You are on page 1of 54

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Kesehatan ibu (safe motherhood) merupakan upaya yang penting dalam pelaksanaan Kesehatan Utama, dengan mengikutsertakan partisipasi

masyarakat, mendekatkan pelayanan di masyarakat dan meningkatkan mutu pelayanan. Hal ini sesuai dengan Sistem Kesehatan Nasional yang merupakan terjemahan dari gagasan Primary Health Care melalui kongres WHO dan UNICEF di Almaata (IBG, Manuaba, 1998). Gagasan ini sangat mendukung terhadap pembangunan khususnya pembangunan di bidang kesehatan. Dimana pembangunan kesehatan diarahkan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui upaya kesehatan keluarga, termasuk upaya kesehatan ibu dan anak untuk mewujudkan derajat kesehatan yanga optimal. (Harian Merdeka, 20 Juli 2002). Dalam kegiatan antenatal care selain aktif dilakukan oleh bidan, ibu hamil juga harus proaktif dalam kegiatan tersebut, salah satunya adalah melakukan kegiatan fisik yang dapat membantu proses relaksasi pada otot-otot jalan lahir saat persalinan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Melliana H (2001) dalam bukunya Panduan Menjalani Kehamilan Sehat, bahwa senam hamil (prenatal) adalah suatu latihan gerak yang diberikan pada ibu hamil untuk mempersiapkan dirinya, baik persiapan fisik maupun mental guna menghadapi dan mempersiapkan persalinan yang cepat, aman dan spontan.

2 Dengan senam hamil secara rutin dan benar, diharapkan kehamilan dan persalinan pada seorang ibu merupakan suatu proses yang alamiah. Agar proses alamiah ini berjalan dengan lancar dan baik serta tidak berkembang menjadi keadaan yang pathologis dan diperolehnya ibu dan bayi yang sehat diperlukan upaya dini (Depkes RI, 1993:105). Persalinan yang alami dan lancar dapat dicapai, jika uterus berkontraksi dengan baik, rythmis dan kuat, dengan segmen bawah rahim, cervix dan otot-otot dasar panggul dalam keadaan relaxasi, sehingga bayi dengan mudah melewati jalan lahir. Keadaan ini dapat dicapai dengan bantuan wanita hamil itu sendiri yang merupakan ketenangan dan relaksasi tubuh yang sempurna. Keadaan ini dapat dicapai dengan mengikuti latihan senam hamil (Bagian Obsgym, FK UNPAD;..5). Berdasarkan hamil beberapa buku yang akan

menyebutkan

bahwa

melakukan

senam

selama

kehamilan

membimbing wanita menghadapi persalinan dengan tenang dan penuh percaya diri, sehingga persalinan berjalan normal (Hasanah P, 1997). Dalam kenyataanya selama observasi sesaat peneliti melalui praktek klinik kebidanan di puskesmas Tanah Merah, masih banyak ditemukan ibu yang belum melakukan senam hamil, yaitu sekitar 98% dari seluruh populasi ibu hamil di wilayah itu (1128 ibu hamil). Kondisi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain faktor internal yakni karakteristik orang yang bersangkutan, antara lain ; (1) tingkat kecerdasan, (2) tingkat emosional, (3) jenis kelamin dan faktor eksternal yaitu ; (1) lingkungan fisik, (2) lingkungan sosial, (3) lingkungan budaya, (4) lingkungan ekonomi, (5) lingkungan politik dan sebagainya. (Notoatmodjo. S, 2003:120).

3 Dengan masih belum optimalnya pelaksanaan senam hamil dalam program, kesehatan ibu dan anak, muncullah beberapa pendapat dari bidan yang ada di puskesmas, antara lain : (1) Kurangnya pengetahuan ibu hamil tentang senam hamil, (2) Sikap ibu hamil yang kurang menerima terhadap senam hamil, (3) Tingkat pendidikan ibu yang relatif masih rendah, (4) Anggapan senam hamil yang tidak mungkin dilakukan oleh ibu hamil di desa, dan (5) Masyarakat masih menganggap tabu untuk melakukan senam hamil. Di dalam harian suara pembaruan (25 Agustus 2002) menyebutkan bahwa angka kematian ibu di Indonesia masih tinggi, yaitu 334 (100.000 kelahiran hidup). Angka ini merupakan angka tertinggi di kawasan Asean. Jika dibandingkan dengan angka kematian ibu di Negara Asean yang lain. Tiga penyebab utama kematian ibu adalah perdarahan 41- 60%, infeksi 30%, eklamsi 20%. Penyebab perdarahan salah satunya adalah atonia uteri sebagai dampak dari kelemahan kontraksi uterus (kelemahan ibu) (Djoko Wiyono, 1997). Dampak yang ditimbulkan selain perdarahan juga terjadinya partus lama. Partus lama adalah persalinan yang berjalan lebih dari 24 jam untuk primigravida dan atau 18 jam bagi multigravida (IBG. Manuaba, 1998:292). Penyebabnya antara lain karena kelainan His dan kekuatan mengejan yang salah, selain beberapa faktor lagi, maka kontraksi uterus yang baik dapat diupayakan melalui latihan senam hamil. Oleh karena itu perlu penyempurnaan upaya yang komprehensif yang dilakukan oleh Pemerintah (Dinas Kesehatan), tenaga bidan dan masyarakat sendiri dalam mensosialisasikan pelaksanaan senam hamil ini. Mengingat manfaanya yang besar apabila dilakukan senam hamil, beberapa alternatif upaya

4 itu antara lain : (1) Penambahan dana program kesehatan ibu dan anak khususnya dibidang antenatal care (senam hamil), (2) Pengadaan insstruktur senam hamil, dan (3) Penyuluhan kesehatan ke masyarakat tentang senam hamil/ khususnya ibu-ibu yang ada di posyandu ataupun di beberapa organisasi yang lain (PKK). 1.2 Identifikasi Masalah Faktor eksternal Lingkungan fisik Lingkungan Sosial Budaya Ekonomi alokasi dana Tingkat Emosional Sikap Tingkat kecerdasan an Pendidikan Pengetahu Faktor internal

Banyaknya ibu-ibu yang belum aktif melakukan senam hamil Faktor-faktornya antara lain, adalah sebagai berikut : 1.2.1 Faktor Eksternal 1) Lingkungan Fisik Lingkungan fisik sangat mempengaruhi perilaku seseorang, dengan fisik yang sehat seseorang bisa melakukan aktifitas secara sempurna. Sering karena kondisi seseorang karena sudah lelah melakukan kegiatan sehari-hari, orang jadi malas mengikuti senam.

5 2) Lingkungan sosial Ada beberapa ibu yang mengetahui tentang senam hamil, namun mereka enggan melakukan karena dianggap masih tabu dan mereka merasa malu sehingga tidak biasa untuk melakukannya. 3) Lingkungan budaya Pengaruh budaya sangat menentukan sikap dan perilaku seseorang. Seringkali sikap seseorang menyimpang dari realita hanya karena memegang teguh budaya yang selama ini dianutnya. Diwilayah Puskesmas Tanah Merah senam hamil masih belum berjalan dengan baik, sehingga hal ini masih belum membudaya. 4) Lingkungan ekonomi alokasi dana Latihan senam hami memerlukan instruktur senam yang sebelumnya harus dibekali dengan ilmu dan latihan yang cukup baik dan benar sesuai dengan panduan senam khsusus untuk ibu hamil, untuk itulah diperlukan dana yang cukup, disamping dana untuk pelaksanaan senam itu sendiri. 5) Lingkungan politik (1) Kebijakan

Adanya anggapan bahwa senam hamil tidak mungkin dilakukan oleh wanita hamil di masyarakat desa, karena mereka masih menganggap hal itu jarang atau tidak pernah dilakukan.

6 (2) Peran bidan

Tugas yang diemban oleh bidan tidaklah sedikit. Tugas bidan dalam hal ini bidan desa tidak hanya dalam bidang KIA dan pelayanan KB saja, tetapi juga bertugas sebagai Primary Health Officer, sehingga tugas mereka menjadi lebih kompleks yang akhirnya mereka beranggapan masih banyak tugas-tugas yang lain yang dipandang harus didahulukan. 1.2.2 Faktor Internal 1) Tingkat kecerdasan (1) Pendidikan Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin mudah orang tersebut menerima informasi, sehingga makin banyak pengetahuan yang dimiliki. Namun sebaliknya, jika tingkat pendidikan seseorang rendah, maka orang tersebut sulit menerima informasi, dalam hal ini informasi tentang kesehatan yang mencakup informasi tentang senam hamil. (2) Pengetahuan Pengetahuan adalah suatu wahana untuk mendasari seseorang untuk berperilaku secara ilmiah. Oleh karena itulah diperlukan suatu pengetahuan yang cukup, dalam mendorong ibu aktif untuk melakukan senam hamil. Pengetahuan tersebut meliputi : pengertian senam hamil, tujuan, manfaat, syarat-syarat dan beberapa latihan dalam senam hamil.

7 2) Tingkat Emosional (1) Sikap Sikap berkaitan dengan perilaku yang berada dalam batas kewajaran dan kenormalan yang merupakan respon atau reaksi terhadap stimulus lingkungan sosial (Syaifuddin A, 2003:10). Hal ini mencakup perasaan mendukung atau memihak (favourable) maupun perasaan tidak mendukung atau tak memihak (unfavourable) pada orang tersebut. Dengan masih sedikitnya pengetahuan ibu tentang senam hamil dapat menimbulkan sikap tidak mendukung (unfavourable) dalam pelaksanaan senam hamil tersebut. (2) Anggapan / Opini Masyarakat disana menganggap bahwa tidak mungkin melakukan senam hamil oleh karena masih terasa asing / belum begitu dikenal. 3) Jenis kelamin Dalam hal ini dikhususkan bagi ibu-ibu yang sedang hamil. 1.3 Batasan Masalah Dalam penelitian ini, peneliti membatasinya pada faktor pendidikan ibu, pengetahuan dan sikap yang berpengaruh terhadap keaktifan ibu dalam pelaksanaan senam hamil. 1.4 Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah dan batasan masalah, maka perumusan masalahnya adalah sebagai berikut : 1.4.1 Bagaimanakah gambaran tingkat pendidikan ibu.

8 1.4.2 Bagaimanakah gambaran pengetahuan ibu tentang senam hamil 1.4.3 Bagaimanakah gambaran sikap ibu terhadap pelaksanaan senam hamil. 1.5 Tujuan Penelitian 1.5.1 Tujuan Umum Diketahuinya gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi keaktifan ibu dalam melakukan senam hamil. 1.5.2 Tujuan Khusus 1)Mengidentifikasi gambaran tingkat pendidikan ibu. 2) Mengidentifikasi gambaran pengetahuan ibu tentang senam hamil 3) Mengidentifikasi gambaran sikap ibu terhadap pelaksanaan senam hamil. 1.6 Manfaat Penelitian 1.6.1 Manfaat Bagi Ilmu Pengetahuan Dan Tehnologi Kesehatan Untuk bahan informasi tambahan pengetahuan dan kajian dalam penelitian selanjutnya. 1.6.2 Bagi Institusi Sebagai bahan pengetahuan atau informasi untuk pembaca dan menambah jumlah buku bacaan di perpustakaan dan sebagai salah satu bukti pencapaian target dalam kurikulum akhir program. 1.6.3 Bagi Profesi Sebagai bahan atau sumbangan pemikiran dalam upaya peningkatan pemberdayaan kesehatan ibu hamil sehingga nantinya dapat meningkatkan standar praktek pelayanan kebidanan melalui profesionalisasi bidan.

9 1.6.4 Bagi Mahasiswa Dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan program senam hamil dan sebagai pra syarat untuk memenuhi predikat Ahli Madya Bidang Kebidanan. 1.7 Relevansi Senam hamil merupakan salah satu bentuk pelayanan antenatal care dalam program kesehatan ibu dan anak. Senam ini sangat bermanfaat bagi ibu baik selama hamil, persalinan maupun saat nifas. Namun ada beberapa faktor dapat merupakan kendala dalam aktifnya ibu untuk melakukan senam hamil. Faktorfaktor itu antara lain : Pendidikan, pengatahuan, dan sikap ibu, serta kebijakan, sosial budaya dan peranan bidan, alokasi dana. Di harapkan dapat sebagai masukan bagi institusi terkait dan khususnya Puskesmas setempat untuk membantu aktifnya ibu dalam pelaksanaan senam hamil.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini akan dibahas beberapa konsep yang berhubungan dengan karakteristik ibu yaitu (1) Konsep dasar pendidikan, (2) Konsep dasar pengetahuan yang meliputi ; pengertian pengetahuan, tingkatan pengetahuan, cara memperoleh pengetahuan, (3) Konsep dasar perilaku meliputi ; definisi perilaku, perilaku kesehatan, domain perilaku, pengukuran hasil pendidikan kesehatan terhadap perilaku (4) Konsep dasar senam hamil yang meliputi ; pengertian, tujuan, manfaat, syarat-syarat mengikuti senam hamil beserta latihan yang dikerjakan pada senam hamil. 2.1 Konsep Dasar Pendidikan 2.1.1 Pengertian Dalam rencana pembangunan 5 tahun keenam di bidang kesehatan di sebutkan bahwa tingkat pendidikan merupakan faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan (Depkes. RI, 1994:9). Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka makin mudah menerima informasi, sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya, sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan, hal ini dikemukakan oleh Kuntjoroningrat (1997) yang dikutip oleh Nursalam dan Siti Pariani (2001:133). Faktor pendidikan seseorang sangat menentukan kecemasan klien, dengan pendidikan tinggi akan mampu mengatasi, menggunakan koping yang efektif dan 10

11 konstruktif dari pada seseorang yang berpendidikan rendah. Menurut I.B Mantra yang dikutif oleh Notoatmodjo (1985), pendidikan dapat mempengaruhi seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi sikap untuk berperan serta dalam pembangunan masyarakat. Pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan (Soekidjo Notoatmodjo, 2003:16). Pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti dalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan atau perubahan kearah yang lebih dewasa lebih baik dan lebih matang pada diri individu, kelompok atau masyarakat. (Soekidjo Notoatmodjo, 2003:97). Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju ke arah suatu cita-cita tertentu (Suwarno, 1992 dikutip oleh Nursalan dan Pariani, 2001:132). Menurut YB Matra yang dikutip oleh Nursalam (2001) pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk perilaku akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta dalam pembangunan kesehatan. Untuk itu melalui pendidikan diharapkan seseorang mampu meningkatkan kemampuan intelektual, mampu membebaskan diri dari keterbelakangan serta menghargai kemajuan yang antara lain memberikan perubahan yang berkesinambungan (Hartomo, 2000:122). Pendidikan di perlukan untuk mendapatkan informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Pada umumnya semakin tinggi pendidikan maka akan semakin baik pula tingkat

12 pengetahuaannya, pengetahuan itu sendiri kemampuan seseorang untuk mengingat fakta , simbul, prosedur, tehnik dan teori. (Notoatmodjo S, 1996 dikutip Nursalam 2001, 163). Unsur-unsur pendidikan meliputi : 1) Input adalah sasaran pendidikan (individu, kelompok

masyarakat) dan pendidikan (pelaku pendidikan). 2) orang lain). 3) perilaku). 2.2 Konsep Dasar Pengetahuan 2.2.1 Pengertian Pengetahuan (Knowledge) adalah hasil tahu dari manusia. Pengetahuan pada dasarnya terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang untuk dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. Pengetahuan tersebut diperoleh baik dari pengalaman langsung maupun melalui pengalaman orang lain (Notoatmodjo, 2002:10). Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour), karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari pengetahuan (Notoatmodjo, 1997:127). Output (melaksanakan apa yang diharapkan atau Proses (upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi

13

2.2.2 Tingkatan Pengetahuan Pengetahuan dapat di bedakan dalam beberapa tingkatan, yaitu : 1) Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (Recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yamg telah diterima. Tahu merupakan tingkat yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang telah dipelajari antara lain: menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan dan

menyatakan. 2) Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap obyek yang dipelajari. 3) Aplikasi (aplication) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

14

4) Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau obyek kedalam komponen-komponen, tapi masih didalam struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya. 5) Sintesis (synthesis) Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk melakukan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada, misalnya dapat menyusun, merencanakan, meringkas, menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan yang ada. 6) Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menyatakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden ke dalam pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut diatas (Notoatmodjo, 1993:94-96).

15

2.2.3 Cara Memperoleh Pengetahuan 1) Cara tradisional atau non ilmiah (1) Cara coba salah (trial and error)

Merupakan cara yang tradisional yang dipakai orang sebelum adanya kebudayaan, bahkan mungkin sebelum adanya peradaban. Pada waktu itu seseorang apabila menghadapi persoalan atau masalah, upaya pemecahannya dilakukan dengan dicoba-coba. Cara coba-coba ini dilakukan dengan

menggunakan kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang lain. Apabila kemungkinan dua ini gagal pula, maka dicoba kembali dengan kemungkinan yang ketiga dan seterusnya, sampai masalah tersebut dapat dipecahkan itu sebabnya maka cara ini disebut metode trial (coba) and error (gagal atau salah) atau metode coba salah atau coba-coba. (2) Cara kekuasaan atau otoritas

Dalam kehidupan manusia sehari-hari, banyak sekali kebiasaan-kebiasaan dan tradisi yang dilakukan oleh orang tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan tersebut baik atau tidak. Kebiasaan-kebiasaan ini biasanya diwariskan turun-temurun dari generasi ke generasi berikutnya. Kebiasaan-kebiasaan ini seolah-olah diterima dari sumbernya sebagai kebenaran yang mutlak. Sumber pengetahuan tersebut dapat berupa pemimpin-peminpin masyarakat baik formal maupun informal, ahli agama, pemegang pemerintahan dan sebagainya. Dengan kata lain pengetahuan diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan, baik tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin agama, maupun ahli ilmu

16 pengetahuan. Para pemegang otoritas pada prinsipnya mempunyai mekanisme yang sama didalam penemuan pengetahuan. Prinsip ini adalah orang lain menerima pendapat yang dikemukakan oleh orang yang mempunyai otoritas, tanpa terlebih dahulu menguji atau membuktikan kebenarannya, baik berdasarkan fakta empiris ataupun berdasarkan penalaran sendiri. (3) Berdasarkan pengalaman pribadi

Pengalaman merupakan sumber pengatahuan atau suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Pengalaman pribadipun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan

permasalahan yang dihadapi pada masa lalu. Apabila dengan cara yang dilakukan tersebut orang dapat memecahkan masalah yang dihadapi, maka untuk memecahkan masalah lain yang sama, orang dapat pula menggunakan cara tersebut. Tetapi bila ia gagal menggunakan cara tersebut, ia tidak akan

mengulangi cara tersebut dan berusaha untuk mencari cara yang lain, sehingga dapat berhasil memecahkannya. Tetapi tidak semua pengalaman pribadi dapat menarik kesimpulan dengan benar. Untuk dapat menarik kesimpulan dari pengalaman dengan benar diperlukan berfikir kritis dan logis. (4) Melalui jalan pikiran

Dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah menggunakan jalan pikirannya, baik melalui induksi maupun deduksi. Induksi dan deduksi pada dasarnya merupakan cara melahirkan pemikiran secara tidak langsung melalui pernyataan-pernyataan yang dikemukakan, kemudian dicari hubungannya

17 sehingga dapat dibuat suatu kesimpulan. Apabila proses pembuatan kesimpulan itu melalui pengertian-pengertian khusus kepada yang umum dinamakan induksi, sedangkan deduksi adalah pembuatan kesimpulan dari pernyataan-pernyataan umum kepada yang khusus. 2)Cara modern atau ilmiah Cara ini lebih sistematis, logis dan ilmiah serta disebut metode penelitian ilmiah atau metodologi penelitian (research metodology). Mula-mula

dikembangkan oleh Francis Bacon (1561-1626) dengan menggunakan metode berfikir induktif. Kemudian dilanjutkan oleh Doebold Van Pavlen yang mengatakan bahwa dalam memperoleh kesimpulan dilakukan dengan cara mengadakan observasi langsung dan membuat pencatatan, pencatatan terhadap semua fakta sehubungan dengan obyek yang diamati. Dari hasil pencatatan, kemudian ditetapkan ciri atau unsur yang pasti ada pada suatu gejala, selanjutnya dijadikan dasar pengambilan kesimpulan atau generalisasi. (Notoatmodjo, 2002:11-18). 2.3 Konsep Dasar Perilaku 2.3.1 Definisi Perilaku Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Skinner (1938) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, maka teori Skinner ini disebut teori "S-O-R" atau stimulus-organisme-respon. Skinner membedakan adanya dua respon, yaitu :

18

1) Respondent respons atau reflexive Yakni respon yang ditimbulkan oleh rangsangan rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus ini disebut eliciting stimulation karena menimbulkan responrespon yang relatif tetap. 2) Operant respon atau instrumental respons Yakni respon yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu. Perangsang ini disebut Reinforcing stimulation atau reinforcer, karena memperkuat respon. 2.3.2 Perilaku Kesehatan Menurut Skinner, perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus atau obyek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman serta lingkungan. Sehingga dari batasan ini perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu : 1) Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintanance),antara lain : (1) Perilaku pencegahan penyakit (2) Perilaku peningkatan kesehatan (3) Perilaku gizi (makanan) dan minuman 2) Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan, atau sering disebut perilaku pencarian pengobatan (health secking behaviour)

19 3) Perilaku kesehatan lingkungan, antara lain : (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Perilaku hidup sehat Olahraga teratur Tidak merokok Tidak minum minuman keras dan narkoba Istirahat cukup Mengendalikan stress Perilaku atau gaya hidup lain yang positif bagi kesehatan

2.3.3 Domain Perilaku Perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respon sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Jadi meskipun stimulusnya sama bagi beberapa orang, namun respon tiap-tiap orang berbeda. Faktor-faktor yang membedakan respon terhadap stimulus yang berbeda inilah yang disebut determinan (domain perilaku). Dan determinan perilaku ini ada dua yakni: 1) Determinan faktor internal

Yakni karakteristik orang yang bersangkutan, misalnya: tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin dan sebagainya. 2) Determinan faktor eksternal

Yakni lingkungan baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik dan sebagainya.

20

2.3.4 Pengukuran Hasil Pendidikan Kesehatan Menurut Benyamin Bloom (1908) yang dikutp oleh Notoatmodjo (2003:121), ada dua cara untuk mengukur hasil pendidikan kesehatan, yaitu: 1) Pengetahuan (seperti yang telah dijelaskan diatas) 2) Sikap (1) Pengertian sikap Sikap (attitude) secara historis digunakan pertama kali oleh Herbert Spender di tahuan 1862 yang pada saat itu diartikan olehnya sebagai status mental seseorang (Allen, Gay dan Edgley, 1980). Di masa-masa awal itu pula penggunaan konsep sikap sering dikaitkan dengan konsep mengenai postur fisik / posisi tubuh seseorang (Wrightsman dan Deux, 1981). Puluhan definisi dan pengertian itu pada umumnya dapat di masukkan ke dalam salah satu diantara 3 kerangkan pemikiran. Pertama adalah kerangka pemikiran yang diwarnai oleh para ahli psikologi seperti Lovis Thurstone (1928 ; salah seorang tokoh terkenal di bidang pengukuran sikap). Rensis Likert (1932 ;juga seorang pioner di bidang pengukuran sikap) dan Chorles Osgood, menurut mereka sikap adalah suatu obyek, adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak

(unfavourable) pada obyek tersebut (Berkowitz, 1972). Secara lebih spesifik, Thurstone sendiri menginformasikan sikap sebagai derajat afek positif atau

21 negatif terhadap suatu obyek psikologis (Edwards, 1957). Kelompok pemikiran yang kedua diwakili oleh para ahli seperti Chove (1982), Bogardus (1913), Lapiere (1934), Mead (1934) dan Gordon Allport (1935;tokoh terkenal di bidang psikologi sosial dan psikologi kepribadian) yang konsepsi mereka mengenai sikap lebih kompleks. Menurut kelompok ini sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu obyek dengan caracara tertentu. Kelompok pemikiran yang ketiga adalah kelompok yang berorientasi kepada skema triadik (triadic scheme), menurut kerangka pemikiran ini suatu sikap merupakan konstelasi komponen kognitif, afektif dan konatif yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan dan berperilaku terhadap suatu obyek. Dari berbagai definisi diatas bisa dikatakan bahwa sikap selalu dikaitkan dengan perilaku yang berada dalam batas kewajaran dan kenormalan yang merupakan respon atau reaksi terhadap stimulus lingkungan sosial. (Syaifuddin, A, 2003:10). Menurut Breckler dan Wiggins dalam definisi mereka mengenai sikap mengatakan bahwa sikap yang diperoleh lewat pengalaman akan menimbulkan pengaruh langsung terhadap prilaku berikutnya (Syaifuddin, A, 2003:18). (2) Sturktur Sikap Mengikuti skema triadik, struktur sikap terdiri atas 3 komponen yang saling menunjang yaitu komponen kognitif (cognitive), komponen efektif (affective) dan komponen konatif (conative). Komponen kognitif merupakan representatif apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap emosional dan komponen konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang

22 dimiliki oleh seseorang. Menurut Mann (1969) mengatakan bahwa komponen kognitif berisi persepsi, kepercayaan dan strereotipe yang dimiliki individu mengenai sesuatu. Komponen kognitif dapat disamakan dengan pandangan (opini), terutama bila menyangkut masalah isu atau problem yang kontraversial. Komponen afektif merupakan perasaan individu terhadap obyek sikap dan menyangkut masalah emosi (Syaifuddin, A, 2002:23-24). Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan yaitu, sebagai berikut : (1) Menerima (receiving), diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap seseorang terhadap gizi dapat dilihat dari kesediaan dan perhatiannya terhadap ceramah-ceramah, (2) Merespon (responding), artinya memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap, karena suatu usaha untuk menjawab pertanyaan / mengerjakan tugas yang diberikan, (3) Menghargai (valuing), diartikan mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap sesuatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga, misalnya seorang ibu mengajak tetangganya untuk menimbangkan bayinya, dan (4) Bertanggung jawab (responsible), artinya bertanggung jawab atas segala yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi, misalnya seseorang ibu mau menjadi akseptor KB meskipun mendapat tentangan dari mertua.

23

(3) Pembentukan Sikap Sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami oleh individu. Interaksi sosial mengandung arti lebih dari pada sekedar adanya kontak sosial dan hubungan antar individu sebagai anggota kelompok sosial. Dalam interaksi sosialnya individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai obyek psikologis yang dihadapinya. Diantara berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap, adalah sebagai berikut : (1) Pengalaman Pribadi, Menurut Middle Brook (1974) mengatakan bahwa tidak ada pengalaman sama sekali dengan suatu obyek psikologis cenderung akan membetuk sikap reaktif terhadap suatu obyek tertentu. Apa yang telah dan sedang dialami akan ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan terhadap stimulus sosial. Tanggapan akan menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap. Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan kuat. Karena itu sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional dan berulangulang. Karena pengalaman yang tunggal jarang sekali dapat menjadi dasar pembentukan sikap. Kesan negatif terhadap suatu objek juga akan membentuk sikap yang negatif terhadap objek tersebut. Sehingga pengalaman masa lalu penting bagi pembentukan sikap karena melalui pengalaman akan terbentuk penghayatan dan tanggapan yang merupakan dasar pembentukan sikap, (2) Pengaruh orang lain yang dianggap penting, Orang lain di sekitar kita

24 merupakan salah satu diantara komponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap kita. Seseorang yang dianggap penting, seseorang yang diharapkan

persetujuannya bagi setiap gerak tingkah dan pendapat, seseorang yang tidak ingin dikecewakan atau seseorang yang berarti khusus (significant others), akan banyak mempengaruhi pembentukan sikap terhadap sesuatu. Seseorang yang kita anggap penting cenderung kita ikuti, (3) Pengaruh kebudayaan, Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Karena kebudayaanlah yang memberi corak pengalaman individuindividu yang menjadi anggota kelompok masyarakat asuhannya. Dan hanya kepribadian individu yang mapan dan kuatlah yang dapat memudarkan dominansi kebudayaan dalam pembentukan sikap individual. Ahli Psikologi, Burrhus Frederic Skinner dalam Azwar (2003) sangat menekankan pengaruh lingkungan (termasuk kebudayaan) dalam membentuk pribadi seseorang. Karena kepribadian tidak lain adalah pola perilaku yang konsisten yang menggambarkan sejarah reinforcement (penguatan, pengajaran) yang dialami. Kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap kita terhadap berbagai masalah dan telah mewarnai sikap masyrakat, (4) Media massa, Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dan lain-lain mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Adanya informasi mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap, (5) Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama, Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap karena keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu.

25 Pendidikan mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan sikap karena dalam pendidikan diletakkan dasar pengertian dan konsep sehingga terbentuklah pemahaman terhadap sesuatu yang merupakan dasar terbentuknya sikap. Menurut Y. B. Mantra yang dikutup oleh Notoatmodjo (1993) dalam Nursalam dan Siti Pariani (2001:133), pendidikan dapat mempengaruhi seseorang, termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi sikap untuk berperan dalam pembangunan masyarakat. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin mudah menerima informasi sehingga semakin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya, pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilainilai baru yang diperkenalkan, hal ini dikemukakan oleh Koentjoroningrat (1997) yang dikutip oleh Nursalam & Siti Pariani (2001:133), dan (6) Faktor emosional, Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang. Kadangkadang, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. (Syaifuddin A, 2000:30-37). Faktor media massa sebagai sarana komunikasi seperti televisi, radio, surat kabar, dan majalah juga mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini/ kepercayaan seseorang. 2.4 Konsep Dasar Senam Hamil 2.4.1 Pengertian Senam Hamil Senam hamil merupakan suatu bentuk latihan fisik yang akan meningkatkan kesehatan, membentuk sikap yang tenang dan sikap yang baik serta mekanika

26 tubuh yang baik selama dan setelah kelahamilan (Depkes.RI, 1993;106). Senam hamil adalah latihan gerak yang diberikan kepada ibu hamil untuk mempesiapkan dirinya, baik persiapan fisik maupun mental untuk menghadapi

dan mempersiapkan persalinan yang cepat, aman dan spontan. (Melliana H, 2001:90) Berdasarkan pengertian diatas peneliti dapat menyimpulkan bahwa senam hamil adalah suatu latihan senam khusus wanita hamil yang merupakan latihan fisik dan psikhis untuk mempersiapkan wanita tersebut menghadapi persalianan dan membentuk mekanika tubuh yang baik selama dan setelah melahirkan. 2.4.2 Tujuan Senam Hamil 1) Melalui latihan senam hamil yang teratur dapat dijaga kondisi otot-otot dan persendian yang berperan dalam proses mekanisme persalinan. 2) Mempertinggi kesehatan fisik dan psikis serta kepercayaan pada diri sendiri dan penolong dalam menghadapi persalinan. 3) Membimbing wanita menuju suatu persalinan yang fisiologis. 2.4.3 Manfaat Senam Hamil 1) Memperbaiki sirkulasi. 2) Membangun ketahanan (lebih mampu menghadapi persalinan yang lama). 3) Senam Kegel dapat membantu meningkatkan elastisitas dan penyembuhan post partum (Arlene Eisenberg, 2000:137). 4) Membentuk sikap yang tenang dan baik serta mekanik tubuh yang baik selama dan setelah persalinan. 5) Mengurangi bengkak-bengkak.

27 6) Mengurangi resiko gangguan gastrointestinal, termasuk, sembelit. 7) Mengurangi kejang kaki. 8) Membantu mengontrol berat badan. 9) Mencegah terjadinya kelainan letak, seperti posisi sungsang bisa diperbaiki dengan berbagai gerakan. 10) Dapat membantu mempersiapkan mental menjelang melahirkan, melalui latihan mengendurkan perasaan cemas. 11) Mencegah terjadinya primer gestasional diabetes melitus. 12) Membantu pada saat kala II menjadi lebih pendek. 13) Membantu memperoleh relaksasi tubuh yang sempurna dengan memberikan latihan-latihan kontraksi dan relaksasi. 14) Melatih dan mengusai pernafasan yang berperan penting selama kehamilan dan proses persalinan. 15) Memperkuat dan mempertahankan elastisitas otot-otot dinding perut, ligamentum, otot-otot dasar panggul dan otot-otot paha bagian dalam. 2.4.4 Syarat Mengikuti Senam Hamil Diikuti mulai umur kehamilan 22 minggu, seizin dan sepengetahuan dokter yang merawat, yaitu sebagai berikut : 1) Latihan I untuk kehamilan minggu 22-25 2) Latihan II untuk kehamilan minggu 26-30 3) Latihan III untuk kehamilan minggu 30-34 4) Latihan IV untuk kehamilan minggu > 35 Dalam latihan senam dianjurkan memakai baju senam yang mempermudah gerakan-gerakam senam hamil. Selama mengikuti senam hamil juga harus

28 memperhatikan kebutuhan cairan dan kalori sesuai dengan kebutuhan selama hamil. Senam dilaksanakan selama 20 30 menit untuk setiap babak, sebaiknya dilakukan secara teratur dan disiplin. Senam harus dihentikan bila terdapat keluhan dan gejala sebagai berikut : 1) Timbul rasa nyeri terutama nyeri dada, nyeri kepala dan nyeri pada persendiaan. 2) Kontraksi rahim yang lebih sering. 3) Perdarahan pervaginam, keluar cairan ketuban. 4) Nafas pendek yang berlebihan. 5) Denyut jantung yang meningkat (> 140 x/mnt). 6) Mual dan muntah menetap. 7) Kesulitan berjalan. 8) Pembengkakan yang menyeluruh. 9) Aktifitas jantung yang berkurang. Sedangkan ibu hamil yang tidak diperbolehkan mengikuti senam hamil, adalah ibu yang mempunyai penyakit sebagai berikut : 1) Absolut (1) Penyakit jantung yang aktif (2) Gagal jantung (3) Penyakit rematik (4) Tromboplebitis (5) Emboli paru (6) Penyakit infeksi acut (7) Tidak pernah ANC

29 (8) Preeklampsi (9) Resiko kehamilan prematur (10) Perdarahan pervaginam (11) Pecahnya ketuban (12) Gangguan pertumbuhan janin (13) Riwayat obstetri yang jelek (14) Hypertensi berat (15) Gawat janin 2) Relatif (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) Anemi Kelainan darah Kencing manis Letak sungsang pada trimester akhir Obesitas BBLR pada partus sebelumnya Gemelli Lingkungan yang panas

2.4.5 Latihan-latihan yang Dikerjakan Pada Senam Hamil 1)Latihan pendahuluan Tujuannya adalah untuk mengetahui daya kontraksi otot-otot tubuh, luas gerakan persendian dan mengurangi serta menghilangkan rasa nyeri. 2)Latihan inti, yang terdiri dari : (1) Latihan pembentukan sikap tubuh

30 (2) (3) Latihan kontraksi dan relaksasi Latihan pernafasan

3)Latihan penenangan dan relaksasi Latihan penenangan bertujuan untuk menghilangkan tekanan (stress) pada waktu melahirkan dan latihan relaksasi berguna untuk memberikan ketenangan dan mengurangi nyeri oleh His, karena itu dapat dilakukan pada kala pendahuluan dan kala pembukaan. Latihan penenangan ini juga dapat membatu agar mulut rahim / kandungan dapat membuka dengan wajar dan cepat sehinga proses persalinan dapat berjalan lancar.

31

2.5 Kerangka Konsep Faktor eksternal Lingkungan fisik Lingkungan Sosial Budaya Ekonomi alokasi dana Lingkungan politik Kebijakan Peran Bidan

Faktor internal Tingkat kecerdasan Pendidikan Pengetahuan Tingkat Emosional Sikap anggapan Jenis kelamin

Keaktifan ibu dalam melakukan senam hamil

Persalinan

Lancar Keterangan : : Diteliti : Tidak diteliti

Kurang/ Tidak lancar

Faktor eksternal seperti lingkungan fisik, lingkungan sosial, lingkungan budaya, lingkungan ekonomi (alokasi dana), kebijakan Pemerintah, dan peran bidan, sangat mendukung terhadap keaktifan ibu dalam melakukan senam hamil, begitu juga faktor internal yaitu pengetahuan, sikap dan pendidikan ibu sangat menentukan apakah ibu tersebut mau melakukan senam atau tidak.

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian adalah suatu cara memecahkan masalah menurut metode kelimuan (Nursalam @ Pariani. S, 2002:135). Pada bab ini akan dijelaskan tentang desain penelitian, kerangka operasional, identifikasi variabel, definisi operasional, sampling desain, pengumpulan data, pengolahan data, analisa data, masalah etika penelitian, dan keterbatasan. 3.1 Desain Penelitian Desain penelitian adalah seluruh dari perencanaan untuk menjawab pertanyaan penelitian dan untuk mengantisipasi beberapa kesulitan yang mungkin timbul selama proses penelitian (Nursalam @ Pariani. S, 2002:54). Dalam hal ini metode penelitian yang dipakai adalah cross sectional yang artinya peneliti melakukan observasi atau pengukuran variabel sesaat, dimana variabel yang di amati dan dikumpulkan dalam variabel yang bersamaan dan dalam waktu yang tertentu (Soekidjo, 2002:26). 3.2 Kerangka Operasional Pendidikan ibu Pengetahuan ibu Sikap ibu Keterangan : : Diteliti Keaktifan ibu dalam melakukan senam hamil

32

33 : Tidak diteliti 3.3 Identifikasi Variabel Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai diri, sifat atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang suatu konsep pengertian tertentu (Soekidjo. N, 2002:70). Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel bebas (variebel independent), yang artinya adalah faktor yang diduga sebagai faktor yang mempengaruhi variabel dependen, dalam penelitian ini variabel bebasnya adalah pendidikan, pengetahuan, dan sikap ibu. 3.4 Definisi Operasional Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati dari sesuatu yang didefinisikan tersebut (Nursalam @ Pariani. S, 2000). Adapun definisi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Variabel 1. Pendidikan Depinisi Operasional Jenjang pendidikan yang telah ditempuh responden Parameter Pendidikan yang telah ditempuh oleh responden : 1) Tidak tamat SD 2) Tamat SD 3) SMP 4) SMA 5) Diploma/ PT Alat ukur Kuesioner Skala Pengukuran Ordinal Skor 1. Rendah, bila : Tidak tamat SD SD SMP 2. Menengah / sedang bila : Tamat SMA 3. Tinggi, bila : Diploma / PT 2. Pengetahuan Kemampuan pemahaman responden terhadap senam hamil 1) Pengertian senam hamil 2) Tujuan senam hamil. Kuesioner Ordinal 3 = Bila bisa menjawab 15-20 soal dengan benar, kategori baik (76-100% soal benar).

34
3) Manfaat senam hamil. 4) Pengetahuan tentang ibu-ibu yang tidak melakukan senam hamil. 5) Latihan-latihan yang dilakukan dalam senam hamil. 2 = Bila bisa menjawab -4 soal dengan benar, kategori cukup (56-75% soal benar). = Bila bisa menjawab 8-0 soal dengan benar, kategori kurang (40-55% soal benar). 0 = Bila menjawab < 8 soal yang benar (< 40% dari 3. Sikap Perasaan menolak atau menerima terhadap pelaksanaan senam hamil Penilaian responden tentang : 1) Pentingnya senam hamil. 2) Keteraturan ibu dalam melakukan senam hamil Kuesioner dengan skala likert Nominal soal). erima olak STS TS R S SS skor t 50. (anfovorable), jika skor t 50. Men = Men =0 =0 = =2 =3 =4

(favourable), jika

3.5 Sampling Desain Sampling adalah cara atau metode pengambilan sampel atau suatu proses dalam menyeleksi proporsi dari populasi untuk mewakili populasi (Nursalam @ Pariani. S, 2000). Sampling dalam penelitian ini menggunakan non probality sampling, adalah pengambilan sampel yang tidak didasarkan atas kemungkinan

35 yang dapat diperhitungkan, tetapi semata-mata hanya berdasarkan kepada segisegi kepraktisan belaka.dengan menggunakan teknik purposive sampling yaitu suatu pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarklan ciri atau sifat-aifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Caranya, mula-mula peneliti menidentifikasi semua karakteristik populasi, kemudian peneliti menetapkan berdasarkan pertimbangan tertentu, lalu sebagian dari anggota populasi menjadi sampel penelitian. (Soekidjo. N, 2002:89). Kelompok yang diambil dalam sampel ini terdiri dari kelompok ibu hamil yang berada di wilayah kerja Puskesmas Tanah Merah Bangkalan. 3.5.1 Populasi Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian atau objek yang diteliti (Notoatmodjo. S, 2002:79). Pada penelitian ini populasinya adalah ibu-ibu hamil yang ada di Wilayah Kerja Puskesmas Tanah Merah dan yang ada di Puskesmas Pembantu Poter. 3.5.2 Sampel Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti yang dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo. S, 2002:79. 3.5.3 Kriteria Sampel Adalah kriteria sampel yang dapat dimasukkan atau yang layak untuk diteliti (Nursalam @ Pariani. S, 2002:37), adalah : 1)Kriteria inklusi : (1) (2) Ibu hamil yang ada di wilayah kerja Puskesmas Tanah Merah. Ibu hamil yang kooperatif.

36 (3) Ibu hamil yang bersedia dijadikan responden.

2)Kriteria eksklusi Adalah kriteria sampel yang tidak layak untuk diteliti menjadi sampel (Nursalam @ Pariani. S, 2002:37), adalah : (1) (2) (3) Ibu hamil yang ada di wilayah kerja Puskesmas Tanah Merah. Ibu hamil yang tidak kooperatif. Ibu hamil yang tidak bersedia dijadikan responden.

3.5.4 Jumlah Sampel Dalam penelitian ini berhubung jumlah populasinya sebesar .275 ibu hamil, maka peneliti mengambil sampel di dua tempat, yaitu di KIA Puskesmas Tanah Merah Bangkalan dan di Puskesmas Pembantu Poter. Untuk di KIA Puskesmas Tanah Merah sendiri peneliti mengambil sampel sebesar 35 ibu hamil sedangkan di Puskesmas Pembantu Poter, peneliti mengambil sampel sebesar 25 ibu hamil. 3.6 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini adalah Puskesmas Tanah Merah Bangkalan, sedangkan waktu penelitian dilaksanakan selama 6 bulan, mulai bulan Desember sampai dengan bulan Mei 2004. 3.7 Cara Pengumpulan Data Setelah mendapat ijin dari Dinas Kesehatan dan Kepala Puskesmas Tanah Merah Bangkalan, peneliti melakukan pendekatan dengan responden untuk mendapatkan persetujuan sebagai responden, kemudian peneliti melakukan pengumpulan data dengan cara menyebar kuesioner untuk di isi yang kemudian

37 ditarik lagi oleh peneliti.

3.8 Pengolahan Data Setelah kuesioner di isi oleh responden dan ditarik kembali oleh peneliti, data yang telah di peroleh kemudian di olah dengan cara : 3.8.1 Editing Yaitu meneliti kembali jawaban responden untuk mengetahui jawaban tersebut sudah cukup baik dan dapat disiapkan untuk keperluan proses berikutnya. 3.8.2 Coding Usaha untuk mengklasifikasikan jawaban responden menurut macam-macamnya dalam bentuk angka. 3.8.3 Tabulating Data tersebut di tabulasi dalam bentuk tabel menurut sifat-sifatnya 3.8.4 Analisa data Tehnik dan analisa data untuk aspek pendidikan, pengetahuan, sikap menggunakan analisis univariate yang menghasilkan prosentase dari setiap variabel. Setelah data dikumpulkan, selanjutnya adalah sebagai berikut : 1) Data pendidikan Untuk menganalisis data tingkat pendidikan, dituangkan dalam bentuk tabel silang yang berisi pengklasifikasian hasil tabulasi menurut dua kategori yaitu tingkat pendidikan rendah dan tinggi. (1) Tidak tamat SD Termasuk ketegori pendidikan rendah, bila :

38 Tamat SD Tamat SMP (2) menengah/sedang, bila : Tamat SMA (3) Termasuk kategori pendidikan tinggi, bila : Termasuk kategori pendidikan

Diploma / Perguruan Tinggi (PT) 2) Pengetahuan Untuk data pengetahuan secara umum dituangkan dalam tabel distribusi frekuensi yang berisikan hasil tabulasi data (dari 20 soal), yang mana untuk jawaban benar (B) diberi skor dan jawaban yang salah (S) diberi skor 0,

kemudian hasilnya diklasifikasikan menurut kategori : (1) (2) (3) (4) Baik Cukup Kurang : : : 76% - 00% 56% - 75% 40% - 55% (5-20 soal benar) (-4 soal benar) (8-0 soal benar) < 40% (< 8 soal benar)

Sangat kurang :

(Arikunto. S, 997:246). Sedangkan untuk menganalisa data pengatahuan perparameter dituangkan dalam tabel silang yang berisi pengklasifikasian hasil tabulasi menurut kategori : (1) Baik Cukup Kurang Sangat kurang : : : : Tentang pengertian (4 soal) 4 soal benar 3 soal benar 2 soal benar soal benar / salah semua

39

(2) Baik Cukup Kurang Sangat kurang (3) soal) Baik Cukup Kurang Sangat kurang (4) : : : : : : : :

Tentang manfaat (4 soal) 4 soal benar 3 soal benar 2 soal benar soal benar / salah semua Tentang latihan-latihan yang dikerjakan (5

4 5 soal benar 3 soal benar 2 soal benar soal benar / salah semua Tentang pengetahuan ibu tentang syarat-

syarat mengikuti senam hamil (7 soal) Baik Cukup Kurang Sangat kurang : : : : 6 -7 soal benar 4 - 5 soal benar 2 - 3 soal benar soal benar / salah semua

Hasil pengklasifikasian data dari 60 responden ini kemudian di prosentasikan.

40

3)

Data sikap

Untuk data ini tabulasi dari 0 soal yang diambil dari 60 responden menggunakan skor skala likert yaitu : Pernyataan positif (+) STS : 0 TS N S SS : : 2 : 3 : 4 Pernyataan negatif (-) STS : 4 TS N S SS : 3 : 2 : : 0 Keterangan : Sangat Tidak Setuju : Tidak Setuju : Ragu-ragu : Setuju : Sangat Setuju

STS TS RR S SS

Kemudian hasil tabulasi ini digunakan untuk menentukan kategori perannya dengan terlebih dahulu dihitung dengan memakai rumus skor T. xx = 50 + 0 S = Skor responden yang akan diubah skala T

Keterangan : x

x = Nilai mean S = Nilai standart deviasi.

Kemudian hasil tabulasi dikelompokkan sesuai kategori : (1) (2) Menerima (Favourable) Menolak (unfavourable) : : Skor T 50 Skor T < 5

41

3.9 Masalah Etika Penelitian Dalam melakukan penelitian ini peneliti mendapatkan rekomendasi dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bangkalan, Kepala Puskesmas Tanah Merah Bangkalan untuk mendapatkan persetujuan, barulah peneliti melakukan penelitian dengan menekankan pada masalah etika penelitian, yang meliputi : 3.9.1 Lembar Persetujuan Menjadi Responden (Informed Concent) Saat pengambilan sampel terlebih dahulu peneliti meminta ijin pada setiap subyek yang akan diteliti baik secara lisan maupun lembar persetujuan atas kesediaan dijadikan subyek penelitian. 3.9.2 Tanpa Nama (Anominity) Subyek tidak perlu mencamtumkan nama dalam kuesioner untuk menjaga privacy, untuk mengetahui keikutsertaan subyek, peneliti menulis kode pada masing-masing lembar. 3.9.3 Kerahasiaan (Confidentiality) Peneliti harus menjamin kerahasiaan subyek yang diteliti dengan tidak membeberkan sesuatu hal yang tidak layak diaungkapkan dari hasil jawaban keusioner kepada orang lain.

42

3.10 Keterbatasan Adalah suatu kelemahan dan hambatan dalam penelitian, adapun keterbatasan yang dihadapi oleh peneliti adalah sebagai berikut : 3.10.1 Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner memiliki jawaban yang tidak banyak di pengaruhi oleh sikap dan harapan-harapan pribadi yang bersifat subyektif. 3.10.2 Tenaga, sarana, dana dan waktu penelitian yang terbatas.

BAB 4 HASIL

Pada bab ini akan diuraikan tentang diskripsi daerah penelitian yang dilaksanakan di Puskesmas Tanah Merah Kabupaten Bangkalan, mulai tanggal 3 Mei 2004 sampai dengan 20 Mei 2004. hasil penelitian ini merupakan gambaran karakteristik responden dari variabel yang diteliti meliputi pendidikan, pengetahuan dan sikap yang disajikan dalam bentuk prosentase dan penjelasan dari masing-masing karakteristik. 4.1 Data Umum Lokasi penelitian dilaksanakan di wilayah Desa Tanah Merah kabupaten Bangkalan. Berdasarkan data dari kantor puskesmas Tanah Merah Kabupaten Bangkalan, kami dapat menggambarkan sekilas tentang wilayah kerja Puskesmas Tanah Merah. 4.1.1 Data Geografi Wilayah Puskesmas Tanah Merah terdiri dari wilayah dataran rendah dengan luas 68 km2 dan dataran tinggi dengan luas 04 km2. Puskesmas Tanah Merah berbatasan dengan : sebelah utara Kecamatan Geger dengan jarak 3 km, sebelah selatan berbatasan dengan kecamatan Kwanyar dengan jarak 0 km, sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Trageh dan Burneh dengan jarak 0 km, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Galis dengan jarak 7 km. diwilayah Puskesmas Tanah Merah terdiri dari 23 Desa yang bersifat geografis.

43

44 4.1.2 Data Demografi Jumlah penduduk seluruhnya 56.042 jiwa yang terdiri dari laki-laki 26.474 jiwa dan perempuan 29.568 jiwa. 4.1.3 Data Sasaran Dari jumlah perempuan yang ada di wilayah kerja Puskesmas Tanah Merah, di dapatkan 28 ibu hamil dan didapatkan sampel sebanyak 60 ibu hamil. 4.2 Data Khusus 4.2.1 Pendidikan Tabel 4.1 Distribusi frekwensi tingkat pendidikan responden di wilayah kerja Puskesmas Tanah Merah pada bulan Mei 2004 Tingkat Pendidikan Tinggi Menengah/sedang Rendah Hasil Jumlah 3 7 Prosentase (%) 5 11,7 83,3 100

50 Total 60 Sumber : Data primer (2004) yang diolah

Dari tabel 4.1 diatas diketahui bahwa mayoritas responden mempunyai tingkat pendidikan rendah, yaitu sebanyak 50 orang (83,33%) sedangkan responden yang mempunyai tingkat pendidikan menengah 7 orang (11,7 %), dan yang tingkat pendidikan tinggi sebanyak 3 orang (5%).

4.2.2 Tingkat Pengetahuan

45 Tabel 4.2 Distribusi frekwensi tingkat pengetahuan responden di wilayah kerja Puskesmas Tanah Merah pada bulan Mei 2004 Tingkat Pengetahuan Baik Cukup Kurang Hasil Jumlah 16 17 21 Prosentase (%) 26,66 28,33 35 10 100

Sangat kurang 6 Total 60 Sumber : Data primer (2004) yang diolah

Dari tabel 4.2 diatas dapat diketehui bahwa mayoritas responden mempunyai tingkat pengetahuan kurang yaitu sebanyak 21 orang (35%), responden yang berpengetahuan baik sebanyak 16 orang (26,66%),

berpengetahuan cukup sebanyak 17 orang (28,33%), dan berpengetahuan sangat kurang sebanyak 6 orang (10%). 4.2.3 Sikap Tabel 4.3 Distribusi frekwensi sikap responden terhadap pelaksanaan senam hamil di wilayah kerja Puskesmas Tanah Merah pada bulan Mei 2004 Sikap Responden Menerima menolak Hasil Jumlah 27 Prosentase (%) 45 55 100

33 Total 60 Sumber : Data primer (2004) yang diolah

Dari tabel 4.3 diatas diketahui bahwa mayoritas responden mempunyai sikap menolak terhadap pelaksanaan senam hamil, yaitu sebanyak 33 orang (55%) sedangkan yang menerima sebanyak 27 orang (45%).

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1 Pendidikan Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa mayoritas responden mempunyai tingkat pendidikan rendah, yaitu sebanyak 50 orang (83,3 %), sedangkan yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi hanya 3 orang (5 %). Fakta yang sering ditemukan di masyarakat kita bahwa faktor pendidikan membuat saran seseorang dapat dijadikan pertimbangan dalam suatu proses pengambilan keputusan, dalam hal ini adalah usaha pelaksanaan senam hamil bagi dirinya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kunjtoroningrat (1997) yang dikutip oleh Nursalam dan Pariani yang menyatakan bahwa makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka makin mudah menerima informasi, sehingga makin banyak pula pengatahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan

menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai baru yang diperkenalkan. Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kwalitas hidup. Pada umumnya semakin tinggi tingkat pendidikan maka akan semakin baik pula tingkat pengetahuannya. Menurut Y.B Mantra yang dikutip oleh Nursalam (2001) Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk perilaku akan pola hidup, terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta dalam pembangunan

46

47 kesehatan. Untuk itu melalui pendidikan diharapkan seseorang mampu meningkatkan kemampuan intelektual, mampu membebaskan diri dari

keterbelakangan, serta menghargai kemajuan yang antara lain memberikan perubahan yang berkesinambungan. 5.2 Pengetahuan Berdasarkan hasil tabulasi tingkat pengetahuan responden pada tabel 4.2 didapatkan gambaran bahwa mayoritas responden mempunyai tingkat

pengetahuan kurang, yaitu sebanyak 21 orang (35 %), sedangkan yang berpengetahuan baik sebanyak 16 orang (26,66 %). Dari data diatas menggambarkan bahwa tingkat pengetahuan responden sebagian besar adalah kurang. Kurangnya pengetahuan ibu tentang senam hamil ini tidak terlepas dari proses adopsi pengetahuan yang dikemukakan oleh Rogers (1974) yang terdiri dari lima tahap, diantaranya menyebutkan bahwa pertama kali seseorang berusaha tahu akan suatu materi melalui informasi, media massa, media cetak maupun media yang lain. Dengan rasa tahunya tersebut akan menimbulkan rasa tertarik untuk tahu lebih banyak. Setelah itu dia akan menimbang-nimbang untung ruginya dari materi yang didapat. Apabila dia memutuskan bahwa materi tersebut menguntungkan, maka ia akan mencoba untuk mempraktekkan, jika hasil yang dirasakan memuaskan, maka dengan sendirinya dia menerima materi tersebut dan begitu pula sebaliknya. Selain itu pengetahuan tidak hanya dipengaruhi oleh proses adopsi saja, ada faktor lain yang mempengaruhi proses penerimaan pengetahuan. Menurut Y.B Mantra (1994:3) bahwa untuk memperoleh suatu pengetahuan, tidak terlepas dari proses penerimaan pengetahuan yang baru (inovasi). Selain itu situasi masyarakat

48 dimana individu itu hidup juga sangat berpengaruh. Apakah masyarakatnya termasuk masyarakat yang sudah maju atau masih tradisional. Hal ini bisa saja terjadi, mengingat kondisi masyarakat diwilayah Tanah Merah mayoritas penduduknya dengan lingkungan tradisional, sehingga akan sulit sekali bagi mereka untuk mengadopsi pengetahuan tentang senam hamil. Pengetahuan merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, raba dan telinga. Pengetahuan menimbulkan minat seseorang untuk mengenal lebih jauh tentang obyek/topik (Solita S, 1997:7). Sehingga dapat dimengerti apabila seseorang jarang atau tidak pernah mendapatkan informasi tentang senam hamil sebagai kegiatan penginderaan terhadap suatu obyek, sulit sekali bagi mereka untuk menaruh minat sebagai upaya untuk mengetahui lebih dalam tentang senam hamil. Adanya kegiatan-kegiatan seperti penyuluhan, promosi, praktek senam hamil dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang senam hamil. 5.3 Sikap Berdasarkan hasil tabulasi sikap responden terhadap pelaksanaan senam hamil pada tabel 4.2 didapatkan gambaran bahwa mayoritas responden mempunyai sikap menolak terhadap pelaksanaan senam hamil, yaitu sebanyak 33 orang (55 %), sedangkan yang menerima sebanyak 27 orang (45 %). Sikap responden yang menolak tersebut bisa disebabklan oleh beberapa faktor, antara lain faktor pendidikan. Y.B Mantra menyatakan bahwa "Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang akan pola hidup, terutama dalam memotivasi sikap untuk berperan serta dalam pembangunan masyarakat". Begitu juga dengan faktor

49 pengetahuan, makin tinggi tingkat pengetahuan seseorang, maka makin mudah menerima informasi, sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya pengetahuan yang kurang akan menghambat perkembangna sikap seseorang akan nilai-nilai baru yang diperkenalkan. Hal ini dikemukakan oleh Kunjoroningrat (1997) yang dikutip oleh Nursalam dan Siti pariani (2001:33) Namun pada kenyataannya tidak jarang orang yang mempunyai tingkat pendidikan dan pengetahuan tinggi, menolak terhadap inovasi yang diberikan, walaupun mereka sudah benar-benar mengerti tentang manfaat yang diperoleh dari inovasi tersebut, dalam hal ini tentang senam hamil. Hal ini bisa saja terjadi mengingat sikap seseorang tidak hanya dipengaruhi oleh kedua faktor tersebut diatas, yaitu tingkat pendidikan dan pengetahuan saja, melainkan masih banyak hal yang turut mempengaruhi pembentukan sikap, sebab dalam interaksi sosialnya individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai obyek psikologis yang dihadapinya. Diantara beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukasn sikap antara lain faktor pengalamam pribadi. Menurut Middle Brook (1974) mengatakan bahwa tidak ada pengalamam sama sekali dengan suatu obyek psikologis cenderung akan membentuk sikap reaktif terhadap suatu obyek tertentu. Begitu juga dengan pengaruh orang lain yang dianggap penting dalam hal ini adalah bidan puskesmas setempat. Instruksi bidan dapat menjadi sumber motivasi keaktifan ibu dalam melaksanakan senam hamil sebab adanya anggapan bahwa segala program yang diberikan kepada masyarakat pasti mempunyai manfaat. Yang tidak kalah pentingnya adalah pengaruh kebudayaan setempat. Kebudayaan dimana individu hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar

50 terhadap pembentukan sikap individu tersebut. Karena kebudayaanlah yang memberi corak pengalaman individu-individu yang menjadi anggota anggota kelompok masyarakat asuhannya. Kenyataan ini bisa saja kita mengerti sebab pelaksanaan senam hamil masih belum membudaya dimasyarakat setempat, sehingga akan sulit bagi mereka untuk menerima dan mendukung

pelaksanaannya. Faktor media massa sebagai sarana komunikasi seperti televisi, radio, surat kabar, majalah mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini kepercayaan orang. Adanya informasi mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap. Begitu juga faktor lembaga/ institusi/ Puskesmas setempat. Keaktifan ibu sangat dipengaruhi oleh adanya sarana/ prasarana serta instruktur senam hamil yang disediakan. Keberadaan sarana dan instruktur senam hamil yang memadai dapat meningkatkan minat mereka untuk mempraktekkan senam hamil. Sehingga walaupun mereka sudah mengetahui dan mengerti tentang senam hamil tetapi bila tidak ditunjang oleh instruktur senam yang profesional, sulit sekali bagi mereka untuk mempraktekkan senam hamil tersebut.

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang gambaran beberapa faktor yang mempengaruhi keaktifan ibu untuk melaksanakan senam hamil, maka dapat diuraikan kesimpulan dan saran sebagai berikut. 6.1 Kesimpulan Pelaksanaan senam hamil masih sulit diterapkan, hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya : tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan, dan sikap ibu yang berkaitan dengan senam hamil. Kondisi ini dikarenakan masih rendahnya tingkat pendidikan ibu, kurangnya tingkat pengetahuan serta sikap ibu yang mayoritas menolak terhadap pelaksanaan senam hamil. 6.2 Saran Saran yang disampaikan peneliti berdasarkan kesimpulan diatas, sebagai berikut : 6.2.1 Ibu dan Keluarga 1)Aktif mengikuti penyuluhan-penyuluhan di posyandu, balai desa, ataupun organisasi lain (PKK) khususnya tentang senam hamil. 2)Bagi sebagian ibu yang sudah mengetahui tentang senam hamil dan melaksanakannya, dapat menyalurkan pengetahuan kepada ibu-ibu yang lain. 6.2.2 Bagi Petugas 1)Dapat menyebar luaskan imformasi (penyuluhan) tentang senam hamil dan manfaatnya. 51

52 2)Lebih mengaktifkan lagi kegiatan senam hamil. 3)Perlunya kerjasama dengan tokoh-tokoh masyarakat (ibu kades, ibu kasun dan lain-lain) dalam pelaksanaan senam hamil ini, agar masyarakat bisa dengan mudah menjadikan mereka sebagai contoh untuk diikuti. 4)Untuk Dinas Kesehatan, diharapkan menyediakan dana /sarana / instruktur, sesuai dengan program yang berkaitan dengan senam hamil. 5)Dapat melestarikan kegiatan senam hamil secara rutin dan kontinyu 6)Dibentuknya kelompok-kelompok kecil peminat senam hamil diwilayah kerja Puskesmas Tanah Merah 7)Pemegang program bertanggung jawab mengkondisikan masyarakat untuk pelaksanaan program senam hamil.

53 DAFTAR PUSTAKA Aerlin Eisenberg. (2001). Kehamilan Apa Yang Anda Hadapi Bulan Perbulan. EGC. Jakarta. Anton M. Moeliono, Depdikbud. (1988). Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka. Arikunto, S. (1998). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Penelitian. PT Rineka Cipta, Jakarta Bagian Obgyn Universitas Padjajaran. Senam Hamil. Bandung, Universitas Padjajaran. Depkes RI. (2000). Kesehatan Maternal. Jakarta, Depkes. Depkes RI. (1993). Asuhan Kebidanan Ibu Dalam Konteks Keluarga, Jakarta, Depkes RI. Glade B. Curtis MD, FACOG. (1999). Kehamilan di atas Usia 30, Alih Bahasa : Yasmin Asih, Jakarta, Arcan. Gloria Cyber Minitries. Dunia Wanita. Bersumber dari : http://www.//gloria.com Diakses tanggal 9 Nopember 2003. Harian Suara Pembaruan : (Nasional-m) 50 Persen Desa Tak Punyu Bidan. Ambon mailto : nasional-m@polarhome. Com. Sun Aug 25 20 : 48 :17 2002. Diakses tanggal 9 Nopember 2003. IBG Manuaba. (1998). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB, Jakarta, EGC. IBI. (1996). Profesi Bidan Sebuah Perjalanan Karir, Jakarta, IBI. Kep. Mankes. RI. No. 900 Mankes SK VII. 2002 Tentang Registrasi dan Praktek Bidan, Jakatra. Melliana Huliana, A. Md. Keb. (2003). Panduan Menjalani Kehamilan Sehat, Jakarta, Puspa Swara. Notoatmodjo, S. (1993). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta, Rineka Cipta. Notoatmodjo, S(1997). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta, Rineka Cipta. Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Jakarta, Rineka Cipta Nursalam Pariani, S. (1997). Ilmu Kesehatan masyarakat. Jakarta, Rineka Cipta.

54 Rustam Mochtar, MPH. (1998). Sinopsis Obstetri, Jakarta, EGC. Sumber : Warta Tanah Air, Edisi Juni 2003 Konsultat Jenderal Republik Indonesia 25 Bd Carmegnole 13008 Marseille-France. Telp. 0491230160Fax. 0491714032. Email:kjri.mar@wanadoo.fr-Bersumber dari Website http://www.indonesia-mrs.com. [Diakses tanggal 9 Nopember 2003]. Saifuddin Azwar, MA. (2000). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya, edisi II Yogyakarta. Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Thomas W. Hanton. (2001). Ibu Kuat Bayi Sehat, Panduan Senam Kebugaran Untuk Wanita Hamil, Jakarta, Raja Gravindo Persada.

You might also like