You are on page 1of 20

I.

PENDAHULUAN

Secara garis besar ekosistem dibedakan menjadi ekosistem darat dan ekosistem perairan. Ekosistem perairan dibedakan atas ekosistem air tawar dan ekosistem air laut. Ciri-ciri ekosistem air tawar antara lain variasi suhu tidak mencolok, penetrasi cahaya kurang, dan terpengaruh oleh iklim dan cuaca. Ekosistem air tawar dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu air diam misalnya kolam, danau dan waduk serta air yang mengalir misalnya sungai. Air diam digolongkan sebagai perairan lentik sedangkan air yang mengalir deras disebut lotik (Barus 2004). Danau merupakan ekosistem yang memiliki sumber daya akuatik yang bermanfaat bagi manusia sehingga harus diperhatikan kelestariannya (Dinas Perikanan, 1993). Danau termasuk ke dalam perairan tenang (lentic water), atau disebut juga sebagai perairan tenang (Barus, 2001). Ekosistem danau adalah ekosistem akuatik perairan danau dan ekosistem terestrial daerah tangkapan air danau. Pengertian danau menurut UNEP-IETC/ILEC 2000 dalam KLH 2008: a. Danau merupakan suatu ekosistem perairan menggenang penampung air dengan inlet lebih banyak daripada outlet-nya. Danau dibedakan menjadi danau alam (natural lake) dan danau buatan (man made lake/artificial lake). b. Danau alam adalah danau yang dibentuk secara alami, biasanya berbentuk mangkok (bowl-shape) yang lebih rendah dari permukaan tanah, yang terisi air dalam waktu lama, terbentuk akibat bencana alam besar seperti glasier, aktifitas gunung berapi atau gempa tektonik. c. Danau buatan adalah waduk/bendungan yang dibentuk melalui pembangunan bendungan yang memotong aliran sungai. Waduk/Bendungan dapat pula dibangun pada saluran outlet danau alami, sebagai suatu tujuan untuk mengontrol tinggi muka air danau yang lebih baik.

Menurut Jangkara (2000), waduk adalah wilayah yang digenangi badan air sepanjang tahun serta dibentuk atau dibangun atas rekayasa manusia. Waduk dibangun dengan cara membendung aliran sungai sehingga air sungai tertahan sementara dan menggenangi bagian daerah aliran sungai atau water shed yangrendah. Waduk dapat dibangun di dataran rendah maupun dataran tinggi. Beberapa waduk dapat dibangun disepanjang aliran sungai. Waduk yang dibangun di dataran tinggi atau hulu sungai akan memiliki bentuk menjari, relatif sempit dan bertebing curam serta dalam. Waduk yang dibangun di dataran rendah atau hilir sungai berbentuk bulat, relatif luas dan dangkal. Danau/waduk mempunyai fungsi penting baik secara ekologis, ekonomis, estetika, wisata alam maupun religi dan tradisi. Secara ekologis danau/waduk mempunyai fungsi dan manfaat sebagai tempat penampungan air, daerah resapan, dan habitat kehidupan liar, penahan instrusi air laut, sedangkan secara ekonomis berfungsi atau bermanfaat sebagai sumber air irigasi, perikanan dan wisata alam, transportasi dan sebagainya (KLH 2010).

II.

PEMBAHASAN

2.1

Morfometri Menurut Odum (1993), pada dasarnya proses terjadinya danau dapat

dikelompokkan menjadi dua yaitu: danau alami dan danau buatan. Danau alami merupakan danau yang terbentuk sebagai akibat dari kegiatan alamiah, misalnya bencana alam, kegiatan vulkanik dan kegiatan tektonik. Sedangkan danau buatan adalah danau yang dibentuk dengan sengaja oleh kegiatan manusia dengan tujuantujuan tertentu dengan jalan membuat bendungan pada daerah dataran rendah. Indonesia memiliki ekosistem darat yang menggenang diantaranya adalah danau. Danau-danau tersebut ada yang terbentuk secara alami (natural lake) dan ada yang terbentuk secara buatan (artificial lake). Danau buatan dikenal dengan sebutan waduk (reservoir). Morfometri atau bentuk dan struktur danau alami dan danau buatan memiliki banyak perbedaan. Perbedaan tersebut menyebabkan adanya perbedaan dalam karakteristik (fisika-kimia-biologi) perairannya. Karena itu, strategi pengelolaan danau alami dan danau buatan tidak bisa disamakan. Menurut Hakanson (2005), morfometri danau memainkan peran kunci atas peubah-peubah yang mengendap atau cara lain di dalam proses biologis dan kimia danau. Dikemukakan pula bahwa morfometri danau mengatur muatan hara, selanjutnya produksi primer dan produksi sekunder dari zooplankton, zoobentos dan ikan. Dengan demikian morfometri dapat menggambarkan berbagai potensi produksi hayati, serta menentukan tingkat kepekaan terhadap pengaruh beban material dari daerah tangkapannya. Perairan Lentik terdiri dari perairan alami (rawa, danau) dan buatan (waduk), memiliki perbedaan-perbedaan morfometrik (bentuk dan sifat fisik) bahkan perbedaan secara kimiawi, yang terlihat pada Tabel dibawah ini.

Tabel 1. Morfometrik Rawa, Danau dan Waduk Karakteristik


Tebing/ pinggiran badan air Kedalaman (m) Daerah tangkap hujan (Catchment area) Fluktuasi permukaan air tahunan (m) Daerah "derodon" (drawn-down area) Garis pantai

Rawa
landai < 10 Sempit 2-5 Sangat luas Panjang

Tipe Perairan Danau


curam > 100 Paling sempit 1-2 Sempit Pendek

Waduk
curam 10-100 Terluas 5-25 Terluas Terpanjang

Permasalahan
Litoral, bentos Stratifikasi Volume air Stabilitas Daur Nutrien tahunan Kesuburan Pencemaran Stabilitas

Teluk Kurang Sedikit Banyak Masa simpan air (water residence/ water Lama Paling lama Singkat Kualitas air retention time) Pengeluaran air Air atas Air atas Air bawah Kualitas air Cat: masa simpan air pada perairan danau tidak selalu paling lama, hal ini dapat terjadi jika danau juga difungsikan untuk kegiatan PLTA. Sementara pengeluaran air pada waduk tidak semuanya air bawah terdapat pula pengeluaran air atas.

Tabel 2. Perbandingan karakteristik danau dan waduk (Hartoto 2001) Karakteristik


Proses pembentukan Usia geologis Terbentuk akibat pengisian Posisi di DAS Bentuk Kedalaman maksimum Waktu tinggal teoritis (R) Sedimen dasar Gradien longitudinal Saluran outlet Fluktuasi tinggi permukaan air Hidrodinamika Penyebab perubahan muka air

Danau
Alamiah Tua Cekungan Sentral/ ditengah Teratur Dekat bagian tengah Lebih lama Otohtonus Dipicu oleh angin Permukaan Lebih kecil Lebih teratur Alamiah

Waduk/ Bendungan
Oleh Manusia Relatif muda (= 40 tahun) Lembah-lembah sungai Marjinal (di pinggiran) Dendritik Di dekat bendungan Lebih singkat Alohtonus Dipicu oleh aliran sungai Di tempat dalam Lebih besar Sangat bervariasi Dikendalikan manusia

Perbedaan utama antara perairan lotik dan perairan lentik adalah arus. Dimana arus pada perairan lentik umumnya sangat lambat sehingga kelihatan seperti air tenang. Menurut Odum, (1994), suatu danau terdiri dari 3 zona yaitu :

a. Zona litoral, yaitu daerah perairan dangkal dengan penetrasi cahaya sampai ke dasar. b. Zona limnetik, yaitu daerah air terbuka sampai kedalaman penetrasi cahaya yang efektif, disebut juga tingkat kompensasi, yaitu daerah dimana fotosintesa seimbang dengan respirasi. c. Zona profundal, yaitu merupakan bagain dasar dan daerah air yang dalam yang tidak tercapai oleh penetrasi cahaya efektif.

Gambar 1. Zona Danau

Pada danau juga terjadi stratifikasi thermal yang menyebabkan danau terbagi atas 3 lapisan secara vertikal yaitu lapisan epilimnion (bagian permukaan danau) dimana air lebih hangat dan tersirkulasi; lapisan mesolimnion (bagian tengah danau ) dimana pada lapisan ini terjadi termoklin dan lapisan hipolimnion (bagaian bawah danau) dimana air lebih dingin (Odum,1994; Heddy & Kurniati, 1996).

Gambar 2. Stratifikasi thermal danau secara vertikal

Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponenkomponen biotik dan abiotik yang saling berintegrasi sehingga membentuk satu kesatuan. Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan biotik (produsen, konsumen dan pengurai) yang membentuk suatu hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi. Perairan danau merupakan salah satu bentuk ekosistem air tawar yang ada di permukaan bumi. Ekosistem danau termasuk habitat air tawar yang memiliki perairan tenang yang dicirikan oleh adanya arus yang sangat lambat sekitar 0,11 cm/detik atau tidak ada arus sama sekali. Oleh karena itu residence time (waktu tinggal) air bisa berlangsung lebih lama. Umumnya perairan danau selalu menerima masukan air dari daerah tangkapan air di sekitar danau, sehingga perairan danau cenderung menerima bahan-bahan terlarut yang terangkut bersamaan dengan air yang masuk. Oleh karena itu konsentrasi zat-zat yang terdapat di danau merupakan resultan dari zatzat yang berasal dari aliran air yang masuk (Payne, 1986). Berdasarkan kandungan hara (tingkat kesuburan), danau diklasifikasikan dalam 3 jenis yaitu : (1) danau oligotrofik, (2) danau mesotrofik dan (3) danau eutrofik. Danau eutrofik merupakan danau yang memiliki kadar hara tinggi, memiliki perairan dangkal, tumbuhan litoral melimpah, kepadatan plankton lebih tinggi, sering terjadi blooming alga dengan tingkat penetrasi cahaya matahari umumnya rendah (Goldmen dan Horne, 1989). Sementara itu, danau oligotrofik adalah danau dengan kadar hara rendah, biasanya memiliki perairan yang dalam. Semakin dalam danau tersebut semakin tidak subur, tumbuhan litoral jarang dan kepadatan plankton rendah, tetapi jumlah spesiesnya tinggi. Danau Mesotrofik merupakan danau dengan kadar nutrien sedang, juga merupakan peralihan antara kedua sifat danau eutrofik dan danau oligotrofik. (Odum, 1996, Browne et al, 2004).

2.2 Siklus Nutrien Unsur hara (nutrien) merupakan parameter penting dalam menentukan kesuburan suatu perairan yag dapat diklasifikasikan dengan menentukan tingkat produktivitas primer. Unsur-unsur utama nutrien yang terkait dengan produktivitas

primer seperti fitoplankton antara lain adalah karbon dan oksigen, nitrogen, fosfor, sulfur (C, O2, N, P, S). Unsur karbon diperlukan dalam jumlah banyak untuk proses fotosintesis, fosfor diperlukan untuk pertumbuhan, nitrogen untuk memenuhi kebutuhan protein dan asam-asam amino, sedangkan silikon dalam jumlah sedikit untuk kebutuhan protein dan dalam jumlah besar untuk pembentukan dinding sel terutama untuk fitoplankton dari kelompok diatom (Reynold, 1984). Unsur hara (nutrien) yang penting di perairan adalah nitrogen dan fosfor. Nitrogen diperairan biasanya dalam bentuk nitrogen bebas, nitrat, nitrit, ammonia dan amonium. Unsur fosfor dapat ditemukan dalam bentuk senyawa anorgaik yang terlarut (ortofosfat dan poifosfat) dan senyawa organik yang berupa partikulat (Effendi 2003). Materi yang menyusun tubuh organisme berasal dari bumi. Materi yang berupa unsur-unsur terdapat dalam senyawa kimia yang merupakan Materi dasar makhluk hidup dan tak hidup. Siklus biogeokimia atau siklus organikanorganik adalah siklus unsur atau senyawa kimia yang mengalir dari komponen abiotik ke biotik dan kembali lagi ke komponen abiotik. Siklus unsur-unsur tersebut tidak hanya melalui organisme, tetapi juga melibatkan reaksi-reaksi kimia dalam lingkungan abiotik sehingga disebut siklus biogeokimia (Achmad 2011). Nutrisi adalah unsur penting untuk reaksi biokimia, pertumbuhan dan pemeliharaan biomassa, dengan nitrogen, fosfor dan silikon menjadi makronutrien paling penting dan sering mentukan dalam ekosistem perairan. Bagian ini akan fokus pada nitrogen dan fosfor, tetapi perlu dicatat bahwa berbagai elemen lainnya juga bertindak sebagai mikronutrien. Kelebihan nutrisi, terutama nitrogen dan fosfor, dapat menyebabkan berkurangnya oksigen terlarut (DO) dalam sistem perairan. Efek kumulatif dari hasil pelepasan nutrisi dalam eutrofikasi, sebuah pengayaan air dengan nutrisi, yang dapat menyebabkan peningkatan biomassa dan produktivitas alam dalam struktur komunitas air yang diberikan dan penurunan kualitas air yang bersangkutan (Wilson, Gibson, dan 'O sullivan 1993; Moss 1996 dan Young et al 1999). Hal ini dapat menyebabkan perubahan ekologi utama, misalnya produksi ganggang,

pengurangan keanekaragaman spesies dan perubahan besar dalam struktur komunitas. Dengan demikian, menilai konsentrasi nutrisi secara teratur adalah sangat penting untuk memberikan pengetahuan keadaan lingkungan perairan. 2.2.1 Siklus Nitrogen Konsentrasi nitrogen yang meningkat di sungai dan anak sungai dan menjadi perhatian pada jalur dan siklus di sistem perairan karena mempercepat eutrofikasi di danau dan waduk. Nitrogen penting karena bersama-sama dengan fosfor mengontrol produktivitas ekosistem perairan tawar, dan sebagai faktor pembatas tingkat nutrisi dalam eutrofikasi perairan tawar.

Gambar 3. Siklus Nitrogen di Perairan

Gambar 3 menggambarkan spesiasi nitrogen dalam sistem perairan. Siklus N di perairan mirip dengan bentuk siklus terestrial, perbedaan utama adalah ukuran kolam biomassa. Dalam siklus nitrogen di air, kolam biomassa mungkin hanya satu dari tigapuluh kolam terestrial (Henderson-Sellers dan Markland 1987). Namun, pemanfaatan energi yang lebih efisien sehingga produktivitas primer bersih mungkin dua kali lipat dari ekosistem darat. Selanjutnya, pemanfaatan dan turn over dari perairan dalam sistem nitrogen lebih cepat dibandingkan dengan terestrial.

Lima kemungkinan reaksi siklus nitrogen diperlihatkan pada gambar dia atas adalah: fiksasi, nitrifikasi, asimilasi, denitrifikasi dan mineralisasi atau ammonifikasi, imobilisasi dapat terjadi di mana ada O2 yang terbatas namun proses ini biasanya musiman dan tergantung pada ketersediaan biomassa. Energetika aktual dalam sistem perairan harus mempertimbangkan: tingkat reaksi, ketersediaan bahan organik, reaksi parsial yang merupakan proses termodinamika yang layak, sumber energi, tingkat oksidasi lingkungan. Kendala lebih lanjut tentang kemungkinan transformasi nitrogen dalam sistem perairan adalah pasokan nitrogen. N total dalam sistem air tawar kurang penting daripada tingkat pasokan saat N merupakan faktor pembatas. Ini sering terjadi pada danau di musim panas (Stewart et al, 1982;. Van Vlymen, 1980; Heathwaite, 1989). Pada umumnya sistem perairan memiliki beberapa kendala pada siklus nitrogen, terutama sebagai akibat dari beberapa tingkat anaerobiosis. Penetrasi cahaya adalah penting dalam sistem N di perairan dan diferensial dapat mempengaruhi mikro-organisme dan organisme fotosintetik. Tabel pada gambar diatas merangkum beberapa faktor yang mempengaruhi siklus N di perairan tawar dengan fokus utama pada danau. 2.2.2 Siklus Fosfor Baik fosfor dan nitrogen adalah nutrisi penting untuk tanaman dan hewan yang membentuk jaring makanan akuatik. Karena fosfor adalah nutrisi dalam pasokan pendek di kebanyakan perairan tawar, bahkan sedikit peningkatan fosfor, di bawah kondisi yang tepat, memicu seluruh rantai keadaan yang tidak diinginkan di sungai termasuk mempercepat pertumbuhan tanaman, blooming alga, oksigen terlarut yang rendah, dan kematian ikan tertentu, invertebrata dan hewan air lainnya. Ada banyak sumber fosfor, baik di alam dan manusia. Ini termasuk tanah dan batu, pabrik pengolahan air limbah, limpasan dari lahan pertanian, sistem septik yang gagal, limpasan dari daerah peternakan, lahan yang terganggu, lahan basah yang kering, pengolahan air, dan preparat pembersih komersial.

Unsur fosfor (P) jarang, Di alam, fosfor biasanya ada sebagai bagian dari molekul fosfat (PO4). Fosfor dalam sistem air terjadi sebagai fosfat organik dan fosfat anorganik. Fosfat organik terdiri dari molekul fosfat terkait dengan molekul berbasis karbon, seperti dalam tanaman atau jaringan hewan. Fosfat yang tidak terkait dengan bahan organik adalah anorganik. Fosfor anorganik adalah bentuk yang dibutuhkan oleh tanaman. Hewan dapat menggunakan salah satu fosfat organik atau anorganik. Fosfor organik dan anorganik dapat dilarutkan dalam air atau disuspensikan (melekat pada partikel dalam kolom air).

Gambar 4. Siklus fosfor di Perairan

Fosfor

berubah

bentuk

karena

siklus

di

lingkungan

perairan.

Tanaman air mengambil fosfor anorganik terlarut dan mengubahnya menjadi fosfor organik karena menjadi bagian dari jaringan mereka. Hewan mendapatkan fosfor organik yang mereka butuhkan dengan makan, baik tanaman air, hewan lainnya, atau tanaman yang terdekomposisi dan bahan hewani. Ketika tumbuhan mati dan hewan mengekskresi limbah, yang mengandung fosfor organik tenggelam ke bawah, di mana bakteri dekomposisi mengkonversi kembali ke fosfor anorganik, baik terlarut dan melekat pada partikel. Fosfor anorganik ini akan kembali ke dalam kolom air ketika bagian bawah diaduk oleh hewan, aktivitas manusia, interaksi kimia, atau arus air. Kemudian diserap oleh tanaman dan siklus dimulai lagi.

10

2.2.3 Siklus Karbon Karbon adalah unsur yang sangat penting, karena membentuk bahan organik, yang merupakan bagian dari semua kehidupan. Karbon mengikuti rute tertentu di bumi, yang disebut siklus karbon. Melalui mengikuti siklus karbon kita juga bisa mempelajari aliran energi di bumi, karena sebagian besar energi kimia yang dibutuhkan untuk kehidupan disimpan dalam senyawa organik sebagai ikatan antara atom karbon dan atom lainnya Siklus karbon secara alami terdiri dari dua bagian, bumi dan siklus karbon air. Siklus karbon air berkaitan dengan pergerakan karbon melalui ekosistem laut dan siklus karbon terestrial berkaitan dengan pergerakan karbon di ekosistem darat. Siklus karbon didasarkan pada karbon dioksida (CO2), yang dapat ditemukan di udara dalam bentuk gas, dan air dalam bentuk terlarut. Tanaman terestrial menggunakan karbon dioksida atmosfer dari atmosfer, untuk

menghasilkan oksigen yang menopang kehidupan binatang. Tanaman air juga menghasilkan oksigen, tapi mereka menggunakan karbon dioksida dari air. Proses pembuatan oksigen disebut fotosintesis. Selama fotosintesis, tanaman dan produsen lainnya mentransfer karbon dioksida dan air menjadi karbohidrat kompleks, seperti glukosa, di bawah pengaruh sinar matahari. Hanya tanaman dan beberapa bakteri memiliki kemampuan untuk melakukan proses ini, karena memiliki klorofil, molekul pigmen pada daun yang dapat menangkap energi matahari. Reaksi keseluruhan fotosintesis adalah: karbon dioksida + air + energi matahari -> glukosa + oksigen 6 CO2 + 6 H2O + energi matahari -> C6H12O6 + 6 O2

Oksigen yang dihasilkan selama fotosintesis akan menopang bentuk kehidupan yang tidak dapat memproduksi oksigen, seperti hewan, dan organisme yang paling mikro. Hewan yang disebut konsumen, karena menggunakan oksigen yang dihasilkan oleh tanaman. Karbon dioksida dilepaskan kembali ke atmosfir selama respirasi konsumen, yang memecah glukosa dan senyawa organik kompleks

11

dan mengubah karbon kembali ke karbon dioksida untuk digunakan kembali oleh produsen. Siklus karbon cukup cepat digunakan oleh produsen, konsumen dan pengurai melalui udara, air dan biota. Namun karbon juga dapat disimpan sebagai biomassa di akar pohon dan bahan organik lainnya selama beberapa dekade. Karbon ini dilepaskan kembali ke atmosfer melalui proses dekomposisi. Tidak semua bahan organik segera terurai. Dalam kondisi tertentu materi tanaman mati terakumulasi lebih cepat daripada yang membusuk di dalam ekosistem. Sisa-sisa terkunci jauh di bawah tanah dan tersimpan. Ketika lapisan sedimen tertekan hal ini akan membentuk bahan bakar fosil setelah berabad-abad. Meskipun pembakaran bahan bakar fosil terutama menambahkan karbon dioksida ke udara, beberapa di antaranya juga dilepaskan selama proses alam, seperti letusan gunung berapi. Skema representasi dari bagian siklus karbon di air ditampilkan di bawah ini:

Gambar 5. Siklus Karbon di Air

Karbon dioksida dalam ekosistem perairan dapat disimpan dalam batuan dan sedimen. Ini akan memakan waktu lama sebelum karbon dioksida ini akan

12

dirilis melalui pelapukan batuan atau proses geologi yang membawa sedimen ke permukaan air. Karbon dioksida yang disimpan dalam air akan hadir baik sebagai karbonat atau ion bikarbonat. Ion-ion ini merupakan bagian penting dari buffer alami yang mencegah air menjadi terlalu asam atau terlalu basa. Ketika matahari menghangat karbonat air dan ion bikarbonat akan dikembalikan ke atmosfer sebagai karbon dioksida.

2.3 Produktivitas Primer Setiap ekosistem, atau komunitas, atau bagian-bagiannya memiliki produktivitas dasar atau disebut produktivitas Primer. Batasan Produktivitas primer adalah kecepatan penyimpanan energi potensial oleh organisme produsen, melalui proses fotosintesis dan kemosintesis dalam bentuk bahan-bahan organik yang dapat digunakan sebagai bahan pangan. Dapat dikenal pula kategori produktivitas, yaitu: 1. Produktivitas primer kotor yaitu kecepatan total fotosintesis, mencakup pula bahan organik yang dipakai untuk respirasi selama pengukuran. 2. Produktivitas primer bersih, yaitu kecepatan penyimpanan bahan-bahan organik dalam jaringan tumbuhan, sebagai kelebihan bahan yang dipakai untuk respirasi oleh tumbuhan itu selama pengukuran. Kecepatan penyimpanan energi potensial pada tingkat tropik konsumen dan pengurai, disebut Produktivitas Sekunder.

Produktivitas primer dapat diartikan sebagai kandungan bahan-bahan organik yang dihasilkan dari proses fotosintesis oleh organisme berklorofil dan mampu mendukung aktivitas biologi di perairan tersebut. Produktivitas primer dapat diketahui nilainya dengan cara mengukur perubahan kandungan DO yang dihasilkan dari proses fotosintesis. Produksi oksigen dapat menjadi dasar pengukuran adanya kesetaraan yang kuat antara O2 dan pangan yang dihasilkan (Odum 1970). Produktivitas primer dalam bentuk plankton dianggap salah satu unsur yang penting pada salah satu mata rantai perairan. Plankton-plankton yang ada dalam perairan akan sangat berguna dalam menunjang sumberdaya ikan, terutama dari golongan konsumen primer. Densitas dan diversitas fitoplankton dalam perairan

13

sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan tersebut. Densitas fitoplankton akan tinggi apabila perairan yang didiami subur (Boyd 1982). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya produktivitas primer perairan. Faktor-faktor tersebut bisa dibagi menjadi 3 yaitu faktor kimia, fisika, dan biologi. Faktor kimia seperti kandungan fosfat dan nitrat adalah merupakan hara yang penting untuk pertumbuhan dan reproduksi phytoplankton. Bila dikaitkan dengan faktor fisika dan level air maka pada level air yang rendah dengan tersedianya sinar matahari menghasilkan produktivitas primer yang tinggi. Disamping faktor kimia dan fisika, faktor biologi seperti perbandingan komposisi biomassa phytoplankton dan zooplankton, memperlihatkan bahwa jumlah individu dalam populasi phytoplankton jauh lebih besar dibandingkan dengan jumlah individu dalam populasi zooplankton, dan karena yang melakukan fotosintesa didalam ekosistem perairan adalah phytoplankton, ini berakibat langsung terhadap tingginya produktivitas primer (Kaswadji 1976). Komposisi dalam suatu perairan dipengaruhi oleh proses-proses fisika, kimia, dan biologi yang terjadi. Air tawar berasal dari hujan atmosfer yang mengandung bervariasi zat organik dan anorganik. Partikel-partikel tersebut berasal dari garam-garam lautan, debu, atau emisi industri sebagai inti dari uap air yang mengalami kondensasi menjadi awan. Hujan jatuh ke daratan menyebabkan aliran permukaan diatas tanah dan batuan yang melarutkan bermacam-macam zat sehingga kandungan mineral air hujan meningkat. Air mengalir mencapai kolam, danau atau waduk, bahan partikel yang lebih besar mengendap karena gerakan turbulensi kurang cukup untuk mensuspensi kembali (Boyd 1979). Produktivitas primer dapat didefenisikan sebagai kandungan bahan-bahan organik yang dihasilkan dari proses fotosintesis oleh organisme dan mampu mendukung aktivitas biologi di perairan baik perairan tawar maupun lautan lepas. Produktifitas primer fitoplankton merupakan suatu kondisi perairan dimana kandungan zat-zat organik yang dapat dihasilkan oleh fitoplankton dari zat anorganik melalui proses fotosintesis (Nybakken 1992).

14

2.4 Produktivitas Perikanan Perairan umum mempunyai potensi dan peranan yang cukup besar dalam berbagai kegiatan. Bagi perikanan sendiri perairan umum merupakan sumber daya alam untuk penangkapan ikan konsumsi maupun ikan hias, benih dan induk ikan bagi usaha budidaya ikan disamping sebagi tempat usaha budidaya. Terjadinya pencemaran perairan danau dapat ditunjukkan oleh dua hal, yaitu (1) adanya pengkayaan unsur hara yang tinggi, sehingga terbentuk komunitas biota dengan produksi yang berlebihan, (2) air diracuni oleh zat kimia toksik yang menyebabkan lenyapnya organisme hidup, bahkan mencegah semua kehidupan di perairan (Southwick, 1976). Sumber pencemaran yang masuk ke badan perairan, dibedakan atas pencemaran yang disebabkan oleh alam dan pencemaran karena kegiatan manusia (Jackson, 2000). Sumber bahan pencemar yang masuk ke perairan dapat berasal dari buangan yang diklasifikasikan sebagai : (1) point source (sumber titik) dan (2) non point source (sumber menyebar). Sumber titik atau sumber pencemaran yang dapat diketahui secara pasti dapat merupakan suatu lokasi tertentu seperti dari air buangan industri maupun domestik serta saluran drainase. Pencemar bersifat lokal dan efek yang diakibatkan dapat ditentukan berdasarkan karakteristik kualitas air. Sedangkan sumber pencemar yang berasal dari sumber menyebar berasal dari sumber yang tidak diketahui secara pasti. Pencemar masuk ke perairan melalui limpasan (run off) dari permukaan tanah wilayah pertanian yang mengandung pestisida dan pupuk, atau limpasan dari daerah pemukiman dan perkotaan. Dewasa ini permasalahan ekologis danau adalah menurunnya kualitas air oleh masuknya bahan pencemar yang berasal dari perikanan, sampah permukiman, sedimentasi, industri, pertanian dan perikanan. Waduk merupakan ekosistem terbuka umumnya dipengaruhi oleh lingkungan disekitarnya. Beberapa kegiatan yang mempengaruhi kualitas lingkungan perairan waduk antara lain aktivitas pemukiman, rekreasi, penggunaan lahan di wilayah catchmentnya dan adanya kegiatan budidaya ikan jaring apung (Jubaedah 2006).

15

Menurut Rochdianto (2000), Usaha ke arah pembudidayaan ikan di perairan umum kian hari memang terasa kian mendesak. Hal ini perlu dimaklumi karena usaha penangkapan ikan yang tidak diimbangi dengan usaha budidaya dan penebaran ikan (restocking), lambat laun akan mengganggu kelestarian sumber daya perairan. Bila di sungai dikenal budidaya ikan sistem keramba, maka di waduk dan danau dapat diterapkan cara budidaya ikan dalam keramba jaring apung. Budidaya ikan dengan sistem ini pada prinsipnya mirip dengan sistem keramba. Keuntungan budidaya ikan dalam keramba jaring apung yaitu ongkos produksi untuk penyediaan tanah (untuk membangun kolam) berkurang, dapat mengatasi berkurangnya lahan budidaya ikan akibat terdesak oleh kegiatan pertanian, industri serta pembangunan perumahan. Secara teknis keuntungan yang diperoleh antara lain adalah intensifikasi produksi ikan dan optimasi penggunaan pakan dapat diterapkan, pesaing dan pemangsa ikan mudah dikendalikan serta pengelolaan dan pemanenan tidak terlalu rumit. Pemanfaatan danau dan waduk menyangkut kepentingan masyarakat luas, maka dituntut agar fungsi utama perairan, kelestarian sumber daya hayati dan ekosistem perairan harus diperhatikan (Rochdianto, 2000). Proses penyuburan (eutrofikasi) merupakan masalah pertama di perairan tergenang yang sering terjadi akhir-akhir ini yang akan mempengaruhi keanekaragaman dan dominasi organisme akuatik. Selain biomasa tumbuhan dan hewan meningkat, kekeruhan dan kecepatan sedimentasinya pun meningkat, hal ini tentunya akan memperpendek umur perairan. Masalah kedua adalah penurunan populasi ikan. Pengalaman dilapangan selama ini menunjukkan bahwa spesiesspesies ikan perairan umum yang memiliki nilai ekonomis tinggi adalah spesies ikan yang paling cepat mengalami penurunan populasi. Sebagai indikator penurunan populasi ikan diantaranya adalah hasil tangkapan semakin rendah dan ukuran rata-rata ikan semakin kecil. Penurunan populasi ikan ini biasanya akan berlangsung semakin cepat karena degradasi lingkungan perairan, peningkatan jumlah penduduk dan semakin intensifnya cara-cara penangkapan. Fenomena ini akan mengancam penurunan populasi ikan dan akan berakhir pada kepunahan jika tidak dilakukan upaya konservasi (Jubaedah 2006).

16

Menurut Jubaedah (2006), Faktor abiotik yang mempengaruhi keberadaan ikan di waduk adalah cahaya, suhu, arus, derajat keasaman dan DO. Sementara faktor biotik yang mempengaruhi keberadaan ikan di waduk adalah makanan alami, predasi, kompetisi dan faktor manusia. Tingkat kesuburan perairan waduk akan menentukan pola pengelolaannya. Perairan waduk yang terlalu subur dapat menurunkan produksi perikanan serta dapat menimbulkan perkembangan gulma air yang sangat cepat (Purnomo et al. 1993). Perairan waduk berdasarkan tingkat kesuburannya dikelompokkan atas perairan oligotrofik (kurang subur), perairan mesotrofik (agak subur), dan perairan eutrofik (sangat subur). Secara rinci ciri yang membedakan status trofik perairan waduk dijelaskan dalam Tabel 3. Tabel 3. Karakteristik status trofik perairan waduk
Status trofik Parameter Oligotrofik Rata-rata total N (g/l) Rata-rata total P (g/l) Rata-rata klorofil-a (g/l) Puncak Konsentrasi klorofil a (g/l) 661 8 1,7 4,2 Mesotrofik 753 26,7 4,7 16,1 Eutrofik 1875 84,4 14,3 42,6 Hipertrofik tinggi >200 >200 >500

Sukadi et al. (2007) Wilayah perairan waduk dikatakan tepat untuk budidaya ikan sistem KJA, apabila kondisi lingkungan perairannya dapat mendukung hidup dan kehidupan organisme yang dibudidayakan. Dalam hal ini KJA perlu dikembangkan sesuai dengan fungsi dan kondisi waduk untuk mendapatkan pertumbuhan ikan yang baik (produksi yang optimal). Untuk mencapai produksi yang optimal ini perlu strategi pengembangan KJA (lokasi, jumlah dan jenis ikan yang dibudidayakan, jumlah dan jenis pakan yang diberikan, periode usaha) sehubungan dengan fluktuasi air waduk (Perdana 2008). Erat sekali hubungan antara perubahan kualitas lingkungan perairan dengan pertumbuhan kehidupan perairan khususnya pertumbuhan ikan budidaya

(Komarawidjaja dkk 2005). Pada penelitian yang dilakukan oleh Komarawidjaja

17

dkk (2005) untuk mengetahui status kualitas air waduk Cirata dan dampaknya terhadap pertumbuhan ikan budidaya, hasilnya ikan dikategorikan allometrik negatif (lebih cepat panjang dibanding pertambahan beratnya). Kondisi seperti ini dapat disebut kurang normal dan tidak menguntungkan untuk tujuan budidaya. Kondisi ini diduga timbul dari kondisi lingkungan yang tercemar bahan organik, karena areal budidaya sudah dalam kondisi eutrofik.

18

Daftar Pustaka
Barus, T. A. 2001. Pengantar Limnologi, Studi Tentang Ekosistem Sungai dan Danau. Jurusan Biologi, Fakultas MIPA USU, Medan. Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnologi, Studi Tentang Ekosistem Air Daratan. USU Press, 2004. Medan. Boyd, C. E. 1982. Water Quality in Warm Water Fish Pond. Auburn University Agricultural Experiment Satation. Auburn Alabama. Effendi, M. I., 2003. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Goldman, C. R & A. J Horne. 1983. Limnology. Mc. Graw Hill. New York. Heathwaite, A. L. 1989. An excursion guide to Slapton Ley. Vth Internasional Symposium on Palaeolimnology, Excursion Guide A, September 1989. Polytechnic South West, UK. Henderson-Sellers, B., and Markland, H. R. 1987. Decaying Lakes. John Wiley & Sons. Chichester. Jangkara, J. 2000. Pembesaran Ikan Air Tawar Di Berbagai Lingkungan Pemeliharaan. Penebar Swadaya. Jakarta. Jubaedah, I. 2006. Pengelolaan Waduk Bagi Kesehatan dan Keanekaragamn Hayati Iakn. Jakarta: jurnal Penyuluhan Pertanian Vol. 1 No. 1 Mei 2006. Komarawidjaja, W., Sutrisno Sukimin., Entang Arman. 2005. Status Kualitas Air Waduk Cirata dan Dampaknya Terhadap Pertumbuhan Ikan Budidaya. Jurnal Teknologi Lingkungan. P3TL-BPPT. 6. (1): 268-273. KLH. 2008. Panduan Pengelolaan Ekosistem Danau. Kementrian Lingkungan Hidup. Jakarta. Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. PT Gramedia Pustaka, Jakarta. Odum, E. P. 1971. Fundamental of Ecology. Second Edition. WB. Sounder Company Alumni Fondation Professor of Zoology University of Georgia. Athens, Georgia. Odum, E. P. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Terjemahan Tjahjono Samingan. Edisi Ketiga. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Odum, E. P. 1994. Dasar-dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. (Penerjemah Tjahjono Samingan).

19

Payne, A. T. 1986. The Ecology of Tropical Lake and River. John Willy and Sons Inc. Newyork. Pp. 90-91. Rosenberg, D.M. Perdana, H. 2008. Analisis Kelayakan Finansial Usaha Pembesaran Ikan Mas dan Nila Pada Keramba Jaring Apung (KJA) Sistem Jaring Kolor di KJA Waduk Cikonjang, Wanasalam, Lebak Banten. IPB. Bogor. Reynold, C.C. 1984. The Ecology of Freshwater Fitoplankton. Cambrige university Press, London, New York. 383 hal. Rochdianto, A. 2000. Budidaya Ikan di Jaring Apung. Penebar Swadaya. Jakarta. Stewart, W. D. P., Preston, T., Peterson, H. G. And Christofi, N. 1982. Nitrogen Cycling in eutrophic freshwaters. Phil Trans. Roy. Soc. Lond . B296, 491509. Van Vlymen, C. D. 1980. The water balance, physico-chemical environent, and phytoplankton studies of Slapton Ley, Devon. Unpubilshed Phd thesis, University of Exeter.

20

You might also like