You are on page 1of 28

TUGAS TEORI HUKUM Dosen Prof. Dr. I Gusti Ngurah Wairocana,SH.,MH.

Resume Apakah Teori Hukum Itu

oleh:
SATUGUS SUSANTO, SE, SH., NIM : 1292461019

PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER KENOTARIATAN UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2012

I. PENDAHULUAN

1.1. Kedekatan Teori Hukum Bagi banyak orang, Hukum dan Teori Hukum bagaikan dua dunia yang jauh terpisah, yang dikhususkan bagi dua yuris yang berbeda satu sama lain. Yang satunya dianggap kabur, tidak relevan dan berlebihan, sedangkan yang satunya lagi solid, berguna dan mutlak diperlukan. Pengalaman pertama mengenal Teori Hukum memberi kesan yang kurang menarik. Auditoria yang berpengetahuan minim dalam bidang hukum disajikan hal-hal yang terlalu abstrak. Aldous Huxley mengkritik bahasa dan konsep yang digunakan dalam Teori Hukum sebagai bahasa yang abstrak yang membuat orang enggan dan jengkel mempelajarinya sehingga fakta dan teori-teori ilmiah yang disajikan dipandang tidak relevan. Perbedaan antara Teori Hukum dengan studi hukum lainnya seperti Filsafat Hukum, Sosiologi Hukum, Hukum Ekonomi, Sejarah Hukum, Psikologi Hukum, dan lain-lain adalah cara pandang dalam Teori Hukum yang menempatkan diri sebagai orang dalam (insider), dari sudut pandang yuris, yaitu mereka yang berurusan dengan undang-undang, traktat-traktat, kontrak-kontrak, kebiasaan-kebiasaan, praktek-praktek yuridis, perikatan-perikatan dan peradilan. Teori Hukum, sebagai cabang Ilmu Hukum bukanlah ilmu bantu bagi Ilmu Hukum, mempelajari hukum demi hukum sendiri yaitu untuk memahami hukum dengan lebih baik dan mendasar. 1.2. Tiga Tingkatan Ilmu Hukum Ilmu Hukum dipergunakan sebagai istilah yang mencakup semua hal yang berkaitan dengan kegiatan mempelajari hukum. Sejak semula pengetahuan hukum (rechtskennis) memang berbeda pengertiannya dengan ilmu hukum (rechtswetendchap). Pengetahuan hukum mengandung pengertian tataran minimum tentang hukum yang harus dikuasai pemakai hukum dan penerap hukum (rechtstoepasser) sepanjang tidak timbul permasalahan. Ilmu Hukum menjelaskan secara sistematis dan bertanggungjawab hal-hal yang berkaitan dengan uraian yuridis, struktur-struktur kekuasaan, kaidah-kaidah dan perikatan-perikatan. Dalam penelitian empiris bahan-bahan ini harus diolah sehingga saling berkaitan secara sitematis yang dikenal sebagai tataran deskriptif. Kemudian dalam tataran eksplikatif dijelaskan jawaban terhadap pertanyaan mengapa? yaitu sebab dan motifnya misalnya saja: mengapa hakim memvonis demikian? Mengapa dalam hal ada dua kaidah atau lebih maka pilihan dijatuhkan pada suatu kaidah tertentu, dan yang lainnya. Setelah itu muncul tataran yang ketiga yang preskriptif atau normatif yang menjawab pertanyaan-pertanyaan bagaimana seharusnya, berupa usulanusulan, alternatif-alternatif, pedoman-pedoman normatif yang tidak termasuk ke dalam esensi ilmu. Ilmu hukum terbagi atas Dogmatika Hukum atau Ajaran Hukum dan Teori Hukum. Di tempat paling atas terletak Filsafat Hukum.

1.3. Filsafat Hukum Filsafat membahas manusia dan kenyataan pada lingkup yang lebih tinggi sehingga medan pandang (gezichtsveld)nya lebih luas. Filsafat juga menembus secara lebih mendalam sampai kepada kebenaran-kebenaran dan nilai-nilai yang fundamental, suatu penjelasan menyeluruh mengenai manusia dan dunia. Lingkup Filsafat Hukum lebih tinggi dibandingkan dengan Teori Hukum karena harus menjelaskan tata hukum (rechtsbestel) dan tatanan hukum (rechtsorde) yang memuaskan dan tuntas. Filsafat Hukum menyediakan pengertian-pengertian dan nilai-nilai fundamental yang kemudian dipergunakan dalam ilmu empiris, dalam Dogmatika Hukum dan dalam Teori Hukum. 1.4. Titik-Titik Tolak 1.41. Pandangan Statikal dan Dinamikal Atas Hukum Pandangan tentang hukum yang paling luas dan netral: hukum adalah suatu penataan terorganisasi atas perbuatan lahiriah manusia di dalam masyarakat, yang mencakup keseluruhan aturan perilaku dan struktur-struktur kekuasaan. Studi hukum berkaitan dengan hukum yang berlaku, artinya siapa, terhadap apa, di bawah syarat-syarat dan kewajiban apa, secara respektif: siapa, atas apa, di bawah syarat-syarat apa mempunyai suatu hak subyektif. Hukum dalam kenyataan sehari-hari merupakan suatu aturan yang memaksa. Hukum dipandang sebagai sesuatu yang statis, obyektif dan eksternal pada diri sendiri, sebagaimana yang ada pada saat ini terlepas dari sejarah terbentuknya dan perspektif-perspektif masa depannya. 1.42. Faktor-Faktor pada Pembentukan Hukum Dalam semua kejadian pada mulanya dalam pembentukan hukum rancangannya bermula dari situasi kehidupan faktual yang mengarah kepada tujuan non yuridis, suatu nilai yang ingin dipenuhi dan dijamin di masa depan melalui hukum yaitu suatu perikatan atau suatu struktur organisasi. Antara fakta dan tujuan ini dinilai secara bebas sehingga dihasilkan penilaian ideal yaitu gambaran mengenai hubungan yang adekuat antara apa yang ada (das sein) dan apa yang ingin dicapai atau gambaran masa depan (toekomstbeeld). 1.43. Pensituasian Titik-Titik Tolak ini dalam Suatu Semangat Zaman yang Lebih Umum

Kebenaran adalah sebuah penemuan yang progresif, bukan gagasan-gagasan yang ditautkan lagi pada yang sudah ada, melainkan gagasan-gagasan yang untuk sementara hilang karena ketidak bernilaian. Sikap yang sama berlaku pula untuk nilai, bahwasanya di masa lalu adalah baik. Merujuk pada tradisi untuk memotivasi sebuah perintah atau sebuah larangan, kritik masyarakat (maatschappijkritiek) memilih acuannya tidak lagi dalam masa lalu, melainkan dalam masa kini dan bahkan dalam pikiran prospektif. Dengan demikian, manusia terarah ke masa depan. Pandangan evolutif memungkinkan penilaian yang lebih layak tentang masa lalu, sebab orang akan menilai masa lalu dengan memperhitungkan situasi material,

keyakinan-keyakinan idiil dan persyaratan kehasil-gunaan yang berlaku pada masa itu.

Selain itu, pandangan evolutif tersebut juga menyebabkan kerendahan hati yang lebih besar berkenaan dengan keberhasilan (veroveringen) dan perolehan-perolehan (verworvenheden) dewasa ini, yang semuanya atau sebagian dengan segera akan ketinggalan (dilewati), atau setidaknya akan mengalami perubahan.

1.44. Pensituasian berkenaan dengan positivisme dan ajaran hukum kodrat. Kembali pada pandangan positivisme, hukum adalah apa yang merupakan hukum, yang dinilai adalah legalitasnya (validitasnya), bukan legitimitasnya. Betapapun banyak dari bagian-bagiannya menimbulkan rasa muak (weerzinwekkend), hukum adalah hukum yang tetap berlaku, telah diterapkan dan dilaksanakan. Akan tetapi, hukum rentan terhadap berbagai petualangan politik dan penyimpangan etikal karena tidak adanya suatu pegangan substansial atau suatu kriteria yang jelas tentang hal baik dan buruk. Oleh karena itu, hukum dapat dilihat dari dua aspek yang menyimpang dari positivisme hukum.

Pertama, hukum ditentukan oleh faktor-faktor non-yuridikal, faktor-faktor pra-yuridikal, nilai-nilai (waarden) dan putusan-putusan nilai (waardeoordelen). Kedua, hukum tidak dapat dijelaskan dan dilegitimasi secara mendasar oleh dirinya sendiri. Oleh karena itu, Ilmu Hukum harus melibatkan faktor-faktor historikal, filosofikal, etikal, politikal, sosial, ekonomikal dan faktor-faktor lain ke dalam medan penelitiannya. Hal itu berarti bahwa, tidak terdapat nilai-nilai abadi universal dan transenden yang memungkinkan (toelaten) untuk menilai hukum dalam setiap zaman dan kultur. Tiap zaman dan kultur menganut nilai-nilai mereka sendiri, mereka melindungi serta memajukan diri mereka sendiri dengan hukum. Semua aliran filsafat hukum yang mencoba menunjuk nilainilai transenden dari hukum, tidak memadai begitu dikonfrontasi dengan keadaan-keadaan dari zaman lain dan kultur lain. Sebagai contoh, menurut pandangan hukum kodrat klasik, abortus secara mutlak dinyatakan salah, sedangkan dalam tatanan-tatanan hukum pidana dewasa ini dan yang akan datang, abortus ditetapkan hanya secara bersyarat dapat dihukum, atau sama sekali ditiadakan dari hukum pidana. Tiap kultur mengembangkan nilai-nilainya sendiri, dan diolah ke dalam sistem hukum selangkah demi selangkah dan evolutif, berbeda-beda dalam waktu dan ruang. Manusia tidak merealisasikan gagasan-gagasan dan nilai-nilai yang sudah ada terlebih dahulu, melainkan mereka mengkonsepsikan sendiri nilai-nilai ini dari zamannya sendiri.

Adapun tugas yang diberikan kepada Teori Hukum antara lain, secara ilmiah menelusuri dampak pembentukan hukum dan pembentukan tatahukum-tatahukum konkret yang terikat pada waktu dan tempat. Untuk mensituasikan Teori Hukum itu secara jelas, maka terlebih dahulu dibahas mengenai Dogmatika Hukum dan Filsafat Hukum.

1.5. Dogmatika Hukum Dogmatika Hukum secara sempit dapat didefinisikan sebagai cabang dari Ilmu Hukum yang berkenaan dengan pokok-pokok pengaturan dari hukum. Secara luas Dogmatika Hukum berkenaan dengan tata-hukum (rechtsbestel) dalam keseluruhannya, menghimpun bahan-bahan terberi yang relevan dan mengolahnya ke dalam suatu perkaitan yang koheren, dengan tujuan untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik dan penjelasan tunggal tentang pokok-telaah yang diteliti, namun hal itu semata-mata berdasarkan pada sumber-sumber pengetahuan yang tersaji dalam hukum. Dogmatika Hukum mengumpulkan bahan-bahan terberinya yang terdapat dalam perundangundangan, peradilan (yurisprudensi), ajaran hukum, syarat-syarat yang biasa diperjanjikan dalam praktek dan persetujuan untuk turut serta pada suatu perjanjian (kontrak adhesit), dalam traktat-traktat, dsb. Dogmatika Hukum menata dengan membagi (splitsen) dan menggabungkan, mencari kesamaan-kesamaan dan pertentangan-pertentangan dengan obyek-obyek lain dari hukum, menunjukkan hubungan-hubungan saling mempengaruhi, mensituasikan obyek yang dipelajari ke dalam keseluruhan tata-hukum dan memperlihatkan perkaitannya pada bidangbidang lain. Dogmatika Hukum menelusuri bagaimana pokok-telaahnya memperoleh keberadaannya sendiri, bagaimana keadaannya dahulu dan dengan cara bagaimana pokok-telaah tersebut dalam evolusi dari perundang-undangan, dalam peradilan, dan lain-lain memperoleh bentuknya yang sekarang. Dogmatika Hukum dapat merujuk pada tatanan-tatanan hukum luar negeri, memperlihatkan kekosongan-kekosongan (leemten), kekurangan-kekurangan dan ketidak-konsistenan, menyarankan atau memperjuangkan usulan-usulan de lege ferenda dengan suatu argumentasi yang dalam pandangannya bertumpu pada penelitian. Kegunaan pertama dari Dogmatika Hukum adalah upaya menemukan dan menghimpun bahan empirikal, sampai ke sudut-sudut terjauh dari hukum. Tugas utamanya adalah dalam penataan dan pengolahan sistematikal terhadap bahan-bahan tersebut. Dogmatika Hukum menampilkan gambaran menyeluruh terikhtisar dari kesemerawutan bahan-bahan terberi yang tercerai berai. Dogmatika Hukum mempresentasikan secara global dan terpadu (sintetikal) tingkat keadaan hukum. Dogmatika Hukum mengabstraksi dan

menjelaskan (verklaren), setidak-tidaknya untuk sebagian dan dalam batas-batas dari disiplinnya. Pengolahan sintetikal dan sistematikal membawa pada abstraksi dari banyaknya bahanbahan terberi yang tertata, sampai pada suatu tataran yang lebih dari pengertian-pengertian (konsep-konsep). Oleh pengertian-pengertian yang lebih tinggi, hukum itu menjadi terikhtisar dan relatif saling berkaitan, setidaknya menjadi lebih komunikatif dan dengan demikian mudah dapat ditangani (hanteerbaar). Sebagai contoh adalah pengertian desentralisasi, yaitu suatu badan hukum yang didirikan oleh negara dengan undang-undang, yang berada di bawah pengawasan pemerintah negara (staatsbestuur), dan dilengkapi dengan kekuasaan mengambil putusan sendiri berkenaan dengan sejumlah urusan-urusan yang ditetapkan terlebih dahulu. Desentralisasi pada lembaga-lembaga pemerintahan bersifat fungsional jika orang berpendapat bahwa kepentingan-kepentingan tertentu dilayani lebih baik oleh lembaga-lembaga pemerintahan dengan otonomi yang tidak diberikan dengan dekonsentrasi. Dogmatika Hukum dapat mengabstraksi bahan-bahan terberi empirik yang sudah disintetisasikan dan mengembangkan suatu pengertian yang luas dari semua pengertianpengertian fundamental, dan penataan pengertian-pengertian ini menjadi Ajaran Hukum Umum. Dogmatika Hukum juga menjelaskan situasi dari suatu obyek hukum, setidaknya menjelaskan dan menjawab pertanyaan mengapa hukum itu sebagaimana ia adanya dengan menunjuk pada kesaling-terhubungan dari peraturan-peraturan yang dibangun satu di atas yang lainnya. Penjelasan yang ditemukan Dogmatika Hukum dalam hukum itu sendiri, pada prakteknya sering sudah cukup, namun tidak mendalam. Dogmatika Hukum memang benar menjelaskan, tetapi hanya untuk sebagian. Oleh karena alasan-alasan itu, Dogmatika Hukum yang walaupun hampir secara keseluruhan mendukung pengembanan hukum, dalam keadaan-keadaan tertentu menampakkan keterbatasannya dan tidak memberikan penjelasan yang tuntas. Salah satu dari keadaan-keadaan itu adalah perubahan besar dari peradilan (yurisprudensi) tanpa perubahan undang-undang yang mendahuluinya. Dogmatika Hukum juga tidak cukup diperlengkapi untuk mampu menghadapi situasi faktual yang baru. Dogmatika Hukum memotivasi hukum dengan beranjak dari hukum, oleh karenanya Dogmatika Hukum cenderung untuk memberikan reaksi konservatif dengan mengajukan sebagai satu-satunya argumen bahwa ihwalnya adalah selalu demikian dan bahwa karena itu harus tetap demikian. Karena Dogmatika Hukum berpegangan berdasarkan deontologi dari disiplinnya, maka Dogmatika Hukum menghadapi resiko tanpa kritik tunduk pada hukum. Inti dari masalahnya adalah, bahwa dogmatika hanya menggali sumber-sumber hukum formal dalam arti luas (perundang-undangan, putusan peradilan, traktat-traktat, asas-asas hukum, kebiasaan) dan memandang hukum secara terisolasi seolah-olah tercabut dari sumber kehidupan (voedingsbodem) yang sesungguhnya.

Bagi Dogmatika Hukum, pada dasarnya hukum itu adalah hukum karena ia adalah hukum. Hukum merupakan sebuah kemandirian murni dengan suatu daya-hidup (levenskracht) sendiri, terlepas dari peristiwa-peristiwa kemasyarakatan. Instrumen kerjanya adalah sistematisasi berdasarkan kaidah-kaidah logikal. Logika adalah syahadatnya (haar credo), sehingga pembaharuan hukum itu adalah hanya kesimpulan-kesimpulan logikal. Dogmatika Hukum tidak bertugas untuk mencari dari mana hukum itu datangnya, memenuhi tuntutan sosial apa, motif-motif kefilsafatan dan politikal apa yang menggerakannya, disamping itu, Dogmatika Hukum juga menyandang kekurangan untuk menelaah secara kritikal legitimitas dari hukum. Hal mengintegrasikan hukum ke dalam konteks kemasyarakatannya, sebagai suatu pencerminan dari masyarakat itu sendiri dan pandangan-pandangan tentang masyarakat yang berpengaruh di dalam masyarakat, adalah tugas dari Teori Hukum.

1.6. Tugas Teori Hukum: percobaan mencapai integrasi interdisipliner. Ilmu bertujuan untuk menemukan kebenaran. Dogmatika Hukum hanya dapat mencapai sebagian saja kebenaran sesungguhnya tentang hukum. Tugas Teori Hukum untuk mencapai kebenaran yang lebih dalam dari hukum dengan suatu penelitian tentang latar-belakangnya dalam konteks yang lebih luas dari keseluruhan masyarakat. Dogmatika Hukum mengumpulkan bahan-bahan terberi dari suatu tata-hukum yang disistematisasikan secara logikal, ditata pada suatu tataran abstraksi yang lebih tinggi menjadi pengertian-pengertian umum hingga derajat tertentu, dan dijelaskan berdasarkan sarana-sarana yang tersedia dalam hukum. Di atas Dogmatika Hukum adalah Teori Hukum. Teori Hukum membangun lebih jauh dengan membatasi penelitiannya pada suatu suasana hukum tertentu, suatu tatanan hukum nasional, tatanan-tatanan hukum yang sifatnya sama (misalnya sistem-sistem hukum dari negara-negara barat), suatu tatanan hukum internasional seperti tatanan hukum Masyarakat Eropa atau hukum yang berlaku dalam pergaulan hukum internasional yang tidak terorganisasi, yang seluruhnya berlawanan dengan Filsafat Hukum. Namun berbeda dari Dogmatika Hukum, Teori Hukum berupaya untuk menjelaskan hukum secara mendasar atau dengan kata lain, untuk memberikan jawaban atas pertanyaan ilmiah mengapa hukum itu adalah sebagaimana ia adanya, dengan suatu penelitian yang tidak membatasi diri, seperti Dogmatika Hukum, pada apa yang dapat ditemukan sesuai dengan hukum (in rechte), melainkan menerobos lebih dalam sampai pada landasan timbulnya dan lahan pembiakan dari hukum, mencari baik sebab-sebab maupun motif-motifnya. Teori Hukum adalah sebuah upaya untuk pada kegiatan mempelajari hukum, mengintegrasikan lagi hukum ke dalam konteks total dari keterberian-keterberian faktual dan keyakinan-keyakinan idiil yang hidup yang terkait padanya, singkatnya, mengintegrasikannya ke dalam masyarakat (pergaulan hidup).

Metode dari Teori Hukum tidak dapat lain kecuali interdisipliner. Dengan cara demikian itu, Teori Hukum melaksanakan suatu fungsi menggabungkan (overkoepelen) dan lebih lagi, mensintetisasi dalam keseluruhan dari Ilmu Hukum. Untuk tugas integrasinya itu, dengan demikian, dipenuhi oleh suatu metode interdisipliner sintetikal. Teori Hukum harus dapat secara ilmiah menampilkan secara layak densitas dari kenyataan ini sebagaimana ia dalam keseluruhannya dialami oleh tiap orang yang berurusan dengan hukum atau yang berpartisipasi pada pembentukan hukum. Kenyataan mewujudkan suatu keseluruhan, kebenaran yang tidak dapat dipecah (ondeelbaar). Tidak ada realitas yuridikal dan tidak ada kebenaran yuridikal, namun yang ada adalah realitas dan kebenaran kemanusiaan dan kemasyarakatan, yang di dalamnya hukum mensituasikan diri. Pada akhirnya, hal mempelajari aspek hukum secara terpisah akan menjadi tidak ilmiah karena tidak setia pada kebenaran. Teori Hukum juga sangat dekat dengan praktek. Praktisi hukum dalam profesi apapun mengetahui bahwa, orang memperoleh kebenaran lebih banyak di belakang pintu-pintu tertutup ketimbang di sidang terbuka. Orang hanya mencapai momen dari kebenaran jika telah mengenali dan mengerti keseluruhan urusan atau perkara dalam semua aspekaspeknya, dan tidak hanya dalam aspek yuridikalnya saja. Teori Hukum harus memulihkan kembali otentisitas kejadian-kejadian hukum (rechtsgebeuren) hingga tampak dalam keutuhannya. Dengan demikian, Teori Hukum berada lebih dekat pada praktek ketimbang Dogmatika Hukum. Ilmu Hukum adalah sebuah ilmu masyarakat (maatschappij-wetenschap) yang menyendiri dan meneliti aspek hukum di dalam masyarakat. Namun banyak ilmu tetangga (buurwetenschappen) yang mempelajari aspek-aspek lain dari masyarakat yang sama, antara lain Filsafat dan dengan sendirinya cabang-cabang Etika, Sejarah, Sosiologi, Politologi, Psikologi Sosial, Ekonomi, Etnologi atau Antropologi Budaya. Ilmu-ilmu itu begitu terserap ke dalam obyek studi mereka sendiri, dalam kegiatan mereka sendiri, dalam metode-metode sendiri, dalam pertarungan-metode dengan jargon sendiri sehingga mereka dihadapkan pada resiko terisolasi, paralel dan dengan demikian terpisah dari disiplin-disiplin lain di sampingnya yang setara (nevendisciplines), tanpa atau dengan sedikit komunikasi yang satu dengan yang lainnya. Teori Hukum harus berupaya untuk memulihkan kesatuan antara aspek hukum dan kenyataan kemasyarakatan, sekali lagi mempersatukan keberbagaian yang ditata oleh ilmuilmu dan heharusan-keharusan akademik ke dalam suatu gambaran menyeluruh yang setia pada kebenaran. Untuk itu, Teori Hukum harus merujuk pada ilmu-ilmu tersebut karena pokok-pokok telaah (obyek-obyek) dari ilmu-ilmu tersebut merupakan faktor-faktor pembentukan hukum yang harus dijelaskan oleh Teori Hukum. Etika. Pandangan-pandangan moral yang diterima dalam suatu masyarakat tertentu tentang baik dan buruk, tentang apa yang seharusnya dan yang tidak seharusnya, dan apa dari yang baik itu yang seyogianya harus dilindungi dan dimajukan oleh hukum, apa yang sebagai hal yang buruk yang seyogianya harus dikendalikan dan diperangi oleh hukum untuk

mewujudkan landasan moral (ondertoon) dari hukum, yang karena itu disebut juga hukum pra-yuridikal. Sejarah. Tidak ada Teori Hukum yang dapat mengabaikan sejarah. Dalam suatu filsafat hukum yang memandang hukum sebagai produk (resultante) dari perancangan yang disituasikan secara historikal, sejarah menempati posisi sangat penting dan sangat menonjol, mencakup seluruhnya, baik fakta-fakta maupun gagasan-gagasan. Sosiologi. Bahan-bahan terberi demografikal, akibat-akibat dari keterberian-keterberian tersebut, diferensiasi dalam pelapisan sosial, pembentukan kelompok, sebab-sebab dan motif motif perilaku sosial, interaksi di antara individu-individu dan kelompok-kelompok dan antara lain perimbangan kekuasaan, adalah obyek-obyek telaah, untuk memahami dan menjelaskan hukum sebagai gejala sosial. Politologi. Semua hal yang berkaitan dengan perebutan (verovering), penggunaan dan dampak-dampak kekuasaan memutuskan kebijakan (beleidsmacht, policy power) dalam suatu masyarakat yang terorganisasi. Politik yang secara langsung terarah pada penataan ulang yuridikal (juridische hervorming) bagi Teori Hukum mempunyai arti penting secara langsung. Psikologi Sosial. Penelitian atas perilaku manusia dalam konteks kemasyarakatan, baik antar-manusia maupun berkenaan dengan lembaga-lembaga dan kelompok-kelompok dan bentuk-bentuk pengungkapannya (penampilannya) di dalam masyarakat, yang harus diperhatian oleh Ilmu Hukum. Ekonomi. Hal memperoleh dan pembagian barang-barang, dalam suatu masyarakat yang memandang kepentingan materiil sebagai tema utama dari kegiatan politikalnya (juga dalam apa yang dinamakan sektor sosial), adalah sangat menentukan sebagai faktor-faktor pembentukan hukum. Hukum tidak dapat dijelaskan tanpa masukan (kontribusi) dari llmu Ekonomi. Antropologi Budaya. Mempelajari kultur-kultur dalam semua aspek, struktur sosial, perkerabatan, organisasi-organisasi politik, teknik, ekonomi, religi, dan lain-lain, bagi teoretisi hukum adalah sangat penting, karena sangat menentukan dalam Pembentukan Hukum.

2.

Timbulnya Teori Hukum Sebagai Disiplin Mandiri

Bahwa telah ada suatu disiplin ilmu mandiri yang disebut Teori Hukum. Untuk mengetahui hubungan antara Teori Hukum dengan filsafat hukum, dogmatika hukum, sosiologi hukum dll. Maka perlu diketahui sejarah Teori Hukum. Teori hukum pertama tampil di Rusia sekitar abad peralihan abad ke-19 ke abad-20. Namun, teori hukum masih belum dikenal di Eropa Barat dan oleh revolusi Rusia tidak memancarkan cahaya lagi di Rusia. Hanya oleh kepustakaan Polandia dipublikasikan perkembangan Teori Hukum di Eropa Barat yang sesungguhnya memilik peran yang begitu penting. Teori Hukum di Rusia mengembangkan diri

di atas Ajaran Hukum Umum Eropa Barat, yang dari kepustakaan ini mengambil alih masalahmasalah pokoknya. Namun lebih kearah Teori Hukum.

2.1. Ajaran Hukum Umum Pada abad ke-19, timbul kebutuhan suatu disiplin hukum ilmiah positif yang berbeda diantara filsafat hukum yang sangat abstrak dan semata-mata bersifat spekulatif dan dogmatika hukum yang sangat teknikal. Orang dapat menyatakan bahwa setelah adanya kemunduran filsafat hukum, timbul kebutuhan pada suatu hukum kodrat positif ilmiah, yang harus mengisi kekosongan yang disebabkan oleh hilangnya kepercayaan pada suatu hukum kodrat metafisikal yang berlaku universal yang secara hakiki dapat menentukan aturan-aturan dasar dari tiap tatanan hukum (rechtsorde) positif. Terhadap gejala hukum ini disebut Ajaran Hukum Umum (algemene recht sleer, allgemeine rechtslehre, general jurisprudence, theorie generale du droit). Para polopor Ajaran Hukum Umum adalah filsuf Inggris Jhon Austin (1790-1859), yang juga menjadi peletak dasar mazhab analitik (analytical jurisprudence), orang Jerman Adolf Merkel (18361896), Karl Bergbohm (1849-1927), Erns Rudolf Bierling (1841-1919), dan Rudolp Stammler (1856-1938), dan orang Ceko Felix Somlo (1973-1920). Orang-orang yang mempunyai perbedaan pandangan dari para pemikir ini, mengemukakan bahwa mereka semua menganut titik-titik tolak berikut: 1. Mereka ingin mengemukakan suatu disiplin ilimiah-positif baru, yang lebih teoritikal ketimbang dogmatika hukum, namun lebih kongkret dan praktikal ketimbang filsafat hukum. Sebagai objek dari disiplin ini mereka menonjolkan penyelidikan tentang struktur dasar, asas-asas dasar, dan pengertian-pengertian dasar melalui penelitian ilmiah tentang ciri-ciri khas dan hakiki dari hukum. Mereka memandang Ajaran Hukum Umum sebagai suatu disiplin yang bebas nilai yang tidak normatif. Ajaran Hukum Umum bertugas untuk menguraikan gejala-gejala hukum secara metodikal dan dapat di pertanggungjawabkan. Ajaran Hukum Umum harus bebas dari setiap putusan nilai pribadi atau titik tolak normatif dari para peneliti. Maka Ajaran Hukum Umum harus ilmiah positif, bebas nilai, dan hasil penelitiannya harus memberikan pemahaman tentang gejala hukum. Ajaran Hukum Umum berupaya meneliti apa yang sama pada semua sistem hukum bukan apa yang seharusnya sama.

2.

3.

2.2. Teori Hukum : Perkembangan Pertama

Pada abad ke-20, Teori Hukum timbul dari Ajaran Hukum Umum. Kesinambungan Teori Hukum dan Ajaran Hukum Umum dapat dilihat dari dua aspek yaitu sebagai berikut: 1. Teori hukum sebagai lanjutan dari Ajaran Hukum Umum memiliki objek disiplin mandiri yang berada diantara dogmatika hukum dan filsafat hukum. Dewasa ini teori hukum telah diakui sebagai disiplin ilmu yang ketiga dan untuk melengkapi, filsafat hukum dan dogmatika hukum yang masing-masing memilik wilayah sendiri dan nilai sendiri. Ajaran Hukum Umum dan teori hukum sama-sama dipandang sebagai ilmu a-normatif yang bebas nilai. Ini yang membedakan teori hukum dan ajaran hukum umum dari dogmatika hukum.

2.

Dalam perkembangannya teori hukum dan ajaran hukum umum memang bertujuan menguraikan hukum secara ilmiah-positif. Namun, medan penelitiannya tidak sama lagi. Yang menjadi ciri khas ajaran hukum umum adalah permasalahanya yang relatif terbatas dan murni ontologi. Dengan demikian orang yang berupaya mencari ontologi hakikat dari hukumnya melalui jalan empirik sehingga permasalahan yang bersifat filosofikal murni dapat memberikan landasan ilmiah-positif. Pendekatan tentang ajaran hukum umum dikemukakan oleh Adolf Reinach (1883-1917), yang berupaya membangun ontologi yang bersifat platonik. Menurutnya terdapat unsur-unsur yuridikal a priori yang ideal, yang memiliki keberadaan yang mandiri dan menemukan perumusan dalam tatanan hukum positif. Apa yang dipandang sebagai empirik dalam kenyataan menjadi metafisikal murni. Perbandingan isi dari aturan-aturan hukum (rechtsregels) dan pengertian hukum atau konsep-konsep yuridik (rechtsbegrippen) sebagai objek penelitian tipikal dari ajaran hukum umum, berevolusi menjadi suatu penelitian tentang struktur dan fungsi dari kaidah hukum (rechtnorm) dan dari sistem hukum (rechtssystem) sebagai salah satu tema terpenting dari teori hukum. Hans Kelsen dipandang sebagai salah seorang peletak dasar Teori Hukum. Hal ini tampak dari tulisan-tulisannya yang menggunakan istilah Teori Hukum dalam Jurnalnya. Penggunaan nama Teori Hukum ini dan bukan filsafat hukum dapat dipertanggungjawabkan dengan menunjukan bahwa dalam diskusi spekulatif tentang keadilan, kelayakan, hukum kodrat, atau hukum absolut. Dengan demikian, Teori Hukum dipandang sebagai landasan yang mutlak yang diperlukan untuk tiap kajian ilmiah terhadap tatanan hukum positif kongkret.

2.3. Suatu Titik kedalaman Antara tahun 1926 dan sekarang tidak ada kesinambungan teori hukum. Setelah perang dunia kedua teori hukum tidak dilanjutkan, kurang minat ini berjalan selama periode panjang setelah perang dunia kedua yang dianggap sebagai akibat fasisme. Dimana nampak dihidupkan kembali filsafat hukum dan paham hukum kodrat. Hal ini diperburuk oleh para yuris Jerman yang telah menerapkan undang-undang yang tidak bermoral yang berakibat hancurnya Jerman. Teori hukum disatu pihak sebagai disiplin hukum yang bersifat ilmiah positif dengan positivisme hukum, sedangkan dilain pihak orang-orang setelah perang dunia kedua merasakan kebutuhan akan refleksi kritikal tentang nilai dan moral dari sistem hukum.

Secara umum diakui bahwa terdapat suatu disiplin ilmu yang mandiri yakni Teori Hukum. Pengajaran bidang study dalam hubungannya dengan penelitian ilmiah tertinggal jauh. Hal ini karena teori hukum dipisahkan dari ajaran hukum umum dan mengembalikannya menjadi sebuah mata kuliah pengantar yang dikuliahkan pada awal permulaan study hukum.

2.4. Terobosan definif Teori hukum yang dulu mengalami kemorosotan kini telah bangkit kembali. Namun berbeda dengan abad ke-19, kini lebih berkaitan dengan ilmu-ilmu manusia dan tidak lagi berkaitan dengan ilmu-ilmu positif seperti fisika. Sejak itu untuk selanjutnya Teori Hukum juga dipandang sebagai sebuah ilmu interdisipliner secara esensial. Kebutuhan interdisipliner ini dibagi menjadi dua tataran. Disatu pihak sejumlah disiplin non yuridik dari bidang study ilmu-ilmu manusia menawarkan metode-metode yang interesan yang menghasilkan gejala-gejala hukum secara ilmiah. Sedangkan disisi lain beberapa dari disiplin ilmu seperti sosiologi hukum, menempatkan hukum sebagai objek penelitian spesifik. Leuven Jan Broekman memberikan kritik fundamental terhadap fakta bahwa bahasa hukum dirumuskan dan didalamnya berbicara tentang hukum yang secara umum dipandang sebagai sebuah sarana yang netral, padahal bahasa ini justru produk dari suatu pemikiran kekuatan rasionalistik yang menjadi dan dapat mewujudkan suatu ciri yang fundamental dari kultur Barat. Bahasa hukum harus bekerja melakukan penelitian-penelitian konkrit tentang kaitannya antara bahasa hukum di satu pihak dan suatu gambaran manusia dan masyarakat di pihak lainnya.

3.

PEMBATASAN WILAYAH TEORI HUKUM

Untuk menetapkan batas-batas wilayah berkiprahnya bidang studi (domein), pembatasan dalam teori Hukum dilakukan dengan dua cara, yaitu eksternal dan internal. Secara eksternal dengan cara menempatkan teori Hukum dalam keseluruhan disiplin dan obyeknya hukum, dan secara internal dengan menggambarkan sasaran-sasaran, metode-metode dan medan penelitian dari teori Hukum.

3.1. Dogmatika Hukum-Teori Hukum-Filsafat Hukum Teori hukum dan Dogmatika hukum adalah dua disiplin yang masuk kedalam Ilmu Hukum yang murni. Dua disiplin ini tidak dapat dikembalikan atau ditelusuri balik pada suatu disiplin ilmiah yang umum, karena untuk pembatasan wilayah teori hukum dan dogmatika hukum, orang tidak dapat menunjuk pada pembedaan diantara ilmu-ilmu yang umum. Hal ini menyebabkan uraian tentang wilayah telaah pada teori hukum dan dogmatika hukum tidak mudah untuk dilakukan. Sehubungan dengan itu, maka sebaiknya terlebih dahulu diupayakan untuk mengetahui uraian tentang dogmatika hukum sesederhana mungkin untuk dapat membandingkan disiplin ini dengan teori hukum.

3.11.

Dogmatika Hukum

Ajaran hukum (rechtsleer) atau dogmatika hukum (rechtsdogmatiek) atau ilmu hukum (rechtswetenschap) dalam arti sempit bertujuan untuk memaparkan dan mensistematisasikan dan dalam arti tertentu juga menjelaskan mengenai hukum positif. Walaupun demikian, dogmatika hukum bukan sebagai ilmu netral yang bebas-nilai. Terlebih dahulu harus dikemukakan bahwa diluar dogmatika hukum tidak ada satupun pemaparan dan sistematisasi yang merupakan kegiatan yang netral, sebab tiap pemaparan mengandaikan suatu teori tertentu.

3.12.

Hubungan Dogmatika Hukum dan Teori Hukum

Dipandang secara umum, teori hukum adalah sebagai suatu meta-teori dari dogmatika hukum. Sebuah meta-teori adalah sebuah disiplin yang obyek studinya adalah sebuah ilmu yang lain. Dogmatika hukum bertujuan untuk atau memberikan sebuah penyelesaian konkrit secara yuridik-teknikal. Teori hukum akan lebih banyak berada pada tatanan asas-asas hukum daripada tataran pengolahan praktikalnya, yang tetap menjadi tugas dari dogmatika hukum. Kritik atas sebuah konstruksi teknik-yuridikal baru akan mengakibatkan penolakan konstruksi jika ilmuwan hukum dapat mengajukan konstruksi lain sebagai penggantinya, yang menurut pendapatnya lebih baik.

3.13.

Filsafat Hukum

Filsafat hukum adalah filsafat umum yang diterapkan pada hukum atau gejala-gejala hukum. Filsafat hukum didefinisikan sebagai sebuah disiplin spekulatif, sebagai disiplin yang mencari pengetahuan tentang hukum, sebagai sebuah refleksi atas dasar-dasar dari kenyataan dan sebagai disiplin yang mencari pengetahuan tentang hakikat dari keadilan. Zijnsleer atau ontologi hakikat dari hukum, isi pokok (basisinhoud) pengertian hukum, isi pokok nilai fundamental seperti kebebasan, keadilan kepastian hukum. Nilai dasar atau sebuah kaidah dasar (basisnorm), fungsi nilai-nilai dan kaidah-kaidah lainnya pengembangan sebuah ideologi, wujud bangunan dasar (onderbouw) legitimasi aturan hukum, pranata hukum dan sistem hukum yang ada. Nilai esensial dan hukum. Refleksi hakikat dari hukum, menyatakan putusan normatif terselubung. Hukum untuk keadilan sesungguhnya hukum harus memperjuangkan keadilan. Ontologi mernperhhatkan ciri aksiologi, ideologi dan ajaran finalitas dan hukum untuk mencapai intersubyektif.

3.14.

Hubungan Filsafat Hukum - Teori Hukum

Teori Hukum adalah ilmu yang tumbuh dari Filsafat Hukum mengembangkan menjadi sebuah disiplin mandiri antara Dogmatika Hukum dan Filsafat Hukum.

Filsafat Hukum adalah sebuah meta-disiplin berkenaan dengan Teori Hukum dan lebih banyak berkaitan dengan berbagai wilayah-bagian dari Filsafat Hukum disketsakan di atas. Filsafat Hukum ajaran nilai Teori Hukum Skematikal ajaran nilai dimaksudkan: Ontologi Hukum, Aksiologi Hukum, Ideologi Hukum dan Teleologi Hukum ditunjuk Ajaran Pengetahuan maupun Ajaran Ilmu yang sesungguhnya. Bebas-nilai bagi Teori Hukum, adalah ideal tidak dapat tercapai. Filsafat Hukum dan Teori Hukum batas antara dua disiplin menjadi membaur (vloeiend) terbuka bagi suatu pemikiran spekulatif, diuji secara ilmiah-positif antara nilai-nilai kaidah-kaidah atau ideologi-ideologi ke Filsafat Hukum.

3.2. Teori Hukum dan ilmu-ilmu lain yang obyek penelitiannya hukum. Arti Teori Hukum dalam derajat besar menggunakan penelitian dari berbagai disiplin mempelajari Sejarah Hukum, Logika Hukum, Antropologi Hukum, Sosiologi Hukum, Psikologi Hukum, dan sejenisnya. Peranan mengintegrasikan, berkenaan hubungan di antara disiplin satu terhadap yang lainnya disiplin ini unsur-unsur Dogmatika Hukum dari Filsafat Hukum. Teori Hukum penelitian historikal, psikologikal, sosiologikal atau penelitian-penelitian lainnya pelaksanaan penelitian pada bidang Psikologi (Hukum), Tujuannya adalah memperoleh pemahaman sudut Teori Hukum. Pendekatan yuridikal ciri spesifik Teori Hukum seperti misalnya Sejarah Hukum atau Psikologi Hukum terdapat dua disiplin Teori Hukum berimpitan karena mereka justru memasukkan masalah-masalah bidang Teori Hukum klasik penelitian terpenting mereka. Ihwalnya menyangkut Logika Hukum dan Sosiologi Hukum.

3.21. Logika Hukum. Teori Hukum penemuan hukum oleh hakim penelitian dijalani hakim penilaian (ihwal memutusi) suatu sengketa, menemukan pada wilayah (medan) dari logika (yuridikal) pembatasan wilayah Teori Hukum dan Logika Hukum. Logika yuridikal penerapan rumus-rumus dan lambang-lambang dan suatu Logika Formal penalaran-penalaran yuridikal berbicara tentang suatu Logika Hukum suatu sosok (profil) yang lebih jelas Teori Hukum. Logika yuridikal adalah karakter normatif dari hukum penalaran putusan-putusan tentang kenyataan, yang benar atau salali (palsu), penalaran kehakiman, secara umum penalaran yuridikal, koridor (lorong, keurslijf) Logika Putusan atau Logika Proposisi, Logika Normatif, (cocok, geschikt) memahami (mencakup) penalaran yuridikal ini. Logika Normatif misalnya suatu disiplin suatu cara berpikir praktek logika yuridikal prototipe dan suatu Logika Normatif. Logika Umum dalam hakikatnya bersifat deduktif. Logika Deduktif menalar dari umum konkret, induktif, menalar (berangkat) dari konkret ke yang umum. menurut Perelman berdasarkan faktafakta konkret dari suatu masalah yuridikal dan tidak dari suatu sistem hukum abstrak dengan aturan-aturan umumnya. Chaim Perelman, Juridische Logica als leer van de argumentatie, Antwerpen, 1979). logika yuridikal adalah tidak lain ketimbang suatu penerapan secara spesifik

logika umum (terhadap) penalaran yuridikal seperti Sejarah Hukum Sejarah Umum, Sosiologi Hukum dan Sosiologi Umum, dan seterusnya.

3.22. Sosiologi Hukum. Sosiologi Hukum sebagai ilmu positif hukum sebagai unsur sistem sosio-kultural (J. van Houtte). Dalam masyarakat hubungan saling mempengaruhi (interaksi) gejala kemasyarakatan di satu pihak dan masyarakat di lain pihak. Penelitian seperti perundang-undangan, pengadilan, advokatur, pendidikan hukum, dan sejenisnya meneliti individu pribadi hak-haknya, individu terhadap aturan-aturan hukum yuridikal subyek hukum (advokat, hakim, pejabat). Schuit empat tataran bidang penelitian hukum secara sosiologikal : 1. 2. 3. 4. Sosiologi tentang sistem-sistem hukum; Sosiologi tentang lembaga-lembaga hukum dan organisasi-organisasi hukum; Sosiologi tentang para yustisiabel; Sosiologi tentang asas-asas hukum dan pengertian-pengertian hukum fundamental.

Tentang gejala hukum pendekatan sintetikal menjadi suatu wawasan yang seimbang dan utuh putusan badan kehakiman suatu proses interaksi kemasyarakatan. misalnya penjelasanpenjelsan historikal, maka Sosiologi Hukum niscaya tidak memiliki kemampuan untuk itu, pendekatan sosiologikalnya yang spesifik sintesis interdisipliner mewujudkan tugas pokok yang khas dari Teori Hukum.

4.

BATASAN PENGERTIAN TEORI HUKUM : SASARAN DAN METODE

Dalam Teori Hukum secara khusus penetapan batas wilaynh eksternal dan wilayah Teori Hukum berikutnya memaparkan wilayah penelitian dari Teori Hukum.

4.1. Definisi dari Teori Hukum. Berguna untuk mensituasikan Teori Hukum Dogmatika Hukum dan Filsafat Hukum, ia tidak memberikan informasi sedikitnya tentang sesungguhnya dari Teori Hukum membuatnya sulit merumuskan definisi sederhana, jelas dan lengkap wilayah Teori Hukum membedakan wilayahbagian (deelgebieden) menguraikan masing-masing secara terpisah.

4.11.

Analisis hukum

Kelsen Teori Hukum dalam kepustakaan, analisis hukum dan ilmu hukum ditonjolkan sebagai tugas atau tugas-tugas, dari Teori Hukum. Pemahaman tentang struktur dari sistem hukum, sifat dan struktur dari kaidah hukum, konsep-konsep (pengertian) dalam hukum (basic legal concepts) analisis (memanfaatkan) ilmu-ilmu seperti khusus Logika dan Ilmu Bahasa. Konvensi (kesepakatan) perbatasan (grensgebieden) teori hukum dan dogmatika hukum Peristiwa perbatasan (grensgevallen, peristiwa peralihan) orang, tanpa batas (a la limite) terlalu banyak (te paard zitten op) contoh peristiwa perbatasan pengaruh hukum jaminan atas hukum pertanggungjawaban. Meresapkan (inpassen) hak dalam keseluruhan aturan hukum teori hukum pendekatan interdisipliner irrelevansi relatif sistem hukum teori hukum. Irrelevansi isi konkret hukumhanya bersifat relatif. Filsafat Hukum Teori hukum sama sekali tidak berurusan memberikan penyelesaian yuridik-teknikal masalah yuridikal muncul dalam suatu sistem hukum tertentu menganalisis, menjelaskan konstruksi-konstruksi yuridik-teknikal, penampilan konkret dan tidak filsafat hukum misalnya pada filsafat hukum terlepas sistem hukum konkret. Tertutup (tidak dapat dilakukan) (mendalami) hak milik yuridikal dalam masyarakat aktual dan/atau keyakinan filsafatan tertentu, sistem ekonomikal, keterberian psikologikal atau sosiologikal tujuannya memperoleh suatu pemahaman lebih baik tenang asal-usul, isi, ruang lingkup dan kegunaan dari pengertian hak milik berfungsi dalam sistem-sistem hukum aktual.

4.12.

Ajaran Metode dari Hukum

Dogmatika Hukum, metode dari pembentukan hukum dan metode penerapan hukum, dalam praktek mengembangkan semata-mata pada penerapan hukum, penemuan hukum dari praktisi hukum interpretasi undang-undang, dan peranan hakim dalam masyarakat untuk menyelesaikan masalah hukum konkret putusan pengadilan (rechtspraak) atau ajaran hukum, cara rasional mengkonsultasi reportoria dan jurnal bibliografikal, rasional jurnal hukum. Efisien untuk penemuan hukum suatu (cara) rasional menemukan undang-undang. Misalnya bukan metode hanya mempunyai hubungan pencarian formal semata atas teks yang dipublikasi relevan bagi yuris. 4. BATASAN PENGERTIAN TEORI HUKUM SASARAN DAN METODE Teori Hukum secara khusus pada penetapan batas wilayah teori hukum memaparkan wilayah penelitian sebagai berikut :

4.1. Definisi dari teori Hukum Definisi ini berguna untuk mensituasikan Teori Hukum dengan Dogmatika Hukum dan Filsafat Hukum ia tidak memberikan informasi sedikitpun tentang wilayah sesungguhnya dari teori Hukum, membuatnya sulit merumuskan definisi sederhana, jelas dan lengkap dalam

wilayah, teori hukum membedakan wilayah bagian (deelgeibeden) menguraikan masing masing secara terpisah.

4.11.

Analisa Hukum

Pemaparan historikal penelitian teori hukum suatu analisis sistem hukum obyek pertama teori hukum Ajaran Hukum Umum adalah penelitian struktur dasar, asas-asas dasar dan pengertian pengertian dasar dalam sistem hukum positif, upaya menemukan hukum kodrat ilmiah positif, Teori Hukum berevolusi kearah analisis ilmiah murni tentang kaidah hukum pendekatan Teori Hukum menurut Kelsen tentang tugas dari Teori Hukum dalam kepustakaan bahwa analisis hukum dan ilmu hukum sering ditonjolkan sebagai tugas atau tugas-tugas dari teori hukum, bahwa orang memperoleh pemahaman tetang struktur dari sistem hukum, sifat dan struktur dari kaidah hukum konsep konsep pengertian dalam hukum (basic legal concepts) seperti : kewajiban hukum, hubungan hukum, hukum subyektif, badan hukum, pertanggung gugatan terlepas dari sistem hukum positif konkret. Analisis selalu digunakan ilmu-ilmu seperti khusus logika dan ilmu bahasa, dalam hal ini merupakan persoalan kesepakatan/konvensi dan penggunaan bahasa mengikuti penelitian wilayah perbatasan (grensgebieden) antara teori hukum dan dogmatika hukum, dogmatika hukum atau teori hukum praktikal sama seperti orang mendiskusikan jenis kelamin dari malaikat menunjukan peristiwa perbatasan (grensgevallen, peristiwa peralihan) orang tanpa batas (a la limite) bahwa orang mengakui penelitian tertentu tidak menuntut terlalu banyak (te paard zitten op) pada teori hukum dan dogmatika hukum contoh peristiwa tentang pemisahan kekuasaan atau pengaruh hukum jaminan atas hukum pertanggung gugatan. Pengolahan suatu pengertian penyalahgunaan hak dalam kerangka suatu sistem hukum konkret meresapkan (inpassen) 4.12. Ajaran Metode dari Hukum

Analisis pengertian dari kaidah hukum sebuah bidang penelitian dalam perjalanan waktu bertahun tahun bidang ajaran metode dari hukum metodologi dari asas menunjuk dari dogmatika hukum metode dari pembentukan hukum dan metode penerapan hukum dalam praktek mengembangkan semata mata pada penerapan hukum terbatas pada penemuan hukum oleh hakim dalam masyarakat untuk penyelesaian masalah konkret putusan pengadilan (rechtspraak) atau ajaran hukum ia dapat melakukan cara rasional mengkonsultasi repertoria jurnal bibliografikal atau cara kurang rasional membolak balikan halaman sembarang jurnal hukum untuk bekerja secara efesien untuk penemuan hukum suatu cara rasional menemukan undang undang. Ajaran metode hukum timbul pembatasan hubungan dogmatika hukum, sebuah buku penuntun (handleiding) sumber hukum perpustakaan hukum misalnya bukan teori hukum namun teori hubungan sistem sistem informasi hukum,hanya bersifat marginal dapat disituasikan dalam kerangka teoritikal tertentu batasnya ditentukan secara cermat dan metode metode tidak ada kaitannya dengan pembentukan teori, hukum sebagai teknik sosial normatif misalnya bukan metode hanya mempunyai hubungan pencairan formal semata atas teks yang dipublikasi relevan bagi yuris, pentingnya metodologi hukum dari teori hukum dipaparkan sebagai teoritisi dari teknik hukum dan penting bagi setiap yuris praktek, pada aturan pakai (vuistregels) intuitif aturan metodikal bernalar terargumentasi (methodisch beredeneerde regelen) merefleksi

kesibukan yuridikalnya antara lain pada metode,eventual mengarahkan suatu hal (kegiatan merefleksi). 4.13. Ajaran Ilmu dari Hukum

Hukum itu sendiri adalah bukan ilmu, melainkan hanya obyek dari ilmu ilmu, praktek hukum misalnya pembuatan akta-akta oleh notaris, kegiatan mempersiapkan rancangan undangundang oleh para pejabat, kegiatan merumuskan (redigeren) putusan-putusan oleh seorang advokat, menyusun nasihat oleh seorang yuris perusahaan, tidak memiliki pretensi pretensi ilmiah, tidak memiliki kebutuhan ajaran ilmu dari teori hukum termasuk dari filsafat hukum. Keraguan pada keilmuan disiplin ini tidak hanya ditemui para yuris, juga logis, matematis atau historis memiliki masalah masalah yang sama berjuang disiplin dibandingkan ilmu-ilmu eksakta yang klasik. Penerapan konkret dan penjabaran terhadapnya pada wilayah dari ilmu hukum termasuk ke dalam wilayah teori hukum.

4.14.

Kritik ideologi

Kritik masyarakat tahun 60 an teori hukum sejak akhir dari tahun 60 dibawah dorongan (impuls), gerakan kritik masyarakat para yuris menjalankan penelitian bidang bermuatan ideologikal hukum dari teori yuridikal, dan teori hukum marxistik ditimbulkan (diakomodasikan) kembali sejak munculnya stalinisme di rusia teori hukum marxistik teori tentang hukum bermuatan ideologi teori hukum sebagai teori netral tentang hukum membatasi analisis hukum dan kontruksi kontruksi dan pandangan dogmatika hukum, teori hukum maupun filsafat hukum unsurnya bermuatan normatif dan memperlihatkan keterikatan ideologikal dengan cara sangat obyektif dan tidak memberikan dirinya tergoda dalam diskusi kefilsafatan politikal nilai nilai, kaidah-kaidah atau ideologi bertumpu pada konsekuensi faktual tertentu dari kaidah atau ideologi dalam suatu sistem hukum masyarakat tertentu sulit dipersatukan dengan teori ini.misalnya gambaran masyarakat tersembunyi code civil tahun 1804 dan membadingkan gambaran manusia dan gambaran masyarakat berbeda hukum sosial bertumpu terutama berkembang pada abad 20, teori hukum memperlihatkan konsepsi masyarakat berfungsi sebagai dogmatikal hukum dari pranata pranata hukum(rechtsfiguren) hak milik, kebebasan berkontrak , hak mogok dan hak asasi, gambaran manusia dan gambaran masyarakat tampil pada penerapan oleh hakim menilai normatif seperti salah kepentingan anak dibawah umur kentingan dari keluarga itikad baik dan penggunaan kekuasaan, pengertian dalam nteori hukum misalnya kedaulatan pokok dari penelitian kritik ideologikal sama berlaku dalam filsafat hukum seperti keadilan dan persamaanya.teori hukum menganalisis semua unsur unsure bermuatan ideologi mengkritik keterberian obyektif tidak berdasarkan nilai dan kaidah kaidah lain secara implicit dan eksplisit melawan bertentangan dengan nilai kaidah dan ideologi yang dikritik.

4.15.

Rangkuman

Teori hukum menyatukan menempatkan satu penamaan sebuah definisi global dari teori hukum dirumuskan suatu perspektif interdisipliner kritikal menganalisis aspek gejala hukum

masing masing secara tersendiri baik konsepsi teoritikal maupun penjabaran praktikal mengarah suatu pemahaman lebih baik dan penjelasan atas bahan yuridikal.

4.2. Sasaran sasaran dari teori hukum Mengungkapkan problematika baik untuk menangani pertentangan deskriptif/preskriptif dan empirikal/normatif di satu pihak dan pertentangan analitikal/kritikal di lain pihak.

4.21.

Teori Hukum Analitikal atau Kritikal?

(Rechtstheorie Beitrage zur Grundlagendiskussion) terbit tahun 1971, teori kriktikal bahwa teori hukum diemban secara bermakna penuh (zinvol) dalam bentuk Teori global tentang hukum, juga dogmatika hukum, sosiologi hukum, dan filsafat hukum dilibatkan teori analitikal menolak pendekatan global tersebut. Ciri khas aliran analitikal adalah orang mengembangkan analisis keilmuan bahasa dan logical pengertian dan teks yuridikal penanganan logikal empirikal secara kaku, masalah relatif terbatas mencapai hasil yang pasti diuji secara obyektif dapat dibuat menjadi umum (veralgemeend) fenomena hukum dalam kemasyarakatan, tidak mungkin pembentukan teori ilmiah sungguh sungguh mengglobalisasi bertumpu untuk sebagian interpretasi sendiri putusan putusan nilai dan pandangan normatif dengan kata lain tidak pernah dapat bebas nilai, membatasi pada penelitian wilayah . 4.22. Teori Hukum Empirikal atau Normatif?

Pendekatan empirikal dan normatif dalam teori hukum adalah kabur ketimbang pertentangan teori hukum analitikal dan kritikal aliran terakhir adalah penerapan teori hukum dua aliran yang sama dalam ilmu social secara umum secara respektif filsafat analitik Inggeris (Russell, Moore) dan filsafat kritik masyarakat jerman Frankfurter schule (Adomo, Habermas) teori hukum analitikal dan teori hukum kritikal kerangka teoritikal, teori hukum empirikal tidak tentang teori hukum normative bidang penamaanya tidak ada uniformitas, aliran empirical juga memaparkan deskriptif atau eksplikatif aliran normatif ditunjuk penamaan preskriptif atau istilah kritikal sesungguhnya teori hukum empirikal memaparkan banyak segi bersifat kritikal, penguraian ruang lingkup (draagwijdte) dari pertentangan aliran empirikal dan aliran normatif membahas pendekatan paling umum menamakan diri kritikal. Dalam grosso modo (garis besar) pengertian kritikal disini dalam lima (5) arti adalah sebagai berikut : Metodik kritikal Menuntut status ilmu sesungguhnya, hakikat suatu sikap kejiwaan (ingesteldheid) obyek studinya dan metode pengetahuan kritik historikal. Praktek kritikal Kontruksi dalam dogmatika hukum argumentasi dalam putusan pengadilan/peradilan

Idiologi kritikal Putusan proposisi yuridikal, aturan hukum, pengertian hukumatau teori yuridikal yang netral bermuatan nilai atau bermuatan normatif, tidak berkenaan dengan kritik nilai nilai, kaidah kaidah, atau ideologi ideologi yang ditetapkan dahulu.

Filosofi kritikal Suatu refleksi kefilsafatan kritikal fundamental, Rene Foque teori hukum suatu kritik hukum bahwa fungsi kritikal hakiki terletak pada salah satu bentuk sikap kejiwaan kritikal. Pendekatan teori hukum terlalu sempit membawa rekuperasi suatu aneksasi dengan akibat kehilahan sikap kejiwaan kritikal terhadap dogmatika hukum. Pembatasan teori hukum dan filsafat hukum adalah tugas (in optima forma) dari filsafat hukum.

Normatif kritikal Suatu pemaparan, suatu analisis atau sistematisian, suatu wawasan pribadi, manusia dan masyarakat, pedoman kaidah praktek atau dogmatika hukum harus pendekatan bersifat normatif dalam kenyataan tidak lagi kritikal dan tidak lagi ilmiah kritikal. Teori hukum preskriptif, teori hukum normatif, teori hukum kritikal lawannya teori hukum empirikal, teori hukum deskriptif. Sesungguhnya ditekankan bahwa ilmu adalah bebas nilai tujuan upaya (streetfdoel) dari teori hukum, suatu pendekatan ideologikal dalam kasus tertentu produktif (vruchtbaar) untuk ilmu pendekatan marxistik/pendekatan kritik dalam masyarakat.

4.3. Metodelogi dari Teori Hukum 4.31. Teori hukum sebagai ilmu interdisipliner

Dalam pemaparan historikal teori hukum mendekati kenyataan yuridikal untuk dapat menganalisis dan untuk dapat menjelaskan kenyataan tersebut sebagai demikian tidak dari sudut perspektif dari satu disiplin bukan hukum tertentu, melainkan dari sudut semua perspektif relevan yang mungkin,misalnya sejarah memiliki sejumlah anak disiplin, seperti : sejarah kultur, sejarah hukum, sejarah militer, sejarah ekonomi dll. Sejarah hukum sebagai disiplin mencakup mengintergrasikan, mensintesiskan, hasi hasil penelitian menjadi satu keseluruhan yang koheren atau (utuh).

4.32.

Metode metode Penelitian

Pengertian hipotesis dan teori penelitian pengujian hipotesis diuji pada material empirikal. Instrumentarium penelitian misalnya penelitian pengujian penelitian nomologik instrumental menjumpainya di dalam ilmu-ilmu sosial ketimbang teori hukum pengujian biasanya mewujudkan penelitian bidang teori hukum yang, misalnya hipotesis sosiologikal (hukum) atau psikologikal (hukum) harus diuji material empirikal.

Teori hukum adalah penelitian-pengenalan hubungan materialya, hipotesis diuji memaparkan eksplisit bertujuan membentuk suatu penelitian pengujian teoretikal-interpretatif bidang Teori Hukum verifikasi atau falsifikasi (berlaku) misalnya menjelaskan gejala-gejala hukum teori psikho-analitikal plausibel saja dan tidak dapat diuji empirikal lebih mengerti atas fenomena ketimbang fenomena suatu dataran subyektif ketimbang obyektif.

5.

WILAYAH PENELITIAN DARI TEORI HUKUM.

Teori hukum adalah suatu kegiatan yang ambisius dan beresiko. Keluasan dan kepustakaan, masalah-masalah yang timbul (mengelompokkan) kepustakaan secara sistematikal, menyebabkan tujuan yang sulit untuk direalisasikan yang kuat dan utuh. Teori Hukum suatu analisis yuridikal, ajaran metode dari hukum, ajaran ilmu dan ajaran metode dari Dogmatika Hukum, kritik-ideologi terhadap hukum. Empat wilayah bagian itu sejalan dengan empat pendekatan yang berbeda dalam teori hukum.

5.1. Analisis atas bahan-bahan terberi yuridikal. Gambaran trikhtisar bibliografikal bidang teori hukum. Gambaran umum yaitu mensituasikan diri pada bidang wilayah disiplin-disiplin lain, seperti secara khusus Dogmatika Hukum dan Filsafat hukum. Gagasan tentang pokok-pokok di dalam kepustakaan untuk penelitian bidang Teori Hukum harus menydari bahwa sifat bidang teori hukum penelitian lebih banyak ditentukan pendektan ketimbang pokok-telaah dari penelitian itu sendiri teori hukum diperbandingkan dan dibatasi disiplin-disiplin lain yang mempunyai hukum obyek penelitian.

5.11. Pengertian hukum (konsep hukum). Pengertian hukum dapat dianalisis suatu perspektif formal dan perspektif substansial. Perspektif formal, tidak berkenaan teori-teori tentang hukum melainkan semata-mata uraian arti dan gagasan hukum, pembatasan dan hukum terhadap bahan-bahan kemasyarakatan lain seperti kultur, politik, kekuasaan, otoritas, negara, tata, ideologi memandang hukum sebagai keseluruhan dan aturan hukum dan lembaga hukum (rechtsinstellingen), atau hukum sebagai tuntutan subyektif (hak). Pengertian hukum subyektif. Analisis dari Hohfeld an para pendahulunya adalah sangat produktif. Definisi suatu jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ciri khas hukum itu, sistem hukum. Hukum dari misalnya hukum internasional, hukum gereja, organisasi olah raga. Memberikan batasan pengevtian tentang hukum perspektif substansial ihwalnya suatu pemaparan dari pandangan tentang hukum berbagai masyarakat, seperti misalnya konsepsi hukum liberal-barat berhadapan suatu pandangan hukum marxistik Eropa-timur, atau gagasan barat tentang hukum berhadapan dengan vtsi atas hukum Asiatik, lslamik atau Afrikanik.

5.12. Kaidah hukum. Kaidah hukum (rechtnorm) mencakup analisis sifat dan struktur dari aturan hukum dan dari komponen normatifhya sudut Ilmu Bahasa dan dari sudut Logika analisis murni struktur formulasi kaidah hukum, perhatian pada penjabaran kemasyarakatan, efektivitas dari kaidah hukum, fungsi hukum dalam masyarakat, hubungan pengirim-kaidah dan penerima-kaidah, misalnya : aturan perilaku, aturan prosedural dan aturan-aturan dari organisasi peradilan atau adrninistratif, atau: aturan-aturan hukum yang mengklasinkasi, membandingkan dan metrikal (sesuai analogi dengan penggolongan pengertian sejenis dari Teori Ilmu), asas-asas hukum atau kaidah hukum pada umumnya dan bukan sumber-sumber dari aturan-aturan hukum konkret. penelitian pembedaan antara aturan-aturan hukum dan putusan-putusan kebijakan, atau antara aturan-aturan regulatif dan aturan-aturan konstitutif.

5.13. Sistem hukum Sistem hukum berlaku relatif tertutup adalah satu bidang penelitian khas dari Teori Hukum. Logika Hukum (terutama formal). Struktural sistem hukum tidak harus didekati suatu perspektif logikal, misalnya analisis ekonomikal atas sitem hukum, analisis sosiologikal penelaahan sistem hukum suatu perspektif historikal atau perspektif psikologikal, fungsi dari hukum atau studi struktur sistem hukum dalam masyarakat-masyarakat primitif dalam konteks adalah Psikologi Sosial.

5.14. Pengertian-pengertian, lembaga-lembaga, pranata-pranata teknikal hukum. Analisis Dogmatika Hukum, pengertian hukum, lembaga hukum atau pranata hukum (rechtsfiguur) kerangka hukum positif dalam pokoknya perundang-undangan dan putusan pengadilan informasi sejarah hukum, kerangka urusan dari sarjana hukum adalah menentukan secermat isi, batas dan daya jangkau (draagwijdte) misalnya pengertian bezit atau pranata hukum adopsi, atau pemisahan kekuasaan. Peristiwa hukum pengertian kausalilas yuridik, pranata hak milik, parrimonium, pengertian kebebasan berkontrak, perbuatan hukum, asas pemisahan kekuasaan, pengertian kedaulatan, kesalahan dalam hukum pidana, pengertian badan hukum, pengertian privacy, pengertian perikatan, pranata perjanjian, pengeitian perbuatan pidana, pengertian kemauan bebas (otonomi kemauan), pranata perkawinan.

5.15. Pengertian-pengertian dalam Teori Hukum dan Filsafat Hukum. Analisis pengertian konsep dalam Teori Hukum dan Filsafat Hukum sangat produktif menjernihkan menampilkan pengertian lebih tajam. Beberapa pengertian keadilan

(rechtvaardigheid atau gerechtigheid) sebab menghadirkan kepustakaan melimpah pengertian persamaan (gelijkheidsbegrip) terkait erat padanya. Pengertian lain kebebasan, kepastian hukum, kelayakan kurang masih cukup memperoleh perhatian. Analisis hakikat urusan ihwalnya (de aard van de zaak), itikad baik, penyalahgunaan hak, rechtsverwerking (pelepasan hak), kesadaran hukum, perasaan hukum, kemauan negara (staatswil). Teori hukum bersifat interdisipliner atau yang membatasi mengkonfrontasi pengetian filsafat hukum aturan hukum positif analisis dipandang ke dalam Filsafat Hukum bukan dalam pembedaan legitimasi aturan hukum dan legitimasi sistem hukum.

5.16. Fungsi-fungsi Yuridik Hakim membentuk undang-undang, advokat, ahli hukum terdidik (rechtgeleerde, sarjana hukum), notaris pokok penelitian bidang Teori Hukum. Analisis atas sistem hukum sosiologi dari profesi-profesi yuridik sosiologi organisasi yuridik hakim di masyarakat hubungan hakim pembentuk undang-undang peranan fungsi dari advokatur, notariat, administrasi ajaran hukum (rechtsleer) pendidikan hukum tidak dilakukan penelitian bidang Teori Hukum. Misalnya suratsurat edaran (omzendbrieven) administratif dan interpretasi faktual para birokrat penerapan praktikal dari hukum sektor dari hukum pajak atau hukum jaminan sosial, fungsi yuridikal dibandingkan fungsi kehakiman sudut non ilmiah misalnya apa advokatur, notariat, ajaran hukum (doktrin hukum) dan pendidikan hukum ikut pembentukan hukum adalah mendesak suatu penelitian bidang teori hukum. 5.17. Sumber-sumber hukum. Hukum itu harus interpretasi dan harus diterapkan, mengetahui hukum interpretasi diterapkan, atau, dirumuskan secara lebih tepat, aturan apa aturan hukum yang berlaku harus ditelaah. fundamental misalnya pertanyaan diberikan pengutamaan hukum tumbuh (kebiasaan, hukum-hakim) hukum dikonstruksi (perundang-undangan), filsafat hukum teori hukum. Teori hukum faktor kemasyarakatan, ideologikal, filosofikal, historikal yang mempengaruhi sumbersumber hukum. 5.2. Ajaran Metode Hukum Metode dari hukum (ajaran metode hukum) diartikan praktek-hukum. Metodologi Filsafat Hukum dua-duanya termasuk wilayah dari Filsafat Hukum. Ajaran Metode dari Dogmatika Hukum termasuk teori hukum ini dibahas bersama-sama dengan Ajaran Ilmu dari Dogmatika Hukum. Ajaran Metode praktek hukum dibedakan dua wilayah ajaran metode pembentukan hukum dan ajaran metode penerapan hukum. 5.21. Metodologi Pembentukan Hukum Penerapan hukum oleh hakim pembentukan hukum secara relatif dalam kepustakaan bidang teori hukum. Metodologi pembentukan hukum posisi sentral. Teknik perundang-undangan mencegah masalah interpretasi praktek pnerapan hukum dengan metode memperbaiki kualitas perundang-undangan. Arti sempit dipandang termasuk wilayah Dogmatika Hukum ketimbang wilayah Teori Hukum.

5.22. Metodologi Penerapan Hukum Metodologi penerapan hukum adalah penerapan hukum oleh hakim. Sengketa penerapan hukum oleh hakim sengketa penerapan hukum tidak dapat dihindari akan diputus (diadili) seorang hakim putusan hakim pengawasan (kontrol) dan kritik. Orang menghadapi masalah kekosongan hukum, dan penerapan pengertian yang kabur. Interpretasi fakta-fakta penanganan secara metodologikal dipertanggung jawabkan secara umum argumentasi yuridikal, penerapan hukum oleh hakim, hubungan mewujudkan tema-penelitian.

5.22.1. Interpretasi Undang-undang Problematika penemuan hukum (oleh hakim) undang-undang mewujudkan medan penelitian utama. adalah: penelitian tentang jenis-jenis metode-metode interpretasi yang mungkin dan dapat digunakan, menyusun suatu hierarkhi metode interpretasi atas dasar bahan-bahan ilmiah obyektif, kebutuhan metodologi interpretasi dengan cabang hukum terkait, koherensi perilaku interpretasi faktual para hakim, interpretasi undang-undang perbandingan interpretasi atas teksteks lain, sifat bahasa digunakan oleh pembentuk undang-undang dan hakim. 5.22.2. Kekosongan dalam hukum. Problematika kekosongan hukum, kekosongan hukum dari sudut pandang yang lain, misalnya sumber hukum, struktur sistem-sistem hukum. Kekosongan hukum kini hanya diteliti kerangka penemuan hukum oleh hakim. Hakim untuk suatu sengketa yuridik konkret tidak menemukan penyelesaian dalam hukum positif bahwa kekosongan hukum sebagai kekosongan dirasakan sebagai problematikal. Sebuah krusial probelamtika kekosongan hukum adalah pengertian dan pembatasan kekosongan misalnya memandang kekosongan perundang-undangan situasi interpretasi sebuah undang-undang yang diterapkan secara sempit tidak dapat diterapkan situasi masalah konkret misalnya hukum pidana dapat dan boleh diisi. 5.22.3. Antinomi-antinomi dalam hukum Pengertian antinomi ditentukan oleh pandangan interpretasi dari peneliti. 5.22.4. Penerapan pengertian-pengertian kabur atau kaidah-kaidah kabur Pengertian kabur adalah pengertian yuridik yang tidak didefinisikan lebih jauh secara implisit menunjuk pada nilai-nilai atau kaidah-kaidah non-yuridikal (misalnya kepentingan dari anak, kehati-hatian, salah, itikad baik atau pengertian yang tanpa menunjuk pada nilai-nilai atau kaidah-kaidah juga memberikan hakim mengapresiasi luas (misalnya: besar, penting, frekuen, tingkat perkembangan yang dicapai ilmu). Kaidah pengertian-pengertian kabur muncul biasanya kaidah kabur kaidah-kaidah terbuka (open normen). 5.22.5. Interpretasi Terhadap Fakta

Pada penerapan hukum terhadap situasi konkret, hakim harus menginterpretaskan disamping hukum juga fakta-fakta, hal ini mendapat perhatian yang sedikit dalam kepustakaan, hampir 99 % dari sengketa-sengketa diskusinya membatasi diri pada suatu diskusi tentang fakta-fakta yang tidak terdapat keraguan tentang aturan-aturan hukum yang dapat diterpakan, maupun interpretasi terhadap aturan tersebut, hal ini disebabkan karena interpretasi fakta dianggap lebih sulit untuk dimasuki bagi penelitian ilmiah dibandingkan dengan interpretasi undang-undang. Putusan pengadilan yang tidak dipublikasikan dan pasti dosir perkara (procesdossiers) adalah sangat suli dimasuki bagi orang-orang yang asing terhadap prosedur, dan tanpa pemeriksaan atas sekurangkurangnya dosir perkara tidak mungkin dilaksanakan pengawasan (kontrol) atas, atau studi atas interpretasi fakta oleh hakim, Fakta-fakta oleh hakim tetap harus tetap dimungkinkan demikianlah dapat terjadi suatu analisis atas proposisi-proposisi faktual secara sosiologikal dapat diuji, kemudian dapat juga ditelusuri dalam derajat apa interpretasi fakta-fakta terjadi secara obyektif atau bermuatan nilai secara respektif terjadi 5.22.6. Interpretasi Atas Perbuatan Hukum Bidang Hukum Keperdataan Interpretasi terhadap perjanjian, testamen dan sejenisnya pada pihak teori hukum secara ilmu tidak memperoleh perhatian, penerapan kaidah hukum ini juga dan dalam beberapa aspek lebih banyak menimbulkan masalah-masalah interpretasi, dilai pihak teori-teori dalam hubungan dengan interpretasi undang-undang pasti tidak dapat begitu saja diterapkan pada, atau dapat digunakan untuk, iterpretasi atas perbuatan-perbuatan hukum bidang hukum keperdataan sehingga melalui penelitian tersendiri dan secara spesifik mendesakkan diri.

5.22.7. Argumentasi Yuridikal Argumentasi ini merupakan suatu penelitian tentang argumentasi kehakiman, adanya problematika motivering dari putusan-putusan kehakiman yang berkaitan dengan dengan problematika yuridik yang didalamnya terdapat dapat dijelaskannya oleh suatu pihka mengenai informasi menegenai putusan hakim dan kewajiban motivering yang mengakibatkan bahwa tiap vobis,setidaknya dalam asasnya berisi aturan yang sejalan dan jelas. Dalam kerangka ini topik-topik penelitian ini dapat ditunjuk yaitu the dissenting opinions yang berkaitan dngan argumentasi yuridik dan metodelogi penemuan hukum, kaitannya antara argumentasi kehakiman dan teori pengambilan keputusan raisonalitas ketepatan atau obyektifitas dari argumentasi-argumentasi yuridik , jenis-jenis argumen yang dapat digunakan dalam sebuah argumentasi yuridik dan argumentasi pada penerapan kaidah-kaidah kabur.

5.3. Ajaran Ilmu dan Ajaran Metode dari Dogmatika Hukum 5.31. Ajaran Ilmu dari Dogmatika Hukum Pertanyaan tentang karakter keilmuan dari dogamtika hukum adalah sebuah pertanyaan klasik dalam kepustakaan yuridik, dogamtika hukum adalah sebuah ilmu atau bukan tergantung pada bagaimana orang mendefinisikan hal tersebut, Dogamtika hukum dalam suatu analisis

historikal disini akan merupakan suatu jalan yang harus ditempuh seperti juga pembatasan Dogmatika Hukum berkenaan dengan disiplin-disiplin lain, kemudian Dogmatika hukum dapat dipandang juga sebagai disiplin normatif, disiplin eksplanatif (yang menjelaskan), a. Jika dipandang sebagai disiplin ilmu normatif maka orang harus mempresisi apa yang dimaksud dengan : 1. sebuah disiplin yang bermuatan kaidah-kaidah; 2. sebuah disiplin yang mempelajari kaidah-kaidah, Dogmatika hukum dapat bersifat netral yaitu sebuah disiplin yang mempelajari kaidah namun ia sendiri tidak mengkaidahi. b. Apabila dipandang dari suatu bahasa yang memaparkan (deskriptif) atau dalam bahasa yang memerintah (perskriptif) suatu pemakaian bahasa despriptif terbuka untuk formulais hipotesis-hipotesis, teori-teori, kejaegan-keajegan dan sejenisnya, dengan pemakaian bahasa perskriptif maka hal itu tidak mungkin dilakukan. Pendekatan yang paling klasik yaitu memandang dogmatika hukum sebagai sebuah disiplin logikal yang diterapkan oleh Begriffjurisprudens. Dogmatika hukum dipandang sebagai sebuah ilmu kreatif tentang asas-asas hukum yang padanya tidak terutama aturan-aturan hukumnya sendiri melainkan asas-asas yang terletak dibelakangnya. Dogmatika hukum juga dipandang sebagais ebuah disiplin yang menjelaskan (eksplanasi) yaitu sebuah disiplin yang menjelaskan mengapa sebuah aturan sevagai aturan hukum berlaku dalam sebuah masyarakata tertentu. Dogmatika Hukum dipandang sebagai sebuah disiplin ekpemerintal yaitu mencari penyelesaian-penyelesaian optimal bagi masalah hukum konkret. Dogmatika hukum sebagai sebuah ilmu empirikal yang didalamya terdapat asas-asas argumentasi dan aturan metodologikal yang sama seperti ilmu-ilmu alam dapat digunakan. Dogmatika hukum sebagai sebuah disiplin hermeneutikal sebagai sebuah ilmu dari aturanaturan hukum.

c. d.

e.

f. g. h.

Demikianlah orang dapat membandingkan dogamtika hukum yang sesungguhnya dengan perbandingan hukum, dengan analisis atas peradilan, dengan filsafat hukum atau dengan sosiologi hukum, orang dapat membandingkan Perbandingan Hukum sebagai suatu bentuk khusus dari dogmatika hukum dengan sejarah hukum atau dengan sosiologi hukum, orang lebih jauh dapat menelelusuri perbedaan antara Dogmatika hukum di satu pihak dan case law secara respektif statute law dilain pihak.

5.32. Ajaran Metode dari Dogmatika Hukum Metode dogmatika hukum terbawa oleh hakikatnya berkaitan dengan pertanyaan tentang sifat Dogmatika hukum sebagai ilmu, jika dipandang sebagai sebuah disiplin logikal maka jelas orang mempunyai kebutuhan pada suatu metode yang sama sekali berbeda dibandingkjan dengan sebagai suatu disiplin ekspemerintal atau sebagai sebuah disiplin hermeneutikal, pertanyaan sejauh mana pembentukan teori dalam dogmatika hukum dalam satu dari pertanyaan inti dalam wilayah teori hukum, pembentukan teori mengimplikasikan pembentukan hipotesis sejauh mana dan dengan cara apa dalam dogmatika hukum dapat doformulasikan hipotesis-hipotesis yang terbuka bagi verifikasi dan atau falsisfikasi, Dogmatika hukum dipandnag sebagai disiplin ekspemerintal maka pertanyaanya dalam derajat apa syarat-syaratnya dapat dikontrol yang diantaranya dilakukan dengan eksperimen dengan sebuah model dari sebuah prosedur yang efisien, cepat dan adil. Namun apabila dogmatika hukum dipandang sebagai sebuah disiplin yang menjelaskan ihwalnya misalnya akan berguna untuk melakukan suatu perbandingan antara suatu penjelasan berdasarkan keilmu-alaman dan suatu penjelasan yuridikal atau antara suatu penjelasan dan suatu pembenaran (rechtsvaardiging), atau antara penjelasan dan penguraian (vitleg), ajaran ilmu dogmatika hukum, juga ajaran metode dari disiplin ini adalah sebuah metode kosong yang belum tergarap bagi penelitian bidang teori hukum sesudah sejumlah percobaan yang gagal untuk mengimplantasikan model-model dari ilmu-ilmu lain begitu saja pada dogmatika hukum, dilain pihak tetap berupaya merealisasikan keilmiahan yang maksimal dalam metodologi dari dogmatika hukum, antara lain dengan mengilhami dari pada apa yang diwujudkan dalam ilmu-ilmu lain itu.

5.4. Kritik Ideologikal atas Hukum Sama seperti ajaran ilmu dan ajaran metode dari dogmatika hukum, Kritik Ideologikal berkenaan dengan hukum baru akhir-akhir ini mengalami perkembangan. Berdasarkan kepustakaan marxistik, ideologi adalah keseluruhan nilai-nilai dan kaidah-kaidah yang membentuk wawasan (visie) orang atas manusia dan masyarakat. Jadi, ideologi bukan berarti suatu penyelubungan atau pemalsuan kenyataan. Kritik ideologi dapat mensituasikan diri baik dalam tataran mikro maupun tataran makro dan tidak selalu menunjuk pada sistem nilai-nilai dan kaidah-kaidah. Kritik ideologi dapat dilihat dari pendekatan kualitatif maupun kuantitatif. Pendekatan kualitatif jika ditelusuri nilai-nilai dan kaidah-kaidah apa yang terkandung dalam hukum atau penalaran yuridikal. Pendekatan kuantitatif misalnya dalam peradilan diteliti seberapa sering nilai-nilai dan kaidah-kaidah yang sama, in casu oleh para hakim diterapkan sehingga masyarakat dapat menggambarkan secara representatif pandangan ajaran hukum bagi peradilan, bukan hanya pandangan pribadi hakim atau yuris. Pentingnya kedua pendekatan ini untuk mencegah risiko terjatuh dalam pandangan pendirian pribadi perseorangan.

5.41. Perundang-undangan

Perundang-undangan merupakan pokok telaah kritik ideologikal meskipun tidak sepenuhnya bermuatan ideologi. Teori hukum marxistik menjalankan karya perintisan bertujuan untuk membuka topeng hukum sebagai eksponen dari nilai-nilai dan kaidah-kaidah borjuistik. Tahap pertama, suatu kritik ideologikal bidang teori hukum akan membatasi pengungkapan nilai-nilai dan kaidah-kaidah yang keseluruhan atau sebagian secara implisit tersembunyi pada aturanaturan hukum. Tahap Kedua, berdasarkan nilai-nilai dan kaidah-kaidah ini dapat dilukiskan suatu ideologi dari perundang-undangan. Tahap ketiga, sejarah dari ideologi ini dapat diteliti. Dan tahap keempat, dapat ditelusuri dalam derajat apa ideologi tidak bertumpu pada praanggapanpraanggapan empirikal yang salah sehingga ideologi tidak dapat diuji secara objektif pada kenyataan. Bersamaan dengan itu diteliti pula dalam derajat apa nilai-nilai dan penetapan tujuantujuan yang sudah diterima sebagai kebenaran terlebih dahulu secara adekuat direalisasi oleh perundang-undangan yang diberlakukan dan dalam derajat apa perundang-undangan mempengaruhi pemikiran dan kesadaran hukum para yuris maupun non yuris.

5.43. Peradilan Penelitian kritik ideologikal dalam peradilan diarahkan pada suatu pemaparan nilai-nilai dan kaidah-kaidah non yuridikal yang mempengaruhi penerapan hukum dalam peradilan daripada memperlihatkan fakta bahwa pengaruh gambaran masyarakat dari hakim terhadap penerapan hukum yang merugikan kelas-kelas tertentu dalam masyarakat. Penelitian kritik ideologikal merupakan penelitian dibidang teori hukum yang khas karena menampilkan penerapan faktual objektif. Tahap pertama penelitian ini mutlak diperlukan pengarahan pada suatu pemaparan gambaran manusia dan masyarakat dari hakim berdasarkan nilai-nilai dan kaidah-kaidah non yuridikal apa yang mempengaruhi putusan dari para hakim. 5.43. Dogmatika Hukum Hans Kelsen mengkritik ideologi yang khas tentang dogmatika hukum dengan membersihkan ajaran hukum dari unsur-unsur ideologikal non ilmiah sampai pada suatu Pierre Rechtslehre. Dogmatika hukum dalam penelitian kritik ideologikal sangat menarik diteliti tidak hanya pencampuran putusan-putusan nilai dan pendirian normative disatu pihak dengan penetapan-penetapan dan putusan-putusan ilmiah lainnya, juga konstruksi tersendiri, pembentukan konsep yuridikal, adalah tidak bebas dari isi ideologikal.

You might also like