You are on page 1of 9

Analisis Nilai Tambah dan Peluang Pengembangan Ikan Kering sebagai

Komoditas Unggulan Agribisnis di Kota Bengkulu Provinsi Bengkulu


1

(Analysis of Added Value and Development Opportunity on Dried Fish as
Agribusiness Primary Commodities in Bengkulu City Bengkulu Province)

Oleh:
Putri Suci Asriani, Gita Mulyasari, Ketut Sukiyono, Musriyadi Nabiu
PERHEPI Komisariat Daerah Bengkulu; Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu, Jalan Raya Kandang Limun Bengkulu
E-mail: putriasriani@yahoo.co.id; HP: 085267121508

ABSTRACT
The purpose of this research was to identify the opportunity and
accordingly effective strategy for further development of fishes agribusiness in
Bengkulu City. Kind of fishes which can be potentially developed as agribusiness
primary commodities were kepala batu, karang, polapalu, and gaguk.
Development strategy were through (1) improving quality and amount produce
and also completion of agribusiness subsystems development by preparing
production medium, farming efficiency, marketing channel acces, and
empowering supporter institute, (2) training and constructing fisher in order to
acceleration of technology transformation and optimizing government officer
performance and perpetrator of agriculture, (3) improving fisher bargaining
position by market guarantee and information, and (4) providing infrastructure to
increase productivity and earnings of powered fisher, and optimizing economic
institute or co-operation.
Key words: agribusiness, primary commodities

I. PENDAHULUAN
Letak strategis Kota Bengkulu di Pantai Barat Sumatera dan menghadap
ke Samudera Hindia berdampak positif pada daerah ini, yaitu memiliki potensi
ekonomi yang cukup besar di sektor perikanan. Bengkulu memiliki potensi
perairan laut teritorial sebesar 46145 ton per tahun dan potensi perairan laut zona
ekonomi eksklusif (ZEE) sebesar 80071 ton per tahun dengan total jumlah
nelayan 3756 orang. Dengan potensi laut yang cukup besar ini, sudah semestinya
sektor kelautan dan perikanan mendapat prioritas utama. Jelas dari sektor ini
dipastikan bakal mampu meraup devisa cukup besar.
Jenis ikan tangkapan di wilayah perairan kota sangat beragam, antara lain
jenis pelagis besar dan kecil, demersal, dan biota laut lainnya dengan 108
keragaman jenis ikan dan biota laut lainnya. Dalam bentuk segar produk hasil
perairan tangkap Kota Bengkulu memasuki pasar ekspor, yaitu untuk komoditi
tuna, cakalang, bawal, kerapu, kakap, udang putih, udang windu, lobster, dan

1
Disampaikan pada Seminar Nasional Pengembangan Ekonomi Kreatif Berbasis
Komoditi Pertanian di Indonesia, Sabtu 26 Januari 2013 di Universitas Sebelas Maret, Solo.
2

teripang. Sedangkan untuk pasaran lokal dan regional, meliputi komoditi ikan
tongkol, tenggiri, cucut, gurita, udang dogol, layur, cumi-cumi, dan lain-lain.
Produksi total hasil perikanan tangkap pada tahun 2011 adalah sebesar
29001,5 ton, atau sebesar 36,22% dari potensi lestarinya. Rata-rata 68% dari total
perikanan Kota Bengkulu bernilai ekonomis, sisanya sekitar 32% adalah ikan non
ekonomis. Sebanyak 90% dari total produk ekonomis tersebut dipasarkan ke luar
daerah maupun ekspor, sisanya untuk konsumsi lokal (BPS, 2011). Pemanfaatan
ikan non ekonomis dengan rata-rata sebanyak 32% dari total produksi adalah
sebagian kecil dikonsumsi segar dan sebagian besar lainnya diolah menjadi ikan
kering/asin sebagai upaya pengawetan sehingga dapat dijadikan komoditi andalan
daerah. Jenis olahan lainnya yang saat ini mulai dikembangkan adalah tepung
ikan.
Ikan kering sebagai produk olahan hasil perikanan di Kota Bengkulu pada
umumnya menggunakan ikan-ikan non ekonomis. Usaha pengolahan ikan kering
ini berkembang dengan baik di wilayah-wilayah pesisir pantai Kota Bengkulu.
Kelurahan Kampung Melayu Kecamatan Selebar Kota Bengkulu merupakan
sentra produksi terbesar (Suksesmina, 2012). Letak wilayah ini tepatnya adalah di
sisi timur dari Pelabuhan Pulau Baai Bengkulu. Letak kampung pengolahan ikan
kering ini sangat dekat dengan dermaga pendaratan kapal dan Tempat Pelelangan
Ikan (TPI), sehingga kemudahan akses untuk ketersediaan bahan baku sangat
terjamin.
Berdasarkan survey dan pengamatan visual dapat diketahui bahwa
sebagian besar produk olahan, yaitu ikan kering/asin sudah memiliki kualitas yang
cukup baik, namun pengemasan produk masih sangat kurang diperhatikan.
Hampir sebagian besar produk dijual dalam bentuk curah, walaupun sebagian
sudah melalui proses sortasi dan grading.
Untuk memenuhi kebutuhan pasar lokal, dilakukan pemasaran antar
kabupaten dalam provinsi, sedangkan untuk kebutuhan luar daerah dilakukan
pemasaran antar provinsi. Pemasaran antar provinsi dilandasi oleh permintaan
pasar luar daerah, permintaan tersebut masih berfluktuasi. Pemasaran produksi
perikanan antar provinsi, tahun 2011 mencapai 1412 ton untuk pasar Sumatera
Selatan, Jambi, Jakarta, Surabaya, Sumatera Barat, Lampung, dan sebagian lagi ke
Sumatera Utara, Batam serta Riau (Suksesmina, 2012).
Program yang perlu dikembangkan berupa pengembangan komoditas
unggulan dan andalan, peningkatan nilai tambah produk hasil perikanan tangkap,
pengembangan sistem pemasaran, penyediaan sarana pengangkutan dan
penyebaran produk, pengembangan kemitraan dan penstruktur-ulangan sistem dan
kelembagaan pertanian dan agroindustri, serta memberikan nilai tambah produk
perikanan. Pada dasarnya, nilai tambah bukan diukur dari apa yang sudah
dilakukan termasuk segala biaya yang harus dikeluarkan, tetapi dari persepsi nilai
pada konsumen. Oleh karena nilai tambah diukur dengan persepsi konsumen,
maka peran pemasaran termasuk brand menjadi penting. Apabila persepsi lebih
tinggi dapat diberikan melalui value creation dan dilengkapi dengan aplikasi
pemasaran yang benar, maka agroindustri akan memberi sumbangan lebih besar
(Azfa, 2005 dalam Syahza, et al, 2007).
Pengembangan komoditas unggulan di daerah akan membuka peluang
usaha bagi masyarakat terutama di wilayah pesisir. Menurut Basri (2003), suatu
peluang usaha akan menjadi sumber pendapatan yang memberikan tambahan
3

penghasilan kepada masyarakat jika mampu menangkap peluang usaha yang
potensial dikembangkan menjadi suatu kegiatan usaha yang nyata. Dengan
demikian kemampuan masyarakat memanfaatkan peluang yang ada akan
dipengaruhi oleh kemampuan masyarakat dalam menangkap peluang itu sendiri.
Hal kedua adalah kemampuan mengorganisir sumberdaya yang dimiliki
sedemikian rupa sehingga peluang yang potensial menjadi usaha yang secara
aktual dapat dioperasikan.
Seiring dengan itu, Silva (2006) mengungkapkan, pengembangan
agribisnis menyebabkan mata pencaharian masyarakat tidak lagi terbatas pada
sektor primer dalam memenuhi kebutuhan keluarganya, tetapi telah memperluas
ruang gerak usahanya pada sektor tertier. Kegiatan ini menimbulkan pusat-pusat
pertumbuhan ekonomi di sekitarnya. Manfaat kegiatan agribisnis ini terhadap
aspek ekonomi pedesaan, antara lain: 1) memperluas lapangan kerja dan
kesempatan berusaha; 2) peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar; dan 3)
memberikan kontribusi terhadap pembangunan daerah.
Seiring dengan potensi yang ada, kebijakan strategis perlu dipersiapkan
untuk mempercepat pertumbuhan sektor perikanan tangkap, khususnya
peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Salah satu cara adalah
pengembangan agribisnis dan agroindustri yang terencana baik dan terkait
pembangunan sektor ekonomi lainnya. Oleh karena itu, permasalahan pada
penelitian ini adalah (1) bagaimana peluang dan strategi pengembangan ikan
kering sebagai komoditas unggulan agribisnis di Wilayah Pesisir Kota Bengkulu;
dan (2) komoditas apa saja yang berpotensi secara teknis dan sosial ekonomi
untuk dikembangkan. Berdasarkan uraian di atas, maka tujuan penelitian ini
adalah untuk mengidentifikasi peluang dan strategi pengembangan agribisnis ikan
kering di Kota Bengkulu.
II. METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan di Kota Bengkulu dengan metode survei. Lokasi yang
dipilih sebagai tempat penelitian adalah Kelurahan Kampung Melayu Kecamatan
Selebar Kota Bengkulu sebagai daerah berpotensi untuk pengembangan usaha
ikan kering ditinjau dari keragaman jenis, produksi, ketersediaan bahan baku, dan
sumberdaya manusianya. Syarat pemilihan lokasi penelitian didasarkan kepada 1)
daerah yang terpilih sebagai sampel merupakan daerah yang berpotensi
menghasilkan komoditas unggulan dan 2) pengrajin sampel adalah pengrajin
dengan sumber pendapatan keluarganya dari hasil olahan ikan kering.
Penelitian ini menggunakan data primer. Teknik pengumpulan data
dilakukan dengan metode Rapid Rural Appraisal (RRA), yaitu suatu pendekatan
partisipatif untuk mendapatkan data atau informasi dan penilaian (assesment)
secara umum di lapangan dalam waktu relatif pendek. Analisis data dilakukan
secara deskriptif kuantitatif dan kualitatif melalui pendekatan konsep ekonomi
kerakyatan dari berbagai aspek, serta disesuaikan dengan keadaan fisik, ekonomi,
dan kebijakan pemerintah. Penentuan komoditas unggulan agribisnis didasarkan
kepada beberapa indikator, antara lain 1) luas areal/populasi, 2) produktivitas, 3)
produksi, 4) hasil analisis usaha, 5) kesesuaian area, dan 6) kebiasaan pengolahan.
Peluang pengembangan didasarkan kepada hasil perhitungan nilai tambah
dan RCR masing-masing komoditas dengan berpedoman kepada Tabel 1.
4

Tabel 1. Kriteria Peluang Pengembangan Ikan Kering
Kriteria RCR* Keterangan
RCR < 1 Tidak ada
1 < RCR < 1,3 Kecil
1,3 < RCR < 1,5 Sedang
RCR > 1,5 Sangat besar
*RCR adalah Return Cost Ratio
Sumber: Syahza, 2003
Nilai tambah yang diciptakan oleh aktivitas agribisnis dihitung dengan
rumus (Syahza, 2001):
lb bb o
bb
B H H
I
O
NT +
(

= ( atau % 100 (%) x


H
NT
x
O
I
NT
o
bb
=

Keterangan: NT= nilai tambah (Rp/kg bahan baku), O= output (kg/satu proses
produksi), I
bb
= volume input bahan baku (kg/satu proses produksi), H
o
= harga
output (Rp/kg), H
bb
= harga bahan baku (Rp/kg), dan B
lb
= biaya di luar bahan baku
per unit bahan (Rp/kg bahan baku).
Keuntungan yang diperoleh oleh pengolah (pelaku agribisnis) dapat
diketahui dengan rumus:
ITK NT KP = % 100 (%) =
p
N
KP
KP
tk
bb
tk
U
I
I
ITK =
(

=
o
bb
p
H
I
O
N
Keterangan: KP= keuntungan pengolah (Rp/kg bahan baku), N
p
= nilai produksi
per unit bahan baku (Rp/kg bahan baku), ITK= imbalan tenaga kerja (Rp/kg
bahan baku), I
tk
= input tenaga kerja (HOK/satu proses produksi), I
bb
= volume
input bahan baku (kg/satu proses produksi), dan U
tk
= upah rerata tenaga kerja
(Rp/HOK).
Strategi pengembangan ikan kering di masa datang menggunakan analisis
kualitatif SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats).
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Profil Usaha
Usaha pengolahan ikan kering di Kota Bengkulu telah berkembang sejak
lama dan dilakukan oleh masyarakat setempat secara turun menurun, sehingga
umumnya sudah menguasai keterampilan dan pengetahuan pengolahannya.
Alasan lain yang membuat masyarakat setempat mengolah ikan hasil tangkapan
menjadi ikan kering/asin adalah karena mudah dilakukan dan dipasarkan, harga
cukup tinggi, serta ketersediaan bahan baku dan pecahayaan sinar matahari yang
sangat melimpah. Para pengolah ikan tidak sulit untuk mendapatkan bahan baku
pengolahan berupa ikan segar, rata-rata tempat tinggal dan sekaligus tempat
5

pengolahan ikan berada pada radius jarak yang sangat dekat dengan tempat-
tempat pendaratan ikan. Kota Bengkulu merupakan kota pesisir pantai, sehingga
hampir sepanjang kota merupakan bibir pantai tempat perahu-perahu nelayan
mendarat. Dari segi kondisi lingkungan, berkembangnya usaha pengolahan ikan
kering ini juga didukung oleh tersedianya kuantitas dan kualitas ikan segar yang
mencukupi dan pemenuhan aspek-aspek teknis yang sesuai untuk pengembangan
usaha ikan kering.
Bantuan teknis dan pembinaan terhadap usaha pengolahan ikan kering
telah dilakukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) dan Pemerintah Daerah
melalui program PNPM Mandiri. Adapun beberapa fasilitas yang diberikan oleh
DKP kepada para pengolah ikan kering adalah berupa:
1. Penyuluhan mengenai teknis pengolahan dan manajemen usaha yang
dilaksanakan secara berkelompok.
2. Penyediaan bantuan sarana dan prasarana pengolahan, antara lain: gudang,
outlet penjualan, waring, dan para-para untuk penjemuran.
3. Pelatihan mengenai teknis pengolahan ikan kering.
Peluang Pengembangan Ikan Kering
Kota Bengkulu dengan letak geografis yang memiliki wilayah pesisir luas,
usaha pengolahan ikan kering sangat berpotensi dikembangkan untuk
mengoptimalkan pemanfaatan bahan baku terutama meningkatkan nilai ekonomi
ikan-ikan hasil tangkapan yang bernilai ekonomi rendah dan memenuhi kebutuhan
konsumen. Jenis ikan kering yang sudah berkembang adalah beledang, karang,
polapalu, pora, lidah/kase, kepala batu, dan gaguk.
Berdasarkan potensi produksi dan konsumsi, maka komoditas unggulan
ikan kering yang diusulkan adalah ikan kepala batu, ikan polapalu, dan ikan
gaguk, namun demikian secara keseluruhan jika didasarkan pada potensi
ketersediaan bahan baku maka sesungguhnya hampir seluruh ikan-ikan non
ekonomis tersebut memiliki potensi pengembangan. Secara lengkap hasil analisis
usaha pengolahan ikan kering disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Peluang Pengembangan Agribisnis Ikan Kering di Kota Bengkulu
Komoditas
RCR tanpa Biaya
TK Keluarga
RCR dengan Biaya
TK Keluarga
Peluang
Pengembangan
Ikan Kepala Batu 2,034 1,977 Sangat besar
Ikan Polapalu 1,811 1,760 Sangat besar
Ikan Gaguk 1,752 1,703 Sangat besar
Ikan Karang 1,189 1,156 Kecil
Ikan Pora-pora 0,932 0,906 Tidak ada
Ikan Lidah/Kase 0,647 0,629 Tidak ada
Ikan Beledang 0,568 0,552 Tidak ada
Sumber: Analisis data primer (2012)
Nilai Tambah Agribisnis Ikan Kering
Bahan baku utama ikan kering yang diusahakan di Kota Bengkulu adalah
ikan segar hasil perikanan tangkap. Sebagaimana telah disampaikan pada bagian
pendahuluan, ikan-ikan segar yang memiliki nilai ekonomi rendah selain dijual
segar di pasar-pasar lokal, sebagian besar diolah menjadi ikan kering. Para
6

pengrajin ikan kering membeli bahan baku secara curah dengan beragam jenis
ikan yang belum mengalami proses grading dan sortasi dengan harga rata-rata Rp
2.500,00 per kg untuk ikan beledang, lidah/kase, dan pora-pora. Sedangkan untuk
ikan gaguk, kepala batu, polapalu, dan karang, per kg-nya dihargai senilai Rp
4.000,00.
Berdasarkan hasil perhitungan nilai tambah pada Tabel 3, dapat diketahui
bahwa ikan kering dari semua jenis telah mampu menciptakan nilai tambah,
namun kemampuan penciptaan keuntungannya relatif masih sangat kecil. Harga
penjualan ikan kering rata-rata berada pada kisaran harga Rp 2.250,00 Rp
8.000,00 per kg. Jika ditinjau dari harga jualnya, sudah dapat diprediksi bahwa
nilai tambah yang mampu diciptakan sangat kecil. Hal ini wajar terjadi karena
berdasarkan pengamatan langsung di lokasi penelitian, diketahui bahwa tingkat
rendemen ikan basah menjadi ikan kering adalah sebesar 80% dengan tingkat
kelembaban antara 65-85% yang jika dalam kondisi cuaca panas dapat
diselesaikan hanya dalam 1 hari/proses produksi.
Tabel 3. Nilai Tambah Agribisnis Ikan Kering per Proses Produksi
Komoditi
Nilai Tambah Keuntungan Pengolah
Rp/Kg % Rp/Kg %
Ikan Kepala Batu 7.684,32 68,40 7.643,80 68,04
Ikan Polapalu 5.430,80 51,82 3.873,10 36,95
Ikan Gaguk 6.314,30 64,01 5.964,40 60,47
Ikan Karang 1.731,77 25,54 650,02 9,59
Ikan Pora-pora 498,76 8,99 -1.935,00 -34,88
Ikan Lidah/Kase 149,24 4,03 141,83 3,83
Ikan Beledang 255,80 6,72 247,89 6,51
Sumber: Analisis data primer (2012)
Ikan kering yang memiliki peluang pengembangan sangat besar mampu
menghasilkan nilai tambah dan keuntungan bagi pengolah yang juga besar.
Namun demikian beberapa ikan kering yang secara umum dikenal konsumen dan
mudah didapatkan di pasaran lokal serta ketersediaan bahan bakunya hampir
setiap hari ada, yaitu ikan beledang, lidah/kase, dan pora-pora memiliki
kemampuan penciptaan nilai tambah yang sangat kecil, bahkan untuk usaha
pengeringan ikan pora-pora pengrajin mengalami kerugian. Hal ini dikarenakan
kecilnya skala usaha, padahal sedikit atau banyak ikan yang dijemur relatif jumlah
tenaga kerja yang digunakan adalah sama. Kondisi ini menyebabkan besarnya
biaya tenaga kerja tidak mampu ditutupi oleh hasil penjualan produk. Selain itu
dikarenakan ketersediaan ikan-ikan segar tersebut sangat melimpah, maka harga
jualnya juga rendah.
Untuk ikan kering jenis kepala batu, polapalu, gaguk, dan karang adalah
ikan-ikan karang yang terdapat di laut dalam. Pengrajin yang mengusahakan
pengeringan ikan jenis ini biasanya adalah pemodal besar dan sekaligus pemilik
kapal, maka sudah dapat dipastikan skala usahanya besar, sehingga kemampuan
penciptaan nilai tambah dan keuntungan bagi pengrajinpun juga besar.
Terlepas dari kemampuan penciptaan nilai tambah tersebut, secara umum
harga jual ikan kering di tingkat produsen masih sangat rendah. Faktor kualitas
sangat menentukan, ikan kering yang dihasilkan belum memenuhi standar
7

kualitas. Dua hal yang mengindikasikan hal tersebut adalah (1) penjualan dalam
bentuk curah menggambarkan bahwa produsen belum melakukan grading, sortasi,
dan standarisasi produk; dan (2) tingginya tingkat rendemen dan kelembaban
menggambarkan masih tingginya kadar air, hal ini membuat tingkat keawetan
ikan rendah dan sudah pasti timbangan ikan kering menjadi lebih berat.
Identifikasi Faktor SWOT
Faktor kekuatan (Strengths): 1) tersedianya bahan baku yang melimpah
dan potensial dilihat dari posisi lokasi sentra usaha yang dekat dengan lokasi
pendaratan kapal dan tempat pelelangan ikan (TPI), 2) otonomi daerah dan
keberpihakan pemerintah daerah, dan 3) RCR untuk beberapa komoditas utama
ikan kering >1 adalah ikan kepala batu, gaguk, polapalu, dan karang.
Faktor kelemahan (Weakness): 1) pemilikan modal pengrajin masih
relatif kecil, 2) kemampuan dan pengetahuan pengrajin dalam
pengimplementasian teknologi masih rendah, 3) ketersediaan bahan baku yang
melimpah belum termanfaatkan secara optimum, 4) tingkat kehilangan dan
kerusakan hasil produksi masih tinggi, 5) mahalnya upah tenaga kerja, 6) budaya
mengutamakan kualitas produk oleh pengrajin belum menunjang untuk
terlaksananya perbaikan kualitas produk, 7) infrastruktur dan kelembagaan
ekonomi masih kurang, dan 8) kurang tenaga aparat penyuluh dan jika ada
penyebarannya tidak merata.
Faktor peluang (Opportunities): 1) letak geografis daerah strategis, 2)
meningkatnya permintaan pasar, baik dalam maupun luar provinsi, 3) tersedianya
sarana prasarana penunjang usaha penangkapan ikan dan program-program
pengembangan usaha dari dinas terkait, 4) perdagangan lintas batas, dan
berlakunya free trade zone, dan 5) terbukanya peluang investor oleh Pemerintah
Kota Bengkulu untuk pengembangan agribisnis perikanan tangkap dan hasil
olahannya.
Faktor ancaman (Threats): 1) keengganan bagi generasi muda selaku
angkatan kerja untuk terjun ke sektor agribisnis perikanan tangkap, 2) perubahan
pemanfaatan area kerja (lahan usaha) untuk kegiatan usaha lain, 3) perdagangan
bebas dan arus globalisasi, 4) perubahan cuaca global, 5) curah hujan tinggi,
sehingga panas matahari tidak optimal.
Strategi Pengembangan
Berdasarkan data identifikasi di atas, maka selanjutnya dapat dianalisis
dengan berbagai metode analisis kuantitatif dan kualitatif untuk menentukan
pilihan strategi yang tepat untuk dilakukan. Pengembangan agribisnis ikan kering
dapat dilakukan dengan pengembangan usaha, baik secara internal maupun
eksternal, antara lain adalah:
a. Meningkatkan jumlah dan kualitas hasil olahan melalui penambahan skala
usaha dan penggunaan teknologi pengolahan yang tepat, baik pada proses
pengolahan maupun pengemasan.
b. Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan pengrajin melalui
pelatihan/penyuluhan/pendampingan terstruktur guna dapat menyerap
pengetahuan teknologi pengolahan ikan kering dan mengakses informasi
harga dan pasar.
8

c. Membangun infrastruktur yang mendukung peningkatan hasil dan mobilitas
produksi.
d. Memfungsikan secara baik dan tepat lembaga ekonomi yang ada, seperti
lembaga perbankan dan koperasi, serta kelompok-kelompok usaha binaan
yang ada.
e. Menambah dan meningkatkan kualitas tenaga penyuluh dan pendamping
lapangan.
f. Meningkatkan daya tarik usaha ikan kering di Kota Bengkulu melalui
diversifikasi produk dan kemasan serta penyediaan sarana pasar sebagai
tempat penjualan produk yang lebih terbuka, sehingga produk lebih menarik
dan dikenal.
g. Spesifikasi jenis ikan didasarkan pada potensi peluang pengembangannya.
h. Membentuk industri-industri kreatif yang mewadahi produk ikan kering
sebagai komoditas unggulan agribisnis Kota Bengkulu.
Pesaing pengolah ikan di Provinsi Bengkulu adalah masuknya produk ikan
kering dari provinsi sekitar Provinsi Bengkulu, seperti Palembang, Jambi, Medan,
dan Padang. Namun demikian, ikan kering yang masuk umumnya adalah jenis
jenis ikan kering yang tidak atau relatif sedikit di produksi di provinsi Bengkulu,
seperti sepat Jambi, Teri Medan, Artinya, pengolah ikan di Provinsi Bengkulu
hanya bersaing di pasar lokal, yang jumlahnya relatif tidak besar. Hal ini ditandai
dengan lebih banyaknya produk ikan Provinsi Bengkulu yang dipasarkan ke luar.
Di samping itu, segmen pasar produk ikan kering dari luar Provinsi Bengkulu
tampaknya berbeda dengan produk dari Provinsi Bengkulu.
Sementara itu, persaingan yang terjadi pada di antara pengrajin ikan kering
di Provinsi Bengkulu tidak tajam. Umumnya, pengolah ikan kering telah
mempunyai pelanggan tetap atau pengumpul yang tetap. Berapapun jumlah yang
dapat dihasilkan oleh pengrajin ikan kering dapat ditampung oleh pedagang
pengumpul. Oleh sebab itu, pasar bagi pengajin ikan kering bukan menjadi
permasalahan utama.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Komoditas ikan kering yang dapat dijadikan komoditas unggulan Kota
Bengkulu adalah ikan kepala batu, ikan gaguk, ikan polapalu, dan ikan karang.
Pilihan strategi pengembangan yang dapat dilakukan antara lain melalui: 1)
meningkatkan jumlah dan kualitas hasil olahan melalui penambahan skala usaha
dan penggunaan teknologi pengolahan yang tepat, 2) meningkatkan pengetahuan
dan kemampuan pengrajin melalui pelatihan/penyuluhan/pendampingan
terstruktur, 3) membangun infrastruktur pendukung dan memfungsikan secara
baik dan tepat lembaga ekonomi yang ada, 3) menambah dan meningkatkan
kualitas tenaga penyuluh dan pendamping lapangan, 4) meningkatkan daya tarik
usaha ikan kering di Kota Bengkulu melalui diversifikasi produk dan kemasan
serta penyediaan sarana pasar, 5) spesifikasi jenis ikan dan membentuk industri-
industri kreatif yang mewadahi produk ikan kering sebagai komoditas unggulan
agribisnis Kota Bengkulu.

9

Saran
Implikasi dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan adalah dalam
menjamin kesuksesan pengembangan agribisnis ikan kering sebagai komoditas
unggulan di Kota Bengkulu, pihak pemerintah daerah seyogyanya juga turut
berpartisipasi dalam pembinaan usaha ini, khususnya pada aspek perbaikan
kualitas dan pemasaran.
DAFTAR PUSTAKA
Basri, Y. Z. 2003. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pedesaan. Usahawan
Indonesia XXXII (03): 49-55.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2011. Bengkulu Dalam Angka. Laporan Tahunan
(tidak dipublikasikan). Provinsi Bengkulu.
Silva, R dan RM Riadi. 2006. Pengaruh Pembangunan Perkebunan Kelapa
Sawit terhadap Ekonomi Regional Daerah Riau. Jurnal Sorot I (01):
31-36.
Suksesmina. 2012. Profil Perikanan dan Kelautan Kota Bunga Raflesia.
http://suksesmina.wordpress.com/2012/05/01/profil-perikanan-dan-
kelautan-kota-bunga-raflesia/. Diakses pada 4 Desember 2012.
Syahza, A. 2001. Penelitian dan Pengembangan Agribisnis di Kabupaten
Karimun. Laporan Penelitian. Pusat Pengkajian Koperasi dan
Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Riau. Pekanbaru.
________. 2003. Analisis Ekonomi Usahatani Hortikultura sebagai Komoditi
Unggulan Agribisnis di Kabupaten Pelalawan, Propinsi Riau.
Perspektif VIII (01): 101-112.
________ dan Caska. 2007. Analisis Nilai Tambah dan Peluang
Pengembangan Bebuahan sebagai Komoditas Unggulan Agribisnis di
Kabupaten Karimun Propinsi Riau. Jurnal Eksekutif IV (03).

You might also like