You are on page 1of 14

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Tak dapat dipungkiri kematian itu tak dapat dihindari dari kehidupan sehari-hari kita. Kematian tidak pandang bulu, anak-anak, remaja maupun orang dewasa sekalipun dapat mengalami hal ini. Kita tak tahu kapan kematian akan menjemput kita. Kematian seakan menjadi ketakutan yang sangat besar di hati kita. Proses terjadinya kematian diawali dengan munculnya tanda-tanda yaitu sakaratul maut atau dalam istilah disebut dying. Oleh karena itu perlunya pendampingan pada seseorang yang menghadapi sakaratul maut (Dying). Sangat penting diketahui oleh kita, sebagai tenaga kesehatan tentang bagaimana cara menangani pasien yang menghadapi sakaratul maut. Inti dari penanganan pasien yang menghadapi sakaratul maut adalah dengan memberikan perawatan yang tepat, seperti memberikan perhatian yang lebih kepada pasien sehingga pasien merasa lebih sabar dan ikhlas dalam menghadapi kondisi sakaratul maut. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas dapat dikemukakakan suatu rumusan masalah adalah mengetahui mengenai masalah death and dying atau disebut juga kematian dan protes menuju kematian. C. Tujuan Umum Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi dan sumbangan pikiran yang bermanfaat bagi tenaga kesehatan dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian 1) Sakaratul Maut (Dying) Sakaratul maut (dying) merupakan kondisi pasien yang sedang menghadapi kematian, yang memiliki berbagai hal dan harapan tertentu untuk meninggal. 2) Kematian (Death) Kematian (death) merupakan kondisi terhentinya pernapasan, nadi, dan tekanan darah serta hilangnya respons terhadap stimulus eksternal, ditandai dengan terhentinya aktivitas otak atau terhentinya fungsi jantung dan paru secara menetap. Selain itu, dr. H. Ahmadi NH, Sp KJ juga mendefinisikan Death sebagai : a) Hilangnya fase sirkulasi dan respirasi yang irreversibel b) Hilangnya fase keseluruhan otak, termasuk batang otak Dying dan death merupakan dua istilah yang sulit untuk dipisahkan, serta merupakan suatu fenomena tersendiri. Dying lebih ke arah suatu proses, sedangkan death merupakan akhir dari hidup. (Eny Retna Ambarwati, 2010) 3) Cabang Ilmu Yang Berkaitan Dengan Dying a) Geriatri : Ilmu yg mempelajari penyakit pada lanjut usia (degeneratif). b) Gerontologi : Disiplin ilmu diluar/cabang geriatri yang mempelajari aspek fisik, mental, dan psikososial yang ada pada lanjut usia. Untuk menunjang pelayanan geriatri bagi penderita lanjut usia. 4) Penyakit Terminal Penyakit yang sulit disembuhkan, seperti kanker stadium akhir dan lainlain.

B. Diskripsi Rentang Pola Hidup Sampai Menjelang Kematian Pandangan pengetahuan tentang kematian yang dipahami oleh seseorang berbeda-beda. Adapun seorang ahli yang mengemukakan pendapatnya tentang deskripsi rentang pola hidup sampai menjelang kematian adalah Martocchio. Menurut Martocchio, rentang pola hidup sampai menjelang kematian sebagai berikut : 1) Pola puncak dan lembah. Pola ini memiliki karakteristik periodik sehat yang tinggi (puncak) dan periode krisis (lemah). Pada kondisi puncak, pasien benar-benar merasakan harapan yang tinggi/besar. Sebaliknya pada periode lemah, klien merasa sebagai kondisi yang menakutkan sampai bisa menimbulkan depresi. 2) Pola dataran yang turun. Karakteristik dari pola ini adalah adanya sejumlah tahapan dari kemunduran yang terus bertambah dan tidak terduga, yang terjadi selama/setelah perode kesehatan yang stabil serta berlangsung pada waktu yang tidak bisa dipastikan. 3) Pola tebing yang menurun. Karakteristik dari pola ini adalah adanya kondisi penurunan yang menetap/stabil, yang menggambarkan semakin buruknya kondisi. Kondisi penurunan ini dapat diramalkan dalam waktu yang bisa diperkirakan baik dalam ukuran jam atau hari. Kondisi ini lazim detemui di unit khusus (ICU) 4) Pola landai yang turun sedikit-sedikit Karakteristik dari pola ini kehidupan yang mulai surut, perlahan dan hampir tidak teramati sampai akhirnya menghebat menuju kemaut. C. Perkembangan Persepsi Tentang Kematian Di dalam kehidupan masyarakat dewasa, kematian adalah sesuatu yang sangat menakutkan. Sebaliknya, pada anak-anak usia 0-7 tahun kematian itu dalah sesuatu hal yang biasa saja, yang ada di pikirannya kematian adalah sesuatu hal yang hanya terjadi pada orang tua yang sakit. Mereka sangat acuh sekali dengan kematian.

Seiring dengan perkembangan usianya menuju kedewasaan, mereka mengerti tentang apa itu kematian. Karena itu berkembanglah klasifikasi tentang kematian menurut umur, yaitu : (1) Bayi - 5 tahun. Tidak mengerti tentang kematian, keyakinan bahwa mati adalah tidur/pergi yang temporer. (2) 5-9 tahun. Mengerti bahwa titik akhir orang yang mati dapat dihindari. (3) 9-12 tahun. Mengerti bahwa mati adalah akhir dari kehidupan dan tidak dapat dihindari, dapat mengekspresikan ide-ide tentang kematian yang diperoleh dari orang tua/dewasa lainnya. (4) 12-18 tahun. Mereka takut dengan kematian yang menetap, kadang-kadang memikirkan tentang kematian yang dikaitkan dengan sikap religi. (5) 18-45 tahun. Memiliki sikap terhadap kematian yang dipengaruhi oleh religi dan keyakinan. (6) 45-65 tahun. Menerima tentang kematian terhadap dirinya. Kematian merupakan puncak kecemasan. (7) 65 tahun keatas. Takut kesakitan yang lama. Kematian mengandung beberapa makna : terbebasnya dari rasa sakit dan reuni dengan anggota keluarga yang telah meninggal D. Ciri-Ciri Pokok Pasien Yang Akan Meninggal Pasien yang menghadapi sakaratul maut akan memperlihatkan tingkah laku yang khas, antara lain : 1. Penginderaan dan gerakan menghilang secara berangsur-angsur yang dimulai pada anggota gerak paling ujung khususnya pada ujung kaki, tangan, ujung hidung yang terasa dingin dan lembab

2. Kulit nampak kebiru-biruan kelabu atau pucat 3. Nadi mulai tak teratur, lemah dan pucat 4. Terdengar suara mendengkur disertai gejala nafas cyene stokes 5. Menurunnya tekanan darah, peredaran darah perifer menjadi terhenti dan rasa nyeri bila ada biasanya menjadi hilang. Kesadaran dan tingkat kekuatan ingatan bervariasi tiap individu. Otot rahang menjadi mengendur, wajah pasien yang tadinya kelihatan cemas nampak lebih pasrah menerima E. Pendampingan Pasien Sakaratul Maut (Dying) Perawatan kepada pasien yang akan meninggal oleh petugas kesehatan dilakukan dengan cara memberi pelayanan khusus jasmaniah dan rohaniah sebelum pasien meninggal. Tujuannya yaitu, : a. Memberi rasa tenang dan puas jasmaniah dan rohaniah pada pasien dan keluarganya b. Memberi ketenangan dan kesan yang baik pada pasien disekitarnya. c. Untuk mengetahui tanda-tanda pasien yang akan meninggal secara medis bisa dilihat dari keadaan umum, vital sighn dan beberapa tahaptahap kematian d. Pendampingan dengan alat-alat medis Memperpanjang hidup penderita semaksimal mungkin dan bila perlu dengan bantuan alat-alat kesehatan adalah tugas dari petugas kesehatan. Untuk memberikan pelayanan yang maksimal pada pasien yang hampir meninggal, maka petugas kesehatan memerlukan alat-alat pendukung seperti : a) Alat alat pemberian O2 b) Alat resusitasi c) Alat pemeriksaan vital sign d) Pinset e) Kassa, air matang, kom/gelas untuk membasahi bibir f) Alat tulis Adapun prosedur-prosedur yang harus dilaksanakan oleh petugas dalam mendampingi pasien yang hampir meninggal, yaitu :

a. Memberitahu pada keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan b. Mendekatkan alat c. Memisahkan pasien dengan pasien yang lain d. Mengijinkan keluarga untuk mendampingi, pasien tidak boleh ditinggalkan sendiri e. Membersihkan pasien dari keringat f. Membasahi bibir pasien dengan kassa lembab, bila tampak kering menggunakan pinset g. Membantu melayani dalam upacara keagamaan h. Mengobservasi tanda-tanda kehidupan (vital sign) terus menerus i. Mencuci tangan j. Melakukan dokumentasi tindakan e. Pendampingan dengan bimbingan rohani Bimbingan rohani pasien merupakan bagian integral dari bentuk pelayanan kesehatan dalam upaya pemenuhan kebutuhan bio-Psyco-SocioSpritual (APA, 1992) yang komprehensif, karena pada dasarnya setiap diri manusia terdapat kebutuhan dasar spiritual Basic spiritual needs, Dadang Hawari, 1999). Pentingnya bimbingan spiritual dalam kesehatan telah menjadi ketetapan WHO yang menyatakan bahwa aspek agama (spiritual) merupakan salah satu unsur dari pengertian kesehataan seutuhnya (WHO, 1984). Oleh karena itu dibutuhkan dokter, terutama perawat untuk memenuhi kebutuhan spritual pasien. Perawat memiliki peran untuk memenuhi kebutuhan biologis, sosiologis, psikologis, dan spiritual pasien. Akan tetapi, kebutuhan spiritual seringkali dianggap tidak penting oleh perawat. Padahal aspek spiritual sangat penting terutama untuk pasien yang didiagnosa harapan sembuhnya sangat tipis dan mendekati sakaratul maut dan seharusnya perawat bisa menjadi seperti apa yang dikemukakan oleh Henderson, The unique function of the nurse is to assist the individual, sick or well in the performance of those activities contributing to health or its recovery (or to a peaceful death) that he would perform unaided if he had the necessary

strength will or knowledge,maksudnya perawat akan membimbing pasien saat sakaratul maut hingga meninggal dengan damai. Biasanya pasien yang sangat membutuhkan bimbingan oleh perawat adalah pasien terminal karena pasien terminal, pasien yang didiagnosis dengan penyakit berat dan tidak dapat disembuhkan lagi dimana berakhir dengan kematian, seperti yang dikatakan Dadang Hawari (1977,53) orang yang mengalami penyakit terminal dan menjelang sakaratul maut lebih banyak mengalami penyakit kejiwaan, krisis spiritual,dan krisis kerohanian sehingga pembinaan kerohanian saat klien menjelang ajal perlu mendapatkan perhatian khusus. Sehingga, pasien terminal biasanya bereaksi menolak, depresi berat, perasaan marah akibat ketidakberdayaan dan keputusasaan. Oleh sebab itu, peran perawat sangat dibutuhkan untuk mendampingi pasien yang dapat meningkatkan semangat hidup pasien meskipun harapannya sangat tipis dan dapat mempersiapkan diri pasien untuk menghadapi kehidupan yang kekal. Dalam konsep Islam, fase sakaratul maut sangat menentukan baik atau tidaknya seseorang terhadap kematiannya untuk menemui Allah dan bagi perawat pun akan dimintai pertanggungjawabannya nanti untuk tugasnya dalam merawat pasien di rumah sakit. F. Moral Dan Etika Dalam Mendampingi Pasien Sakaratul Maut Perlu diketahui oleh petugas kesehatan tentang moral dan etika dalam pendampingan pasien sakaratul maut. Moral dan etika inilah yang dapat membantu pasien, sehingga pasien akan lebih sabar dalam mengahadapi sakit yang di deritanya. Dalam banyak studi, dukungan sosial sering dihubungkan dengan kesehatan dan usia lanjut. Dan telah dibuktikan pula bahwa dukungan sosial dapat meningkatkan kesehatan. Pemebrian dukuangan sosial adalah prinsip pemberian asuhan. Perilaku petugas kesehatan dalam mengeksperikan dukungan meliputi : 1. Menghimbau pasien agar Ridlo kepada qadha dan qadarnya-

Nya serta berbaik sangka terhadap Allah Swt. 2. Menghimbau pasien agar tidak boleh putus asa dari rahmat Allah Swt. 3. Kembangkan empati kepada pasien. 4. Bila diperlukan konsultasi dengan spesialis lain. 5. Komunikasikan dengan keluarga pasien. 6. Tumbuhkan harapan, tetapi jangan memberikan harapan palsu. 7. Bantu bila ia butuh pertolongan. 8. Mengusahakan lingkungan tenang, berbicara dengan suara lembut dan penuh perhatian, serta tidak tertawa-tawa atau bergurau disekitar pasien 9. Jika memiliki tanggungan hak yang harus pasien penuhi, baik hak Allah Swt (zakat, puasa, haji, dll) atau hak manusia (hutang, ghibah, dll). Hendaklah dipenuhi atau wasiat kepada kepada orang yang dapat memenuhi bagi dirinya. Wasiat wajib atas orang yang mempunyai tanggungan atau hak kepada orang lain. G. Kehilangan dan Berduka Kehilangan adalah siatuasi aktual atau potensial yang didalamnya sesuatu yang dinilai berharga berubah, tidak lagi ada atau menghilang. Orang dapat mengalami kehilangan citra tubuh, orang terdekat, rasa kesejahteraan, pekerjaan, barang pribadi, keyakina atau sensasi terhadap diri sendiri. Penyakit dan hospitaliasi sering kali menimbulkan kehilangan. Kematian adalah kehilangan yang amat dalam, baik bagi orang yang menjelang ajal maupun bagi orang yang ditinggalkan. Walaupun tidak dapat dihindari, kematian dapat merangsang orang untuk menumbuhka pemahaman mereka mengenai diri sendiri dan orang lain. Kematian dapat dianggap sebagai kesempatan terakhir bagi orang yang menjelang ajal untuk menjalan hidup dengan cara yang lebih bermakna dan penuh kepuasan. Individu yang mengalami sering kali mencari makna dari kejadian dan secara umum diterima bahwa penemuan makna tersebut perlu dilakukan agar terjadi pemulihan.

H. Faktor yang Mempengaruhi Kehilangan dan Respons Berduka Sejumlah faktor mempngaruhi erspos seseorang terhadp kehilangan atau kematian. Faktor-fakotr ini meliputi usia, makna kehilangan, budaya, keyakinan spiritual, jenis kelamin, status sosioekonomi, sistem pendukung, dan penyebab kehilangan atau kematian. Perawat dapat mempelajari konsep umum mengenai pengaruh faktor-faktor ini pada pengalaman berduka, tetapi sekelompok faktor-faktor ini dan maknanya tidak sama pada setiap individu. a. Usia Usia mempengaruhi pemahaman dan reaksi seseorang terhadap kehilangan. Setelah terbiasa, orang biasanya meningkatkan pemahaman mereka terhadap kehidupan, kehilangan dan kematian. Individu biasanya tidak mengalami kehilangan orang yang dicintai pada interval teratur. Akibatya persiapan untuk pengalaman ini sulit dilakukan. Koping dengan kehilangan lain dalam hidup, seperti kehilangan binatang peliharaan, kehilangan seorang teman dan kehilangan masa muda atau pekerjaan dapat membantu seseorang mengantisipasi kehilangan yang lebih berat akibat kematian orang yang dicintai denagn mengajarkan mereka strategi koping yang terbukti berhasil bagi mereka. b. Makna Kehilangan Makna kehilangan bergantung pada persepsi orang yang mengalami kehilangan. Seseorang dapat mengalami rasa kehilangan yang besar karena perceraian; sementara orang lain mungkin hanya menganggapnya sebagai gangguan ringan. Sejumlah faktor yang mempengaruhi makna kehilangan antara lain : Makna orang, objek atau fungsi yang hilang Derajat perubahan yang harus dilakukan karena kehilangan. c. Budaya Budaya mempengaruhi reaksi individu terhadap kehilangan. Cara mengungkapkan dukacita kerap ditentukan oleh kebiasaan budaya. Kecuali terdapat struktur keluarga besar, berdukacita dihadapi oleh Keyakinan dan nilai seseorang.

keluarga ini. d. Keyakinan Spiritual Keyakinan dan praktik spiritual sangat mempengaruhi reaksi seseorang terhadap kehilangan danperilaku yang ditimbulkannya. Sebagian besar kelompok agama memiliki keibasaan yang berhubungan dengan menjelang ajal dan sering kali sangat penting bagi klien dan orang pendukung. Untukmemberikan dukungan pada saat kematian, perawat perlu memahami keyakinan dan praktik tertentu klien. e. Jenis Kelamin Sosialisasi peran jenis kelaminoleh banyak oarng di Amerika Serkat dan Kanda mempengaruhi eraksi mereka pada saat kehilangan. Pria sering kali diharapkan untuk bersikap kuat and tidak banyak menunjukkan emosi selama berduka, sementara wanita diperbolehkan menunjukkan rasa berduka dengan menangis. Seringkali saat seorang istri meninggal, suami, yang merupakan orang yang paling berduka diharap dapat menekan emosinya perempuannya saat berduka. f. Status Sosioekonomi Status sosioekonomi individu seringkali mempengaruhi sistem pendukung yang tersedia pada saat kehilangan. Jaminan pensiun dan asuransi, misalnya, dapat menawarkan berbagai pilihan cara untuk mengatasi kehilangan pada janda/duda atau individu yang cacat; seseorang yang dihadapkan dengan kehilangan yang berat dan kesulitan ekonomi mungkin tidak mampu mengatasi keduanya. g. Sistem Pendukung Orang terdekat individu yang sedang berduka sering kali menjadi orang pertama yang mengetahui dan memberikan bantuan emosional, fisik dan fungsional yang dibutuhkan. Namun karena banyak orang yang tidak nyaman atau tidak berpengalaman dalam mengatasi kehilangan orang yang biasanya mendukung malah menarik diri dari individu yang biasanay mendukung malah menarik diri dari individu yang berduka. Selain itu, dukungan mungkin tersedia saat kehilangan pertama-tama dan menenangkan anak laki-laki dan

10

diketahui. h. Penyebab Kehilangan atau kematian Pandangan berduka. Beberapa individu penyakit dan masyarakat mengenai seperti penyebab penyakit kehilangan atau kematian dapat secara bemakna mempengaruhi respons dianggap bersih kardiovaskular, dan memunculkan rasa haru, sementara penyakit lain mungkin dianggap menjijikkan dan bencana. Kehilangan atau kematian di luar kendali orang yang terlibat mungkin lebih diterima dibandingkan kehilangan atau kematian yang dapat dicegah, seperti kecelakaan kendaraan bermotor karena pengemudi yang mabuk. Cedera atau kematian ayng terjadi selama kegiatan yang terhormat, seperti : saat menjalankan tugas dianggap terhormat, sementara yang terjadi selama kegiatan terlarang mungkin dianggap sebagai kejadian yang patut diterima oleh individu tersebut.

I. Pelayanan Homecare a) Pengertian Homecare adalah perawatan pasien di rumah yang melibatkan anggota keluarga dalam proses perawatan dan penyembuhan pasien. Perawatan ini dibantu oleh tim kesehatan professional (dokter, perawat / fisiotherapist) yang bias di datangkan ke rumah pasien sewaktu-waktu jika diperlukan. b) Manfaat : 1. Pasien lebih dekat dengan keluarga sehingga menciptakan rasa aman dan nyaman antara pasien dan keluarganya 2. Melibatkan keluarga dalam perawatan pasien sehingga pasien tidak merasa diabaikan 3. Meningkatkan kualitas hidup pasien 4. Menghemat biaya 5. Keluarga tidak kehilangan waktu dan tenaga untuk pergi-pulang ke rumah sakit

11

c) Pasien Homecare 1. Penderita lanjut usia yang tidak dirawat di rumah sakit tetapi masih memerlukan pelayanan kesehatan 2. Bayi / Anak-anak yang berkebutuhan khusus dan memerlukan pelayanan kesehatan khusus untuk tumbuh kembang mereka 3. Pasien pasca rawat inap dari rumah sakit 4. Pasien yang dinyatakan oleh ahli medis bahwa penyakitnya parah dan secara medis tidak dapat disembuhkan lagi Melihat pasien homecare di no. 4 menunjukkan salah satu metode tersebut sesuai dengan pasien yang menghadapi sakaratul maut. Perawatan secara teratur seorang pasien di rumah oleh tim medis (home care) bisa mengantarkan pasien yang menghadapi sakaratul maut mencapai khusnul khatimah atau kematian terbaik di tengah kehangatan keluarganya. Adanya perawatan di rumah tersebut membuat pasien merasa dibesarkan hatinya dengan adanya dialog, saling berbagi rasa dengan sanak keluarga sehingga bias mengurangi rasa sakit ataupun kesedihan yang dirasa. Homecare merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perawatan dalam menghadapi kondisi tubuh yang semakin rapuh. Perawatan homecare merupakan salah satu bentuk perawatan paliatif yang merupakan suatu bentuk pelayanan kesehatan yang manusiawi dengan tujuan menghilangkan penederitaan dan meningkatkan kualitas hidup penderita dan keluarga. J. Hubungan Perawat-Pasien Hubungan interpersonal merupakan alat yang ampuh untuk membangun hubungan perawat-pasien. Mutu hubgan ini dimulai sejak pasien pertama kali bertemu dengan perawat, kemudian direfleksikan pada tingkat pencapaian tujuan asuhan keperawatan. Oleh karena itu perawat harus mampu menggunakan pengetahuan tentang teori-teori komunikasi dan pengembangan diri sehingga dapat membangun hubungan saling membantu (helping relationship). Rogers dalam Stuar & Sundeen (1990), mendefinisikan hubungan

12

saling membantu, yaitu suatu situasi yang salah satu pihak mempunyai niat lain. Hubungan perawat-klien menjadi inti dalam pemberian asuhan keperawatan, karena keberhasilan penyembuhan dan peningkatan kesehatan pasien sangat dipengaruhi oleh hubungan perawat-pasien. Terdapat beberapa konsep dasar tentang hubungan perawat-pasien yang sangat relevan dalam praktik keperawatan professional, yaitu konsep tentang hubungan empati, dan caring. (Kozier et al, 1997) a) Konsep empati Kemampuan seorang perawat untuk berempati kepada pasien mempunyai pengaruh besar terhadap hubungan perawat-pasien. Empati berarti kemampuan untuk masuk ke dalam kehidupan orang lain, sehingga dapat memersepsikan secara akurat perasaan orang tersebut dan memahami arti perasaan tersebut bagi yang bersangkutan. Empati menambah suatu dimensi lain bagi adanya saling pengertian di antara perawat-pasien. Sikap empati dapat membantu pasien mengerti dan mengeksplorasi perasaannya sehingga dapat mengatasi masalahnya (Potter & Perry, 1997) b) Konsep caring Caring berarti mengandung 3 hal yang tak dapat dipisahkan yaitu perhatian, tanggung jawab, dan dilakukan dengan ikhlas (Kozier & Erb, 1998). Ide tentang caring menyatu dalam hubungan membantu. Perasaan bahwa pasien diperhatikan sebagai individu membuat pasien merasa aman walaupun dalam keadaan sakit. Sikap perawat yang memrhatikan, mau membantu, dan menghargai pasien akan membantu mengurangi kecemasan pasien. Sikap caring juga akan meningkatkan kepercayaan pasien pada perawat. untuk meningkatkan pertumbuhan, pengembangan maturitas, peningkatan fungsi, dan peningkatan kemampuan koping kehidupan pihak

13

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Perawatan kepada pasien yang menghadapi sakaratul maut (dying) oleh petugas kesehatan dilakukan dengan cara memberi pelayanan khusus jasmaniah dan rohaniah sebelum pasien meninggal. Perawat memiliki peran untuk memenuhi kebutuhan biologis, sosiologis, psikologis, dan spiritual pasien sakaratul maut dengan memperhatikan moral, etika serta menumbuhkan sikap empati dan caring kepada pasien. Penanganan pasien perlu dukungan semua pihak yang terkait, terutama keluarga pasien dan perlu tindakan yang tepat dari perawat. Metode homecare menjadi metode yang biasanya dipilih oleh pasien / keluarga pasien untuk merawat pasien sakaratul maut. Perawatan secara teratur seorang pasien di rumah oleh tim medis (home care) bisa mengantarkan pasien yang sekarat mencapai khusnul khatimah atau kematian terbaik di tengah kehangatan keluarganya. B. Saran Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan pembaca khususnya perawat yang akan melayani masyarakat dalam bidang kesehatan untuk lebih mengetahui dan memahami mengenai death and dying (kematian dan proses menjelang kematian).

14

You might also like