sendi-sendi Pembuluh darah arteri Jari dan telapak tangan Liver Palmaris Jari tabuh Kuku sendok Kuku kaca arloji : normal : normal : normal : tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada

: tidak ada : tidak ada : tidak ada : normal : tidak ada

URAT SARAF : +/+ : +/+ : +/+ : +/+ : -/: N/N : N/N : tidak dilakukan : tidak dilakukan : tidak bisa dievaluasi : normal

PEMERIKSAAN PENUNJANG A. DARAH LENGKAP 29/01/10 9,6 12/11/10 5,82 Nilai Rujukan 4,1 10,9

Pemeriksaan WBC (K/uL)

32

RBC (M/UI) HGB (g/dl) HCT (%) MCV (fl) MCH (Pg) MCHC (g/dl) PLT (K/uL) B. SGOT SGPT BUN SC Na K

5,03 13,2 38,6 76,8 26,3 34,3 298

4,90 11,6 35,6 72,7 23,7 32,6 373

4,0 5,2 12,0 16,0 36,0 46,0 80 100 26,0 34,0 31 36 140 440

KIMIA KLINIK 07/11/10 18,53 16,34 9,631 0,433 134,90 4,233 85,24 Nilai Rujukan 11,00 33,00 11,00 50,00 8,00 23,00 0,70 1,20 135,00 147,00 3,50 5,50 70,0 140,0

Pemeriksaan

Glukosa darah sewaktu

C. PEMERIKSAAN IMUNOLOGI Pemeriksaan FT4 TSH 09/11/ 2010 2,83 pmol/L 0,009 Nilai rujukan (0.93 1,70) ng/dL (12,00 22,00) pmol/L (0,27 4,2) IU/mL

D.

ANALISA GAS DARAH 07/11/10 7,47 35,00 Nilai Rujukan 7,35 7,45 35,00 45,00

Pemeriksaan PH PCO2

33

PO2 HCO3TCO2 BE (B) S02c THbc

124 25,50 26,60 2,00 99,00 11,50

80 100 22,00 26,00 24,00 30,00 -2 2 -13,00 18,00

E.

INDEX WAYNE Nilai +1 +2 +2 -5 +5 +3 +2 +3 -3 -3 +3 Obyektif Pembesaran kelenjar tiroid Bruit di atas tiroid Eksoftalmus Lid retraction Lid lag Hiperkinesis Tangan panas Tangan basah Tremor halus Atrial fibrilasi Nadi <80 kali/menit Nadi 80-90 kali/menit Nadi >90 kali/menit Ada +3 +2 +2 +2 +1 +4 +2 +1 +1 +4 -3 +3 12 Tidak Ada -3 -2 0 0 0 -2 -2 -1 0 0 0 0 0 -6

Subyektif Dyspneu on effort Palpitasi Capai/lelah Suka udara panas Suka udara dingin Banyak keringat Gelisah Nafsu makan meningkat Nafsu makan menurun Berat badan meningkat Berat badan menurun

INDEX WAYNE

12 : 24 Hipertiroid

F. HASIL PEMERIKSAAN EKG 07/11/10 Irama: sinus Axis: normal HR: 130x/menit P wave: 80 mc Interval PR: 110 mc QRS Compleks: 110 mc ST: isoelektrik T wave flattening: deheksi (+)

34

U wave: (-) Q wave patologis: Assesment: sinus takikardi dengan LVH G. FOTO TORAKS AP 09/11/2010 Cor: kesan membesar Pulmo: infiltrate (-), nodul (-), corakan bronkovaskular (normal) Sinus pleura kanan dan kiri tajam Diafragma kanan dan kiri normal Tampak kalsifikasi berbentuk lonjong yang terproyeksi di hemitoraks kiri Tulang-tulang: tidak tampak kelainan 4.9 RESUME

Pasien perempuan umur 24 tahun, Hindu, Bali, tamat SMP, belum menikah, beralamat di Banjar Perang Sari Klod Duda Utara Selat Karangasem datang dengan keluhan utama lemas badan sejak 14 hari SMRS. Lemas badan timbul mendadak tanpa ada penyebab yang diketahui. Lemas dirasakan pada seluruh tubuhnya hingga kakinya dan dikatakan semakin parah sehingga tidak bisa berdiri ataupun beraktivitas. Lemas tidak bertambah baik dengan beristirehat ataupun pertukaran posisi. Keluhan lemas ini tidak disertai dengan panas badan maupun nyeri pada otot. Pasien juga mengeluh benjolan di leher sejak 1 tahun yang lalu. Benjolan tersebut terletak di bagian depan leher, membesar, tidak nyeri, tidak berwarna kemerahan dan tidak terasa panas. Awalnya benjolan tersebut tidak dirasakan mengganggu. Saat ini benjolan telah mengecil. Selain itu, pasien mengeluh mata menonjol pada kedua mata dan tidak mengganggu penglihatan. Keluhan lain seperti berdebar-debar, tangan gemetar dan terasa basah karena keringatan jika udara panas atau saat beraktivitas. Pasien cepat lelah bila beraktivitas dan sulit tidur. Pasien lebih suka di tempat yang udaranya sejuk sehingga sering menyalakan kipas angin. Keluhan seperti sesak, maupun nyeri dada disangkal. Pasien dikatakan sering tertawa sendiri dan berbicara sendiri.

35

Berat badan pasien mengalami penurunan, nafsu makan pasien meningkat dengan frekuensi makan 3-4 kali perhari. Rasa rasa haus dirasakan juga agak meningkat dengan frekuensi minum air 5-6 gelas perhari. BAB pasien dikatakan 2-3 kali perhari, warna kuning kecoklatan, konsistensi padat, tidak ada darah maupun lendir. BAK pasien dikatakan biasa, 5-6 kali perhari dengan volume kirakira setengah gelas tiap kali kencing, warna kuning jernih, tidak didapatkan adanya darah dan juga tidak berbuih. Riwayat tekanan darah tinggi, diabetes, asma, sakit jantung disangkal oleh pasien. Pasien telah didiagnosa dengan hipertiroid sejak tahun 2009 dan telah mendapat pengobatan berupa PTU dan Propanolol. Pasien juga didiagnosis dengan skizofrenia dan telah mendapat pengobatan berupa chlorpomazepine dan haloperidol, Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama dengan pasien. Pasien sudah berhenti sekolah sejak tamat SMP. Hingga sekarang pasien tidak bekerja dan hanya diam di rumah. Pasien tidak pernah merokok maupun mengkonsumsi minuman beralkohol. Di lingkungan sekitar rumah pasien dikatakan tidak ada yang memiliki keluhan benjolan di leher seperti pasien. PEMERIKSAAN FISIK (09-11-2010) Status Present Kesadaran Nadi Respirasi Suhu axila BB TB Mata THT Leher : CM : 91 kali / menit : 20 kali / menit : 36,50 Celcius : 48 kg : 160 cm : anemia -/-, ikterus -/-, reflek pupil +/+ isokor, exothalmus +/+, lid retraction +/+ : kesan tenang : Inspeksi : pembesaran kelenjar tiroid (+) Tekanan Darah : 130/70 mmHg

36

Palpasi

: terdapat pembesaran, konsistensi kenyal, permukaan rata, terfiksir, ikut bergerak saat menelan

Auskultasi : bruit () JVP PR + 0 cm H2O Thorax : Simetris Cor I Pal Per : : iktus cordis tidak tampak : iktus cordis teraba pada 2 jari MCL S ICS V : batas atas batas kiri Aus Po I Pal Per Aus Adbomen : : gerak pernapasan simetris : Vocal Fremitus N/N : sonor/sonor : ves +/+, Rh -/-, Wh -/: BU (+) N, Distensi (-), Acites (-) Hepar dan Lien tak teraba Extremitas : akral hangat + + + + Edema , : ICS II : 2 jari MCL S ICS V batas kanan : PSL D : S1S2 tunggal reguler, murmur ()

tremor (+) minimal pada kedua tangan telapak tangan berkeringat (+) 4.10 ASSESMENT Hipertiroid ec Gravess Disease 4.11 PENATALAKSANAAN -IVFD NS 20 tetes per menit -PTU 3 x 200 mg

37

-Propanolol 3 x 20 mg -Cefotaxim 3 x 1 gr i.v 4.12 PLANNING - Pemeriksaan kadar FT4 dan TSH (3 bulan lagi)
4.13

MONITORING -

Keluhan Vital Sign Kadar FT4 dan TSH

4.14

PROGNOSIS Ad vitam: dubius ad bonam Ad fungsionam: dubius ad bonam

38

You might also like