You are on page 1of 23

Refreshing

ANATOMI, FISIOLOGI DAN PEMERIKSAAN TELINGA

Rahma Ayu Larasati 2008730103

Pembimbing : Dr. Satrio Prodjohoesodo, Sp.THT

KEPANITERAAN KLINIK THT RSUD CIANJUR FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA 2012 - 2013

PEMBAHASAN

ANATOMI - Anatomi Telinga Luar Telinga luar, yang terdiri dari aurikula (atau pinna) dan kanalis auditorius eksternus, dipisahkan dari telinga tengah oleh struktur seperti cakram yang dinamakan membrana timpani. Telinga terletak pada kedua sisi kepala kurang lebih setinggi mata. Aurikulus melekat ke sisi kepala oleh kulit dan tersusun terutama oleh kartilago, kecuali lemak dan jaringan bawah kulit pada lobus telinga. Aurikulus membantu pengumpulan gelombang suara dan perjalanannya sepanjang kanalis auditorius eksternus. Tepat di depan meatus auditorius eksternus adalah sendi temporal mandibular. Kaput mandibula dapat dirasakan dengan meletakkan ujung jari di meatus auditorius eksternus ketika membuka dan menutup mulut. Kanalis auditorius eksternus panjangnya sekitar 2,5 sentimeter. Sepertiga lateral mempunyai kerangka kartilago dan fibrosa padat di mana kulit terlekat. Dua pertiga medial tersusun atas tulang yang dilapisi kulit tipis. Kanalis auditorius eksternus berakhir pada membrana timpani. Kulit dalam kanal mengandung kelenjar khusus, glandula seruminosa, yang mensekresi substansi seperti lilin yang disebut serumen. Mekanisme pembersihan diri telinga mendorong sel kulit tua dan serumen ke bagian luar telinga. Serumen nampaknya mempunyai sifat antibakteri dan memberikan perlindungan bagi kulit.

Anatomi Telinga Tengah

Telinga tengah yang terisi udara dapat dibayangkan sebagai suatu kotak dengan enam isi. Dinding posteriornya lebih luas daripada dinding anterior sehingga kotak tersebut berbentuk baji. Promontorium pada dinding medial meluas ke lateral ke arah umbo dari membran timpani sehingga kotak tersebut lebih sempit pada bagian tengah. Telinga tengah berbentuk kubus dengan: Batas luar Batas depan Batas bawah : membran timpani : tuba eustachius : vena jugularis (bulbus jugularis)

Batas belakang : auditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis Batas atas Batas dalam : tegmen timpani (meningen/ otak) : berturut-turut dari atas ke bawah, kanalis semi sirkularis horizontal,

kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar (round window), dan promontorium. Dinding superior telinga tengah berbatasan dengan lantai fossa kranii media. Pada dinding bagian atas dinding posterior terdapat auditus ad antrum tulang mastoid dan dibawahnya adalah saraf fasialis. Otot stapedius timbul pada daerah saraf fasialis dan tendonnya menembus melalui suatu piramid tulang menuju ke leher stapes. Saraf korda timpani timbul dari saraf fasialis di bawah stapedius dan berjalan ke lateral depan menuju inkus tetapi di medial maleus, untuk keluar dari telinga tengah lewat sutura petrotimpanika. Korda timpani kemudian bergabung dengan saraf lingualis dan menghantarkan serabutserabut sekretomotorik ke ganglion submandibularis dan serabut-serabut pengecap dari duapertiga anterior lidah. Dasar telinga tengah adalah atap bulbus jugularis yang berada di sebelah superolateral menjadi sinus sigmoideus dan lebih ke tengah menjadi sinus transversus. Keduanya adalah aliran vena utama rongga tengkorak. Cabang aurikularis saraf vagus masuk ke telinga tengah dari dasarnya. Bagian bawah dinding anterior adalah kanalis karotikus. Di atas kanalis tersebut, muara tuba eustakius dan otot tensor timpani yang menempati daerah superior tuba kemudian membalik, melingkari prosesus cochleariformis dan berinsersi pada leher maleus. Dinding lateral dari telinga tengah adalah tulang epitimpanum di bagian atas, membrana timpani, dan dinding tulang hipotimpanum di bagian bawah.
3

Bangunan yang paling menonjol pada dinding medial adalah promontorium yang menutup lingkaran cochlea yang pertama. Saraf timpanikus berjalan melintas promontorium. Kanalis falopii bertulang yang dilalui saraf fasialis terletak di atas fenestra ovalis mulai dari prosesus cochleariformis di anterior hingga piramid stapedius di posterior. Rongga mastoid berbentuk seperti piramid dengan puncak mengarah ke kaudal. Atap mastoid adalah fossa kranii media. Dinding medial adalah dinding lateral fossa kranii posterior. Sinus sigmoideus terletak di bawah dura mater pada daerah tersebut. pada dinding anterior mastoid terdapat aditus ad antrum. Tonjolan kanalis semi sirkularis lateralis menonjol ke dalam antrum. Di bawah kedua patokan ini berjalan saraf fasialis dalam kanalis tulangnya untuk keluar dari tulang temporal melalui foramen stilomastoideus di ujung anterior krista yang dibentuk oleh insersio otot digastrikus. Dinding lateral mastoid adalah tulang subkutan yang dengan mudah dapat dipalpasi di posterior aurikula.

Gambar. Telinga tengah dengan batas-batasnya Membrana Timpani Membrana timpani adalah suatu bangunan berbentuk kerucut dengan puncaknya, umbo, mengarah ke medial. Membrana timpani umumnya bulat. Penting untuk disadari bahwa bagian dari rongga telinga tengah yaitu epitimpanum yang mengandung korpus maleus dan inkus, meluas melampaui batas atas membrana timpani, dan bahwa ada bagian hipotimpanum yang meluas melampaui batas bawah membrana timpani. Membrana timpani tersusun oleh suatu lapisan epidermis di bagian luar, lapisan fibrosa di bagian tengah di mana tangkai maleus dilekatkan dan lapisan mukosa bagian dalam lapisan fibrosa tidak terdapat diatas prosesus lateralis maleus dan ini menyebabkan bagian membrana timpani yang disebut membrana Shrapnell menjadi lemas (flaksid).

Gambar : membrana timpani

Tuba Eustachius Tuba eustachius menghubungkan rongga telinga tengah dengan nasofaring. Bagian lateral tuba eustakius adalah bagian yang bertulang. Sementara duapertiga bagian medial bersifat kartilaginosa. Origo otot tensor timpani terletak di sebelah atas bagian bertulang, sementara kanalis karotikus terletak di bagian bawahnya. Bagian bertulang rawan berjalan melintasi dasar tengkorak untuk masuk ke faring di atas otot levator palatinum dan tensor palatinum yang masing-masing disarafi pleksus faringeal dan saraf mandibularis. Tuba eustachius berfungsi timpani. untuk menyeimbangkan tekanan udara pada kedua sisi membrana

Anatomi Telinga Dalam

Telinga dalam tertanam jauh di dalam bagian tulang temporal. Organ untuk pendengaran (cochlea) dan keseimbangan (kanalis semisirkularis), begitu juga nervus kranial VII (nervus fasialis) dan VIII (nervus cochlea vestibularis) semuanya merupakan bagian dari komplek anatomi. Cochlea dan kanalis semisirkularis bersama menyusun tulang labirin. Ketiga kanalis posterior, superior dan lateral terletak membentuk sudut 90o satu sama lain dan mengandung organ yang berhubungan dengan keseimbangan. Organ akhir reseptor ini distimulasi oleh perubahan kecepatan dan arah gerakan seseorang.

Cochlea berbentuk seperti rumah siput dengan panjang sekitar 3,5 cm dengan dua setengah lingkaran spiral dan mengandung organ akhir untuk pendengaran, dinamakan organ Corti. Di dalam tulang labirin, namun tidak sempurna mengisinya, labirin membranosa terendam dalam cairan yang dinamakan perilimfe, yang berhubungan langsung dengan cairan serebrospinal dalam otak melalui aquaduktus cochlearis. Labirin membranosa tersusun atas utrikulus, akulus, dan kanalis semisirkularis, duktus cochlearis, dan organan Corti. Labirin membranosa memegang cairan yang dinamakan endolimfe. Terdapat keseimbangan yang sangat tepat antara perilimfe dan endolimfe dalam telinga dalam, banyak kelainan telinga dalam terjadi bila keseimbangan ini terganggu. Percepatan angular menyebabkan gerakan
5

dalam cairan telinga dalam di dalam kanalis dan merang-sang sel-sel rambut labirin membranosa. Akibatnya terjadi aktivitas elektris yang berjalan sepanjang cabang vestibular nervus kranialis VIII ke otak. Perubahan posisi kepala dan percepatan linear merangsang selsel rambut utrikulus. Ini juga mengakibatkan aktivitas elektris yang akan dihantarkan ke otak oleh nervus kranialis VIII. Di dalam kanalis auditorius internus, nervus cochlearis, yang muncul dari cochlea, bergabung dengan nervus vestibularis, yang muncul dari kanalis semisirkularis, utrikulus, dan sakulus, menjadi nervus cochlearis (nervus kranialis VIII). Yang bergabung dengan nervus ini di dalam kanalis auditorius internus adalah nervus fasialis (nervus kranialis VII). Kanalis auditorius internus membawa nervus tersebut batang otak.

FISIOLOGI Fisiologi Pendengaran Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Gelombang suara adalah getaran udara yang merambat dan terdiri dari daerah daerah bertekanan tinggi karena kompresi (pemadatan) molekul molekul udara yang berselang seling dengan daerah daerah bertekanan rendah karena penjarangan (rafaction) molekul tersebut. Suara ditandai oleh nada, intensitas, dan timbre. Nada suatu suara ditentukan oleh frekuensi getaran. Semakin tinggi frekuensi maka semakin tinggi nada. Telinga manusia dapat mendeteksi gelombang suara dengan frekuensi dari 20 20000 siklus per detik, tetapi paling peka terhadap frekuensi antara 1000 4000 siklus per detik. Intensitas atau kepekaan suatu suara bergantung pada amplitude gelombang suara, atau perbedaan tekanan antara daerah pemampatan yang bertekanan tinggi dan daerah penjaranganyang bertekanan rendah. Kepekakan dinyatakan dalam desibel (dB). Timbre atau kualitas suara bergantung pada nada tambahan yaitu frekuensi tambahan yang menimpa nada dasar. Proses pendengaran dimulai dari masuknya gelombang suara melalui pinna lalu dibawa ke dalam meatus auditus eksterna hingga mencapai membran timpani. Gelombang suara yang mencapai membran timpani akan menggetarkan membran timpani. Telinga tengah akan memindahkan gerakan bergetar membran timpani ke cairan telinga dalam. Perpindahan ini dipermudah dengan adanya rantai yang terdiri dari tulang tulang pendengaran ( maleus,
6

inkus, stapes) yang berjalan melintasi telinga tengah. Ketika membran timpani bergetar maka rantai tulang tersebut akan melanjutkan gerakan dengan frekuensi yang sama ke jendela oval.Tekanan di jendela oval akibat setiap getaran yang dihasilkan menimbulkan getaran seperti gelombang pada cairan telinga dalam frekuensi yang sama dengan frekuensi gelombang suara semula. Namun, karena dibutuhkan tekanan yang lebih besar untuk menggerakkan cairan terdapat dua mekanisme yang berkaitan dengan sistem tulang pendengaran untuk memperkuat tekanan gelombang suara dari udara untuk menggetarkan cairan di cochlea. Pertama, karena luas permukaan membran timpani jauh lebih besar dibandingkan luas permukaan dari jendela oval, terjadi peningkatan tekanan ketika gaya yang bekerja di membran timpani disalurkan ke jendela oval.(tekanan = gaya / luas permukaan). Kedua, efek pengungkit tulang-tulang pendengaran menghasilkan keuntungan mekanis tambahan. Kedua mekanisme ini bersama-sama meningkatkan gaya yang timbul pada jendela oval sebesar dua puluh kali lipat dari gelombang suara yang langsung mengenai jendela oval. Stapes yang bergetar oleh karena gelombang suara akan menggetarkan jendela oval lalu cairan perilimfe akan bergerak menuju jendela bundar melewati helikotrema dan pada saat stapes tertarik dari jendela oval maka cairan akan kembali menuju jendela oval dari jendela bundar. Gelombang tekanan frekuensi yang berkaitan dengan penerimaan suara mengambil jalan pintas. Gelombang tekanan di skala vestibule akan menembus membran Reissner masuk ke dalam duktus cochlearis dan kemudian melalui membran basiliaris ke skala timpani, tempat gelombang tersebut menyebabkan jendela bundar menonjol keluar masuk bergantian. Perbedaan utama jalur ini adalah bahwa transmisi gelombang tekanan melalui membran basiliaris menyebabkan membran ini bergerak naik turun. Pada saat membran basiliaris bergerak naik, maka akan membuka saluran saluran ion gerbang mekanis di sel-sel rambut terbuka sehingga akan menyebabkan Ca2+ dan K+ masuk ke dalam sel sehingga terjadi depolarisasi sedangkan pada saat membran basiliaris bergerak turun, maka akan menutup saluran saluran ion gerbang mekanis di sel-sel rambut tertutup sehingga akan menyebabkan Ca2+ dan K+ tidak dapat masuk ke dalam sel sehingga terjadi hiperpolarisasi. Adanya gerakan naik turun dari membran basiliaris akan menyebabkan depolarisasi hiperpolarisasi secara bergantian sehingga timbullah aksi potensial berjenjang pada sel sel reseptor yang akan menghasilkan neourotansmitter yang bersinaps pada ujung-ujung serat saraf aferen yang membentuk saraf cochlearis. Saraf cochlearis akan bergabung dengan saraf vestibularis menjadi saraf vestibulocochlearis ( N.VIII), dari sini aksi potensial akan disalurkan sebagian ke inferior kollikulus dan sebagian lagi diteruskan ke medulla oblongata lalu ke lemniskus
7

lateralis selanjutnya ke mesensefalon dan terakhir ke korteks pendengaran pada lobus temporalis area broadmann 41. Di lobus temporalis, informasi dari saraf akan diterjemahkan menjadi persepsi suara. Fisiologi Keseimbangan Aparatus vestibularis terdiri dari dua set struktur yang terletak di dalam tulang temporalis dekat cochlea yaitu kanalis semisirkularis dan organ otolit ( sakulus dan utrikulus). Fungsi dari apparatus vestibularis adalah untuk memberikan informasi yang penting untuk sensasi keseimbangan dan untuk koordinasi gerakan gerakan kepala dengan gerakan mata dan postur tubuh. Akselerasi atau deselerasi selama rotasi kepala ke segala arah menyebabkan pergerakan endolimfe sehingga kupula ikut bergerak. Selain itu, adanya akselerasi atau deselerasi juga akan menimbulkan endolimfe mengalami kelembaman dan tertinggal bergerak ketika kepala mulai berotasi sehingga endolimfe yang sebidang dengan gerakan kepala akan bergeser ke arah berlawanan dengan arah gerakan kepala ( contoh seperti efek membelok dalam mobil). Hal ini juga menyebabkan kupula menjadi condong ke arah berlawanan dengan arah gerakan kepala dan sel sel rambut di dalam kupula ikut bergerak bersamaan dengan kupula. Apabila gerakan kepala berlanjut dalam arah dan kecepatan yang sama maka endolimfe yang awalnya diam tidak ikut bergerak (lembam) akan menyusul gerakan kepala dan sel rambut-rambut akan kembali ke posisi tegak. Ketika kepala melambat dan berhenti akan terjadi hal sebaliknya. Sel rambut pada aparatus vestibularis terdiri dari satu kinosilium dan streosilia. Pada saat streosilia bergerak searah dengan kinosilium akan meregangkan tip link, yang menghubungkan streosilia dengan kinosilium. Tip link yang teregang akan membuka saluransaluran ion gerbang mekanis di sel sel rambut sehingga akan menyebabkan Ca2+ dan K+ masuk ke dalam sel sehingga terjadi depolarisasi sedangkan pada saat streosilia bergerak berlawanan arah dengan kinosilium maka tip link tidak teregang dan saluran-saluran ion gerbang mekanis di sel-sel rambut akan tertutup sehingga akan menyebabkan Ca2+ dan K+ tidak dapat masuk ke dalam sel sehingga terjadi hiperpolarisasi. Sel rambut akan bersinaps pada ujung saraf aferen dan akan masuk ke dalam saraf vestibular. Saraf ini akan bersatu dengan saraf cochlearis menjadi saraf vestibulocochlearis dan akan dibawa ke nukleus vestibularis di batang otak. Dari nukleus vestibularis akan ke serebellum untuk pengolahan
8

koordinasi, ke neuron motorik otot otot ekstremitas dan badan untuk pemeliharaan keseimbangan dan postur yang diinginkan, ke neuron motorik otot otot mata untuk control gerakan mata, dan ke susunan saraf pusat untuk persepsi gerakan dan orientasi. Pada sakulus dan utrikulus, sel sel rambut di organ otolit ini juga menonjol ke dalam satu lembar gelatinosa diatasnya, yang gerakannya menyebabkan perubahan posisi rambut serta menimbulkan perubahan potensial di sel tersebut. Proses ini sama pada kanalis semisirkularis hanya saja pada sakulus dan utrikulus terdapat otolith yang mengakibatkan gerakan akan menjadi lebih lembam. Utrikulus berfungsi dalam posisi vertikal dan horizontal sedangkan sakulus berfungsi dalam kemiringan kepala menjauhi posisi horizontal. PEMERIKSAAN a. Anamnesis Pada anamnesis, sedikitnya harus menanyakan tentang gangguan pendengaran, kebisingan dalam kepala (tinitus), pusing (vertigo) atau ketidakseimbangan, sekret telinga dan nyeri telinga. Bila didapatkan salah satu keluhan, maka perlu dikenali secara lebih rinci. Berikut pertanyaan yang dapat membantu menggali keluhan-keluhan diatas : 1. Kapan keluhan timbul ? mendadak, perlahan-lahan ? onset ? 2. Keluhan muncul pada bagian sebelah mana ? atau menyerang keduanya ? 3. Gangguan muncul pada keadaan apa ? 4. Adakah penyakit penyerta lain ? trauma ? paparan suara yang kuat ? penggunaan obat-obatan ? 5. Adakah penyakit sebelumnya pada keluhan yang sekarang ? 6. Adakah hambatan yang timbul setelah adanya gangguan ?

b. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik, harus dimulai dari inspeksi dan palpasi aurikula (pinna) dan jaringan di sekitar telinga. Kemudian liang telinga juga harus diperiksa. Alat yang diperlukan untuk pemeriksaaan telinga adalah lampu kepala, corong telinga, otoskop, pelilit kapas, pengait serumen, pinset telinga dan garputala.
9

Pasien duduk dengan posisi badan condong sedikit kedepan dan kepala lebih tinggi sedikit dari kepala pemeriksa untuk memudahkan melihat liang telinga dan membran timpani.

Dimulai dengan melihat keadaan dan bentuk daun telinga, daerah belakang daun telinga (retro-aurikuler) apakah terdapat tanda peradangan atau sikatriks bekas operasi. Dengan menarik daun telinga keatas dan kebelakang, liang telinga akan menjadi lebih lurus dan akan lebih mempermudah melihat keadaan liang telinga dan membran timpani. Pakailah otoskop untuk melihat lebih jelas bagian-bagian membran timpani. Otoskop dipegang dengan tangan kanan untuk memeriksa telinga kanan pasien dan dengan tangan kiri bila memeriksa telinga kiri. Supaya otoskop ini stabil maka jari kelingking tangan yang memegang otoskop ditekankan pada pipi pasien.

Bila terdapat serumen didalam liang telinga yang menyumbat maka serumen ini harus dikeluarkan. Jika kondisinya cair dapat dengan kapas yang dililitkan, bila konsistensinya padat atau liat dapat dikeluarkan dengan pengait dan bila berbentuk lempengan dapat di pegang dan dikeluarkan dengan pinset. Jika serumen ini sangat keras dan menyumbat seluruh liang telinga maka lebih baik dilunakan dulu dengan minyak atau karbogliserin. Bila sudah lunak atau cair dapat dilakukan irigasi dengan air supaya liang telinga bersih.

Uji

pendengaran

dilakukan

dengan

memakai

garputala

dan

dari

hasil

pemeriksaannya dapat diketahui jenis ketulian apakah tuli konduktif atau tuli perseptif (sensorineural). Uji penala yang dilakukan sehari-hari adalah uji pendengaran Rinne dan Weber.

Pemeriksaan telinga Inspeksi telinga luar merupakan prosedur yang paling sederhana tapi sering terlewat. Aurikulus dan jaringan sekitarnya diinspeksi adanya deformitas, lesi cairan begitu pula ukuran simetris dan sudut penempelan ke kepala.

10

Gerakan aurikulus normalnya tak menimbulkan nyeri. Bila manuver ini terasa nyeri, harus dicurigai adanya otitis eksterna akut. Nyeri tekan pada saat palpasi di daerah mastoid dapat menunjukkan mastoiditis akut atau inflamasi nodus auri-kula posterior. Terkadang, kista sebaseus dan tofus (deposit mineral subkutan) terdapat pada pinna. Kulit bersisik pada atau di belakang aurikulus biasanya menunjukkan adanya dermatitis seboroik dan dapat terdapat pula di kulit kepala dan struktur wajah.

Untuk memeriksa kanalis auditorius eksternus dan membrana timpani, kepala pasien sedikit dijauhkan dari pemeriksa. Otoskop dipegang dengan satu tangan sementara aurikulus dipegang, dengan tangan lainnya dengan mantap dan ditarik ke atas, ke belakang dan sedikit ke luar, Cara ini akan membuat lurus kanal pada orang dewasa, sehingga memungkinkan pemeriksa melihat lebih jelas membrana timpani. Spekulum dimasukkan dengan lembut dan perlahan ke kanalis telinga,dan mata didekatkan ke lensa pembesar otoskop untuk melihat kanalis dan membrana timpani. Spekulum terbesar yang dapat dimasukkan ke telinga (biasanya 5 mm pada orang dewasa) dipandu dengan lembut ke bawah ke kanal dan agak ke depan. Karena bagian distal kanalis adalah tulang dan ditutupi selapis epitel yang sensitif, maka tekanan harus benar-benar ringan agar tidak menimbulkan nyeri. Setiap adanya cairan, inflamasi, atau benda asing; dalam kanalis auditorius eksternus dicatat.

Membrana timpani sehat berwarna mutiara keabuan pada dasar kanalis. Penanda harus dttihat mungkin pars tensa dan kerucut cahaya, umbo, manubrium mallei, dan prosesus brevis. Gerakan memutar lambat spekulum memungkinkan penglihat lebih jauh pada lipatan malleus dan daerah perifer, dan warna membran begitu juga tanda yang tak biasa atau deviasi kerucut cahaya dicatat. Adanya cairan, gelembung udara, atau massa di telinga tengah harus dicatat. Pemeriksaan otoskop kanalis auditorius eksternus membrana timpani yang baik hanya dapat dilakukan bi kanalis tidak terisi serumen yang besar. Serumennya terdapat di kanalis eksternus, dan bila jumla sedikit tidak akan mengganggu pemeriksaan otoskop. Bila serumen sangat lengket maka sedikit minyak mineral atau pelunak serumen dapat diteteskan dalam kanalis telinga dan pasien diinstruksikan kembali lagi.

11

Uji Ketajaman Auditorius Perkiraan umum pendengaran pasien dapat disaring secara efektif dengan mengkaji kemampuan pasien mendengarkan bisikan kata atau detakan jam tangan. Bisikan lembut dilakukan oleh pemeriksa, yang sebelumnya telah melakukan ekshalasi penuh. Masing-masing telinga diperiksa bergantian. Agar telinga yang satunya tak mendengar, pemeriksa menutup telinga yang tak diperiksa dengan telapak tangan. Dari jarak 1 sampai 2 kaki dari telinga yang tak tertutup dan di luar batas penglihatan, pasien dengan ketajaman normal dapat menirukan dengan tepat apa yang dibisikkan. Bila yang digunakan detak jam tangan, pemeriksa memegang jam tangan sejauh 3 inci dari telinganya sendiri (dengan asumsi pemeriksa mempunyai pendengaran normal) dan kemudian memegang jam tangan pada jarak yang sama dari aurikulus pasien. Karena jam tangan menghasilkan suara dengan nada yang lebih tinggi daripada suara bisikan, maka kurang dapat dipercaya dan tidak dapat dipakai sebagai satu-satunya cara mengkaji ketajaman auditorius.

TES PENALA Penggunaan uji Weber dan Rinne Memungkinkan kita membedakan kehilangan akibat konduktif dengan kehilangan sensorineural.

a. Test Rinne Tujuan melakukan tes Rinne adalah untuk membandingkan atara hantaran tulang dengan hantaran udara pada satu telinga pasien. Ada 2 macam tes rinne , yaitu : 1. Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya tegak lurus pada planum mastoid pasien (belakang meatus akustikus eksternus). Setelah pasien tidak mendengar bunyinya, segera garpu tala kita pindahkan didepan meatus akustikus eksternus pasien. Tes Rinne positif jika pasien masih dapat mendengarnya. Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien tidak dapat mendengarnya.

12

2. Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya secara tegak lurus pada planum mastoid pasien. Segera pindahkan garputala didepan meatus akustikus eksternus. Kita menanyakan kepada pasien apakah bunyi garputala didepan meatus akustikus eksternus lebih keras dari pada dibelakang meatus skustikus eksternus (planum mastoid). Tes rinne positif jika pasien mendengar didepan maetus akustikus eksternus lebih keras. Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien mendengar didepan meatus akustikus eksternus lebih lemah atau lebih keras dibelakang. Ada 3 interpretasi dari hasil tes rinne Normal : Tuli konduksi : Tuli persepsi, terdapat 3 kemungkinan :

tes rinne positif

tes rine negatif (getaran dapat didengar melalui tulang lebih lama)

- Bila pada posisi II penderita masih mendengar bunyi getaran garpu tala . - Jika posisi II penderita ragu-ragu mendengar atau tidak (tes rinne: +/-)

- Pseudo negatif: terjadi pada penderita telinga kanan tuli persepsi pada posisi I yang mendengar justru telinga kiri yang normal sehingga mula-mula timbul.

Kesalahan pemeriksaan pada tes rinne dapat terjadi baik berasal dari pemeriksa maupun pasien. Kesalah dari pemeriksa misalnya meletakkan garputala tidak tegak lurus, tangkai garputala mengenai rambut pasien dan kaki garputala mengenai aurikulum pasien. Juga bisa karena jaringan lemak planum mastoid pasien tebal. Kesalahan dari pasien misalnya pasien lambat memberikan isyarat bahwa ia sudah tidak mendengar bunyi garputala saat kita menempatkan garputala di planum mastoid pasien. Akibatnya getaran kedua kaki garputala sudah berhenti saat kita memindahkan garputala kedepan meatus akustukus eksternus.
13

b. Test Weber Tujuan tes weber adalah untuk membandingkan hantaran tulang antara kedua telinga pasien. Cara kita melakukan tes weber yaitu: membunyikan garputala 512 Hz lalu tangkainya kita letakkan tegak lurus pada garis horizontal. Menurut pasien, telinga mana yang mendengar atau mendengar lebih keras. Jika telinga pasien mendengar atau mendengar lebih keras 1 telinga maka terjadi lateralisasi ke sisi telinga tersebut. Jika kedua pasien sama-sama tidak mendengar atau sam-sama mendengar maka berarti tidak ada lateralisasi. Getaran melalui tulang akan dialirkan ke segala arah oleh tengkorak, sehingga akan terdengar diseluruh bagian kepala. Pada keadaan ptologis pada MAE atau cavum timpani misal : otitis media purulenta pada telinga kanan. Juga adanya cairan atau pus di dalam cavum timpani ini akan bergetar, bila ada bunyi segala getaran akan didengarkan di sebelah kanan. Interpretasi

a.Bila pendengar mendengar lebih keras pada sisi di sebelah kanan disebut lateralisai ke kanan, disebut normal bila antara sisi kanan dan kiri sama kerasnya.

b.Pada lateralisai ke kanan terdapat kemungkinannya: - Tuli konduksi sebelah kanan misal adanya ototis media disebelah kanan. - Tuli konduksi pada kedua telinga, tetapigangguannya pada telinga kanan lebih hebat. - Tuli persepsi sebelah kiri sebab hantaran ke sebelah kiri terganggu, maka di dengar sebelah kanan. - Tuli persepsi pada kedua telinga, tetapi sebelah kiri lebih hebat dari pada sebelah kanan. - Tuli persepsi telinga dan tuli konduksi sebelah kanan jarang terdapat.

14

Tes Rinne dan Tes Weber

Test Swabach Membandingkan daya transport melalui tulang mastoid antara pemeriksa (normal) dengan pasien. Gelombang-gelombang dalam endolymphe dapat ditimbulkan oleh getaran yang datang melalui udara. Getaran yang datang melalui tengkorak, khususnya osteo temporal. Cara pemeriksaan : Pemeriksa meletakkan pangkal garputala yang sudah digetarkan pada puncak kepala pasien. Pasien akan mendengar suara garputala itu makin lama makin melemah dan akhirnya tidak mendengar suara garputala lagi. Pada saat garputala tidak mendengar suara garputala, maka pemeriksai akan segera memindahkan garputala itu, ke puncak kepala orang yang diketahui normal ketajaman pendengarannya (pembanding). Bagi

pembanding dua kemungkinan dapat terjadi : akan mendengar suara, atau tidak mendengar suara.

Tes Schwabach

15

Contoh : Seorang dengan kurang pendengaran pada telinga kanan: Hasil tes penala : Telinga kanan Rinne Weber Schwabach Negative Lateralisasi kekanan memanjang Sesuai dengan pemeriksa Telinga kiri Positif

Kesimpulan : tuli konduktif pada telinga kanan

TES RINNE Positif Negative

TES WEBER Tidak ada lateralisasi

TES SCHWABACH Sama dengan pemeriksa

DIAGNOSIS Normal Tuli konduktif

Lateralisasi ke telinga yang Memanjang sakit

Positif

Lateralisasi ke telinga yang Memendek sehat

Tuli sensorineural

Catatan

Pada tuli konduktif < 30 dB, Rinne bisa masih positif

Table 1. Kesimpulan hasil tes penala

Tes Berbisik Pemeriksaan ini bersifat semi-kuantitatif, menentukan derajat ketulian secara kasar. Hal ini yang diperlukan adalah ruangan yang cukup tenang, dengan panjang minimal 6 meter. Pada nilai normal tes berbisik : 5/6-6/6

Audiologi Dasar

Ketajaman pendengaran sering diukur dengan suatu audiometri. Alat ini menghasilkan nada-nada murni dengan frekuensi melalui aerphon. Pada sestiap frekuensi ditentukan intensitas ambang dan diplotkan pada sebuah grafik sebagai prsentasi dari pendengaran normal. Hal ini menghasilkan pengukuran obyektif derajat ketulian dan gambaran mengenai rentang nada yang paling terpengaruh.
16

Audiometri berasal dari kata audir dan metrios yang berarti mendengar dan mengukur (uji pendengaran). Audiometri tidak saja dipergunakan untuk mengukur ketajaman pendengaran, tetapi juga dapat dipergunakan untuk menentukan lokalisasi kerusakan anatomis yang menimbulkan gangguan pendengaran.

Audiometri adalah sebuah alat yang digunakan untuk mengetahui level pendengaran seseorang. Dengan bantuan sebuah alat yang disebut dengan audiometri, maka derajat ketajaman pendengaran seseorang dapat dinilai. Tes audiometri diperlukan bagi seseorang yang merasa memiliki gangguan pendengeran atau seseorang yang akan bekerja pada suatu bidang yang memerlukan ketajaman pendengaran.

Dalam mendeteksi kehilangan pendengaran, audiometer adalah satu-satunya instrumen diagnostik yang paling penting. Uji audiometri ada dua macam: (1) audiometri nada-murni, di mana stimulus suara terdiri atas nada murni atau musik (semakin keras nada sebelum pasien bisa mendengar berarti semakin besar kehilangan pendengarannya), dan (2) audiometri wicara di mana kata yang diucapkan digunakan untuk menentukan kemampuan mendengar dan membedakan suara. Ahli audiologi melakukan uji dan pasien mengenakan earphone dan sinyal mengenai nada yang didengarkan. Ketika nada dipakai secara langsung pada meatus kanalis auditorius eksternus, kita mengukur konduksi udara. Bila stimulus diberikan pada tulang mastoid, melintas mekanisme konduksi (osikulus), langsung menguji konduksi saraf. Agar hasilnya akurat, evaluasi audiometri dilakukan di ruangan yang kedap suara. Respons yang dihasil-kan diplot pada grafik yang dinamakan audiogram.

Frekuensi Merujuk pada jumlah gelombang suara yang dihasilkan oleh sumber bunyi per detik siklus perdetik atau hertz (Hz). Telinga manusia normal mampu mendengar suara dengan kisaran frekwensi dari 20 sampai 20.000Hz. 500 sampai 2000 Hz yang paling penting untuk memahami percakapan sehari-hari yang dikenal sebagai kisaran wicara.

Nada adalah istilah untuk menggambarkan frekuensi; nada dengan frekwensi 100 Hz dianggap sebagai nada rendah, dan nada 10.000 Hz dianggap sebagai nada tinggi.
17

Unit untuk mengukur kerasnya bunyi (intensitas suara) adalah desibel (dB), tekanan yang ditimbulkan oleh suara. Kehilangan pendengaran diukur dalam decibel, yang merupakan fungsi logaritma intensitas dan tidak bisa dengan mudah dikonversikan ke persentase. Ambang kritis kekerasan adalah sekitas 30 dB. Beberapa contoh intensitas suara yang biasa termasuk gesekan kertas dalam lingkungan yang sunyi, terjadi pada sekitar 15 dB; per kapan rendah, 40 dB; dan kapal terbang jet sejauh kaki, tercatat sekitar 150 dB. Suara yang lebih keras i 80 dB didengar telinga manusia sangat keras. Suara yang terdengar tidak nyaman dapat merusak telinga dalam Timpanogram atau audiometri impedans, menggunakan refleks otot telinga tengah terhadap stimulus suara, kelenturan membrana timpani, dengan mengubah teh udara dalam kanalis telinga yang tertutup (Kelenturan akan berkurang pada penyakit telinga tertutup).

Respons batang otak auditori (ABR, auditori brain sistem response) adalah potensial elektris yang dapat terteksi dari narvus kranialis VIII (narvus akustikus) alur auditori asendens batang otak sebagai respons stimulasi suara. Merupakan metoda objektif untuk mengukur pendengaran karena partisipasi aktif pasien sama sekali tidak diperlukan seperti pada audiogram perilaku. Elektroda ditempatkan pada dahi pasien dan stimuli akustik, biasanya dalam bentuk detak, diperdengarkan ke telinga. pengukuran elektrofisiologis yang dihasilkan dapat di tentukan tingkat desibel berapa yang dapat didengarkan pasien dan apakah ada kelainan sepanjang alur syaraf, seperti tumor pada nervus kranialis VIII. Elektrokokleografi (ECoG) adalah perekaman potensial elektrofisologis koklea dan nervus kranialis VIII bagai respons stimuli akustik. Rasio yang dihasilkan digunakan untuk membantu dalam mendiagnosa kelainan keseimbangan cairan telinga dalam seperti penyakit Meniere dan fistula perilimfe.

Prosedur ini dilakukan dengan menempatkan elektroda sedekat mungkin dengan koklea, baik di kanalis auditorius eksternus tepat di dekat membrana timpani atau melalui elektroda transtimpanik yang diletakkan melalui mambrana timpani dekat membran jendela bulat. Untuk persiapan pengujian, pasien diminta unluk tidak memakai diuretika selama 48 jam sebelum uji dilakukan sehingga keseimbangan cairan di dalam telinga tidak berubah.

18

Audiometri nada murni Suatu sisitem uji pendengaran dengan menggunakan alat listrik yang dapat menghasilkan bunyi nada-nada murni dari berbagai frekuensi 250-500, 1000-2000, 40008000 dan dapat diatur intensitasnya dalam satuan (dB). Bunyi yang dihasilkan disalurkan melalui telepon kepala dan vibrator tulang ketelinga orang yang diperiksa pendengarannya. Masing-masing untuk menukur ketajaman pendengaran melalui hantaran udara dan hantaran tulang pada tingkat intensitas nilai ambang, sehingga akan didapatkan kurva hantaran tulang dan hantaran udara. Dengan membaca audiogram ini kita dapat mengetahui jenis dan derajat kurang pendengaran seseorang. Gambaran audiogram rata-rata sejumlah orang yang berpendengaran normal dan berusia sekitar 2029 tahun merupakan nilai ambang baku pendengaran untuk nada murni.

Telinga manusia normal mampu mendengar suara dengan kisaran frekuensi 2020.000 Hz. Frekuensi dari 500-2000 Hz yang paling penting untuk memahami percakapan sehari-hari.

Tabel berikut memperlihatkan klasifikasi kehilangan pendengaran Kehilangan (Desibel) 0-15 >15-25 >25-40 >40-55 >55-70 >70-90 >90 Pendengaran normal Kehilangan pendengaran kecil Kehilangan pendengaran ringan Kehilangan pendengaran sedang Kehilangan pendenngaran sedang sampai berat Kehilangan pendengaran berat Kehilangan pendengaran berat sekali Klasifikasi

Pemeriksaan ini menghasilkan grafik nilai ambang pendengaran pasien pada stimulus nada murni. Nilai ambang diukur dengan frekuensi yang berbeda-beda. Secara kasar bahwa pendengaran yang normal grafik berada diatas. Grafiknya terdiri dari skala
19

decibel, suara dipresentasikan dengan aerphon (air kondution) dan skala skull vibrator (bone conduction). Bila terjadi air bone gap maka mengindikasikan adanya CHL.

Turunnya nilai ambang pendengaran oleh bone conduction menggambarkan SNHL.

Gambar . Pemeriksaan Audiometri

Kriteria orang tuli : Ringan masih bisa mendengar pada intensitas 26-40 dB Sedang masih bisa mendengar pada intensitas 41-60 dB Berat sudah tidak dapat mendengar pada intensitas 61-90 dB Berat sekali tidak dapat mendengar pada intensitas >90 dB

Pada dasarnya tuli mengakibatkan gangguan komunikasi, apabila seseorang masih memiliki sisa pendengaran diharapkan dengan bantuan alat bantu dengar (ABD/hearing AID) suara yang ada diamplifikasi, dikeraskan oleh ABD sehingga bisa terdengar. Prinsipnya semua tes pendengaran agar akurat hasilnya, tetap harus pada ruang kedap suara minimal sunyi. Karena kita memberikan tes pada frekuensi tertentu dengan intensitas lemah, kalau ada gangguan suara pasti akan mengganggu penilaian. Pada audiometri tutur, memng kata-kata tertentu dengan vocal dan konsonan tertentu yang dipaparkan ke penderita. Intensitas pad pemeriksaan audiometri bisa dimulai dari 20 dB bila tidak mendengar 40 dB dan seterusnya, bila mendengar intensitas bisa diturunkan 0 dB, berarti pendengaran baik. Tes sebelum dilakukan audiometri tentu saja perlu pemeriksaan telinga : apakah congek atau tidak (ada cairan dalam telinga), apakah ada

20

kotoran telinga (serumen), apakah ada lubang gendang telinga, untuk menentukan penyebab kurang pendengaran.

Pemeriksaan keseimbangan Pemeriksaan fungsi keseimbangan dapat dilakukan mulai dari pemeriksaan yang sederhana yaitu : a. Uji Romberg : berdiri, lengan dilipat pada dada, mata ditutup, orang normal dapat berdiri lebih dari 30 detik. b. Uji berjalan (Strepping Tes) : berjalan di tempat 50 langkah, bila tempat berubah melebihi jarak 1 meter dan badan berputar melebihi 30 derajat berarti sudah terdapat kelaianan. Pemeriksaan keseimbangan secara obyektif dilakukan dengan Posturografi dan ENG.

Posturografi Alat pemeriksaan keseimbangan dapat menilai secara objektif dan kuantitatif kemampuan keseimbangan postural seseorang. Untuk menadapatkan gambaran yang benar tentang gangguan keseimbangan karena gangguan vestibuler, maka input visual diganggu dengan menutup mata dan input proprioseptif dihilangkan dengan berdiri di atas tumpuan yang tidak stabil.

Elektronistagmografi (ENG) Elektronistagmografi (ENG) adalah pengukuran dan grafik yang mencatat perubahan potensial elektris yang ditimbulkan oleh gerakan mata selama nistagmus yang ditimbulkan secara spontan, posisional atau kaloris. Digunakan untuk mengkaji sistem okulomotor dan vestibular dan interaksi yang terjadi antara keduanya. Misalnya, pada bagian kalori uji ini, udara atau air panas dan dingin (uji kalori bitermal) dimasukkan ke kanalis auditorius eksternus, dan kemudian gerakan mata diukur. Pasien diposisikan sedemikian rupa sehingga kanalis semisirkularis lateralis paralel dengan medan gravitasi dan duduk sementara elektroda dipasang pada dahi dan dekat mata. Pasien diminta tidak meminum supresan vestibuler seperti sedativa, penenang, antihistarnin, atau alkohol, begitu pula stimulan vestibuler seperti kafein, selama 24 jam sebelum pengujian. ENG
21

dapat membantu diagnosis kondisi seperti penyakit Meniere dan tumor kanalis auditorius internus atau fosa posterior. Posturografi platform adalah uji untuk menyelidiki kemampuan mengontrol postural. Diuji integrasi antara bagian visual, vestibuler dan proprioseptif (integrasi sensoris) dengan keluaran respons motoris dan koordinasi anggota bawah. Pasien berdiri pada panggung (platform), dikelilingi layar, dan berbagai kondisi ditampilkan, seperti panggung bergerak dengan layar bergerak. Ambang penerimaan wicara adalah tingkat intensitas suara di mana pasien mampu tepat membedakan dengan benar stimuli wicara sederhana. Pembedaan wicara menentukan kemampuan pasien untuk membedakan suara yang berbeda, dalam bentuk kata, dalam tingkat desibel di mana suara masih terdengar. pasien terhadap enam kondisi yang berbeda diukur dan menunjukkan sistem mana yang terganggu. Persiapan uji ini sama dengan pada ENG. Percepatan harmon sinusoidal (SHA, sinusoidal harmonic acceleration), atau kursi berputar, mengkaji sisiem vestibulookuler dengan menganalisis gerakan mata kopensatoris sebagai respons putaran searah atau berlawaan arah dengan jarum jam. Meskipun uji SHA tak dapat mengidentifikasi sisi dari lesi pada penyakit unilateral, namun sangat berguna untuk mengidentifikasi adanya penyakit dan mengontrol proses penyembuhanya, persiapan pasien sama dengan yang diperlukan pada ENG.

22

DAFTAR PUSTAKA
1. Soepardi, dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi 6. Penerbit FKUI Jakarta, 2011. 2. Boies, Adam. Buku Ajar Penyakit THT edisi 6 cetakan VI. Penerbit Buku Kedokteran EGC : 2010. 3. Sherwood, L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem . Jakarta : EGC, 2001 4. Guyton,AC, Hall,JE, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, 1997, editor: irawati setiawan, ed. 9, 1997, Jakarta: EGC 5. Pearce, Evelyn C, Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Gramedia, Jakarta,2004 6. Soepardi, Efiaty Arsyad dkk, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher edisi 5, FK UI, 2008.

23

You might also like