You are on page 1of 30

LAPORAN PENDAHULUAN TUBERCULOSIS PADA ANAK 1.

Definisi Tuberkolosis (TB) adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tubercolosis yang merupakan bakteri tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitive terhadap panas dan sinar ultraviolet. (Smeltzer, 2002) Tuberculosis (TB) adalah penyakit akibat kuman mycobakterium tuberculosis sistemis sehingga dapat mengenai semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer (Mansjoer, 2000) Penyakit infeksi kronis dengan karakteristik terbentuknya tuberkel granuloma pada paru. Yang biasanya disebabkan oleh Mycobacterium tuberkulosis (Amin, 2001) 2. Etiologi Agens infeksius utama, mycobakterium tuberkulosis adalah batang aerobic tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar ultra violet, dengan ukuran panjang 1-4 /um dan tebal 0,3 0,6/um. Yang tergolong kuman mycobakterium tuberkulosis kompleks adalah: Mycobakterium tuberculosis Varian asian Varian african I Varian asfrican II Mycobakterium bovis Kelompok kuman mycobakterium tuberkulosis dan mycobakterial othetan Tb (mott, atipyeal) adalah : Mycobacterium cansasli Mycobacterium avium Mycobacterium intra celulase Mycobacterium scrofulaceum

Mycobacterium malma cerse Mycobacterium xenopi 3. Klasifikasi a. Pembagian secara patologis :


o o

Tuberkulosis primer ( Child hood tuberculosis ) Tuberkulosis post primer ( Adult tuberculosis ) Tuberkulosis Paru BTA positif Tuberkulosis Paru BTA negative Tuberkulosis paru ( Koch pulmonal ) aktif Tuberkulosis non aktif Tuberkulosis quiesent ( batuk aktif yang mulai sembuh ) Tuberculosis minimal, yaitu terdapatnya sebagian kecil infiltrat non kapitas pada Moderateli advanced tuberculosis, yaitu, adanya kapitas dengan diameter tidak

b. Berdasarkan pemeriksaan dahak, TB Paru dibagi menjadi 2 yaitu : o o

c. Pembagian secara aktifitas radiologis :


o

o
o

d. Pembagian secara radiologis ( Luas lesi )


o

satu paru maupun kedua paru, tapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru
o

lebih dari 4 cm, jumlah infiltrat bayangan halus tidak lebih dari satu bagian paru. Bila bayangannya kasar tidak lebih dari satu pertiga bagian satu paru
o

For advanced tuberculosis, yaitu terdapatnya infiltrat dan kapitas yang melebihi

keadaan pada moderateli advanced tuberculosis e. Berdasarkan aspek kesehatan masyarakat pada tahun 1974 American Thorasic Society memberikan klasifikasi baru:
o

Karegori O, yaitu tidak pernah terpajan dan tidak terinfeksi, riwayat kontak tidak Kategori I, yaitu terpajan tuberculosis tetapi tidak tebukti adanya infeksi, disini Kategori II, yaitu terinfeksi tuberculosis tapi tidak sakit Kategori III, yaitu terinfeksi tuberculosis dan sakit

pernah, tes tuberculin negatif


o

riwayat kontak positif, tes tuberkulin negatif


o o

f. Berdasarkan terapi WHO membagi tuberculosis menjadi 4 kategori :


o

Kategori I : ditujukan terhadap kasus baru dengan sputum positif dan kasus baru Kategori II : ditujukan terhadap kasus kambuh dan kasus gagal dengan sputum Kategori III : ditujukan terhadap kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang Kategori IV : ditujukan terhadap TB kronik

dengan batuk TB berat


o

BTA positf
o

tidak luas dan kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori I
o

4. Penularan dan factor resiko Tuberkolosis pada anak biasanya didapat dari orang dewasa yang mempunyai TB aktif, dengan cara penularan : Melalui udara : lebih dari 90 % droplet nukleus 1-5 u Melalui mulut : misalnya minum susu sapi Kontak langsung : luka di kulit Kongenital : jarang

Patogenesis
inokulasi M tuberculosis

M tb dihancurkan

pagositosis oleh makrofag

M tb bertahan , replikasi
fokus primer Peneyebaran melalui saluran limfe Uji tuberculin (+) komplek primer CMI (+)

Masa inkubasi 2-12 mg

SAKIT TB

Infeksi TB
Imunitas optimal

komplikasi dari: (1)komplek primer, (2)limfogenik dan (3) hematogenik meninggal sembuh reaktivasi / reinfeksi

TB primer

Sakit TB

TB post primer

5. Pathway M. Tuberculosis terhirup masuk paru-paru

Menempel bronkhiolus/alveoli

Proliferasi sel epitel di sekililing basil dan membentuk dinding antara basil dan organ terinfeksi

Menyebar melalui kelenjar getah bening ke kelenjar regional menimbulkan reaksi eksudasi

Resiko tinggi penyebaran infeksi

Proses peradangan

Panas

Hipertermi

Lesi primer menimbulkan kerusakan jaringan paru

Produksi sekret meningkat

Mengalami perkejuan

Meningkatkan rangsang batuk

Tidak efektifnya bersihan

Difuse O2 menurun

Sekret terdorong ke mulut

Tidak efektifnya pola nafas

Intoleransi aktifitas

6. Mempengaruhi pusat sensasi di hipotalamus 7.

Gangguan pertukaran gas

Anoreksia

6. Tanda dan Gejala

pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan

Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnose secara klinik. a. Gejala sistemik/umum, antara lain sebagai berikut: o Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul. o Penurunan nafsu makan dan berat badan. o Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
o

Perasaan tidak enak (malaise), lemah.

b. Gejala khusus, antara lain sebagai berikut: o Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak.

Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan

keluhan sakit dada. o Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
o

Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut

sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang. Menurut petunjuk WHO : a. 1) 2) o o o Mungkin tuberkolosis Anak dapat dicurigai tuberkolosis ditambah : o Uji tuberkulin positif (10 mm atau lebih) o Foto rotgen paru sugesif tuberkolosis o Respon histologis biopsi sugetif tuberkolosis o Respon yg baik pad apengobatan dengan OAT c Pasti tuberkolosis (confirme TBC) Ditemukan basil tuberkolosis pad apemeiksaan langsung at au biakan Identifikasi mycobakterium tuberkolosis pada karakteristik biakan.
7. Komplikasi

Dicurigai tuberkolosis Anak sakit dengan riwayat kontak penderita tuberkolosis pasti Anak dengan : Keadaan klinis tidak membaik setelah menderita Berat nadan menurun, batuk dan mengi yang tidak Pembesaran kelenjar superfisialis yang tidak sakit. campak atau batuk rejan membaik dengan pengobatan antibiotika dan penyakit pernafasan.

Komplikasi Yang dapat terjadi adalah sebagai berikut : a. Meningitis b. Spondilitis

c. Pleuritis d. Bronkopneumoni e. Atelektasis Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial. Bronkiectasis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru. Pneumotorak (adanya udara didalam rongga pleura) spontan: kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan sebagainya. Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency).

8. Pemeriksaan Penunjang Sputum Culture : Positif untuk mycobacterium tuberkulosa pada stadium aktif. Ziehl Neelsen (Acid-fast Staind applied to smear of body fluid) : positif untuk BTA. Skin Test (PPD, Mantoux, Tine, Vollmer Patch) : reaksi positif (area indurasi 10 mm atau lebih, timbul 48 72 jam setelah injeksi antigen intradermal) mengindikasikan infeksi lama dan adanya antibodi tetapi tidak mengindikasikan penyakit sedang aktif. Chest X-Ray : dapat memperlihatkan infiltrasi kecil pada lesi awal di bagian paruparu bagian atas, deposit kalsium pada lesi primer yang membaik atau cairan pada effusi. Perubahan mengindikasikanTB yang lebih berat dapat mencakup area berlubang dan fibrous. Histologi atau Culture jaringan (termasuk kumbah lambung, urine dan CSF, biopsi kulit) : positif untu mycobacterium tuberkulosa. Needle Biopsi of Lung Tissue : positif untuk granuloma TB, adanya sel-sel besar yang mengindikasikan nekrosis.

Elektrolit : mungkin abnormal tergantung dari lokasi dan beratnya infeksi; misalnya hiponatremia mengakibatkan retensi air, mungkin ditemukan pada TB paru kronik lanjut. ABGs : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisa kerusakan paru. Bronchografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronchus atau kerusakan paru karena TB. Darah : lekositosis, LED meningkat. Test Fungsi Paru : VC menurun, Dead Space meningkat, TLC meningkat dan menurunnya saturasi oksigen yang merupakan gejala sekunder dari fibrosis/infiltrasi parenchim paru dan penyakit pleura.
SKORING TB ANAK (IDAI -DEPKES)
1
_

Parameter
K na T otk B U t bru ji u ek lin B / st t sg i B au iz D mm t n a e a ap s b b je s e a la Btk au
P m e aa e bs r n k le ja limek lli, enr f o a s , g in l k ilain u a
P me g a a e bnkkn t la g/s n i u n ed p n g l, t t a n a g u luu,f la g

0
Tidak jelas

2
Laporan klg, BTA ( -) atau tidak jelas _
G i b r k aa B /T iz uu t u B B < 0 aa B /U< 7% t u B 6% 0

3
BTA (+)

Negatif _ _ BB/TB <90% G atau BB/U < 80% > 2 minggu > 3minggu > 1 cm, ,jumlah >1,tidaknyeri

Positif ( > 10 mm atau > 5mm pada imunosupresi) _

_ _ _

_ _ _

_ _ _

_ Normal/ tidak jelas

Ada pembengkakan Gambaran sugestif TB

Foto Rontgen toraks

Catatan untuk skor diagnosis TB anak : Diagnosis ditegakkan oleh dokter


Jika dijumpai gambaran milier, skrofuloderma, langsung di diagnosistuberkulosis Berat badan dinilai saat datang (moment opname) Demam dan batuk tidak ada responsterhadap terapi baku Foto Rontgen toraks bukan alat diagnostic utama pada TB anak

Gambaran sugestif TB berupa : pembesaran kelenjar hilus atau para trakeal dengan/tanpa

infiltrat; khusus.

konsulidasi

segemental/lobar;

kalsifikasi

dengan

infiltrat;

atelektasis;

tuberkuloma. Gambaran milier tdk dihitung dalam skor karena diperlakukan secara
Semua anak dengan reaksi cepat BCG ( 7 hari), harus di evaluasi dengan system skoring

TB anak. BCG bukan merupakan alat diagnosis


Diagnosis kerja TB anak ditegakkan bila jumlah skor 6 ( skor maksimal 14)

Stegen membuat sisitem nilai atau angka diagnosis TBC.

Penemuan BTA positif /Biakan M.TB Granuloma TBC (PA) Ujin tuberkulin 10 mm atu lebih Gambaran rontgen sugesif TBC Uji tuberkulin 5 -9 mm

Nilai +3 +3 +3 +2 +2

Konversi uji tuberkulin dari negatif menjadi +2 positif Gambaran rontgen tidak spesifik Pemeriksaan fisis sesuai TBC Riwayat kontak dengan TBC Granuloma non spesifik Umur kurang dari 2 tahun BCG dalam 2 tahun terakhir +2 +1 +1 +1 +1 +1

Jumlah nilai : 1 -2 sangat tidak mungkin TBC 3 4 mungkin TBC, pmeriksaan lebih lanjut 5 6 sangat mungkin TBC 7 praktis TBC 9. Penatalaksaaan a. Keperawatan Pencegahan ini meliputi :
1)

Sebelum terjadinya sakit.

a). Health promotion/promosi kesehatan Usaha-usaha yang dilakukan yaitu mempertinggi daya tahan tubuh seperti ; (1) makan yang bergizi ( seimbang ) (2) olah raga yang teratur

(3) memeriksakan diri secara teratur ( cek up ) (4) tidur yang cukup (5) menghindari penggunaan NAPZA, seperti; narkotik, alkohol, rokok pasangan dsbnya ) (7) mengurangi stres yang berlebihan ( mis; rekreasi yang cukup ) (8) memperbaiki lingkungan dan perumahan yang baik ( mis; mengurangi kepadatan penduduk, ventilasi yang cukup dsbnya ) b). Specific protection/melakukan perlindungan yang sepesipik Usaha-usaha yang perlu dilakukan adalah ; a. melakukan immunisasi, seperti BCG b. menghindari/mengurangi berdekatan dgn penderita TBC c. 2) melakukan pasteurisasi susu sapi ( menghindari susu sapi yang terkena TBC ) Pada saat sakit dsbnya
(6) menghindari melakukan prilaku sex yang menyimpang ( mis; berganti- ganti

1). Early Diagnoses and promt treatment/diagnose dini dan pengobatan yang tepat Usaha-usaha yang dilakukan adalah ; a) melakukan diagnose secara cepat dan tepat b) memberikan pengobatan yang tepat c) menganjarkan pada penderita batuk yg baik/ tidak meludah sembarangan d) makan makanan yang bergizi e) perbaikan sarana lingkungan dan perumahan f) olah raga yang teratur dan tidur yang cukup g) menghindari penggunaan NAPZA dan prilaku sex yang menyimpang h) menghindari stres yang berlebihan i) melakukan case finding ( mencari kasus-kasus baru yang dicurigai menderita TBC, hususnya keluarga dekat/tetangga penderita ) dengan cara ; pemeriksaan foto dada secara massal atau pemeriksaan dahak secara massal. 2) Disability limation/pembatasan kecacatan Usaha-usaha yang dilakukan

a) pengobatan yang tepat b) kontrol secara berkala c) sama dengan usaha-usaha health promotion 3) Sesudah sakit

1). Rehabilitation Usaha-usaha yang dilakukan : a) kontrol secara berkala b) sama dengan usaha-usaha healt promotion c) memberikan pengertian kepada keluarga/masyarakat agar mau menerima penderita sebagaimana dia sebelum sakit b. Medis Terdapat 2 macam sifat/aktivitas obat terhadap tuberculosis , yaitu sebagai berikut: o Aktivitas bakterisid Disini obat bersifat membunuh kuman-kuman yang sedang tumbuh (metabolismenya masih aktif). Aktivitas bakteriosid biasanya diukur dengan kecepataan obat tersebut membunuh atau melenyapkan kuman sehingga pada pembiakan akan didapatkan hasil yang negatif (2 bulan dari permulaanpengobatan). o Aktivitas sterilisasi Disini obat bersifat membunuh kuman-kuman yang pertumbuhannya lambat (metabolismenya kurang aktif). Aktivitas sterilisasi diukur dari angka kekambuhan setelah pengobatan dihentikan. Pengobatan penyakit Tuberculosis dahulu hanya dipakai satu macam obat saja. Kenyataan dengan pemakaian obat tunggal ini banyak terjadi resistensi. Untuk mencegah terjadinya resistensi ini, terapi tuberculosis dilskukan dengan memakai perpaduan obat, sedikitnya diberikan 2 macam obat yang bersifat bakterisid. Dengan memakai perpaduan obat ini, kemungkinan resistensi awal dapat diabaikan karena jarang ditemukan resistensi terhadap 2 macam obat atau lebih serta pola resistensi yang terbanyak ditemukan ialah INH Adapun jenis obat yang dipakai adalah sebagai berikut :

Obat Primer : 1. Isoniazid (H) 2. Rifampisin (R) 3. Pirazinamid (Z) 4. Streptomisin 5. Etambutol (E)

Obat Sekunder : 1. Ekonamid 2. Protionamid 3. Sikloserin 4. Kanamisin 5. PAS (Para Amino Saliciclyc Acid) 6. Tiasetazon 7. Viomisin 8. Kapreomisin

Program Nasional penanggulangan tuberkulosis di Indonesia menggunakan obat anti tuberkulosis sebagai berikut : 1). Kategori 1 yaitu : 2HRZE/4H3R3 Obat katagori 1 diberikan pada tahap intensif, terdiri dari : H = Isoniazid R = Rifampicin Z = Pirazinamid E = Ethambutol obat tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan. ( 2 HRZE )

Kemudian diteruskan dgn tahap lanjutan , yang terdiri dari : H = Isoniazid R = Rifampicin bulan (4H3R3) Obat kategori 1 tersebut diberikan untuk : Penderita baru tuberkulosis BTA positif Penderita tuberkulosis paru BTA negatif, rontgen positif yang sakit berat Penderita tuberkulosis ekstra paru berat terdiri dari : obat tersebut diberikan 3 kali dalam seminggu selama 4

2). Kategori 2 yaitu : 2HRZES/HRZE/5H3R3E3 Pada tahap intensif obat kategori 2 ini diberikan selama 3 bulan yang

H = Isoniazid R = Rifampicin Z = Pirazinamid E = Ethambutol S = Streptomicin injeksi setiap hari di puskesmas Selanjutnya diteruskan dengan : H = Isoniazid R = Rifampicin Z = Pirazinamid E = Ethambutol diberikan setiap hari selama 1 bulan (HRZE) diberikan se lama 2 bulan (2HRZES)

Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari : H = Isoniazid R = Rifampicin E = Ethambutol obat tersebut diberikan 3 kali dalam seminggu selama 5 bulan. ( 5H3R3E3 )

Obat kategori 2 tersebut di atas ditujukan untuk : Penderita kambuh ( relaps ) Penderita gagal ( failure ) Penderita dgn pengobatan setelah lalai ( afterdefault ) Pada tahap intensif obat katagori 3 ini terdiri dari : H = Isoniazid R = Rifampicin Z = Pirazinamid Diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari : H = Isoniazid R = Rifampicin diberikan 3 kali seminggu selama 4 bulan diberikan setiap hari selama 2 bulan

3). Kategori 3 yaitu ; 2HRZ/4H3R3

Obat kategori 3 tersebut ditujukan untuk : Penderita baru BTA negatif dan rongent positif sakit ringan

Penderita ekstra paru ringan yaitu TB kelenjar limfe, pleuritis exudative unilateral, TB kulit, TB tulang

4). Obat sisipan yaitu HRZE Bila pada ahir tahap intensif dari pengobatan dengan kategori 1 atau kategori 2 hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan obat sisipan yang terdiri dari : H = Isoniazid R = Rifampicin Z = Pirazinamid E = Ethambutol diberikan setiap hari selama 1 bulan

5). Pendekatan DOTS Hal yang paling penting pada tatalaksana TBC adalah keteraturan minum obat. Pasien TBC biasanya telah menunjukkan perbaikan beberapa minggu setelah pengobatan sehingga merasa sembuh dan tidak melanjutkan pengobatan. Lingkungan sosial dan pengertian yang kurang mengenai TBC dari pasien serta keluarganya tidak menunjang keteraturan pasien untuk minum obat. Kepatuhan pasien dikatakan baik jika pasien meminum obat sesuai dengan dosis yang ditentukan dalam panduan pengobatan. Kepatuhan pasien ini menjamin keberhasilan pengobatan dan mencegah resistensi. Salah satu upaya untuk meningkatkan kepatuhan pasien adalah dengan melakukan pengawasan langsung terhadap pengobatan. DOTS ( Directly Observed Treatment Shortcourse) adalah strategi yang telah direkomendasi oleh WHO dalam pelaksanaan program penanggulangan TBC. Strategi ini dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 1995. Penanggulangan dengan strategi DOTS dapat memberikan angka kesembuhan yang tinggi. Sesuai dengan rekomendasi WHO, strategi DOTS terdiri atas 5 komponen, yaitu : Komitmen politis dari para pengambil keputusan, termasuk dukungan dana. Diagnosis TBC dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis, Pengobatan dengan panduan Obat Anti TBC (OAT) jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh pengawas menelan obat, Kesinambungan penyedian OAT jangka pendek dengan matu terjamin, Pencatatan

dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi program penanggulangan TBC. Orang yang dapat menjadi pengawas minum obat adalah : Petugas kesehatan, Keluarga pasien, Kader, Pasien yang sudah sembuh, Tokoh masyarakat, Guru. Tugas pengawas minum obat adalah : Mengawasi pasien agar minum obat secara teratur sampai selesai pengobatan, Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur, Mengingatkan kepada pasien untuk periksa dahak ulang (pasien dewasa) dan Memberi penyuluhan kepada anggota keluarga pasien TBC yang mempunyai gejala-gejala tersangka TBC untuk segera memeriksakan diri ke unit pelayanan kesehatan. Pada anak kuman M. TBC sulit ditemukan, baik pada biakan, lebih-lebih pada pemeriksaan mikroskopis langsung. Oleh karena itu pada anak diagnosis tidak dapat dibuat berdasarkan pemeriksaan mikroskopis yang dianjurkan dalam strategi DOTS. Maka diperlukan strategi diagnostik lain yaitu dengan menggunakan sistem skoring.

ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian


1. Identitas Data Umum (selain identitas klien, juga identitas orangtua; asal kota dan

daerah, jumlah keluarga)


2. Keluhan Utama (penyebab klien sampai dibawa ke rumah sakit)

3. Riwayat kehamilan dan kelahiran


a. Prenatal : (kurang asupan nutrisi , terserang penyakit infeksi selama hamil)

b. Intranatal : Bayi terlalu lama di jalan lahir , terjepit jalan lahir, bayi menderita caput sesadonium, bayi menderita cepal hematom c. Post Natal : kurang asupan nutrisi , bayi menderita penyakit infeksi , asfiksia icterus 4. Riwayat Masa Lampau
a. Penyakit yang pernah diderita (tanyakan, apakah klien pernah sakit batuk yang lama

dan benjolan bisul pada leher serta tempat kelenjar yang lainnya dan sudah diberi pengobatan antibiotik tidak sembuh-sembuh? Tanyakan, apakah pernah berobat tapi tidak sembuh? Apakah pernah berobat tapi tidak teratur?) b. Pernah dirawat dirumah sakit c. Obat-obat yang digunakan/riwayat Pengobatan d. Riwayat kontak dengan penderita TBC e. Alergi f. Daya tahan yang menurun. g. Imunisasi/Vaksinasi : BCG
5. Riwayat Penyakit Sekarang (Tanda dan gejala klinis TB serta terdapat

benjolan/bisul pada tempat-tempat kelenjar seperti: leher, inguinal, axilla dan sub mandibula)
6. Riwayat Keluarga (adakah yang menderita TB atau Penyakit Infeksi lainnya,

Biasanya keluarga ada yang mempunyai penyakit yang sama) 7. Riwayat Kesehatan Lingkungan dan sosial ekonomi a. Lingkungan tempat tinggal (Lingkungan kurang sehat (polusi, limbah), pemukiman yang padat, ventilasi rumah yang kurang, jumlah anggota keluarga yang banyak), pola sosialisasi anak

b. Kondisi rumah c. Merasa dikucilkan d. Aspek psikososial (Tidak dapat berkomunikasi dengan bebas, menarik diri) e. Biasanya pada keluarga yang kurang mampu f. Masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu waktu yang lama dan biaya yang banyak g. Tidak bersemangat dan putus harapan.
8. Riwayat psikososial spiritual (Yang mengasuh, Hubungan dengan anggota keluarga,

Hubungan dengan teman sebayanya, Pembawaan secara umum, Pelaksanaan spiritual)


9. Pola fungsi kesehatan.

a. Pola persepsi sehat dan penatalaksanaan kesehatan. Keadaan umum: alergi, kebiasaan, imunisasi. b. Pola nutrisi metabolik. Anoreksia, mual, tidak enak diperut, BB turun, turgor kulit jelek, kulit kering dan kehilangan lemak sub kutan, sulit dan sakit menelan, turgor kulit jelek. c. Pola eliminasi. Perubahan karakteristik feses dan urine, nyeri tekan pada kuadran kanan atas dan hepatomegali, nyeri tekan pada kuadran kiri atas dan splenomegali. d. Pola aktifitas-latihan Sesak nafas, fatique, tachicardia, aktifitas berat timbul sesak nafas (nafas pendek). e. Pola tidur dan istirahat Iritable, sulit tidur, berkeringat pada malam hari. f. Pola kognitif perseptual. Kadang terdapat nyeri tekan pada nodul limfa, nyeri tulang umum, takut, masalah finansial, umumnya dari keluarga tidak mampu. g. Pola persepsi diri. Anak tidak percaya diri, pasif, kadang pemarah. h. i. Pola peran hubungan Anak menjadi ketergantungan terhadap orang lain (ibu/ayah)/tidak mandiri. Pola seksualitas/reproduktif. Anak biasanya dekat dengan ibu daripada ayah. j. Pola koping toleransi stres, Menarik diri, pasif. B. Pemeriksaan Fisik 1. Demam: sub fibril, fibril (40-41C) hilang timbul.

2. Batuk: terjadi karena adanya iritasi pada bronkus; batuk ini membuang/ mengeluarkan produksi radang, dimulai dari batuk kering sampai batuk purulen (menghasilkan sputum). 3. Sesak nafas: terjadi bila sudah lanjut, dimana infiltrasi radang sampai setengah paru. 4. Nyeri dada: ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura. 5. Malaise: ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit kepala, nyeri otot dan kering diwaktu malam hari. Pada tahap dini sulit diketahui. 6. Ronchi basah, kasar dan nyaring. 7. Hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada auskultasi memberi suara limforik. 8. Atropi dan retraksi interkostal pada keadaan lanjut dan fibrosis. Bila mengenai pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan suara pekak). 9. Pembesaran kelenjar biasanya multipel. Benjolan/pembesaran kelenjar pada leher (servikal), axilla, inguinal dan sub mandibula. 10. Kadang terjadi abses. C. Pemeriksaan Diagnostik Dan Pengobatan
1. Uji tuberkulin = uji tuberkulin (+). hipersensitifitas tipe lambat imunitas seluler

Infeksi TB 2. Foto rontgent Rutin : foto pada rongga paru.Atas indikasi: tulang, sendi, abdomen.Rontgent paru tidak selalu khas.
3. Pemeriksaan mikrobiologis (Bakteriologis Memastikan TB. Hasil normal: tidak

menyingkirkan diagnosa TB. Hasil (+) : 10-62% dengan cara lama. Cara : cara lama radio metrik (Bactec); PCK. 4. Pemeriksaan darah tepi (Tidak khas. LED dapat meninggi) 5. Pemeriksaan patologik anatomik. Kelenjar, hepar, pleura; atas indikasi. Sumber infeksiAdanya kontak dengan penderita TB menambah kriteria diagnosa. 6. Lain-lain (Uji faal paru, Bronkoskopi, Bronkografi, Serologim dll) D. Pengkajian TUMBANG menggunakan KMS,KKA, dan DDST 1. Pertumbuhan
a. Kaji BBL,BB saat kunjungan.

b. kaji berat badan lahir dan berat badan saat kunjungan TB = 64 x 77R = usia

dalam tahun c. LL dan luka saat lahir dan saat kunjungan 2. Perkembangan a. lahir kurang 3 bulan = belajar mengangkat kepala, mengikuti objek dengan mata, mengoceh, b. usia 3-6 bulan mengangkat kepala 90 derajat, belajar meraih benda, tertawa, dan mengais meringis c. usia 6-9 bulan = duduk tanpa di Bantu, tengkuarap, berbalik sendiri, merangkak, meraih benda, memindahkan benda dari tangan satu ke tangan yang lain dan mengeluarkan kata-kata tanpa arti. d. usia 9-12 bulan = dapat berdiri sendiri menurunkan sesuatu mengeluarkan kat-kata, mengerti ajakan sederhana, dan larangan berpartisipasi dalam permainan. e. usia 12-18 bulan = mengeksplorasi rumah dan sekelilingnya menyusun 2-3 kata dapat mengatakan 3-10 kata , rasa cemburu, bersaing f. usia 18-24 bulan = naikturun tangga, menyusun 6 kata menunjuk kata dan hidung, belajar makan sendiri, menggambar garis, memperlihatkan minat pada anak lain dan bermain dengan mereka. g. usia 2-3 tahun = belajar melompat, memanjat buat jembatan dengan 3 kotak, menyusun kalimat dan lain-lain. h. usia 3-4 tahun = belajar sendiri berpakaian, menggambar berbicara dengan baik, menyebut warna, dan menyayangi saudara. i. usia 4-5 tahun = melompat, menari, menggambar orang, dan menghitung.
E. Diagnosa Keperawatan 1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan sekret kental atau sekret

darah, kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal. 2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler. 3. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan produksi spuntum/batuk, dyspnea atau anoreksia

4. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer,

penurunan geraan silia, stasis dari sekresi. 5. Kurangnya pengetahuan keluarga tentang kondisi, pengobatan, pencegahan, berhubungan dengan Tidak ada yang menerangkan, Interpretasi yang salah, tidak akurat, Informasi yang didapat tidak lengkap, Terbatasnya pengetahuan / kognitif. 6. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi aktif. 7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.

1. Intervensi 1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas Tujuan : bersihan jalan napas efektif setelah diberikan tindakan keperawatan

Kriteria Hasil : Mempertahankan jalan napas pasien. Mengeluarkan sekret tanpa bantuan. Menunjukkan prilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas. Berpartisipasi dalam program pengobatan sesuai kondisi. Mengidentifikasi potensial komplikasi dan melakukan tindakan tepat. Intervensi :

a. Kaji ulang fungsi pernapasan: bunyi napas, kecepatan, irama, kedalaman dan penggunaan otot aksesori. R: Penurunan bunyi napas indikasi atelektasis, ronki indikasi akumulasi secret/ketidakmampuan membersihkan jalan napas sehingga otot aksesori digunakan dan kerja pernapasan meningkat. b. Catat kemampuan untuk mengeluarkan secret atau batuk efektif, catat karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis. R: Pengeluaran sulit bila sekret tebal, sputum berdarah akibat kerusakan paru atau luka bronchial yang memerlukan evaluasi/intervensi lanjut .

c. Berikan pasien posisi semi atau Fowler, Bantu/ajarkan batuk efektif dan latihan napas dalam. R : Meningkatkan ekspansi paru, ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan peningkatan gerakan sekret agar mudah dikeluarkan. d. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, suction bila perlu. R: Mencegah obstruksi/aspirasi. Suction dilakukan bila pasien tidak mampu mengeluarkan sekret. e. Pertahankan intake cairan minimal 2500 ml/hari kecuali kontraindikasi. R: Membantu mengencerkan secret sehingga mudah dikeluarkan. f. Lembabkan udara/oksigen inspirasi. R: Mencegah pengeringan membran mukosa g. Berikan obat: agen mukolitik, bronkodilator, kortikosteroid sesuai indikasi. R: Menurunkan kekentalan sekret, lingkaran ukuran lumen trakeabronkial, berguna jika terjadi hipoksemia pada kavitas yang luas.

2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler. Tujuan : pertukaran gas dapat kembali normal dalam waktu 3x24 jam

Kriteria hasil : RR 20-30 kali per menit Tidak ada retraksi dada Tidak aada penggunaan otot bantu pernapasan :

Intervensi

a. Kaji dyspnoe, takipnoe, bunyi pernafasan abnormal. Meningkatnya respirasi, keterbatasan ekspansi dada dan fatique.

R: TB paru dapat menyebabkan meluasnya jangkauan dalam paru-paru yang berasal dari bronchopneumonia yang meluas menjadi inflamasi, nekrosis, pleural efusion dan meluasnya fibrosis dengan gejala-gejala respirasi distress. b. Evaluasi perubahan tingkat kesadaran, catat tanda-tanda sianosis dan perubahan kulit, selaput mukosa dan warna kuku. R: Akumulasi sekret dapat mengganggu oksigenasi di organ vital dan jaringan c. Demontrasikan/anjurkan untuk mengeluarkan nafas dengan bibir disiutkan, terutama pada klien dengan fibrosis atau kerusakan parenkhim. R: Meningkatnya resistensi aliran udara untuk mencegah kolapsnya jalan nafas dan mengurangi residu dari paru-paru d. Anjurkan untuk bedrest/mengurangi aktivitas R: Mengurangi konsumsi oksigen pada periode respirasi e. Monitor BGA R: Menurunnya oksigen ( PaO2 ), saturasi atau meningkatnya PaCo2 menunjukkan perlunya penanganan yang lebih adekuat atau perubahan therapi. f. Memberikan oksigen tambahan R: Membantu mengoreksi hipoksemia yang secara sekunder mengurangi ventilasi dan menurunnya tegangan paru.

3. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan produksi spuntum/batuk, dyspnea atau anoreksia Tujuan : nutrisi dapat terpenuhi selama klien dirawat dirumahsakit

Kriteria hasil : -

BB naik 200gram Makan sesuai porsi

Intervensi

a. Kaji dan komunikasikan status nutrisi klien dan keluarga seperti yang dianjurkan : a. Catat turgor kulit b. Timbang berat badan c. Integritas mukosa mulut, kemampuan dan ketidakmampuan menelan, adanya bising usus, riwayat nausea, vomiting atau diare. Rasional : Digunakan untuk mendefinisikan tingkat masalah dan intervensi b. Mengkaji pola diet klien yang disukai/tidak disukai R: Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan intake diet klien. c. Monitor intake dan output secara periodik. R: Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan. d. Catat adanya anoreksia, nausea, vomiting, dan tetapkan jika ada hubungannya dengan medikasi. Monitor volume, frekwensi, konsistensi BAB. R: Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan masalah untuk meningkatkan intake nutrisi. e. Anjurkan bedrest R: Membantu menghemat energi khususnya terjadinya metabolik saat demam.

f. Lakukan perawatan oral sebelum dan sesudah terapi respirasi R: Mengurangi rasa yang tidak enak dari sputum atau obat-obat yang digunakan untuk pengobatan yang dapat merangsang vomiting.
4. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer,

penurunan gerakan silia, stasis dari sekresi. Tujuan : klien tidak mengalami infeksi selama dirawat di rumahsakit

Kriteria hasil : Tidak ditemukan tanda-tanda infeksi :

Intervensi

a. Review patologi penyakit fase aktif/tidak aktif, menyebarnya infeksi melalui bronkhus pada jaringan sekitarnya atau melalui aliran darah atau sistem limfe dan potensial infeksi melalui batuk, bersin, tertawa, ciuman atau menyanyi. R: Membantu klien agar klien mau mengerti dan menerima terhadap terapi yang diberikan untuk mencegah komplikasi. b. Mengidentifikasi orang-orang yang beresiko untuk terjadinya infeksi seperti anggota keluarga, teman, orang dalam satu perkumpulan. R: Memberitahukan kepada mereka untuk mempersiapkan diri untuk mendapatkan terapi pencegahan. c. Anjurkan klien menampung dahaknya jika batuk R: Kebiasaan ini untuk mencegah terjadinya penularan infeksi. d. Gunakan masker setap melakukan tindakan R: Untuk mengurangi resiko penyebaran infeksi
e. Monitor temperature

R: Febris merupakan indikasi terjadinya infeksi. f. Ditekankan untuk tidak menghentikan terapi yang dijalani R: Periode menular dapat terjadi hanya 2 3 hari setelah permulaan kemoterapi tetapi dalam keadaan sudah terjadi kavitas atau penyakit sudah berlanjut sampai tiga bulan. g. Pemberian terapi untuk anak: INH, Etambutol, Rifampisin

R: INH adalah obat pilihan bagi penyakit TB primer dikombinasikan dengan obatobat lainnya. Pengobatan jangka pendek INH dan Rifampisin selama 9 bulan dan etambutol untuk 2 bulan pertama. h. Pyrazinamid ( PZA ) / aldinamide, Paraamino Salicyl ( PAS ), Sycloserine, Streptomysin R: Obat-obat sekunder diberikan jika obat-obat primer sudah resisten. i. Monitor sputum BTA R: Klien dengan 3 kali pemeriksaan BTA negatif, terapi diteruskan sampai batas waktu yang ditentukan.

5. Kurangnya pengetahuan keluarga tentang kondisi, pengobatan, pencegahan, berhubungan dengan Tidak ada yang menerangkan, Interpretasi yang salah, tidak akurat, Informasi yang didapat tidak lengkap, Terbatasnya pengetahuan / kognitif. Tujuan klien Kriteria hasil :
-

: memberikan pengetahuan tentang tuberculosis paru kepada orangtua

Orangtua klien mampu menyebutkan definisi tentang tuberculosis Orangtua klien mampu menjelaskan tentang penyakit yang diderita anaknya : Kaji kemampuan belajar klien misalnya : tingkat kecemasan, perhatian,

Intervensi a.

kelelahan, tingkat partisipasi, lingkungan yang memungkinkan klien untuk belajar, seberapa banyak yang telah diketahui, media yang tepat dan siapa yang dipercaya. R: Kemampuan belajar berkaitan dengan keadaan emosi dan kesiapan fisik. Keberhasilan tergantung pada sebatasmana kemampuan klien.

b.

Mengidentifikasi tanda-tanda yang dapat dilaporkan pada dokter

misalnya : hemoptisis, nyeri dada, demam, kesulitan nafas, kehilangan pendengaran, vertigo. R: Mengindikasikan perkembangan penyakit atau efek samping dari pengobatan yang membutuhkan evaluasi secepatnya c. adekuat. R: Mencukupi kebutuhan metabolik, mengurangi kelelahan, intake cairan yang memadai membantu mengencerkan dahak. d. Berikan informasi yang spesifik dalam bentuk tulisan untuk klien dan Menekankan pentingnya asupan diet TKTP dan intake cairan yang

keluarga misalnya : jadwal minum obat. R: Informasi tertulis dapat mengingatkan klien tentang informasi yang telah diberikan. Pengulangan informasi dapat membantu mengingatkan klien. e. Menjelaskan dosis obat, frekwensi, tindakan yang diharapkan dan

perlunya therapi dalam jangka waktu lama. Mengulangi penyuluhan mengenai potensial interaksi antara obat yang diminum dengan obat / subtansi lain. R: Meningkatkan partisipasi klien dan keluarga untuk mematuhi aturan therapi dan mencegah terjadinya putus obat. f. Jelaskan tentang efek samping dari pengobatan yang mungkin timbul,

misalnya : mulut kering, konstipasi, gangguan penglihatan, sakit kepala, peningkatan tekanan darah. R: Dapat mencegah keraguan terhadap pengobatan dan meningkatkan kemampuan klien untuk menjalani terapi. g. Merujuk pemeriksaan mata saat memulai dan menjalani therpi etambutol.

R: Efek samping utama etambutol adalah menurunkan ketajaman penglihatan dan juga mengurangi kemampuan untuk mempersepsikan warna hijau.

h.

Memberikan dorongan pada klien dan keluarga untuk mengungkapkan serta memberikan jawaban yang jujur atas

kecemasan/keprihatinannya

pertayaannya. Jangan berusaha menyangkal pernyataanya. R: Memberikan kesempatan untuk mengubah pandangannya yang salah dan kecemasannya. Penyangkalan terhadap perasaannya akan

meredakan

memperburuk mekanisme koping yang merugikan kesehatannya. j. Review tentang cara penularan TB ( misalnya : umumnya melalui inhalasi

udara yang mengandung kuman, tapi mungkin juga menular melalui urine jika infeksinya mengenai sistem urinaria ) dan resiko kambuh kembali. R: Pengetahuan yang cukup dapat mengurangi resiko penularan / kambuh kembali. Komplikasi yang berhubungan dengan tidak adekuatnya penyembuhan TB meliputi : formasi abses, empisema, pneumothorak, fibrosis, efusi pleura, empyema, bronkhiektasis, hemoptisis, ulcerasi GI, fistula bronkopleural, TB laring, dan penularan kuman.

6. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi aktif. Tujuan normal Kriteria hasil : Suhu tubuh 36,5C-37,5C : R: Mengetahui peningkatan suhu tubuh, memudahkan intervensi b. Beri kompres air hangat R: Mengurangi panas dengan pemindahan panas secara konduksi. Air hangat mengontrol pemindahan panas secara perlahan tanpa menyebabkan hipotermi atau menggigil. : Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan suhu tubuh kembali

Intervensi

a. Kaji suhu tubuh pasien

c. Berikan/anjurkan pasien untuk banyak minum 1500-2000 cc/hari (sesuai toleransi) R: Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat evaporasi d. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan mudah menyerap keringat R: Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis mudah menyerap keringat dan tidak merangsang peningkatan suhu tubuh. e. Observasi intake dan output, tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah) tiap 3 jam sekali atau sesuai indikasi R: Mendeteksi dini kekurangan cairan serta mengetahui keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh. Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien. f. Kolaborasi : pemberian cairan intravena dan pemberian obat sesuai program. R: Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tubuh yang tinggi. Obat khususnya untuk menurunkan panas tubuh pasien.

7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen. Tujuan : klien dapat melakukan hal yang dapat ditoleransi setelah tindakan keperawatan selama 3x24 jam kriteria Hasil : Melaporkan atau menunjukan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat diukur dengan adanya dispnea, kelemahan berlebihan, dan tanda vital dalam rentan normal. intervensi : a. Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dispnea, peningkatan kelemahan atau kelelahan. R: Menetapkan kemampuan atau kebutuhan pasien memudahkan pemilihan intervensi.

b. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi. R: b.Menurunkan stress dan rangsanagn berlebihan, meningkatkan istirahat.
c. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya

keseimbangan aktivitas dan istirahat R: Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan metabolic, menghemat energy untuk penyembuhan. d. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat. R: Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur di kursi atau menunduk ke depan meja atau bantal. e. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan. R: Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbanagnsuplai dan kebutuhan oksigen.

DAFTAR PUSTAKA Amin, M., (1999). Ilmu Penyakit Paru. Surabaya :Airlangga Univerciti Press Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed.6, EGC, Jakarta Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta Mansjoer, Arif., et all. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius. Nelson. 2000. Ilmu Kesehatan Anak; Volume 2 Edisi 15. EGC. Jakarta.

You might also like